pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap …digilib.unila.ac.id/56415/3/skripsi tanpa bab...
Post on 05-Mar-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PROPOLIS TERHADAP
PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes SECARA IN VITRO
(Skripsi)
Oleh
HANIFA YUNIASARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PROPOLIS TERHADAP
PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes SECARA IN VITRO
Oleh
HANIFA YUNIASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Lulus Sarjana Kedokteran
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, 8 Juni 1997, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, dari Ayahanda Ganjar Labaik dan Ibunda Ida Farida.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Cendikia Tahun 2003, Sekolah
Dasar (SD) diselesaikan di SDIT At-Taqwim pada tahun 2009, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Margahayu pada tahun 2012, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Margahayu pada
tahun 2015. Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi Perhimpunan
Mahasiswa Pecinta Alam dan Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team
sebagai anggota divisi Pendidikan dan Latihan dan sekertaris divisi Pendidikan dan
Latihan pada tahun 2015-2018. Penulis terdaftar sebagai anggota dan staff bidang
Akademik Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina pada tahun 2015-2017. Penulis
merupakan bagian dari asisten dosen anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung pada tahun 2017-2018.
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia
serta petolongan dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PROPOLIS
TERHADAP PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes SECARA IN VITRO”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dan selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan
bimbingannya;
3. dr. Rasmi Zakiah O, S.Ked, M.Farm, selaku Pembimbing Satu yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat
yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;
4. dr. Syazili Mustofa, S.Ked, M.Biomed, selaku Pembimbing Dua yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat
yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;
5. Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked, M.Biomed, selaku Pembahas skripsi yang
bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik, saran
dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Ayah dan Ibu tercinta, Papa Ganjar Labaik dan Ibu Ida Farida, terima kasih
atas segala doa, cinta, dan dukungan baik fisik maupun psikis yang telah
diberikan kepadaku hingga saat ini;
7. Saudara kandung saya, Faizal Abdurahman dan Fitria Hasna Ramadhiani, yang
selalu menjadi teman sejak masa kecil hingga aku besar kini;
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak akan digunakan sebagai bekal
dalam menjalankan tugas sebagai dokter;
9. Teman yang selalu mendukung dan menjadi tempat berbagi melewati semua
kesulitan; Isma, Ami, Adela, dan Refi;
10. Teman yang selalu menanti saya pulang; Windy, Anne, Dina, Syifa, Devi,
Nada, dan Lidya;
11. Lembaga Kemahasiswaan yang selalu saya banggakan, PMPATD PAKIS
Rescue Team, terimakasih atas segala ilmu dan keluarga yang telah diberikan;
12. Mba Romi, atas segala bantuannya selama penelitian;
13. Teman-teman Angkatan 2015 (ENDOM15IUM) yang tidak bisa disebutkan
satu persatu;
14. Teman-teman Asdos Anatomi 2015, terimakasih atas segala pengalaman dan
ilmu yang telah diberikan;
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pembaca.
Bandar Lampung, Maret 2019
Penulis
Hanifa Yuniasari
ABSTRACT
THE EFFECT OF PROPOLIS EXTRACT ON GROWTH OF
Propionibacterium acnes IN VITRO
By
HANIFA YUNIASARI
Background: Acne vulgaris is a disease that has a high prevalence in adolescence.
Treatment of acne vulgaris is important because this disease is chronic so that it can
psychoemotional and social adaptation of patients. There have been many resistances in
conventional therapy with acne vulgaris with the topical and systemic antimicrobials due
to the widespread use of irrational antibiotics. Propolis is a mixture of natural resins
produced by honey bees which have antibacterial properties. This study aims to determine
the effect of giving propolis extract on the growth of Propionibacterium acnes in vitro.
Method: This is an experimental study used the diffusion disc of Kirby-Bauer method.
Propolis extract is divided into four concentration groups; 5%, 10%, 20% and 40%.
Measuring the inhibition zone is carried out after 24 hours of incubation. Data were
analyzed using One-way ANOVA and Bonferroni statistical tests.
Results: The mean diameter of Propionibacterium acnes growth inhibition zone formed at
concentrations of 5%, 10%, 20%, and 40% were 7.98 mm, 9.89 mm, 10.68 mm, and 12.21
mm, respectively, while there was relationship between between the concentration and
diameter of the average zone of inhibition of bacterial growth (p<0.05).
Conclusion: Propolis has the ability to inhibit the growth of Propionibacterium acnes
bacteria without being affected by solvents (p<0.05). However, the inhibitory ability of
propolis against Propionibacterium acnes cannot match the standard antibiotic,
Clindamycin, even though the concentration of propolis extract is 40% (p<0.05).
Keywords: acne vulgaris, antimicrobial, Propionibacterium acnes, propolis
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PROPOLIS TERHADAP
PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes SECARA IN VITRO
Oleh
HANIFA YUNIASARI
Latar Belakang: Akne vulgaris merupakan penyakit yang memiliki prevalensi tinggi pada
usia remaja. Pengobatan akne vulgaris menjadi penting karena penyakit ini bersifat kronis
sehingga dapat menggagu psikoemosional dan adaptasi sosial pasien. Telah banyak
ditemuka kejadian resistensi pada terapi konvensional akne vulgaris dengan pemberian
antimikroba topikal maupun sistemik akibat meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak
rasional. Propolis adalah campuran resin alami yang dihasilkan oleh lebah madu yang
memiliki sifat antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak propolis terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes secara in vitro.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode yang
digunakan adalah difusi cakram Kirby-Bauer. Ekstrak propolis terbagi menjadi empat
kelompok konsentrasi; 5%, 10%, 20%, dan 40%. Pengukuran zona hambat dilakukan
setelah inkubasi selama 24 jam. Data dianalisis menggunakan uji statistik One-way ANOVA
dan Bonferroni.
Hasil: Rerata diameter zona hambat pertumbuhan Propionibacterium acnes yang terbentuk
pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, dan 40% berturut-turut 7,98 mm , 9,89 mm, 10,68 mm,
dan 12,21 mm, dimana terdapat hubungan antara konsentrasi dengan rerata diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri (p<0,05).
Kesimpulan: Propolis memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acnes tanpa dipengaruhi oleh zat pelarutnya (p<0,05). Namun
kemampuan daya hambat propolis terhadap Propionibacterium acnes tidak dapat
menyamai antibiotik standar, Klindamisin, meskipun pada ekstrak propolis konsentrasi 40%
(p<0,05).
Kata Kunci: akne vulgaris, antimikroba, Propionibacterium acnes, propolis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................................. 4
1.4.2 Bagi Masyarakat ....................................................................... 4
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1 Akne Vulgaris .................................................................................... 5
2.1.1 Defini dan Patogenesis ............................................................. 5
2.1.2 Gambaran Klinis dan Diagnosis ............................................... 6
2.1.3 Penatalaksanaan ........................................................................ 8
2.1.4 Propionibacterium acnes ......................................................... 9
2.2 Propolis ............................................................................................ 12
2.2.1 Pengertian Propolis................................................................. 12
2.2.2 Kandungan Propolis ............................................................... 13
2.2.3 Manfaat Propolis .................................................................... 13
2.3 Mekanisme Kerja Antimikroba ....................................................... 14
2.4 Mekanisme Antimikroba Ekstrak Propolis ...................................... 17
2.5 Kerangka Teori ................................................................................ 20
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................. 21
2.7 Hipotesis .......................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 22 3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 22
3.2.1 Waktu Penelitian .................................................................... 22
3.2.2 Tempat Penelitian ................................................................... 22
ii
3.3 Mikroba Uji dan Bahan Uji Penelitian ............................................ 23
3.3.1 Mikroba Uji Penelitian ........................................................... 23
3.3.2 Bahan Uji Penelitian ............................................................... 23
3.3.3 Media Kultur .......................................................................... 23
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................... 23
3.4.1 Variabel Independen ............................................................... 23
3.4.2 Variabel Dependen ................................................................. 24
3.5 Definisi Operasional ........................................................................ 24
3.6 Jumlah Pengulangan ........................................................................ 24
3.7 Prosedur Penelitian .......................................................................... 25
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 26
3.7.2 Sterilisasi Alat dan Bahan ...................................................... 26
3.7.3 Pengenceran Ekstrak Propolis ................................................ 26
3.7.4 Pembuatan Muller Hinton Agar (MHA) ................................ 28
3.7.5 Idetifikasi Bakteri Propoionibacterium acnes ....................... 28
3.7.6 Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan McFarland .............. 29
3.7.7 Pembuatan Suspensi Bakteri .................................................. 29
3.7.8 Uji Diameter Zona Hambat Pertumbuhan .............................. 30
3.8 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 34
3.8.1 Pengolahan Data ..................................................................... 34
3.8.2 Analisis Data .......................................................................... 34
3.9 Kaji Etik Penelitian .......................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 37 4.1 Gambaran Umum Penelitian ............................................................ 37
4.2 Hasil Peneilitian ............................................................................... 37
4.2.1 Analisis Univariat ................................................................... 39
4.2.2 Analisis Bivariat ..................................................................... 40
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 41
4.3 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 46 5.1 Simpulan .......................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Akne Vulgaris. .................................................................................. 6
2. Definisi Operasional Penelitian......................................................................... 24
3. Hasil Uji Daya Hambat Pertumbuhan Propionibacterium acnes ..................... 38
4. Rerata Diameter Zona Hambat Pertumbuhan ................................................... 39
5. Uji Normalitas Saphiro-Wilk............................................................................. 40
6. Hubungan Konsentrasi Ekstrak Propolis dan Zona Hambat Pertumbuhan ...... 41
7. Perbedaan Rerata Diameter Zona Hambat Pertumbuhan.................................. 41
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema patogenesis akne vulgaris ........................................................................ 6
2. Akne derajat ringan ............................................................................................. 7
3. Akne derajat sedang ............................................................................................ 7
4. Akne derajat berat ............................................................................................... 7
5. Propionibacterium acnes .................................................................................. 10
6. Resin Propolis Mentah ...................................................................................... 12
7. Mekanisme Kerja Antimikroba ......................................................................... 15
8. Struktur dasar senyawa flavonoid ..................................................................... 18
9. Kerangka Teori Penelitian................................................................................. 20
10. Kerangka Konsep Penelitian. .......................................................................... 21
11. Media Muller Hilton Agar (MHA) ................................................................. 28
12. Hasil identifikasi bakteri dengan pewarnaan Gram ........................................ 29
13. Larutan standar McFarland............................................................................. 30
14. Cakram direndam dalam ekstrak propolis....................................................... 32
15. Cakram kertas uji pada media inokulasi. ........................................................ 32
16. Alur Kerja Penelitian....................................................................................... 33
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kaji Etik Penelitian
Lampiran 2 Hasil Analisis Statistik
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akne vulgaris merupakan penyakit yang pernah dialami oleh hampir setiap
orang. Akne vulgaris paling sering dialami remaja usia 15-17 tahun.
Diperkirakan di Amerika Serikat bahwa 40–50 juta individu memiliki jerawat
(Bhate dan Williams, 2013; Wasitaatmadja, 2015). Penelitian yang dilakukan
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menunjukkan bahwa dari total 10.003
kunjungan pada tahun 2009–2011 terdapat 121 pasien (3,59%) penderita baru
akne vulgaris yang di dominasi perempuan, yaitu sebesar 75 pasien (61,9%)
(Mizwar, Kapantow, dan Suling, 2013). Berdasarkan survei yang dilakukan
Tjekyan (2008), insidensi tertinggi akne vulgaris di Kota Palembang pada
wanita berusia 14-17 tahun berkisar 83-85% dan pada pria berusia 16-19 tahun
berkisar 95-100%.
Akne merupakan penyakit kompleks yang dipengaruhi oleh faktor genetik,
hormonal, struktur epidermis, serta aktivitas dari Propionibacterium acnes
(Movita, 2013). Faktor genetik dan hormonal berperan dalam produksi sebum
berlebih oleh kelenjar sebasea yang memicu timbulnya sumbatan pori-pori.
Sedangkan Propionibacterium acnes berperan dalam patogenesis akne dengan
memecah komponen sebum, yaitu trigliserida menjadi asam lemak bebas
2
sehingga menyebabkan inflamasi (Movita, 2013). Selain itu,
Propionibacterium acnes juga dapat menyebabkan hiperkeratinisasi, dan
hiperseboroik yang menginduksi terjadinya akne vulgaris. Oleh karena itu
dalam pengobatan akne vulgaris dibutuhkan komponen antimikroba untuk
megurangi populasi dan pertumbuhan Propionibacterium acnes (Beylot et al,
2014; Jawetz et al, 2013; Talaro dan Chess, 2012).
Pengobatan akne vulgaris menjadi penting karena prevalensi penyakit ini yang
signifikan pada usia muda dan menengah dan bersifat kronis sehingga dapat
menganggu keadaan psikoemosional dan adaptasi sosial pasien (Bobro,
Tikhonow dan Blazheyevskiy, 2015). Terapi yang dapat digunakan untuk
mengatasi penyakit akne vulgaris dan melawan Propionibacterium acnes
adalah dengan pemberian antimikroba topikal seperti klindamisin ataupun
dengan pemberian antimikroba sistemik seperti tetrasiklin dan eritromisin
untuk kasus sedang sampai berat (Nakase et al, 2017). Akibat meluasnya
penggunaan antibiotik yang tidak rasional, telah banyak ditemukan kejadian
resistensi pada terapi konvensional (Perry dan Lambert, 2011). Hal ini
menuntut adanya penemuan zat aktif baru sebagai agen antibiotik untuk
pengobatan akne vulgaris. Alternatif zat aktif yang dipilih biasanya yang lebih
murah dan lebih mudah dijangkau masyarakat namun memiliki potensi dalam
pengobatan, misalnya dengan produk lebah madu seperti propolis
(Dharmayanti et al, 2000).
Propolis adalah campuran resin alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari zat
yang dikumpulkan dari bagian tanaman, serbuk sari, dan eksudatnya.
3
Penggunaan propolis sebagai alternatif pengobatan akne vulgaris telah banyak
digunakan di Korea dan Mesir (Ali et al., 2015; Sung et al., 2017). Ekstrak
propolis memiliki peran yang menjanjikan dalam pengobatan akne vulgaris
karena alami, aman, mudah ditoleransi tubuh, murah, dan memiliki sifat anti-
inflamasi dan antibakteri (Ali et al, 2015; Wagh, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes secara in vitro.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu apakah terdapat pengaruh pemberian propolis terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes secara in vitro.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak propolis terhadap pertumbuhan Propionibacterium
acnes secara in vitro.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui rerata diameter zona hambat konsentrasi ekstrak
propolis terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes.
1.3.2.2 Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak propolis
terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Adapun manfaat bagi peneliti adalah untuk meningkatkan pengetahuan
peneliti mengenai pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes secara in vitro.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
masyarakat tentang pengaruh ekstrak propolis terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes, bakteri penyebab jerawat.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan
pengobatan alternatif akne vulgaris.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akne Vulgaris
2.1.1 Definisi dan Patogenesis
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronis folikel pilosebasea
kulit yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus dan
kista (Tjekyan, 2008).
Umumnya akne vulgaris terjadi pada wanita berusia 14-17 tahun atau
premenarke sedangkan pada pria berusia 16-19 tahun dengan lesi
predominan adalah komedo dan papul. Setelah remaja, akne vulgaris
biasanya akan berkurang namun terkadang, terutama wanita, akne
vulgaris menetap hingga usia 30-an (Wasitaatmadja, 2015).
Akne vulgaris merupakan penyakit bersifat multifaktoral, yaitu
melibatkan interaksi kompleks dari berbagai faktor, yaitu (1)
tersumbatnya muara keluar folikel sebasea akibat hiperploriferasi epitel,
(2) produksi sebum yang berlebihan dan hiperplasia kelenjar sebasea, (3)
terjadinya reaksi inflamasi, (4) meningkatnya kolonisasi
Propionibacterium acnes pada folikel rambut, (5) meningkatnya hormon
androgen, dan (6) faktor-faktor lain seperti usia, familial, makanan, dan
cuaca. (Movita, 2013; Wasitaatmadja, 2015).
6
Gambar 1. Skema Patogenesis Akne Vulgaris (Wasitaatmadja, 2015).
2.1.2 Gambaran Klinis dan Diagnosis
Predileksi akne vulgaris adalah pada wajah, leher, dada, bahu, punggung
dan lengan atas. Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang bervariasi,
meskipun satu jenis lesi biasanya lebih mendominasi. Terdapat dua jenis
lesi akne vulgaris, yaitu lesi non-inflamasi dan lesi inflamasi. Lesi non-
inflamasi yaitu komedo, dapat berupa komedo terbuka (blackhead
comedones) yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau komedo tertutup
(whitehead comedones). Lesi inflamasi berupa papul, pustul, hingga
nodus dan kista (Movita, 2013).
Tabel 1. Klasifikasi Akne Vulgaris. Ringan Sedang Berat
Komedo <20 20-100 >100
Papul/Pustul <15 15-50
>50
Nodul/Kista >5
Total <30 30-125 >125
Sumber: Lehmann, et al. (2003)
7
Gambar 2. Akne derajat ringan (Rook, Wilkinson, dan Ebling, 2010).
Gambar 3. Akne derajat sedang (Rook, Wilkinson, dan Ebling, 2010).
Gambar 4. Akne derajat berat (Rook, Wilkinson, dan Ebling, 2010).
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
8
ekstraktor. Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat
seperti lilin atau massa lebih lunak seperti nasi yang ujungnya kadang
berwarna hitam. Pemeriksaan umumnya tidak diperlukan (Ikatan Dokter
Indonesia, 2017).
2.1.3 Penatalaksanaan
Penatalaksaan meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi
(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).
Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan
perubahan isi sebum dengan cara:
a. Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal ini
diperdebatkan efektivitasnya, namun bila pada anamnesis
menunjang, hal ini dapat dilakukan.
b. Melakukan perawatan kulit dengan membersihkan permukaan
kulit.
2. Menghindari faktor pemicu terjadinya akne, misalnya:
a. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahatm olahraga sesuai
kondisi tubuh, hindari stress.
b. Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun
lamanya.
c. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras,
makanan pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat dan
sebagainya.
9
d. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis,
yang dapat memperberat erupsi yang terjadi.
Pengobatan akne vulgaris dapat dilakukan dengan memberikan
farmakoterapi, seperti:
1. Topikal
Pengobatan topikal dilakukan untuk pencegahan pembentukan
komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi.
Obat topikal terdiri dari retinoid, bahan iritan untuk peeling (misalnya
sulfur resorsinol, asam salisilat, dsb.), antibiotik topikal,
antiinflamasi topikal.
2. Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk menekan aktivitas mikroba dan
mengurangi reaksi inflamasi juga menekan produksi sebum. Dapat
diberikan antibakteri sistemik, misalnya tetrasiklin 250 mg-1 g/hari,
eritromisi 4x250 mg/hr.
2.1.4 Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes adalah flora yang umum pada kelenjar
pilosebasea kulit manusia dan kadang-kadang saluran pernapasan bagian
atas. Spesies ini merupakan bakteri Gram positif fakultatif anaerob
berbentuk basil pleomorfik, tidak membentuk spora, tidak tahan asam,
dan tidak bisa bergerak yang memiliki panjang 3-4 μm dan lebar 0,5-0,8
μm (Rahim et al, 2010).
10
Secara makroskopis koloni Propionibacterium acnes berbentuk
cembung, agak keruh, dan berkilau. Pada uji kimia, bakteri ini memiliki
merupakan katalase positif dan indol positif. Bakteri ini baik diinkubasi
pada 30-37oC selama 48 jam (Talaro dan Chess, 2012).
Gambar 5. Propionibacterium acnes (www.researchgate.net).
Klasifikasi Propionibacterium acne adalah sebagai berikut (Jawetz,
Melnick, dan Adelberg, 2013):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Species : Propionibacterium acnes
x1000
11
Keterlibatan Propionibaterium acnes dalam penyakit akne vulgaris
terjadi pada fase inflamasi melalui kemampuannya untuk memulai
respon inflamasi pada folikel pilosebasea. Propionibaterium acne telah
terbukti menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi termasuk IL-1b, -8
dan -12, dan TNF- α dari sel mononuklear dan keratinosit dan juga
mengaktifkan dan meningkatkan regulasi toll-like receptors (TLR) 2 dan
4. Selain itu pelepasan berbagai enzim dari Propionibaterium acnes
seperti proteinase, lipase dan hyaluronidase dapat menyebabkan
peradangan dan kerusakan pada unit pilosebasea (Perry dan Lambert,
2011). IL-1 yang dihasilkan oleh keratinosit juga berpartisipasi dalam
pembentukan komedo. Ekstrak sitosol dan formaldehid pada dinding
bakteri Propionibacterium acnes juga diketahui dapat merangsang
kelenjar sebaceous dan sintesis sebum melalui sistem Corticotropin-
releasing Hormon/reseptor CRH (CRH/CRH-R) yang meningkatkan
aktivitas lipogenik sebosit manusia (Beylot et al, 2014).
12
2.2 Propolis
2.2.1 Pengertian Propolis
Propolis, dikenal juga sebagai “bee glue”, adalah campuran resin alami
berbahan lengket berwarna gelap yang dikumpulkan dari tunas, daun,
dan eksudat flora lokal oleh lebah madu (Apis mellifera L.) yang
dicampur dengan enzim dan lilin dari sarang lebah untuk melindungi dan
memperbaiki sarangnya (Halim et al, 2012; Kalogeropoulos et al, 2009;
Taylor et al, 2011; Wagh, 2013).
Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, di mana pro berarti “dari pintu
masuk ke” dan polis untuk “komunitas” atau “kota”, yang berarti produk
alami ini digunakan dalam pertahanan sarang dari predator luar seperti
ular, kadal, dan sebagainya, atau angin dan hujan (Sung et al, 2017;
Wagh, 2013).
Gambar 6. Resin Propolis Mentah (Choudhari et al, 2012).
13
2.2.2 Kandungan Propolis
Propolis bersifat lipofilik, keras, rapuh saat dingin, tapi menjadi lembut,
lentur, bergetah, dan sangat lengket saat hangat, berbau aromatik yang
khas dan menyenangkan. Warna propolis bervariasi mulai dari kuning-
hijau, merah sampai coklat tua tergantung dari sumber dan umurnya (Ali
et al, 2015; Wagh, 2013).
Komposisi propolis sangat kompleks dan sangat bergantung pada asal
geografis dan flora spesifik di tempat pengumpulan dan waktu
pengumpulan propolis. Secara umum, propolis mentah terdiri dari sekitar
50% resin, 30% lilin, 10% minyak atsiri, 10% serbuk sari, dan 5%
senyawa organik lainnya. Propolis mengandung beberapa mineral seperti
Mg, Ca, I, K, Na, Cu, Zn, Mn, dan Fe dan beberapa vitamin seperti A,
B1, B2, B6, C, dan E, serta asam lemak. Senyawa fenolat, flavonoid, dan
turunan asam sinamat merupakan komponen bioaktif utama propolis.
Terdapat juga senyawa lain seperti terpen, aromatik aldehid, alkohol,
stilben, β-steroid, dan berbagai zat lainnya. Sifat antimikroba propolis
berhubungan dengan efek sinergis dari komponennya (Sung et al. 2017;
Ali et al. 2015; Wagh 2013; Wojtyczka et al. 2013; Halim et al. 2012).
2.2.3 Manfaat Propolis
Sejak zaman dahulu, propolis telah banyak digunakan oleh manusia
terutama untuk mengobati berbagai penyakit. Orang Mesir menggunakan
propolis untuk melumuri mayat mereka karena sifat pahitnya yang pahit.
Kerajaan Inka menggunakan propolis sebagai bahan antipiretik. Para
14
dokter Yunani dan Romawi menggunakan propolis sebagai desinfektan
oral dan sebagai produk antiseptik dan perawatan dalam perawatan luka
pada kulit dan mukosa (Ali et al, 2015).
Saat ini, propolis adalah obat alami yang banyak ditemukan di toko
kesehatan dengan berbagai bentuk sediaan. Propolis juga digunakan
dalam kosmetik atau sebagai obat alternatif yang populer untuk
swamedikasi. Aplikasi propolis saat ini mencakup formulasi untuk
common-cold (infeksi saluran pernapasan bagian atas, flu biasa, dan
infeksi mirip flu), dan pada bidang dermatologis berguna dalam
penyembuhan luka, pengobatan luka bakar, jerawat, herpes simpleks dan
genitalis, dan neurodermatitis (Wagh, 2013). Propolis banyak digunakan
dalam pengobatan komplementer dan alternatif, dalam makanan dan
minuman untuk memperbaiki kesehatan, dan untuk mencegah penyakit
seperti peradangan, penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa propolis memiliki aktivitas biologis yang
berharga, seperti aktivitas antimikroba, antijamur, antivirus, antioksidan,
antiinflamasi dan antikanker, terutama karena memiliki kandungan asam
aromatik, senyawa fenolik dan flavonoid (Taylor et al, 2011).
2.3 Mekanisme Kerja Antimikroba
Antimikroba adalah obat untuk melawan mikroba, khususnya mikroba yang
patogen terhadap manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antimikroba
dibagi menjadi dua, yaitu: (1) bakteriostatik, merupakan antimikroba yang
15
bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dan (2) bakterisid, merupakan
antimikroba yang bersifat membunuh mikroba (Setiabudy dan Gan, 2012).
Gambar 7. Mekanisme Kerja Antimikroba (Kisgen, 2015).
Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme
kerjanya adalah sebagai berikut (Chambers, 2006; Setiabudy dan Gan, 2012).
1. Menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba patogen membutuhkan asam folat untuk kelansungan hidupnya.
Asalm folat didapatkan dengan mensintensisnya dari asam para amino
benzoat (PABA). Antimikroba, contohnya sulfonamid, bekerja secara
kompetitif dengan pada dalam jalur pembentukan asam folat hingga pada
akhirnya terbentuk analog asam folat yang non-fungsional. Akibatnya dari
mekanisme ini adalah aktivitas bakteriostatik antimikroba. Antimikroba
yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamid, trimetoprim, asam
p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
16
2. Menghambat sintesis dinding sel bakteri
Polipeptidoglikan merupakan suatu kompleks polimer mukopeptida
(glikopeptida) yang membentuk dinding sel bakteri. Aktivitas antimikroba
dapat menghambat proses sintesis dinding sel yang menyebabkan tidak
terbentuknya dinding sel bakteri. Akibat terdapatnya tekanan osmotik
dalam sel kuman yang lebih tinggi daripada di luar sel menyebabkan
bakteri lisis. Antimikroba kelompok ini memberikan efek bakterisidal
pada bakteri yang peka. Betalaktam (misalnya penisilin, sefalosporin, dan
karbapenem), sikloserin, vankomisin, dan bacitracin termasuk dalam
kelompok ini.
3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroorganisme
Antimikroba kelompok ini dapat meningkatkan permeabilitas dan
menyebabkan kebocoran senyawa intraselular dengan mengikat sterol
dinding sel atau senyawa lainnya. Perubahan pada membran sel ini
menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain. Deterjen
seperti polymyxin, antijamur (misalnya, nistatin dan amfoterisin B), dan
lipopeptide daptomycin termasuk dalam kelompok ini.
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk keberlangsungan
hidupannya. Sintesis protein berlangsung di ribosom yang terdiri atas dua
subunit, 30S dan 50S, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Kedua
komponen ini akan bersatu menjadi ribosom 70S pada pangkal rantai
17
mRNA sehingga dapat berfungsi pada sintesis protein. Kloramfenikol,
tetrasiklin, eritromisin, eritromisin, streptogramin, dan linezolid bekerja
dengn mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk secara
reversibel menghambat sintesis protein, yang umumnya bersifat
bakteriostatik. Sedangkan aminoglikosida bekerja dengan mengikat
subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang umumnya
bersifat bakterisida.
5. Mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri
Rifamisin (misalnya rifampisin dan rifabutin) dan kuinolon termasuk
dalam kelompok ini. Rifampisin, salah satu derivat rifamisin, bekerja
menghambat RNA polimerase sehingga sintesis RNA dan DNA terhambat.
Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang
berfungsi dalam sekuestrasi kromosom yang sangat panjang menjadi
bentuk spiral dan kecil.
2.4 Mekanisme Antimikroba Ekstrak Propolis
Aktivitas antimikroba propolis disebabkan oleh kandungan komponen bioaktif
dan senyawa lainnya, seperti flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa
polifenol yang paling sering ditemukan di hampir semua bagian tanaman yang
aktif secara biologis.
Berdasarkan struktur molekul flavonoid dibagi menjadi delapan kelompok
yang termasuk flavones, flavonone, flavonols, isoflavones, anthocyanidins,
catechin, dihydroflavonols dan chalcone. Berdasarkan variasi dalam cincin C
18
heterosiklik, flavonoid diklasifikasikan menjadi enam kelas, flavones,
flavonols, flavanones, catechins, anthocyanidins, isoflavones.
Unit struktural dasar dari senyawa flavonoid terdiri dari 2-phenyl-benzo α-
pyrane yang terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh cincin
heterosiklik pyrane (Ahamd et al, 2015).
Gambar 8. Struktur dasar senyawa flavonoid: dua cincin benzena (A dan B)
dan satu cincin heterocyclic pyrane (C) (Ahamd et al, 2015).
Mekanisme flavonoid dalam mengendalikan pertumbuhan mikroba sangat
kompleks. Flavonoid bertindak sebagai bakterisidal dan bakteriostatik terhadap
mikroorganisme patogen dengan menghambat sintesis asam nukleat, merusak
membran sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi (Cushnie dan
Lamb, 2011; Ahamd et al, 2015).
Kemampuan menghambat sintesis asam nukleat bakteri oleh flavonoid
disebabkan karena adanya gugus hidroksil pada cincin A dan B yang berperan
dalam interkalasi ikatan hidrogen sehingga pembentukan DNA dan RNA
bakteri dapat terhambat. Kerusakan membran sitoplasma bakteri disebabkan
oleh perforasi dan/atau pengurangan fluiditas membran akibat terbentuknya
19
senyawa kompleks antara flavonoid dengan protein ekstaseluler sehingga
terjadi kerusakan membran sel bakteri yang diikuti keluarnya komponen
intraseluler sel. Kemampuan flavonoid dalam menghambat metabolisme
energi terjadi karena flavonoid dapat mengganggu penggunaan oksigen oleh
bakteri dengan mengambat NADH sitoktom C reduktase sehingga bakteri
tidak dapat melakukan biosintesis makromolekulnya (Cushnie dan Lamb,
2011).
20
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, maka dapat digambarkan kerangka
teori sebagai berikut.
Gambar 9. Kerangka Teori Penelitian.
21
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang dikemukakan, maka disusun pola variabel
sebagai berikut.
Gambar 10. Kerangka Konsep Penelitian.
2.7 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut.
Ha: Terdapat pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes secara in vitro.
Ho: Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes secara in vitro.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk
meneliti pengaruh dari pemberian ekstrak propolis dalam berbagai konsentrasi
terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dengan mengukur
diameter zona hambat yang terbentuk pada kultur (Alatas et al, 2011). Metode
yang digunakan adalah difusi cakram Kirby-Bauer, yaitu menggunakan kertas
cakram yang sudah direndam dalam ekstrak propolis kemudian diletakkan pada
media kultur.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan
November 2018.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
23
3.3 Mikroba Uji dan Bahan Uji Penelitian
3.3.1 Mikroba Uji Penelitian
Penelitian ini menggunakan mikroba uji Propionibacterium acnes yang
merupakan Gram positif (+). Bakteri didapatkan dari Laboratorium
Mikrobiologi Politeknik Negeri Lampung.
3.3.2 Bahan Uji Penelitian
Penelitian ini menggunakan SpringLeaf® Propolis 40% produksi
Homart Pharmaceuticals yang mengandung propolis resin (2:1)
200mg/ml setara dengan propois segar 400mg/ml (40%).
3.3.3 Media Kultur
Media kultur yang digunakan untuk kultur Propionibacterium acnes
pada penelitian ini adalah media MHA yang kemudian diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 24 jam. Selanjutnya digunakan media yang sama
sebagai media untuk dilakukannya uji aktivitas antimikroba ekstrak
propolis.
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
Terdapat beberapa variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Variabel
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu variabel independen dan
dependen.
3.4.1 Variabel Independen
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak propolis dalam
berbagai konsentrasi.
24
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Ekstrak propolis Suatu zat yang
yang mengandung
sari pati propolis
SpringLeaf®
Propolis produksi
Homart
Pharmaceuticals,
Australia dalam
berbagai
konsentrasi.
Menggunakan
persamaan;
N1 x V1 = N2 x
V2
Keterangan
N1 =
Konsentrasi
awal
V1 = Volume
awal
N2 =
Konsentrasi
akhir
V2 = Volume
akhir
Ekstrak
propolis
dengan
tingkat
konsentrasi
yang
berbeda-
beda yaitu,
5%, 10%,
20% dan
40%
Nominal
2. Hambatan
pertumbuhan
Propionibacterium
acnes
Pertumbuhan
mikroba yang
terbentuk setelah
diberikan variabel
independen dan
kontrol dengan
kertas cakram.
Menggunakan
metode Kirby-
Bauer, yaitu
mengukur
diameter clear
zone disekitar
kertas cakram
dengan alat
ukur jangka
sorong
Zona hambat
(mm)
Numerik
Sumber: Halim et al. (2012) dan Hudzicki (2009).
3.6 Jumlah Pengulangan
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah ekstrak propolis dalam
berbagai konsentrasi (5% 10%, 20%, dan 40%) serta klindamisin sebagai
kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif yang akan diberikan untuk
mempengaruhi pertumbuhan Propionibacterium acnes. Untuk menentukan
jumlah pengulangan pada penelitian ini digunakan rumus Federer.
25
(n - 1) (t - 1) ≥ 15
(n - 1) (6 - 1) ≥ 15
(n - 1) 5 ≥ 15
(n - 1) 5 ≥ 15
5n - 5 ≥ 15
n ≥ 4
Keterangan :
n = banyaknya sampel (pengulangan)
t = jumlah kelompok perlakuan
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang digunakan adalah 4. Pada
penelitian ini, besar sampel akan digunakan sebagai acuan dilakukanya
banyaknya pengulangan.
3.7 Prosedur Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik laboratorik. Dalam penelitian ini, ekstrak
propolis diencerkan hingga diperoleh beberapa tingkat konsentrasi di dalam
tabung reaksi. Setelah terbentuk konsentrasi yang diinginkan, dimasukkan
kertas cakram pada setiap tabung. Kertas cakram akan diletakkan pada media
agar kemudian dilakukan pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan
bakteri Propionibacterium acnes. Penelitian akan dilakukan pengulangan
sebanyak empat kali.
26
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1.1 Alat Penelitian
Rak dan tabung reaksi, ose, bunsen, korek api, pinset, swab kapas,
Beker glass, pipet, cawan petri, alat pengaduk, autoclave,
inkubator, jangka sorong.
3.7.1.2 Bahan Penelitian
Ekstrak propolis, media MHA, aquades steril, NaCl 0,9%, larutan
standar 0,5 McFarland, biakan bakteri Propionibacterium acnes,
cakram kertas saring, cakram antibiotik klindamisin.
3.7.2 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan penelitian disterilisasi, kecuali ekstrak propolis dan
biakan bakteri, agar terhindar dari senyawa atau mikroorganisme lain
yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian, menggunakan
autoclave pada suhu 121°C selama 15-20 menit dengan tekanan 1,5 atm.
Alat-alat yang digunakan ditunggu sehingga mencapai suhu kamar dan
kering.
3.7.3 Pengenceran Ekstrak Propolis
Ekstrak propolis yang diperoleh dari Homart Pharmaceuticals, Australia
dengan konsentrasi 40% akan diencerkan dengan menggunakan akuades
steril menjadi konsentrasi 5%, 10%, dan 20%. Konsentrasi ditentukan
berdasarkan penelitian Wagh (2013), di mana pada konsentrasi 10%
ekstrak propolis yang diuji sensitif terhadap bakteri Gram positif.
Pengenceran dihitung menggunakan rumus berikut;
27
N1 x V1 = N2 x V2
Keterangan:
N1 = Konsentrasi awal
V1 = Volume awal
N2 = Konsentrasi akhir
V2 = Volume akhir
Semua konsentrasi larutan ekstrak propolis dibuat dalam 4 ml:
Konsentrasi larutan ekstrak propolis 5%
Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak propolis 5% adalah
dengan melarutkan 0,5 ml ekstrak propolis 40% ke dalam 3,5 ml
aquades steril
Konsentrasi larutan ekstrak propolis 10%
Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak propolis 10% adalah
dengan melarutkan 1 ml ekstrak propolis 40% ke dalam 3 ml
aquades steril.
Konsentrasi larutan ekstrak propolis 20%
Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak propolis 20% adalah
dengan melarutkan 2 ml ekstrak propolis 40% ke dalam 2 ml
aquades steril.
Konsentrasi larutan ekstrak propolis 40%
Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak propolis 40% adalah
dengan 4 ml ekstrak propolis 40% tanpa dilarutkan aquades steril.
28
3.7.4 Pembuatan Muller Hinton Agar (MHA)
Sebanyak 3,8 g (38 gram dalam 1000 ml akuadest) media MHA
ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Media
dilarutkan dalam 100 ml akuadest kemudian dipanaskan sampai
mendidih sambil diaduk hingga terlarut secara sempurna. Selanjutnya
larutan dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu 121ºC selama 15
menit untuk disterilkan. Dinginkan sampai suhu 45-50oC. Setelah itu
tuangkan media ke dalam cawan petri hingga dingin (Hudzicki, 2009).
Gambar 11. Media Muller Hilton Agar (MHA).
3.7.5 Idetifikasi Bakteri Propoionibacterium acnes
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan melakukan pewarnaan Gram
untuk memastikan bakteri uji adalah Propionibacterium acnes. Koloni
bakteri diambil menggunakan ose bulat kemudian digoreskan pada kaca
objek. Setelah dilakukan fiksasi, bakteri diwarnai dengan menggunakan
reagen pewarnaan Gram yang terdisi dari kristal violet, iodine, etanol,
29
dan safranin. Preparat yang sudah diwarnai dengan pewarna Gram
kemudian diperiksa dan diidentifikasi di bawah mikroskop.
Gambar 12. Hasil identifikasi bakteri dengan pewarnaan Gram.
3.7.6 Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan McFarland
Larutan baku McFarland terdiri atas 2 komponen, yaitu larutan BaCl2 1%
dan H2SO4 1%. Sebanyak 0,05 ml larutan BaCl2 1% dicampur dengan
9,95 ml larutan H2SO4 1% dan dikocok hingga homogen untuk dapat
dibandingkan dengan suspensi bakteri. Nilai larutan baku 0,5 McFarland
setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml suspensi sel bakteri. Larutan diletakkan
dalam ruang gelap pada suhu ruangan jika tidak digunakan (Coyle, 2005).
3.7.7 Pembuatan Suspensi Bakteri
Suspensi bakteri dibuat dengan menambahkan koloni Propionibacterium
acnes yang berusia lebih dari 18-24 jam ke dalam larutan NaCl 0,9% di
dalam tabung reaksi. Sesuaikan kekeruhan suspensi bakteri dengan
standar kekeruhan 0,5 McFarland untuk mendapatkan bakteri sebanyak
30
108 CFU/mL. Kekeruhan dibandingkan dengan cara meletakkan tabung
suspensi (Coyle, 2005).
Gambar 13. Larutan standar McFarland.
3.7.8 Uji Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Propionibacterium acnes
3.7.7.1 Metode Cakram Difusi Kirby-Bauer
Pada awal 1950-an, sebagian besar laboratorium mikrobiologi
klinis di Amerika Serikat telah mengadopsi metode difusi cakram
untuk menentukan kerentanan bakteri patogen terhadap
antimikroba. Interpretasi sensitif dan resistensi hanya didasarkan
pada ada atau tidak adanya zona hambat di sekitar cakram.
Kurangnya standarisasi untuk penentuan kerentanan bakteri terus
menjadi masalah sepanjang awal 1960-an. Kirby dan rekannya,
A. W. Bauer, melakukan studi literatur pengujian sensitifitas
antimikroba. Mereka menggabungkan dan memperbarui semua
31
deskripsi sebelumnya dari metode difusi cakram dan
mempublikasikan temuan tersebut. Publikasi ini membuat WHO
membentuk komite pada tahun 1961 untuk meletakkan dasar bagi
pengembangan prosedur standar untuk pengujian kepekaan
antimikroba dengan metode cakram. Hasilnya adalah prosedur
standar untuk uji kerentanan difusi disk, selanjutnya disebut uji
difusi cakram Kirby-Bauer. Tujuan uji kerentanan difusi cakram
Kirby-Bauer adalah untuk menentukan sensitivitas atau resistensi
bakteri anaerobik, aerobik dan fakultatif patogen terhadap
berbagai senyawa antimikroba untuk membantu dokter dalam
memilih opsi pengobatan untuk pasiennya (Hudzicki, 2009).
3.7.7.2 Prosedur
1. Bakteri Propionibacterium acnes diinokulasi pada media
Muller Hinton Agar (MHA) dengan mengusapkan suspensi
bakteri standar kekeruhan 0,5 McFarland menggunakan lidi
kapas steril.
2. Cakram kertas yang telah direndam selama ± 15 menit dengan
ekstrak propolis dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, dan 40%
diletakkan dan beri sedikit tekanan pada media dengan jarak ±
15 mm.
3. Sebagai kontrol positif, digunakan kertas cakram klindamisin.
4. Sebagai kontrol negatif, digunakan kertas cakram yang
direndam dalam akuades steril selama ± 15 menit.
32
Gambar 14. Cakram direndam dalam ekstrak propolis.
5. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
6. Zona hambat pertumbuhan bakteri yang terbentuk disekitar
cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong.
7. Prosedur dilakukan pengulangan sebanyak empat kali.
Gambar 15. Cakram kertas uji pada media inokulasi.
33
Gambar 16. Alur Kerja Penelitian.
34
3.8 Pengolahan dan Analisis Data
3.8.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian data diolah
dengan menggunakan program komputer. Proses pengolahan data
menggunakan program komputer terdiri dari beberapa langkah,
diantaranya;
1. Editing, kegiatan ini berupa pengecekan dan perbaikan data yang
menunjang penelitian.
2. Coding, menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian
ke dalam simbol yang sesuai untuk keperluan analisis.
3. Data entry, memasukan data ke dalam program komputer.
4. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau
responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan kemudian dikoreksi.
3.8.2 Analisis Data
3.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan
karakteristik variabel-variabel penelitian. Analisis univariat
untuk data numerik menggunakan nilai mean, dan standar deviasi.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi/persebaran dari data yang diperoleh (Tumbelaka et al,
2011).
35
3.8.2.2 Analisis Bivariat
Besar sampel dalam penelitian ini adalah <50 sehingga uji
normalitas data yang digunakan adalah uji Saphiro-Wilk.
Distribusi dikatakan normal bila p>0,05 dan dikatakan tidak
normal jika p<0,05. Selanjutnya dilakukan analisis statistik dua
variabel, variabel independen dan dependen, untuk mengetahui
adakah pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes yang diukur dengan
diameter zona hambat (Tumbelaka et al, 2011). Data pada
penelitian ini berupa variabel kategorik-numerik lebih dari 2
kelompok tidak berpasangan sehingga uji statistik yang
digunakan adalah uji One-way ANOVA dengan uji Pos Hoc
Bonferroni dan uji alternatif yang digunakan adalah uji Kruskal-
Wallis dengan uji Pos Hoc Mann-Whitney (Dahlan, 2016).
Interpretasi dari uji statistik ini, yaitu;
Jika nilai p<α (0,05) maka hasil penelitian dikatakan
bermakna, artinya paling tidak terdapat perbedaan rerata
antara variabel independen dan dependen atau hipotesis
penelitian diterima.
Jika nilai p>α (0,05) maka hasil penelitian dikatakan tidak
bermakna, artinya tidak terdapat perbedaan rerata antara
variabel independen dan dependen atau hipotesis penelitian
ditolak.
36
3.9 Kaji Etik Penelitian
Penelitian ini telah lolos uji kaji etik oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
447/UN26.18/PP.0502.00/2019.
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes secara in vitro, didapatkan simpulan
sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak propolis terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes secara in vitro.
2. Rerata diameter zona hambat (clear zone) pertumbuhan
Propionibacterium acnes yang terbentuk pada konsentrasi 5%, 10%, 20%,
dan 40% berturut-turut 7,98 mm , 9,89 mm, 10,68 mm, dan 12,21 mm.
3. Kemampuan propolis dalam konsentrasi yang berbeda (5%, 10%, 20%,
dan 40%) tidak dapat menyamai kemampuan Klindamisin dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes (p<0,05).
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menentukan pengaruh ekstrak
propolis terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes dengan
menggunakan metode dilusi.
2. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian
menggunakan bahan uji propolis yang berasal dari daerah Lampung.
47
DAFTAR PUSTAKA
Ahamd, Asif, M Kaleem, Zaheer A, dan Hammad S. 2015. Therapeutic Potential
of Flavonoids and Their Mechanism of Action Against Microbial and Viral
Infections: A Review. Food Research International 77: 221–35.
Alatas, Husein, WT Karyomanggolo, Dahlan AM, Aswitha BB, Nikmah SI, dan
Ismet NO. 2011. Desain Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, Sudigdo dan
Sofyan I, penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto. hlm. 104–29.
Ali, Basma MM, Naglaa FG, Abeer AH, dan Marwa AE. 2015. Significance of
Topical Propolis in The Treatment of Facial Acne Vulgaris. Egyptian Journal
of Dermatology and Venereology 35: 29–36.
Beylot, C, N Auffret, F Poli, JP Claudel, MT Leccia, PD Giudice, et al. 2014.
Propionibacterium Acnes: An Update on Its Role in the Pathogenesis of Acne.
Journal of the European Academy of Dermatology and Venerology. 28(3):
271–78.
Bhate, K, dan HC. Williams. 2013. Epidemiology of Acne Vulgaris. British Journal
of Dermatology. 168 (3): 474–85.
Bobro, Svetlana G, Olexandr IT, dan Mykola YB. 2015. Quantitative
Determination of Azelaic Acid in ‘Propolis’ Gel with the Propolis Phenolic
Hydrophobic Drug for Treating Acne. Journal of Pharmacy and
Pharmacology. 3(2015): 73–39.
Chambers, Henry F. 2006. Chemotherapy of Microbial Diseases. Dalam: Laurence
L. Brunton, John S. Lazo, and Keith L. Parker, penyuting. Goodman &
Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: Mc-Graw
Hill. hlm. 1095–110.
Choudhari, Milind K, Sachin AP, Ramchandra VR, dan Kishore MP. 2012.
Antimicrobial Activity of Stingless Bee (Trigona sp.) Propolis Used in the
Folk Medicine of Western Maharashtra, India. Journal of Ethnopharmacology.
48
141(2012): 363–67.
Coyle, Marie B. 2005. Manual of Antimicrobial Suspectibility Testing. American
Society For Microbiology.
Cushnie, TP Tim dan Andrew JL. 2011. Recent Advances in Understanding the
Antibacterial Properties of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial
Agents. 38(2): 99–107.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2016. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Edisi
Keenam. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.
Dharmayanti, NLPI, E. Sulistyowati, MN. Tejolaksono, dan R. Prasetya. 2000.
Efektifitas Pemberian Propolis Lebah Dan Royal Jelly Pada Abses Yang
Disebabkan Staphylococcus aureus. Berita Biologi. 5(April): 41–48.
Eshwar, S, dan B. Suma. 2012. Health from the Hive: Potential Uses of Propolis in
General Health. Int J Clin Med 3: 59–162.
Halim, Eliza, N. Sutandyo, A. Sulaeman, dan M. Artika. 2012. Kajian Bioaktif Dan
Zat Gizi Propolis Indonesia Dan Brasil. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(1): 1–6.
Hudzicki, Jan. 2009. Kirby-Bauer Disk Diffusion Susceptibility Test Protocol.
American Society For Microbiology (May 2018): 1–14.
Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
Jawetz, Ernest, Joseph LM, dan Edward AA. 2013. Basil Gram Positif Tidak
Membentuk Spora: Corynebacterium, Propionibacterium, Listeria,
Erysipelothrix, Actinomycetes & Patogen Terkait. Dalam: Geo FB, Janet SB,
dan LN. Ornston, penyunting. Jawetz, Melnick & Adelberg Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC. hlm. 214–24.
Kalogeropoulos, Nick, Spyros JK, Elena T, Ioannis M, dan Vaios TK. 2009.
Chemical Composition, Antioxidant Activity and Antimicrobial Properties of
Propolis Extracts from Greece and Cyprus. Food Chemistry. 116(2): 452–61.
Kisgen, Jamie. 2015. Principles of Antimicrobial Therapy. Dalam: Karen Whalen,
Richard Finkel, dan Thomas A. Panavelil, penyunting. Lippincott Illustrated
Reviews: Pharmacology. Florida: Wolters Kluwer. hlm. 471–80.
49
Mizwar, Muhammad, Grace MK, dan Pieter LS. 2013. Profil Akne Vulgaris Di
RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou. FK Sam Ratulangi Manado.
Movita, Theresia. 2013. Acne Vulgaris. Continuing Medical Education. 40(4):
269–72.
Nakase, Keisuke, H Nakaminami, Y Takenaka, N Hayashi, M Kawashima, dan N
Noguchi. 2017. Propionibacterium Acnes Is Developing Gradual Increase in
Resistance to Oral Tetracyclines. Journal of Medical Microbiology. 66(1): 8–
12.
Perry, Alexandra, dan P Lambert. 2011. Propionibacterium Acnes: Infection
beyond the Skin. Expert Review of Anti-Infective Therapy. 9(12): 1149–56.
Rahim, Abdul, Mathilda L, Suharto, dan Suharno J. 2010. Batang Positif Gram.
Dalam: Agus Syahrurachman et al, penyunting. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara. hlm. 151–71.
Rook, Arthur, D. Wilkinson, dan J. Ebling. 2010. Textbook of Dermatology. Edisi
ke-8. Oxford, London, Edinburgh, Melbourne: Blackweli Scient Publ.
Setiabudy, R, dan Vincent HSG. 2012. Pengantar Antimikroba. Dalam: Sulistia GG,
Rianto S, Nafrialdi, dan Elysabeth, penyunting. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm. 571–83.
Sung, Soo-hyun, GH. Choi, NW. Lee, dan BC. Shin. 2017. External Use of Propolis
for Oral, Skin, and Genital Diseases: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2017: 1–10.
Susilo, Bambang, NM. Mertaniasih, EB. Koendhori, dan Mangestuti A. 2009.
Komposisi Kimiawi Dan Aktivitas Antimikroba Propolis Dari Malang Jawa
Timur. J. Penelit. Med. Eksakta. 8(1): 23–30.
Talaro, Kathleen P. dan Barry C. 2012. The Gram-Positive Bacilli of Medical
Importance. Foundations in Microbiology. New York: Mc-Graw Hill.
Trusheva, B, Milena P, dan Eko BK. 2011. Indonesian Propolis : Chemical
Composition, Biological Activity and Botanical Origin. Natural Product
Research: Formerly Natural Product Letters. 25(6): 606–13.
Tjekyan, RM. Suryadi. 2008. Kejadian Dan Faktor Risiko Akne Vulgaris. Media
Medika Indonesiana. 43(1): 37–43.
50
Tumbelaka, Alan R, Pandu R, Sudigdo S, Muliono W, Partini P, dan Kemas F. 2011.
Pemilihan Uji Hipotesis. Dalam: Sudigdo Sastroasmoro and Sofyan Ismael,
penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
hlm. 324–47.
Wagh, Vijay D. 2013. Propolis: A Wonder Bees Product and Its Pharmacological
Potentials. Advances in Pharmacological Sciences. 2013: 1–11.
Wardaniati, Isna, dan Denia P. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Propolis Lebah Trigona (Trigona spp.) Terhadap Propionibacterium Acnes
Penyebab Jerawat. Journal of Pharmacy and Science. 1: 9–14.
Wasitaatmadja, Sjarif M. 2015. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima.
Dalam: Sri Linuwih SW. Menaldi, Kusmarinah Bramono, dan Wresti
Indriatmi, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, 254–55.
Wojtyczka, Robert D, Danuta I, Robert K, Agata KB, Arkadiusz D, dan JW.
Tomasz. 2013. In Vitro Antimicrobial Activity of Ethanolic Extract of Polish
Propolis against Biofilm Forming Staphylococcus epidermidis Strains.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2013: 1–11.
top related