pengaruh modal psikologis dan kecerdasan emosional...
Post on 14-May-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGARUH MODAL PSIKOLOGIS DAN KECERDASAN
EMOSIONAL TERHADAP KINERJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Sarah Agustira
1112070000147
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
PENGARUH MODAL PSIKOLOGIS DAN KECERDASAN
EMOSIONAL TERHADAP KINERJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Sarah Agustira
1112070000147
Dosen Pembimbing:
Mulia Sari Dewi, M.Psi, Psikolog
NIP. 19780502 200801 2 026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Sarah Agustira
NIM : 1112070000147
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH MODAL
PSIKOLOGIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA
adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat
dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada pada penyusunan karya ini telah
Saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan
proses yang semestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku jika ternyata skripsi
ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, Juli 2019
Sarah Agustira
NIM: 1112070000147
v
MOTTO
“IT’S SO HARD WHEN I HAVE TO,
AND SO EASY WHEN I WANT TO”
(Annie Gottlier)
ADJUST THE STEPS OF ACTION,
ASO THAT LIFE GOALS CAN BE ACHIEVED
(Writer; S.A)
Persembahan:
Teruntuk keluargaku tercinta, yaitu;
Mama Irah
Papa Sudjati
Adita Hadistira
Dan untuk orang-orang yang selalu
bertanya “kapan skripsimu selesai?”
.......I DID IT
Terlambat lulus atau lulus tidak tepat waktu bukanlah
sebuah kejahatan, dan bukan sebuah aib. Alangkah kerdilnya
jika mengukur kecerdasan seseorang hanya dari siapa yang
paling cepat lulus. Bukankah sebaik-baiknya skripsi adalah
skripsi yang selesai? Baik itu selesai tepat waktu maupun
tidak tepat waktu.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Sarah Agustira
D) Pengaruh Modal Psikologis dan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
E) xiv + 78 Halaman + lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal
psikologis dan kecerdasan emosional terhadap kinerja. Kinerja yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja hasil, yaitu hasil yang
didapat dari usaha tenaga penjual. (Baldauf, et al., 2001:111).
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dengan responden
sebanyak 215 konsultan Oriflame yang tergabung dalam inspire team
cabang Daan Mogot Jakarta Barat.
Alat ukur yang digunakan adalah tabel jenjang karir Oriflame,
Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24), dan The Assessing
Emotions Scale (AES). Hasil menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan modal psikologis dan kecerdasan emosional terhadap kinerja.
Dalam penelitian ini terdapat dimensi modal psikologis, yaitu efikasi diri,
dan dalam dimensi kecerdasan emosional, yaitu persepsi emosi,
pengaturan emosi diri, penanganan emosi orang lain dan pemanfaatan
emosi, yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja.
Pengaruh dari seluruh IV terhadap DV sebesar 18.9%. Dan kontribusi
yang paling besar ialah dimensi harapan dari variabel modal psikologis
yaitu sebesar 43.1%. Dan sebesar 81.1% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak diukur dalam penelitian ini.
G) Bahan bacaan: 30; 19 buku + 6 artikel + 5 jurnal
H) Kata kunci: kinerja, modal psikologis, dan kecerdasan emosional
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Sarah Agustira
D) The Influence of Psychological Capital and Emotional Quotient toward
Performance
E) xiv + 78 Pages + appendix
F) This study aims to determine how the effect of psychological capital and
emotional quotient on performance. The performance intended in this
study is the performance of results, namely the results obtained from the
salesperson’s effort. (Baldauf, et al., 2001:111).
This study uses a regression analysis method with respondents as many as
215 Oriflame consultants who are members of the Inspire Team branch
Daan Mogot West Jakarta.
The measuring instruments used are Oriflame career path table,
Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24), and The Assesing
Emotions Scale (AES). The results show that there is a significant effect of
psychological capital and emotional quotient on the performance. In this
study there are psychological capital dimension, namely self efficacy, and
in the dimensions of emotional quotient, namely the perception of
emotions, managing emotions in the self, social skills or managing others
emotions and utilizing emotions, that do not have a significant effect on
the performance.
The influence of all IV on DV was 18.9%. And the biggest contribution of
hope from psychological capital variables is 43.1%. And 81.1% is
influenced by other factors not measured in this study.
G) Reading Materials: 30; 19 Books + 6 articles + 5 Journals
H) Keywords: performance, psychological capital and emotion quotient.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melalui proses studi dan menyelesaikan
sebagian syarat untuk mengakhiri pendidikannya, yakni skripsi. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga dan sahabat-Nya, serta pengikut-Nya yang Insya Allah
akan selalu istiqomah di atas sunnah-sunnah, serta ajaran yang Beliau bawa
sampai hari kiamat kelak.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari dukungan dan
bantuan banyak pihak yang senantiasa membimbing penulis dengan cara
memberikan ide-ide ataupun bertukar pikiran. Oleh karena itu, izinkanlah penulis
untuk mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Psi, Psikolog, selaku dosen pembimbing penulis yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya untuk memberikan
bimbingan, pengarahan, dan memberikan inspirasi kepada penulis selama
proses penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Ilmi Amalia, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing serta memberikan motivasi setiap semesternya agar penulis
dapat menyelesaikan perkuliahan dengan sebaik-baiknya sejak awal hingga
akhir masa perkuliahan.
4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan wawasan bagi penulis.
5. Para staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
banyak memberikan kemudahan bagi penulis dalam proses administrasi.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Sudjati dan Ibu Irah beserta adik tercinta Adita
Hadistira yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, serta tak
hentinya mendoakan penulis dalam menyelesaikan studi.
ix
7. Sahabat-sahabat penulis, Dini “kiting”, Firdaus “abenk”, Marna “bonsay”,
Awang “awege”, beserta anak EEK, Aulia, Desita, dan Agia yang telah
menjadi bagian penting dalam hidup penulis. Terima kasih atas semua canda,
tawa, tangis, susah, dan senang yang telah kita lalui bersama. Serta terima
kasih atas seluruh doa dan dukungannya selama ini.
8. Calon big boss terkasih Arief Iskandar beserta sahabatnya Ony, dan keluarga
besar TK Islam Assalaam serta rekan kerja Dewi, Wati, ka Anggi, ka Adiyo,
dan Hadi yang telah memberi pengertian, motivasi dan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman kelas D 2012, Ganis, Amanda, Koco, Badruz, serta rekan-rekan
angkatan 2012, Restu, Syafril, Elin, Fuad, Sae, dan yang tergabung dalam
grup Angkatan 2012, Legend, maupun EG 2012 Psikologi UIN. Terima kasih
atas dukungan, bantuan serta kenangan indah yang telah diberikan kepada
penulis. Semoga silaturahim kita semua tidak terputus.
10. Konsultan Inspire Team Oriflame cabang Daan Mogot yang telah
meluangakan waktu dan kesediaannya dalam mengisi kuesioner penelitian
penulis ditengah kesibukannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan do’a, dukungan serta berkontribusi dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Tentu saja
tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Allah SWT. Dan tidak ada pula
gading yang tak retak. Oleh sebab itu, kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, 30 Juli 2019
Penulis
Sarah Agustira
1112070000147
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1-12
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................................... 9
1.2.1 Pembatasan masalah....................................................................... 9
1.2.2 Perumusan masalah ........................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 11
1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................................ 11
1.3.2 Manfaat penelitian .......................................................................... 11
1.3.2.1 Manfaat teoritis .................................................................. 11
1.3.2.2 Manfaat praktis................................................................... 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................ 13-39
2.1 Kinerja ..................................................................................................... 13
2.1.1 Definisi kinerja ............................................................................... 13
2.1.2 Dimensi penilaian kinerja .............................................................. 14
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja .................................... 16
2.1.4 Pengukuran kinerja......................................................................... 18
2.2 Modal Psikologis ..................................................................................... 18
2.2.1 Definisi modal psikologis .............................................................. 18
2.2.2 Dimensi modal psikologis ............................................................. 20
2.2.3 Pengukuran modal psikologis ........................................................ 29
2.3 Kecerdasan Emosional ............................................................................ 30
2.3.1 Definisi kecerdasan emosional ....................................................... 30
2.3.2 Dimensi kecerdasan emosional ...................................................... 33
2.3.3 Pengukuran kecerdasan emosional ................................................ 33
xi
2.4 Kerangka Berfikir.................................................................................... 34
2.5 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 38
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 40-59
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................... 40
3.2 Variabel Penelitian .................................................................................. 41
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................. 42
3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................ 46
3.4.1 Uji validitas modal psikologis ........................................................ 48
3.4.1.1 Uji validitas konstruk efikasi diri ....................................... 48
3.4.1.2 Uji validitas konstruk harapan ............................................ 49
3.4.1.3 Uji validitas konstruk optimisme ....................................... 50
3.4.1.4 Uji validitas konstruk resiliensi .......................................... 51
3.4.2 Uji validitas kecerdasan emosional ................................................ 52
3.4.2.1 Uji validitas konstruk persepsi emosi ................................. 52
3.4.2.2 Uji validitas konstruk pengaturan emosi diri ..................... 53
3.4.2.3 Uji validitas konstruk penanganan emosi orang lain ......... 54
3.4.2.4 Uji validitas konstruk pemanfaatan emosi ......................... 55
3.5 Uji Reliabilitas ........................................................................................ 56
3.6 Metode Analisis Data .............................................................................. 56
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 60-69
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ....................................................... 60
4.2 Analisis Deskriptif .................................................................................. 60
4.2.1 Kategorisasi variabel ...................................................................... 62
4.3 Hasil Uji Hipotesis ................................................................................... 63
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ......................................... 70-75
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 70
5.2 Diskusi ...................................................................................................... 71
5.3 Saran ......................................................................................................... 74
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................... 74
5.3.2 Saran praktis ................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76
LAMPIRAN ....................................................................................................... 79
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format Skoring Skala Likert ............................................................... 43
Tabel 3.2 Jenjang Karir atau Level dalam Oriflame ........................................... 44
Tabel 3.3 Blue Print Skala Modal Psikologis ..................................................... 45
Tabel 3.4 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional ............................................. 46
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item untuk Efikasi Diri ............................................... 49
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item untuk Harapan .................................................... 50
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item untuk Optimisme ................................................ 50
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item untuk Resiliensi .................................................. 51
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item untuk Persepsi Emosi ......................................... 52
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item untuk Pengaturan Emosi Diri ........................... 53
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item untuk Penanganan Emosi Orang Lain .............. 54
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item untuk Pemanfaatan Emosi ................................ 55
Tabel 4.1 Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden.............................. 61
Tabel 4.2 Pedoman Interpretasi Skor Variabel ................................................... 62
Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel pada Keseluruhan Responden ................. 62
Tabel 4.4 R Square .............................................................................................. 63
Tabel 4.5 Anova .................................................................................................. 64
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ................................................................................ 65
Tabel 4.7 Proporsi Varians untuk Masing-masing Variabel Independen ........... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................... 37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Kuesioner Penelitian ........................................................................... 80
Lampiran Syntax Uji Validitas Data ................................................................... 86
Lampiran Path Diagram ..................................................................................... 90
Lampiran Hasil Uji Hipotesis ............................................................................. 94
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi seperti saat ini banyak sekali peluang bisnis yang
bermunculan dan berkembang pesat, khususnya di Indonesia. Salah satu peluang
bisnis yang sedang trend dan banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia yaitu
bisnis Multi Level Marketing (MLM). MLM sendiri merupakan suatu metode
bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi. Perhatian
utama dari MLM adalah menentukan cara terbaik untuk menjual produk dari
suatu perusahaan. (Benny, 2003).
Keegan (2003) mendefinisikan MLM sebagai salah satu strategi
pemasaran dengan membangun saluran distribusi, untuk menyalurkan barang dari
produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri yang disebut dengan saluran
distribusi. Selain itu, MLM diartikan sebagai suatu cara atau metode menjual
barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang dikembangkan
oleh para distributor lepas yang memperkenalkan para distributor berikutnya.
Pendapatan yang dihasilkan terdiri dari laba eceran dan laba grosir ditambah
dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan total kelompok yang
dibentuk oleh sebuah distributor (Clothier, 1994).
MLM sendiri baru mendapat pengakuan hukum atau pengesahan secara
hukum pada tahun 1953 di A.S di negara bagian California. Pada tahun 1978
berdiri Federasi Penjual Langsung Dunia (WFDSA), yang merupakan Organisasi
non pemerintah yang mewakili industri penjualan langsung sedunia. Saat ini
2
sudah terdapat 50 Asosiasi penjualan langsung di dunia yang menjadi anggota
federasi tersebut. Di Indonesia, asosiasi yang diakui oleh WFDSA adalah Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI) yang didirikan pada tahun 1984.
(www.apli.or.id).
APLI merupakan lembaga yang menaungi perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam industri penjualan langsung di Indonesia. Pada saat ini, terlah
tercatat 86 perusahaan yang tergabung dengan APLI. Perusahaan-perusahaan
tersebut menawarkan berbagai produk, mulai dari obat-obatan, tas, sepatu,
kosmetik, perlengkapan mobil, hingga koin emas. Salah satu perusahaan MLM
yang terdaftar dalam APLI adalah PT. Orindo Alam Ayu atau yang dikenal
dengan Oriflame. Oriflame merupakan perusahaan kecantikan yang didirikan pada
tahun 1967 di Swedia dengan sistem penjualan langsung (direct selling). Produk
yang ditawarkan ialah produk kosmetik dan perawatan kulit dengan bahan alami
berkualitas tinggi melalui jaringan penjual mandiri (independent sales force),
yang berbeda dengan sistem retail pada umumnya. (www.apli.or.id)
Bisnis Oriflame sendiri di Indonesia berkembang sejak tahun 1986.
Produk-produknya pun telah tembus BPOM dan terbukti Halal. Distributor
Oriflame sering disebut dengan sebutan konsultan. Selain itu, di dalam bisnis
Oriflame terdapat level (tingkatan) yang biasa dikenal dengan istilah upline
(tingkat atas) dan downline (tingkat bawah), dimana seseorang akan disebut
upline jika mempunyai downline. Secara global sistem bisnis Oriflame dilakukan
dengan cara membeli, menjual, dan merekrut calon konsultan yang sekaligus
berfungsi sebagai konsumen dan anggota Oriflame. Sedangkan bagi perorangan,
3
Oriflame memberikan kesempatan bagi konsultan-nya untuk memiliki jenjang
karir dan mempunyai penghasilan lebih. (Consultant Manual. Getting Started. The
Oriflame Opportunity, 2015).
Keanggotaan dalam bisnis Oriflame dikenal dengan istilah independent
consultant, hal ini bermakna bahwa setiap orang yang tergabung di dalam bisnis
Oriflame berhak untuk memilih dan menentukan keinginannya dalam
menjalankan bisnis sesuai dengan minat dan tujuan dari konsultan tersebut.
Dimana Oriflame membagi tipe konsultannya dalam 3 kriteria yakni, Usser
(pengguna bagi kebutuhan pribadi), Seller (Penjual), dan Leader (Pembisnis).
(Consultant Manual. Getting Started. The Oriflame Opportunity, 2015).
Berusaha untuk mempertahankan level dan mencoba untuk meningkatkan
posisi pada level yang lebih tinggi merupakan prioritas dan cita-cita setiap
konsultan pada umumnya. Namun dalam realitanya terdapat beberapa tantangan
yang akan dilewati oleh seorang konsultan untuk meraih cita-citanya tersebut.
Salah satu kisah jatuh bangun konsultan Oriflame adalah kisah dari Anggi Tri.W.
Anggi adalah orang yang telah berhasil meraih tittle Sapphire Director Oriflame
Indonesia pada tahun 2015 dan mendapatkan Cash Award sebesar 28juta. Anggi
bergabung dengan Oriflame sejak tahun 2013. Anggi merasakan jatuh bangun
selama menjalani bisnis Oriflame, dia sering ditolak orang ketika menawarkan
produk atau merekrut, ditinggal downline, bahkan diremehkan oleh teman-
temannya sendiri. Selain itu, selama 3 tahun Anggi stuck pada level Director.
Namun, hal itulah membuat dia sadar bahwa menemukan impian di Oriflame itu
adalah salah satu cara terbaik untuk bisa menjaga semangat dan terus berjuang
4
agar memiliki prestasi yang tinggi dalam menjalankan bisnis Oriflame. Dia pun
berpendapat bahwa kerja keras, usaha, dan doa tidak pernah menghianati hasil
(http://berbagitipsbisnis.blogspot.co.id/).
Tantangan-tantangan dalam menjalankan bisnis seperti kisah diatas secara
tidak langsung akan berpengaruh terhadap kinerja konsultan. Jika dilihat dari
perkembangan Oriflame Indonesia, tercatat fluktuasi kinerja konsultan setiap
tahunnya. Pada tahap 10 tahun pertama (1986-1996) atau tahap permulaan
perusahaan, penjualan di tahun 1991 hanya sebesar Rp.117.000.000 dengan
konsultant sebanyak 800 orang dan perjalanan keluar negeri yang ditawarkan oleh
Oriflame juga hanya seputar negara-negara Asia saja. Selain itu, jika
dibandingkan dengan Oriflame seluruh dunia (lebih dari 60 negara), Indonesia
hanya berada pada peringkat No.2 dari bawah. (http://kukerjadirumah.com).
Namun pada tahap 10 tahun kedua (1996-2006) atau era “Membangun
Fondasi untuk Tinggal Landas”, penjualannya sempat melonjak pesat di tahun
1997 yaitu sebesar 51 Milyar. Akan tetapi pada saat krisis moneter di Indonesia
(1998), penjualan Oriflame mengalami penurunan menjadi 14 Miliyar. Walaupun
seperti itu, Oriflame Indonesia berhasil survive dan bertahan bisnisnya. Konsultan
yang tercatat dan aktif pada tahap 10 tahun kedua ini yaitu sebanyak 5.000 orang.
Perjalanan keluar negeri yang ditawarkan oleh Oriflame pun bertambah yaitu ke
negara-negara Asia, Australia, dan Afrika. bahkan Indonesia mulai masuk ke-10
besar Oriflame Global. Bahkan Indonesia mulai masuk ke-10 besar Oriflame
Global. (http://kukerjadirumah.com).
5
Pada tahap 10 tahun ketiga (2006-2016) atau era Tinggal Landas,
penjualan Oriflame mencapai 1,21 Trilyun pada tahun 2015. Bahkan konsultan
yang tercatat dan aktif di Oriflame Indonesia terdapat >300.000 orang. Perjalanan
keluar negeri yang ditawarkan oleh Oriflame pun bertambah yaitu ke negara-
negara Asia, Australia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Bahkan pada Oriflame
Global, Indonesia telah menjadi peringkat ke-2 dari atas.
(http://kukerjadirumah.com).
Sama seperti yang telah terungkap pada wawancara pendahuluan yang
dilakukan peneliti pada hari Sabtu tanggal 21 Januari 2017 dengan Shappire
Director, Senior Manager, Manager, dan beberapa konsultan Inspire Team
Oriflame cabang Daan Mogot Jakarta Barat. Mereka berasumsi bahwa memang
tidak mudah untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk bergabung
dengan bisnis Oriflame atau untuk membeli produknya. Perlu kesabaran, keuletan,
dan sikap pantang menyerah dalam menjalankan bisnis ini. Banyak konsumen
yang hanya mau menggunakan produk saja, tanpa mau menjalankan sistemnya,
padahal penghasilan dan kesuksesan konsultan terletak pada semakin melebarnya
jaringan pemasaran selain berapa banyak produk yang terjual.
Dari beberapa hal di atas terlihat jelas bahwa para konsultan Oriflame
membutuhkan keterampilan dan dorongan yang luar biasa agar dapat memotivasi
dirinya dan mampu mempengaruhi orang lain dalam rangka menjalankan sistem
bisnis tersebut. Dalam bisnis Oriflame sendiri, kinerja diartikan sebagai hasil kerja
yang didapatkan dengan melakukan pembelian, penjualan dan merekrut anggota
baru dengan kurun waktu yang sudah ditentukan. Sedangkan menurut Hasibuan
6
(2005), kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Selain itu, kinerja juga
diartikan sebagai sesuatu yang dikerjakan yang dihasilkan atau diberikan
seseorang atau sekelompok orang (Dharma, 1991).
Dalam usaha meningkatkan kinerja diperlukan suatu dorongan atau faktor
yang dapat membuat kinerja tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu
faktor intrinsik yang dapat meningkatkan kinerja seseorang ialah dengan cara
meningkatkan modal psikologis yang merupakan aset atau modal yang telah ada
pada tiap diri individu. Modal psikologis inilah yang akan menyempurnakan
potensial sumber daya manusia tersebut. (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
Menurut Luthans dan para koleganya dalam bukunya yang berjudul
“Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge” bahwa modal
psikologis merupakan suatu kapasitas psikologis yang dapat diukur, dapat
meningkatkan kinerja dan juga dapat dikembangkan. Modal psikologis
didefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif psikologis
perorangan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (self efficacy/confidence) untuk
menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang
keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; (3) tekun dalam berharap
(hope) untuk berhasil; dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan
(resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, et al 2007).
7
Seligman (2004) mendefinisikan modal psikologis sebagai sumber daya
psikologis yang berhasil dikembangkan seseorang untuk meraih penghargaan saat
ini dan masa yang akan datang.
Penelitian mengenai modal psikologis di suatu perusahaan di Indonesia
masih sangatlah minim. Pada konteks akademis, Tjakraatmadja dan Febriansyah
(2006 dan 2007) telah meneliti hubungan antara modal psikologis, lingkungan
belajar sebagai faktor eksternal (variabel moderator) dan nilai IPK mahasiswa
(sebagai indikator kinerja). Tjakraatmadja dan Febriansyah (2006) meneliti
pengaruh nilai SPMB dan psikotest terhadap indeks prestasi (IPK) mahasiswa
yang dipengaruhi oleh modal psikologis dan lingkungan belajar mahasiswa ITB
pada tahun 2006 dan pada mahasiswa SBM-ITB pada tahun 2007, serta
melakukan perbandingan hasil untuk masing-masing penelitian pada tahun 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal psikologis memiliki hubungan
pengaruh positif yang signifikan terhadap indeks prestasi mahasiswa. Beberapa
faktor lingkungan belajar memiliki hubungan pengaruh positif yang signifikan
terhadap IPK mahasiswa namun berada antara mahasiswa engeenering dan SBM
ITB.
Selain itu, Luthans, Avolio, Avey, dan Norman (2006) juga pernah
melakukan penelitian dengan hipotesis yaitu modal psikologis sebagai mediasi
hubungan antara iklim pendukung dengan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian
ini menyatakan bahwa modal psikologis benar mempengaruhi atau sebagai
mediasi hubungan antaraiklim pendukung dengan kinerja karyawan.
8
Mengingat tugas konsultan Oriflame yang mendistribusikan barang atau
menjual barang secara langsung dan juga menawarkan peluang kepada orang lain
untuk ikut bergabung menjadi seorang distributor yang bisa menjalankan
bisnisnya sendiri. Berinteraksi dengan orang lain adalah faktor yang penting juga
dalam menjalankan tugas sebagai distributor. Agar interaksi yang dilakukan
distributor berjalan efektif dan efisien, diperlukan kemampuan mengenali emosi
diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain dan kemampuan membina hubungan baik dengan
orang lain. Kemampuan tersebut, menurut Goleman (2009) merupakan aspek dari
kecerdasan emosional.
Goleman (2009) mengatakan bahwa kecerdasan bila tidak disertai dengan
pengolahan emosi yang baik tidak akan mengantarkan kesuksesan seseorang,
bahkan peranan IQ hanya sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup
seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor lain, diantaranya adalah
kecerdasan emosi. Menurut Patton (Djuwarijah, 2002), orang yang kecerdasan
emosinya tinggi cenderung akan mengalami kesuksesan ditempat kerja.
Uraian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Melianawati
dkk (2001), penelitian yang dilakukan terhadap karyawan/staf non-produksi
PT.Dharmabakti Pakindo (N=21) menunjukkan bahkan bahwa ada hubungan
yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan.
Dari pemaparan tentang pentingnya kinerja terhadap berbagai aspek, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kinerja ini. Dan berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu yang telah peneliti paparkan diatas, peneliti tertarik
9
untuk meneliti pengaruh modal psikologis dan kecerdasan emosional terhadap
kinerja.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti membatasi ruang lingkup
masalah penelitian ini pada pengaruh variabel bebas (modal psikologis dan
kecerdasan emosional) terhadap variabel terikat (kinerja). Adapun batasan
masing-masing variabel adalah:
1. Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja hasil, yaitu hasil
yang didapat dari usaha tenaga penjualan. (Baldauf, et al., 2001:111).
2. Modal psikologis dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai semacam modal
sikap dan perilaku yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan.
Adapun empat dimensi dari modal psikologis, yaitu (1) memiliki kepercayaan
diri untuk mengambil dan mengerjakan tugas-tugas yang menantang (efikasi
diri), (2) membuat atribusi positif tentang sukses pada masa kini dan masa
yang akan datang (optimisme), (3) tidak pantang menyerah untuk mencapai
tujuan dan mengarahkan jalan ke tujuan untuk sukses (harapan), dan (4) ketika
dihadapkan pada masalah dan kesulitan, mampu mempertahankan dan bangkit
kembali atau bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan (resiliensi). (Luthans,
et al., 2007).
3. Kecerdasan emosional dalam penelitian ini yaitu kemampuan seseorang untuk
memahami dan mengendalikan emosi diri sendiri maupun orang lain, dan
menggunakannya untuk mengembangkan pikiran serta tindakan yang akan
10
dilakukannya (Salovey & Mayer, 1990), yang memiliki ciri (1) mampu
mengenali emosi dirinya dan membentuk persepsi yang positif bahwa setiap
rintangan dapat terselesaikan (persepsi emosi), (2) mampu mengendalikan,
mengontrol, dan mengelola emosi (pengaturan emosi diri), (3) mampu
mengenali emosi orang lain (penanganan emosi orang lain), dan (4) mampu
memotivasi diri sendiri (pemanfaatan emosi). (Schutte, et al., 2009).
4. Sampel dalam penelitian ini adalah konsultan Oriflame yang tergabung dalam
inspire team cabang Daan Mogot Jakarta Barat, dengan rentangan usia 18
sampai 40 tahun, minimal bergabung sudah selama 2 bulan dan tercatat aktif.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis
mengajukan perumusan masalah yang akan menjadi dasar dalam penelitian dan
pengumpulan data, sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan modal psikologis dan kecerdasan
emosional terhadap kinerja?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi efikasi diri pada variabel modal
psikologis terhadap kinerja?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi harapan pada variabel modal
psikologis terhadap kinerja?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi optimisme pada variabel modal
psikologis terhadap kinerja?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi resiliensi pada variabel modal
psikologis terhadap kinerja?
11
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi persepsi emosi pada variabel
kecerdasan emosional terhadap kinerja?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaturan emosi diri pada
variabel kecerdasan emosional terhadap kinerja?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi penanganan emosi orang lain
pada variabel kecerdasan emosional terhadap kinerja?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi pemanfaatan emosi pada
variabel kecerdasan emosional terhadap kinerja?
10. Variabel apa sajakah yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja?
11. Seberapa besar pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap kinerja?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modal psikologis
dan kecerdasan emosional terhadap kinerja. Serta untuk mengetahui variabel atau
dimensi mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap variabel kinerja.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
literatur bagi khazanah kajian psikologi, khususnya yang berhubungan dengan
psikologi umum, psikologi industri dan organisasi, psikologi positif, psikologi
sosial serta psikologi kepribadian. Selain itu, Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai hal-hal yang berkaitan
12
dengan kinerja, modal psikologis dan kecerdasan emosional serta pengembangan
instrumen pengukurannya.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terhadap pihak terkait
untuk meningkatkan kinerja pada konsultan Oriflame yang tergabung dalam
Inspire Team cabang Daan Mogot Jakarta Barat.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja
2.1.1 Definisi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2002), kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan
mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada
perusahaan. Jadi pada dasarnya kinerja adalah sebuah pengabdian karyawan yang
diberikan kepada perusahaan.
Sedangkan, kinerja tenaga penjual adalah suatu evaluasi dari kontribusi
tenaga penjualan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Baldauf, et al.,
2001:111). Selanjutnya menurut Baldauf, et al. (2001) kinerja tenaga penjualan
secara konseptual berguna untuk menguji kinerja yang berkenaan dengan perilaku
atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh tenaga penjualan, dan hasil-hasil yang
dapat didistribusikan pada usaha-usaha mereka. Kinerja tenaga penjualan
dievaluasi menggunakan faktor-faktor yang dikendalikan oleh tenaga penjualan
itu sendiri, yaitu berdasarkan perilaku tenaga penjualan dan hasil yang diperoleh
tenaga penjualan. Dimana kinerja perilaku adalah perilaku yang ditampilkan oleh
tenaga penjualan, dan kinerja hasil adalah hasil yang didapat dari usaha tenaga
penjualan.
Berdasarkan definisi kinerja yang telah dikemukakan diatas, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan definisi menurut Baldauf, et al. (2001) yang
14
menyebutkan bahwa kinerja hasil, yaitu hasil yang didapat dari usaha tenaga
penjualan.
2.1.2 Dimensi Penilaian Kinerja
Dalam bisnis MLM, masing-masing tenaga penjualan itu sendiri yang lebih tahu
mengenai kemajuan dan perkembangan prestasinya. Sehingga penilaian kinerja
seorang tenaga penjualan dilakukan oleh mereka sendiri karena prestasi seorang
tenaga penjualan bukan hanya dilihat dari kenaikan jenjang kariernya saja,
melainkan dari perkembangan potensi pribadinya juga.
Sistem penilaian kerja dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menilai
kinerja karyawannya (dalam Prayitno, 1998), meliputi 3 dimensi. Apabila
dimensi-dimensi tersebut dikaitkan dengan aktivitas kerja dalam bisnis MLM
yang meliputi 3M (menjual, mengajak, dan membina), maka sebagai berikut:
1. Dimensi tugas dan sasaran kerja
Tugas seorang tenaga penjualan adalah menjual, mengajak, dan membina,
sedangkan sasaran kerjanya adalah konsumen dan downline (anggota). Setiap
orang yang baru bergabung dalam bisnis Oriflame tentu pada awalnya masih
mengalami kesulitan saat harus melakukan aktivitas 3M. Namun setelah melalui
proses belajar (pelatihan) lama kelaman ia akan terbiasa dan bisa melakukannya.
Kemajuan yang dialami tersebut sudah dapat dikatakan sebagai awal prestasi.
2. Dimensi penilaian perilaku kerja dan kepribadian
Seorang tenaga penjualan dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri saat
ia beraktivitas dalam bisnis MLMnya tersebut. Contohnya apakah dia mampu
berhadapan dengan konsumen?, apakah dia mampu menjelaskan manfaat produk
15
dengan lancar?, dan lain-lain. Hal tersebut dapat teratasi apabila konsultan
tersebut memiliki rasa percaya diri yang tinggi serta memiliki kepribadian yang
mantap. Bila seorang konsultan menganggap dirinya belum mampu, ia dapat
meminta bimbingan dengan upline-nya.
3. Dimensi penilaian kepemimpinan atau manajerial
Bagi tenaga penjualan yang baru, ia masih canggung bahkan tidak tahu sama
sekali bagaimana cara memimpin (dalam rangka membina dan mengarahkan) para
downline-nya. Rata-rata aspek kepemimpinan ini dimiliki setelah konsultan
tersebut berada pada posisi Senior Manager (SM) karena pada posisi ini
mayoritas para konsultan sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalankan
bisnis MLM dan sudah sering mengikuti pelatihan-pelatihan.
Sementara dimensi kinerja menurut Baldauf, et al (2001) terdiri dari dua
dimensi, yaitu:
1) Kinerja perilaku adalah perilaku yang ditampilkan oleh tenaga penjualan
2) Kinerja hasil adalah hasil yang didapat dari usaha tenaga penjualan.
Mengingat banyaknya dimensi atau aspek yang mempengaruhi kinerja
tenaga penjual, maka dalam penelitian ini peneliti hanya akan menggunakan
dimensi kinerja hasil menurut Baldauf et al (2001), karena dimensi tersebut
dinilai cocok untuk menilai kinerja tenaga penjual yang dilihat dari hasil yang
didapat dari usaha tenaga penjualan.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tika (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil
pekerjaan atau prestasi kerja seseorang atau kelompok, terdiri dari faktor internal
16
(kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi, peran, kondisi
keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja), dan faktor
eksternal (peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai
sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar).
Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi
kinerja, karena kecerdasan emosional melibatkan kecerdasan, keterampilan,
kestabilan emosi, motivasi, dan persepsi. Pada penelitian ini, peneliti memakai
kecerdasan emosional karena sudah mencakup semua komponen tersebut.
Menurut Gibson (dalam ilyas, 1999) secara teoritis, kinerja seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individu (kemampuan dan keterampilan,
atar belakang, dan demografis), faktor psikologis (persepsi, sikap, kepribadian,
keputusan kerja, dan motivasi), dan faktor organisasi (sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain tugas).
Ketiga faktor tersebut mempengaruhi prilaku kerja yang pada akhirnya
erpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk
mencapai sasaran suatu jabatan dan tugas. Dibawah ini merupakan penjelasan
lebih lengkap mengenai ketiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang:
1. Faktor individu
Faktor individu dikelompokkan pada sub faktor kemampuan dan keterampilan,
latar belakang, demografis, (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain). Sub
faktor kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
17
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis terdiri dari sub faktor persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan
motivasi. Modal psikologis merupakan salah satu faktor psikologis karena modal
psikologis melibatkan sub faktor persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi yang
dimiliki individu. Bila dikaji menggunakan model JD-R, faktor psikologis adalah
personal resources atau sumber daya personal yang meliputi efikasi diri,
optimisme, dan harapan. Pada penelitian ini, peneliti memakai modal psikologis
karena sudah mencakup semua komponen tersebut.
3. Faktor organisasional
Faktor organisasional berdampak tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja
individu. Faktor organisasional digolongkan dalam sub faktor sumber daya dan
desain tugas. Bila dikaji menggunakan model JD-R, faktor organisasional adalah
tuntutan pekerjaan yang meliputi beban pekerjaan, tuntutan emosional, emotional
dissonance, dan perubahan organisasi, serta job resources atau sumber daya
pekerjaan yang meliputi otonomi, dukungan sosial, kualitas hubungan dengan
atasan, dan umpan balik kinerja.
Dari beberapa faktor yang telah diungkapkan diatas, maka dalam
penelitian ini peneliti hanya akan membahas beberapa faktor tertentu saja seperti
modal psikologis dan kecerdasan emosional.
2.1.4 Pengukuran Kinerja
Kinerja setiap individu dapat diukur, namun masalahnya untuk mengukur prestasi
kerja diperlukan alat ukur yang tepat (acurate) dalam pelaksanaannya. Alat ukur
18
yang tepat tidak dapat menjadi prediksi yang tepat jika kriteria alat ukur prestasi
kerja tersebut tidak memenuhi persyaratan (Wijono, 2010: 79).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi dari dimensi kinerja
hasil dalam mengukur kinerja tenaga penjualan, dimana hasil yang didapat dari
usaha tenaga penjualan dilihat dari omset bonus yang diperoleh dari hasil
pembelian produk setiap bulannya dengan batas minimal 100 point Rp. 750.000
setiap bulannya.
2.2 Modal Psikologis
2.2.1 Definisi Modal Psikologis
Psycap berasal dari Positive Organizational Behaviour (POB). POB
didefinisikan sebagai studi dan penggunaan “positive human strengths and
psychological capacities”, yang dapat dikembangkan dan diatur untuk
meningkatkan kinerja karyawan di tempat kerja (Luthans, Youssef, & Avolio,
2007a hlm. 59).
Dalam POB, Luthans, et al. (2007) mengindentifikasi konstruk-konstruk
positif dari self efficacy, hope, optimism, dan resiliency sebagai modal psikologis
yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan individu di dunia kerjanya,
tujuan menggabungkan empat komponen ini adalah karena keempat komponen
inilah yang mendasari sumber daya psikologis yang memungkinkan individu
memiliki tingkat kapasitas yang lebih tinggi untuk tampil konsisten daripada
hanya satu komponen saja.
Modal psikologis menurut Luthans, et, al., (2007) merupakan kondisi
perkembangan psikologi individu yang positif dengan karakteristik: memiliki
19
kepercayaan diri untuk mengambil dan mengerahkan upaya agar berhasil dalam
melaksanakan tugas-tugas yang menantang (self efficacy), membuat atribusi
positif (optimism) tentang kesuksesan di masa kini dan masa datang, gigih dalam
mencapai tujuan, dan jika diperlukan mengalihkan tujuan dalam rangka meraih
keberhasilan (hope), dan jika masalah dan kesulitan menimpa, individu mampu
bertahan dan bangkit bahkan melebihi keadaan semula untuk meraih kesuksesan
(resiliency).
Selain itu, Luthans, et. al., (2007) juga mengartikan modal psikologis
sebagai semacam modal sikap dan perilaku yang berperan besar dalam
menentukan keberhasilan. Luthans, et, al., (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa
modal psikologi bersifat terbuka terhadap perubahan, dalam artian modal
psikologi dapat terus berkembang. Tidak seperti human capital yang berbicara
tentang apa yang seseorang ketahui, atau social capital yang berbicara tentang
siapa yang seseorang ketahui, modal psikologi lebih mengacu kepada diri individu
itu sendiri dan akan menjadi apa individu tersebut ke depannya.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini peneliti mengambil
kesimpulan dari pengertian modal psikologi Luthans, et. Al., (2007), yaitu modal
psikologi dapat diartikan sebagai semacam modal sikap dan perilaku yang
berperan besar dalam menentukan keberhasilan.
2.2.2 Dimensi Modal Psikologis
Terdapat empat dimensi yang menyusun modal psikologis (Luthans, Youssef &
Avolio, 2007), yaitu:
20
1. Efikasi diri
Definisi efikasi diri dalam modal psikologi menurut Luthans, et. al., (2007a)
adalah suatu keyakinan atau kepercayaan diri seseorang mengenai kemampuannya
dalam mengerahkan motivasi, sumber-sumber kognisi, dan melakukan sejumlah
tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan
tugas pada konteks tertentu. Orang-orang dengan efikasi diri tinggi memiliki
karakteristik sebagai berikut, memiliki target yang tinggi untuk diri sendiri dan
secara sadar memilih tugas yang sulit, menyukai dan mengembangkan diri dengan
adanya tantangan, memiliki motivasi pribadi yang tinggi, memberikan usaha
untuk mencapai tujuan, ketika menemui kesulitan mereka bertahan. Dengan
adanya lima karakteristik tersebut orang-orang dengan efikasi diri yang tinggi
akan dapat berkembang secara independen dan menjalankan tugas secara efektif
(Luthans, et. al., 2007a).
Efikasi diri dapat dikembangkan melalui beberapa cara, yaitu dengan
memberikan kesempatan untuk merasakan keberhasilan tertentu, dengan adanya
perasaan mendapatkan suatu keberhasilan yang berulang-ulang membuat efikasi
diri seseorang akan meningkat. Cara selanjutnya adalah menggunakan metode
vicarious learning/modeling dimana cara ini akan membuat seseorang mampu
mengobservasi orang lain dan mempelajari cara-cara orang lain mendapatkan
kesuksesan serta mempelajari kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang lain
sehingga dapat meningkatkan efikasi diri orang tersebut. Cara selanjutnya adalah
mendapatkan social persuasif ataupun umpan balik yang positif, contohnya
21
“kamu pasti bisa”, sehingga dapat meningkatkan efikasi diri yang dimiliki
seseorang (Luthans, et. al., 2007a)
2. Harapan
Luthans, et, al., (2007) menjelaskan harapan sebagai keinginan yang dimiliki
individu untuk mencapai tujuan dan keyakinan bahwa individu tersebut
bertanggung jawab secara pribadi terhadap tujuannya sendiri serta dapat mencari
alternatif jalan untuk mencapai tujuannya ketika menemukan suatu hambatan.
Dalam bukunya, Luthans, Youssef, & Avolio (2007) mengutip pernyataan C. Rick
Snyder – seorang profesor psikologi klinis di University of Kansas – yang
mendefinisikan harapan sebagai “a positive motivational state that is based on an
interactively derived sense of successful (1) agency (goal-directed energy) and (2)
pathways (planning to meet goals)”.
Didasari oleh pengertian ini, harapan dapat dimengerti dalam pengertian
kognitif atau pemikiran di mana individu mampu membuat tujuan yang realistis
namun menantang dan mencapai tujuan tersebut dengan mandiri, energi, dan
persepsi yang berfokus pada kontrol personal atau sebagai kemampuan individu
dalam memfokuskan usaha mereka untuk mencapai tujuan dan membuat strategi
alternatif dalam mencapai tujuan tersebut ketika menemukan hambatan dalam
mencapainya.
Namun umumnya pembuatan jalan alternatif dalam mencapai tujuan ini
sering disalahartikan menjadi salah satu dari ketiga dimensi modal psikologis
lainnya (resiliensi, efikasi diri, dan optimisme).
22
Terdapat 8 (delapan) pendekatan yang berkontribusi dalam pengembangan
PsyCap hope seseorang:
1) Goal-setting. Goal setting yang diciptakan individu, bersifat partisipatori,
dan tepat dapat mendorong individu melakukan kinerja yang lebih baik dan
mempengaruhi bagaimana seseorang mendesain cara yang kreatif untuk
dapat mencapai tujuan.
2) Stretch goals. Goal yang berperan baik dalam perkembangan dan
kematangan pikiran yang hopeful harus spesifik, dapat diukur, bersifat
menantang namun dapat dicapai. Stretch goals dapat dilihat dalam artian
hal-hal yang sulit memunculkan semangat dalam mencapai tujuan namun
tetap dapat dicapai.
3) Stepping. Dalam proses ini, tujuan yang sulit, berjangka panjang, bahkan
yang overwhelming dipecah menjadi bagian-bagian lebih kecil sehingga
dapat dikerjakan secara bertahap.
4) Involvement. Yang ditekankan dalam hal ini ialah pengambilan keputusan
yang bottom-up dan komunikasi, kesempatan untuk berpartisipasi,
employee empowerment, engagement, delegation, dan increased autonomy
have documented, hasil workplace yang diharapkan.
5) Reward systems. PsyCap hope dapat diberi penguatan dengan pemberian
reward bagi individu yang melakukan usaha untuk mencapai tujuan.
6) Resources. Pendekatan ini berhubungan dengan PsyCap hope. Menemukan
masalah dalam mencapai tujuan bukanlah suatu hal yang baru dan umum
terjadi. Untuk itu menjadi suatu hal yang penting bagi individu untuk
23
mampu mengubah usaha-usahanya agar tujuan tetap dapat tercapai.
Pengubahan strategi dalam pencapaian tujuan ini tidak terlepas dari
resource yang tersedia. Individu yang sulit mendapatkan akses terhadap
hal-hal yang diperlukannya dalam mencapai tujuan lebih cepat
membuatnya merasa hopeless dan apatis. Untuk itu dalam hal ini
diperlukan resources yang berguna bagi individu dalam menemukan jalan
untuk mencapai tujuan. Selain yang bersifat materil, resouces di juga
berbicara mengenai hubungan yang baik antara individu dengan orang-
orang di sekitarnya, untuk itu diperlukan hubungan yang baik dari orang-
orang yang berpengaruh pada individu agar lebih mudah dalam
menemukan jalan untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai.
7) Strategic alignment. Pendekatan ini berbicara tentang kesesuaian strategi
dengan individu yang menjalankannya. Ketika individu menciptakan
strategi yang sesuai, maka kesempatannya untuk sukses akan tinggi, namun
ketika tidak sesuai, maka sedikit kemungkinan baginya untuk berhasil.
8) Training. Hal ini dibutuhkan agar individu lebih mudah dalam mencari cara
untuk mencapai tujuannya atau cara menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Training yang dapat meningkatkan hope mudah dilaksanakan,
interaktif, partisipatif, berorientasi pada kompetensi umum, dan dapat
mengembangkan bakat menjadi kekuatan yang dapat diterapkan dalam
berbagai situasi.
24
3. Optimisme
Dikenal juga dengan realistic and flexible. Dalam bahasa sehari-hari, seseorang
dikatakan optimis ketika mereka mengharapkan kejadian yang positif di masa
yang akan datang, dan dikatakan pesimis ketika selalu memiliki pikiran negatif
dan berpikir akan kejadian negatif yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Dalam konteks modal psikologis, pengertiannya tidak hanya sebatas demikian.
Optimisme tergantung pada alasan dan atribusi yang digunakan seseorang untuk
menjelaskan mengapa sesuatu terjadi, apakah bernilai positif atau negatif, apakah
itu terjadi pada masa lalu, sekarang, atau masa depan (tidak terikat waktu).
Luthans, et, al., (2007) menjelaskan optimisme sebagai explanatory atau
attributional style. Anggapan ini didasari oleh pernyataan Martin Seligman yang
mendefinisikan optimisme sebagai explanatory style yang mengatribusi kejadian
positif secara personal, permanen, dan pervasif dan kejadian negatif secara
eksternal, sementara, dan terjadi pada situasi spesifik saja (tidak menyeluruh atau
pervasif), sedangkan pesimistis sebaliknya.
Namun perlu diperhatikan bahwa individu yang terlalu atau over
optimistic tidak dapat dikatakan baik karena individu dapat menerima tantangan
yang sebenarnya terlalu ekstrim atau membahayakan bagi dirinya ataupun orang
lain. Untuk itu, Peterson (dalam Luthans, et, al., 2007) menekankan agar individu
memiliki “flexible optimism” dan Schneider (dalam Luthans, et, al., 2007)
menekankan agar memiliki “realistic optimism”. Optimism yang harus dimiliki
ialah yang efektif dan tidak ekstrim, serta harus dipandang sebagai pembelajaran
untuk disiplin diri, analisis hal-hal yang terjadi di masa lampau, perencanaan
25
kontingen, dan program preventif yang tepat. Sehingga individu dengan optimism
yang positif, efektif, fleksibel, dan realistis dapat menikmati implikasinya baik
secara kognitif maupun emosional karena mampu bertanggung jawab atas
kesuksesannya dan memiliki kontrol atas tujuan pribadinya tanpa mengambil
resiko berbahaya baik bagi dirinya maupun orang lain secara tidak sadar.
Individu dengan optimisme yang positif juga mampu menunjukkan rasa
terima kasih mereka terhadap orang lain atau hal-hal yang berkontribusi terhadap
kesuksesan mereka. Ketika menghadapi masa-masa sulit, individu dapat
menyelidiki masalah, belajar dari kesalahan, menerima apa yang tidak dapat
diubahnya, dan kembali melanjutkan dan fokus pada apa yang harus
dikerjakannya. Optimisme yang positif dapat diperoleh individu dengan
melepaskan apa yang ada di masa lalu, baik itu yang bersifat positif maupun
negatif; menghargai apa yang sedang terjadi saat ini; dan mencari kesempatan
untuk masa yang akan datang.
4. Resiliensi
Disebut juga dengan bouncing back and beyond. Resiliensi tidak hanya berarti
kemampuan untuk menjadi teguh kembali setelah ditimpa kejadian atau hal buruk
atau kesulitan, namun juga menjadi lebih positif dan menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Suatu faktor yang mempengaruhi kualitas resiliensi individu ialah
gaya kepemimpinan orang yang berkuasa terhadap dirinya. Gaya kepemimpinan
yang berpengaruh positif terhadap perkembangan resiliensi ialah transformasional
yang dapat dirasakan dari kharisma, pengaruh idealis, stimulasi intelektual, dan
pertimbangan individualisasi orang yang berkuasa atas diri individu. Sedangkan
26
gaya kepemimpinan yang berpengaruh negatif terhadap resiliensi ialah
transaksional. Di samping itu, psikologi positif mengidentifikasi dan menemukan
tiga faktor yang berkontribusi atau mengganggu perkembangan resiliency ini.
Ketiga faktor tersebut ialah:
1) Resiliency asets. Masten dan Reed (dalam Luthans, et, al., 2007)
mendefinisikan aset resiliensi sebagai karakteristik situasi dalam kelompok
individu yang dapat diukur yang memprediksi hasil positif di masa depan
dalam kriteria hasil yang spesifik. Faktor ini mengidentifikasi kemampuan
kognitif, temperamen, persepsi diri yang positif, keyakinan, pandangan
terhadap hidup, stabilitas emosi, regulasi diri, a sense of humor,
ketertarikan secara umum sebagai aset potensial yang dapat berkontribusi
terhadap peningkatan resiliensi (Masten dalam Luthans, et, al, 2007).
Wolin dan Wolin (dalam Luthans, et al., 2007) menambahkan daftar aset
dari resiliensi yakni insight, kemandirian, hubungan, inisiatif, kreativitas,
humor, dan moral. Berdasarkan aliran psikologi positif, beberapa
penekanan berada pada pentingnya aset hubungan dan kontribusinya
dengan resiliensi, khususnya dalam konteks menerima keragaman atau
pengalaman negatif. Gorman (dalam Luthans, et al., 2007) mendukung
hubungan integral baik secara personal maupun aset yang berdasarkan pada
hubungan dalam perannya meningkatkan resiliensi dengan menunjukkan
bahwa individu yang dapat menemukan dan mengasah talentanya dan
menemukan mentor yang efektif untuk dapat berhasil dalam bidangnya
akan memiliki kemampuan untuk bouncing back dan menjadi sukses.
27
2) Resiliency risk factors. Masten dan Reed (dalam Luthans, et al., 2007)
mendefinisikan resiliency risk factors sebagai faktor-faktor yang
menyebabkan meningkatnya kemungkinan outcome yang tidak diharapkan.
Kirby & Fraser (dalam Luthans, et al., 2007) menyebutnya sebagai
“vulnerability factors” dan mengatakan faktor-faktor resiko ini mencakup
pengalaman yang jelas merusak dan disfungsi seperti penyalahgunaan
alkohol dan obat-obatan (Johnson, Bryant, Collins, Noe, Strader, &
Berbaum; & Sandau-Beckler, Devall, & de la Rosa dalam Luthans, et al.,
2007), dan pengalaman traumatik seperti kekerasan (Qouta, El-Sarraj, &
Punamaki dalam Luthans, et al., 2007). Resiko-resiko ini juga dapat
mencakup faktor yang samar dan bertahap namun merusak seperti stres dan
burnout (Baron, Eisman, Scuello, Veyzer, & Lieberman; & Smith &
Carlson dalam Luthans, et al., 2007), kesehatan yang tidak baik, pendidikan
rendah, dan pengangguran (Collins dalam Luthans, et al., 2007). Faktor-
faktor resiko ini dapat menyebabkan individu mengalami pengalaman yang
tidak diharapkan secara intens sehingga kemungkinan munculnya outcome
yang negatif dapat meningkat (Cowan, et al.; & Masten dalam Luthans, et
al., 2007). Namun, munculnya faktor-faktor resiko ini tidak dapat
dipandang sebagai hal yang menyebabkan kegagalan dan berkurangnya
resiliensi. Faktor-faktor resiko ini tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu,
menghindar sepenuhnya dari resiko ini dan menutupi diri dan orang lain
dari sumber-sumber resiko ini merupakan hal yang tidak realistis. Lebih
lagi, tantangan sebenarnya dapat memberi kontribusi yang sangat baik
28
dalam membantu menstimulasi perkembangan, pencapaian potensi diri dan
self-actualization individu. Proses penggunaan aset untuk mengatasi resiko
dapat membantu mengatasi rasa puas diri, menyelidiki bidang baru, bahkan
memanfaatkan talenta dan kekuatan yang mereka miliki, namun hanya
ketika proses ini dapat diidentifikasi dan dikelola dengan baik. Faktor-
faktor resiko ini penting untuk membantu individu dapat melakukan
“bouncing back and beyond” pada proses resiliensi. Resiliensi
memungkinan individu menemukan potensi latennya yang sebelumnya
tidak disadarinya. Baik aset dan faktor-faktor resiko ini harus
dipertimbangkan bersama dalam proses resiliensi karena keduanya bersifat
kumulatif dan saling berinteraksi.
3) The role of values in resiliency. Nilai-nilai dan kepercayaan yang dimiliki
individu dapat membantu untuk mengangkat individu ke luar dari masa-
masa sulit yang sedang terjadi, membawa mereka melihat masa depan yang
lebih memuaskan. Avolio dan Luthans (dalam Luthans, et al., 2007)
mengatakan hal ini dapat memotivasi diri individu sehingga pada akhirnya
dapat memunculkan perilaku yang lebih baik. Individu dengan motivasi
untuk berkembang dan belajar akan cenderung berusaha untuk berhasil
mencapai tujuan dan harapan yang menantang. Motivasi untuk berkembang
dan belajar ini dapat dikembangkan dan/atau dapat dihilangkan dari diri
individu, sama halnya dengan resiliensi itu sendiri. Beberapa penelitian
mendukung peran dari nilai dan kepercayaan yang bermanfaat ini dalam
mempertahankan resiliensi lewat tantangan yang berat baik secara
29
psikologis maupun fisik. Salah satu penelitian menemukan bahwa individu
yang bertindak sesuai dengan nilai-nilai dalam hidup akan mengalami
peningkatan yang konsisten dalam hal kebebasan, energi, dan resiliensinya
(Richardson dalam Luthans, et al., 2007). Wolin dan Wolin (dalam
Luthans, et al., 2007) berpendapat bahwa moral akan meningkatkan
resiliensi dengan menyesuaikan perilaku seseorang dengan sistem nilai
yang menuntun pada penilaian (membedakan antara baik dan buruk),
prinsip (memberi dasar dalam pembuatan keputusan), dan pelayanan
(berkontribusi terhadap well-being orang lain). Dapat dikatakan bahwa
kontribusi utama dari nilai yang dimiliki individu dalam meningkatkan
resiliensi ialah pada stabilitas nilai-nilai sebagai sumber yang bermanfaat
(Coutu & Kobsa dalam Luthans, et al., 2007).
2.2.3 Pengukuran Modal Psikologis
Dalam penelitian ini, pengukuran modal psikologis menggunakan skala Likert
yang mengacu pada alat ukur Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24)
yang dikembangkan oleh Luthan, et al., 2007. Modal psikologis memiliki 4 aspek,
setiap aspek terdiri atas 6 item dan total setiap item yaitu 24 item. Aspek modal
psikologi yaitu efikasi diri, harapan, optimisme, dan resiliensi. semua item
menggunakan 6 poin skala likert dengan respon pilihan dari 1 = sangat tidak
setuju to 6 = sangat setuju. Setiap item menggambarkan penetapan skala sebelum
diterbitkan dan diuji. Item efikasi diri diadaptasi dari Parker’s (1998) yang
mengukur efikasi diri dalam situasi kerja. Contoh item efikasi diri: “I feel
confident analyzing a long-term problem to find a solution,” and “I feel confident
30
presenting information to a group of colleagues”. Item harapan diadaptasi dari
Snyder dan rekannya (1996). Contoh item dari subscale harapan yaitu: “There are
lots ways around any problem,” dan “Right now I see my self as being pretty
seccesful at work”. Item optimism diadaptasi dari Scheir dan Carver’s (1985),
contoh item optimisme yaitu: “I’m optimistic about what will happen to me in the
future as it pertains to work” dan “I approach this job as if ‘every cloud has a
silver lining.” Item resiliensi diadaptasi dari Wgnild dan Young’s (1993), contoh
item resiliensi yaitu “I usually manage difficulties one way or another at work,”
dan “I feel I can handle many things at a time at this job.”
2.3 Kecerdasan Emosional
2.3.1 Definisi Kecerdasan Emosional
Salovey dan Mayer (1990) melihat emosi sebagai respon terorganisasi, melintasi
batas banyak subsistem psikologis, termasuk fisiologis, kognitif, motivasi, dan
sistem pengalaman. Emosi biasanya muncul dalam menanggapi suatu peristiwa,
baik internal maupun eksternal, yang memiliki arti hubungan positif atau negatif
bagi individu. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memonitor dan
membedakan perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pemikiran dan tindakan seseorang.
Menurut Salovey dan Mayer (1990), kecerdasan emosional merupakan
kemampuan seseorang untuk memahami dan mengendalikan emosi diri sendiri
maupun orang lain, dan menggunakannya untuk mengembangkan pikiran serta
tindakan yang akan dilakukannya. Kondisi emosional seseorang mampu
31
mempengaruhi pikiran, perkataan, serta perilaku seseorang, termasuk dalam
pekerjaan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Goleman (2009) bahwa kecerdasan
emosional mampu mempengaruhi seseorang pada situasi kerja. Daniel Goleman
(2009) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang
dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan
jiwa. Kecerdasan emosi juga mengacu pada seberapa baik seseorang menangani
dirinya sendiri dan berhubungan dengan orang lain, yang meliputi kemampuan
untuk memahami, mengendalikan dan mengevaluasi emosi. Dengan kecerdasan
tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih
kepuasan dan mengatur suasana hati.
Pernyataan Wechsler (dalam Salovey & Mayer, 1990) bahwa kecerdasan
adalah kapasitas keseluruhan atau global individu untuk bertindak secara sengaja,
untuk berpikir secara rasional, dan untuk menangani secara efektif terhadap
lingkungannya. Mayer dan rekan (dalam Slaski & Cartwright, 2003)
mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan dalam mengenali makna
emosi dan hubungannya serta memecahkan masalah yang dialami berdasarkan
kemampuan diri sendiri. Kecerdasan emosi yang terlibat dalam kapasitas untuk
merasakan emosi, mengasimilasi perasaan emosi yang terkait, memahami
informasi dari emosi dan mengaturnya.
Mayer dan rekan (dalam Slaski & Cartwright, 2003), mengatakan bahwa
kecerdasan emosi terdiri dari kemampuan yang berbeda (i) persepsi dan ekspresi
32
emosi, (ii) mengintegrasikan emosi dengan pikiran, (iii) pemahaman dan
menganalisis emosi, dan (iv) regulasi reflektif dari emosi. Pendekatan ini berfokus
kepada fakta bahwa kecerdasan emosi sesuai dengan kemampuan pemrosesan
informasi dari berbagai wilayah otak.
Bar-On dan Parker (dalam Slaski & Cartwright, 2003) mendefinisikan
kecerdasan emosi sebagai susunan multifaktorial emosi yang terkait, kemampuan
pribadi dan sosial yang saling terkait yang mempengaruhi kemampuan diri sendiri
secara keseluruhan untuk secara aktif dan efektif mengatasi tuntutan dan tekanan.
Kemampuan ini meliputi (i) menilai diri sendiri secara cermat; (ii) kemampuan
merasakan dan memahami emosi sendiri dan emosi orang lain; (iii) kemampuan
untuk membentuk dan mempertahankan hubungan intim; (iv) kemampuan untuk
mengekspresikan dan mengelola emosi; (v) kemampuan untuk mengontrol diri;
(vi) kemampuan untuk memvalidasi pemikiran dan perasaan seseorang; (vii)
kemampuan untuk menangani perubahan dan memecahkan masalah secara efektif.
Kemampuan tersebut dapat dikonseptualisasikan lebih sebagai kompetensi emosi
daripada kecerdasan bawaan.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, peneliti memilih pengertian
kecerdasan emosional dari Salovey dan Mayer (1990), yaitu kemampuan
seseorang untuk memahami dan mengendalikan emosi diri sendiri maupun orang
lain, dan menggunakannya untuk mengembangkan pikiran serta tindakan yang
akan dilakukannya
33
2.3.2 Dimensi Kecerdasan Emosional
Menurut Schutte, Malouff, dan Bhullar (2009), kecerdasan emosi terdiri dari 4
dimensi berdasarkan pengertian dari Salovey dan Mayer (1990), yaitu:
1. Persepsi emosi
Kemampuan mengenali emosi dirinya dan membentuk persepsi yang positif
bahwa setiap rintangan dapat terselesaikan. Seseorang dengan kemampuan ini,
dapat menyadari betul bahwa perasaannya mempengaruhi kinerjanya.
2. Pengaturan emosi diri
Kemampuan mengendalikan, mengontrol, dan mengelola emosi. Seseorang yang
memiliki kemampuan ini, mampu untuk tetap berpikir jernih dan fokus dengan
apa yang dilakukan meskipun berada dibawah tekanan.
3. Penanganan emosi orang lain
Kemapuan mengenali emosi orang lain. Seseorang dengan kemampuan ini, dapat
menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain.
4. Pemanfaatan emosi
Kemampuan memotivasi diri sendiri. Seseorang dengan kemampuan ini memiliki
semangat juang yang tinggi untuk dapat meraih tujuan dan memenuhi standar,
serta memiliki kecenderungan berani mengambil resiko dan terus belajar untuk
meningkatkan kinerja mereka.
2.3.3 Pengukuran Kecerdasan Emosional
Dalam penelitian ini, pengukuran kecerdasan emosional menggunakan kuesioner
yang mengacu pada alat ukur The Assessing Emotions Scale (AES) yang
dikembangkan oleh Schutte, et al., (2009). AES didasarkan pada model
34
kecerdasan emosional asli Salovey dan Mayer (1990). Dalam AES terdapat empat
dimensi dasar, yaitu persepsi emosi, pengaturan emosi diri, penanganan emosi
orang lain, dan pemanfaatan emosi. (Schutte, et al., 2009).
2.4 Kerangka Berpikir
Pada saat ini, maraknya bisnis Multi Level Marketing (MLM) di Indonesia
semakin tahun semakin meningkat. Banyak masyarakat Indonesia yang tertarik
untuk bergabung dengan perusahaan MLM karena program-program yang
ditawarkan perusahaan MLM tersebut. Mereka menawarkan pekerjaan dengan
modal dan resiko yang relatif kecil, namun memiliki peluang yang besar dan
waktu kerja yang fleksibel.
Secara global sistem bisnis MLM ini dilakukan dengan cara membeli,
menjual, dan merekrut calon konsultan yang sekaligus berfungsi sebagai
konsumen dan anggota. Sedangkan bagi perorangan, MLM ini biasanya
memberikan kesempatan bagi konsultannya untuk memiliki jenjang karir dan
mempunyai penghasilan lebih. Namun, dalam usaha untuk meningkatkan jenjang
karir (level) di MLM bukanlah suatu hal yang mudah. Terdapat beberapa
tantangan yang akan ditemui dan harus dilewati oleh seorang konsultan untuk
mendapatkan kinerja yang diharapkan.
Contoh tantangan yang berasal dari dalam diri konsultan antara lain rasa
malas, malu, tidak disiplin, gengsi, merasa tidak mampu dan putus asa. Sedangkan
bentuk tantangan yang berasal dari luar seperti penolakan konsumen, tidak ada
dukungan keluarga dan lingkungan, sulitnya merekrut orang untuk bergabung atau
ditinggal downline yang telah bergabung sebelumnya.
35
Dengan adanya fluktuasi kinerja yang dialami konsultan MLM tersebut,
peneliti berasumsi bahwa seorang konsultan dapat dikatakan memiliki kinerja
yang baik apabila ia memiliki modal psikologis yang tinggi. Seperti yang telah
diungkapkan oleh Luthans, Avolio, Avey, dan Norman (2006) bahwa modal
psikologis benar mempengaruhi atau sebagai mediasi hubungan antara iklim
pendukung dengan kinerja karyawan.
Dimensi modal psikologis yang pertama (Luthans, Youssef & Avolio;
2007) adalah efikasi diri. Orang-orang dengan efikasi diri tinggi memiliki
karakteristik, seperti memiliki target yang tinggi untuk diri sendiri dan secara
sadar memilih tugas yang sulit, menyukai dan mengembangkan diri dengan
adanya tantangan, memiliki motivasi pribadi yang tinggi, memberikan usaha
untuk mencapai tujuan, dan ketika menemui kesulitan mereka bertahan. Sehingga
hasil kinerja yang ia dapatkan akan maksimal.
Dimensi kedua, yaitu harapan. Konsultan yang memiliki harapan yang
tinggi maka ia mampu mencapai tujuan dan yakin bahwa ia akan bertanggung
jawab secara pribadi terhadap tujuannya sendiri. Serta ia mampu mencari
alternatif jalan untuk mencapai tujuannya ketika menemukan suatu hambatan.
Sehingga hasil kinerja yang ia dapatkan akan maksimal.
Dimensi ketiga adalah optimisme. Seorang konsultan yang memiliki
optimisme yang positif akan menunjukkan rasa terima kasih terhadap orang lain
atau hal-hal yang berkontribusi terhadap kesuksesan mereka. Ketika menghadapi
masa-masa sulit, ia dapat menyelidiki masalah, belajar dari kesalahan, menerima
apa yang tidak dapat diubahnya, dan kembali melanjutkan dan fokus pada apa
36
yang harus dikerjakannya. Sehingga hasil kinerja yang ia dapatkan akan
maksimal.
Dan dimensi yang terakhir ialah resiliensi. Seorang konsultan yang
memiliki resiliensi tinggi maka ia mampu menjadi teguh kembali setelah ditimpa
kejadian atau hal buruk atau kesulitan, seperti penolakan ketika menawarkan
produk dan merekrut orang untuk bergabung dalam bisnis MLM. Ia juga akan
menjadi lebih positif dan menjadi lebih baik dari sebelumnya, seperti menawarkan
produk dan merekrut orang lain dengan cara lain yang lebih inovatif. Sehingga
hasil kinerja yang ia dapatkan akan maksimal.
Selain dengan cara meningkatkan modal psikologis pada setiap individu,
kinerja pun dapat ditingkatkan dengan adanya kecerdasan emosional. Schutte, et,
al,. (2009) mengemukakan empat dimensi kecerdasan emosional, yaitu yang
pertama adalah persepsi emosi. Seorang konsultan MLM yang memiliki persepsi
emosi yang baik akan mampu mengenali emosi dirinya dan mampu membentuk
persepsi yang positif bahwa setiap rintangan dapat terselesaikan. Seseorang
dengan kemampuan ini, dapat menyadari perasaannya mempengaruhi kinerjanya.
Dimensi yang kedua yaitu, peraturan emosi diri. Seorang konsultan MLM
dengan pengaturan emosi diri yang baik akan mampu mengendalikan,
mengontrol, dan mengelola emosinya. Ia akan mampu untuk tetap berpikir jernih
dan fokus dengan apa yang dilakukan meskipun berada dibawah tekanan.
Dimensi yang ketiga yaitu, penanganan emosi orang lain. Seorang
konsultan MLM yang memiliki penanganan emosi orang lain yang baik akan
37
mampu mengenali emosi orang lain. Ia dapat menunjukkan kepekaan dan
pemahaman terhadap perspektif orang lain.
Dan yang terakhir adalah pemanfaatan emosi. Seorang konsultan MLM
yang memiliki pemanfaatan emosi yang baik akan mampu memotivasi dirinya
sendiri. Ia memiliki semangat juang yang tinggi untuk dapat meraih tujuan dan
memenuhi standar, serta memiliki kecenderungan berani mengambil resiko dan
terus belajar untuk meningkatkan kinerjanya.
Dengan melihat kaitan antara modal psikologi dan kecerdasan emosi
mempengaruhi kinerja dari konsultan MLM ini, maka peneliti menggambarkan
kerangka berpikir dalam penelitian ini tertera pada bagan sebagai berikut:
38
2.5 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tingkat kinerja tenaga penjual
yang merupakan dependent variable, bergantung pada tinggi rendahnya skor
pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu modal
psikologis dan kecerdasan emosional.
Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang
masih harus diujikan. Berdasarkan kerangka berpikir penelitian di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis Mayor
HA : Terdapat pengaruh yang signifikan modal psikologis dan kecerdasan
emosional terhadap kinerja.
Hipotesis Minor
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan efikasi diri pada modal psikologis
terhadap kinerja.
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan harapan pada modal psikologis terhadap
terhadap kinerja.
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan optimisime pada modal psikologis
terhadap kinerja.
H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan resiliensi pada modal psikologis
terhadap kinerja.
H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan persepsi emosi pada kecerdasan
emosional terhadap kinerja.
39
H6 : Terdapat pengaruh yang signifikan pengaturan emosi diri pada kecerdasan
emosional terhadap kinerja.
H7 : Terdapat pengaruh yang signifikan penanganan emosi orang lain pada
kecerdasan emosional terhadap kinerja.
H8 : Terdapat pengaruh yang signifikan pemanfaatan emosi pada kecerdasan
emosional terhadap kinerja.
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah konsultan Oriflame yang tergabung dalam
Inspire Team cabang Daan Mogot Jakarta Barat. Adapun karakteristik sampel
yang digunakan oleh peneliti adalah konsultan Oriflame yang tercatat aktif,
minimal telah bergabung selama 2 bulan di Oriflame, berada pada rentang usia
18-40 tahun, dan bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan di dalam penelitian ini
adalah dengan cara non-probability sampling, yaitu menggunakan teknik
purposive sampling, dimana terdapat pertimbangan-pertimbangan di dalam
pengambilan sampel, yang diasumsikan sesuai dengan karakteristik populasi yang
telah ditetapkan (Sevilla, 1993). Sampel yang terlalu kecil dapat menyebabkan
penelitian tidak dapat menggambarkan kondisi populasi yang sesungguhnya.
Sebaliknya, sampel yang terlalu besar dapat mengakibatkan pemborosan biaya
penelitian.
Dalam pengambilan data, peneliti melakukan wawancara pendahuluan
dengan Shappire Director, Senior Manager, Manager, dan beberapa konsultan
inspire team Oriflame cabang Daan Mogot pada hari Sabtu tanggal 21 Januari
2017. Hasil dari wawancara pendahuluan tersebut membuktikan bahwa kinerja
para konsultan Oriflame memamg telah mengalami fluktuasi. Kemudian, peneliti
menyusun skala penelitian untuk disebarkan ke beberapa konsultan inspire team
Oriflame cabang Daan Mogot lainnya. Peneliti menyebar skala kuesioner pada
41
hari Minggu tanggal 12 November 2017 pukul 13.00-16.00 WIB, yang bertepatan
dengan acara “The Magic Hero” di Gedung Pertunjukkan Bulungan Jakarta
Selatan. Skala kuesioner yang tersebar terdapat 250 skala, dan skala kuesioner
yang kembali terdapat 215 skala.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu kinerja sebagai variabel
terikat (Dependent Variable), sedangkan modal psikologis, kecerdasan emosional
dan dimensi-dimensinya sebagai variabel bebas (Independent Variable).
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja hasil, yaitu hasil
yang didapat dari usaha tenaga penjualan. (Baldauf, et al., 2001:111).
2. Modal psikologis adalah semacam modal sikap dan perilaku yang berperan
besar dalam menentukan keberhasilan. Adapun empat dimensi dari modal
psikologis, yaitu:
1) Efikasi diri adalah suatu keyakinan atau kepercayaan diri seseorang
mengenai kemampuannya dalam mengerahkan motivasi, sumber-sumber
kognisi, dan melakukan sejumlah tindakan yang dibutuhkan untuk
mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas pada konteks tertentu.
2) Harapan adalah harapan yang dimiliki individu untuk mencapai tujuan dan
keyakinan bahwa individu tersebut bertanggung jawab secara pribadi
terhadap tujuannya sendiri serta dapat mencari alternatif jalan untuk
mencapai tujuannya ketika menemukan suatu hambatan.
42
3) Optimisme adalah explanatory style yang mengatribusi kejadian positif
secara personel, permanen dan pervasif serta kejadian negatif secara
eksternal, sementara dan terjadi pada situasi spesifik (tidak menyeluruh).
4) Resiliensi tidak hanya berarti kemampuan untuk menjadi teguh kembali
setelah ditimpa kejadian atau hal buruk atau kesulitan, namun juga menjadi
lebih positif dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. (Luthans, et al.,
2007).
3. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan
mengendalikan emosi diri sendiri maupun orang lain, dan menggunakannya
untuk mengembangkan pikiran serta tindakan yang akan dilakukannya
(Salovey & Mayer, 1990). Adapun empat dimensi dasar dari kecerdasan
emosional, yaitu:
1) Persepsi emosi adalah salah satu bentuk kemampuan individu dalam
mengenali emosi dirinya dan membentuk suatu persepsi yang positif,
bahwa setiap rintangan dapat terselesaikan.
2) Pengaturan emosi diri adalah kemampuan individu dalam mengendalikan,
mengontrol dan mengelola emosi.
3) Penanganan emosi orang lain adalah kemampuan individu dalam
mengenali dan memahami emosi orang lain.
4) Pemanfaatan emosi adalah kemampuan individu dalam memotivasi dirinya
sendiri. (Schutte, et al., 2009).
43
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian ini adalah
kuesioner dalam bentuk skala Likert. Terdapat satu alat ukur yang dilihat dari
bonus yang diperoleh konsultan Oriflame cabang Daan Mogot Jakarta Barat, yaitu
untuk mengukur kinerja. Dan terdapat dua skala, yang pertama skala modal
psikologi yaitu Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24) yang terdiri dari
24 item, yang kedua skala kecerdasan emosional yaitu Emotional Quotient
Assesing Emotions Scale (AES) yang terdiri dari 33 item dalam model Likert yang
berisi pernyataan sesuai dengan indikator variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Peneliti memberikan kuesioner secara langsung pada responden dan
cara menjawabnya adalah dengan memberikan tanda checklist () pada salah satu
alternatif jawaban yang sudah disediakan.
Pada skala modal psikologis dan kecerdasan emosional digunakan empat
pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat
tidak setuju (STS) dengan tidak menggunakan pilihan jawaban tengah (netral /
ragu-ragu) guna menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau
menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Peneliti membagi dua kategori
pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable serta menentukan bobot nilai. Untuk
item favorable, skor subjek bergerak dari nilai 4, 3, 2, 1. Sementara untuk item
unfavorable, sebaliknya. Nilai untuk keempat pilihan jawaban sebagai berikut:
Tabel 3.1
Format Skoring Skala Likert Alternatif Pilihan Jawaban Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat tidak setuju (STS) 1 4
Tidak setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat setuju (SS) 4 1
44
Dalam penelitian ini, skala yang digunakan berjumlah 3 bagian. Pertama,
bagian yang mengungkap data diri responden dan jenjang karir di Oriflame.
Kedua, bagian yang membahas modal psikologis. Ketiga, bagian yang
mengungkap kecerdasan emosional. Adapun instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Kinerja
Dalam penelitian ini, pengukuran kinerja dilihat dari jenjang karir yang didapat
oleh konsultan Oriflame, yaitu berdasarkan omset bonus yang diperoleh dari hasil
pembelian produk setiap bulannya dengan batas minimal 100 point atau Rp.
750.000 setiap bulannya. Responden diminta untuk menuliskan jenjang karir
terakhir yang mereka peroleh di Oriflame pada skala bagian pertama yang
mengungkap data diri dan jenjang karir responden di Oriflame.
Tabel 3.2
Jenjang Karir atau Level dalam Oriflame
Jenjang Karir Level Kebutuhan Poin Jumlah Tim (Orang) Bonus (Rp)
Consultant 0% 0 0 0
Consultant 3% 200 4 20.000-80.000
Consultant 6% 600 8 100.000-200.000
Consultant 9% 1.200 16 300.000-500.000
Manager 12% 12% 2.400 32 650.000-900.000
Manager 15% 15% 4.000 54 1.000.000-1.500.000
Manager 18% 18% 6.600 90 2.000.000-3.000.000
Senior Manager 21% 10.000 150 5.000.000-7.000.000
2. Modal Psikologis
Instrumen yang digunakan untuk mengukur modal psikologis dalam penelitian ini
yaitu dengan menggunakan skala Likert dan menggunakan alat ukur
Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24) yang dikembangkan oleh
Luthans, et al., 2007. Modal psikologis memiliki 4 dimensi, setiap dimensi terdiri
45
atas 6 item dengan total 24 item. Dimensi modal psikologis terdiri atas efikasi
diri, harapan, optimisme, dan resiliensi. Adapun blue print dari skala modal
psikologis, dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3
Blue Print Skala Modal Psikologis
No Dimensi Indikator No. Item Jumlah
Item Fav Unfav
1 Efikasi diri Keyakinan individu terhadap
kemampuan yang dimilikinya
dalam mengarahkan segala
usaha agar berhasil
1, 5, 9, 13,
17, 21 - 6
Sukses dalam melaksanakan
tugas yang dihadapinya
2 Harapan Hasrat atau keinginan yang
disertai dengan pengharapan
akan pemenuhan dari hasrat
atau keinginan
2, 6, 10,
14, 18, 22 - 6
3 Optimisme Individu mensyukuri setiap
perubahan yang terjadi,
mampu berpikir positif
terhadap suatu yang akan
terjadi dimasa depan 4, 8, 12,
16, 24 20 6
Memiliki motivasi tinggi
Mampu melihat kesempatan
yang tersedia dan fokus untuk
mendapatkannya
4 Resiliensi Individu dapat bertahan dan
bangkit kembali dari
pengalaman yang negatif 7, 11, 15,
19, 23 3 6
Dapat beradaptasi kembali
dengan adanya perubahan
stress yang dihadapi
Total item 22 2 24
3. Kecerdasan Emosional
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional dalam
penelitian ini yaitu dengan The Assessing Emotions Scale (AES) yang
dikembangkan oleh Schutte (2009). Dalam AES terdapat empat dimensi dasar,
yaitu persepsi emosi, pengaturan emosi diri, penanganan emosi orang lain, dan
pemanfaatan emosi. Skala ini terdiri dari 33 item pernyataan dengan model skala
Likert 1 sampai 5 (Sangat tidak setuju, agak tidak setuju, netral, agak setuju, dan
46
sangat setuju. Akan tetapi untuk mengurangi bias pada jawaban, maka peneliti
hanya menggunakan empat pilihan jawaban dengan membuang satu pilihan
jawaban netral. Adapun blue print dari skala kecerdasan emosional, dapat dilihat
pada tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4
Blue Print Skala Kecerdasan Emosional
No Dimensi Indikator No. Item Jumlah
Item Fav Unfav
1 Persepsi emosi Individu dapat mengenali
emosi dirinya dan membentuk
suatu persepsi yang positif
9, 15, 18,
19, 22, 29,
32
5, 33 9
2 Pengaturan
emosi diri
Individu dapat
mengendalikan, mengontrol
dan mengelola emosi
3, 6, 8, 10,
12, 21, 23 28 8
3 Penanganan
emosi orang
lain
Individu dapat mengenali dan
memahami emosi orang lain
1, 4, 11,
13, 16, 24,
26, 30
- 8
4 Pemanfaatan
emosi
Individu dapat memotivasi
dirinya sendiri
2, 7, 14,
17, 20, 25,
27, 31
- 8
Total item 30 3 33
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam rangka pengujian validitas alat ukur, penulis melakukan uji validitas
konstruk instrumen. Oleh karena itu, penulis menggunakan CFA (Confirmatory
Factor Analysis) untuk pengujian vaiditas instrument, yaitu instrumen 1) kinerja,
2) modal psikologis dan 3) kecerdasan emosional. Umar (2012) menjelaskan
langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria hasil CFA yang baik
adalah:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional
sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya.
Konsep ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini
dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
47
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subskala
bersifat unidimensional.
3. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square
yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p > 0,05) berarti
semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun, jika nilai Chi-Square
signifikan (p<0,05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model
pengukuran yang diuji sesuai langkah kedua berikut ini.
4. Jika nilai Chi-Square signifikan (p < 0,05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur konstruk yang ingin
diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
konstruk atau multidimensional). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model fit, maka
model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
5. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai nilai
koefisien positif. Jika t-value untuk koefisien muatan faktor suatu item lebih
besar dari 1,96 (absolut), maka item tersebut dinyatakan signifikan dalam
mengukur faktor yang hendak diukur (tidak di-drop).
6. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatannya negatif. Perlu dicatat
bahwa untuk alat ukur yang bukan mengukur kemampuan (misal: personality
inventory), jika ada pernyataan negatif perlu dilakukan penyesuaian arah
48
skoringnya yang diubah menjadi positif. Jika sudah dibalik, maka berlaku
perhitungan umum dimana item bermuatan faktor negatif di-drop.
7. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga
mengukur hal lain.
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan software
MPlus 7.0.
3.4.1 Uji Validitas Modal Psikologis
Pada uji validitas konstruk modal psikologis penulis menguji apakah 24 item
bersifat unidimensional, artinya hanya mengukur modal psikologis.
3.4.1.1 Uji Validitas Konstruk Efikasi Diri
Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam alat ukur
modal psikologis bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi Square =
39.646, df = 9, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.126, CFI = 0.973. Namun setelah
dilakukan modifikasi sebanyak tiga kali diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 3.504, df = 6, P-value = 0.7434, RMSEA = 0.000, CFI = 1.000. Hasil
RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
efikasi diri.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut
dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t > 1,96
artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel 3.5
berikut ini :
49
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item untuk Efikasi Diri
Item Estimate Std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.806 0.040 19.928 0.000 √
2 0.748 0.051 14.610 0.000 √
3 0.879 0.032 27.303 0.000 √
4 0.759 0.038 19.995 0.000 √
5 0.700 0.044 15.906 0.000 √
6 0.647 0.054 11.922 0.000 √
Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa dari enam item seluruh item
yang signifikan tidak di drop sehingga akan digunakan dalam analisis uji
hipotesis. Jadi, dapat di simpulkan bahwa dari skala efikasi diri seluruh item yang
signifikan.
3.4.1.2 Uji Validitas Konstruk Harapan
Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam alat ukur
harapan bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi Square =
27.975, df = 9, P-value = 0.0010, RMSEA = 0.099 CFI = 0.981. Namun setelah
dilakukan modifikasi sebanyak satu kali diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 5.728, df = 8, P-value = 0.6777, RMSEA = 0.000 CFI = 1.000. Hasil
RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
harapan.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut
dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t<1,96
artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel 3.6
berikut ini :
50
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item untuk Harapan
Item Estimate Std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.772 0.040 19.444 0.000 √
2 0.873 0.040 21.786 0.000 √
3 0.791 0.042 18.754 0.000 √
4 0.588 0.054 10.913 0.000 √
5 0.578 0.062 9.303 0.000 √
6 0.669 0.050 13.383 0.000 √
Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa dari enam item seluruh item
yang signifikan dan tidak di drop sehingga akan digunakan dalam analisis uji
hipotesis. Jadi, dapat di simpulkan bahwa dari skala harapan seluruh item
signifikan.
3.4.1.3 Uji Validitas Konstruk Optimisme
Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam alat ukur
optimisme bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA ternyata
fit, dengan Chi Square = 15.212, df = 9, P-value = 0.0853, RMSEA = 0.057, CFI
= 0.988. Hasil RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu optimisme.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut
dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t <1,96
artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel 3.7
berikut ini :
51
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Dimensi Optimisme
Item Estimate Std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.484 0.067 7.184 0.000 √
2 0.743 0.046 16.198 0.000 √
3 0.824 0.047 17.714 0.000 √
4 0.716 0.053 13.630 0.000 √
5 0.325 0.073 4.438 0.000 √
6 0.746 0.048 15.459 0.000 √ Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 dapat dilihat bahwa terdapat 6 item yang signifikan. Item
yang signifikan tidak di drop dan di gunakan dalam analisis uji hipotesis. Dan
pada skala ini, semua item signifikan. Jadi, dapat di simpulkan bahwa dari skala
optimisme terdapat 6 item yang signifikan.
3.4.1.4 Uji Validitas Konstruk Resiliensi
Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam alat ukur
resiliensi bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA ternyata fit,
dengan Chi Square = 7.955, df = 9, P-value = 0.5387, RMSEA = 0.000, CFI =
1.000. Hasil RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu resiliensi.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut dengan
melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t<1,96 artinya item
tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel 3.8 berikut ini :
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item untuk Resiliensi
Item Estimate Std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.215 0.070 3.055 0.002 √
2 0.542 0.058 10.047 0.000 √
3 0.819 0.044 18.755 0.000 √
4 0.854 0.044 19.225 0.000 √
5 0.854 0.043 19.685 0.000 √
6 0.417 0.057 7.308 0.000 √
Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
52
Berdasarkan tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat 6 item yang signifikan. Item
yang signifikan tidak di drop dan di gunakan dalam analisis uji hipotesis. Dan
pada skala ini, semua item signifikan. Jadi, dapat di simpulkan bahwa dari skala
resiliensi terdapat 6 item yang signifikan.
3.4.2 Uji Validitas Kecerdasan Emosional
Pada uji validitas konstruk kecerdasan emosional penulis menguji apakah 33 item
bersifat unidimensional, artinya hanya mengukur kecerdasan emosional.
3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Persepsi Emosi
Dalam subbab ini penulis menguji apakah sembilan item yang ada dalam alat ukur
persepsi emosi bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi Square =
58.448, df = 20, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.095, CFI = 0.952. Namun setelah
dilakukan modifikasi sebanyak sembilan kali diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 26.602, df = 18, P-value = 0.0868, RMSEA = 0.047, CFI = 0.990. Hasil
RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
persepsi emosi.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut
dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t >1,96
artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel 3.9
berikut ini :
53
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item untuk Persepsi Emosi
Item Estimate std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.226 0.077 2.938 0.003 √
2 0.298 0.073 4.085 0.000 √
3 0.344 0.069 4.982 0.000 √
4 0.808 0.042 19.317 0.000 √
5 0.931 0.032 29.169 0.000 √
6 0.752 0.043 17.517 0.000 √
7 0.117 0.075 1.554 0.120 X
8 0.591 0.048 12.308 0.000 √
9 -0.088 0.075 -1.161 0.246 X
Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa dari sembilan item terdapat
tujuh item yang signifikan. Item 1,2,3,4,5,6 dan 8 terbukti signifikan Sementara
sisa item lainnya yaitu item 7 dan 9 terbukti tidak signifikan dan harus di drop.
Jadi, dapat di simpulkan bahwa dari skala persepsi emosi terdapat 7 item yang
signifikan dan 2 item yang tidak signifikan.
3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Pengaturan Emosi Diri
Dalam subbab ini penulis menguji apakah delapan item yang ada dalam alat ukur
pengaturan emosi diri bersifat unidimensional atau tidak. Hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi Square =
58.448, df = 20, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.095, CFI = 0.952. Namun setelah
dilakukan modifikasi sebanyak empat kali diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 23.568, df = 16, P-value = 0.0994, RMSEA = 0.047, CFI = 0.990. Hasil
RMSEA < 0,05 artinya bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
pengaturan emosi diri.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item tersebut
dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t<1,96
54
artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Hasilnya terdapat dalam tabel
3.10 berikut ini :
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item untuk Pengaturan Emosi Diri Item Estimate std. Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.433 0.065 6.671 0.000 √
2 0.679 0.040 16.785 0.000 √
3 0.833 0.038 21.648 0.000 √
4 0.407 0.083 4.887 0.000 √
5 0.529 0.048 11.125 0.000 √
6 0.744 0.046 16.109 0.000 √
7 0.765 0.050 15.322 0.000 √
8 0.147 0.063 2.329 0.020 √
Keterangan : √ = signifikan (t>1,96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa terdapat delapan item yang
signifikan. Item yang signifikan tidak di drop dan digunakan dalam analisis uji
hipotesis. Dan pada skala ini, semua item signifikan. Jadi, dapat di simpulkan
bahwa dari skala pengaturan emosi diri terdapat 8 item yang signifikan.
3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Penanganan Emosi Orang Lain
Skala penanganan emosi orang lain dalam penelitian ini terdiri dari delapan item
yang diujikan pada 215 subjek penelitian. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
72.765, df = 20, P-value = 0.000 dan RMSEA = 0.111, CFI = 0.958. Namun,
setelah dilakukan modifikasi sebanyak lima kali terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 21.181, df = 15, P-value = 0.1311
dan RMSEA = 0.044. nilai RMSEA < 0.05 (signifikan) sehingga model menjadi
fit.
55
Selanjutnya, dilihat apakah item-item dalam skala ini benar-benar
mengukur faktor yang ingin diukur, yaitu penanganan emosi orang lain.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item untuk Penanganan Emosi Orang Lain
No Estimate Std.Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.781 0.041 18.869 0.000 √
2 0.630 0.046 13.575 0.000 √
3 0.622 0.058 10.769 0.000 √
4 0.922 0.029 32.039 0.000 √
5 0.515 0.058 8.819 0.000 √
6 0.788 0.031 25.532 0.000 √
7 0.608 0.047 12.974 0.000 √
8 0.537 0.054 9.865 0.000 √
Keterangan: tanda √=signifikan (t>1.96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, dapat dilihat bahwa terdapat delapan item yang
signifikan. Item yang signifikan tidak di drop dan di gunakan dalam analisis uji
hipotesis. Dan pada skala ini, semua item signifikan. Jadi, dapat di simpulkan
bahwa dari skala penanganan emosi orang lain terdapat 8 item yang signifikan.
3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Pemanfaatan Emosi
Skala pemanfaatan emosi dalam penelitian ini terdiri dari delapan item yang
diujikan pada 215 subjek penelitian. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 102.054, df =
20, P-value = 0.0000 dan RMSEA = 0.138, CFI = 0.932. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square = 28. 279, df = 19, P-value = 0.0782 dan RMSEA = 0.048, CFI =
0.992 nilai P-value > 0.05 (signifikan) sehingga model menjadi fit.
Selanjutnya, dilihat apakah item-item dalam skala ini benar-benar
mengukur faktor yang ingin diukur, yaitu pemanfaatan emosi. Selain itu juga,
56
ditentukan apakah terdapat item yang harus di drop dengan melihat nilai t dan
muatan koefisien pada setiap koefisien faktor.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item untuk Pemanfaatan Emosi
Item Estimate Std.Error T-Value P-Value Signifikan
1 0.833 0.028 29.250 0.000 √
2 0.706 0.044 15.989 0.000 √
3 0.397 0.057 6.983 0.000 √
4 0.721 0.043 16.681 0.000 √
5 0.855 0.031 27.662 0.000 √
6 0.229 0.070 3.252 0.001 √
7 0.800 0.048 16.620 0.000 √
8 0.236 0.068 3.453 0.001 √
Keterangan: tanda √=signifikan (t>1.96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, dapat dilihat bahwa terdapat delapan item yang
signifikan. Item yang signifikan tidak di drop dan digunakan dalam analisis uji
hipotesis. Dan pada skala ini, semua item signifikan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa dari skala pemanfaatan emosi terdapat 8 item yang signifikan.
3.5 Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Penelitan
melakukan uji realibilitas karena pengukuran yang memilki reliabilitas tinggi,
yaitu mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya. Untuk mencari nilai
estimasi reliabilitas dari instrument yang digunakan, peneliti menggunakan
tekhnik Alpha Cronbach dalarh penghitungannya adalah dengan menggunakan
program SPSS versi 20. Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji reliabilitas
kepada tiga skala yang digunakan. Hasil yang ditunjukan pada penelitian ini
adalah skala kinerja memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.947. Skala modal
psikologis memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.970. Dan skala kecerdasan
emosional memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.877. Diketahui nilai Alpha
Cronbach ketiga skala memiliki nilai reliabilitas diatas 0.8, kemudian
57
dibandingkan dengan nilai r tabel pada distribusi nilai r tabel signifikansi 5% yaitu
sebesar 0.159. Kesimpulan dari nilai Alpha Cronbah ketiga skala lebih besar dari
rtabel = 0.159, hal ini menunjukan bahwa ketiga skala cukup reliabel untuk
digunakan dalam penelitian ini.
3.6 Metode Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple regression yang
berfungsi untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditunjukkan untuk
mengetahui besarnya pengaruh dari variabel independen (IV), yaitu kecerdasan
emosional dan modal psikologi terhadap kinerja sebagai variabel dependen (DV).
multiple regression merupakan metode statistika yang digunakan untuk
membentuk model hubungan terikat (dependen respon; Y) dengan lebih dari satu
variabel terikat (independent; predictor; X).
Persamaan garis regresi penelitian adalah:
Keterangan:
Y = kinerja
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1 = efikasi diri
X2 = harapan
X3 = optimisme
X4 = resiliensi
X5 = persepsi emosi
X6 = pengaturan emosi diri
X7 = penanganan emosi orang lain
X8 = pemanfaatan emosi
e = residual
Y = a+b1X1+ b2X2+ b3X3+…….. b8X8+e
58
Kemudian untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan
model yang paling sesuai (memiliki eror terkecil), maka peneliti akan melakukan
pengujian dan analisis sebagai berikut:
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara kinerja dengan efikasi diri, harapan, optimisme,
resiliensi, persepsi emosi, pengaturan emosi diri, penanganan emosi orang lain,
dan pemanfaatan emosi. Besarnya kinerja yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau
R2. R
2 menunjukkan variasi atau perubahan variabel independen (Y) disebabkan
variabel dependen (X) atau merupakan proporsi varians dari salesperson
performance yang dijelaskan oleh independent variable.
Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau tidak, maka
peneliti akan melakukan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan, akan terlihat
apakah variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap variabel
dependen.
Uji t digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan variabel
dependen (X) signifikan terhadap variabel independen (Y) secara sendiri-sendiri
atau parsial. Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel dependen
(X) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variabel independen (Y). Hasil
uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan oleh peneliti nantinya.
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian
yang disumbangkan oleh masing masing IV dalam mempengaruhi DV. Dalam hal
ini peneliti melakukannya melakui analisis regresi berganda yang bersifat
59
berjenjang atau stepwise. Artinya dilakukan analisis regresi berulang-ulang
dimulai dengan hanya satu IV kemudian dengan dua IV, dilanjutkan dengan tiga
IV, dan seterusnya sampai IV ke delapan. Setiap kali dilakukan analisis regresi
akan diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahan IV baru diharpakan terjadi
peningkatan R2
secara signifikan.
Jika pertambahan R2
(R2
change) signifikan secara statistik maka berarti
IV baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara statistik maupun dalam
upaya memprediksi DV serta untuk menguji hipotesis apakah IV bersangkutam
signifikan pengaruhnya. Setiap pertambahan R2
ketika satu IV baru ditambahkan
adalah menunjukan besarnya sumbangan unik IV terebut terhadap bervariasinya
DV setelah pengaruh dari beberapa IV terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh
sebab itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
60
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek di dalam penelitian ini adalah 215 orang konsultan Oriflame yang
tergabung dalam Inspire Team cabang Daan Mogot, Jakarta Barat. Mayoritas dari
subjek penelitian ini perempuan, yaitu sebanyak 96.30%, sisanya yaitu laki-laki
sebanyak 3.70%
Dalam penelitian ini membagi rentang usia dengan empat kategori, yaitu
rentang usia ≤ 20 tahun, usia 21-25 tahun, usia 26-30 tahun, dan usia ≥ 31 tahun.
Persantase subjek dalam penelitian ini menurut rentang usia adalah ≤ 20 tahun,
yaitu sebanyak 29.77%, rentang usia 21-25 tahun sebanyak 54.42%, rentang usia
26-30 tahun sebanyak 13.02% dan sisanya sebanyak 2.79% berada di rentang usia
≥ 31 tahun.
4.2 Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan analisis deskriptif dari kinerja. Adapun skor yang
digunakan melakukan analisis statistik pada penelitian ini adalah skor murni (t-
score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini dilakukan
untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil penelitian
dependent variable yang diteliti, dengan demikian raw score pada variabel harus
diletakkan pada skala yang sama. Hal ini dilakukan dengan mentransformasi raw
score menjadi z-score.
61
Untuk menjelaskan gambaran umum deskripsi statistik dari variabel yang
diteliti, acuan dalam perhitungan ini adalah skor mean, median, standar deviasi,
nilai minimum, dan nilai maksimum dari independent variable. Skor tersebut
disajikan dalam tabel 4.1 di bawah ini
Tabel 4.1
Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden
N Minimum Maksimum Mean Std.
Deviation
Kinerja 215 0,00 20,000,000 1,454,456 3,107,255
Self Efficacy 215 12 24 19.48 2.59
Hope 215 11 24 18.65 2.95
Optimism 215 11 24 20.14 2.41
Resiliency 215 12 24 19.31 2.36
Perception of emotions 215 18 31 25.14 2.77
Managing emotions 215 17 32 25.72 2.73
Social skill 215 18 32 25.22 2.96
Utilizing emotions 215 15 54 24.88 3.69
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa nilai minimum dari variabel
kinerja adalah 0,00, maksimum 20,000,000, mean 1,454,456 dan standar deviasi
3,107,255. Variabel self efficacy memiliki nilai minimum 12. maksimum 24.
mean 19.48, dan standar deviasi 2.59. Variabel hope memiliki nilai minimum 11,
maksimum 24, mean 18.65, dan standar deviasi 2.95. Variabel optimism memiliki
nilai minimum 11, maksimum 24, mean 20.14, dan standar deviasi 2.41. Variabel
resiliency memiliki nilai minimum 12, maksimum 24, mean 19.31, dan standar
deviasi 2.36. Variabel perception of emotions memiliki nilai minimum 18,
maksimum 31, mean 25.14, dan standar deviasi 2.77. Variabel managing
emotions memiliki nilai minimum 17, maksimum 32, mean 25.72, dan standar
deviasi 2.73. Variabel social skill memiliki nilai minimum 18, maksimum 32,
mean 25.22, dan standar deviasi 2.96. Variabel utilizing emotions memiliki nilai
minimum 15, maksimum 54, mean 24.88, dan standar deviasi 3.69.
62
4.2.1 Kategorisasi variabel
Peneliti menggunakan informasi pada tabel yang telah disajikan sebelumnya
sebagai acuan untuk membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini
menggunakan true score yang skalanya telah dipindah dengan menggunakan
rumus t score. Nilai tersebut menjadi batas bagi peneliti untuk menentukan
kategorisasi rendah dan tinggi dari masing-masing variabel penelitian. Pedoman
interpretasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Pedoman Interpretasi Skor Variabel
Kategori Norma
Tinggi X>Mean
Rendah X<Mean
Uraian megenai gambaran kategorisasi skor variabel secara keseluruhan
berdasarkan tinggi rendahnya tiap variabel dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah.
Tabel 4.3
Kategorisasi Skor Variabel pada Keseluruhan Responden
Variabel Frekuensi %
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Kinerja 105 110 48.84 51.56
Self Efficacy 100 115 46.51 53.49
Hope 119 96 55.35 44.65
Optimism 98 117 45.58 54.42
Resiliency 98 117 45.58 54.42
Perception of emotions 90 125 41.86 58.14
Managing emotions 99 116 46.05 53.95
Social skill 81 134 37.67 62.33
Utilizing emotions 113 102 52.56 47.44
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 215 subjek penelitian,
terlihat pada variabel kinerja skor tinggi sebanyak 48.84% dan rendah sebanyak
51.56%. Pada variabel self efficacy skor tinggi sebanyak 46.51% dan rendah
sebanyak 53.49%. Pada variabel hope skor tinggi sebanyak 55.35% dan rendah
sebanyak 44.65%. Pada variabel optimism skor tinggi sebanyak 45.58% dan
63
rendah sebanyak 54.42%. Pada variabel resiliency skor tinggi sebanyak 45.58%
dan rendah sebanyak 54.42%. Pada variabel perception of emotions skor tinggi
sebanyak 41.86% dan rendah sebanyak 58.14%. Pada variabel managing emotions
skor tinggi sebanyak 46.05% dan rendah sebanyak 53.95%. Pada variabel social
skill skor tinggi sebanyak 37.67% dan rendah sebanyak 62.33%. Pada variabel
utilizing emotions skor tinggi sebanyak 52.56% dan rendah sebanyak 47.44%.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 20.0. Pada saat melakukan uji regresi
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu, melihat besaran R-
square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada dependent variable
yang dijelaskan oleh independent variable, yang berikutnya adalah melihat
apakah independent variable berpengaruh signifikan terhadap dependent variable,
dan kemudian melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing independent variable.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan
oleh independent variable. Untuk tabel R-square, dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 4.4
Tabel R-square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .434a .189 .157 9.181
a. Predictors: (Constant), self efficacy, hope, optimism, resiliency, perception of emotions,
managing emotions, social skills, utilizing emotions.
b. Dependent Variable: kinerja
64
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa perolehan R Square sebesar 0.189
atau 18.9%. Artinya, proporsi varians dari kinerja yang dijelaskan self efficacy,
hope, optimism, dan resiliency, perception of emotions, managing emotions,
social skills, utilizing emotions adalah sebesar 18.9%, sedangkan 81.1% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah berikutnya, peneliti menganalisis dampak dari seluruh
independent variable terhadap kinerja. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
4.5 berikut:
Tabel 4.5
Tabel Anova Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 4035.153 8 504.394 5.984 .000b
Residual 17364.847 206 84.295
Total 21400.000 214
a. Dependent Variable: kinerja
b. Predictors: (Constant), self efficacy, hope, optimism, resiliency, perception of emotions,
managing emotions, social skills, utilizing emotions.
Diketahui bahwa nilai signifikansi lebih kecil (p<0.05), maka hipotesis
nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent
variable terhadap dependent variable, yaitu kinerja ditolak. Artinya, ada pengaruh
yang signifikan dari self efficacy, hope, optimism, resiliency perception of
emotions, managing emotions, social skills, dan utilizing emotions terhadap
kinerja.
Langkah terakhir adalah melihat nilai dari koefisien regresi dari setiap
independent variable. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut
signifikan, berarti independent variabel memiliki dampak yang signifikan
terhadap kinerja. Dan jika nilai t < 1.96 maka koefisien regresi tersebut tidak
signifikan. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.6 berikut:
65
Tabel 4.6
Tabel Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 33.043 4.038 8.184 .000
Self Efficacy -.055 .119 -.055 -.461 .645
Hope .431 .104 .431 4.132 .000
Optimism -.356 .102 -.356 -3.492 .001
Resiliency .258 .101 .258 2.544 .012
Perception of emotions .006 .083 .006 .075 .941
Managing emotions .051 .107 .051 .473 .637
Social skill -.116 .107 -.116 -1.085 .279
Utilizing emotions .120 .087 .120 1.382 .169
a. Dependent Variable: kinerja
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6, dapat disampaikan
persamaan regresi sebagai berikut: (*signifikan)
Kinerja = 33.043 – 0.55 * self efficacy + 0.431 * hope - 0.356 * optimism +
0.258 * resiliency + 0.006 * perception of emotions + 0.051 *
managing emotions - 0.116 * social skill + 0.120 * utilizing emotions
Dari tabel 4.6, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, dapat melihat nilai sig. Pada kolom paling kanan (kolom ke-6), jika p
< 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap
kinerja dan sebaliknya. Dari hasil di atas, koefisien regresi hope, optimism, dan
resiliency memiliki pengaruh yang signifikan, sedangkan sisanya tidak.
Penjelasan nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah
sebagai berikut:
1. Variabel self efficacy: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.055 dengan
signifikansi 0.645 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel self efficacy
pengaruhnya tidak signifikan terhadap kinerja.
66
2. Variabel hope: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.431 dengan
signifikansi 0.000 (p < 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel hope secara
positif dan signifikan memengaruhi kinerja. Jadi, semakin tinggi hope maka
semakin tinggi kinerja.
3. Variabel optimism: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.356 dengan
signifikansi 0.001 (p < 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel optimism
secara positif dan signifikan memengaruhi kinerja. Jadi, semakin rendah
optimism maka semakin tinggi kinerja.
4. Variabel resiliency: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.258 dengan
signifikansi 0.012 (p < 0.05). Hal tersebut berarti bahawa variabel resiliency
secara positif dan signifikan memngaruhi kinerja. Jadi, semakin tinggi
resiliency maka semakin tinggi kinerja.
5. Variabel perception of emotions: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.006 dengan signifikansi 0.941 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa
variabel perception of emotions tidak signifikan pengaruhnya terhadap kinerja.
6. Variabel managing emotions: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.051
dengan signifikansi 0.637 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel
managing emotions tidak signifikan pengaruhnya terhadap kinerja.
7. Variabel social skill: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.116 dengan
signifikansi 0.279 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel social skill
tidak signifikan pengaruhnya terhadap kinerja.
67
8. Variabel utilizing emotions: diperoleh nilai koefisien regresi yaitu sebesar
0.120 dengan signifikansi 0.169 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa
variabel utilizing emotions tidak signifikan pengaruhnya terhadap kinerja.
Pada tabel 4.6 di atas, dari tiga IV (hope, optimism, dan resiliency) yang
berpengaruh signifikan terhadap DV (kinerja) dapat diketahui variabel yang
memiliki pengaruh lebih besar. Pada penelitian ini, hope memiliki koefisien (beta)
0.431 yang memberikan pengaruh paling besar terhadap DV. Untuk melihat
perbandingan besar kecilnya pengaruh tiap IV terhadap DV dapat diketahui
dengan dua cara, yaitu melihat signifikansi (p) dan melihat Standardized
coefficients (beta) (Umar, 2011). Maka dari tabel diatas dapat diketahui
perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai
berikut:
1. Hope dengan beta = 0.431
2. Optimisme dengan beta = -0.356
3. Resiliency dengan beta = 0.258
Analisis Proporsi Varians
Pengujian pada tahapan ini dilakukan bertujuan untuk dapat melihat apakah
signifikan atau tidaknya penambahan proporsi varians dari tiap independent
variable, yang mana independent variable akan dianalisis secara satu per satu.
Tabel kolom pertama adalah independent variable yang dianalisis secara satu per
satu, lalu dilihat di kolom ketiga yang merupakan total penambahan varians
dependent variable dari tiap independent variable yang dianalisis satu per satu,
lalu dilihat di kolom keenam, kolom keenam ini merupakan nilai murni varians
68
dependent variable dari tiap independent variable yang dimasukkan sat per satu,
lalu dilihat di kolom df adalah derajat bebas bagi independent variable yang
bersangkutan, yang terdiri dari numerator dan denumerator. Kolom terakhir yang
dilihat adalah kolom sig. F Change yang fungsinya untuk mengetahui
signifikansinya. Di dalam kolom ini dilihat, apabila nilai p < 0.05 maka
independent variable memiliki sumbangan yang signifikan, artinya penambahan
proporsi varians dari independent variable yang bersangkutan, dampaknya
signifikan. Dan sebaliknya, apabila nilai p > 0.05 maka independent variable yang
bersangkutan, dampaknya tidak signifikan. Besarnya proporsi varians pada kinerja
dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variable
Dari tabel 4.7 dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel self efficacy memberikan sumbangan sebesar 5.9% dalam varians
kinerja dan pengaruhnya signifikan.
2. Variabel hope memberikan sumbangan sebesar 6.9% dalam varians kinerja
dan pengaruhnya signifikan.
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .244a .059 .055 9.72080 .059 13.470 1 213 .000
2 .358a .128 .120 9.38030 .069 16.744 1 212 .000
3 .391a .153 .141 9.26866 .025 6.138 1 211 .014
4 .422a .178 .162 9.15342 .025 6.346 1 210 .013
5 .422a .178 .158 9.17520 .000 .004 1 209 .950
6 .422a .178 .154 9.19646 .000 .035 1 208 .852
7 .425a .181 .153 9.20139 .003 .777 1 207 .379
8 .434a .189 .157 9.18125 .008 1.909 1 206 .169
a. Predictors: (Constant), self efficacy, hope, optimism, resiliency, perception of emotions,
managing emotions, social skills, utilizing emotions
69
3. Variabel optimism memberikan sumbangan sebesar 2.5% dalam varians
kinerja dan pengaruhnya signifikan.
4. Variabel resiliency memberikan sumbangan sebesar 2.5% dalam varians
kinerja dan pengaruhnya signifikan
5. Variabel perception of emotions memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam
varians kinerja dan pengaruhnya tidak signifikan.
6. Variabel managing emotions memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam
varians kinerja dan pengaruhnya tidak signifikan.
7. Variabel social skill memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam varians
kierja dan pengaruhnya tidak signifikan.
8. Variabel utilizing emotions memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam
varians kinerja dan pengaruhnya tidak signifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga IV, yaitu hope,
optimism, dan resiliency yang signifikan sumbangannya terhadap kinerja. Jika
dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan
penambahan IV (sumbangan proporsi varians yang diberikan).
70
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
diperoleh kesimpulan dari penelitian ini, bahwa secara keseluruhan ada pengaruh
yang signifikan antara modal psikologis dan kecerdasan emosional terhadap
kinerja. Berdasarkan proporsi varians yang telah dihitung, diperoleh hasil bahwa
modal psikologis dan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh
independent variabel (IV) terhadap dependent variabel (DV). Maka hipotesis
mayor dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara modal psikologis dan kecerdasan emosional terhadap kinerja
tidak ditolak.
Kemudian, peneliti menguji hipotesis untuk mengetahui signifikansi dari
masing-masing koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV), diperoleh hasil bahwa dari delapan variabel, ternyata terdapat tiga
variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap kinerja, yaitu harapan, optimisme,
dan resiliensi. Sedangkan variabel efikasi diri, persepsi emosi, pengaturan emosi
diri, penanganan emosi orang lain, dan pemanfaatan emosi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja.
71
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara variabel modal
psikologis dan kecerdasan emosional, dari delapan variabel, terdapat tiga variabel
yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja. Ketiga variabel tersebut
adalah harapan, optimisme, dan resiliensi.
Pada penelitian ini terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Dibuktikan dengan adanya penelitian
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang ada antara kinerja dan
kecerdasan emosional telah diantisipasi. Fakta bahwa kecerdasan emosional
secara signifikan terkait dengan kinerja penjualan mungkin memiliki implikasi
yang berharga bagi perekrut penjualan, pelatih, dan manajer. Kecerdasan
emosional telah dideskripsikan sebagai komponen diri sendiri yang dapat
menerima perubahan dan pengembangan. Dengan demikian, dengan
mengevaluasi tingkat kecerdasan emosional seseorang, seorang tenaga penjualan
mungkin dapat mengidentifikasi bidang-bidang di mana peningkatan mungkin
diperlukan. Sejalan dengan itu, manajer tenaga penjualan dan pelatih penjualan
dapat mengidentifikasi bidang kekuatan dan kelemahan yang dapat berguna dalam
pelatihan dan penugasan pekerjaan. Jika diteliti dan divalidasi secara memadai,
dapat dibayangkan bahwa kecerdasan emosional mungkin berguna sebagai alat
seleksi dan rekrutmen.
Kompetensi kecerdasan emosional kesadaran emosional dan kontrol diri /
lainnya penting dalam kinerja penjualan. Temuan ini secara empiris
72
mendukung gagasan bahwa kecerdasan emosional secara langsung terkait
dengan kinerja pada berbagai tugas (Goleman 1995).
Sebagaimana yang disebutkan dalam penelitian Luthans, Youssef, &
Avolio (2007) menjelaskan PsyCap hope sebagai harapan yang dimiliki
individu untuk mencapai tujuan dan keyakinan bahwa individu tersebut
bertanggung jawab secara pribadi terhadap tujuannya sendiri serta dapat
mencari alternatif jalan untuk mencapai tujuannya ketika menemukan suatu
hambatan. Didasari oleh pengertian ini, PsyCap hope dapat dimengerti dalam
pengertian kognitif atau pemikiran di mana individu mampu membuat tujuan
yang realistis namun menantang dan mencapai tujuan tersebut dengan mandiri,
energi, dan persepsi yang berfokus pada kontrol personal atau sebagai
kemampuan individu dalam memfokuskan usaha mereka untuk mencapai
tujuan dan membuat strategi alternatif dalam mencapai tujuan tersebut ketika
menemukan hambatan dalam mencapainya.
Optimisme dalam penelitian ini berarti sebagai explanatory atau
attributional style. Anggapan ini didasari oleh pernyataan Martin Seligman yang
mendefinisikan optimisme sebagai explanatory style yang mengatribusi kejadian
positif secara personal, permanen, dan pervasif dan kejadian negatif secara
eksternal, sementara, dan terjadi pada situasi spesifik saja (tidak menyeluruh atau
pervasif), sedangkan pesimistis sebaliknya. Namun perlu diperhatikan bahwa
individu yang terlalu atau over optimistic tidak dapat dikatakan baik karena
individu dapat menerima tantangan yang sebenarnya terlalu ekstrim atau
membahayakan bagi dirinya ataupun orang lain. Untuk itu, Peterson (dalam
73
Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) menekankan agar individu memiliki “flexible
optimism” dan Schneider (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) menekankan
agar memiliki “realistic optimism”. Optimisme yang harus dimiliki ialah yang
efektif dan tidak ekstrim, serta harus dipandang sebagai pembelajaran untuk
disiplin diri, analisis hal-hal yang terjadi di masa lampau, perencanaan kontingen,
dan program preventif yang tepat. Sehingga individu dengan optimisme yang
positif, efektif, fleksibel, dan realistis dapat menikmati implikasinya baik secara
kognitif maupun emosional karena mampu bertanggung jawab atas kesuksesannya
dan memiliki kontrol atas tujuan pribadinya tanpa mengambil resiko berbahaya
baik bagi dirinya maupun orang lain secara tidak sadar.
Sedangkan, resiliensi dalam penelitian ini tidak hanya memiliki arti
kemampuan untuk menjadi teguh kembali setelah ditimpa kejadian atau hal buruk
atau kesulitan, namun juga menjadi lebih positif dan menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Suatu faktor yang mempengaruhi kualitas resiliensi individu ialah
gaya kepemimpinan orang yang berkuasa terhadap dirinya. Gaya kepemimpinan
yang berpengaruh positif terhadap perkembangan resiliensi ialah transformasional
yang dapat dirasakan dari kharisma, pengaruh idealis, stimulasi intelektual, dan
pertimbangan individualisasi orang yang berkuasa atas diri individu. Sedangkan
gaya kepemimpinan yang berpengaruh negatif terhadap resiliency ialah
transaksional.
Pada penelitian ini, terdapat lima variabel yang tidak memberikan pengaruh
secara signifikan terhadap kinerja, yaitu efikasi diri, persepsi emosi, pengaturan
emosi diri, penanganan emosi orang lain, dan pemanfaatan emosi. Efikasi diri
74
dalam penelitian ini merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan diri seseorang
mengenai kemampuannya dalam mengerahkan motivasi, sumber-sumber kognisi,
dan melakukan sejumlah tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
dalam melaksanakan tugas pada konteks tertentu. Orang-orang dengan efikasi diri
tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut, memiliki target yang tinggi untuk
diri sendiri dan secara sadar memilih tugas yang sulit, menyukai dan
mengembangkan diri dengan adanya tantangan, memiliki motivasi pribadi yang
tinggi, memberikan usaha untuk mencapai tujuan, ketika menemui kesulitan
mereka bertahan. Dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang siginifikan.
5.3 Saran
Setelah melalui seluruh proses dan penyusunan laporan hasil penelitian, peneliti
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penelitian ini. Oleh karena itu,
peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan praktis agar
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, supaya
penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pembaca, orang tua, dan masyarakat
umum, sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Saran untuk penelitian selanjutnya, dapat diteliti kinerja pada sampel
perusahaan lain yang sama dengan sistem kerja oriflame. Bisa juga
meneliti dengan sampel laki-laki yang lebih banyak, kemudian dilakukan
perbandingan kinerja laki-laki dan perempuan.
2. Dari dua variabel besar yang diteliti pengaruhnya terhadap kinerja, yaitu
model psikologis dan kecerdasan emosional jika menggunakan lebih
75
banyak variabel independen lagi mungkin akan terlihat lebih besar lagi
pengaruhnya. Dan gunakan variabel yang lain agar semua dimensi
memiliki pengaruh yang signifikan.
5.3.2 Saran praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa dimensi harapan, optimisme,
dan resiliensi dari modal psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Untuk itu, peneliti menyarankan agar para konsultan Oriflame dapat
mengembangkan modal psikologis dan kecerdasan emosional yang dimiliki, agar
mereka bisa meningkatkan kinerja mereka dari sebelumnya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Baldauf, A., Cravens, D. W., & Piercy, N. F. (2001). Examining Business
Strategy, Sales Management, and Salesperson Antecendents of Sales
Organization Effectiveness. Journal of Personal Selling & Management,
Vol. XXI, Number 2 (Spring). p. 109222.
Clothier, P.J. (1994). Meraup Uang dengan MLM: Pedoman Praktis Menuju
Network Selling yang Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Consultant Manual.Getting Started.The Oriflame Opportunity
Desita (2016). Apa itu Oriflame? Tentang bisnis dan perusahaan. Di unduh
tanggal 1 Maret 2017 dari http://kukerjadirumah.com/apa-itu-oriflame-
tentang-bisnis-dan-perusahaan/
Dharma, A. (1991). Manajemen Prestasi. Jakarta: Rajawali Press
Gibson, R. S. (2005). Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New
York: Oxford University Press Inc.
Goleman, D. Ecological Intelligence. Kecerdasan ekologi. Lina Y. (terj). 2009.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
https://www.apli.or.id/
https://id.oriflame.com/business-opportunity
Jewell, L.N., & Siegall, M. (1990). Psikologi Industri Organisasi Modern (2nd
ed.). In Danuyasa (Ed.). Jakarta: Arcan.
Keegan, W. J. (2003). Manajemen Pemasaran Global. Jakarta: PT Indeks
Gramedia.
Kukila, Aditayani Indra. (2001). Kecerdasan Emosional dan Prestasi Kerja Agen
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra 1912 Cabang Jateng II/Yogyakarta.
Skripsi, f. Psikologi UGM
Luthans, F., J. B. Avolio, Fred O. Walumbwa and Weixing Li. (2006). The
Psychological Capital of Chinese Workers: Exploring the Relationship
with Performance: Management and Organization Review. Blackwell
Publishing Ltd, Oxford. UK.
77
Luthans, F., Avey, J. B. Avolio, B.J., Norman, S. M. & Combs, G. M. (2007).
Positive Psychological Capital: Measurement and relationship with
Performance and Satisfaction. Personnel Psychology, 60, 541-572.
Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological capital:
Developing the human competitive edge. New York: Oxford University
Press.
Luthans, & Fred. Perilaku Organisasi.(terj). 2007. Yogyakarta: Andi
Mathis, Robert L. dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Pertama Salemba Empat, Jakarta
Pabundu Tika. (2006). Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Prayitno. (1998). Pelayanan bimbingan dan konseling sekolah menengah umum
(SMU). Padang: Penebar Aksara.
Salovey, P & Mayer, J D. (1999). Emotional Inteligence. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Santoso, B. (2003). All about MLM. Memahami lebih jauh dan pernak perniknya.
Yogyakarta: Andi.
Schutte, N. S., Malouff, J. M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., Cooper, J. T., Golden,
C. J., et al. (1998). Development and validation of a measure of emotional
intelligence. Personality and Individual Differences, 25, 167-177.
doi:10.1016/S0191-8869(98)00001-4
Seligman, E. P. M., & Peterson, C. (2004). Character Strengths and Virtues, A
Handbook and Classification. American Psychological Association. New
York: Oxford University Press.
Sevilla, C. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Slaski, M, & Cartwright, S. (2003). Emotional intelligence training and it
simplications for stress, health and performance. Stress and Health, 19,
233-239.
Tjakraatmadja, Jann Hidajat and Febriansyah, Hary. (2007) “The Influence
Differences of National Admission Test (SPMB) Psychological Capital
and Learning Environment Toward The Academic Achievement Index
(GPA) Of Engineering and Management ITB Students”. Proceeding of
The 24th Pan Pacific Conference. New Zealand
Tjakraatmadja, Jann Hidajat dan Febriansyah, Hary. (2006). ”Pengaruh Nilai
SPMB dan Psikotest Terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa Yang
Dipengaruhi Oleh Modal Psikologi dan Lingkungan Belajar, Studi Kasus
78
Mahasiswa ITB”, 2006. ICTOM Proceeding. Sekolah Bisnis dan
Manjemen ITB
Umar, Husein. (2010). Desain penelitian msdm dan perilaku karyawan :
Paradigma positivistik dan berbasis pemecahan masalah. Jakarta:
Rajawali Pers.
79
LAMPIRAN
Lampiran 1 – Kuesioner Penelitian
INFORMED CONSENT
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Salam Sejahtera
Dengan hormat,
Saya Sarah Agustira mahasiswi tingkat akhir Program Strata 1 (S1) Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan
penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, sangat
diharapkan sekali kesediaan Anda untuk berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini.
Anda diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan dengan mengisi
kuesioner yang terlampir dengan mengikuti petunjuk pengisian yang telah
diberikan. Tidak ada jawaban BENAR atau SALAH dalam kuesioner ini.
Jawaban terbaik adalah jawaban yang sesuai dengan kesadaran diri, perasaan, dan
pikiran Anda tanpa pengaruh apapun dan siapapun. Kejujuran Anda dalam
melengkapi kuesioner ini sangat Saya harapkan. Adapun informasi atau data yang
Anda berikan dalam penelitian ini akan DIJAGA KERAHASIAANNYA dan
digunakan hanya untuk kepentingan penelitian saja.
Atas bantuan dan kerjasama Anda dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat peneliti,
(Sarah Agustira)
80
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini : (WAJIB DIISI)
Nama/Inisial :
*Jenis Kelamin : Laki-laki / perempuan
Usia : tahun
Lama Bekerja :
Jenjang Karir / Level :
Bonus Point :
Jumlah Orang / Tim :
Bonus (Rp) :
Email :
Jakarta, September 2017
*Coret yang tidak perlu ( )
81
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini berisi pernyataan, tidak ada jawaban benar atau salah. Sebelum
mengisi pernyataan tersebut, baca dan pahamilah dengan seksama setiap
pernyataan yang diberikan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah
pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberikan tanda
checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia.
Adapun kolom pilihan jawaban yang tersedia sebagai berikut :
SS : Bila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut.
S : Bila Anda Setuju dengan pernyataan tersebut.
TS : Bila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
STS : Bila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
Contoh :
Pernyataan SS S TS STS
Saya gemar menyanyi
Artinya: Anda setuju dengan pernyataan “saya gemar menyanyi”
Bagian I
Pernyataan SS S TS STS
Saya memiliki kepercayaan diri tinggi
Saat berada di bawah tekanan, saya
memikirkan cara untuk keluar dari keadaan
sulit tersebut
Saya lebih memilih mengikuti lebih dari satu
jalan untuk mencapai tujuan
Ketika saya tidak yakin akan sesuatu, saya mengharapkan yang terbaik
Saya merasa mood terbaik saya ketika berada dalam situasi yang menantang
Saya memiliki kemauan yang kuat untuk
mencapai tujuan saya
Saya mengembalikan mood normal saya dengan
cepat setelah kejadian yang tidak
menyenangkan
Saya mudah merasa tenang
Saya menghadapi banyak masalah dan saya bisa menyelesaikannya
Saya memiliki beberapa cara untuk mengatasi masalah yang mungkin saya hadapi
Saya menikmati berurusan dengan kejadian
baru dan tidak biasa
82
Saya selalu optimis tentang masa depan saya
Saya mempercayai diri saya dalam menemukan
solusi ketika menghadapi situasi yang salah
Saya merasa bahwa saya telah mencapai
kesuksesan besar dalam karir saya
Saya biasanya berhasil membentuk kesan
positif tentang orang lain
Saya mengharapkan perihal untuk memastikan kelanjutan dalam mencapai tujuan saya
Saya berpikir bahwa saya memiliki kesempatan
yang sangat bagus dalam menyesuaikan tujuan
hidup saya
Saya bisa memikirkan lebih dari satu cara untuk mencapai tujuan saya
Saya lebih memilih pekerjaan yang baru dan menantang
Saat saya merasa marah pada kinerja pekerjaan,
saya menundanya di lain waktu
saya menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu dan tidak menunggu sampai menit terakhir
Sebagian besar tujuan saya telah tercapai
Saya mengatasi perasaan marah yang mungkin saya alami terhadap orang tertentu
Saya mengharapkan kejadian menyenangkan, bukan kejadian yang tidak menyenangkan
Bagian II
Pernyataan SS S TS STS
Saya tahu kapan harus berbicara tentang
masalah pribadi saya kepada orang lain
Saat menghadapi rintangan, saya ingat saat
menghadapi hambatan yang sama dan
mengatasinya
Saya berharap bahwa saya akan melakukannya
dengan baik pada kebanyakan hal yang saya
coba
Ada orang yang merasa mudah untuk
menceritakannya kepada saya
Saya merasa sulit untuk memahami pesan non-
verbal orang lain
Beberapa peristiwa besar dalam hidup saya
telah membuat saya mengevaluasi kembali apa
yang penting dan tidak penting
83
Saat mood saya berubah, saya melihat
kemungkinan baru
Emosi adalah salah satu hal yang membuat
hidup saya layak untuk dijalani
Saya menyadari emosi saya saat mengalaminya
Saya berharap hal baik terjadi
Saya suka berbagi emosi dengan orang lain
Ketika saya mengalami emosi positif, saya tahu
bagaimana membuatnya bertahan
Saya mengatur acara yang disukai orang lain
Saya mencari kegiatan yang membuat saya
bahagia
Saya sadar akan pesan non-verbal yang saya
kirim kepada orang lain
Saya menampilkan diri dengan cara yang
membuat kesan baik pada orang lain
Saat saya dalam suasana hati yang positif,
memecahkan masalah itu mudah bagi saya
Dengan melihat ekspresi wajah mereka, saya
mengenali emosi yang dialami orang
Saya tahu mengapa emosi saya berubah
Saat saya dalam suasana hati yang positif, saya
bisa menemukan ide baru
Saya memiliki kendali atas emosi saya
Saya dengan mudah mengenali emosi saya saat
saya mengalaminya
Saya memotivasi diri saya dengan
membayangkan hasil yang baik untuk tugas
yang saya lakukan
Saya memuji orang lain ketika mereka telah
melakukan sesuatu dengan baik
Saya sadar akan pesan non-verbal yang dikirim
orang lain
Ketika orang lain menceritakan tentang sebuah
peristiwa penting dalam hidupnya, saya hampir
merasa seolah-olah saya mengalami kejadian ini
sendiri
Ketika saya merasakan perubahan emosi, saya
cenderung mengemukakan gagasan baru
84
Saat menghadapi tantangan, saya menyerah
karena saya yakin saya akan gagal
Saya tahu apa yang orang lain rasakan hanya
dengan melihat mereka
Saya membantu orang lain merasa lebih baik
saat mereka berada di bawah
Saya menggunakan suasana hati yang baik
untuk membantu diri saya terus mencoba
menghadapi hambatan
Saya dapat mengetahui bagaimana perasaan
orang dengan mendengarkan nada suaranya
Sulit bagi saya untuk mengerti mengapa orang
merasakan apa yang mereka lakukan
Mohon periksa kembali jawaban Saudara/I, jangan sampai ada pernyataan yang
terlewatkan.
TERIMA KASIH
85
Lampiran 2 – Syntax Uji Validitas Data
MODAL PSIKOLOGIS
Syntax Uji Validitas Konstruk Efikasi Diri
TITLE:UJI VALIDITAS SE;
DATA: FILE IS SE.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE SE1-SE6;
USEVAR ARE SE1-SE6;
CATEGORICAL ARE SE1-SE6;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY SE1-SE6;
SE5 WITH SE4; SE6 WITH SE1; SE6 WITH SE2;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
Syntax Uji Validitas Konstruk Harapan
TITLE:UJI VALIDITAS HOPE;
DATA: FILE IS HOPE.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE H1-H6;
USEVAR ARE H1-H6;
CATEGORICAL ARE H1-H6;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY H1-H6;
H6 WITH H4;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
86
Syntax Uji Validitas Konstruk Optimisme
TITLE:UJI VALIDITAS OPTIMISM;
DATA: FILE IS OPTIMISM.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE O1-O6;
USEVAR ARE O1-O6;
CATEGORICAL ARE O1-O6;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY O1-O6;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
Syntax Uji Validitas Konstruk Resiliensi
TITLE:UJI VALIDITAS RESILIENCY;
DATA: FILE IS RESILIENCY.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE R1-R6;
USEVAR ARE R1-R6;
CATEGORICAL ARE R1-R6;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY R1-R6;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
87
KECERDASAN EMOSIONAL
Syntax Uji Validitas Persepsi Emosi
TITLE:UJI VALIDITAS POE;
DATA: FILE IS POE.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE P1-P9;
USEVAR ARE P1-P9;
CATEGORICAL ARE P1-P9;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY P1-P9;
P9 WITH P1; P7 WITH P2; P7 WITH P3;
P9 WITH P2; P9 WITH P7; P2 WITH P1;
P7 WITH P1; P8 WITH P1; P3 WITH P2;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
Syntax Uji Validitas Mengelola Emosi dalam Diri
TITLE:UJI VALIDITAS MES;
DATA: FILE IS MES.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE M1-M8;
USEVAR ARE M1-M8;
CATEGORICAL ARE M1-M8;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY M1-M8;
M4 WITH M1; M6 WITH M3; M4 WITH M3;
M8 WITH M6;
PLOT: TYPE=PLOT3;
88
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
Syntax Uji Validitas Keterampilan Sosial atau Mengelola Emosi Orang Lain
TITLE:UJI VALIDITAS SS;
DATA: FILE IS SS.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE SS1-SS8;
USEVAR ARE SS1-SS8;
CATEGORICAL ARE SS1-SS8;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY SS1-SS8;
SS8 WITH SS5; SS4 WITH SS1; SS3 WITH SS1;
SS6 WITH SS2; SS6 WITH SS3;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
Syntax Uji Validitas Memanfaatkan Emosi
TITLE:UJI VALIDITAS UE;
DATA: FILE IS UE.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE U1-U8;
USEVAR ARE U1-U8;
CATEGORICAL ARE U1-U8;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000;
MODEL: EXTRA BY U1-U8;
U6 WITH U3;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL);
!SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
89
Lampiran 3 – Path Diagram
MODAL PSIKOLOGIS
Model Fit Efikasi Diri
Model Fit Harapan
90
Model Fit Optimisme
Model Fit Resiliensi
91
KECERDASAN EMOSIONAL
Model Fit Persepsi Emosi
Model Fit Mengelola Emosi dalam Diri
92
Model Fit Keterampilan Sosial atau Mengelola Emosi Orang Lain
Model Fit Memanfaatkan Emosi
93
Lampiran 4 – Hasil Uji Hipotesis
Regresi
Model Summary
Mod
el
R R
Squar
e
Adjuste
d R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,434a ,189 ,157 9,18125 ,189 5,984 8 206 ,000
a. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL, TPOE, TMES, TSOCS, TUEM
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 4035,153 8 504,394 5,984 ,000b
Residual 17364,847 206 84,295
Total 21400,000 214
a. Dependent Variable: TPERF
b. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL, TPOE, TMES, TSOCS, TUEM
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 33,043 4,038 8,184 ,000
TSEF -,055 ,119 -,055 -,461 ,645
THOPE ,431 ,104 ,431 4,132 ,000*
TOPTM -,356 ,102 -,356 -3,492 ,001*
TRESIL ,258 ,101 ,258 2,544 ,012*
TPOE ,006 ,083 ,006 ,075 ,941
TMES ,051 ,107 ,051 ,473 ,637
TSOCS -,116 ,107 -,116 -1,085 ,279
TUEM ,120 ,087 ,120 1,382 ,169
a. Dependent Variable: TPERF
94
Proporsi Varian
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Chang
e
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,244a ,059 ,055 9,72080 ,059 13,470 1 213 ,000
2 ,358b ,128 ,120 9,38030 ,069 16,744 1 212 ,000
3 ,391c ,153 ,141 9,26866 ,025 6,138 1 211 ,014
4 ,422d ,178 ,162 9,15342 ,025 6,346 1 210 ,013
a. Predictors: (Constant), TSEF
b. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE
c. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM
d. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,422a ,178 ,162 9,15342 ,178 11,354 4 210 ,000
2 ,422b ,178 ,158 9,17520 ,000 ,004 1 209 ,950
3 ,422c ,178 ,154 9,19646 ,000 ,035 1 208 ,852
4 ,425d ,181 ,153 9,20139 ,003 ,777 1 207 ,379
5 ,434e ,189 ,157 9,18125 ,008 1,909 1 206 ,169
a. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL
b. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL, TPOE
c. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL, TPOE, TMES
d. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL, TPOE, TMES, TSOCS
e. Predictors: (Constant), TSEF, THOPE, TOPTM, TRESIL TPOE, TMES, TSOCS, TUEM
top related