pengaruh karakteristik agen dan jenis kap pada …/pengaruh... · keuangan bank, dengan commit to...
Post on 09-Apr-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA
TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO
KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
NOVITA AYU HAPSARI
F0309105
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA
TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO
KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji
skripsi
Surakarta, 22 Februari 2013
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak.
NIP. 19610711 198703 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Surakarta, Maret 2013
Tim Penguji Skripsi
1. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. Ketua (.....................)
NIP. 19660919 199203 1 001
2. Dra. Setianingtyas Honggowati, MM., Ak. Anggota (.....................)
NIP. 19600427 198601 2 001
3. Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak. Pembimbing (.....................)
NIP. 19610711 198703 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk. . . .
ALLAH SWT
Ayah, Ibu, dan Kakakku tersayang
Kekasih, Sahabat, dan Rekan-rekan terbaikku
Almamater Kebanggaanku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Man jadda Wajada”
- Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil -
(Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara)
“Manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”
(Imam Syafi’i)
“Selama kita berusaha dan bekerja di atas orang kebanyakan, maka otomatis kita akan
menjadi juara”
(Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara)
“Every accomplishment starts with the decision to try”
(Gail Devers)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Agen dan Jenis KAP pada Tingkat
Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Bank, dengan Corporate
Governance sebagai Variabel Moderasi”.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan
dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
2. Bapak Drs. Santosa Tri Hananto, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak., selaku pembimbing skripsi atas
semua kritik, saran, dan perhatiannya yang sangat membantu penulis
untuk mencapai hasil yang terbaik.
4. Bapak Halim Dedi Perdana, SE., Ak., selaku pembimbing akademik atas
nasihat, saran, dan sharing ceritanya yang sudah diberikan selama ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta karyawan FE UNS, terima kasih
penulis ucapkan atas semua ilmu yang telah diberikan.
6. Ayah dan ibu tercinta atas semua doa dan dukungannya, terima kasih
untuk selalu setia mendengar keluh kesah putri kecilmu dan perjuangan
tak kenal lelah untuk memberiku masa depan yang baik.
7. Rahayu Fitri Purnamasari, kakak semata wayangku tercinta, terima kasih
atas segala ilmu, nasihat, dan teladan yang kakak berikan untuk
menjadikanku sosok yang lebih mandiri dan bersyukur. Dan teruntuk
keluargaku (nenek, paman, bibi, dan sepupu-sepupuku) terima kasih atas
segala doa dan dukungan yang telah kalian berikan, serta dua
keponakanku yang lucu-lucu yang menjadi obat pelipur lara, I love you
all.
8. Mohammad Reza Aldy Wijaya, kekasih sekaligus sahabat setiaku dan
pendengar terbaik setelah Ayah dan Ibu. Terima kasih untuk segala
kesabaranmu dalam menghadapi maupun mendegar keluh kesaku,
nasihat agar selalu mensyukuri hidup, dan selalu memberiku motivasi
untuk mengupayakan segalanya sebaik mungkin. Beberapa langkah lagi
menuju impian kita untuk menyempurnakan agama, you'll be the first
and the last, Insha Allah.
9. Sahabat-sahabat karibku bu bos geng sandra, miss cepoe yeni, miss
boyolali sari, si kecil dan selalu semangat tina, dan mbak yang ngapak
dari purwokerto retnia, mbak gita teman seperjuangan, tak lupa sahabat
sekaligus yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri kak sue ami,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
semoga terwujud ya kak mendapat suami bule. Semoga kesuksesan
senantiasa untuk kita semua.
10. Adik-adik seperjuangan yang telah aku anggap seperti adik sendiri, dek
ticka triwik yang pinter tapi seneng ngeluh, dek farah yang suka bikin
status galau di fb, dek aditya purnama putra a.k.a bogel yang sudah
banyak membantu tim olimpiade akuntansi FE UNS dan tak lupa
Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi FE UNS yang telah
memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk membawa
nama almamater dalam ajang olimpiade akuntansi, serta bantuan dan
dukungan yang telah banyak diberikan.
11. Teman-teman KEI’ers, ngatijo, laely, anisa, deshinta, wulan, adhe’ lely,
anita, danik, ira, rozi, dek herni, dek hayu, dek bondan, dek wintari, dek
nickma dan teman-teman lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per
satu, serta Akei mbak retna, mbak riesa, mbak dewilis, mbak rena, mbak
tika, mas syukron, mas listyo, terima kasih atas kerja sama dan
pengalaman yang telah teman-teman berikan selama ini. Meskipun tak
memberikan kontribusi banyak semoga ukhuwah yang selama ini sudah
terjalin bisa tetap terjaga sampai kapan pun.
12. Teman-teman akuntansi 2009, lani-adit, jessica, jayco, gepeng, harun-
ferda, bang haji adhiyanto, ulva, vika, julia, ika, andri, ryan, icha, fifi,
taufik, tomy, edwin, hendro, novi, laila, mifta, maya, nandhya dan teman-
teman lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaan
yang telah kita jalin dan telah menjadikan kita layaknya sebuah keluarga
besar. Semoga ke depan kita dapat kembali dipertemukan untuk berbagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
kisah sukses kita masing-masing kelak. Senantiasa SEMANGAT untuk
masa depan yang lebih baik.
13. Kakak-kakak tingkat mas peka, mas zulfikar, mas miko, mbak anes, mba
oca, mbak eva, mbak dista, atas saran dan nasihat yang telah diberikan,
dan maaf jika sering merepotkan.
14. Teman-teman LBPP LIA, dika, devi, ratih, fatwa, nirma, rini, shofi, tika,
goldha, abi, aulia, ana, dan pengajar tercinta miss ambar, miss umi dan
miss yayan, atas tambahan ilmu, pengalaman, dan kebersamaannya
selama ini.
15. Dan terakhir orang-orang di sekitarku yang telah memberikan banyak
warna dan arti dalam hidupku, yang tak bisa penulis sebutkan satu per
satu karena keterbatasan tempat, maaf, dan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan sebagai masukan yang berharga dan demi perbaikan yang berkelanjutan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, 18 Februari 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
MOTTO ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... .x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
ABSTRAKSI ........................................................................................................ xv
ABSTRACT..........................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1
A. Latar Belakang .......................................................................................... ..1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... ..7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... ..7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... ..8
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ ..9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
A. Landasan Teori ........................................................................................ 11
1. Teori Agensi ........................................................................................ 11
2. Corporate Governance ........................................................................ 16
3. Laporan Tahunan dan Pengungkapan (Disclosure) ............................. 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
4. Pengungkapan Risiko Keuangan ......................................................... 26
5. Dewan Direksi ..................................................................................... 36
6. Kepemilikan Manajerial ...................................................................... 41
7. Kantor Akuntan Publik.........................................................................42
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 44
C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ................................ 46
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 58
A. Desain Penelitian......................................................................................58
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 58
C. Data dan Metode Pengumpulan Data ...................................................... 59
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...................................... 59
E. Metode Analisis Data .............................................................................. 66
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 74
A. Deskriptif Data.........................................................................................74
B. Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 79
C. Uji Hipotesis ............................................................................................ 82
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 91
A. Kesimpulan .............................................................................................. 91
B. Keterbatasan ............................................................................................. 92
C. Saran ......................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Ketentuan Pengungkapan Risiko di Beberapa Negara ......................... 28
Tabel 2.2 Perbandingan Klasifikasi Risiko ........................................................... 34
Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 74
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ................................................................................ 75
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Dummy Kantor Akuntan Publik .............. 79
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ............................................................................. 80
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................... 80
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi .......................................................................... 81
Tabel 4.7 Hasil Uji heteroskedastisitas ................................................................. 82
Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Persamaan Regresi 1)........... 83
Tabel 4.9 Hasil Regresi Persamaan 2 Variabel Karakteristik Agen Terhadap
Corporate Governance ......................................................................... 88
Tabel 4.10 Hasil Regresi Persamaan 2 Variabel Karakteristik Agen Terhadap
Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Terhadap
Absolut Residual....................................................................................89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia ............................... 38
Gambar 2.2 Skema Konsep Penelitian...................................................................45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Bank Sampel Penelitian
Lampiran 2 Summary Item Pengungkapan Risiko Keuangan
Lampiran 3 Summary Item Pengungkapan Corporate Governance
Lampiran 4 Data SPSS Analisis Deskriptif
Lampiran 5 Data SPSS Uji Asumsi Klasik
Lampiran 6 Data SPSS Analisis Regresi Berganda
Lampiran 7 Data SPSS Analisis Residual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA
TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO
KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
ABSTRAKSI
NOVITA AYU HAPSARI
NIM. F0309105
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai pengaruh karakteristik agen dan jenis kantor akuntan publik
terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan dengan
corporate governance sebagai variabel moderasi. Karakteristik agen
direpresentasikan dengan ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan
dewan direksi, dan kepemilikan manajerial. Variabel dependen adalah tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan yang diukur dengan
menggunakan teknik scoring sesuai dengan penelitian Taylor et al. (2008) dan
Oorschot (2009), dengan menggunakan item-item yang terdapat pada PSAK
50 (Revisi 2006), Peraturan Bank Indonesia, dan Bapepam-LK.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling, dengan sampel berupa laporan tahunan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011. Sampel yang diperoleh sebanyak 31
perbankan dengan 62 annual report.
Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
karakteristik agen dan jenis KAP berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan. Variabel independen yang terbukti
berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan yaitu latar belakang pendidikan dewan direksi, kepemilikan
manajerial, dan jenis KAP. Sementara variabel ukuran dewan direksi
ditemukan tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib
risiko keuangan. Hasil pengujian analisis residual menunjukkan bahwa
corporate governance yang digunakan sebagai variabel moderasi dalam
penelitian ini terbukti tidak memoderasi hubungan antara karakteristik agen
dengan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
Kata kunci: karakteristik agen, KAP, corporate governance, pengungkapan
risiko keuangan, perbankan Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
THE INFLUENCE OF AGENT CHARACTERISTICS AND TYPE OF
PUBLIC ACCOUNTANT FIRM ON THE LEVEL OF COMPLIANCE
MANDATORY DISCLOSURE OF BANK FINANCIAL RISK, WITH
CORPORATE GOVERNANCE AS MODERATING VARIABLE
ABSTRACT
NOVITA AYU HAPSARI
NIM. F0309105
The purpose of this study is to provide empirical evidence about the
influence of agent characteristics and the type of public accountant firm to the
level of compliance mandatory disclosure of financial risks with corporate
governance as moderating variable. Characteristics of agents represented by the
size of the board of directors, educational background of directors, and
managerial ownership. The dependent variable is the level of compliance
mandatory disclosure of financial risks based on identified items of PSAK 50
(Revised 2006), Regulation of Bank Indonesia and Bapepam-LK.
Under purposive sampling, secondary data of 62 annual reports year
2010-2011 of banks in Indonesian Stock Exchange are selected.
The results of multiple linear regression showed that agent characteristics
and the type of public accountant firm affects the level of compliance mandatory
disclosure of financial risks through the variable educational background of
directors, managerial ownership, and type of public accountant firm. While board
size found has no effect on the level of compliance mandatory disclosure of
financial risks. Test results of residual analysis shows that corporate governance
that is used as moderating variable is proved not to moderate the relation
between agent characteristics to the level of compliance mandatory disclosure of
financial risks.
Keywords: agent characteristics, public accountant firm, corporate governance,
financial risk disclosure, Indonesian banks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik keagenan dalam teori agensi muncul ketika manajer sebagai
pengelola perusahaan tidak menyampaikan informasi terkait kondisi
perusahaan yang sebenarnya kepada pihak principal, hal ini menyebabkan
timbulnya kondisi yang dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau
asimetri informasi (information asymmetric). Konflik kepentingan yang
terjadi dapat diminimalkan dengan membentuk suatu mekanisme yang
mampu menyeimbangkan kepentingan antara pihak eksternal dan pihak
internal. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik
untuk mengurangi perilaku oportunistik manajerial. Tata kelola perusahaan
yang baik dapat memberikan mekanisme pengendalian untuk mengatur dan
mengelola bisnis dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan akuntabilitas
perusahaan yang pada akhirnya dapat mewujudkan shareholder value.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), transparansi komunikasi keuangan
dapat meminimalkan konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer
yang melekat dalam pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan.
Laporan tahunan perusahaan telah menjadi sarana utama dalam
menyampaikan informasi yang berguna bagi keputusan investasi, kredit dan
keputusan lainnya selama bertahun-tahun. Namun, sejak terjadinya skandal
perusahaan besar dan praktik penipuan akuntansi seperti kasus Enron dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
WorldCom, telah terjadi peningkatan permintaan untuk pengungkapan dalam
laporan keuangan perusahaan (Cole dan Jones, 2005).
Pengungkapan informasi tentang risiko dan ketidakpastian kini telah
menjadi bagian yang penting dalam pelaporan keuangan (Linsmeier dan
Pearson, 1997). Praktik penyimpangan akuntansi oleh perusahaan-perusahaan
besar telah meningkatkan diskusi terkait kebutuhan pengungkapan risiko
(Linsley dan Shrives, 2005). Perdebatan mengenai pentingnya pengungkapan
risiko dimulai sejak tahun 1998 ketika Institute of Chartered Accountants in
England and Wales (ICAEW) menerbitkan paper yang berjudul Financial
Reporting of Risk-Proposals for a Statement of Business Risk (Linsley,
Shrives, dan Crumpton, 2006). ICAEW menyarankan agar perusahaan
menyertakan informasi terkait risiko dari kegiatan usaha yang dijalankan
karena hal itu lebih berguna dalam hal pengambilan keputusan.
Penelitian ini memilih perbankan sebagai objek penelitian karena bank
sebagai lembaga pengelola risiko (risk taking) mengandung berbagai risiko
dalam usahanya (Oorschot, 2009). Kegiatan usaha bank senantiasa
dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai
lembaga intermediasi keuangan. Perbankan sebagai lembaga perantara
keuangan merupakan salah satu media translasi dan transformasi risiko dari
pemilik dana yang umumnya bersifat risk averse (Napitupulu, 2009).
Menurut Hirtle (2007) tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dapat
menurunkan risiko bank. Keterbukaan dan transparansi informasi penting
adanya sebagai bentuk pengawasan terhadap kinerja perbankan dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
3
nantinya keterbukaan informasi yang tepat akan menghasilkan transparansi
yang memungkinkan pembaca untuk membuat penilaian tentang kinerja
keuangan entitas, termasuk profil risiko.
Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan
semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh
belum dilaksanakannya good corporate governance. Perkembangan yang
pesat dalam lingkungan eksternal dan internal perbankan yang diikuti dengan
semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan praktik tata kelola bank yang sehat (good corporate
governance).
Sebelum krisis moneter (7 Juli 1997), hampir seluruh bank swasta
dikendalikan oleh pemiliknya yang merangkap sebagai pengurus komisaris
atau direksi. Bank-bank milik negara pun “dikendalikan” oleh oknum-oknum
pejabat (Tampubolon, 2004). Kurangnya transparansi yang dilakukan oleh
pihak manajemen bank serta lemahnya pengawasan terhadap praktik
pelaksanaan corporate governance pada perbankan, memicu terjadinya
penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa orang pengusaha dan oknum
pejabat maupun karyawan bank. Hal ini menjadi penyebab meningkatnya
daftar kasus bank bermasalah yang terjadi di Indonesia. Seperti
terbongkarnya kasus pembobolan Bank BNI dengan ditemukannya transaksi
ekspor fiktif melalui L/C (Letter of Credit), yang merugikan bank sebesar 1,7
triliun rupiah. Begitu pula dengan kasus pembobolan Bank BRI yang
menimbulkan kerugian sebesar 300 miliar rupiah (Fasabeni, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor
perbankan sebagai lembaga pengelola keuangan dan dalam rangka penerapan
good corporate governance, maka perlu diterapkan manajemen risiko yang
baik dalam dunia perbankan. Untuk menentukan berhasil atau tidaknya
penerapan manajemen risiko dalam suatu bank, mutlak diperlukan peranan
secara aktif oleh dewan komisaris dan direksi sebagai pengawas dan
penyelenggara pelaksanaan pengelolaan bank tersebut.
Dalam struktur organisasi perusahaan, dewan direksi memiliki
tanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan bank. Penelitian ini
berfokus pada karakteristik agen, dimana komposisi dewan direksi dipilih
karena dewan direksilah yang bertindak sebagai eksekutif perusahaan dan
sekaligus sebagai dewan manajemen yang bertanggung jawab atas
pengelolaan perusahaan. Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi,
dewan direksi juga bertanggung jawab atas penyusunan laporan tahunan
perusahaan sekaligus menentukan luas pengungkapan yang harus dilakukan
oleh perusahaan.
Ukuran dewan direksi yang besar menimbulkan masalah tersendiri
bagi perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan
menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan yang
kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam hal
koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Byard, Li, dan Weintrop (2006) yang mempelajari 1.279 perusahaan selama
tahun 2000 hingga 2002, menemukan bahwa kualitas pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5
keuangan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jumlah anggota
dewan. Sehingga, ukuran dewan direksi yang lebih kecil diharapkan dapat
menghasilkan pengungkapan yang lebih baik.
Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Menurut Ponnu (2008), direksi dengan
pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna
tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman
tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Haniffa dan Cooke (2002)
menyebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi dan bisnis mungkin melakukan tingkat pengungkapan yang lebih
luas untuk menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan,
maupun kredibilitas manajemen.
Dalam teori keagenan, konflik keagenan dapat diminimalisir apabila
manajer juga dianggap menjadi bagian dari perusahaan sehingga manajer
akan berupaya meningkatkan kemakmuran perusahaan secara keseluruhan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi kesempatan bagi manajer
untuk memiliki sebagian dari saham perusahaan. Jensen dan Meckling (1976)
mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial yang lebih besar dapat
menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham. Dengan adanya
kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer yang berusaha
memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang, sehingga tingkat
pengungkapan perusahaan pada akhirnya juga semakin luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
6
Kantor akuntan publik juga memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi luas pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Guan, Sheu,
dan Chu (2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012)
menemukan hubungan yang positif antara jenis kantor akuntan publik dengan
luas pengungkapan informasi. KAP yang termasuk dalam kategori The Big
Four dianggap mampu memberikan sinyal positif bagi perusahaan dalam hal
pengungkapan informasi, hal ini karena adanya reputasi dan kecakapan
profesional yang dimiliki untuk mendeteksi penyimpangan dalam sistem
akuntansi klien dibanding KAP non-Big Four.
Kelengkapan pengungkapan risiko yang dilakukan oleh perusahaan
menjadi salah satu nilai tambah bagi stakeholder. Kinerja dewan direksi yang
efektif didukung dengan latar belakang pendidikan yang memadai serta
proporsi kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mendorong luasnya
pengungkapan risiko keuangan. Sehingga, dengan adanya struktur tata kelola
perusahaan (corporate governance) yang baik diharapkan dapat memperkuat
hubungan antara karakteristik agen dengan tingkat kepatuhan pengungkapan
wajib risiko keuangan. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih
sangat jarang penelitian yang dilakukan terutama di Indonesia, yang berusaha
menguji pengaruh karakteristik agen dan jenis KAP dengan corporate
governance sebagai variabel moderasi terhadap pengungkapan wajib risiko
keuangan. Dan seperti yang telah dijelaskan, sejak terjadinya krisis keuangan
tahun 2007, perhatian terhadap pengungkapan risiko sebagai bentuk
pengawasan dan transparansi informasi dalam industri perbankan telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
7
mengalami peningkatan. Sehingga penelitian ini menjadi relevan untuk
dilakukan karena dapat memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya
terkait dengan pengungkapan risiko keuangan di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Agen dan Jenis KAP
pada Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Bank,
dengan Corporate Governance sebagai Variable Moderasi.”
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka masalah yang
diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan?
2. Apakah latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan?
3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan?
4. Apakah corporate governance memoderasi hubungan antara karakteristik
agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara ukuran
dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan.
2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara latar
belakang pendidikan dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan.
3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara
kepemilikan manajerial terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib
risiko keuangan.
4. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa hubungan antara karakteristik
agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan
dimoderasi oleh corporate governance.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
berbagai pihak di bawah ini:
1. Bagi perbankan, dapat memberikan pengetahuan tentang praktik
manajemen risiko, khususnya pengungkapan risiko keuangan yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen dalam praktik
penerapan pengungkapan risiko keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
9
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah wawasan dan referensi
bagi kalangan akademisi mengenai manajemen risiko, khususnya
pengungkapan risiko keuangan pada perbankan Indonesia. Serta menjadi
bahan pertimbangan lain apabila akan diadakan penelitian lebih lanjut.
3. Bagi stakeholder, dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dan melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan
perusahaan, terutama dalam pengelolaan pengungkapan risiko keuangan.
4. Bagi regulator, mendorong regulator (Bapepam, BI, dan IAI) untuk
menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan yang
lebih baik bagi bank di Indonesia maupun sektor lainnya dalam hal
praktik pengungkapan risiko keuangan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi teori-teori serta penelitian terdahulu terkait dengan
topik penelitian, kaitan variabel independen dengan variabel
dependen, serta kerangka pemikiran.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian serta pengujian hipotesis.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang analisis deskriptif data, pengujian
hipotesis, dan pembahasan hasil analisis.
BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai
keterbatasan penelitian dan memberikan saran bagi peneliti
berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Agency theory mengasumsikan bahwa manajer akan bertindak
secara oportunistik dengan mengambil keuntungan pribadi sebelum
memenuhi kepentingan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling
(1976), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent untuk melakukan segala usaha bagi kepentingan principal.
Sedangkan menurut Scott (2003), agency theory merupakan bagian
dari game theory yang membahas sebuah desain kontrak untuk
memotivasi agen agar bertindak secara rasional atas nama principal.
Karakteristik sebuah kontrak dalam teori keagenan dapat bersifat
cooperative dan non-cooperative. Sebuah kontrak dikatakan non-
cooperative, ketika pihak agen dan principal mengambil keputusan untuk
mencapai kepentingan pribadinya masing-masing. Namun demikian,
masing-masing pihak harus mampu berkomitmen untuk memenuhi
kontrak yang telah disepakati, dimana kontrak seharusnya memiliki peran
untuk mengikat masing-masing pihak agar bertindak sesuai aturan main
(play by the rules).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
12
Pihak principal atau pemilik merupakan pihak yang menyertakan
modalnya ke perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasional harian,
sedangkan manajer adalah pihak yang diberi amanah dan wewenang oleh
pemilik untuk mengelola perusahaan dan memanfaatkan dana yang telah
diberikan untuk kepentingan perusahaan semata. Masalah keagenan
mulai muncul ketika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri
dalam mengelola perusahaan dan mengabaikan kepentingan pemilik
maupun perusahaan secara keseluruhan. Eisenhardt (1989),
mengemukakan bahwa pada dasarnya masalah keagenan muncul karena
dua hal. Pertama, karena ada konflik kepentingan atau perbedaan tujuan
antara pihak agen dan principal. Dan yang kedua, karena adanya
kesulitan atau masalah terkait biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak
principal untuk memantau kinerja yang dilakukan oleh manajer.
Tindakan manajer yang lebih condong untuk memaksimalkan
keuntungan pribadi dikarenakan adanya pandangan manajemen yang
cenderung untuk memaksimalkan profit jangka pendek dan mengabaikan
keuntungan jangka panjang. Untuk membatasi atau mengurangi
kemungkinan tersebut, pemilik dapat menetapkan insentif yang sesuai
bagi manajemen, yaitu dengan mengeluarkan biaya monitoring dalam
bentuk gaji.
Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi biaya keagenan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
13
a. The monitoring expenditures by principal adalah biaya pengawasan
yang harus dikeluarkan olek pemilik untuk membatasi kegiatan
menyimpang dari agen. Dengan adanya monitoring cost tersebut
diharapkan manajemen akan senantiasa bertindak untuk
memaksimalkan kesejahteraan pemilik
b. The bonding expenditures by the agent merupakan biaya ikatan
yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa dirinya tidak
akan mengambil tindakan tertentu yang akan membahayakan atau
merugikan pihak principal. Seorang agen mungkin berkomitmen
atas suatu kewajiban kontrak dengan pihak principal atau
perusahaan, dimana hal tersebut akan membatasi aktivitas agen.
Dalam hal ini, manajer harus mengorbankan peluang kerja
potensial lainnya. Biaya implisit yang timbul inilah yang akan
dianggap sebagai biaya ikatan (bonding cost).
c. The residual cost adalah biaya yang timbul karena adanya
perbedaan kepentingan antara principal (pemilik) dan agen. Dalam
praktiknya seringkali terjadi perbedaan antara keputusan yang
diambil oleh agen dengan keputusan-keputusan yang akan
memaksimalkan kemakmuran pihak principal. Penurunan
kemakmuran yang dialami oleh pihak principal sebagai akibat dari
perbedaan tersebut juga merupakan suatu biaya agensi yang disebut
dengan residual cost.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
14
Manajer yang bertindak sebagai pengelola perusahaan memiliki
informasi yang lebih memadai terkait informasi internal maupun prospek
perusahaan di masa yang akan datang. Ketika manajer tidak
menyampaikan informasi terkait kondisi perusahaan yang sebenarnya
kepada pihak principal maka hal ini akan menimbulkan masalah yang
disebut asimetri informasi (information asymmetric). Scott (2003),
menyebutkan dua tipe asimetri informasi, yaitu:
a. Adverse selection, merupakan tipe asimetri informasi dimana satu
atau lebih pihak dalam suatu transaksi bisnis, atau transaksi
potensial, memiliki keunggulan informasi dibandingkan pihak lain.
Asimetri informasi tipe ini terjadi karena manajer serta orang-orang
dalam lainnya biasanya mengetahui informasi yang lebih banyak
tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor
pihak luar. Penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan fakta
dapat menyesatkan investor dalam mengambil keputusan atas
investasi yang akan dilakukannya.
b. Moral hazard, merupakan tipe asimetri informasi dimana satu atau
lebih pihak dalam suatu transaksi bisnis, atau transaksi potensial
lainnya, dapat mengamati atau memantau tindakan mereka dalam
pemenuhan transaksi maupun kewajiban namun pihak lain tidak
bisa. Hal ini dapat dijelaskan dimana seorang manajer dapat
melakukan kegiatan yang tidak sepenuhnya diketahui oleh
pemegang saham maupun kreditor. Sehingga kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
15
manajer dapat melakukan tindakan melanggar kontrak di luar
pemantauan pemegang saham.
Perbankan sebagai lembaga pengelola risiko dan lembaga
intermediasi keuangan memiliki kegiatan yang berbeda dibandingkan
dengan sektor lain. Dalam regulasi perbankan, bukan hanya produk dan
layanan yang ditawarkan bank yang diregulasi, namun lembaga bank itu
sendiri juga diatur dengan ketat. Ciancenelli dan Gonzales (2000),
mengungkapkan bahwa dengan adanya regulasi dalam perbankan
mengakibatkan masalah keagenan yang dihadapi dalam industri ini
berbeda dengan masalah kegaenan perusahaan publik lainnya. Dengan
adanya regulasi tersebut maka ada pihak ketiga yakni regulator
(pemerintah melalui Bank Indonesia) yang terlibat dalam hubungan
keagenan, sehingga mengakibatkan masalah keagenan menjadi semakin
kompleks. Ciancenelli dan Gonzales (2000), menyebutkan bahwa selain
asimetri informasi antara pihak agen dan pemilik (principal), dalam
sektor perbankan paling sedikit ada tiga hubungan keagenan yang
menyebabkan terjadinya asimetri informasi, yakni:
a. hubungan antara deposan, bank dan regulator;
b. hubungan antara pemilik, manajer, dan regulator, serta;
c. hubungan antara peminjam (borrowers), manajer, dan regulator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
16
Penyampaian informasi yang menyesatkan dapat sangat merugikan
terutama bagi pihak eksternal yang tingkat ketergantungannya akan
informasi akuntansi lebih besar dibandingkan pihak internal perusahaan.
Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi terjadinya asimetri
informasi adalah perusahaan perlu melakukan suatu strategi
pengungkapan informasi. Kualitas keputusan investor besar
kemungkinannya dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan
perusahaan dalam laporannya. Seperti yang diungkapkan oleh Jensen dan
Meckling (1976), transparansi komunikasi keuangan dapat
meminimalkan konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer
yang melekat dalam pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan.
Keterbukaan informasi merupakan prasyarat untuk memantau dan
menganalisis kinerja manajer (Gao dan Kling, 2012).
2. Corporate Governance
Corporate Governance merupakan seperangkat mekanisme kontrol
yang dirancang khusus untuk mengawasi setiap keputusan manajerial
yang diambil, serta untuk menjamin terselenggaranya operasi yang
efisien dari suatu perusahaan bagi kepentingan pemegang saham dan
pihak pemangku kepentingan lainnya (Donnelly dan Mulcahy, 2008).
Bagi pemegang saham corporate governance dapat meningkatkan
keyakinan mereka pada return yang adil dari invetasi mereka (Maier,
2005). Sedangkan bagi pihak pemangku kepentingan lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
17
(stakeholders), adanya corporate governance yang baik akan
memberikan jaminan bahwa informasi yang memadai, akurat, dan tepat
waktu akan disampaikan kepada stakeholders, serta mendorong agar
manajemen perusahaan senantiasa memperhatikan nilai-nilai moral dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam setiap tindakan dan
proses pembuatan keputusan sebagai bentuk tanggung jawab sosial
kepada pihak stakeholders maupun lingkungan di sekitar perusahaan.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001)
mendefinisikan corporate governance sebagai:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.”
Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan
kepercayaan investor. Corporate governance melibatkan serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya. Corporate governance juga
menyediakan struktur dimana tujuan perusahaan ditetapkan, dan sarana
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut serta
menyediakan mekanisme pemantauan terhadap pelaksanaan kinerja
(OECD, 2004). Dennis dan McConnell (2003) membedakan mekanisme
Good Corporate Governance menjadi dua bagian yakni mekanisme
internal dan eksternal. Mekanisme internal dilakukan oleh dewan direksi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
18
dewan komisaris, komite audit serta struktur kepemilikan. Mekanisme
internal lebih berkaitan dengan pengendalian internal perusahaan.
Sedangkan mekanisme eksternal lebih kepada pengaruh pasar sebagai
mekanisme kontrol (pengendalian) bagi perusahaan dan juga sistem
hukum yang berlaku.
Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah
keberadaan Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Dengan
demikian corporate governance dapat merujuk pada kewajiban direksi
kepada perusahaan untuk menjamin bahwa dirinya akan memenuhi
semua kewajibannya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya,
serta menjamin bahwa kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan
dilaksanakan hanya demi kepentingan perusahaan semata. Dalam teori
agensi, masalah keagenan muncul ketika terjadi konflik antara pihak
principal dan agen, pihak agen dalam hal ini direpresentasikan oleh
dewan direksi, dimana agen tidak lagi bertindak untuk kepentingan
perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Carter, Simkins, dan Simpson (2002), agency theory
merupakan pengembangan dari teori corporate governance yang sering
digunakan dalam penelitian untuk memahami kaitan antara karakteristik
dewan direksi dengan nilai perusahaan. Dalam kerangka teori agensi,
corporate governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik untuk
mengurangi perilaku oportunistik manajerial (Taylor, Tower, Zahn, dan
Neilson, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
19
Kepercayaan investor tergantung pada kualitas informasi yang
disampaikan oleh perusahaan. Kurangnya informasi akan membatasi
kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan resiko dari investasi
yang dilakukannya. Salah satu prinsip dasar dalam struktur corporate
governance yang baik adalah transparansi (OECD, 2004). Dalam bentuk
yang paling sederhana, prinsip ini menyatakan bahwa organisasi harus
mengungkapkan semua informasi yang dimilikinya sehingga para
pemangku kepentingan (stakeholder) dapat memperoleh informasi yang
berguna untuk mengevaluasi organisasi dan membuat keputusan ekonomi
secara tepat. Dengan demikian, para pemangku kepentingan dapat
memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang kegiatan
perusahaan dan situasi keuangan yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance bagi
industri perbankan kini merupakan suatu kebutuhan. Di Indonesia,
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 yang mengatur tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum, menyebutkan
pentingnya praktik good corporate governance di sektor perbankan
mengingat semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, serta dalam
rangka melindungi kepentingan stakeholders. Menurut Htay, Rashid,
Adnan, dan Meera (2012), corporate governance pada industri
perbankan menduduki posisi yang lebih penting daripada industri
lainnya, karena sektor perbankan memainkan peran penting sebagai
lembaga intermediasi keuangan dalam perekonomian negara. Selain itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
20
melihat situasi eksternal dan internal perbankan yang mengalami
perkembangan yang sangat kompleks mengakibatkan risiko yang
dihadapi dari kegiatan perbankan pun menjadi semakin beragam. Kondisi
yang demikian tentunya menuntut pengelolaan perusahaan (corporate
management) dan pengelolaan risiko (risk management) yang baik.
Pengelolaan perusahaan dan pengelolaan risiko tersebut dapat
diintegrasikan dan disinergikan melalui penerapan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance.
Isu mengenai corporate governance mulai mengemuka, khususnya
di Indonesia, setelah Indonesia mengalami masa krisis yang
berkepanjangan sejak tahun 1998. Krisis yang terjadi juga menambah
nilai penting praktik corporate governance terutama di sektor perbankan.
Bank-bank yang menjadi pilar dari sistem keuangan negara ikut
merasakan dampak negatif dari krisis multidimensi sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja perbankan nasional. Seperti
yang dikemukakan oleh Htay et al. (2012), corporate governance yang
buruk dalam industri perbankan dapat menghilangkan kepercayaan pasar
akan kemampuan bank untuk mengelola aset dan kewajiban secara benar,
termasuk deposito, yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya krisis
likuiditas dan kemungkinan mampu menyebabkan krisis ekonomi di
suatu negara serta menimbulkan risiko sistemik kepada masyarakat luas.
Oleh sebab itu, dengan penerapan Good Corporate Governance dalam
sektor perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan keyakinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
21
investor akan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab
pengelolaan perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai pasar
perusahaan (Maier, 2005).
3. Laporan Tahunan dan Pengungkapan (Disclosure)
Setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
berstatus sebagai perusahaan publik berkewajiban untuk menerbitkan
laporan tahunan kepada pihak eksternal. Laporan tahunan yang
diterbitkan oleh perusahaan diharapkan dapat memberikan informasi
yang relevan bagi pembuat keputusan. Laporan tahunan juga menjadi alat
utama para manajer untuk menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan
dan melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu organisasi
(Suripto dan Baridwan, 1999). Menurut Oorschot (2009), laporan
tahunan memiliki fungsi untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan
bagi pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya,
termasuk di dalamnya memuat pengungkapan wajib maupun sukarela.
Laporan tahunan memuat baik informasi keuangan maupun non-
keuangan yang berguna bagi pihak stakeholder untuk menganalisis
kondisi perusahaan pada suatu periode. Laporan keuangan yang
diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan ini wajib diaudit oleh auditor independen
sebagai wujud dari transparansi keuangan perusahaan. Laporan non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
22
keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi laporan
manajemen yang berisi informasi penting mengenai perusahaan seperti
laporan dewan komisaris, laporan direksi, kinerja perusahaan selama satu
periode, profil perusahaan, strategi perusahaan, prospek perusahaan, dan
informasi penting lainnya yang berhubungan dengan perusahaan.
Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ini lebih dikenal
dengan istilah pengungkapan laporan tahunan atau annual report
disclosure. Menurut Evans (2003) dalam Suwardjono (2005)
mengartikan pengungkapan sebagai berikut:
“Disclosure means supplying information in the financial statement,
including the statements themselves, the notes to the statements, and the
supplementary disclosures associated with the statements. It does not
extend to public or private statement made by management or
information provided outside the financial statement”.
Pengungkapan dapat berkaitan dengan laporan keuangan utama,
contohnya metode akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan;
dan yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan contohnya analisis
manajemen dan ramalan atas operasi perusahaan di tahun mendatang
(Sudarmadji dan Sularto, 2007). Pengungkapan dalam pelaporan
keuangan merupakan penyajian informasi yang diperlukan untuk operasi
optimal pasar modal yang efisien. Hal tersebut mengandung arti bahwa
informasi yang memadai harus disajikan untuk memungkinkan
pengambilan keputusan yang tepat bagi pihak pemakai informasi
(Hendriksen, 1994). Hendriksen dan Breda (2001) mengemukakan tiga
konsep umum dalam pengungkapan yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
23
1. Pengungkapan yang cukup (adequate disclosure) adalah
pengungkapan informasi oleh perusahaan dengan tujuan memenuhi
kewajiban dalam menyampaikan informasi. Informasi yang
diungkapkan sesuai dengan stadar minimum yang diwajibkan.
terutama informasi yang menurut lembaga terkait wajib disajikan.
Pengungkapan jenis ini banyak dilakukan oleh perusahaan.
2. Pengungkapan yang wajar (fair disclosure) adalah pengungkapan
yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyajikan sejumlah
informasi yang menurut perusahaan dapat memuaskan pengguna
laporan keuangan yang potensial. Informasi minimum yang
diwajibkan dan informasi tambahan lainnya untuk menghasilkan
penyajian laporan keuangan yang wajar.
3. Pengungkapan yang lengkap (full disclosure) adalah pengungkapan
yang menyajikan semua informasi yang relevan. Informasi yang
diungkapkan adalah informasi minimum yang diwajibkan ditambah
dengan informasi lain yang diungkapkan secara sukarela. Full
disclosure dapat membantu mengurangi terjadinya informasi
asimetris, namun seringkali dinilai berlebihan.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Eng dan
Mak, 2003). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
24
yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana peraturan
mengenai pengungkapan informasi dalam laporan keuangan di Indonesia
dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM
(Hananto, 2009). Sementara, pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan
oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas (Suwardjono,
2005). Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen
perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya
yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai
laporan tahunannya (Meek, Roberts, dan Gray, 1995).
Perusahaan akan selalu mempertimbangkan biaya dan manfaat
yang akan diperolehnya dari pengungkapan informasi yang dilakukan.
Segala informasi yang diungkapkan oleh perusahaan pada dasarnya
merupakan barang ekonomi meskipun pengguna laporan seringkali
menganggap bahwa informasi merupakan barang bebas (free goods).
Makin banyak informasi yang diungkapkan maka makin besar pula biaya
untuk menyediakan informasi tersebut. Cost-benefit merupakan batas
untuk mempertimbangkan diungkapkannya informasi dalam pelaporan.
Lebih lanjut, Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan bahwa selain
masalah terkait biaya, ada beberapa alasan yang melandasi perusahaan
enggan memperinci disclosure informasi keuangan yaitu:
1. Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang
saham.
2. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada
serikat pekerja dalam hal tawar-menawar upah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
25
3. Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami
kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure akan
menyesatkan mereka.
4. Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain laporan keuangan
yang tersedia dengan biaya yang lebih murah.
5. Kurangnya pengetahuan terhadap kebutuhan investor juga
merupakan alasan bagi disclosure yang terbatas.
Namun demikian, pengungkapan tetap diperlukan karena manajer
memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bisnis tertentu dan
target keuangan yang harus dicapai. Manajer cenderung menyediakan
pengungkapan sukarela agar investor sadar akan kemampuan manajerial
yang ada dan mencegah hilangnya fungsi pengawasan atas kinerja yang
dilakukan oleh manajer (Iatridis, 2008). Guthrie dan Parker (1989),
menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai ketersediaan
informasi keuangan dan non-keuangan yang berkaitan dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam
laporan tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah.
Peraturan mengenai pengungkapan informasi dalam pelaporan
keuangan tahunan di Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah melalui
Keputusan Ketua Bapepam Nomor Keputusan 38/PM/1996 (Peraturan
N0. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan) yang selanjutnya diubah dengan
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Keputusan 134/BL/2006
(Peraturan Bapepam Nomor X.K.6). Regulasi tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya asimetri informasi serta melindungi pemilik modal
dari penyalahgunaan oleh para pelaku pasar modal terutama terkait
pengungkapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
4. Pengungkapan Risiko Keuangan
Sejak terjadinya skandal perusahaan besar dan praktik
penyimpangan akuntansi seperti kasus Enron dan WorldCom, telah
meningkatkan diskusi terkait kebutuhan pengungkapan risiko (Linsley
dan Shrives, 2005). Risiko dalam hal ini dapat diartikan sebagai bagian
yang tidak dapat dihindari dari setiap kegiatan bisnis (Amran, Bin, dan
Hassan, 2009). Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor:
11/25/PBI/2009, risiko adalah potensi kerugian yang timbul karena
terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Sementara Linsley dan
Shrives (2006), mendefinisikan risiko dari segi pengungkapan risiko.
Dimana suatu perusahaan dikatakan telah melakukan pengungkapan
risiko apabila pembaca laporan tahunan mendapatkan informasi
mengenai peluang atau prospek, bahaya, ancaman, eksposur, atau potensi
kerugian yang dihadapi perusahaan yang akan berdampak bagi
perusahaan di masa sekarang atau pada masa yang akan datang.
Perdebatan mengenai pentingnya pengungkapan risiko dimulai
sejak tahun 1998 ketika Institute of Chartered Accountants in England
and Wales (ICAEW) menerbitkan paper yang berjudul Financial
Reporting of Risk-Proposals for a Statement of Business Risk (Linsley,
Shrives, dan Crumpton 2006). ICAEW menyarankan agar perusahaan
menyediakan informasi terkait risiko dari kegiatan usaha yang dijalankan
dalam laporan tahunannya karena hal itu lebih berguna dalam hal
pengambilan keputusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
27
Pengungkapan risiko dalam pelaporan keuangan merupakan suatu
hal yang penting karena pengungkapan risiko perusahaan adalah dasar
dari praktik akuntansi dan investasi (ICAEW, 1999 dalam Abraham dan
Cox, 2007). Hassan (2009), mendefinisikan pengungkapan risiko sebagai
inklusi informasi dalam laporan tahunan terkait penilaian dan perkiraan
manajer, impairment, aktivitas lindung nilai, instrumen keuangan, nilai
wajar, dan informasi non-keuangan seperti rencana, strategi, aktivitas
operasi, serta informasi tentang kondisi ekonomi, politik, dan risiko
keuangan. Manfaat yang dapat diperoleh dari pengungkapan risiko antara
lain:
1. Meningkatkan akuntabilitas dan kegunaan laporan keuangan, serta
sebagai bentuk perlindungan terhadap investor (Oorschot, 2009).
2. Bagi investor, pengungkapan risiko dapat membantu untuk
menentukan profil risiko perusahaan, estimasi nilai pasar, dan
akurasi ramalan harga sekuritas (Abraham dan Cox, 2007).
3. Bagi kreditor, pengungkapan risiko dapat membantu untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban
keuangannya di masa depan (Korosec dan Horvat, 2005).
4. Membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengakses
informasi terkait kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko
dan membuat penilaian terkait prospek perusahaan (Korosec dan
Horvat, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
28
5. Mengurangi asimetri informasi antara manajer dan investor
(Oorschot, 2009). Dalam hal ini, investor dan manajer tidak
memiliki tingkat informasi yang sama, dimana manajer memiliki
informasi yang lebih banyak dan lebih baik tentang risiko yang
mungkin mempengaruhi kepentingan shareholder maupun
stakeholder. Sehingga dengan adanya pengungkapan risiko ini akan
mengurangi terjadinya asimetri informasi.
6. Meningkatkan citra perusahaan dan menginformasikan kepada para
stakeholders tentang kemampuan manajerial yang dimiliki
perusahaan dalam mengelola risiko Hassan (2009).
Perkembangan praktik pengungkapan risiko mendorong badan
regulator di beberapa negara untuk membuat sejumlah persyaratan terkait
penyediaan informasi tentang risiko dalam laporan tahunannya.
Ketentuan terkait pengungkapan risiko di beberapa negara diuraikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Ketentuan Pengungkapan Risiko di Beberapa Negara
Negara Peraturan Keterangan
USA Financial Reporting Release
No.48 (FRR 48), 1997
FFR 48 mensyaratkan perusahaan
yang terdaftar di bursa (SEC) untuk
mengungkapkan informasi kualitatif
dan kuantitatif mengenai risiko pasar.
Infomasi tersebut dapat diungkapkan
pada catatan atas laporan keuangan
atau pada bagian MDA (Management,
Discussion, and Analysis).
Kanada - The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA), mensyaratkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
29
perusahaan publik untuk melakukan
pengungkapan risiko.
UK The Operating and Financial
Review (OFR), 1993
OFR merekomendasikan perusahaan
untuk mengungkapkan analisisnya
terkait risiko kunci dan penjelasan atau
pembahasan yang jelas dari tren yang
mempengaruhi masa depan.
Jerman German Accounting Standards
No. 5 (GAS5)
GAS5 mensyaratkan informasi tentang
risiko diungkapkan dan disajikan
dalam bagian terpisah dari laporan
manajemen yang menyertai laporan
keuangan konsolidasi.
Australia Australia’s ASX Corporate
Governance Principles and
Recommendations
(Principle 7)
Berisi tentang pengakuan dan
manajemen risiko. Menunjukkan
pentingnya manajemen risiko sebagai
bagian dari good corporate
governance.
Malaysia Financial Reporting Act, 1997 Bursa Malaysia mensyaratkan
perusahaan terdaftar untuk
mengungkapkan posisi keuangan,
informasi manajemen, dan informasi
terkait operasi perusahaan. Selain itu,
perusahaan juga disyaratkan untuk
menyertakan laporan terkait praktik
corporate governance yang
dipraktikkan oleh perusahaan, kondisi
pengendalian internal dan manajemen
risiko perusahaan, serta pembahasan
terkait pencapaian dan prospek yang
dimiliki perusahaan.
UAE - Emirates Securities and Commodities
Market Authority (ES&CMA),
menetapkan persyaratan terkait risiko
yang mendorong perusahaan untuk
secara penuh mengungkapkan
informasi mengenai risiko pada
tingkat yang memadai.
Sumber: Amran et al. (2009); Hassan (2009); dan Lajili dan Zeghal
(2005).
Risiko keuangan (financial risk) merupakan salah satu risiko yang
dihadapi oleh perusahaan. Sampai saat ini, penelitian lebih lanjut di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
30
bidang akuntansi mengenai manajemen risiko dan pengungkapan lebih
mengarah serta menekankan pada pengungkapan risiko keuangan (Lajili
dan Zeghal, 2005). Amran et al. (2009) juga mengungkapkan bahwa
risiko keuangan merupakan jenis risiko yang paling sering diungkapkan
oleh perusahaan.
Sektor perbankan merupakan sektor yang kegiatan usahanya
senantiasa dihadapkan pada risiko, dimana hal ini berkaitan erat dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perbankan sebagai
lembaga perantara keuangan merupakan salah satu media translasi dan
transformasi risiko dari pemilik dana yang umumnya bersifat risk averse
(Napitupulu, 2009). Pengungkapan risiko pada sektor perbankan
diperlukan untuk memastikan mekanisme market dicipline bekerja secara
efektif (Oorschot, 2009). Mekanisme pendisiplinan pasar (market
dicipline) memungkinkan pasar untuk menerapkan sanksi yang relevan
terhadap bank yang kinerja atau profil risikonya dianggap tidak
memadai, dan dapat pula memberikan insentif bagi bank-bank yang
kinerja atau profil risikonya menunjukkan manajemen yang baik.
Peraturan mengenai risk disclosure pada sektor perbankan
dikuatkan setelah munculnya Basel II. Dalam Basel II, Basel Committee
on Banking Supervision mengeluarkan konsep perhitungan modal yang
bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan
insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di
bank (Linsley, Shrives, dan Crumpton 2006). Basel II bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
31
meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan
menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko,
supervisory review process, dan market discipline (www.bi.go.id).
Di Indonesia, Bapepam dan IAI mengeluarkan peraturan mengenai
persyaratan pengungkapan risiko dalam laporan tahunan. Aturan yang
dikeluarkan Bapepam adalah Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga
Keuangan Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian
Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik, menyebutkan
bahwa emiten diwajibkan untuk menyertakan penjelasan mengenai
risiko-risiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah
dilakukan untuk mengelola risiko tersebut pada laporan tata kelola
perusahaan. Selanjutnya, PSAK No. 50 (Revisi 2006) yang dikeluarkan
IAI mengenai Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan,
menyebutkan bahwa pengungkapan yang dipersyaratkan adalah yang
menyediakan informasi untuk membantu para pengguna laporan
keuangan dalam menilai tingkat risiko yang terkait dengan instrumen
keuangan. Risiko-risiko tersebut dikategorikan menjadi risiko kredit,
risiko likuiditas, risiko tingkat bunga atas arus kas, serta risiko pasar yang
terdiri dari risiko mata uang, risiko tingkat bunga atas nilai wajar, dan
risika harga. PSAK 50 (Revisi 2006) dalam perkembangannya telah
mengalami revisi menjadi PSAK 50 (Revisi 2010) mengenai Instrumen
Keuangan: Penyajian yang merupakan adopsi dari IAS 32 dengan
beberapa pengecualian, dan PSAK 60 (Revisi 2010) mengenai Instrumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
32
Keuangan: Pengungkapan yang merupakan adopsi dari IFRS 7 dengan
beberapa modifikasi yang diperlukan. Dengan adanya peraturan-
peraturan tersebut, pengungkapan risiko oleh perbankan di Indonesia
bukan merupakan pengungkapan yang sifatnya sukarela (voluntary
disclosure), tetapi sudah merupakan pengungkapan wajib (mandatory
disclosure).
Peraturan mengenai wajibnya pengungkapan risiko oleh perbankan
di Indonesia diperkuat oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor:
11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,
yang mencakup risiko-risiko yang harus diungkapkan dalam laporan
keuangan, yakni sebagai berikut:
a. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.
b. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara
keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga
option. Risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar,
risiko komoditas, dan risiko ekuitas.
Risiko suku bunga adalah Risiko akibat perubahan harga
instrumen keuangan dari posisi trading book atau akibat
perubahan nilai ekonomis dari posisi banking book, yang
disebabkan oleh perubahan suku bunga.
Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi
trading book dan banking book yang disebabkan oleh
perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.
Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga
instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book
yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas.
Risiko Ekuitas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen
keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh
perubahan harga saham.
c. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat
diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
bank.
d. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional bank.
e. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku.
f. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis.
g. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif
terhadap bank.
h. Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam
pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Peraturan lain yang juga mengatur terkait pengungkapan risiko
adalah Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perbankan (P3KKEPPBANK,
2008) yang mewajibkan bank untuk mengungkapkan kebijakan terkait
masing-masing jenis risiko yang timbul dari kegiatan usahanya, faktor-
faktor yang mempengaruhi risiko tersebut, serta strategi manajemen
dalam menanggulangi faktor-faktor tersebut. Perbandingan klasifikasi
risiko menurut PBI 11/25/PBI/2009, PSAK 50 (Revisi 2006)1, dan
P3KKEPPBANK (2008) adalah sebagai berikut:
1 PSAK 50 (Revisi 2006) telah direvisi menjadi PSAK 60 (Revisi 2010) akan tetapi
PSAK 60 (Revisi 2010) baru berlaku efektif setelah tanggal 1 Januari 2012. Penggunaan
sampel penelitian adalah periode 2010-2011 oleh karena itu penelitian ini mengacu pada
PSAK 50 (Revisi 2006), alasan lain adalah belum diterbitkannya laporan tahunan yang
lengkap untuk periode 2012 hingga akhir periode penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
34
Tabel 2.2
Perbandingan Klasifikasi Rasio
PBI Nomor:
11/25/PBI/2009
PSAK 50 (Revisi 2006)
P3KKEPPBANK (2008)
Risiko kredit
Risiko likuiditas
Risiko pasar:
Risiko suku bunga
Risiko nilai tukar
Risiko komoditas
Risiko Ekuitas
Risiko operasional
Risiko kepatuhan
Risiko hukum
Risiko reputasi
Risiko strategik
Risiko kredit
Risiko suku bunga atas arus kas
Risiko pasar:
Risiko mata uang
Risiko suku bunga atas nilai
wajar
Risiko harga
Risiko likuiditas
Risiko khusus:
Risiko kredit
Risiko pasar:
Risiko suku bunga
Risiko nilai tukar rupiah
Risiko likuiditas
Risiko solvabilitas
Risiko obligasi rekapitalisasi pemerintah
Risiko bank penggabungan
Risiko teknologi sistem informasi
Risiko ketergantungan kepada pemerintah
Risiko tidak dilanjutkannya program
penjaminan pemerintah
Risiko ketergantungan pada deposito
berjangka
Risiko agunan kredit
Risiko pemulihan krisis sektor perbankan
Risiko fidusia
Risiko umum:
Risiko kepanikan masyarakat
Risiko pemogokan karyawan
Risiko kerusuhan dan penjarahan
Risiko operasional
Risiko investasi
Risiko penanganan masalah litigasi
Risiko persaingan
Sumber: PBI 11/25/PBI/2009, PSAK 50 (Revisi 2006), dan P3KKEPPBANK
(2008)
Area penelitian
Berdasarkan tabel perbandingan di atas, maka klasifikasi risiko
keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Risiko kredit
b. Risiko suku bunga
c. Risiko pasar, yang terdiri dari risiko mata uang dan risiko harga
d. Risiko likuiditas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
35
Peraturan-peraturan di atas dipilih sebagai dasar pengklasifikasian
risiko keuangan karena sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah
sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia dalam kurun
waktu 2010-2011.
Kondisi industri perbankan di Indonesia apabila diamati sejak
terjadinya krisis perbankan yang dimulai pada akhir tahun 1997 bukan
semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan
oleh belum dilaksanakannya good corporate governance. Belum
diterapkannya manajemen risiko secara baik juga dapat memicu
terjadinya kasus bank bermasalah. Pihak pemilik dana dapat secara bebas
meminjamkan dana ke kelompok usahanya sendiri atau koleganya
sehingga hal ini merusak fondasi industri perbankan nasional
(Tampubolon, 2004). BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lagi-
lagi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Seperti kasus BLBI pada Bank Century yang merugikan uang negara
sebesar 6,7 triliun rupiah (Susanto, 2009). Untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan sebagai lembaga
pengelola keuangan dan dalam rangka penerapan good corporate
governance, maka perlu diterapkan manajemen risiko yang baik dalam
dunia perbankan. Manajemen risiko merupakan serangkaian metodologi
dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan
usaha bank (Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
36
Dengan praktik good corporate governance diharapkan sektor
perbankan akan lebih baik lagi dalam hal pelaksanaan manajemen risiko
yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas informasi yang
dibutuhkan oleh para stakeholders.
5. Dewan Direksi
Dalam struktur organisasi sebuah perusahaan, dewan direksi
memiliki tanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan
perusahaan serta mengelola perusahaan sesuai dengan kewenangan dan
tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar yang telah
ditetapkan. Direktur perusahaan adalah orang yang mempunyai keahlian
dan pengetahuan tentang operasional perusahaan dan mengetahui dengan
pasti apa yang terjadi di dalam perusahaan (Bhagat dan Black, 1999), dan
berpotensi memberikan suatu informasi kepada pihak luar.
Menurut FCGI (2001), berkenaan dengan bentuk dewan dalam
sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari
dua sistem hukum yang berbeda, yaitu:
1. Sistem Hukum Anglo Saxon (One Tier System)
dalam sistem ini perusahaan hanya memiliki satu dewan direksi
yang merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior
(direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan
prinsip paruh waktu (non-direktur eksekutif).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
37
2. Sistem Hukum Kontinental Eropa (Two Tiers System)
dalam sistem ini perusahaan memiliki dua badan terpisah, yakni
dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan
direksi). Dewan direksi bertanggung jawab untuk mengelola dan
mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan pengawasan dewan
komisaris.
Di Indonesia menganut sistem two tiers system yang berarti bahwa
komposisi dewan pengurus perusahaan terdiri dari fungsi eksekutif
(dewan direksi) dan fungsi pengawasan (dewan komisaris). Penelitian ini
menyoroti karakteristik agen dalam struktur corporate governance
sebuah perusahaan, oleh karena itu fokus penelitian ini adalah pada
dewan direksi yang dalam hal ini bertindak sebagai eksekutif perusahaan.
Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner, Drobetz,
Schmid, dan Zimmermann (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan
direksi akan mempengaruhi mekanisme corporate governance.
Mekanisme pertanggungjawaban dan pengawasan dalam sistem two tiers
system yang dianut oleh Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
38
Gambar 2.1
Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia
Sumber: FCGI (2001)
Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia
yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG,
2006), fungsi pengelolaan perusahaan oleh dewan direksi mencakup lima
tugas utama yakni kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian
internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial. KNKG (2006) juga
menyatakan bahwa agar pelaksanaan tugas dewan direksi dapat berjalan
secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi dewan direksi harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan
cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota dewan direksi merupakan orang-orang profesional yakni
berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang
diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Dewan direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan
perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan
memastikan kesinambungan usaha perusahaan.
4. Dewan direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam
RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
39
Untuk sektor perbankan, menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi
paling kurang tiga orang dan seluruhnya wajib berdomisili di Indonesia.
Menurut Hermalin dan Weisbach (2003) menyatakan bahwa jumlah
dewan direksi biasanya berkaitan dengan implikasi dari kebijakan
tentang batasan jumlah dewan direksi. Anggota dewan direksi dengan
jumlah lebih dari tujuh atau delapan anggota tampaknya tidak akan
efektif (Florackis and Ozkan, 2004 dalam Htay, 2012).
Ukuran dewan direksi yang besar merupakan masalah bagi
perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan
menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan
yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam
hal koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Jensen dan Ruback
(1983) dan Florackis (2008) juga menjelaskan bahwa jumlah anggota
dewan yang terlampau banyak akan membuat baik koordinasi,
komunikasi, dan pengambilan keputusan menjadi lebih rumit
dibandingkan jumlah anggota dewan yang sedikit. Yoshikawa dan Phan
(2003) juga menyoroti bahwa ukuran dewan yang besar akan cenderung
kurang kohesif dan koordinasi menjadi lebih sulit karena mungkin dapat
memicu munculnya konflik di antara anggota dewan itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Byard et al. (2006) yang mempelajari
1.279 perusahaan selama tahun 2000 hingga 2002, menemukan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
40
kualitas pengungkapan keuangan cenderung menurun seiring dengan
peningkatan jumlah anggota dewan. Sehingga, ukuran dewan direksi
yang lebih kecil diharapkan dapat menghasilkan pengungkapan yang
lebih baik. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Eisenberg,
Sundgren, dan Wells (1998) yang melaporkan bahwa ukuran dewan
direksi yang besar berpengaruh terhadap menurunnya kinerja perusahaan.
Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Menurut Ponnu (2008),
direksi dengan pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif
yang berguna tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif,
serta pemahaman tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Siciliano
(1996) menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang
berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi
perusahaan berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada
kinerja sosial. Haniffa dan Cooke (2002) menyebutkan bahwa anggota
direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis
mungkin melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk
menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun
kredibilitas manajemen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
41
6. Kepemilikan Manajerial
Dalam teori agensi, tingkat kepemilikan manajer dianggap dapat
mengurangi biaya agensi karena berfungsi untuk menyelaraskan
kepentingan manajemen dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan
Meckling, 1976). Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008) dan
Eng dan Mak (2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai
proporsi saham biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif. Sementara
menurut Diyah dan Erman (2009), kepemilikan manajerial adalah
proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut
dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris).
Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah agensi karena
kinerja manajer akan lebih baik seiring dengan peningkatan kepemilikan
saham dalam perusahaan tersebut. Ketika kepemilikan manajer terhadap
perusahaan kecil, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan
kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya
semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan, maka semakin
produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa kepemilikan
manajerial yang lebih besar dapat menyelaraskan kepentingan manajer
dan pemegang saham, menurunkan biaya agensi, dan meningkatkan nilai
perusahaan. Mehran (1995), mendukung pandangan Jensen dan Meckling
(1976) terkait kepemilikan manajerial. Mehran menemukan hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
42
positif antara kepemilikan manajerial dan nilai Tobin Q yang digunakan
untuk mengukur performa perusahaan.
Dengan adanya kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis
manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi akan
berkurang dan manajer akan mengambil keputusan sesuai dengan
kepentingan perusahaan, sehingga tingkat pengungkapan perusahaan
pada akhirnya juga semakin luas. Kepemikan manajerial dalam penelitian
ini mengacu pada ukuran yang digunakan oleh Matoussi dan Chakroun
(2008), Mgammal (2011) dan Eng dan Mak (2003) dimana kepemilikan
manajerial dipresentasikan oleh proporsi saham yang dimiliki oleh dewan
eksekutif (dalam hal ini dewan direksi). Penelitian yang dilakukan oleh
Htay et al. (2012) menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan
direksi dan luas pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Guan et
al. (2007) juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara
kepemilikan direksi dengan luas pengungkapan informasi di Taiwan.
7. Kantor Akuntan Publik
Salah satu fungsi bank adalah menghimpun, mengelola, dan
menyalurkan dana dari masyarakat. Oleh karena itu, sektor perbankan
membutuhkan praktik audit yang lebih ketat dibandingkan perusahaan
non-keuangan lainnya. Audit mengurangi mengurangi asimetri informasi
antara manajer dan pemegang saham dengan memungkinkan pihak luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
43
yang independen memverifikasi validitas laporan keuangan (Becker,
Defond, Jiambalvo, dan Subramanyam, 1998).
Kantor akuntan publik memiliki peran penting dalam hal pelaporan
keuangan perusahaan. Peran penting kantor akuntan publik ini
dinyatakan dalam peraturan BAPEPAM melalui Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor Keputusan 134/BL/2006, sebagai berikut:
“Laporan tahunan wajib memuat laporan keuangan tahunan yang
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan peraturan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan di bidang
akuntansi serta wajib diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.”
Perusahaan yang diaudit oleh KAP yang berukuran besar akan
menyajikan laporan keuangan yang lebih berkualitas karena memiliki
reputasi dan kecakapan profesional untuk mendeteksi penyimpangan
dalam sistem akuntansi klien dibanding KAP ukuran kecil. Penggunaan
KAP yang bereputasi dianggap dapat memberikan sinyal positif bagi
perusahaan, karena publik akan menganggap perusahaan tersebut
memiliki informasi yang tidak menyesatkan (Becker et al., 1998).
Benardi, Sutrisno, dan Assih (2009) mengatakan bahwa kualitas auditor
antara kantor akuntan publik berukuran besar dan kantor akuntan publik
berukuran kecil pasti memiliki perbedaan dari segi sumber daya dan
teknologi yang dapat memengaruhi hasil kerja (kualitas) auditnya.
Ukuran kantor akuntan publik secara umum dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yang pertama adalah kantor akuntan publik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
memiliki lingkup global (Big Four) dan kantor akuntan publik dengan
lingkup domestik atau non-Big Four. Kantor akuntan publik Big Four
terdiri dari Deloitte Touche Tohmatsu, PWC (PricewaterhouseCoopers),
Ernst & Young, dan KPMG (Klynveld Peat Main 25Goerdeler).
Pengklasifikasian dari ukuran kantor akuntan publik ini dengan
asumsi bahwa kantor akuntan publik yang masuk ke dalam kategori The
Big Four dinilai memiliki integritas dan profesionalitas yang dapat
menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik
dibanding dengan perusahaan dengan kantor akuntan publik kecil.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka mengenai hubungan masing-masing variabel dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
45
Gambar 2.3
Skema Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, dapat diketahui bahwa model
penelitian ini hanya terdiri dari satu arah yakni menjelaskan pengaruh
karakteristik agen yang dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar
belakang pendidikan direksi, dan kepemilikan manajerial serta jenis KAP
terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Selain
menguji variabel independen dan dependen, penelitian ini juga menyertakan
corporate governance sebagai variabel moderasi. Keberadaan corporate
Variabel Moderasi
Corporate Governance (X5)
Variabel Independen Variabel Dependen
H1 -
H2 +
H3 +
Tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib
Risiko Keuangan
(Y)
Karakteristik Agen
1. Ukuran Dewan Direksi
(X1)
2. Latar Belakang Pendidikan
Direksi (X2)
3. Proporsi Kepemilikan
Manajerial (X3)
4. Jenis KAP (X4) H4 +
H5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
46
governance diharapkan dapat memperkuat hubungan antara variabel
karakteristik agen dan variabel tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan.
C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Ide penelitian ini berasal dari penelitian Taylor et al. (2008) yang
menguji tentang karakteristik corporate governance sebagai penentu
pengungkapan instrumen keuangan pada perusahaan di Australia. Financial
Instrument Disclosure (FID) diukur dengan menggunakan Indeks
Pengungkapan Instrumen Keuangan yang terdiri dari 120 item pengungkapan.
Sementara mekanisme corporate governance diukur dengan menggunakan
Corporate Governance Score (CGS) yang memuat tiga belas variabel tata
kelola perusahaan yang berasal dari prinsip-prinsip corporate governance
yang direkomendasikan oleh The ASX Council. Penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara
struktur corporte governance dengan CGS dan tingkat pengungkapan
instrumen keuangan. Variabel jenis KAP dan karakteristik agen yang
dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan
direksi, dan kepemilikan manajerial dikembangkan dari penelitian-penelitian
lain yang juga memiliki kaitan tentang pengungkapan.
Penelitian Matoussi dan Chakroun (2008) berusaha menguji pengaruh
komposisi dewan direksi dan konsentrasi kepemilikan terhadap
pengungkapan sukarela dari perusahaan yang terdaftar Tunisia tahun 2003-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
47
2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dualitas dalam struktur
kepemimpinan dan adanya kepemilikan dari pihak keluarga dalam
perusahaan berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan sukarela.
Temuan lain adalah ukuran dewan direksi dan kepemilikan institusi tidak
berpengaruh pada tingkat pengungkapan sukarela. Selanjutnya kepemilikan
manajerial yang dipresentasikan oleh proporsi kepemilikan saham oleh dewan
direksi ditemukan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela.
Htay et al. (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji
pengaruh corporate governance terhadap luas pengungkapan informasi sosial
dan lingkungan dari sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Malaysia.
Proksi corporate governance dipresentasikan oleh struktur kepemimpinan
dewan (independensi dewan), komposisi dewan (proporsi direktur
independen non-eksekutif), ukuran dewan, kepemilikan direksi, kepemilikan
institusional dan kepemilikan blok. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ukuran dewan yang kecil, persentase direktur independen yang lebih tinggi
dalam dewan, persentase kepemilikan direksi yang lebih tinggi, kepemilikan
institusi dan kepemilikan blok yang rendah memperluas pengungkapan
informasi sosial dan lingkungan.
Penelitian Eng dan Mak (2003) menguji pengaruh struktur
kepemilikan dan komposisi dewan dari perusahaan keuangan dan non-
keuangan yang terdaftar di Bursa Singapura terhadap luas pengungkapan
sukarela. Struktur kepemilikan dipresentasikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan blockholder dan kepemilikan pemerintah. Sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
48
komposisi dewan diukur dengan persentase direktur independen.
Pengungkapan sukarela diproksikan dengan skor pengungkapan agregat dari
informasi non-mandatory, informasi strategis, informasi keuangan dan non-
keuangan. Hasil menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial yang rendah
dan kepemilikan pemerintah yang signifikan menyebabkan peningkatan
dalam pengungkapan sukarela. Peningkatan jumlah direksi mengurangi luas
pengungkapan sukarela dan kepemilikan blockholder tidak memiliki
keterkaitan dengan pengungkapan.
Ponnu (2008), Siciliano (1996), dan Haniffa dan Cooke (2002)
meneliti tentang latar belakang pendidikan dewan direksi. Ponnu (2008) dan
Siciliano (1996) menguji tentang pengaruh latar belakang pendidikan dewan
direksi terhadap kinerja perusahaan. Menurut Ponnu (2008), direksi dengan
pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna
tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman
tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Selanjutnya, Siciliano (1996)
menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang berasosiasi
dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi perusahaan
berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada kinerja sosial.
Sementara, Haniffa dan Cooke (2002) meneliti tentang pengaruh faktor
budaya dan corporate governance pada luas pengungkapan di perusahaan
Malaysia. Faktor budaya dipresentasikan dengan ras dan latar belakang
pendidikan dewan. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa anggota direksi
yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
49
besar akan melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk
menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun
kredibilitas manajemen.
1. Pengaruh ukuran dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan
Dalam struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) yang
baik, direksi mampu menjaminkan bahwa dirinya akan memenuhi semua
kewajibannya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya dan
juga menjamin bahwa kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan
dilaksanakan hanya demi kepentingan perusahaan semata. Dewan direksi
bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan perusahaan
serta mengelola perusahaan sesuai dengan kewenangan dan tanggung
jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar yang telah
ditetapkan. Untuk sektor perbankan, menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi
paling kurang berjumlah tiga orang.
Anggota dewan direksi dengan jumlah lebih dari tujuh atau delapan
anggota tampaknya tidak akan efektif (Florackis and Ozkan, 2004 dalam
Htay, 2012). Ukuran dewan direksi yang besar merupakan masalah bagi
perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan
menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan
yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
50
hal koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Jensen dan Ruback
(1983), Florackis (2008), dan Hermalin dan Weisbach (2003) juga
menjelaskan bahwa jumlah anggota dewan yang terlampau banyak akan
membuat baik koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan
menjadi lebih rumit dibandingkan jumlah anggota dewan yang sedikit.
Yoshikawa dan Phan (2003) juga menyoroti bahwa ukuran dewan yang
besar akan cenderung kurang kohesif dan koordinasi menjadi lebih sulit
karena mungkin dapat memicu munculnya konflik di antara anggota
dewan itu sendiri.
Yermarck (1996) menganalisis sampel dari 452 perusahaan besar di
Amerika Serikat dan secara konsisten menemukan hubungan negatif
antara jumlah (ukuran) dewan dan nilai perusahaan. Setelah analisis
Yermarck tentang perusahaan besar, Eisenberg et al. (1998) menguji
hubungan antara ukuran dewan dan profitabilitas pada perusahaan-
perusahaan kecil dan menengah Finlandia. Hasil menunjukkan hubungan
yang negatif signifikan antara ukuran dewan dan profitabilitas
perusahaan.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Byard et al. (2006)
yang mempelajari 1.279 perusahaan selama tahun 2000 hingga 2002,
menemukan bahwa kualitas pengungkapan keuangan cenderung menurun
seiring dengan peningkatan jumlah anggota dewan. Sehingga, ukuran
dewan direksi yang lebih kecil diharapkan dapat menghasilkan
pengungkapan yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan jumlah anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
51
dewan direksi yang sedikit perumusan kebijakan dan keputusan akan
menjadi lebih efektif, konflik antar anggota dapat diminimalisir,
performa perusahaan meningkat, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pengungkapan oleh perusahaan yang dalam hal ini
juga mencakup pengungkapan risiko keuangan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H1: Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
2. Pengaruh latar belakang pendidikan dewan direksi terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan
Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Meskipun bukan suatu
keharusan bahwa seseorang yang akan masuk ke dunia bisnis harus
memiliki basic pendidikan bisnis, namun dengan memiliki latar belakang
pendidikan bisnis dan ekonomi anggota dewan akan memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang lebih memadai baik dalam hal
perumusan kebijakan, pengelolaan perusahaan, dan pengambilan
keputusan bisnis daripada yang tidak memiliki pengetahuan bisnis dan
ekonomi (Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra, 2007).
Menurut Ponnu (2008), direksi dengan pengalaman yang memadai
dapat memberikan perspektif yang berguna tentang risiko yang signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
52
dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman tentang tantangan yang
dihadapi bisnis. Siciliano (1996) menemukan bahwa diversitas latar
belakang pendidikan yang berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan
anggota dewan direksi perusahaan berpengaruh positif pada kinerja
organisasi terutama pada kinerja sosial. Haniffa dan Cooke (2002)
menyebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan besar akan melakukan
tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk menunjukkan akuntabilitas,
meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen. Dewan
direksi yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis akan
memiliki pemahaman terkait pentingnya transparansi dan pengungkapan
informasi termasuk pengungkapan risiko keuangan yang dapat
meningkatkan kredibilitas dan image perusahaan di mata publik.
Suhardjanto dan Kharis (2010) yang melakukan penelitian tentang
pengaruh corporate governance terhadap tingkat ketaatan pengungkapan
wajib pada Badan Usaha Milik Negara non-keuangan di Indonesia,
menemukan hubungan yang positif signifikan antara dewan yang berlatar
belakang pendidikan ekonomi dan bisnis dengan luas pengungkapan
wajib. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H2: Latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif
terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
53
3. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan
Tingkat kepemilikan saham oleh manajer dapat mengurangi biaya
agensi karena berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajemen
dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan Meckling, 1976).
Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Eng dan Mak
(2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai proporsi saham
biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif. Mgammal (2011), Htay et al.
(2012), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Guan et al. (2007)
menemukan bahwa kepemilikan manajerial yang dipresentasikan oleh
kepemilikan direksi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap luas
pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan.
Baek, Johnson, dan Kim (2009) yang melakukan penelitian tentang
hubungan kepemilikan manajerial dan luas pengungkapan sukarela,
menemukan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat kepemilikan
manajerial di bawah 5%, hubungan negatif antara tingkat kepemilikan
manajerial dan tingkat pengungkapan sukarela ditemukan. Namun,
setelah tingkat kepemilikan meningkat melewati 5%, hubungan hampir
menjadi netral.
Warfield et al. (1995) juga memberikan bukti empiris yang
mendukung dalam temuan mereka yang menyatakan bahwa tingkat
kepemilikan saham oleh manajemen secara positif berhubungan dengan
jumlah pengungkapan informasi terkait laba. Dengan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
54
kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer yang berusaha
memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang dan manajer akan
mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan, sehingga
tingkat pengungkapan perusahaan pada akhirnya juga semakin luas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
4. Pengaruh jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan
wajib risiko keuangan
Perusahaan akan cenderung menggunakan Kantor Akuntan Publik
(KAP) dengan reputasi baik untuk memberikan jasa audit eksternal, yaitu
Kantor Akuntan Publik yang masuk dalam kategori The Big Four. KAP
yang termasuk dalam kategori The Big Four dianggap memiliki
kredibilitas dan kemampuan yang lebih memadai untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan,
sehingga mampu memberikan sinyal positif bagi perusahaan dalam hal
pengungkapan informasi.
Benardi et al. (2009) melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang
dapat memengaruhi luas pengungkapan pada perusahaan-perusahaan
manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitiannya
ditemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan, dimana perusahaan yang diaudit oleh KAP dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
55
kategori The Big Four akan cenderung mengungkapkan infomasi secara
lebih transparan dalam laporan tahunannya. Hal tersebut didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Guan et al. (2007), Matoussi dan
Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) yang juga menemukan
hubungan yang positif signifikan antara jenis kantor akuntan publik
dengan luas pengungkapan informasi. Profesionalitas dan integritas yang
dimiliki oleh kantor akuntan publik yang masuk ke dalam kategori The
Big Four diharapkan dapat menekan perusahaan untuk melakukan
pengungkapan yang lebih baik, yang dalam hal ini mencakup
pengungkapan risiko keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
dikembangkan hipotesis:
H4: Jenis KAP berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan.
5. Pengaruh karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan dimoderasi oleh corporate
governance
Carter et al. (2002) menyatakan bahwa agency theory merupakan
pengembangan dari teori corporate governance yang sering digunakan
dalam penelitian untuk memahami kaitan antara karakteristik dewan
direksi dengan nilai perusahaan. Dalam kerangka teori agensi, corporate
governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik untuk mengurangi
perilaku oportunistik manajerial (Taylor et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56
Benardi et al. (2009) menyebutkan bahwa pengungkapan merupakan
atribut yang penting dari good corporate governance, terutama yang
berhubungan dengan transparansi dan akuntabilitas yang dapat
memperkecil asimetri informasi sehingga dapat mengurangi terjadinya
konflik kepentingan. Sejak krisis perbankan yang dimulai pada akhir
tahun 1997, perbaikan mekanisme corporate governance di sektor
perbankan terus mengalami peningkatan, salah satunya adalah dengan
menerapkan manajemen risiko yang baik. Penelitian Taylor et al (2008)
menemukan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara
struktur corporte governance yang diukur dengan CGS (Corporate
Governance Score) dan tingkat pengungkapan instrumen keuangan.
Matoussi dan Chakroun (2008) mengemukakan bahwa kepemilikan
manajerial yang tinggi didukung dengan mekanisme corporate
governance yang baik akan memperluas tingkat pengungkapan sukarela
yang dilakukan oleh perusahaan.
Karakteristik agen dalam penelitian ini dipresentasikan dengan
ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan
kepemilikan manajerial. Kinerja dewan direksi yang efektif didukung
dengan latar belakang pendidikan yang memadai serta proporsi
kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mendorong luasnya
pengungkapan risiko keuangan. Sehingga, dengan adanya struktur tata
kelola perusahaan (corporate governance) yang baik diharapkan dapat
memperkuat hubungan antara karakteristik agen dengan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
57
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H5: Corporate governance memoderasi hubungan antara
karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan
wajib risiko keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis yang bertujuan
untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh jenis
KAP dan karakteristik agen yang direpresentasikan oleh ukuran dewan
direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial
terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Serta
menguji keberadaan corporate governance yang memoderasi hubungan
antara karakteristik agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan bank. Pengujian hipotesis menjelaskan sifat dari hubungan tertentu,
memahami perbedaan antara kelompok atau independensi dua variabel atau
lebih (Sekaran, 2006).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonsesia (BEI) pada tahun 2010-
2011. Menurut (Sekaran, 2006), sampel adalah bagian dari populasi yang
masih memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu
mewakili keseluruhan populasi penelitian. Dalam penentuan sampel, penulis
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel
dengan cara menetapkan kriteria tertentu yang diperkirakan paling cocok dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
59
sesuai dengan tujuan penelitian (Efferin, Darmadji, dan Tan, 2008). Kriteria
perbankan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Perbankan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) selama
dua tahun berturut-turut untuk tahun 2010-2011.
2. Perbankan yang menyajikan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian secara lengkap.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh sampel untuk tahun
2010-2011 sebanyak 31 bank dengan 62 annual report.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
diambil dari laporan tahunan bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-
2011. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi
(Zeghal dan Ahmed, 1990), selain itu laporan tahunan digunakan oleh
sejumlah stakeholder sebagai sumber utama untuk memperoleh informasi
tentang kondisi perusahaan dan selanjutnya menggunakannya sebagai dasar
pengambilan keputusan. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari
jurnal, literatur-literatur terkait, dan situs www.idx.co.id untuk data annual
report perbankan serta dari situs masing-masing perusahaan.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel
independen dan variabel dependen, dan ditambah dengan variabel moderasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
60
Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini direpresentasikan dengan
ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan direksi, dan
kepemilikan manajerial.
a. Ukuran dewan direksi
Dewan direksi memiliki tanggung jawab dalam hal
pelaksanaan kepengurusan perusahaan serta mengelola perusahaan
sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang dipercayakan
perusahaan kepadanya. Ukuran dewan direksi yang besar merupakan
masalah bagi perusahaan. Menurut Matoussi dan Chakroun (2008),
jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan
menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran
dewan yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan
mempermudah dalam hal koordinasi. Indikator yang digunakan
sesuai dengan penelitian Beiner et al. (2003), Byard et al. (2006),
dan Htay et al. (2012) yaitu jumlah anggota direksi yang ada dalam
dewan direksi perusahaan.
Ukuran Dewan Direksi = Ʃ Anggota direksi perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
61
b. Latar belakang pendidikan direksi
Direksi yang memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan
ekonomi akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih
memadai baik dalam hal perumusan kebijakan, pengelolaan
perusahaan, dan pengambilan keputusan bisnis daripada yang tidak
memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi (Kusumastuti et al.,
2007). Indikator latar belakang dewan direksi mengacu pada
penelitian Haniffa dan Cooke (2002) yaitu proporsi jumlah direksi
yang memiliki latar belakang akuntansi atau bisnis dibandingkan
dengan jumlah total direksi yang ada di perusahaan.
c. Kepemilikan manajerial
Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Eng
dan Mak (2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai
proporsi saham biasa yang dimiliki dewan eksekutif. Tingkat
kepemilikan saham oleh manajer dapat mengurangi biaya agensi
karena berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajemen
dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan Meckling, 1976).
Indikator kepemilikan manajerial yang digunakan dalam penelitian
ini sesuai dengan penelitian Eng dan Mak (2003), Matoussi dan
Chakroun (2008), dan Mgammal (2011) yaitu persentase saham
Latar Belakang Pendidikan Direksi =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
62
biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif (dewan direksi) yang
termuat dalam laporan tahunan perusahaan.
d. Jenis KAP
Benardi et al. (2009), Guan et al. (2007), Matoussi dan
Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) meneliti pengaruh jenis
KAP terhadap luas pengungkapan informasi yang dilakukan oleh
perusahaan. Guan et al. (2007) meneliti tentang pengaruh struktur
kepemilikan, dewan direksi, dan pengungkapan informasi di Taiwan.
Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa perusahaan yang
diaudit oleh KAP dalam kategori Big 4 memiliki tingkat
pengungkapan informasi yang lebih luas.
Untuk itu pengukuran variabel jenis KAP dalam penelitian
ini mengacu pada penelitian Benardi et al. (2009), Guan et al. (2007)
dan Matoussi dan Chakroun (2008). Jenis KAP merupakan variabel
dummy dimana KAP yang masuk kategori Big 4 akan diberi angka 1,
dan 0 jika tidak.
KAP Big 4 = 1; KAP Non Big 4 = 0
Kepemilikan Manajerial =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
63
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan. Variabel dependen dalam
penelitian ini dinilai dengan ada atau tidaknya risiko keuangan yang
diungkapan dalam setiap instrumen keuangan, yang meliputi 19 item,
dalam laporan tahunan perbankan yang menjadi sampel. Penyusunan
item-item pengungkapan risiko keuangan dalam penelitian ini mengacu
pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009, PSAK 50
(Revisi 2006), dan P3KKEPPBANK (2008), yang membagi risiko
keuangan dengan rincian sebagai berikut:
a. Risiko suku bunga, yang terdiri dari 3 item pengungkapan, untuk
setiap kelompok aset keuangan dan kewajiban keuangan yang
dimiliki oleh perbankan.
b. Risiko kredit, yang terdiri dari 4 item pengungkapan, untuk setiap
kelompok aset keuangan dan eksposur kredit lainnya yang dimiliki
oleh perbankan.
c. Risiko likuiditas, yang terdiri dari 3 item pengungkapan.
d. Risiko pasar, yang terdiri dari 9 item pengungkapan mencakup item
untuk risiko harga dan risiko mata uang.
Karakteristik untuk masing-masing item pengungkapan risiko
terlampir. Tingkat pengungkapan risiko keuangan diukur dengan
menggunakan teknik scoring, jika item-item tersebut diungkapkan dalam
laporan tahunan maka diberikan skor 1 dan 0 jika item tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
64
diungkapkan. Indikator pengukuran mengacu pada penelitian Taylor et
al. (2008) dan Oorschot (2009), dimana tingkat pengungkapan risiko
keuangan dihitung dengan menjumlahkan skor pengungkapan untuk
setiap annual report bank tertentu dalam tahun tertentu, kemudian dibagi
dengan jumlah maksimum skor yang diperoleh bank pada tahun tertentu.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat pengungkapan
risiko keuangan dalam penelitian ini dapat adalah sebagai berikut:
Keterangan Persamaan:
DSOREBY = Skor pengungkapan bank B pada tahun Y
MAXBY = Nilai maksimum yang mungkin dicapai bank B pada
tahun Y
i = Item dalam framework
SCOREiBY = Skor untuk item i, bank B pada tahun Y
3. Variabel Moderasi
Variabel moderasi adalah variabel yang mempunyai pengaruh
ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel independen dan
variabel dependen (Sekaran, 2006). Variabel ini yang akan memperkuat
atau memperlemah hubungan antara variabel independen terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
65
Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan perusahaan.
Sebuah indeks pengungkapan dibentuk sebagai standar untuk mengukur
tingkat pengungkapan corporate governance pada perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode yang digunakan untuk
membuat indeks pengungkapan corporate governance adalah
mengaplikasikan indeks tidak tertimbang dengan menggunakan nilai
dikotomis, yaitu nilai 1 untuk item yang diungkapkan dan nilai 0 untuk
item yang tidak diungkapkan (Rini, 2010). Item-item pengungkapan yang
digunakan mengacu pada penelitian Rini (2010), yang kemudian
ditambahkan item-item lain yang berasal dari Keputusan Ketua
BAPEPAM dan Lembaga Keuangan dalam Peraturan X.K.6 Nomor:
Kep-134/BL/2006, Pedoman Umum Penerapan Good Corporate
Governance Indonesia (KNKG, 2006), Peraturan Bank Indonesia No.
8/4/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum, Peraturan Bank Indonesia No 5/8/2003 tentang Manajemen
Risiko Bank Umum, Laporan Corporate Governance Perception Index
(Suprayitno, Khomsiyah, Darmawati, Yasni, Susandy, dan Ratnawati
2005), dan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-
117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Item-item tersebut diklasifikasikan menjadi 17 poin item yang
terdiri dari pemegang saham; dewan komisaris; dewan direksi; komite
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
66
audit; komite nominasi dan remunerasi; komite pemantau risiko; komite
manajemen risiko; komite-komite lain yang dimiliki perusahaan;
sekretaris perusahaan; pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
internal; manajemen risiko perusahaan; perkara penting yang dihadapi
oleh perusahaan, anggota dewan direksi, dan anggota dewan komisaris;
akses informasi dan data perusahaan; etika perusahaan; tanggung jawab
sosial; pernyataan penerapan good corporate governance; dan informasi
penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan good corporate
governance. Dari ketujuh belas point item tersebut, dibagi menjadi 125
item pengungkapan yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
perusahaan mengungkapkan informasi mengenai corporate governance.
Pengukuran indeks pengungkapan corporate governance dalam
laporan tahunan mengacu pada peneitian Bhuiyan dan Biswas (2007):
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan
pengujian hipotesis untuk menganalisis data. Untuk menganalisis data dengan
analisis regresi berganda digunakan SPSS release 17.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan nilai rata-rata (mean),
median, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi. Analisis ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
67
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan
perilaku data (Ghozali, 2006). Sehingga mudah dipahami secara
kontekstual oleh pembaca.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan
analisis regresi berganda, dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan
bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran
koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003).
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali, 2006). Penelitian ini menggunakan uji statistik dengan
Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S). Dasar pengambilan
keputusan pada analisis Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S)
menurut Ghozali (2006):
- Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka Ho
ditolak. Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal.
- Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka
Ho diterima. Hai ini berarti data residual terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
68
(Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinieritas di dalam model, penulis menggunakan analisis
perhitungan nilai tolerance dan variance infaltion factors (VIF)
dengan alat bantu program Statistical Product and Service Solution
(SPSS). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan variabel independen lainnya. Jadi, nilai
tolerence yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena
VIF = 1/Tolerance). Jika tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka
tidak terjadi multikolonieritas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Dalam
penelitian ini menggunakan Run Test untuk melakukan uji
autokorelasi. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual
terjadi secara random atau tidak (Ghozali,2006). Kriteria pengujian
adalah:
- Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada output runs test lebih besar
dari 0,05 maka data residual random atau acak. Hal ini berarti
data tidak mengandung autokorelasi.
- Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada output runs test lebih kecil
dari 0,05 maka data residual tidak random. Hal ini berarti data
mengandung autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
69
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan
pada regresi sehingga akurasi hasil prediksi menjadi meragukan. Uji
heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2006). Uji heteroskedastisitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji park yaitu dengan
membentuk model logaritmik dari nilai kuadrat residual (Lnɛ2),
kemudian meregresikannya dengan variabel independen. Variabel
independen dikatakan tidak terkena heterokedastisitas, jika nilai
signifikansi antara variabel independen dengan logaritma dari
kuadrat residual (Lnɛ2) lebih dari 0,05 (Ghozali, 2006).
3. Uji Hipotesis
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji
kekuatan dan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Pengujian menggunakan analisis regresi linier
berganda dilakukan untuk menguji hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis
3, dan hipotesis 4, dengan persamaan regresi sebagai berikut:
FINDISC = β0+β1 BSIZE+ β2 BACKDIR+ β3 MOWN + β4 KAP + ɛ.....pers (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
70
Keterangan:
FINDISC = Tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan
BSIZE = Ukuran dewan direksi
BACKDIR = Background pendidikan dewan direksi
MOWN = Kepemilikan manajerial
KAP = Jenis KAP yang mengaudit
β = Koefisien regresi
ɛ = Eror
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit
suatu model dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai
statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dikatakan
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis
(daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan
apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima
(Ghozali, 2006). Pengukuran goodness of fit suatu model adalah
sebagai berikut:
Uji Ketepatan Perkiraan (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model untuk menerangkan variasi
variabel independen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien yang diperoleh
akan berkisar 0 < R2
≤1 dimana jika nilai R2 semakin mendekati 1,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
71
maka semakin kuat kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen. Akan tetapi, dalam Ghozali (2006)
dijelaskan mengenai kelemahan mendasar penggunaan koefisien
determinasi yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel
independen, maka R2
pasti meningkat tanpa mempedulikan apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, penulis menggunakan nilai Adjusted R2
untuk mengevaluasi model regresi yang terbaik karena dalam model
regresi yang digunakan terdapat lebih dari dua variabel independen.
Pengujian signifikansi-F
Uji signifikansi F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2006). Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai
F lebih besar dari 4 maka Ho ditolak pada tingkat signifikansi 5%,
yang berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa
model regresi signifikan.
Pengujian Parameter Individual (Uji signifikansi-t)
Uji signifikansi-t digunakan untuk mengetahui apakah
variabel independen secara signifikan mempengaruhi variabel
dependen. Nilai t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
72
parsial dari variabel independennya. Dalam penelitian ini, nilai t
menggunakan tingkat signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah
seperti berikut ini.
- Jika p-value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti variabel independen secara individual berpengaruh
terhadap variabel dependen.
- Jika p-value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang
berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
b. Analisis Residual
Uji residual digunakan untuk menguji pengaruh variabel
moderasi. Analisis residual ingin menguji pengaruh deviasi
(penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan
(lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan liniear antar
variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual di
dalam regresi. Jika terjadi kecocokan antara variabel independen dan
variabel moderasi, maka nilai residual kecil atau nol. Jika terjadi
ketidakcocokan (lack of fit) antara variabel independen dan variabel
moderasi, maka nilai residual besar (Ghozali, 2006).
Menurut analisis residual, sebuah variabel dikatakan mampu
menjadi variabel moderating jika koefisien parameternya negatif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
73
signifikan. Analisis residual ini digunakan untuk menguji hipotesis 5,
dengan persamaan sebagai berikut:
CG = β0 + β1 BSIZE + β2 BACKDIR + β3 MOWN + e....pers (2.1)
| e | = β0 + β1FINDISC..........................................................pers (2.2)
Keterangan:
FINDISC = Tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan
BSIZE = Ukuran dewan direksi
BACKDIR = Background pendidikan dewan direksi
MOWN = Kepemilikan manajerial
CG = Corporate Governance
β = Koefisien regresi
| e | = Nilai absolut residual dari persamaan (2.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
74
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskriptif Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report
tahun 2010-2011. Data ini diperoleh dari www.idx.co.id dan dari situs
masing-masing bank sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-
2011 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Tahun Populasi Sampel
2010 31 31
2011 31 31
Total 62 62
Pada tabel 4.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2010 terdapat 31 bank
yang listing dan pada tahun 2011 terdapat 31 bank. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling. Bank yang menjadi
sampel adalah bank yang memenuhi beberapa kriteria tertentu seperti
yang sudah dijelaskan (lihat bab III, hal. 59). Berdasarkan teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
75
pengambilan sampel tersebut, semua populasi yang terdapat dalam
penelitian telah memenuhi kriteria pengambilan sampel. Sehingga, semua
populasi yang ada dijadikan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 31 bank dengan 62 annual
report, dimana nama bank sampel dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Statistik Deskriptif
Informasi mengenai statistik dekriptif meliputi: nilai minimum,
nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi yang dihitung
dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 17. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah jenis KAP (KAP) dan
karakteristik agen yang direpresentasikan dengan ukuran dewan direksi
(BSIZE), latar belakang pendidikan dewan direksi (BACKDIR), dan
kepemilikan manajerial (MOWN). Sedangkan variabel dependennya
adalah tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan
(FINDISC) serta variabel moderasi yakni corporate governance (CG).
Ringkasan hasil statistik deskriptif variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini disajikan pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
N Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi
FINDISC 62 0,5470 0,9195 0,7460 0,0965
BSIZE 62 3,0000 12,0000 6,8065 2,7807
BACKDIR 62 0,2000 1,0000 0,6845 0,1942
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
76
MOWN (%) 62 0,0000 0,8500 0,0742 0,1784
CG 62 0,3120 0,8880 0,6845 0,1473
Valid N (listwise) 62
Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
Tabel 4.2 menyajikan statistik deskriptif dependen variabel,
independen variabel, dan moderating variabel berdasarkan 62 annual
report dari 31 bank yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) dari
tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan (FINDISC) di
Indonesia berada pada score 74,60% dengan standar deviasi sebesar
0.0965. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan wajib
risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor perbankan di Indonesia sudah
baik. Sebagian besar bank sudah mematuhi dan menerapkan
pengungkapan risiko yang merupakan salah satu pengungkapan wajib
yang diharuskan oleh PSAK 50 (Revisi 2006). Membaiknya tingkat
pengungkapan wajib risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor
perbankan di Indonesia disebabkan oleh semakin membaiknya
manajemen risiko, dimana Bank Indonesia selaku regulator telah
mewajibkan bank untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif
(Lampiran SE BI Nomor: 13/23/DPNP/2011). Tingkat kepatuhan
pengungkapan terendah yaitu sebesar 54,70% oleh Bank Nusantara
Parahiyangan, sedangkan pengungkapan tertinggi yaitu sebesar 91,95%
oleh Bank Tabungan Negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
77
Ukuran dewan direksi (BSIZE) berdasarkan data deskriptif pada
tabel 4.2 rata-rata berjumlah 6 orang. Menurut Florackis and Ozkan,
(2004) dalam Htay (2012), anggota dewan direksi dengan jumlah lebih
dari tujuh atau delapan anggota tampaknya tidak akan efektif. Sesuai
dengan data di atas, terdapat 4 bank yang memiliki jumlah dewan
komisaris terendah yaitu 3 orang. Keempat bank tersebut antara lain
Bank Agroniaga, Bank Pundi Indonesia, Bank Bumi Artha, dan Bank
Himpunan Saudara. Sedangkan jumlah dewan direksi terbanyak adalah
12 orang, yaitu terdapat pada Bank Danamon Indonesia dan Bank CIMB
Niaga. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi paling kurang
berjumlah tiga orang dan seluruhnya wajib berdomisili di Indonesia.
Dengan demikian, dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa tidak ada bank yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia terkait kuantitas dewan direksi.
Proporsi latar belakang pendidikan dewan direksi (BACKDIR)
memiliki nilai rata-rata sebesar 68,45%. Rerata tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar bank dewan direksinya memiliki latar belakang
akuntansi dan bisnis. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bank
memilih dewan direksi yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan
bisnis untuk memperluas tingkat pengungkapan guna menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
78
akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas
manajemen seperti yang disebutkan oleh Haniffa dan Cooke (2002).
Kepemilikan manajerial yang dimiliki oleh rata-rata bank adalah
sebesar 0,074%. Bank Tabungan Pensiunan Nasional 0,85% sahamnya
dimiliki oleh manajemen (dewan direksi) yang merupakan angka
tertinggi untuk bank yang memiliki kepemilikan manajerial.
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah corporate
governance. Nilai rata-rata indeks corporate governance adalah sebesar
68,45%. Hal ini menunjukan membaiknya corporate governance pada
sektor perbankan, yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap
membaiknya tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan
bank. Indeks corporate governance tertinggi ada pada Bank Internasional
Indonesia yakni sebesar 88,80%, dan terendah ada pada Bank Mayapada
yakni sebesar 31,20%.
Kantor akuntan publik yang masuk dalam kategori The Big Four
dinilai memiliki integritas dan profesionalitas yang dianggap dapat
mempengaruhi luas pengungkapan wajib risiko keuangan oleh bank.
Pada tahun 2010 terdapat 20 bank (64,52%) yang diaudit oleh KAP Big
4. Dan pada tahun 2011 terdapat 22 bank (70,97%) yang diaudit oleh
KAP Big 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
79
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Variabel Dummy
Kantor Akuntan Publik
Big 4 Non Big 4 N
2010 20 11 31
Persentase 64,52 35,48 100
2011 22 9 31
Persentase 70,97 29,03 100
Sumber: data sekunder, diolah
B. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk melihat apakah data penelitian
dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda. Uji
asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi. Model regresi
yang baik adalah model yang lolos dari uji asumsi klasik tersebut (Ghozali,
2006).
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, data residual memiliki distribusi normal sehingga model regresi
dikatakan tidak bias. Normalitas data diuji dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test pada program komputer SPSS 17.0 for
windows. Jika tingkat signifikansi > 0,05 maka berarti asumsi normalitas
terpenuhi. Hasil pengujian dapat dilihat pada halaman lampiran 5. Secara
ringkas hasil ditunjukkan pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
80
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas
Parameter yang Diuji Z Sig Keterangan
Unstandardized Residual 0,616 0,843 Normal
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran)
Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,616 dan signifikan
pada 0,843. Tingkat signifikansi pada uji normalitas tersebut lebih dari
0,05 maka berarti asumsi normalitas terpenuhi, data residual
berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model
regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat korelasi antara
variabel independen atau korelasinya rendah. Keberadaan
multikolinearitas diketahui dengan Varians Inflating Factor (VIF) dan
Tolerance. Ringkasan hasil uji multikolinearitas disajikan pada tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel bebas Collinearity Statistics Kesimpulan
Tolerance VIF
BSIZE 0,691 1,448 Tidak ada multikolinearitas
BACKDIR 0,877 1,141 Tidak ada multikolinearitas
MOWN 0,881 1,135 Tidak ada multikolinearitas
KAP 0,698 1,433 Tidak ada multikolinearitas
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
81
Hasil perhitungan nilai tolerance dari model regresi menunjukkan
tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1
(10%). Hasil perhitungan nilai variance inflation factor (VIF)
menunjukkan tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih
dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar
variabel bebas dalam kedua model regresi.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Run Test. Run
test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random
atau tidak (Ghozali,2006). Jika tingkat signifikansi pada output runs test
> 0,05 maka data dikatakan tidak mengandung autokorelasi. Hasil
pengujian dapat dilihat pada lampiran 5. Secara ringkas hasil ditunjukkan
pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Parameter yang Diuji Z Sig Keterangan
Unstandardized Residual -1,793 0,073 Tidak ada autokorelasi
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran)
Tingkat signifikansi pada uji run test lebih dari 0,05 maka data
tidak mengandung autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
82
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji park yaitu yaitu dengan membentuk model logaritmik
dari nilai kuadrat residual (Lnɛ2), kemudian meregresikannya dengan
variabel independen. Variabel independen dikatakan tidak terkena
heterokedastisitas, jika nilai signifikansi antara variabel independen
dengan logaritma dari kuadrat residual (Lnɛ2) lebih dari 0,05 (Ghozali,
2006). Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 5. Secara ringkas
hasil ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel t Sig Keterangan
BSIZE -1,213 0,230 Tidak signifikan
BACKDIR 1,301 0,199 Tidak signifikan
MOWN 0,237 0,814 Tidak signifikan
KAP 0,060 0,953 Tidak signifikan
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran)
Hasil uji heteroskedastisitas tersebut menunjukkan bahwa semua
koefisien regresi untuk variabel independen tidak signifikan (p > 0,05),
sehingga tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi
pada penelitian ini.
C. Uji Hipotesis
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji kekuatan
dan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
83
dependen. Pengujian menggunakan analisis regresi linier berganda
dilakukan untuk menguji hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3, dan
hipotesis 4. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 6. Ringkasan
hasil pengujian regresi berganda diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Persamaan Regresi 1)
Variabel Koefisien Regresi t p-value
Konstanta 0,572 11,884 0,000
BSIZE 0,005 1,013 0,315
BACKDIR 0,135 2,243 0,029*
MOWN 0,146 2,249 0,028*
KAP 0,057 2,059 0,044*
R2
Adjusted R2
F Statistic
0,273
0,222
5,342
Sig 0,001
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa
jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R2
pasti meningkat tidak peduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari
dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah
disesuaikan yaitu Adjusted R2 (Ghozali, 2006).
Pada tabel 4.8 diatas menunjukkan nilai Adjusted R Square
(Adjusted R2) sebesar 0,222, hal ini berarti bahwa 22,20% variabel
dependen (tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan) dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
84
dijelaskan oleh variabel independen ukuran dewan direksi, latar belakang
pendidikan dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan jenis KAP.
Sisanya sebesar 77,80% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
Dalam tabel 4.8 juga diketahui bahwa nilai statistik F sebesar 5,342
dengan probabilitas sebesar 0,001 (p-value < 0,05). Karena nilai F lebih
besar dari 4,000 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,050 maka model
regresi ini menunjukkan tingkatan yang baik (good overall model fit)
sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan atau dapat dikatakan
bahwa ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi,
kepemilikan manajerial, dan jenis KAP secara bersama-sama
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan (Ghozali, 2006). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda
tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Ukuran Dewan Direksi
Hipotesis pertama yang diajukan yaitu: “Ukuran dewan
direksi berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Hasil analisis regresi (Tabel
4.8) ukuran dewan direksi (BSIZE) menghasilkan nilai t sebesar
1,013 dengan p-value sebesar 0,315. Nilai p-value > 0,05 (tidak
signifikan). Interprestasi dari hasil pengujian ini adalah bahwa
ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan. Dari hasil diatas dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
85
disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak. Temuan ini sesuai
dengan penelitian Matoussi dan Chakroun (2008) yang menemukan
bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan perusahaan di Tunisia. Penelitian Suhardjanto dan
Kharis (2010) tentang pengaruh corporate governance terhadap
tingkat ketaatan pengungkapan wajib pada Badan Usaha Milik
Negara non-keuangan di Indonesia, juga menemukan bahwa ukuran
dewan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan wajib BUMN. Hal
ini bisa disebabkan karena yang menentukan keluasan pengungkapan
risiko adalah segi efektivitas keberadaan dewan direksi, bukan dari
ukuran dalam hal jumlah. Ukuran dewan direksi yang besar pun
dapat menghasilkan pengungkapan yang lebih baik apabila
koordinasi dan efektivitas kinerjanya baik.
b. Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi
Hipotesis kedua yang diajukan: “Latar belakang pendidikan
dewan direksi berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap
koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,243 dengan p-value
sebesar 0,029. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa latar
belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko
keuangan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua
diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardjanto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
86
dan Kharis (2010) yang menemukan pengaruh yang positif signifikan
antara dewan yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis
dengan luas pengungkapan wajib di sektor BUMN.
Temuan ini juga mendukung pendapat Haniffa dan Cooke
(2002) yang menyatakan bahwa anggota direksi yang memiliki latar
belakang pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan besar akan
melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk
menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun
kredibilitas manajemen.
c. Kepemilikan Manajerial
Hipotesis ketiga yang diajukan yaitu: “Kepemilikan
manajerial berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap
koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,249 dengan p-value
sebesar 0,028. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Hasil ini
menunjukkan hipotesis ketiga diterima. Temuan ini sesuai dengan
penelitian Mgammal (2011), Htay et al. (2012), Matoussi dan
Chakroun (2008), dan Guan et al. (2007) yang menemukan bahwa
kepemilikan manajerial yang dipresentasikan oleh kepemilikan
direksi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap luas
pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dari hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
87
temuan ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya kepemilikan
saham dari pihak manajemen dapat mengurangi perilaku oportunistik
manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi,
sehingga berdampak pada tingkat pengungkapan perusahaan yang
semakin luas.
d. Jenis Kantor Akuntan Publik
Hipotesis keempat yang diajukan yaitu: “Jenis KAP
berpengaruh positif terhadap terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap
koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,059 dengan p-value
sebesar 0,044. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa jenis KAP
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan. Hasil ini berarti menerima
hipotesis keempat. Temuan ini sesuai dengan penelitian Guan et al.
(2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012)
yang juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara jenis
kantor akuntan publik dengan luas pengungkapan informasi.
Profesionalitas dan integritas yang dimiliki oleh kantor akuntan
publik yang masuk ke dalam kategori The Big Four dapat menekan
perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik, yang
dalam hal ini mencakup pengungkapan risiko keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
88
2. Analisis Residual
Analisis residual digunakan untuk menguji hipotesis kelima yaitu
corporate governance memoderasi hubungan antara karakteristik agen
terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
Persamaan regresi yang dibentuk untuk menguji variabel moderasi
dengan menggunakan analisis residual adalah sebagai berikut:
CG = β0 + β1 BSIZE + β2 BACKDIR + β3 MOWN + e....pers (2.1)
| e | = β0 + β1FINDISC..........................................................pers (2.2)
Dari persamaan di atas variabel corporate governance akan
diterima sebagai variabel moderasi apabila koefisien β1 FINDISC
(tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan) adalah negatif dan
signifikan. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 7. Ringkasan hasil
pengujian residual dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Hasil Regresi Persamaan 2
Variabel Karakteristik Agen Terhadap Corporate Governance
Variabel Koefisien t p-value
Konstanta 0,308 4,837 0,000
BSIZE 0,028 5,239 0,000
BACKDIR 0,269 3,384 0,001
MOWN 0,049 0,569 0,571
Variabel dependen: CG
Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
89
Tabel 4.10
Hasil Regresi Persamaan 2
Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Terhadap
Absolut Residual
Variabel Koefisien t p-value
Konstanta 0,067 0,932 0,355
FINDISC 0,022 0,230 0,819
Variabel dependen: Absolut residual
Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
Berdasarkan tabel 4.9 dan tabel 4.10 maka dapat dibuat persamaan
regresi sebagai berikut :
CG = 0,308 + 0,028 BSIZE + 0,269 BACKDIR + 0,049 MOWN + e...(2.1)
| e | = 0,067 + 0,022 FINDISC................................................................(2.2)
Tabel 4.10 menunjukan bahwa koefisien parameter yang dihasilkan
adalah sebesar 0,022 (positif) dan tidak signifikan, p-value > 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak, yakni
pengaruh karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan
wajib risiko keuangan tidak dimoderasi oleh corporate governance. Hal
ini bisa disebabkan karena variabel pengungkapan risiko keuangan yang
digunakan pada penelitian ini adalah item yang wajib diungkapan dalam
laporan tahunan perbankan berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006).
Wajibnya pengungkapan risiko keuangan juga diperkuat oleh adanya
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009, Keputusan Ketua
Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-134/BL/2006, dan
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
90
Perusahaan Publik Industri Perbankan yang dikeluarkan oleh Bapepam.
Karena item pengungkapan risiko keuangan yang digunakan merupakan
pengungkapan yang sifatnya wajib, maka bank yang menjadi sampel
dalam penelitian ini harus dan berusaha mengungkapkan item tersebut
guna mematuhi peraturan yang berlaku. Jadi, tinggi rendahnya indeks
corporate governance tidak berpengaruh pada pengungkapan risiko
keuangan yang dilakukan oleh bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh karakteristik
agen (dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan
dewan direksi, dan kepemilikan manajerial) dan jenis KAP terhadap tingkat
kepatuhan kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan pada perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan corporate governance sebagai
variabel moderasi. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil pengujian menunjukkan bahwa
karakteristik agen dan jenis KAP mempengaruhi tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan bank. Variabel independen yang
terbukti berpengaruh adalah latar belakang pendidikan dewan direksi,
kepemilikan manajerial, dan jenis KAP. Semakin besar proporsi dewan
direksi yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis terbukti
mendukung keluasan informasi risiko keuangan yang diungkapkan oleh
perusahaan karena dewan direksi yang berlatar belakang pendidikan
akuntansi dan bisnis setidaknya memiliki pemahaman dan kemampuan
yang lebih memadai terkait pentingnya transparansi dan pengungkapan
informasi termasuk pengungkapan risiko keuangan yang dapat
meningkatkan kredibilitas dan image perusahaan di mata publik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
92
Kepemilikan manajerial yang besar juga terbukti mampu memperluas
tingkat pengungkapan risiko keuangan karena kepemilikan manajerial
dapat menciptakan goal congruence antara pihak manajer dan pemegang
saham. Peranan kantor kuntan publik terbukti memiliki peran penting
dalam mempengaruhi luas pengungkapan risiko. Kantor akuntan publik
yang masuk dalam kategori Big Four memiliki kredibilitas dan
profesionalitas yang dapat menekan perusahaan untuk melakukan
pengungkapan yang lebih baik. Variabel ukuran dewan direksi terbukti
tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan wajib risiko keuangan.
Selain itu, corporate governance juga terbukti tidak memoderasi
hubungan antara karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan.
2. Rerata tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan adalah
sebesar 74,60%. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan
wajib risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor perbankan di Indonesia
sudah baik. Sebagian besar bank sudah mematuhi dan menerapkan
pengungkapan risiko yang merupakan salah satu pengungkapan wajib
yang diharuskan oleh PSAK 50 (Revisi 2006).
B. Keterbatasan
Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan sebagai berikut:
1. Periode penelitian yang relatif pendek yakni hanya dua tahun dengan
jumlah sampel sebanyak 62.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
93
2. Score indeks pengungkapan risiko keuangan dinilai oleh peneliti
berdasarkan intepretasi terhadap informasi laporan tahunan perusahaan
sampel, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pernilaian antar
bank karena penafsiran peneliti yang subyektif.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran untuk
penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah sampel penelitian
dengan periode pengamatan yang lebih panjang.
2. Item pengungkapan risiko keuangan dapat lebih diperinci dengan
menggunakan peraturan yang lebih baru yakni PSAK 60 (Revisi 2010).
3. Memperluas cakupan variabel karakteristik agen seperti usia anggota
dewan direksi, komposisi dewan direksi wanita, dan latar belakang etnik
dewan direksi.
top related