pengaruh jumlah pemberian obat terhadap ketaatan … · yang diterima pasien saat awal kontrol...
Post on 24-May-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH JUMLAH PEMBERIAN OBAT TERHADAP KETAATAN
PASIEN RAWAT JALAN PENDERITA HIPERTENSI
DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Tri Kusuma Dewi
NIM : 068114156
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
PENGARUH JUMLAH PEMBERIAN OBAT TERHADAP KETAATAN
PASIEN RAWAT JALAN PENDERITA HIPERTENSI
DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Tri Kusuma Dewi
NIM : 068114156
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
THE INFLUENCE OF THE AMOUNT OF GIVING DRUGS TO
HYPERTENSIVE OUTPATIENTS COMPLIANCE AT INTERNAL POLY
OF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement
to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Fransisca Tri Kusuma Dewi
NIM : 068114156
FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
iv
iv
v
v
vi
Halaman Persembahan
“Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau
minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu
pakai. Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat
menambahkan sehasta saja pada hidupnya? Sebab itu janganlah kamu kuatir
akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan
sehari cukuplah untuk sehari. “(Matius, 6:25, 27, 34)
Kupersembahkan karya ini bagi:
Tuhan Yesus Sang Gembala Sejati yang kupercaya akan menjadikan segala sesuatunya indah
pada waktunya.
Papaku di surga atas cinta yang tak kunjung padam walau terpisah jarak dan waktu.
Keluarga besarku yang selalu mendoakan dan mendukung setiap langkah hidupku.
Suamiku Robertus Lilik Sutrisna, ST atas keajaiban cinta yang selalu menghiasi hari-hariku.
Almamaterku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
vii
Nama : Fransisca Tri Kusuma Dewi
NIM :06 8114 156
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGARUH JUMLAH PEMBERIAN OBAT TERHADAP KETAATAN
PASIEN RAWAT JALAN PENDERITA HIPERTENSI
DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 2 Agustus 2010
Yang menyatakan
viii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh
Jumlah Pemberian Obat terhadap Ketaatan Penggunaan Obat Pasien Rawat Jalan
Penderita Hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati
Kabupaten Bantul Yogyakarta Periode Desember 2009-Januari 2010 ini dengan
baik dan lancar. Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini berkat bantuan, dukungan, serta
kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih khususnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karuniaNya yang tanpa batas.
2. Papaku tercinta atas curahan cinta, restu dan dukungan yang luar biasa dari
surga. Semoga engkau bangga memilikiku.
3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Kabupaten
Bantul Yogyakarta.
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
5. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kritik
dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
ix
6. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
7. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran kepada penulis.
8. dr. Warih, S.Pd, dr. Waisul, S.Pd, dan dr. Agus, S.Pd yang bertugas di Poli
Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati atas izin yang diberikan kepada
penulis untuk pengambilan data.
9. Perawat-perawat yang bertugas di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati atas bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data.
10. Seluruh pasien rawat jalan penderita hipertensi yang berobat di Poli Penyakit
Dalam RSUD Panembahan Senopati Yogyakarta atas kesediaannya
berpartisipasi dalam penelitian ini dan telah memperkenankan penulis untuk
melakukan kunjungan ke rumah.
11. Mamaku tersayang atas kepercayaan diri yang mama tumbuhkan padaku. Saat
ini semua menjadi lebih indah untuk dijalani.
12. Kakak-kakakku mbak Pipin-mas Tomi, mbak Lusi-mas Wawan dan adikku
Irma atas kebersamaan yang membahagiakan dan dukungan yang luar biasa.
13. Bapak dan Ibu mertuaku yang selalu mendoakan kelancaran studiku.
14. Kekasih jiwaku Robertus Lilik Sutrisna yang dengan ikhlas hati menemaniku
melakukan kunjungan ke rumah pasien. Kamulah anugerah terindah Tuhan
dalam hidupku.
x
x
xi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Mei 2010
Penulis
xii
INTISARI
Hipertensi merupakan penyakit asimtomatis yang ditandai adanya
peningkatan tekanan darah secara terus-menerus. Seseorang dapat digolongkan
prehipertensi, hipertensi tingkat satu atau dua berdasarkan besarnya peningkatan
tekanan darah. Oleh karena managemen terapi hipertensi bersifat seumur hidup
dan tidak jarang diberikan obat secara kombinasi maka ketaatan pasien menjadi
faktor penting yang menentukan keberhasilan terapi. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui besarnya pengaruh dan korelasi jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan pasien hipertensi yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati pada periode Desember 2009-Januari 2010 dan untuk
mengetahui faktor penyebab terjadinya sisa obat di akhir kontrol kesehatan.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan
rancangan analitik yang pengumpulan datanya bersifat prospektif. Melalui resep
yang diterima pasien saat awal kontrol kesehatan, dicatat macam, golongan serta
jumlah obat sebagai data jumlah pemberian awal dan sisa obat di akhir dicatat
sebagai data sisa obat. Observasi ketaatan dilakukan selama satu bulan dengan
melakukan kunjungan ke rumah pasien sebanyak dua kali dan wawancara
langsung dengan pasien guna mengetahui faktor penyebab terjadinya sisa obat.
Subyek penelitian ini adalah seratus pasien terdiagnosis hipertensi yang
rutin melakukan kontrol kesehatan tiap bulan. Pengolahan data dilakukan dengan
uji statistik regresi korelasi menggunakan taraf kepercayaan 95%. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa faktor jumlah pemberian obat berpengaruh
sebesar 5,30% terhadap ketaatan pasien hipertensi dengan persamaan
Y=0,819+0,033X sedangkan korelasi keduanya sebesar 0,229.
Kata kunci: ketaatan, pasien hipertensi, jumlah pemberian obat, sisa obat
xiii
ABSTRACT
Hypertension is an asymptomatic disease that characterized by
persistently elevated arterial blood pressure. Someone can be classified have
prehypertension, hypertension stage one or two based on the amount of increase
in blood pressure. Therfore management of hypertension is lifelong therapy and
uncommon given a combination drug, patient compliance becomes one of
important factor determining the success of treatment. The objective of this
research is to find out how the number of drugs gives an influence and correlation
to hypertensive outpatients compliance who check-up their condition at Internal
Poly of RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta in the period
December 2009-January 2010 and to identify the factors that cause drug
remaining at the end of the health control.
This research is categorized as analitic non experimental research which
has a prospective data. From the patient’s prescription, the researcher collected
the type, category, and the quantity of drugs as initial given drugs data and the
quantity of drugs remaining at the end of health control as the remaining drugs
data. Patient compliance observation made during a month by visiting patients’
houses twice, and also making direct interviews to determine the potential factors
causing the remaining drugs.
The research subject is a hundred patients diagnosed with hypertension
who regularly control their condition once a month. The data processing was done
with regresion-corellation test using 95% confidence interval. The result indicated
that the number of given drugs is only give 5,30% influence in patient compliance
with linier equation Y=0,819+0,033X while the correlation for both variables is
0,229.
Keywords: patient compliance, hypertensive patients, the initial number of given
drugs, the remaining drugs
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
PAGE TITLE......................................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ .v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
PRAKATA ....................................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ xi
INTISARI .......................................................................................................... xii
ABSTRACT ....................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I. PENGANTAR ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1. Permasalahan........................................................................................... 5
2. Keaslian Penelitian .................................................................................. 5
3. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
B. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 7
2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 7
xv
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................. 8
A. Ketaatan Pasien (Patient Compliance) ......................................................... 8
1. Definisi ................................................................................................... 8
2. Epidemiologi .......................................................................................... 9
3. Etiologi ................................................................................................. 10
4. Alasan Ketidaktaatan Penggunaan Obat .............................................. 12
5. Metode Mendeteksi Ketaatan Pasien ................................................... 13
6. Akibat Ketidaktaatan Pasien ................................................................. 15
7. Cara Meningkatkan Ketaatan ................................................................ 16
B. Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian) ............................................. 16
C. Hipertensi .................................................................................................... 17
1. Definisi ................................................................................................. 17
2. Epidemiologi ........................................................................................ 18
3. Etiologi ................................................................................................. 19
4. Penampakan Klinis ............................................................................... 20
5. Penatalaksanaan ................................................................................... 21
D. Landasan Teori ............................................................................................ 28
E. Hipotesis…………………………………………………………………..29
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 30
B. Variabel Penelitian ..................................................................................... 31
C. Definisi Operasional.................................................................................... 31
D. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33
xvi
E. Subjek Penelitian ......................................................................................... 34
F. Bahan Penelitian.......................................................................................... 36
G. Instrumen Penelitian.................................................................................... 36
H. Tata Cara Penelitian .................................................................................... 37
1. Tahap Persiapan .................................................................................... 37
2. Tahap Pengambilan Data ...................................................................... 38
3. Tahap Pengolahan Data......................................................................... 39
I. Tata Cara Analisis Hasil.............................................................................. 41
J. Kesulitan Penelitian .................................................................................... 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 44
A. Umur ........................................................................................................... 46
B. Jenis Kelamin……………………………………………………………...50
C. Pendidikan………………………………………………………………....52
D. Golongan Obat…………………………………………………………….54
E. Jumlah Pemberian Obat………………………………………………….. 59
F. Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Obat……………………………………62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 65
A. Kesimpulan ................................................................................................. 65
B. Saran ............................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68
LAMPIRAN ...................................................................................................... 72
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Faktor Penyebab Ketidaktaatan Berdasarkan Penelitian Kabir,
et al. Pada Tahun 2004…............................................................ 13
Tabel II. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII………........................ 18
Tabel III. Jumlah Subyek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Umur,
Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan...............……………... 46
Tabel IV. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Pada
Masing-masing Kelompok umur ........................….................... 47
Tabel V. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut
Karakteristik Jenis Kelamin......................................................... 51
Tabel VI. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut
Karakteristik Tingkat Pendidikan Pasien.................................... 52
Tabel VII. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut
Karakteristik Jumlah Golongan Obat.......................................... 55
Tabel VIII Profil Obat Antihipertensi, Oral antidiabetika, Obat
Kardiovaskuler Yang Diterima Oleh Pasien…………………... 57
Tabel IX. Faktor-faktor Penyebab Adanya Sisa Obat di Akhir Kontrol
Kesehatan………………………………………………............. 62
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dimensi Utama Ketaatan……………………………………… 10
Gambar 2. Peta Prevalensi Hipertensi di Indonesia...................................... 19
Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi Menurut JNC VII.......................... 23
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Karakteristik Pasien Beserta Jumlah Pemberian Obat,
Sisa Obat , Persentase Sisa Obat, Golongan Obat
Berdasarkan Kelas Terapinya, Jenis Obat Antihipertensi,
Kategori Pasien, dan Penyebab Adanya Sisa Obat.................. 72
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov....... 86
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Statistik Regresi dan Korelasi ............. 87
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Independent Sampel T Test Pada
Kelompok Pasien Yang Berumur 32-54 tahun dan 55-87
tahun….................................................................................... 89
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Independent Sampel T Test Pada
Kelompok Pasien Wanita dan Pria…………………………. 90
Lampiran 6. Hasil Perhitungan One Way Anova Pada Kelompok Pasien
Berpendidikan Kurang dari SMA, SMA, dan
Sarjana………………………………………………………. 91
Lampiran 7. Hasil Perhitungan One Way Anova Pada Kelompok Pasien
Yang Menerima Satu, Dua, dan Lebih dari Dua Golongan
Obat……………………………............................................. 92
Lampiran 8. Lembar Rekapitulasi Pengumpulan Data Pasien.................... 93
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari program
pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Anonim, 2004).
Indonesia Sehat 2010 sebagai visi pembangunan kesehatan yang
diwujudkan dalam bentuk perbaikan penyelenggaraan upaya kesehatan yang
bersifat peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif),
dan pemulihan (rehabilitatif) masih dirasa belum dapat berjalan secara
berkesinambungan dan menyeluruh. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan
jumlah sarana dan prasarana kesehatan serta kurangnya mutu pelayanan kesehatan
(Anonim, 2004).
Untuk mewujudkan hal tersebut, rumah sakit menjadi salah satu sarana
pelayanan kesehatan yang penting bagi masyarakat. Melalui tenaga medis
profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen, rumah sakit
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Fungsi utama pelayanan rumah sakit ini tidak hanya terbatas pada pelayanan
rawat inap di rumah sakit saja, tetapi juga memberikan pelayanan rawat jalan dan
perawatan di luar rumah sakit. (Anonim, 2008a).
2
Keberhasilan terapi selain ditentukan oleh faktor ketepatan diagnosis,
ketepatan pemilihan obat, ketepatan aturan dosis dan cara pemberian, faktor
sugestif penderita terhadap dokter maupun obat yang diberikan, juga ditentukan
oleh ketaatan pasien dalam melakukan pengobatan (Grahame & Aronson, 1985).
Ada lima faktor yang mempengaruhi ketaatan pasien yakni: dimensi yang
berkaitan dengan pasien seperti kemampuan kognitif, pemahaman pasien akan
penyakitnya; dimensi yang berkaitan dengan terapi seperti kompleksitas regimen
pengobatan yang meliputi jumlah dosis per hari, banyaknya obat yang dikonsumsi
bersamaan; dimensi sistem pelayanan kesehatan seperti hubungan pasien dengan
tenaga kesehatan; dimensi yang berkaitan dengan kondisi seperti pasien
mengalami depresi atau penyakit kronik; dan dimensi sosial ekonomi seperti:
rendahnya literatur kesehatan, kurangnya dukungan dari pihak keluarga pasien
(Anonim, 2006b).
Ketaatan pasien diperlukan guna mencapai keberhasilan terapi terutama
pada penyakit degeneratif seperti: diabetes mellitus, hipertensi, asma, kanker,
gangguan mental, penyakit infeksi HIV/AIDS dan tuberkolosis (Anonim, 2006a).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan karena
menjadi salah satu faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler (Kabir, Iliyasu, Abubakar, Jibril, 2004). Pada tahun 2004
dilaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Pulau Jawa sebesar 41,9%, dengan
kisaran di tiap-tiap provinsi sebesar 36,6%-47,7%. Prevalensi rata-rata hipertensi
di perkotaan sebesar 39,9% (37,0%-45,8%) dan di pedesaan 44,1% (36,2%-
51,7%) (Kirei, 2009). Managemen terapi hipertensi yang harus dilakukan seumur
3
hidup menjadikan ketidaktaatan pasien dalam menjalani pengobatan menjadi
faktor utama penyebab ketidakberhasilan terapi hipertensi (Kabir, et al., 2004).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 melaporkan bahwa
di negara maju ketaatan rata-rata pasien yang menjalani terapi jangka panjang
terhadap penyakit kronis hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang
tingkat ketaatan rata-rata pasien lebih rendah dari nilai tersebut (Anonim, 2006a).
Menurut Osterberg dan Balschke (2005) ketaatan minum obat pada pasien dengan
kondisi akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien kronis. Biasanya pada
pasien dengan kondisi kronis akan mengalami penurunan ketaatan minum obat
secara drastis setelah menjalani terapi selama enam bulan.
Tingkat ketaatan setiap individu pasien biasanya dilaporkan sebagai
persentasi dosis obat yang diresepkan terhadap dosis obat yang nyata dikonsumsi
oleh pasien selama periode tertentu. Beberapa peneliti menelaah lebih dalam
mengenai definisi ketaatan yang mencakup data pemenuhan dosis dan waktu
konsumsi obat. Data pemenuhan dosis berarti bahwa pasien mengkonsumsi
sejumlah pil tiap hari seperti yang diresepkan sedang waktu konsumsi obat berarti
bahwa pasien tersebut mengkonsumsi pil dalam suatu periode tertentu seperti
yang diresepkan (Osterberg & Balschke, 2005).
Dari uraian di atas muncul pertanyaan mengenai apakah jumlah
pemberian obat berpengaruh terhadap ketaatan minum obat dalam kurun waktu
satu bulan khususnya pada pasien rawat jalan yang ketaatan minum obatnya tidak
bisa dikontrol secara langsung oleh pihak rumah sakit serta adakah
hubungan/korelasi antara kedua variabel tersebut di atas. Untuk itulah dilakukan
4
penelitian mengenai Pengaruh Jumlah Pemberian Obat terhadap Ketaatan Pasien
Rawat Jalan Penderita Hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta Periode Desember 2009 – Januari 2010.
Berdasarkan SK Menkes No. 142/Menkes/SK/I/2007 tanggal 31 Januari
2007, RSUD Panembahan Senopati ditetapkan sebagai rumah sakit tipe B non
pendidikan. Kelengkapan fasilitas dan luasnya kemampuan pelayanan medik
spesialistik dan sub spesialistik yang dimiliki oleh RSUD Panembahan Senopati
menjadikan rumah sakit ini sebagai rujukan bagi puskesmas, klinik, ataupun
rumah sakit swasta yang tersebar di Kabupaten Bantul.
Profil kesehatan masyarakat di RSUD Panembahan Senopati
menempatkan hipertensi sebagai peringkat pertama pada sepuluh besar penyakit
rawat jalan. Pada bulan September 2009 dilaporkan jumlah pasien hipertensi di
instalasi rawat jalan RSUD Panembahan Senopati sebanyak 839 orang, pada
bulan Oktober 2009 sebanyak 1004 orang, dan pada bulan November 2009
sebanyak 818 orang. Banyaknya jumlah pasien hipertensi yang melakukan
pengobatan rawat jalan di poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati
dipandang mampu mendukung ketersediaan subyek uji dan tercapainya tujuan
penelitian ini.
5
1. Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketaatan pasien dilihat
dari jumlah sisa obat di akhir kontrol kesehatan pada masing-masing
karakteristik pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan serta
jumlah golongan obat.
b. Adakah pengaruh ataupun korelasi antara jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli penyakit dalam
RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta.
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya sisa obat di akhir
kontrol kesehatan pada pasien hipertensi tersebut.
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Pengaruh Jumlah Pemberian Obat terhadap Ketaatan
Pasien Rawat Jalan Penderita Hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD
Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta belum pernah dilakukan
sebelumnya.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh jumlah
pemberian obat terhadap ketaatan penggunaan obat antara lain:
a. Patient Compliance in Hypertension: Role of Illness Perceptions and
Treatment Beliefs (Ross, Walker, Macleod, 2004).
b. Adherence with single-pill amlodipine/atorvastatin vs a two-pill regimen
(Patel, Leslie, Thiebaud, Nichol, Tang, Solomon, et al., 2008).
6
c. The Mentakab Hypertension Study Project Part V-Drug Compliance in
Hypertensive Patients (Lim, Ngah, Rahman, Suppiah, Ismail, Chako, et al.,
1992).
d. Compliance to Medication among Hypertensive Patients in Murtala
Mohammed Specialist Hospital, Kano, Nigeria (Kabir, et al., 2004)
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber referensi untuk mendeskripsikan ketaatan minum obat pasien rawat
jalan yang menderita hipertensi di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta dalam kaitannya dengan jumlah
pemberian obat.
b. Manfaat praktis
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi farmasis dalam upaya melaksanakan asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) khususnya bagi pasien penderita hipertensi
yang melakukan pengobatan di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati ataupun rumah sakit umum lainnya yang ada di Indonesia. Dengan
demikian ketaatan pasien terhadap pengobatannya menjadi lebih baik dan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi lebih bermutu.
7
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya
pengaruh serta korelasi antara jumlah pemberian obat terhadap ketaatan minum
obat pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk:
a. Mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketaatan
minum obat pasien hipertensi dilihat dari jumlah sisa obat di akhir kontrol
kesehatan pada masing-masing karakteristik pasien yang meliputi umur, jenis
kelamin, pendidikan serta jumlah golongan obat.
b. Mengetahui besarnya pengaruh dan korelasi antara jumlah pemberian obat
terhadap ketaatan minum obat pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli
penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul periode
Desember 2009-Januari 2010.
c. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sisa obat di akhir
kontrol kesehatan pada pasien hipertensi.
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Ketaatan Pasien (Patient Compliance)
1. Definisi
Arti kata compliance mengarah pada suatu konsep pendekatan medis
yang menghendaki pasien melaksanakan permintaan dokter dan mentaati segala
petunjuk yang diberikan dalam proses terapi (Rantucci, 1997). Ketaatan ini tidak
hanya berkaitan dengan jenis obat yang harus dikonsumsi pasien namun terkait
juga dengan perlakuan khusus seperti harus istirahat atau melakukan diet, berapa
lama obat harus dikonsumsi, bagaimana cara penggunaan obat, kapan waktu
penggunaan obat yang tepat, kapan konsumsi obat harus dihentikan dan kapan
pasien harus kembali melakukan kontrol kesehatan ke dokter (Anonim,1999).
Makna kata ketaatan pasien mengandung asumsi bahwa diagnosis yang
ditegakkan dokter terhadap kondisi penyakit pasien telah tepat, terapi yang
diberikan telah sesuai dan efektif, lebih banyak memberikan keuntungan bagi
kesehatan pasien daripada membahayakan, aturan penggunaan obat mudah
dimengerti, dan obat mudah diperoleh misalnya: petunjuk penggunaan obat
sederhana, pemberian dosis memberikan rasa nyaman, harga dan efek samping
yang mungkin ditimbulkan obat masih dapat ditoleransi (Rantucci, 1997).
Pengertian paling umum yang sering digunakan untuk mendefinisikan
ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat adalah perilaku pasein secara luas,
dalam hal konsumsi obat, diet yang teratur, ataupun perubahan gaya hidup, yang
9
dihubungkan dengan kondisi medis ataupun nasihat medis (Sung, Nichol,
Venturini, Bailey, McCombs, dan Cody, 1998).
2. Epidemiologi
Secara umum nilai rata-rata ketaatan pasien yang menjalani terapi medis
jangka panjang berkisar antara 40% dan 50% sedangkan pada terapi jangka
pendek, nilai rata-rata ketaatan pasien tersebut lebih tinggi yakni berkisar antara
70% dan 80% (Jin, Sklar, Oh, Li, 2008).
Terapi medis yang ditetapkan bagi jenis penyakit yang berbeda akan
memberikan tingkat ketaatan yang berbeda pula. Ketaatan pasien yang mengalami
depresi terhadap terapi antidepresan berkisar antara 40% dan 70% sedang tingkat
ketaatan pasien penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) terhadap terapi
antiretroviral bervariasi yakni berkisar antara 37% dan 83% tergantung pada
karakteristik populasi pasien. Di Australia hanya sekitar 43% pasien penderita
asma yang selalu mengkonsumsi obat seperti yang diresepkan (Sabate, 2003).
Bagi pasien kanker usia dewasa yang melakukan pengobatan rawat jalan, tingkat
ketaatannya sekitar 41% sedang pada pasien remaja lebih tinggi yakni antara 41%
dan 53%. Ketaatan terhadap oral antidiabetika bagi pasien diabetes mellitus (DM)
tipe 2 sekitar 65-85%, terhadap insulin hanya sekitar 20%, sedang untuk
melakukan diet sekitar 25-65% (Jin, et al., 2008).
Beberapa penelitian telah mengamati rendahnya tingkat ketaatan pasien
terhadap terapi antihipertensi dan/atau terapi penurunan kadar lemak. Tingkat
kepatuhan pasien yang baru terdiagnosis awal menderita hipertensi dilaporkan
menjadi 78% setelah 12 bulan menjalani terapi dan menjadi 46% setelah 54 bulan
10
menjalani terapi (Anonim, 2006b). Penelitian yang dilakukan di Cina, Gambia
dan Seychelles menemukan bahwa ketaatan pasien hipertensi terhadap aturan
pengobatan antihipertensi hanya 43%, 27% dan 26% (Sabate, 2003). Monane,
Bohn, Gunvitz, Glynn, Levin, dan Avom (1996) yang melakukan penelitian di
Amerika menemukan bahwa rata-rata tingkat ketaatan terhadap terapi
antihipertensi sekitar 49% dan dari jumlah keseluruhan pasien tersebut hanya
23%-nya saja yang dapat dikategorikan memiliki tingkat ketaatan yang bagus
yakni mencapai tingkat ketaatan 80% atau lebih.
3. Etiologi
Ketaatan merupakan suatu fenomena yang bersifat multidimensional dan
dipengaruhi oleh lima faktor/dimensi utama yakni :
Gambar 1. Dimensi Utama Ketaatan (Anonim, 2006b)
a. Dimensi sosial dan ekonomi, antara lain: keterbatasan kemampuan berbahasa,
terbatasnya literatur kesehatan, kurangnya dukungan dari anggota keluarga
atau lingkungan sosial sekitar, padatnya jadwal kerja, terbatasnya akses
11
pelayanan kesehatan/asuransi kesehatan, mahalnya biaya pengobatan,
pengaruh budaya dan persepsi mengenai definisi sakit dan pengobatannya.
b. Dimensi sistem pelayanan kesehatan, antara lain: hubungan pasien dengan
tenaga kesehatan, kemampuan komunikasi tenaga kesehatan, lemahnya
kapasitas sistem untuk memberikan edukasi kepada pasien dan melakukan
follow up terhadap kondisi pasien, rendahnya pengetahuan akan ketaatan dan
efektifitas intervensi untuk meningkatkan ketaatan, tidak jelasnya informasi
yang diterima pasien, waktu tunggu yang lama, kurangnya kesinambungan
pelayanan pengobatan, perbedaan persepsi antara tenaga kesehatan dengan
pasien, kurangnya motivasi yang positif dari tenaga kesehatan.
c. Dimensi yang berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien, antara lain: kondisi
penyakit yang kronis, kurangnya atau kepelikan tanda dan gejala penyakit,
depresi, gangguan psikis, keterbelakangan mental.
d. Dimensi yang berkaitan dengan terapi, antara lain: kerumitan aturan
pengobatan yang meliputi jumlah dosis per hari, jumlah obat yang diminum
bersamaan; durasi/lama pengobatan; perubahan frekuensi pengobatan;
ketidaknyamanan efek samping obat; terapi yang membutuhkan tehnik khusus
seperti: injeksi atau inhaler; tuntutan untuk melakukan perubahan gaya hidup.
e. Dimensi yang berkaitan dengan pasien, terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor
fisik dan perilaku. Faktor fisik meliputi kemampuan kognitif, kemampuan
visual, kemampuan untuk mendengar, kesulitan untuk menelan, gangguan
gerak sedangkan faktor perilaku meliputi pengetahuan pasien akan
penyakitnya, kerelaan pasien untuk menerima penyakitnya, pemahaman akan
12
alasan pengobatan, perilaku pasien dalam menjalani pengobatan, motivasi,
keyakinan akan kemampuan pasien untuk mengikuti semua aturan
pengobatan, ketakutan akan kejadian efek samping obat dan ketergantungan,
rasa frustasi terhadap tenaga kesehatan, penyalahgunaan alkohol/zat kimia
lain, rasa marah/cemas/stres (Anonim, 2006b).
4. Alasan Ketidaktaatan Pasien
Kejadian ketidaktaatan pasien terhadap pengobatannya dapat dipengaruhi
oleh banyak hal, antara lain: lupa, rapor jelek dari dokter, sedikitnya gejala yang
dirasakan, penyakit yang telah kronis, resep yang tidak ditebus, ketidakjelasan
tujuan terapi, rasa takut akan efek samping obat, ketidakjelasan instruksi
pemakaian obat, kesulitan fisik dalam mengikuti terapi seperti: kesulitan
membuka botol obat, ukuran obat yang terlalu kecil, kesulitan menelan, jauhnya
tempat pengobatan, rasa obat yang tidak enak, aturan obat yang rumit, harga obat
yang mahal (Anomim, 2009a).
Penelitian yang dilakukan oleh Kabir, et al. (2004), menunjukkan bahwa
dari 165 pasien penderita hipertensi yang tergolong tidak taat, kejadian
ketidaktaatan antara lain disebabkan oleh tidak adanya gejala/simptom, tidak
adanya dana untuk membeli obat, takut akan efek samping obat, ketidaktersediaan
obat, merasa bosan, pada pengobatan sebelumnya didapatkan hasil tekanan darah
yang normal, lupa, dan padatnya jadwal kerja. Mengenai hasil penelitian ini dapat
dilihat pada tabel I berikut ini.
13
Tabel I. Faktor Penyebab Ketidaktaatan Berdasarkan Penelitian Kabir, et al.
Pada Tahun 2004
Faktor Penyebab Ketidaktaatan Frekuensi
Persentasi
Jumlah
Pasien (%)
Tidak adanya simptom 56 34,0
Tidak adanya dana untuk membeli obat 54 32,7
Ketakutan akan efek samping obat 20 12,1
Ketidaktersediaan obat 13 8,0
Kebosanan 8 4,8
Normalnya tekanan darah pada pengobatan
sebelumnya 6 3,6
Lupa 5 3,0
Padatnya jadwal kerja 3 1,8
Total 165 100
5. Metode Mendeteksi Ketaatan Pasien
Ada banyak metode untuk mendeteksi tingkat ketaatan pasien baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
a. Metode langsung, antara lain dengan:
1) mengamati secara langsung proses terapi yang dijalani pasien
Metode ini adalah metode yang paling akurat namun memberi kerugian
yakni pasien dapat menyembunyikan obat di dalam mulut lalu
membuangnya, tidak praktis bila dilakukan secara rutin.
2) mengukur kadar metabolit obat di dalam darah. Metode ini bersifat
obyektif namun biayanya mahal.
14
b. Metode tidak langsung, antara lain dengan:
1) memberi kuesioner kepada pasien, laporan pribadi pasien. Metode ini
tidak mahal, sederhana, dan merupakan metode yang paling bermanfaat di
dalam praktek klinis. Akan tetapi metode ini rentan terjadi kesalahan
seiring dengan berjalannya waktu kunjungan serta hasilnya mudah
dikacaukan oleh pasien.
2) menghitung jumlah obat. Metode ini bersifat obyektif, mudah dihitung,
dan mudah diterapkan namun data dengan mudah dapat diubah oleh pasien
yakni memungkinkan terjadinya penumpukkan obat. Metode ini telah
banyak diaplikasikan pada penelitian yang mengkaji tentang ketaatan
pasien seperti yang dilakukan oleh Elzubier, Husain, Suleiman, dan Hamid
(2000). Para peneliti ini menghitung tingkat ketaatan pasien hipertensi di
Kassala, Sudan Timur dengan cara menghitung selisih antara jumlah obat
mula-mula yang diterima pasien dengan jumlah obat yang tidak diminum
pasien tersebut, dibagi dengan jumlah obat mula-mula yang diterima
pasien dan dikalikan seratus persen. Menurut Lim, et al. (1992) untuk
mendapatkan penurunan nilai tekanan darah pada pasien hipertensi
dibutuhkan tingkat ketaatan minum obat antihipertensi sekitar 80%. Oleh
karenanya tingkat ketaatan 80% atau lebih sering dipilih sebagai batasan
kriteria untuk menggolongkan seorang pasien hipertensi taat atau tidak taat
di dalam pengobatannya. Batasan ini pula yang digunakan oleh Kabir, et
al. (2004) untuk mengukur tingkat ketaatan pasien hipertensi di rumah
sakit Muhammed Murtala Nigeria.
15
3) kecepatan penebusan resep. Pengambilan data melalui metode ini
sederhana dan bersifat obyektif namun membutuhkan sistem kefarmasian
yang tertutup.
4) menilai respon klinis pasien. Metode ini sederhana dan mudah
diaplikasikan namun ada banyak faktor lain diluar ketaatan yang dapat
mempengaruhi respon klinis pasien.
5) Buku harian pasien. Buku harian ini dapat membantu ingatan peneliti
namun isi buku ini mudah diubah oleh pasien (Osterberg & Balschke,
2005).
6. Akibat Ketidaktaatan Pasien
Ketidaktaatan pasien dalam menjalankan pengobatannya dapat berakibat
memperburuk kondisi penyakit pasien, menurunkan kualitas hidup pasien,
meningkatkan biaya pengobatan, menurunkan kualitas hubungan antara pasien
dengan tenaga medis, dan memberikan efek samping terhadap kesehatan pasien
(Rosner, 2006).
Ada sebuah studi yang menggambarkan suatu fakta adanya perbedaan
yang signifikan mengenai biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien yang
tidak taat dibandingkan dengan pasien yang taat yakni $3,992 versus $1,048.
Pasien yang tidak taat dalam pengobatan juga memiliki peluang yang lebih besar
untuk di rawat di rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang taat yakni 42 %
versus 20% dan berpeluang lebih lama dirawat di rumah sakit yakni 16 hari versus
4 hari bagi pasien yang taat (Selen, Wertheimer, Dubin, 2002).
16
7. Cara Meningkatkan Ketaatan
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk memperbesar tingkat
ketaatan pasien dalam pengobatannya, antara lain dengan memberikan informasi
secara jelas kepada pasien meskipun pasien tersebut seorang anak kecil, membuat
petunjuk pemakaian obat sesederhana mungkin sehingga mempermudah pasien
dalam penggunaan obat, menyesuaikan waktu minum obat dengan aktivitas yang
dijalankan oleh pasien, menjelaskan kemungkinan timbulnya efek samping obat,
serta selalu menanyakan apakah ada keluhan atau gejala yang menunjukkan
kejadian efek samping obat pada saat pasien datang kontrol, memastikan bahwa
ada anggota keluarga atau orang lain yang dapat membantu pasien untuk taat
menggunakan obat apabila pasien tersebut adalah anak-anak, pasien lanjut usia,
ataupun pasien yang mengalami gangguan gerak yang disebabkan oleh
penyakitnya (Grahame & Aronson, 1985).
B. Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian)
Definisi yang menggambarkan kegiatan pharmaceutical care pada saat
ini adalah sebagai suatu praktek yang berorientasi pada pasien, dilakukan oleh
praktisi yang bertanggungjawab terhadap kebutuhan pasien dalam kaitannya
dengan obat dan dilaksanakan atas dasar komitmen (Strand, Morley, Cipolle,
2004). Kegiatan pharmaceutical care ini meliputi pemberian informasi yang
terkait dengan terapi obat yakni indikasi, golongan obat, kontraindikasi, efek
samping obat, petunjuk pemakaian, syarat penyimpanan obat. Selain itu melalui
17
kegiatan ini dilakukan kontrol terhadap ketersediaan obat, dispensing dan
penyediakan obat yang sesuai untuk pasien (Wibowo, 2008).
Tujuan dilaksanakan pharmaceutical care ini adalah untuk memperoleh
pemahaman pasien yang lebih baik mengenai penyakit serta terapi yang
dijalankannya dan untuk memastikan keamanan, efektivitas dan keoptimalan
penggunaan obat (Wibowo, 2008). Melalui kegiatan pharmaceutical care ini
diharapkan kejadian DRP (Drug Related Problems) dapat diidentifikasi,
dipecahkan dan dicegah (Muhlis, 2007).
C. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu penyakit umum yang secara sederhana
didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah arteri yang terjadi secara persisten
(Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 1999). Diperkirakan hipertensi
memberikan konstribusi sebesar 40% timbulnya kejadian infark miokard atau
stroke (Sabate, 2003).
Peningkatan tekanan darah merupakan hasil dari peningkatan cardiac
output dan/atau peningkatan tahanan perifer total. Secara matematis, nilai tekanan
darah dapat dihitung dengan mengalikan nilai cardiac output dengan tahanan
perifer total (Dipiro, et al., 1999).
Menurut Joint National Committee (JNC) VII tekanan darah orang
dewasa yang berusia lebih atau sama dengan 18 tahun dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok seperti yang tertera di dalam tabel II berikut ini.
18
Tabel II. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan darah sistolik
(mmHg)
Tekanan darah diastolik
(mmHg)
Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2 Lebih besar atau sama
dengan 160
Lebih besar atau sama
dengan 100
2. Epidemiologi
Prevalensi hipertensi di dunia diperkirakan mencapai satu milyar orang
dan diperkirakan ada tujuh juta kematian per tahun yang berkaitan dengan
diagnosis hipertensi (Straka, 2008). Di Amerika sendiri sebanyak 30% dari
populasi (50 juta penduduk Amerika) memiliki tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
(Dipiro, et al., 1999).
Prevalensi hipertensi ini bervariasi berdasarkan umur, ras/suku,
pendidikan, dan banyak faktor lain (Walker & Edwards, 2003). Berdasarkan
survei yang dilakukan oleh National Health and Nutrition, diperkirakan dari tahun
1999-2000 prevalensi hipertensi yang dialami oleh wanita sekitar 27,1% sedang
pada pria sekitar 30,1%. Nilai tekanan darah meningkat seiring dengan
pertambahan umur dan hipertensi sangat umum dialami oleh orang lanjut usia.
Sebanyak 90% orang yang bertekanan darah normal memiliki risiko mengalami
hipertensi pada usia 55 tahun keatas (Dipiro, et al., 1999).
19
Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan prevalensi
hipertensi di seluruh pulau di Indonesia sebagaimana terlihat dalam peta berikut
ini. Nilai prevalensi pada tiap-tiap pulau ini dinyatakan dalam satuan persen (%)
(Anonim, 2007).
Gambar 2. Peta Prevalensi Hipertensi di Indonesia (Anonim, 2007)
3. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu kondisi medis yang bersifat heterogen. Lebih
dari 95% kasus hipertensi pada kebanyakan pasien tidak diketahui penyebabnya
dan digolongkan ke dalam jenis hipertensi primer atau essential hypertension
(Straka, 2008). Diperkirakan faktor genetik pasien sangat berperan di dalam
perkembangan penyakit hipertensi primer ini (Dipiro, et al., 1999).
Pada jenis hipertensi sekunder penyebab terjadinya hipertensi dapat
diketahui. Keberadaan penyakit penyerta hipertensi seperti penyakit ginjal kronis,
penyakit paratiroid, penyakit tiroid dan obat-obatan seperti golongan
20
kortikosteroid serta produk herbal dapat mempengaruhi kenaikan tekanan darah
(Dipiro, et al., 1999).
4. Penampakan Klinis
a. Secara umum
Pasien hipertensi dapat terlihat sangat sehat atau memiliki faktor-faktor
risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, seperti: wanita berusia 65 tahun atau pria
berusia lebih atau sama dengan 55 tahun, menderita diabetes mellitus,
dislipidemia, mikroalbuminuria, memiliki riwayat keluarga terkait penyakit
kardiovaskuler, mengalami obesitas dengan Body Mass Index (BMI) ≥ 30 kg/m2,
kurangnya aktivitas fisik, perokok .
b. Gejala
Kebanyakan pasien hipertensi bersifat asimtomatis.
c. Tanda
Pengukuran tekanan darah sebelumnya menunjukkan kategori
prehipertensi atau hipertensi.
d. Tes laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN), profil lemak
setelah berpuasa, kadar gula darah puasa, kadar kalium dalam serum, urinalisis.
Pasien hipertensi mungkin memperoleh nilai yang normal pada pemeriksaan
tersebut tapi masih tetap menderita hipertensi. Namun ada beberapa pasien yang
memiliki nilai yang tidak normal terkait dengan faktor risiko penyakit
kardiovaskuler ataupun kerusakan organ akibat hipertensi.
21
e. Sasaran kerusakan organ
Kerusakan otak yang diakibatkan karena stroke atau serangan jantung;
mata yang diakibatkan karena retinopati; jantung yang diakibatkan karena
terjadinya hipertropi ventrikel kiri, angina, atau infark miokard; ginjal yang
diakibatkan karena penyakit ginjal kronis; pembuluh darah perifer yang
diakibatkan karena penyakit arteri perifer (Dipiro, et al., 1999).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit hipertensi ini memiliki:
a. Outcome, yakni mencegah serta menurunkan mortalitas dan morbiditas yang
diakibatkan hipertensi.
b. Tujuan, yakni mengurangi risiko terjadinya kerusakan organ dan kematian.
c. Sasaran, yakni tekanan darah.
Target yang direkomendasikan oleh JNC VII adalah pada kebanyakan
pasien mencapai nilai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, pada pasien
hipertensi dengan penyerta diabetes mellitus mencapai nilai tekanan darah kurang
dari 130/80 mmHg, sedangkan pada pasien dengan penyerta penyakit ginjal
kronik yang memiliki estimasi nilai laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 60
ml/menit, serum kreatinin lebih dari 1,3 mg/dL pada wanita dan lebih dari 1,5
mg/dL pada pria, atau albuminuria lebih dari 300 mg/hari atau 200 mg/g kreatinin
direkomendasikan mencapai target nilai tekanan darah sebesar 130/80 mmHg.
d. Terapi nonfarmakologis
Dalam setiap rencana terapi bagi pasien hipertensi haruslah senantiasa
disertai dengan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup ini diyakini dapat
22
menurunkan laju perkembangan penyakit hipertensi pada kelompok pasien
prehipertensi. Perubahan gaya hidup yang direkomendasikan JNC VII untuk
mencegah dan mengendalikan hipertensi meliputi:
1) Menurunkan berat badan. Pasien harus berusaha mengatur berat badannya
dalam kisaran normal yakni BMI berkisar antara 18,5 – 24,9 kg.m2.
2) Mengikuti aturan makan yang dianjurkan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension) yakni mengkonsumsi banyak buah dan sayuran serta produk
yang terbuat dari susu rendah lemak.
3) Mengurangi asupan natrium. Asupan natrium per hari harus dibatasi kurang
dari atau sama dengan 100 mEq (2,4 g natrium atau 6 g natrium klorida).
4) Banyak melakukan aktivitas fisik, seperti rutin melakukan aerobik paling tidak
30 menit per hari.
5) Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok (Straka, 2008).
e. Terapi Farmakologis
Di dalam penatalaksanaan hipertensi apabila terapi non farmakologi
dirasa tidak berhasil maka perlu disertakan pemberian obat-obatan antihipertensi.
Algoritma penatalaksanaan hipertensi yang direkomendasikan oleh JNC VII
adalah seperti yang terlihat pada gambar 3 berikut ini.
23
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII
(Dipiro, et al., 1999)
Golongan obat-obat antihipertensi yang sering digunakan antara lain:
1) Diuretik, seperti tiazid
Potensi diuretik yang dimiliki tiazid tergolong menengah (Gormer, 2007)
namun ditetapkan oleh JNC VII sebagai terapi lini pertama di dalam pengobatan
hipertensi terutama bagi hipertensi tanpa penyakit penyerta (Dipiro, et al., 1999).
Cara kerja tiazid dalam proses penurunan tekanan darah adalah dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium pada daerah awal tubulus distal ginjal,
meningkatkan ekskresi natrium dan volume urin. Selain itu, tiazid juga dapat
Initial
drug therapy
choices
No compelling
indications
Compelling
Indications
Stage 1
Hypertension
(SBP 140-159 or DBP 90-99
mm Hg)
Thiazide-type diuretics for
most. May consider ACE
inhibitor, ARB, β-blocker,
CCB, or combination
Stage 2
Hypertension
(SBP >160 or DBP >100
mm Hg)
Two-drug combination for
most. Usually a thiazide-
type diuretic with an ACE
inhibitor, or ARB, or
β-blocker, or CCB
Specific drug(s) for the
compelling indications.
Other antihypertensive
drugs (diuretic, ACE
inhibitor, ARB, β-blocker,
CCB) used as needed
24
memberi efek vasodilatasi langsung pada arteriol sehingga dapat mempertahankan
efek antihipertensi lebih lama.
Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian dan
dapat bertahan sampai 12-24 jam. Oleh karenanya pemberian obat ini cukup
sekali sehari (Gormer, 2007). Walaupun tiazid banyak bermanfaat di dalam
penurunan tekanan darah namun obat ini dapat memberikan efek samping berupa
hipokalemia, hiponatriemi dan hipomagnesiemi yang disebabkan oleh faktor
peningkatan ekskresi urin.
2) Beta bloker, seperti atenolol, propanolol, metoprolol
Obat golongan ini akan bekerja dengan mengeblok beta-adrenoseptor.
Stimulasi yang terjadi pada reseptor beta di otak dan perifer akan memacu
pelepasaan neurotransmiter yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf
simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada jantung dapat meningkatkan frekuensi
denyut dan kekuatan kontraksi otot jantung, sedang stimulasi reseptor beta-1 pada
ginjal akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Efek akhir yang ditimbulkan dari stimulasi-stimulasi di
atas adalah meningkatnya cardiac output, meningkatnya tahanan perifer,
meningkatnya kadar sodium yang diperantarai aldosteron, serta terjadinya retensi
air. Penggunaan obat golongan beta bloker pada terapi hipertensi ini akan bersifat
antagonis terhadap semua efek yang ditimbulkan akibat stimulasi reseptor beta
tersebut di atas (Gromer, 2007).
Penggunaan beta bloker tidak boleh dihentikan secara mendadak
melainkan harus secara bertahap khususnya pada penderita angina karena dapat
25
terjadi fenomena rebound (yaitu peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
sampai pada nilai awal tekanan darah sebelum pengobatan). Penghentian
pemberian beta bloker sebaiknya dilakukan secara bertahap selama satu atau dua
minggu sebelum waktu penghentian. Blokade pada reseptor beta-2 pada bronkus
pada menyebabkan bronkospasme bahkan bila digunakan obat beta bloker
kardioselektif. Selain itu dapat memberikan efek samping berupa bradikardi,
gangguan kontraksi miokardia, tangan dan kaki terasa dingin oleh karena
vasokonstriksi yang diakibatkan blokade reseptor beta-2 pada otot polos
pembuluh darah perifer (Gromer, 2007).
3) ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor, seperti captopril,
lisinopril, enalapril
Mekanisme kerja obat golongan ini adalah dengan menghambat secara
kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif.
Efek antihipertensi golongan ACE Inhibitor ini lebih kuat karena obat ini dapat
menghambat degradasi kinin termasuk bradikinin yang memiliki efek vasodilatasi
(Gormer, 2007).
Efek samping dapat ditimbulkan berupa hiperkalemia karena dapat
menurunkan produksi aldosteron. Oleh karenanya sebelum mulai diberikan terapi
dengan obat golongan ini, fungsi ginjal dan kadar elekrolit pasien perlu dicek
terlebih dulu (Gormer, 2007).
26
4) Angiotensin Reseptor Bloker (ARB atau AIIRA), seperti candesartan,
losartan, valsartan
Mekanisme kerja golongan ini adalah dengan mengeblok secara langsung
reseptor Angiotensin II tipe 1 (reseptor AT1) sehingga Angiotensin II tidak dapat
berikatan secara agonis dan tidak dapat menstimulasi efek vasokonstriksi, sekresi
aldosteron, tidak terjadi retensi sodium dan air (Straka, 2008).
Berbeda dengan ACE Inhibitor, obat-obat golongan ini tidak
menghambat degradasi kinin termasuk bradikinin sehingga tidak menimbulkan
batuk kering persisten yang biasanya mengganggu terapi dengan ACE Inhibitor
(Straka, 2008).
Oleh karena berefek pada ginjal maka golongan ARB dan ACE Inhibitor
ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit stenosis arteri ginjal
bilateral dan stenosis arteri berat pada ginjal yang hanya berfungsi satu (Dipiro, et
al., 1999).
5) Calcium Channel Blocker (CCB), seperti sub golongan dihidropiridin
(amlodipin, felodipin, nifedipin) dan sub golongan non-dihidropiridin
(diltiazem, verapamil).
Mekanisme kerja golongan CCB ini akan menurunkan influks ion
kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel
otot polos pembuluh darah sehingga akan menurunkan kontraktilitas jantung,
menekan pembentukan dan perambatan impuls eletrik dalam jantung dan memacu
aktivitas vasodilatasi (Gormer, 2007).
27
Kedua sub golongan CCB ini memiliki efektivitas antihipertensi yang
hampir sama namun ada perbedaan pada efek farmakodinamiknya. Dihidropiridin
memiliki sifat vasodilator perifer sedang non-dihidropiridin memiliki efek kardiak
yang berguna untuk menurunkan frekuensi denyut jantung serta mencegah angina
(Gormer, 2007).
Efek samping yang mungkin ditimbulkan akibat efek vasodilatasi obat
sub golongan dihidropiridin adalah pemerahan pada wajah, pusing dan
pembengkakan pergelangan kaki, nyeri abdomen ataupun mual. Influks ion
kalsium dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti konstipasi (Gormer,
2007).
6) Obat antihipertensi golongan lain
Yang termasuk dalam golongan ini adalah alfa bloker (penghambat
adrenoseptor alfa-1) yang akan mengeblok adrenoseptor alfa-1 perifer sehingga
memberi efek vasodilatasi dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah
(Gormer, 2007).
Antihipertensi kerja sentral seperti klonidin, metildopa, monoksidin
bekerja pada adrenoseptor alfa-2, dapat menurunkan aliran simpatetik ke jantung,
pembuluh darah dan ginjal sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah
(Gormer, 2007).
28
D. Landasan Teori
Ketaatan merupakan salah satu jenis perilaku pasien dalam menjalankan
pengobatan. Oleh karena perilaku seseorang itu sangat dipengaruhi oleh hasil
interaksi dirinya dengan lingkungannya maka terdapat lima dimensi yang
berpengaruh terhadap tingkat ketaatan pasien di dalam pengobatannya, yakni
dimensi sosial dan ekonomi, dimensi sistem pelayanan kesehatan, dimensi yang
berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien, dimensi yang berkaitan dengan pasien
serta dimensi yang berkaitan dengan terapi seperti kompleksitas aturan
pengobatan, durasi terapi, atau perubahan frekuensi penggunaan obat (Anonim,
2006b).
Jumlah pemberian tunggal lebih disukai oleh pasien dan memberikan
tingkat ketaatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian obat secara
kombinasi (Patel, et al., 2008). Semakin banyak obat yang diterima oleh pasien
akan berpengaruh pada jumlah dosis per hari yang harus dikonsumsi pasien,
jumlah obat yang harus diminum secara bersamaan, perubahan frekuensi
penggunaan obat, serta ketidaknyamanan efek samping yang mungkin
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut.
Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit yang bersifat
asimtomatik namun dapat menimbulkan komplikasi bila tekanan darah pasien
terus-menerus tinggi (Dipiro, et al., 1999). Managemen terapi hipertensi ini
bersifat seumur hidup dan tidak jarang diberikan obat antihipertensi secara
kombinasi untuk mendapatkan outcome terapi yang diinginkan (Straka, 2008).
Jumlah obat akan semakin banyak terutama pada pasien hipertensi yang juga
29
menderita penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, gagal jantung, ataupun
penyakit gagal ginjal kronik. Dengan demikian ketaatan pasien hipertensi dalam
mengkonsumsi obat dengan dosis dan cara penggunaan yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapinya.
E. Hipotesis
Jumlah pemberian obat berpengaruh terhadap ketaatan minum obat
pasien penderita hipertensi yang melakukan pengobatan rawat jalan di poli
penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh jumlah pemberian obat terhadap ketaatan
pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta ini tergolong penelitian jenis non
eksperimental dengan rancangan analitis.
Penelitian ini tergolong sebagai penelitian non eksperimental karena
selama proses pengambilan data, peneliti tidak melakukan perlakuan atau
intervensi khusus kepada subyek uji dan digolongkan sebagai penelitan analitis
karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar variabel
yakni jumlah pemberian obat terhadap ketaatan pasien hipertensi. Data hubungan
antar variabel dalam penelitian analitis ini akan diolah dengan uji statistik analisis
(Dahlan, 2009) dan kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat umum (Bardosono,
2009).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara
prospektif yakni dengan cara terlebih dahulu mengumpulan data mengenai jumlah
total obat berikut golongannya, yang diterima pasien saat datang kontrol
kesehatan dan mengobservasi bagaimana ketaatan pasien tersebut dalam
mengkonsumsi obatnya selama satu bulan. Pengumpulan data baik jumlah obat
awal, sisa obat, ataupun kegiatan wawancara untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya sisa obat dilakukan peneliti di rumah tiap-tiap pasien.
31
Observasi ketaatan minum obat ini tidak mencakup seluruh golongan
obat yang diterima pasien hipertensi tersebut namun hanya dikhususkan pada
golongan obat yang terkait dengan penyakit hipertensi dan penyakit-penyakit
penyertanya seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus. Semua
golongan obat yang terkait dengan penyakit hipertensi ataupun kardiovaskuler
serta diabetes mellitus memerlukan tingkat ketaatan minum obat yang tinggi agar
laju keparahan penyakit dapat dikendalikan dan mencegah terjadinya komplikasi
bahkan kematian pasien. Golongan obat kardiovaskuler selain antihipertensi yang
diamati pada penelitian ini adalah obat antiaritmia, antiangina, antilipemika serta
antitrombolitik.
B. Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat pada penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jumlah pemberian obat.
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ketaatan pasien yang diukur
dari jumlah sisa obat sebelum kontrol kesehatan bulan berikutnya.
C. Definisi Operasional
1. Pasien rawat jalan adalah pasien yang hanya datang berobat ke rumah sakit
bila merasakan adanya keluhan terhadap kesehatannya ataupun secara berkala
berobat ke rumah sakit untuk melakukan kontrol kesehatan. Pasien rawat jalan
32
ini tidak memerlukan perawatan medis secara intensif di bawah pengawasan
tenaga kesehatan rumah sakit.
2. Penderita hipertensi adalah pasien rawat jalan peserta ASKES (Asuransi
Kesehatan) atau JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang telah
terdiagnosis hipertensi dan minimal selama 4 bulan berturut-turut yakni
September/Oktober 2009 hingga Desember 2009/Januari 2010 rutin
melakukan kontrol kesehatan di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati.
3. Poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati adalah unit pelayanan
pengobatan yang melakukan terapi terhadap berbagai macam penyakit yang
menyerang organ dalam manusia.
4. Jumlah pemberian obat adalah jumlah keseluruhan obat yang tergolong
antihipertensi, oral antidiabetika serta obat kardiovaskuler yang meliputi
antiaritmia, antiangina, antilipemika, antitrombolitik yang diterima oleh pasien
hipertensi peserta ASKES/JAMKESMAS dari resep dokter saat kontrol
kesehatan.
5. Jumlah golongan obat adalah banyaknya golongan obat yang meliputi
antihipertensi, oral antidiabetika serta obat kardiovaskuler yang meliputi
antiaritmia, antiangina, antilipemika, antitrombolitik yang diterima oleh pasien
hipertensi peserta ASKES/JAMKESMAS dari resep dokter saat kontrol
kesehatan.
33
6. Pasien yang taat adalah pasien hipertensi peserta ASKES/JAMKESMAS yang
telah meminum obatnya sebanyak ≥ 80% dari keseluruhan jumlah obat yang
diterima pasien tersebut saat awal kontrol kesehatan.
7. Pasien yang tidak taat adalah pasien hipertensi peserta ASKES/JAMKESMAS
yang sebelum kontrol kesehatan bulan berikutnya masih memiliki sisa obat
sebanyak > 20% dari keseluruhan jumlah obat yang mereka terima pada saat
awal kontrol kesehatan.
8. Persentasi pasien yang taat adalah jumlah pasien yang taat dibandingkan
dengan jumlah total pasien pada tiap-tiap peninjauan karakteristik pasien
dikalikan dengan 100%.
9. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur yang terbagi dalam 5 kelompok
umur yakni kelompok umur 32-42 tahun, 43-53 tahun, 54-64 tahun, 65-75
tahun, 76-87 tahun; jenis kelamin yakni pria dan wanita; dan tingkat
pendidikan yang terbagi dalam 7 kelompok yakni: tidak sekolah, SD, SMP,
SMA, D2, D3, dan S1.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian Pengaruh Jumlah Pemberian Obat terhadap Ketaatan Pasien
Rawat Jalan Penderita Hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta ini dilakukan di ruang tunggu
pemeriksaan poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati. Pengambilan data
jumlah pemberian obat beserta data diri pasien dilakukan mulai tanggal 23
Desember 2009 sampai dengan 12 Januari 2010 dan dilakukan setiap hari yakni
34
dari hari Senin sampai dengan Sabtu, pada jam kerja yakni jam 08.00 sampai jam
14.00. Sedangkan kunjungan ke rumah-rumah pasien dilakukan setiap hari di sela-
sela waktu luang peneliti dan dimulai pada tanggal 24 Desember 2009 sampai
dengan tanggal 11 Februari 2010. Kunjungan ke rumah-rumah pasien ini
dilakukan sebanyak dua kali yakni pada awal kontrol kesehatan dan sebelum
pasien melakukan kontrol kesehatan bulan berikutnya.
E. Subyek penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan peserta ASKES
ataupun JAMKESMAS yang menderita hipertensi dan melakukan pengobatan di
poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati. Kriteria inklusi subyek
penelitian ini adalah pasien rawat jalan peserta ASKES ataupun JAMKESMAS
yang telah terdiagnosis menderita hipertensi, datang untuk memeriksakan
kesehatan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010, bersedia menjadi
subyek uji, secara rutin tiap bulan melakukan kontrol kesehatan dan saat
penelitian ini dilakukan yakni pada bulan Desember 2009/Januari 2010 minimal
pasien tersebut telah memasuki kontrol kesehatan pada bulan ke-4. Pasien
hipertensi dengan penyakit penyerta hipertensi seperti penyakit kardiovaskuler
ataupun diabetes mellitus tetap diikutsertakan sebagai subyek penelitian.
Oleh karena varibel keluaran penelitian ini berupa variabel kategorik
yang mengelompokkan pasien menjadi dua kategori berdasarkan sisa obat di akhir
kontrol kesehatan yakni kategori pasien taat dan tidak taat maka penentuan
besarnya jumlah sampel penelitian ditetapkan berdasarkan rumus besar sampel
35
untuk penelitian deskriptif kategorik seperti terlihat pada persaman (1) di bawah
ini.
Zα2 x P x Q
N = ---------------- (1)
d2
(Dahlan, 2009)
Keterangan:
N = besar sampel
d = nilai presisi
P = Proporsi
Q = 1-P
Zα = deviat baku α
Untuk nilai-nilai yang besarnya dapat ditetapkan secara bebas oleh
peneliti maka peneliti menetapkan nilai α sebesar 5% karena menginginkan taraf
kepercayaan (IC) sebesar 95%. Dengan demikian diperoleh nilai Zα sama dengan
1,96. Belum adanya penelitian sejenis di RSUD Panembahan Senopati yang dapat
digunakan peneliti sebagai gambaran nilai prevalensi penderita hipertensi sesuai
kriteria inklusi yang diinginkan penelitian ini maka peneliti menetapkan nilai
presisi (d) sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa peneliti hanya memberi toleransi
terjadinya kesalahan sebesar 10% saja. Begitu pula nilai proporsi (P) ditetapkan
sebesar 50% agar memperoleh hasil yang maksimal dari perkalian P dengan Q.
Bila nilai-nilai tersebut di atas dimasukkan ke dalam persamaan maka diperoleh:
(1,96)2 x 0,5 x 0,5
N = --------------------
(0,10)2
= 97
36
Dengan demikian jumlah sampel penelitian yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 97 sampel.
F. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini berupa lembar
catatan medik pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati. Lembar catatan medik ini bermanfaat untuk mengetahui
pasien-pasien yang pada kontrol kesehatan bulan-bulan sebelumnya telah
terdiagnosis menderita hipertensi baik dengan ataupun tanpa penyakit penyerta
seperti penyakit kardiovaskuler ataupun diabetes mellitus. Selain itu berguna
untuk mengetahui pasien hipertensi yang rutin tiap bulan melakukan kontrol
kesehatan serta mengetahui pasien hipertensi yang saat penelitian ini dilakukan
minimal telah memasuki kontrol kesehatan pada bulan ke-4. Bahan penelitian
lainnya berupa lembaran resep yang diterima pasien dari dokter yang
memeriksanya. Lembaran resep dokter ini untuk disalin oleh peneliti sehingga
diketahui macam dan jumlah obat, bentuk sediaan, serta aturan pemakaian obat
baik frekuensi ataupun durasi penggunaan obat yang diterima pasien tersebut.
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membuat lembar rekapitulasi data
penelitian yang berisi data pribadi pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, alamat, serta nomor telepon; catatan macam dan jumlah obat
yang diterima pasien dari apotek rumah sakit pada saat awal kontrol kesehatan
37
berikut jumlah sisa masing-masing obat tersebut sebelum pasien melakukan
kontrol kesehatan pada bulan berikutnya. Selain itu di dalam lembar rekapitulasi
data penelitian, peneliti juga memberikan beberapa pilihan untuk dipilih pasien
hipertensi terkait dengan alasan yang dapat melatarbelakangi terjadinya sisa obat
seperti tidak minum obat karena lupa, gejala/simptom telah hilang, perasaan
bosan, aturan obat yang dirasa rumit, ukuran obat terlalu besar, serta rasa takut
akan efek samping obat. Lembar rekapitulasi data penelitian dibuat dengan
maksud untuk mempermudah peneliti dalam mengevaluasi ketaatan pasien yang
menjadi subyek uji penelitian ini. Bentuk lembar rakapitulasi data penelitian ini
dapat dilihat pada lampiran.
H. Tata Cara Penelitian
Tata cara penelitian ini terbagi dalam 3 tahapan yakni:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan analisis situasi, pengurusan
ijin pelaksanaan penelitian dan pembuatan lembar rekapitulasi data penelitian.
Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak diklat RSUD Panembahan Senopati
mengenai kelayakan judul penelitian, metode pengambilan sampel, jumlah subyek
uji yang dibutuhkan serta kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Dalam analsis
situasi ini juga dilakukan penelusuran kemungkinan adanya penelitan sejenis yang
sebelumnya pernah dilakukan di RSUD Panembahan Senopati. Perijinan
pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bantul, Kepala Dinas Kesehatan
38
Kabupaten Bantul, Direktur RSUD Panembahan Senopati, Kepala Seksi Rekam
Medik & SIM RSUD Panembahan Senopati serta Koordinator Rawat Jalan.
Tahap persiapan ini berlangsung selama 1 minggu.
2. Tahap Pengambilan Data
Pengambilan data dimulai pada tanggal 23 Desember 2009 dan dilakukan
di ruang tunggu pemeriksaan poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati.
Saat pasien melakukan pemeriksaan tekanan darah di ruangan tersebut, peneliti
melakukan skrining terhadap lembar catatan medik pasien untuk mengetahui
apakah pasien tersebut terdiagnosis menderita hipertensi, secara rutin tiap bulan
melakukan kontrol kesehatan dan saat penelitian ini dilakukan yakni pada bulan
Desember 2009/Januari 2010 minimal telah memasuki kontrol kesehatan bulan
ke-4. Apabila pasien dinilai memenuhi kriteria inklusi penelitian maka selanjutnya
peneliti melakukan wawancara mengenai kesediaan pasien untuk menjadi subyek
uji penelitian selanjutnya mencatat data diri pasien tersebut berikut alamat rumah
pasien secara jelas. Pengambilan data mengenai jumlah pemberian obat yang
diterima pasien pada awal kontrol kesehatan dilakukan saat pasien keluar dari
ruang periksa dokter dan membawa lembaran resep dokter yang dapat ditebus
pasien di apotek rumah sakit. Melalui lembaran resep dokter tersebut, peneliti
mencatat macam obat yang diberikan berikut jumlah masing-masing obat dan
frekuensi penggunaannya.
Kunjungan ke rumah-rumah pasien dilakukan sebanyak dua kali.
Kunjungan pertama yang dimulai pada tanggal 24 Desember 2009 sampai dengan
39
14 Januari 2010 bertujuan untuk mencocokkan apakah macam dan jumlah obat
yang diterima pasien sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Hanya obat-obat
yang tergolong antihipertensi, oral antidiabetika, dan obat kardiovaskuler yang
meliputi antiangina, antiaritmia, antitrombolitik serta antilipemika yang
selanjutnya dicatat oleh peneliti ke dalam lembaran rekapitulasi data penelitian.
Kunjungan kedua dimulai pada tanggal 22 Januari hingga 11 Februari 2010.
Adapun tujuan kunjungan kedua ini adalah untuk menghitung sekaligus mencatat
jumlah sisa obat sebelum pasien melakukan kontrol kesehatan pada bulan
berikutnya. Apabila peneliti menemukan adanya sisa obat maka peneliti
melakukan wawancara langsung kepada pasien mengenai alasan kenapa pasien
tidak mengkonsumsi obat tersebut sampai habis (tidak bersisa). Untuk membantu
mengarahkan jawaban pasien maka di dalam lembar rekapitulasi pengumpulan
data, peneliti menyediakan enam kemungkinan alasan terjadinya sisa obat yang
dapat dipilih oleh pasien yakni pasien tersebut lupa, tidak adanya gejala/simptom
penyakit sehingga merasa telah sembuh, pasien merasa bosan karena harus terus-
menerus mengkonsumsi obat, aturan minum obat dirasa rumit, ukuran obat terlalu
besar sehingga mengurangi kenyamanan minum obat, pasien atau takut akan efek
samping obat.
3. Tahap Pengolahan Data
Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan penggunaan
obat oleh pasien serta dari hasil wawancara langsung kepada pasien selama
melakukan kunjungan ke rumah-rumah pasien. Data-data pribadi pasien berupa
40
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jumlah pemberian serta sisa obat, dan
hasil wawancara dengan pasien kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk
tabel. Analisa tentang besarnya pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan pasien dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik yakni uji
regresi korelasi dengan taraf kepercayaan 95%. Sedangkan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok pasien pada tiap-tiap
karakteristik pasien yang meliputi karakteristik umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan serta jumlah golongan obat yang diterima pasien tersebut dianalisa
dengan menggunakan uji independent sampel t test ataupun dengan uji one way
anova. Analisa independent sampel t test digunakan untuk membandingkan
ketaatan antar dua kelompok subyek uji seperti umur yakni kelompok pasien
lansia dengan pasien yang lebih muda ataupun jenis kelamin yakni kelompok
pasien wanita dengan pria. Sedang uji one way anova digunakan untuk
membandingkan ketaatan lebih dari dua kelompok subyek uji misalnya pada
kelompok subyek uji yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikannya
yakni kelompok pasien yang berpendidikan kurang dari SMA, SMA atau setara
sarjana. Selain itu digunakan pula untuk membandingkan ketaatan antar kelompok
subyek uji yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah golongan obat yang
diterimanya saat kontrol kesehatan yakni pada kelompok pasien yang menerima
satu, dua ataupun lebih dari dua golongan obat.
41
I. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya dianalisis secara statistik
untuk mengetahui besarnya pengaruh dan korelasi antara jumlah pemberian obat
terhadap ketaatan pasien hipertensi dalam meminum obat. Langkah–langkah
analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji normalitas sebaran data variabel bebas yakni data jumlah pemberian
obat yang diterima oleh semua subyek uji. Apabila diperoleh sebaran data
yang normal (nilai p>0,05) maka analisis statistik penelitian ini dapat
dilakukan dengan uji parametrik (statistik inferensial) namun bila didapatkan
sebaran data yang tidak normal (nilai p<0,05) maka analisis statistik dilakukan
dengan uji non parametrik. Uji normalitas dapat dilakukan dengan metode
Kolmogorov-Smirnov.
2. Oleh karena sebaran data penelitian ini bersifat normal maka tahap analisis
berikutnya adalah melakukan uji statistik regresi korelasi antara variabel
jumlah total pemberian obat dengan jumlah sisa obat. Taraf kepercayaan (IC)
yang digunakan adalah 95%. Apabila nilai signifikansi penelitian <0,05 maka
Ho ditolak dan H1 diterima. Ho penelitian ini adalah bahwa jumlah pemberian
obat tidak berpengaruh terhadap ketaatan pasien hipertensi sedang H1
penelitian ini adalah bahwa jumlah pemberian obat berpengaruh terhadap
ketaatan pasien hipertensi.
42
3. Besarnya persentasi jumlah pasien hipertensi yang taat berdasarkan
karakteristik umur pasien dilakukan dengan cara berikut.
%100% xumurkelompokperpasiennkeseluruhajumlah
umurkelompokpertaatyangpasienjumlahtaatyangpasien
4. Besarnya persentasi jumlah pasien hipertensi yang taat berdasarkan
karakteristik jenis kelamin pasien dilakukan dengan cara berikut.
%100)/(
)/(% x
PLpasienseluruhjumlah
PLtaatyangpasienjumlahtaatyangpasien
5. Besarnya persentasi jumlah pasien hipertensi yang taat berdasarkan
karakteristik tingkat pendidikan pasien dilakukan dengan cara berikut:
%100% xpendidikantingkattiappasienseluruhjumlah
pendidikantingkattiaptaatpasienjumlahtaatyangpasien
6. Besarnya persentasi jumlah pasien hipertensi yang taat berdasarkan
karakteristik jumlah golongan obat yang diterima pasien dilakukan dengan
cara berikut:
%100% xobatgolonganjumlahtiappasienseluruhjumlah
obatgolonganjumlahtiaptaatpasienjumlahtaatyangpasien
J. Kesulitan Penelitian
Selama pelaksanaan penelitian, peneliti menemui beberapa kesulitan
mulai dari tahap persiapan, pengambilan data, ataupun pengolahan data. Pada
tahap persiapan peneliti belum mempunyai gambaran secara detil dan jelas
mengenai tata cara pengambilan data di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
43
Senopati tanpa harus mengganggu aktivitas pelayanan kesehatan di poli tersebut.
Kesulitan ini dapat teratasi melalui diskusi dengan bagian diklat ataupun
koordinator rawat jalan RSUD Panembahan Senopati dan dengan melakukan
peninjauan lokasi sebelum hari pelaksanaan penelitian.
Kesulitan pada tahap pengambilan data adalah kesulitan mengalokasikan
waktu, mencari alamat rumah masing-masing pasien dan kemampuan untuk
meyakinkan pasien untuk menggunakan obat yang hanya diterima pasien saat
kontrol kesehatan bulan Desember 2009/Januari 2010 dan mengesampingkan sisa
obat bulan lalu yang mungkin masih dimiliki pasien. Keramahan dan kemauan
untuk bekerja sama yang ditunjukkan oleh pasien sangat membantu peneliti dalam
mengatasi kesulitan ini.
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai pengaruh jumlah pemberian obat terhadap ketaatan
pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dan
korelasi antara jumlah obat yang diterima pasien hipertensi terhadap ketaatan
minum obat pasien tersebut. Selain itu bertujuan juga untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa obat pada pasien hipertensi.
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan sampel pada persamaan (1)
diperoleh jumlah sampel sebanyak 97 pasien. Namun seiring proses pengambilan
data, peneliti memutuskan untuk menambah jumlah subyek uji sebanyak 3 pasien
untuk mencegah kekurangan jumlah sampel apabila ada pasien yang keluar dari
penelitian misalnya sebelum genap satu bulan pasien tersebut telah melakukan
kontrol kesehatan kembali. Sebanyak 100 pasien hipertensi peserta
ASKES/JAMKESMAS ditetapkan sebagai subyek uji penelitian ini yang
kesemuanya merupakan penduduk Kabupaten Bantul Yogyakarta. Sebagai peserta
ASKES/JAMKESMAS, pasien hipertensi tersebut akan mendapatkan jaminan
kesehatan tanpa harus mengeluarkan biaya guna menebus obat sehingga besar
kemungkinannya seluruh obat yang tertulis di resep dokter akan diambil oleh
pasien. Hal ini akan sangat membantu peneliti dalam proses pengumpulan data
serta observasi ketaatan minum obat pasien hipertensi tersebut. Adapun
45
karakteristik subyek penelitian yang berpartisipasi di dalam penelitian ini adalah
seperti terlihat pada tabel III.
Metode yang digunakan untuk menghitung ketaatan pasien hipertensi
dalam meminum obat pada penelitian ini tergolong metode tidak langsung yakni
dengan menghitung jumlah obat di awal kontrol kesehatan sebagai jumlah obat
mula-mula dan di akhir kontrol kesehatan sebagai jumlah sisa obat. Metode ini
dipilih karena bersifat obyektif, cepat, serta telah banyak diaplikasikan pada
penelitian sejenis. Akan tetapi kelemahan metode ini adalah memungkinkan
terjadinya penumpukan obat oleh pasien. Dengan demikian sebelum pengambilan
data dimulai yakni saat kunjungan ke rumah pasien yang pertama, peneliti
menanyakan langsung kepada pasien mengenai kemungkinan masih adanya sisa
obat yang diperoleh pasien dari kontrol kesehatan bulan sebelumnya dan sampai
saat penelitian ini dilakukan masih disimpan oleh pasien tersebut. Apabila masih
terdapat sisa obat dari kontrol kesehatan bulan sebelumnya maka atas seijin
pasien, peneliti memasukkan semua sisa obat tersebut ke dalam kantong plastik
yang berbeda dan terpisah dari semua obat yang diterima pasien pada saat kontrol
kesehatan bulan ini serta memberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemisahan obat tersebut yakni demi mendapatkan keakuratan hasil penelitian baik
kepada pasien ataupun pihak keluarga yang mendampingi.
Adapun batasan penggolongan kriteria pasien taat atau tidak taat pada
penelitian ini digunakan batasan tingkat ketaatan sebesar 80% seperti yang telah
banyak diaplikasikan pada jurnal-jurnal penelitan sejenis. Hal ini berarti bahwa
pasien hipertensi yang berhasil menghabiskan obat sampai dengan 80% atau lebih
46
dari jumlah total obat yang diterimanya saat awal kontrol kesehatan dapat
dikategorikan sebagai pasien yang taat sedangkan pasien hipertensi yang masih
memiliki sisa obat pada akhir kontrol kesehatan lebih dari 20% dari jumlah total
obat yang diterimanya pada saat awal kontrol kesehatan dapat dikategorikan
sebagai pasien yang tidak taat. Besarnya persentasi jumlah pasien yang tergolong
taat/tidak taat berdasarkan sisa obat yang dimilikinya pada masing-masing
karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel IV-VII.
Tabel III. Jumlah Subyek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Umur,
Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan
Klasifikasi Karakteristik Subyek
Penelitian Jumlah Pasien
Jumlah Pasien
(%)
Umur
(tahun)
32-42
43-53
54-64
65-75
76-87
Total pasien
2
16
40
33
9
100
2
16
40
33
9
100
Jenis
Kelamin
Pria
Wanita
Total pasien
45
55
100
45
55
100
Tingkat
Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
D2
D3
S1
Total pasien
8
32
10
29
6
5
10
100
8
32
10
29
6
5
10
100
a. UMUR
Berdasarkan karakteristik umur subyek penelitian diketahui bahwa dari
keseluruhan subyek penelitian tersebut hanya sekitar 21% saja yang masih
berumur 54 tahun kebawah sedangkan sebanyak 79% sisanya telah berumur 55
47
hingga 87 tahun. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia umur 55
hingga 64 tahun dapat digolongkan sebagai kelompok lansia dini yakni kelompok
yang baru memasuki lanjut usia (lansia) sedangkan yang berumur 65 tahun keatas
dapat digolongkan sebagai kelompok lansia dan yang telah berumur lebih dari 70
tahun dapat digolongkan sebagai kelompok lansia berisiko tinggi. Dengan
demikian sebanyak 37% dari jumlah keseluruhan subyek penelitian tersebut dapat
digolongkan ke dalam kelompok lansia dini, sebanyak 24% lainnya digolongkan
sebagai kolompok lansia dan sebanyak 18% sisanya digolongkan sebagai
kelompok lansia berisiko tinggi.
Menurut Ross, Walker, dan MacLeod (2004) ketaatan pasien hipertensi
sangat dipengaruhi secara signifikan oleh umur pasien. Di dalam jurnal penelitian
mereka terlihat bahwa pasien yang berumur lebih tua yakni berumur lebih atau
sama dengan 60 tahun memiliki ketaatan lebih besar daripada pasien yang usianya
lebih muda yakni kurang dari 60 tahun dengan nilai Odds ratio (OR) = 5,9 dan
nilai p<0,001.
Tabel IV. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat
Pada Masing-masing Kelompok Umur
Kelompok
Umur
Pasien
(tahun)
Jumlah
Pasien
Jumlah
Pasien yang
Taat
Jumlah
Pasien yang
Tidak Taat
Pasien yang
Taat (%)
32-42 2 2 0 100,000
43-53 16 16 0 100,000
54-64 40 39 1 97,500
65-75 33 31 2 93,940
76-87 9 9 0 100,000
Total 100
48
Dengan melakukan perhitungan persentasi jumlah pasien yang taat pada
tiap kelompok umur maka penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan minum obat pasien hipertensi ini dapat melakukan perbandingan untuk
mengetahui kelompok umur pasien yang paling tinggi memiliki tingkat ketaatan
minum obat. Pada tabel IV di atas tampak bahwa pasien hipertensi pada kelompok
umur 65-75 tahun memiliki persentasi jumlah pasien yang taat paling kecil
dibandingkan dengan pasien pada kelompok umur lainnya namun tidak tampak
adanya kecenderungan hubungan yang dapat menggambarkan bahwa dengan
bertambahnya umur pada kelompok pasien di atas maka jumlah pasien yang taat
berdasarkan sisa obat yang dimilikinya pada akhir kontrol kesehatan akan
semakin sedikit.
Untuk mengetahui apakah sebenarnya terdapat perbedaan yang signifikan
antar kelompok umur pasien terhadap tingkat ketaatan minum obatnya maka
dilakukan uji statistik dengan menggunakan independent sampel t test. Uji t ini
dilakukan untuk membandingkan ketaatan pasien berdasarkan jumlah sisa obat di
akhir kontrol kesehatan hanya pada dua kelompok umur saja yakni kelompok
pasien yang berumur kurang dari 55 tahun serta yang berumur 55 tahun atau lebih.
Pembagian dua kelompok umur pasien ini dilakukan atas dasar klasifikasi umur
menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa
orang yang berumur 55 tahun atau lebih telah dapat digolongkan sebagai orang
lanjut usia. Oleh karena orang lanjut usia diketahui telah mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik maka melalui uji t ini dapat diketahui apakah
49
perbedaan ketaatan antara pasien yang tergolong masih muda dengan pasien
lansia bersifat signifikan.
Hasil perhitungan dengan menggunakan independent sampel t test
memberikan perolehan nilai p sebesar 0,017 (p<0,050) seperti terlihat pada kolom
Levene’s test yang berarti bahwa terdapat perbedaan varians antara ketaatan pada
pasien lansia dengan pasien dengan usia lebih muda atau dengan kata lain data
ketaatan pasien lansia dan pasien yang berusia lebih muda bersifat tidak homogen.
Oleh karena data yang dimiliki bersifat tidak homogen maka dengan melihat lajur
equal variances not assumed diperoleh nilai t = -2,501 dan nilai p = 0,014
(p<0,050) yang berarti bahwa ada perbedaan signifikan antara ketaatan pasien
pada kelompok umur 32-54 tahun dengan pasien lansia yang berumur 55-87
tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur pasien mempengaruhi
secara signifikan terhadap ketaatan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat.
Peran serta anggota keluarga yang lain dalam mendampingi dan
memantau penggunaan obat pada pasien lanjut usia sangat diperlukan agar dapat
terhindar dari kesalahan pengobatan. Oleh karena etiket yang dilampirkan pada
tiap-tiap obat yang diterima pasien hipertensi berukuran sangat kecil maka
penulisan keterangan aturan minum dan cara penggunaan obat hanya ditulis
secara singkat. Hal ini menyebabkan beberapa pasien tersebut melakukan
kesalahan penggunaan obat seperti obat isosorbit dinitrat (ISDN) yang seharusnya
digunakan secara sublingual namun oleh pasien diminum secara peroral.
Demikian halnya dengan obat yang seharusnya dikunyah seperti Aspilet®.
50
b. JENIS KELAMIN
Menurut jurnal yang ditulis oleh Ross, Walker, dan MacLeod (2004)
ketaatan pasien hipertensi selain dipengaruhi secara signifikan oleh umur juga
dipengaruhi oleh jenis kelamin pasien. Dalam jurnal penelitian tersebut dilaporkan
bahwa kaum wanita memiliki tingkat ketaatan yang lebih tinggi dibandingkan
kaum pria dengan perolehan nilai Odds ratio (OR) = 0,6 dan nilai p = 0,015.
Sebaliknya menurut hasil penelitian Lim, et al. (1992) yang melakukan
pengamatan tingkat ketaatan terhadap pasien hipertensi yang melakukan rawat
jalan di department of Mentakab District Hospital diketahui bahwa hanya variabel
pengukuran tekanan darah saja yang memiliki perbedaan signifikan antara
kelompok pasien yang taat dengan yang tidak taat yakni bahwa tekanan darah
pada pasien yang taat selalu terkontrol dengan baik. Sedangkan jika dilihat dari
segi umur, jenis kelamin, lamanya menderita hipertensi, tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan ataupun jenis obat yang diterima tidak ditemukan
adanya perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok pasien tersebut.
Tabel V berikut ini menunjukkan bahwa pasien wanita memiliki
persentase jumlah pasien yang taat lebih besar dibandingkan dengan pasien pria
dilihat dari sisa obat yang dimiliki oleh pasien tersebut pada akhir kontrol
kesehatan. Dari 45 pasien pria yang ditetapkan sebagai subyek uji penelitian ini,
sebanyak 2 pasien dapat dikategorikan tidak taat minum obat karena diketahui
memiliki persentasi sisa obat terhadap jumlah obat mula-mula sebesar 34,670%
dan 42,220% sedangkan pada pasien wanita yang berjumlah 55 orang hanya
51
terdapat 1 pasien saja yang dikategorikan tidak taat dalam minum obat karena
memiliki persentasi sisa obat terhadap jumlah obat mula-mula sebesar 24,440%.
Tabel V. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat
Menurut Karakteristik Jenis Kelamin Pasien
Jenis
Kelamin
Jumlah
Pasien
Jumlah
Pasien yang
Taat
Jumlah
Pasien yang
Tidak Taat
Pasien yang
Taat (%)
Pria 45 43 2 95,560
Wanita 55 54 1 98,190
Total 100
Dengan hanya membandingkan besarnya persentasi jumlah pasien yang
taat pada kelompok pasien wanita dan pria seperti yang terlihat pada tabel V tidak
dapat diketahui apakah perbedaan ketaatan antara kedua kelompok tersebut
memiliki makna secara statistik atau tidak. Untuk itu dilakukan uji statistik
menggunakan independent sampel t test. Hasil perhitungan dengan independent
sampel t test yakni pada kolom levene’s test terlihat perolehan nilai p = 0,052
(p>0,050) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan varians antara ketaatan pada
pasien wanita dengan pasien pria dilihat dari sisa obat yang mereka miliki pada
akhir kontrol kesehatan atau dengan kata lain data ketaatan pasien wanita dan
pasien pria bersifat homogen. Oleh karenanya dengan melihat lajur equal
variances assumed maka diperoleh nilai t = - 1,247 dan nilai p = 0,215 (p>0,050)
yang berarti bahwa perbedaan ketaatan antara kelompok pasien wanita dengan
pasien pria tidak bersifat signifikan (tidak bermakna). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi ketaatan pasien hipertensi
dalam meminum obatnya.
52
c. PENDIDIKAN
Rantucci (1997) mengatakan bahwa pendidikan dan banyaknya obat yang
diberikan dapat berpengaruh terhadap ketaatan pasien selain faktor-faktor lainnya
seperti umur, jenis kelamin, suku, biaya pengobatan, efek samping obat,
pendapatan pasien, serta tingkat keparahan penyakit pasien. Namun berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Selen, Albert dan William (2002) diperoleh
kesimpulan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat ketaatan pasien karena melalui perhitungan chi square yang
dilakukan oleh peneliti di atas didapatkan nilai p>0,050.
Adanya Pengaruh tingkat pendidikan terhadap ketaatan pasien hipertensi
juga dianalisis pada penelitian jumlah pemberian obat terhadap ketaatan, dengan
hasil seperti terlihat pada tabel VI berikut ini.
Tabel VI. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat
Menurut Karakteristik Tingkat Pendidikan Pasien
Tingkat
Pendidikan
Jumlah
Pasien
Jumlah
Pasien yang
Taat
Jumlah
Pasien yang
Tidak Taat
Pasien yang
Taat (%)
Tidak sekolah 9 8 1 88,890
SD 31 31 0 100,000
SMP 10 10 0 100,000
SMA 29 28 1 96,550
D2 6 5 1 83,330
D3 5 5 0 100,000
S1 10 10 0 100,000
Total 100
Pada tabel VI dapat dilihat besarnya persentasi jumlah pasien yang taat
berdasarkan sisa obat yang dimiliki di akhir kontrol kesehatan pada tiap-tiap
tingkat pendidikan akhir pasien. Tidak tampak adanya kecenderungan hubungan
53
berupa kenaikan ataupun penurunan persentase jumlah pasien yang taat terhadap
semakin tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan akhir pasien tersebut.
Untuk mengetahui apakah perbedaan ketaatan pasien pada tiap-tiap
kelompok tingkat pendidikan tersebut memiliki makna secara statistik maka
dilakukan uji perbandingan dengan menggunakan uji one way anova. Uji anova
ini dilakukan dengan membagi tingkat pendidikan pasien menjadi 3 kelompok
besar saja yakni pasien dengan pendidikan kurang dari SMA, SMA, dan Sarjana.
Kelompok pasien dengan pendidikan kurang dari SMA digunakan untuk mewakili
pasien-pasien hipertensi yang tidak pernah sekolah atau bersekolah sampai tingkat
SD dan SMP. Sedangkan kelompok pasien dengan pendidikan setingkat sarjana
digunakan untuk mewakili pasien-pasien hipertensi yang bersekolah hingga D2,
D3 ataupun S1.
Hasil uji homogenitas variansi menunjukkan perolehan nilai p sebesar
0,001 (p<0,050) yang berarti bahwa ada perbedaan varians antara ketaatan pada
pasien berpendidikan kurang dari SMA, SMA atau pada pasien yang
berpendidikan setara sarjana atau dengan kata lain data ketaatan pasien pada
ketiga kelompok uji tersebut bersifat homogen. Sedangkan hasil perhitungan uji
anova menunjukkan perolehan nilai p sebesar 0,461 (p>0,050) yang
mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua
kelompok uji. Hal ini berarti bahwa ketaatan minum obat pasien hipertensi ini
tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor tingkat pendidikan pasien.
Motivasi yang diberikan oleh dokter yang bertugas di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati diyakini telah berhasil membuka pemahaman pasien
54
mengenai penyakitnya. Menurut pasien, dokter tersebut telah menjelaskan kepada
mereka bahwa mereka harus secara rutin melakukan kontrol tekanan darah
sebulan sekali walaupun tidak merasakan gejala sakit seperti pada tipe penyakit
lainnya. Mereka diminta juga untuk mengurangi konsumsi makanan yang bercita
rasa asin dan banyak mengandung minyak/lemak serta menghindari stres yang
berlebihan. Adanya peran aktif dokter dan prinsip ingin hidup lebih lama bersama
anak dan cucu membuat pasien hipertensi ini termotivasi untuk selalu meminum
obat secara rutin. Kedua hal ini dinilai mampu membantu meningkatkan ketaatan
minum obat pasien hipertensi khususnya bagi pasien yang secara pendidikan
tergolong lemah.
d. GOLONGAN OBAT
Jika melihat ragam golongan atau kelas terapi obat yang diterima oleh
pasien hipertensi yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD Panembahan
Senopati pada saat penelitian ini dilakukan, sebanyak 47 pasien (47%)
terdiagnosis menderita penyakit hipertensi murni tanpa komplikasi ataupun
penyakit penyerta lainnya dan sebanyak 53 pasien lainnya (53%) terdiagnosis
menderita hipertensi yang disertai oleh penyakit penyerta lainnya seperti penyakit
kardiovaskuler ataupun diabetes mellitus.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel, et al. (2008)
diketahui bahwa pasien yang hanya mendapatkan satu macam obat yakni
amlodipine/atovastatin memiliki ketaatan minum obat dua kali lipat lebih besar
55
dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan obat secara kombinasi dengan
perolehan nilai OR = 1,95 dan p<0,0001.
Analisis pengaruh jumlah golongan obat yang diterima pasien hipertensi
terhadap ketaatan pada penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan dilakukan dengan membandingkan besarnya persentasi jumlah pasien
hipertensi yang taat pada tiap-tiap jumlah golongan obat yang diterima pasien
seperti terlihat pada tabel VII berikut ini.
Tabel VII. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan
Sisa Obat Menurut Karakteristik Jumlah Golongan Obat
Jumlah
Golongan
Obat
Jumlah
Pasien
Jumlah
Pasien yang
Taat
Jumlah
Pasien yang
Tidak Taat
Pasien yang
Taat (%)
1 25 25 0 100,000
2 50 48 2 96,000
3 22 21 1 95,450
4 2 2 0 100,000
5 1 1 0 100,000
Total 100
Pada tabel VII di atas terlihat bahwa pasien yang menerima satu
golongan obat memiliki persentasi jumlah pasien yang taat lebih besar daripada
pasien yang menerima dua atau tiga golongan obat. Sedikitnya jumlah pasien
yang menerima empat atau lima golongan obat membuat kelompok ini juga
memiliki persentasi jumlah pasien yang taat sama dengan 100%. Oleh karenanya
perlu dilakukan uji statistik dengan one way anova untuk mengetahui apakah
perbedaan ketaatan minum obat berdasarkan jumlah sisa obat yang dimiliki pasien
pada masing-masing kelompok jumlah golongan obat tersebut memiliki makna
secara statistik. Uji anova ini dilakukan dengan mengelompokkan seluruh pasien
56
hipertensi tersebut menjadi tiga kelompok besar yaitu kelompok pasien yang
menerima satu, dua serta lebih dari dua golongan obat. Kelompok pasien yang
menerima lebih dari dua golongan obat ini digunakan untuk mewakili kelompok
pasien yang menerima tiga, empat ataupun lima golongan obat. Jumlah
penerimaan dua golongan obat digunakan peneliti sebagai batasan pembagian
kelompok uji karena berdasarkan hasil penelitian Kabir, et al. (2004) diketahui
bahwa tingkat ketaatan pasien hipertensi yang menerima lebih dari dua golongan
obat sangat rendah yakni sebesar 40% sedangkan pada pasien hipertensi yang
hanya menerima satu atau dua golongan obat saja memiliki tingkat ketaatan yang
lebih tinggi yakni mencapai 84,300%.
Melalui uji homogenitas variansi seperti yang terlihat pada tabel test of
homogeneity of variances diperoleh nilai p sebesar 0,245 (p>0,050) yang berarti
bahwa tidak ada perbedaan varians antara ketaatan kelompok pasien yang
menerima hanya satu, dua atau lebih dari dua golongan obat atau data pada ketiga
kelompok tersebut bersifat homogen. Sedangkan hasil perhitungan anova
memberikan perolehan nilai p sebesar 0,169 (p<0,050) yang mengindikasikan
bahwa antar kelompok uji tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal
ini berarti bahwa pada penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan minum obat pasien hipertensi ini jumlah golongan obat yang diterima
pasien tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketaatan minum obat pasien
tersebut.
57
Profil obat antihipertensi, oral antidiabetika, serta obat kardiovaskuler
yang diterima pasien pada penelitian ini adalah seperti yang terlihat pada tabel
VIII berikut ini.
Tabel VIII. Profil Obat Antihipertensi, Oral antidiabetika, Obat
Kardiovaskuler Yang Diterima Pasien
Antihipertensi Oral antidiabetika Obat kardiovaskuler
Jenis Obat Jumlah
pasien Jenis Obat
Jumlah
Pasien Jenis Obat
Jumlah
Pasien
ACE inhibitor 17 glibenklamida 2 digoxin 5
Loop diuretik 1 metformin 10 ISDN 5
ACE inhibitor + Loop
diuretik 10
glibenklamida
+ metformin 9 diltiazem 1
ACE inhibitor + tiazid 5 glikazida 2 Aspilet®
2
CCB 17 glikazida +
metformin 8
Aspilet®
+
digoxin 1
CCB + ACE inhibitor 14 metformin +
glikuidon 2
Aspilet®
+
digoxin +
ISDN
1
CCB + tiazid 5 Aspilet
® +
gemfibrosil 1
CCB + loop diuretik 3 gemfibrosil 3
CCB + ACE inhibitor +
loop diuretik 8 simvastatin 2
CCB + ACE inhibitor +
tiazid 7
simvastatin
+ ISDN 1
AIIRA + tiazid 1
AIIRA + CCB 6
AIIRA + CCB + tiazid 1
Antagonis adrenergik α 2 +
loop diuretik 1
Antagonis adrenergik α 2 +
ACE inhibitor + tiazid 1
Antagonis adrenergik α 2 +
ACE inhibitor + CCB 1
ACE inhibitor + β bloker
+ loop diuretik 1
Antagonis adrenergik α 2 +
ACE inhibitor + CCB +
tiazid + β bloker
1
Jumlah pasien 100 33 22
Berdasarkan tabel VIII terlihat bahwa jenis obat ACE inhibitor sangat
banyak diresepkan dokter sebagai antihipertensi baik sebagai obat tunggal atau
kombinasi. Namun selama penelitian ini dilakukan tidak ditemukan pasien yang
58
mengeluhkan adanya efek samping obat berupa batuk kering. Hal ini disebabkan
karena pasien hipertensi yang menjadi subyek uji penelitian ini adalah pasien
yang minimal pada bulan Desember 2009/Januari 2010 telah memasuki kontrol
kesehatan bulan yang keempat sehingga keluhan adanya efek samping tersebut
telah disampaikan pasien kepada dokter saat kontrol kesehatan bulan sebelumnya.
Pasien yang sensitif terhadap obat jenis ini kemudian oleh dokter diberikan obat
antihipertensi jenis lain.
Yang menjadi permasalahan adalah seringkali pasien tidak membaca
tulisan kandungan zat aktif pada kemasan obat paten yang mereka terima
ditambah tidak adanya penjelasan dari pihak apotek rumah sakit pada saat
penyerahan obat apabila terjadi penggantian nama dagang obat. Hal ini
menyebabkan pasien sering merasa bingung bahkan ada pasien yang memutuskan
untuk membeli obat antihipertensi di apotek luar karena merasa obat yang mereka
terima berbeda isi zat aktifnya. Sebagai contoh captopril dengan Otoryl®.
Menurut profil obat tersebut maka golongan diuretik yang sering diterima
oleh pasien hipertensi ini adalah tiazid dan tipe loop diuretic seperti furosemide.
Peningkatan frekuensi buang air kecil akibat meminum obat ini banyak
dikeluhkan oleh pasien karena dirasa mengganggu aktivitas mereka dalam bekerja
terlebih jika mereka harus bekerja di luar rumah. Faktor inilah yang sering
membuat pasien merasa tidak nyaman dalam mengkonsumsi obat ini.
Golongan oral antidiabetika yang banyak diresepkan dokter kepada
pasien hipertensi yang juga menderita diabetes mellitus adalah kelompok obat
sulfonilurea seperti glibenklamida, glikazida, glikuidon dan kelompok obat
59
biguanida seperti metformin. Kedua kelompok obat ini diresepkan dokter baik
secara tunggal ataupun kombinasi. Melalui penjelasan dokter, pasien hipertensi
yang juga menderita sakit diabetes mellitus telah mengetahui bahwa obat
golongan ini sebaiknya diminum bersama atau sesudah makan. Kebiasaan
beberapa pasien melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis membuat frekuensi
minum obat ini terganggu. Dokter telah menyarankan untuk meminum obat saat
sahur, berbuka puasa dan menjelang tidur (sekitar jam 23.00) akan tetapi sering
kali pasien telah terlanjur mengantuk dan tertidur sehingga frekuensi minum obat
menjadi berkurang.
Golongan obat kardiovaskuler yang banyak diresepkan dokter adalah
jenis digoxin yang tergolong sebagai obat antiaritmia dan jenis isosorbit dinitrat
(ISDN) yang tergolong sebagai obat antiangina. Oleh karena penyakit
kardiovaskuler berkaitan dengan kadar lipid dalam darah maka simvastatin serta
gemfibrosil banyak diresepkan dokter sebagai antilipemika bagi pasien yang
mengalami dislipidemia. Sedangkan untuk mencegah terjadinya trombosis dalam
pembuluh darah, dokter banyak meresepkan obat Aspilet® sebagai antitrombolitik.
Yang menjadi permasalahan di sini adalah adanya penggunaan obat yang salah
seperti ISDN yang seharusnya dikonsumsi secara sublingual dan Aspilet® yang
merupakan tablet kunyah.
e. JUMLAH PEMBERIAN OBAT
Semakin banyaknya jumlah golongan obat yang diterima pasien
hipertensi berarti semakin banyak pula jumlah obat yang harus dikonsumsi pasien
60
tersebut. Seperti yang telah dikemukakan oleh Patel, et al. (2008) dalam jurnal
penelitian mereka yang menyebutkan bahwa tingkat ketaatan pasien yang
menerima satu macam obat yakni amlodipine/atorvastatin saja dua kali lipat lebih
tinggi dibandingkan pasien yang menerima obat secara kombinasi. Hal ini
dikarenakan semakin sedikitnya jumlah pemberian obat berarti aturan minum dan
aturan penggunaan obat akan semakin sederhana, dapat mengurangi rasa bosan
serta ketidaknyamanan pasien yang disebabkan oleh rutinitas minum obat.
Oleh karena uji normalitas yang dilakukan dengan tes Kosmogorov-
Smirnov menghasilkan distribusi data yang normal yakni dengan perolehan nilai
signifikansi = 0,208 atau p>0,05 maka analisis parametrik regresi korelasi dapat
dipilih untuk menganalisa besarnya pengaruh antara jumlah pemberian obat
terhadap ketaatan pasien hipertensi. Analisis regresi korelasi ini dilakukan dengan
menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95%.
Berdasarkan hasil analisis regresi korelasi yakni pada bagian Model
Summary dapat diketahui besarnya pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan pasien hipertensi yang diukur dari perhitungan sisa obat di akhir kontrol
kesehatan. Dengan perolehan nilai R square (r2) sebesar 0,053 maka besarnya
koefisien determinasi (KD) dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai r2 dengan
angka 100%. Dari hasil perkalian tersebut diperoleh nilai KD sebesar 5,300%.
Besarnya nilai KD ini memiliki makna bahwa faktor jumlah pemberian obat
memberikan pengaruh terhadap ketaatan pasien hipertensi hanya sebesar 5,300%
saja sedangkan sisanya yakni sebesar 94,700% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
di luar variabel jumlah pemberian obat tersebut.
61
Untuk mengetahui apakah model regresi yang dipilih untuk menganalisis
hasil penelitian ini sudah benar atau salah maka diperlukan uji hipotesis.
Pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya taraf
signifikansi (sig) penelitian dengan taraf signifikansi sebesar 0,050. Berdasarkan
hasil pada kolom anova dapat diketahui besarnya nilai signifikansi penelitian ini
adalah sebesar 0,022 atau kurang dari 0,050. Dengan nilai sig<0,050 maka H0
yang ditetapkan peneliti dapat ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan
linier antara jumlah pemberian obat dengan ketaatan pasien penderita hipertensi
yang melakukan pengobatan rawat jalan di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta. Hubungan linier antara
kedua variabel di atas dapat disajikan dalam persamaan Y = 0,819 + 0,033 X
dimana Y adalah variabel jumlah sisa obat di akhir kontrol kesehatan yang
digunakan sebagai parameter untuk mengukur ketaatan minum obat pada pasien
hipertensi. Sedangkan X adalah variabel jumlah total pemberian obat yang
diterima pasien pada saat awal kontrol kesehatan.
Hasil perhitungan korelasi Pearson menunjukkan bahwa korelasi yang
dimiliki oleh kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,229. Oleh karena bernilai
positif maka korelasi keduanya bersifat searah. Korelasi searah ini mengandung
arti bahwa semakin banyak jumlah obat yang diberikan kepada pasien hipertensi
pada saat awal kontrol kesehatan maka akan semakin banyak pula sisa obat yang
dimiliki pasien tersebut di akhir kontrol kesehatan. Dengan semakin banyaknya
sisa obat di akhir kontrol kesehatan maka tingkat ketaatan minum obat pasien
hipertensi tersebut semakin rendah. Menurut Sarwono (2006) kriteria angka
62
korelasi antar variabel dapat dibedakan menjadi 4 kriteria, yakni: berkorelasi
sangat lemah jika memiliki angka korelasi antara 0-0,25; berkorelasi cukup jika
memiliki angka korelasi lebih dari 0,25 hingga 0,5; berkorelasi kuat jika memiliki
angka korelasi lebih dari 0,5 hingga 0,75; serta berkorelasi sangat kuat jika angka
korelasi lebih dari 0,75 hingga 1. Dengan demikian korelasi yang dimiliki variabel
jumlah pemberian obat dengan ketaatan pasien hipertensi ini bersifat sangat lemah
karena hanya menghasil angka korelasi sebesar 0,229. Walaupun korelasi kedua
variabel tersebut bersifat sangat lemah namun dengan perolehan nilai signifikansi
sebesar 0,022 atau kurang dari 0,050 maka dapat dikatakan bahwa
hubungan/korelasi antara keduanya tetap signifikan.
f. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SISA OBAT
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya sisa obat di akhir kontrol
kesehatan dapat dilihat pada tabel IX berikut ini.
Tabel IX. Faktor-Faktor Penyebab Adanya Sisa Obat Diakhir Kontrol
Kesehatan
Faktor Penyebab Terjadinya
Sisa Obat di Akhir Kontrol
Kesehatan
Jumlah Pasien Yang Masih
Memiliki Sisa Obat di
Akhir Kontrol Kesehatan
Persentasi Jumlah Pasien
Yang Masih Memiliki Sisa
Obat di Akhir Kontrol
Kesehatan (%)
Lupa 26 78,790
Gejala sakit telah hilang 7 21,210
Bosan 0 0
Aturan Minum Obat
Rumit 0 0
Ukuran Obat Terlalu
Besar 0 0
Takut akan ESO 0 0
Jumlah 33 100
63
Melalui wawancara yang dilakukan secara langsung dengan pasien di
rumah mereka dapat diketahui bahwa faktor utama penyebab adanya sisa obat di
akhir kontrol kesehatan adalah karena pasien hipertensi tersebut lupa untuk
meminum obatnya yakni sebanyak 26 pasien (78,790%) dan karena beranggapan
bahwa dirinya telah sembuh dengan hilangnya simptom penyakit yakni sebanyak
7 pasien (21,210%).
Melihat karakteristik umur pasien hipertensi yang menjadi subyek uji
penelitian ini maka adanya sisa obat di akhir kontrol kesehatan banyak terjadi
pada kelompok umur 55 hingga 87 tahun atau terjadi pada kelompok pasien
hipertensi yang telah dapat dikategorikan sebagai pasien lanjut usia. Ciri-ciri
seorang lanjut usia adalah telah mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotorik. Adapun fiungsi kognitif ini dapat meliputi proses belajar, persepsi
pemahaman, pengertian, perhatian dan hal-hal lain yang dapat membuat perilaku
orang lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan dorongan/kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi
yang sudah tidak bisa lagi dilakukan dengan cekatan oleh orang lanjut usia. Untuk
itulah dibutuhkan pendampingan dan peran serta aktif dari anggota keluarga
pasien tersebut di dalam aktivitas minum obat terutama bagi pasien yang telah
berumur 70 tahun ke atas. Dari pengamatan peneliti saat melakukan kunjungan ke
rumah pasien terlihat bahwa beberapa etiket telah hilang dari kemasan plastik
obat. Hal ini dikarenakan etiket yang berupa kertas kecil tersebut tidak diklip pada
kemasan plastik ataupun pada strip obat. Dengan demikian aturan minum obat
hanya didasarkan pada ingatan pasien saja. Pada kondisi inilah peran serta
64
anggota keluarga lain dirasa akan sangat membantu pasien untuk mengkonsumsi
obatnya dengan dosis, cara dan frekuensi minum yang tepat sehingga tidak akan
terdapat sisa obat di akhir kontrol kesehatan.
Aktivitas kerja yang sibuk dan adanya kegiatan keluar rumah yang
dijalani oleh pasien hipertensi ini juga menjadi alasan kuat bagi pasien tersebut
lupa untuk meminum obatnya. Menurut mereka kegiatan minum obat pada siang
hari kadang terlupakan apabila mereka harus melakukan suatu kegiatan dari pagi
hingga sore hari. Hal yang mirip juga dikemukakan oleh pasien yang sering
melakukan puasa di hari Senin dan Kamis. Mereka terkadang lupa untuk
meminum kembali obatnya sebelum tidur malam sebagai pengganti waktu minum
obat di siang hari seperti anjuran dokter.
Beberapa pasien hipertensi yakni sebanyak 7 pasien menghentikan
pengobatannya karena merasa telah sembuh dengan hilangnya simptom penyakit.
Sebenarnya dokter telah menjelaskan kepada mereka bahwa obat yang diberikan
selama satu bulan harus dihabiskan dan secara rutin melakukan pengukuran
tekanan darah. Dokter pun telah menerangkan mengenai efek jangka panjang jika
obat antihipertensi tidak rutin diminum akan tetapi beberapa dari mereka merasa
bahwa saat badan telah pulih dan tidak lagi pusing konsumsi obat tidak diperlukan
lagi. Namun tetap saja ada pasien yang menilai bahwa obat yang diberikan dokter
hanya menunjukkan khasiat di awal pengobatan saja akan tetapi setelah meminum
beberapa butir obat khasiatnya tidak lagi dirasakan oleh pasien tersebut.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap
ketaatan pasien rawat jalan penderita hipertensi di poli penyakit dalam RSUD
Panembahan Senopati Kabupaten Bantul Yogyakarta maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan independent
sampel t test dan one way anova maka diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap ketaatan minum obat pasien pada masing-
masing kelompok berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, jumlah
golongan obat serta jenis kelamin. Sebaliknya berdasarkan karakteristik umur
pasien ditemukan adanya perbedaan ketaatan minum obat yang bersifat
signifikan.
2. Jumlah pemberian obat akan memberikan pengaruh terhadap ketaatan minum
obat pasien hipertensi sebesar 5,300% dengan persamaan linier Y = 0,819 +
0,033 X. Nilai korelasi Pearson yang menghubungkan kedua variabel
penelitian ini adalah sebesar 0,229 dengan nilai signifikansi sebesar 0,022
sehingga sifat hubungan keduanya adalah lemah, searah namun signifikan.
3. Faktor terbesar yang mempengaruhi adanya sisa obat pada akhir kontrol
kesehatan adalah dikarenakan pasien tersebut lupa untuk mengkonsumsi
obatnya yakni sebesar 78,790% dan karena adanya anggapan bahwa pasien
66
tersebut telah sembuh ditandai dengan hilangnya simptom penyakit yang
dirasakan pasien yakni sebesar 21,210%.
B. Saran
Saran yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Guna mencegah kejadian kesalahan dalam mengkonsumsi obat ada baiknya
penyampaian informasi dari pihak instalasi farmasi rumah sakit tidak hanya
mencakup aturan minum, cara penggunaan obat namun juga kandungan zat
aktif obat sehingga apabila terjadi penggantian nama dagang obat maka pasien
tidak akan merasa bingung dan beranggapan bahwa obat yang diberikan tidak
sama dengan obat yang diterima sebelumnya. Selain itu untuk mencegah
etiket obat hilang maka ada baiknya etiket tersebut ditempelkan ataupun diklip
langsung pada plastik pembungkus atau langsung pada kemasan obat.
2. Oleh karena faktor terbesar penyebab adanya sisa obat di akhir kontrol
kesehatan adalah bahwa pasien tersebut lupa untuk mengkonsumsi obatnya
maka sangat diharapkan adanya peran serta anggota keluarga yang lain untuk
mengingatkan waktu mengkonsumsi obat khususnya pada pasien hipertensi
yang telah berusia lanjut.
3. Untuk menghindari terjadinya penumpukan obat sebaiknya pihak rumah sakit
menyarankan pasien untuk selalu membawa sisa obat yang masih dimilikinya
pada saat datang kontrol. Melalui kebiasaan ini maka jumlah obat yang
terbuang sia-sia dapat diminimalkan serta dapat digunakan sebagai parameter
ketaatan pasien.
67
4. Perlunya dilakukan penelitian yang mengkaji faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi ketaatan pasien selain faktor yang telah diteliti dalam
penelitian ini seperti pengaruh rasa puas pasien akan pelayanan farmasis
terhadap ketaatan minum obat pasien.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999, Patient Compliance, http://www.piko pacific link.com, diakses
pada tanggal 25 September 2009
Anonim, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Cetak Ulang, Departemen Kesehatan
Repubik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2006a, Kepatuhan Pasien: Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi,
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0506.pdf, diakses
pada tanggal 22 September 2009
Anonim, 2006b, Overview Medication Adherence,
http://www.adultmeducation.com, diakses pada tanggal 25 September 2009
Anonim, 2007, Hipertensi di Indonesia RISKESDAS 2007,
http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf, diakses
pada tanggal 3 Februari 2010
Anonim, 2008a, Efektivitas Pelayanan Kesehatan, http://www-
farklin.com/images/multirow3f1e14b76904c.pdf, diakses tanggal 22
September 2009
Anonim, 2008b, Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian,
http://likalikuluke.multiply.com/reviews/item/3, diakses pada tanggal 3
Februari 2010
Anonim, 2009a, Compliance (Medicine),
http://en.wikipedia.org/wiki/Compliance_%28medicine%29, diakses pada
tanggal 2 Februari 2010
Anonim, 2009b, Penatalaksanaan Hipertensi,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/28_172Penatalaksanaanhipertensi.pdf/
28_172Penatalaksanaanhipertensi.pdf, diakses pada tanggal 5 Februari 2010
Aryani, P.D., 2002, Hubungan Jumlah Obat yang Diberikan dan Ketaatan Minum
Obat Pasien Rawat Jalan Usia Lanjut Peserta ASKES di Poli Geriatri RS
Dr. Sardjito, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Bardosono, S., 2009, Jenis Riset,
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/d59f9a873bcb01c4549d3afda1
0901e1a86f17a2.pdf, diakses pada tanggal 4 Februari 2010
69
Dahlan, S.M, 2009, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, edisi ke-2, hal. 10, Penerbit Salemba
Medika, Jakarta
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey,
L.M., 1999, Pharmacoptherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th
edition,
p. 185-202, McGraw Hill, USA
Gormer, B., 2007, Hypertension Pharmacological Management,
http://www.pharmj.com/pdf/hp/200704/hp_200704_pharmacological.pdf,
diakses pada tanggal 10 Februari 2010
Grahame-Smith, D.G., and Aronson, J.K., 1985, The Oxford Textbook of Clinical
Pharmacology and Drug Therapy, Oxford University Press, Oxford
Jin, J., Sklar, G.E., Oh, V.M.S., Li, S.C., 2008, Factors Affecting Therapeutic
Compliance: A Review from the Patient’s Perspective, http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2503662,
diakses tanggal 30 Januari 2010
Kabir, M., Iliyasu, Z., Abubakar, I.S., and Jibril, M., 2004, Compliance to
Medication among Hypertensive Patients in Murtala Mohammed Specialist
Hospital, Kano, Nigeria,
http://ajol.info/index.php/jcmphc/article/view/32401/6069, diakses pada
tanggal 15 November 2009
Kirei, H., 2009, Presus IKK (Kedokteran Keluarga) Hipertensi,
http://kireihimee.blogspot.com/2009/10/presus-ikk-kedokteran-
keluarga.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2010
Lim, T.O., Ngah, B.A., Rahman, R.A., Suppiah, A.,Ismail, F.,Chako, P., et al,
1992, The Mentakab Hypertension Study Project Part V-Drug in
Compliance Hypertensive Patients,
http://smj.sma.org.sg/3301/3301a10.pdf, diakses pada tanggal 20 Januari
2010
Monane, M., Bohn, R.L., Gunvitz, J.H., Glynn, R.J., Levin, R., and Avom, J.,
1996, Compliance with Antihypertensive Therapy among Elderly Medicaid
Enrollees: The Roles of Age, Gender, and Race,
http://ajph.aphapublications.org/cgi/reprint/86/12/1805?view=long&pmid=9
0031, diakses pada tanggal 30 Januari 2010
Muhlis, 2007, Pharmaceutical Care, Asuhan Kefarmasian,
http://muhlis3.wordpress.com/2007/12/29/pharmaceutical-care-asuhan-
kefarmasian , diakses pada tanggal 2 Februari 2010
70
Osterberg, L., Blaschke, T., 2005, Adherence to Medication, http://www.content
nejm.com, volume 353:487-497, diakses pada tanggal 22 September 2009
Patel, B.V., Leslie, R.S., Thiebaud, P., Nichol, M.B., Tang, S.S.K., Solomon, H.,
et al., 2008, Adherence with Single-Pill Amlodipine/Atorvastatin vs A Two-
Pill Regimen, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2515427/,
diakses pada tanggal 20 Januari 2010
Rantucci, M.J., 1997, Pharmacist Talking With Patients, A Guide to Patient
Counseling, 1st edition, p. 43, Williams&Wilkins Company, USA
Rosner, F., 2006, Patient Noncompliance: Causes and Solutions, The Mount Sinai
Journal Of Medicine Vol. 73 No.2, p 553-559, Mount Sinai Medical Center,
USA
Ross, S., Walker, A., and MacLeod, M.J., 2004, Patient Compliance in
Hypertension: Role of Illness Perceptions and Treatment Beliefs,
http://www.nature.com/jhh/journal/v18/n9/pdf/1001721a.pdf, diakses pada
tanggal 5 Februari 2010
Sabate, E., 2003, Adherence to Long-term Therapies: Evidence for Action.
Geneva: World Health Organization,
http://www.who.int/chp/knowledge/publication/adherence Section1.pdf,
diakses pada tanggal 18 Januari 2010
Sarwono, J., 2006, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, edisi 1, hal. 166,
Penerbit Andi, Yogyakarta
Selen., Y., Wertheimer, A.L., and Dubin, W.R., 2002, Demographical Factors
Affecting Patient Compliance (Adherence) to Medications In An Outpatient
Psychiatric Clinic: A Preliminary Study, http://fabad.org/pdf/volum28/-
issue2/FABAD2003j.Pharm.Sci.,28,77-84,2003.pdf, diakses tanggal 1
Oktober 2009
Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., 2004, Pharmaceutical Care Practice :
The Clinical’s Guide,2nd
edition, 178-188, The McGraw-Hill Companies,
USA
Straka, R.J., 2008 Pharmaceutical Principles and Practise, p. 9-31, The McGraw-
Hill Companies, USA
Sung, J.C.Y., Nichol, M.B., Venturini, F., Bailey, K.L., McCombs, J.S., Cody,
M., 1998, Factors Affecting Patient Compliance with Antihyperlipidemic
Medications in an HMO Population, http://www.ajmc.com/media/-
pdf/AJMC1998OctSung1421_1430.pdf, diakses tanggal 10 Desember 2009
71
Walker, R., Edwards, C., 2003, Clinical Pharmacy&Therapetics, 3rd
edition, p.
155-175, Churchill Livingstone, USA
Wibowo, Y., 2008, Pharmaceutical care: The Perceptions of Community
Pharmacist in Surabaya-Indonesia (A Pilot Study),
http://www.accp8.org/web/data/files/O-002.pdf, diakses pada tanggal 30
Januari 2010
89
top related