pendidikan, syarat keterwakilan...

Post on 26-Jul-2019

222 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK

KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKaKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK

26 ANALISIS

Pendidikan, Syarat Keterwakilan PerempuanKAMIS, 11 SEPTEMBER 2008 I MEDIA INDONESIA

APAKAH itu berhubu-ngan dengan rendah-nya keterwakilan pe-

rempuan di parlemen yang te-ngah ramai dibicarakan? SurveiSosial Ekonomi Nasional (Suse-nas) 2006 merekam perbedaankesempatan mengenyam pendi-dikan antara laki-laki dan pe-rempuan. Angka putus sekolah(APS) dengan alasan tidak adabiaya di perkotaan lebih banyakterjadi pada anak perempuan(33%) daripada anak laki-laki(31%). Artinya, ketiadaan dana o-rang tua untuk menyekolahkananak perempuan lebih menonjoldaripada untuk menyekolahkananak laki-laki. Anak perempuanlebih rentan putus sekolah karenaalasan itu daripada anak laki-laki.

Indikator lain adalah rata-ratalama sekolah. Bagi anak perem-puan, baik di desa maupun di ko-ta, rata-rata lama sekolah merekajauh lebih rendah daripada rata-rata lama sekolah anak laki-laki.Anak perempuan di perkotaanhanya bersekolah rata-rata sela-ma 6,7 tahun dan di perdesaanselama 5,7 tahun.

Sementara itu, rata-rata anaklaki-laki bisa bersekolah lebihlama yaitu 9,5 tahun di perkotaandan 8,5 tahun di perdesaan.

Lantas, apa akibat diskriminasipendidikan ini bagi anak perem-puan? Pertama, angka buta hurufanak perempuan menjadi jauhlebih tinggi jika dibandingkandengan anak laki-laki.

Pada semua kelompok usia,angka buta huruf perempuanselalu lebih tinggi daripadaangka buta huruf laki-laki.Kesenjangan angka buta hurufperempuan dengan laki-lakiterbesar terjadi pada usia 15tahun dan usia 45 tahun lebih.Pada usia 15 tahun, sebanyak11,6% perempuan buta huruf,sedangkan laki-laki sebanyak5,4%. Pada usia 45 tahun danlebih, sebanyak 29% perempuanbuta huruf, sedangkan laki-laki‘hanya’ 13%.

Kedua, anak perempuan yangbisa menamatkan SLTA/sedera-jat dan perguruan tinggi jugalebih sedikit jika dibandingkandengan anak laki-laki. Fenomenaitu terjadi di perkotaan maupunperdesaan. Hal itu terjadi karenabegitu matang secara fisik, anakperempuan akan dinikahi. Aki-batnya, mereka tidak bisa mene-ruskan sekolah alias putus se-kolah. Masih menurut Susenas2006, jika dibandingkan anak

TAK ada yangmenyangkalpendidikanmerupakan faktorpenting bagipembangunanbangsa. Akan tetapi,ternyata belumsemua anak bangsamenerimapendidikan secaramerata. Anak-anakperempuan di negeriini masih mengalamidiskriminasidi bidangpendidikan.

Rizka HalidaLitbang Media Group

KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK

SEJAHTERA

Wakil Perempuan di DPR2004-2009 (kursi)

128

109

52

52

57

58

45

12

13

Golkar

PDIP

PKB

PAN

PD

PPP

PKS

PDS

PBR

PA

RT

AI DAMAI SEJAH

TE

RA

PA

RT

AI DAMAI SEJAH

TE

RA

Sumber : KPU

18

12

7

7

6

3

2

3

3

Perempuan

Laki-laki

laki-laki, jumlah anak perempuanyang menyatakan alasan merekatidak sekolah atau putus sekolahkarena menikah jauh lebih ba-nyak. Perbandingannya bisamencapai 1:10 di perkotaan dan1:6 di perdesaan.

Fakta itu tentu menjadi tan-tangan bagi tersedianya sumberdaya perempuan yang berkua-litas. Terbukti, anak perempuanlebih rentan putus sekolah de-ngan berbagai alasan.

Akibatnya, tak seperti anaklaki-laki, hanya sedikit anak pe-rempuan yang bisa melanjutkansekolah ke jenjang yang lebihtinggi.

Berarti, bagi anak perempuan,kesem-patan untuk bisa mem-peroleh pekerjaan yang lebih baikdan menempati posisi yangmenentukan di berbagai orga-nisasi juga lebih kecil jika diban-dingkan dengan anak laki-laki.Termasuk untuk berkiprah dilembaga-lembaga publik, sepertiparlemen.

Keterwakilan perempuan rendahKiprah perempuan di parlemen

Indonesia terbukti masih rendah.Indonesia berada di peringkat 89dari 189 negara. Dari 550 kursiDPR sekarang, perempuan hanyamengisi 61 kursi atau sekitar 11%.Sementara itu, laki-laki masihjauh lebih banyak, ada 89% ataumenempati 489 kursi di DPR.Sebenarnya, jumlah perempuandi DPR sekarang sudah mening-kat jika dibandingkan denganDPR periode 1999-2004 yanghanya memiliki 9,6% perempuan(48 orang dari 500 anggota DPR).Akan tetapi, tetap saja wajahparlemen kita masih minim wakilperempuan.

Tidak semua parpol yangberhasil meraih kursi di DPRmemiliki wakil perempuan. Dari17 parpol, hanya sembilan parpolyang bisa mengegolkan calegperempuan.

Kesembilan parpol itu adalahPartai Golkar (18 perempuan dari128 kursi), PDI-P (12 perempuandari 109 kursi), PKB (7 perempu-an dari 52 kursi), PAN (7 perem-puan dari 52 kursi), Partai De-mokrat (6 perempuan dari 57kursi), PPP (3 perempuan dari 58kursi), PKS (3 perempuan dari 45kursi), PDS (3 perempuan dari 12kursi), dan PBR (2 perempuandari 13 kursi).

Dari data di atas, tampak PartaiGolkar dan PDI-P terbanyakmengirimkan calon perempuanke Senayan.

Namun bila dilihat persen-tasenya, jumlah tersebut sangattidak memadai. Golkar hanya14%, sedangkan PDI-P hanya 11%dari total wakil mereka di Se-nayan. Parpol dengan persentasejumlah perempuan terbanyakadalah PDS yaitu 25% dari totalwakilnya di DPR. Sementara itu,PBB tidak menempatkan satuperempuan pun dari 11 kursiDPR yang diraihnya.

Tindakan afirmatifSalah satu upaya yang masuk

akal untuk meningkatkan keter-wakilan perempuan adalah me-lalui tindakan afirmatif yaitudiskriminasi positif yang bersifatsementara sampai kesenjanganpolitik antara laki-laki dan pe-rempuan teratasi. Tindakan afir-matif itu telah ada sejak Pemilu2004 melalui ketentuan kuota30%.

Yang paling baru adalah UUNo 10/2008 tentang Pemilu yangmerupakan penyempurnaan dariketentuan sebelumnya. Di dalamPasal 8 Ayat (1) butir (d) UU No10/2008, terdapat ketentuan yangmenyatakan partai politik dapat

menjadi peserta pemilu setelahmemenuhi persyaratan menyer-takan sekurang-kurangnya 30%keterwakilan perempuan padakepengurusan partai politiktingkat pusat. Melalui peraturantersebut, berarti parpol harus be-rusaha keras menarik perempuandan memercayakan para perem-puan untuk duduk dalam kepe-ngurusan di tingkat pusat.

Tak hanya untuk internal par-pol, perempuan harus diikutkandalam kontestasi pemilu legis-latif. Pasal 15 dan 53 mewajibkanparpol untuk mengikutsertakansekurang-kurangnya 30% pe-rempuan di dalam daftar caleg-nya. Berarti, lagi-lagi mesin par-pol harus bekerja untuk menja-ring perempuan untuk menjadicaleg.

Selama ini, tindakan afirmasiuntuk perempuan banyak dikri-tik karena tetap menyulitkan pe-rempuan terpilih sebagai anggotalegislatif. Itu karena parpol memi-liki kekuasaan yang besar untukmenentukan nomor urut caleg-calegnya. Biasanya, caleg-calegperempuan hanya digunakansebagai ‘aksesori’ dengan menja-dikan mereka sebagai caleg, tetapidiletakkan bukan di ‘nomor jadi’.Caleg perempuan banyak yangmenjadi caleg nomor sepatu.Situasi itu menyulitkan perem-puan untuk terpilih. Karena mes-ki banyak pendukung, jika takmemenuhi bilangan pembagipemilih (BPP), suara itu diambilcaleg di nomor jadi.

UU Pemilu yang baru men-jawab kritik itu. Melalui Pasal 5ayat (2), parpol diwajibkan untukmemasukkan sekurang-kurang-nya satu caleg perempuan padasetiap tiga nama caleg yang di-ajukan. Jadi, kesempatan perem-puan untuk terpilih semakinbesar.

PendidikanDi satu sisi, tindakan afirmatif

seharusnya bisa meningkatkanketerwakilan perempuan. Itu punsudah terbukti dari penambahanjumlah anggota DPR perempuan.Jika pada 1999 anggota DPR pe-rempuan berjumlah 44 orang,pada 2004 bertambah menjadi 61orang. Akan tetapi, sebagaimanahakikat tindakan afirmatif, itubersifat sementara. Yang masihharus diperjuangkan adalahmeningkatkan kualitas sumberdaya perempuan melalui pen-didikan. Tak hanya karena me-mang hak setiap warga negarauntuk memperoleh pendidikansetinggi-tingginya, tetapi jugakarena perempuan makin diper-lukan di posisi-posisi penting,termasuk mewakili kaumnya diparlemen.

Apalagi, ada keraguan daribanyak pihak tentang kualitascaleg perempuan sekarang.Mereka curiga parpol melakukannepotisme atau asal comot calegperempuan hanya untuk meme-nuhi kuota 30%.

Untuk itu, perlu upaya yanglebih mendasar untuk terusmeningkatkan keterwakilan pe-rempuan. Salah satunya melaluipeningkatan pendidikan untukanak-anak perempuan.

Anak perempuan harus pulamendapat sokongan untuk me-neruskan sekolah ke jenjang yanglebih tinggi. Selain itu, isu pen-tingnya keterlibatan perempuandalam politik perlu disosialisa-sikan pada anak-anak perem-puan. Jadi, tugas merekrut politisiperempuan tidak hanya berada dipundak parpol, tetapi juga men-jadi tanggung jawab masyarakatyang masih mendambakan pe-rempuan untuk menjadi wakilmereka.

EBET

EBET

29

13

5

2.51.31.2

11.6

5.4

Perempuan

Laki-laki

Perkotaan Perdesaan

6,7

9,5

8,5

5,7

PerempuanLaki-laki

Angka buta huruf laki-lakidan perempuanmenurut usia (%)

15 tahun & lebih 15-24 tahun 45 tahun & lebih25-44 tahunSumber : Susenas 2006

Rata-rata lama sekolahmenurut jenis kelamin (tahun)

P E N G U M U M A NNomor : 1125/Adm/01.50

Dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi Pupuk Organik Granule, PT. Pertani (Persero)mencari Mitra Kerjasama Produksi Pupuk Organik Granule melalui seleksi.Kepada yang berminat mengikuti seleksi tersebut, agar mendaftar dan mengambil dokumenseleksi pada :Hari / Tanggal : Kamis – Selasa (Hari Kerja) / 11 – 16 September 2008Waktu : 08.00 – 16.00 WIBTempat : Sekretariat Tim Seleksi Mitra Kerjasama Produksi Pupuk PT. Pertani

(Persero). Jl. Pertani No. 1 – 7, Duren Tiga – Pancoran, Jakarta Selatan12760 – Indonesia

Syarat pengambilan : Membawa Anggaran Dasar/Akte Pendirian Perusahaan dan Surat Kuasajika Pimpinan tidak dapat mengambil langsung.Untuk persyaratan-persyaratan lebih lanjut dapat dilihat pada dokumen seleksi atau ditanyakanpada Tim Seleksi Mitra Kerjasama Produksi Pupuk PT. Pertani (Persero) pada waktu yang telahditentukan di atas.

Jakarta, 11 September 2008Tim Seleksi Mitra Kerjasamam Produksi Pupuk

PT. Pertani (Persero)

top related