pendidikan akhlak berbasis manajemen...
Post on 06-Apr-2020
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN AKHLAK BERBASIS MANAJEMEN QALBU
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Kamalia Istifadati
NIM. 11150110000074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
i
ABSTRAK
Kamalia Istifadati (NIM. 11150110000074). Pendidikan Akhlak Berbasis
Manajemen Qalbu. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini memfokuskan pada tema pendidikan akhlak yang
berupaya memajukan tujuan suci Islam, yakni membentuk akhlak yang baik
dalam hal ini dengan manajemen qalbu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif, termasuk dalam jenis penelitian riset kepustakaan (library
research) yang bersifat deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan objek
penelitian dengan lebih menekankan pada kekuatan data analisis dari berbagai
sumber-sumber, dan bahan-bahan yang mendukung penelitian ini. Sehingga dapat
menjadi kesimpulan untuk menjawab perumusan masalah.
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimana manajemen
qalbu dapat dijadikan sebagai basis pendidikan akhlak? Berdasarkan analisis
penulis, hasil dari peneilitian ini disebutkan bahwa cara menjadikan manajemen
qolbu sebagai basis pendidikan akhlak di antaranya: 1) Melakukan perbaikan
batin dengan senantiasa melakukan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan
yang Allah larang serta taubatan nashuha; 2) Selalu menghadirkan Allah di setiap
melakukan aktivitas apapun; 3) Yakin pada segala ketetapan Allah.
Kata Kunci: Pendidikan Akhlak, Manajemen Qalbu
ii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم الم عليكم ورحمة اهلل وب ركاته الس
الم على أشرف األنبياء والمرسلين سيدنا الحمد هلل رب العالمين، والصالة والسد وعلى اله واصحبه أجمعين. أما ب عد محم
Segala puji bagi Allah SWT., yang senantiasa memberikan limpahan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu”. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah
menuntun manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Skripsi
ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd).
Dalam proses penyusunan skripsi dan belajar di Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, oleh karena
itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. selaku Dosen Penasihat Akademik dan sekretaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5. Dr. Dimyati, M.Ag, sebagai Dosen Pembimbing yang tidak bosannya
memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat yang sangat
bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ayahanda H. Syamsul Bahri dan Ibunda Ummi Hanni, Kakanda Ahmad
Aulana, serta kedua Adik Siti Chaerani dan Elfa Syahrina yang selalu
memberikan semangat, doa yang tidak pernah berhenti, kasih sayang yang
tidak pernah terkira serta motivasi yang begitu besar. Semoga Allah selalu
melindungi, membalas kebaikan, cinta dan kasih sayang kepada penulis.
7. Rahmi Fathiyas Syah, Vica Tanzia Farsyam, Dina Aryani, tiga sahabat
yang selalu menemani, memberikan semangat dan membantu sejak
semester awal hingga kini. Terima kasih telah menemani dan mewarnai
selama ini.
8. Nurafifah Astria, Siti Amalia Fathan, Emilia, yang selalu memberikan
semangat, masukan serta doa kepada penulis.
9. Teman-teman kosan, Nabilah Al-haramain (Bilah), Mahfidhatul Khasanah
(Fidha), Laili Nur Qomariyah (Ella), Dewi Hartika (Dewi), terima kasih telah
menemani dan membantu sejak awal berada di Ciputat hingga kini. Semoga
Allah selalu memudahkan urusan teman-teman.
10. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas C (APACHE)
2015 yang telah menemani saya dari awal perkuliahan hingga saat ini yang
selalu memberikan dukungan kepada saya.
11. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis
ucapkan terima kasih atas dukungan, doa, dan bantuannya. Semoga semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.
Jakarta, 08 Januari 2020
Penulis
Kamalia Istifadati
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A.Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................... 6
D.Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ........................................................... 7
BAB II PENDAHULUAN ...................................................................................... 8
A.Pendidikan Akhlak ....................................................................................... 8
1.Pengertian Pendidikan Akhlak .............................................................. 8
2.Prinsip Dasar Akhlak ........................................................................... 11
3.Ruang Lingkup Akhlak ........................................................................ 13
4.Karakter Akhlak Islam ......................................................................... 15
5.Tujuan Pendidikan Akhlak .................................................................. 16
B. Manajemen Qalbu ...................................................................................... 18
1.Pengertian Manajemen Qalbu .............................................................. 18
2.Jenis-Jenis Qalbu ................................................................................. 20
3.Penyakit Qalbu ..................................................................................... 23
4.Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 37
iv
A. Objek dan Waktu Penelitian ................................................................................. 37
B. Metode dan Jenis Penelitian .................................................................................. 37
C. Fokus Penelitian .................................................................................................... 38
D. Prosedur Penelitian ............................................................................................... 38
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 41
A. Manajemen Qalbu Merupakan Basis Pendidikan Akhlak .................................... 41
B. Langkah-langkah Manajemen Qalbu .................................................................... 48
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 69
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 69
B. Saran ..................................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan dibidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berkembangnya IPTEK yang
mengagumkan membuat manusia tertarik untuk ikut berkecimpung dan
tenggelam di dalamnya. Manusia dihadapkan pada perubahan yang begitu
cepat dalam berbagai dimensi kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang setiap saat menawarkan sesuatu yang lebih
baru, dan lebih canggih. Setiap orang berusaha memanfaatkan kemajuan iptek
tersebut, tetapi banyak pula di antara mereka yang tak mampu memilih dan
menentukan, mana yang baik dan mana yang buruk. Semua itu dikemas
dalam kemasan yang istimewa, yang sulit diketahui isinya dari luar.1
Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi harkat
martabat manusia karena mayoritas penduduknya muslim. Namun akibat dari
globalisasi membuat nilai-nilai tersebut lama kelamaan terkikis. Akhlak di
kalangan masyarakat luas terkikis dan moral pun menipis menggerogoti dari
generasi ke generasi. Gejala tersebut tampak dikalangan remaja, bahkan
terlihat juga pada orang tua yang mengabaikan akhlak terpuji dalam
pergaulan sehingga tidak terciptanya masyarakat yang beradab.2 Bagi mereka
yang tak mampu memilih dan menentukan yang baik dan buruk dari
penggunaan teknologi akan berdampak pada akhlaknya. Berdasarkan
kenyataan yang ada di masyarakat banyak dari usia anak-anak sampai dewasa
awal yang terjerumus dalam dampak negatif dari penggunaan teknologi
tersebut. Kejadian seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat
yang kurangnya pendidikan agama dalam keluarga dan kurangnya kontroldari
para orang tua dan lingkungan serta kurangnya kegiatan yang menyenangkan
1 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1995), h. 51.
2 Syaiful Hadi, “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qolbu Dalam Pembentukan
Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di SMK Alam Kendal, Dan SMK Askhabul Kahfi Semarang)
Tahun Pelajaran 2016/2017”, Tesis pada IAIN Salatiga, 2017, h. 7.
2
namun tetap positif. Banyak dari anak-anak sampai dewasa awal yang masih
berkeliaran di luar rumah pada tengah malam. Berkumpul dengan teman-
temannya dengan handphone dan rokok di tangan mereka, berduaan dengan
lawan jenis, mencuri, membangkang kepada orang tua bahkan sampai ada
yang berani membohongi orang tuanya. Fenomena ini salah satu dampak
teknologi di era globalisasi yang biasa disebut dengan krisis akhlak.
Semakin maraknya krisis akhlak yang terjadi di kalangan
masyarakat dan fenomena ini menjadi informasi yang sering kita saksikan
karena selalu mewarnai media masa. Seperti tawuran yang terjadi di antara
pelajar maupun di antara masyarakat, pembunuhan, pemerkosaan,
pembantaian, mabuk-mabukan, penggunaan narkotika, suap menyuap dan
tindakan kriminal lainnya. Itulah beberapa contoh krisis akhlak yang terjadi di
lingkungan masyarakat bangsa kita.3 Masalah akhlak sering dianggap sepele
dan tidak menentukan, meskipun pada kenyataannya fakta krisis akhlak saat
ini sangat memperihatinkan. Segala keburukan terus dipertontonkan dalam
media yang sangat mudah diakses. Dunia pendidikan dipandang kehilangan
jawaban ketika melihat para peserta didik mereka masih banyak melakukan
penyimpangan-penyimpangan.4
Krisis akhlak bukan hanya terjadi di kalangan pelajar, di kalangan
masyarakat luas pun telah terjadi krisis akhlak jauh lebih dahulu terjadi.
Krisis akhlak di kalangan masyarakat atas terlihat dengan banyaknya
penyelewengan, penindasan, saling menjegal, adu domba, fitnah, menjilat,
dan sebagainya yang mereka lakukan. Sedangkan krisis akhlak di kalangan
masyarakat umum sering terlihat dari sikap mereka yang mudah merampas
hak orang lain (menjarah), main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa
merasa bersalah, mudah terpancing emosinya, dan lain sebagainya. Krisis
akhlak menjadi pangkal penyebab krisis dalam berbagai bidang kehidupan.5
3 Nurotun Mumtahanah, Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qolbu, Al
Hikmah, Volume 1, Nomor 2, September 2011, h. 122. 4 Akhmad Shodiq, Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI, Tahzib: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Volume III, No 1, Januari 2009, h. 29. 5 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikam Islam di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 228.
3
Krisis Akhlak terjadi karena ketidakmampuan seseorang mengelola
qalbunya sehingga melahirkan akhlak yang buruk. Akhlak yang buruk berasal
dari penyakit qalbu seperti ujub, iri hati, sombong, dengki, munafik,
berprasangka buruk, hasud, dan berbagai penyakit-penyakit qalbu lainnya.
Akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik
bagi orang lain di sekitarnya, lingkungannya, bahkan bagi dirinya sendiri.
Misalnya, kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia
mengakibatkan kehancuran di bumi ini.6 Allah berfirman:
ا لعلهم ي رجعون ظهر الفساد ف الب ر والبحر با كسبت ايدى الناس ليذي قهم ب عض الذي عملو
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagaian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)7
Tidak sedikit dampak negatif tersebut terjadi pada sikap hidup dan
perilakunya. Berbagai macam dampak itu tidak hanya menjangkit manusia
sebagai makhluk beragama, tetapi juga sebagai makhluk individual dan
sosial. Dampak negatif lain yang paling berbahaya ialah dengan adanya
kecenderungan menganggap bahwa sumber kebahagiaan hidup satu-satunya
adalah faktor materi. Manusia terlampau disibukkan dan serius dalam
mengejar materi, tanpa menghiraukan ajaran-ajaran agama, yang sebenarnya
berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak. Apabila manusia
meninggalkan ajaran agama, maka akan mudah terjerumus kedalam berbagai
tindakan penyelewengan, sehingga kerusakan akhlak menjadi akibat yang
tidak dapat dihindarkan.8 Menurut Ki Bagus Hadikusumo, dengan agamalah
krisis akhlak dapat diatasi. Seseorang yang senantiasa berpedoman pada
agama tidak akan menjalankan suatu kebijakan politik yang hanya akan
menimbulkan krisis akhlak. Akhlak ialah perbuatan yang baik dan Islami.
Jadi, salah satu kunci untuk memajukan tujuan suci Islam dalam suatu
6 Veithzal Rivai Zainal, Faisar Ananda Arfa, Yulina Putry, Manajemen Akhlak: Menuju
Akhlak Alquran, (Jakarta: Selemba Diniyah, 2018), h. 33. 7 Departemen Agama, Qur’an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), h. 408.
8 Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 78.
4
masyarakat Islam adalah akhlak yang baik.9 Akhlak Islam bersifat
mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia,
dan mengobati penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak
yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10
Puncak derajat kemanusiaan seseorang dinilai dari kualitas
akhlaknya. Maka tak heran jika kualitas keimananpun di ukur dari akhlak.
Karena keimanan tumbuh dan bersemayam di dalam qalbu, tapi di dalam
qalbu pula tumbuhnya kefakiran, kemungkaran, penyelewengan dan sifat-
sifat dengki manusia. Oleh sebab itu keimanan dan ketaqwaan manusia tidak
hanya diukur dan dilihat dari sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi
harus sampai kepada pusat iman, yaitu qalbu.11
Rasulullah SAW. bersabda:
سدت فسد السد كله أل أل وإن ف السد مضغة إذا صلحت صلح السد كله وإذا ف
وهي القلب
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat
segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik.
Jika ia rusak, maka seluruh tubuh juga menjadi rusak. Ketahuilah
(segumpal daging) itu ialah qalbu..” (HR. Al-Bukhari).12
Qalbu memiliki beberapa kemungkinan. Ia ibarat cermin yang
mampu menyerap dan memantulkan setiap bayangan yang datang kepadanya.
Maka berbagai pengaruh, objek akan masuk ke dalam qalbu, dan membekas
di dalamnya. Pengaruh dan objek tersebut masuk melalui dua cara yakni,
dengan sarana lahir yaitu panca indera, atau melalui sarana batin, yaitu
khayalan, syahwat, amarah, akhlak yang terbentuk secara fitrawi.13
Menurut
9 Anas Amin Alamsyah, Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan Saintifik
Berbasis Manajemen Qolbu, PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction, Volume1,
No. 2, Agustus 2017, h.66. 10
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), h. 130. 11
Nurotun Mumtahanah, op.cit., h. 122-123. 12
Abi Abdullah bin Ismail Ibrahim Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikr,
625 H) Jilid 1-3, h. 16. 13
Nurotun Mumtahanah , op. cit., h. 123.
5
Al-Ghazali, perilaku manusia ditentukan oleh qalbu. Qalbu bagaikan raja
yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik akal, nafs, mata,
telinga dan tubuh manusia.14
Semua anggota tubuh harus melaksanakan
perintah yang datang darinya. Qalbulah yang bertanggung jawab atas semua
pergerakan tubuh.15
Dengan demikian, kesengsaraan dan kebahagiaan
manusia tergantung bagaimana keadaan qalbunya. Dalam al-quran dan hadits
dapat disimpulkan bahwa sebagaimana tubuh manusia yang terkadang sakit
dan terkadang sehat, begitupun qalbu manusia terkadang sakit dan terkadang
sehat.16
Setiap perilaku manusia adalah pancaran dari qalbunya.
Seumpamanya sebuah teko, ia hanya akan mengeluarkan isi yang ada di
dalamnya, jika di dalamnya air kopi, maka yang keluar juga air kopi. Bila
yang di dalamnya air teh, maka yang keluar juga air teh, begitu seterusnya.
Dan begitu pula dengan perilaku manusia adalah cerminan qalbu yang
sesungguhnya. Pikiran yang positif, tindakan yang benar dan ucapan yang
santun, hanya akan lahir dari qalbu yang bersih dan sehat. Sebaliknya pikiran
yang selalu negatif, tindakan yang cenderung salah dan selalu menyalahkan
orang lain serta ucapan yang kotor hanya akan lahir dari qalbu yang
berpenyakit, kotor, bahkan cenderung mati.17
Akhlak manusia sangat
ditentukan bagaimana qalbunya, apabila ia mampu memanaj qalbunya dengan
baik maka akhlaknya pun akan baik, namun sebaliknya apabila ia tidak
mampu memanaj qalbunya dengan baik, ia terus mengikuti hawa nafsunya
maka akhlaknya sudah dapat dipastikan buruk.
Kebaikan dalam seseorang dapat dilihat secara kasat mata melalui
jasad dan akal. Potensi qalbu yang sebenarnya menggerakkan potensi jasad
dan akal yang lahiriah tersebut. Jadi, qalbu yang bersih akan menampakkan
14
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur’an Melejitkan Hati
Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7. 15
Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.
51. 16
Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” Para Pesuluk, Terj. dari Khud Sȃzi:
Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs oleh Ahmad Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center
Jakarta, 2002), h. 36. 17
Didin Hafidnuddin, Membentuk Pribadi Qurani, (Jakarta: Harakah, 2002), h. 233.
6
pikiran dan fisik yang bersih pula. Jasad dan akal hanya akan menuju pada
suatu kebaikan apabila dikendalikan oleh qalbu yang bersih. Qalbu yang
bersih itu yang membuat perbuatan kita menjadi bernilai dan berkualitas.18
Oleh karena itu, tidak heran jika masyarakat dari kalangan anak-
anak hingga dewasa muslim saat ini menderita kelemahan menghadapi
berbagai godaan syahwat, kelalaian atas dirinya, kekuatan daya tarik dunia
dan dominasi materi pada dirinya. Ini semua disebabkan karena mereka tidak
memperhatikan kesucian qalbu dan tidak berusaha mensucikan dirinya serta
ketidakmampuannya dalam memanaj qalbunya.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membahas hal
tersebut dalam penelitian yang berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis
Manajemen Qalbu”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Krisis Akhlak di masyarakat
2. Kurangnya pendidikan agama dalam keluarga
3. Kurangnya kontrol orang tua terhadap pergaulan anak
4. Ketidakmampuan memanaj qalbu
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok
masalah, maka penulis membatasi permasalahan Pendidikan Akhlak
Berbasis Manajemen Qalbu dibidang memanaj Qalbu yang sakit dan mati.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah: “Bagaimana Manajemen Qalbu dapat dijadikan sebagai dasar
Pendidikan Akhlak?”
18 Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung” MQ Publishing,
2004), h. 7.
7
D. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk menjelaskan Manajemen Qalbu sebagai basis Pendidikan
Akhlak.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, dapat menambah khazanah atau wawasan pemikiran
tentang Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu.
b. Bagi civitas akademik, untuk memperluas khazanah dalam dunia
pendidikan, terutama dalam bidang Pendidikan Akhlak dan Manajemen
Qalbu.
c. Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan literatur dan sumber
referensi tentang Pendidikan Akhlak dan Manajemen Qalbu
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan yang dibutuhkan
oleh manusia. Karena pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan potensi manusia. Melalui pendidikan terjalinlah
keseimbangan antara kehidupan individu dengan masyarakat, kehidupan
dunia dan bekal untuk akhirat, untuk itu sangat penting pendidikan bagi
setiap manusia.1
Pengertian pendidikan menurut Redja Mudyahardjo terbagi menjadi
tiga, yaitu arti pendidikan secara luas, sempit dan arti pendidikan
alternatif. Pertama arti pendidikan secara luas ialah semua kegiatan,
kondisi dan situasi yang dialami individu dan semua itu mempengaruhi
perkembangannya. Arti pendidikan secara luas ini bisa terjadi kapan saja
dan dimana saja dalam lingkungan hidup individu dan terjadi seumur
hidup. Pendidikan dalam arti luas ini berorientasi kepada peserta didik.
Kedua, pendidikan dalam arti sempit ialah pengajaran yang terjadi
pada lembaga formal, yakni sekolah. Pendidikan dalam arti sempit ini
mengusahakan agar peserta didik memiliki kemampuan yang dibutuhkan
dirinya sendiri di masa sekarang maupun masa depan dan yang diharapkan
masyarakat dengan kemampuan yang utuh.2 Ketiga arti pendidikan
alternatif ialah pendidikan yang dilakukan dengan sengaja oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah dalam bentuk kegiatan, bimbingan atau latihan
langsung dan dilakukan sepanjang hayat baik di sekolah maupun di
lingkungan. Dengan dilakukan pendidikan dalam arti alternatif ini
1 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 5. 2 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h. 36-37.
9
diharapkan seseorang dapat menjadi warga masyarakat yang bisa
memainkan perananya di masa sekarang ataupun masa yang akan datang.3
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.4
Dari beberapa definisi pendidikan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa pendidikan ialah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk
meningkatkan keimanan, ketakwaan, potensi dan menjadikan peserta didik
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dengan segenap
kemampuan, tenaga dan pikiran. Pendidikan bertujuan untuk mewujudkan
peseta didik yang beriman, bertakwa, berkepribadian baik, dapat menjadi
manusia yang memanusiakan yang lain, memiliki keseimbanagn antara
kogniif, afektif, dan psikomotorik serta menjadikan peserta didik berguna
bagi dirinya sendiri, keluarga, mayarakat, bangsa dan Negara.
Secara bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-
thabi‟ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar), al-„adat (kebiasaan, kelaziman),
al-maru‟ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).5
Sedangkan menurut istilah banyak dikemukakan pengertian akhlak
oleh ulama-ulama yang ahli di bidangnya, di antaranya Ibn Miskawaih
seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata mengemukakan akhlak sebagai
berikut:
كر و ال روية.حال للن فس داعية لا إل أف عالا من غي ف
3 Ibid., h. 37.
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I ayat (1)
diakses dari http://kelembagaan.ristekdikti.go pada 19 Maret 2019 pukul 23:45. 5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), h. 1.
10
“Tindakan jiwa yang dilakukan secara spontan tanpa dipikirkan dan
dipertimbangkan sebelumnya”.
Pengertian akhlak, menurut Imam Al-Ghazali, sebagaimana yang
dikutip oleh Abuddin Nata, agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, beliau
mengatakan bahwa akhlak ialah:
ها تصدر االف عال بسهو لة و يسر من غي عبا رة عن ىيئة ف الن فس راسخة عن
حاجة ال فكر ورؤ ية
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai
macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan”.6
Adapun akhlak menurut Ahmad Muhammad Al-Hufi yang dikutip
oleh Jalaluddin, Ramayulis, Maryulis Syamsudin dalam buku Pendidikan
Islam dalam Rumah Tangga, mengatakan bahwa akhlak itu bisa menjadi
baik dan bisa menjadi buruk, sebagaimana pernyataannya: akhlak itu
adalah adat dengan sengaja dikehendaki adanya. Adat itu azimat
(kemauan) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang
sehingga menjadi adat (membudaya) kepada kebaikan atau keburukan.7
Sementara Ahmad Amin mendefinisikan akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Maksudnya ialah kehendak itu bila membiasakan sesuatu,
kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya, kehendak ialah ketentuan
dari beberapa keinginan8 manusia setelah imbang, sedang kebiasaan
merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.
Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan
gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar.
Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.
Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul
dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri, dan dilakukan
6Ibid., h. 3-4.
7 Jalaluddin, Ramayulis, Maryulis Syamsudin, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga,
(Jakarta: Kalam Mukmin, 1987), h. 5. 8 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
h. 127.
11
tanpa banyak pertimbangan pemikiran, apalagi pertimbangan yang sering
diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.
Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa, perbuatan tersebut
bukanlah cerminan dari akhlak.
Dari berbagai definisi akhlak di atas nampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat
dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahirian yang dilakukan dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran lagi, dan sudah menjadi kebiasaan.9
Menurut Ibn Miskawaih akhlak tidak bersifat natural atau pembawaan,
tetapi hal itu perlu diusahakan secara bertahap, antara lain melalui
pendidikan.10
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan
akhlak ialah suatu proses membina, menanamkan, mendidik kepribadian,
sikap dan pola hidup yang dijadikan kebiasaan oleh seseorang sebagai
bekal dalam mengarungi kehidupannya berdasarkan nilai-nilai luhur dalam
agama. Sehingga ia akan senantiasa memperlihatkan akhlak terpuji,
perilaku dan sikap yang layak untuk dijadikan tauladan bagi orang-orang
di sekitarnya. Hati dan jiwanya senantiasa mengintropeksi setiap kesalahan
yang diperbuatnya kemudian ia segera memperbaiki dirinya,11
yang
bertujuan kebahagiaan dunia akhirat, kesempurnaan jiwa, mendapatkan
rahmat, keridhaan, keamanan dan kenikmatan yang telah dijanjikan oleh
Allah. untuk orang-orang yang baik dan bertaqwa.
2. Prinsip Dasar Akhlak
Islam adalah agama tauhid yang sangat mementingkan akhlak,
sebagaimana misi diutusnya Nabi Muhammad ialah untuk
menyempurnakan akhlak. Akhlak disini seperti yang diungkapkan oleh
Ahmad Siddq adalah bagian dari totalitas ajaran agama Islam. Totalitas
9 Ibid., h. 128.
10 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h.
230. 11
Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Pendidikan Agama Islam Dalam
Keluarga sebuah panduan lengkap bagi para guru, orang tua, dan calon , (Jakarta: Akademia
Permata, 2013), h.188-189.
12
meliputi akidah, syariah dan fiqh. Jadi, karena akhlak Islam merupakan
sistem akhlak yang berdasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan, tentunya
sesuai pula dengan dasar dari agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar
atau sumber pokok dari akhlak adalah al-Quran dan al-Hadits yang
merupakan sumber utama dari agama itu sendiri. Begitu juga ajaran-ajaran
akhlak Rasulullah adalah ajaran akhlak yang terkadung dalam al-Quran,
yang di dalamnya mengajarkan bagaimana moral individu manusia
terhadap kehidupan sosial dan kehidupan agamanya.
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman
dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali dari
situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada
iman dan takwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga
diri, dan tujuan yang jauh yaitu ridha Allah. Salah satu aspek ibadah dalam
hal ini ialah salat, yang dalam tataran normatif salat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan munkar. Dan mengingat Allah (salat) itu lebih besar
(keutamaannya daripada ibadah yang lain). Dengan demikian, prinsip
akhlak Islam adalah terletak pada moral force. Moral force akhlak Islam
adalah terletak pada iman sebagai Internal Power yang dimiliki oleh setiap
orang mukmin, yang berfungsi sebagai motor penggerak dan motivasi
terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata rasa, tata karsa,
dan tata karya yang konkret.12
Dalam hubungan ini, Abu Hurairah
meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW, yang artinya:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik
akhlaknya. Dan sebaik-baik di antara kamu ialah yang paling baik
kepada istrinya”13
Al-Quran juga menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman itu
niscaya memiliki akhlak yang mulia, yang diandaikan seperti pohon iman
yang indah. Hal ini terdapat dalam QS. Ibrahim: 24
12
Khozin, op.cit., h. 141. 13 Abu al-Aly Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfah Al-Ahwaady syarh
jaami‟u Al-Turmudzy, (Amman: Bait Al-Afkar al-Dawlawiyyah, tt), h. 1184.
13
و مثلا كلمةا طيبةا كشجرة طيبة اصلها ثابت وف رع ها ف ال ت ر كيف ضرب الل
السماء
“Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.14
Dari ayat di atas dapat ditarik suatu contoh bahwa ciri khas orang
yang beriman adalah indah perangainya dan santun tutur katanya, tegar
dan teguh pendirian (tidak terombang ambing), mengayomi atau
melindungi sesama, mengerjakan buah amal yang dapat dinikmati oleh
lingkungan.15
Jadi pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia
yang memiliki keutamaan.
3. Ruang Lingkup Akhlak
Ajaran Islam sangat mengutamakan akhlak al-karimah, yakni akhlak
yang sesuai dengan tuntunan dan tuntutan syariat Islam. Dalam konsepsi
Islam akhlak juga dapat diartikan sebagai suatu istilah yang mencakup
hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya dan hubungan
horizontal antara sesama manusia. Akhlak dalam Islam mengatur empat
dimensi hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitar.16
Berbagai bentuk dan ruang lingkup akhlak Islam dapat diuraikan
sebagai berikut:17
a. Akhlak Kepada Allah
Akhlakul karimah terhadap Allah pada prinsipnya dapat diartikan
penghambaan diri kepada-Nya atau dapat diartikan sebagai sikap atau
14
Departemen Agama, Qur‟an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), h. 258. 15
Ibid., h. 142. 16
Nurhayati, Akhlak dan Hubungannya dengan Aqidah dalam Islam, (Jurnal
Mudarrisuna: Vol. 4, No. 2 Juli-Desember 2014), h. 295. 17
Heny Narendrany Hidayati, Pengkuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Diterbitkan
atas kerjasama UIN Press dan Center for Quality Development and Assurance-Lembaga
Peningkatan dan Jaminan Mutu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 12-16.
14
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
kepada Tuhan sebagai Khalik. Bentuk bentuk perbuatan yang
termasuk berakhlakul karimah kapada Allah diantaranya yaitu:
mencintai-Nya, ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya,
bertaubat, mensyukuri nikmat-Nya, dan sebagainya.
b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Akhlakul karimah terhadap manusia pada dasarnya bertolak kepada
keseluruhan budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri
orang lain pada posisi yang tepat. Dalam al-Qur‟an menekankan
bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Sehingga
akan terwujud keharmonisan atau kerukunan di antara sesama.
Bentuk-bentuk akhlak terhadap sesama manusia di antaranya yaitu:
jujur, ikhlas, amanah, tawadhu, sabar, kasih sayang, berbakti kepada
orangtua, dan sebagainya.
c. Akhlak Terhadap Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berada
di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun beda-
benda tak bernyawa. Akhlakul karimah terhadap lingkungan pada
prinsipnya menempatkan sesuatu itu sesuai dengan posisinya masing-
masing. Ia merupakan refleksi dari totalitas penghambaan diri kita
kepada Allah SWT. Dalam al-Qur‟an mengajarkan bahwa akhlak
terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam. Bentuk-bentuk akhlak
terhadap lingkungan di antaranya yaitu: memelihara tumbuh-
tumbuhan, menyayangi hewan, menjaga kebersihan, dan menjaga
ketentraman.18
18
Nurhayati, op. cit., h. 295.
15
4. Karakter Akhlak Islam
Islam adalah agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul Allah yang
secara substansial mengesakan Allah sebagai Tuhan yang Maha Pencipta.
Allah tidak mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk mengajak manusia
bertakwa kepada Allah. Orang yang bertakwa berarti orang yang
menajuhkan diri dari perbuatan noda dan dosa kepada Allah, sesama
manusia dan bahkan kepada alam semesta. Pada lingkup ini, manusia yang
memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi memiliki akhlak yang mulia.
Karena ketakwaan merupakan nilai kepribadian yang paling tinggi dalam
ajaran Islam, sehingga orang yang takwa memiliki keistimmewaan di sisi
Allah.
Perilaku terpuji manusia yang biasa disebut dengan akhlak terpuji
merupakan bentuk dari representasi ketakwaan manusia. Ada tujuh
indikator seseorang disebut sebagai manusia yang mempunyai tingkat
ketakwaan yang tinggi, sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Sunarto
dari Abu Laits,19
yaitu
a. Ia memiliki lidah yang selalu sibuk untuk berdzikir kepada Allah.
Lisannya tidak pernah digunakan untuk berdusta, menggunjing,
mengadu domba, dsb;
b. Ia memiliki qalbu yang selalu melahirkan perasaan tidak bermusuhan,
dengki dan sebagainya kepada orang lain;
c. Penglihatannya tidak terpokus pada hal-hal yang diharamkan oleh
agama, ia memandang dunia, materi tidak dengan dorongan nafsu,
tetapi di dasarkan dorongan mengambil pelajaran (i‟tibar);
d. Tidak pernah mengkonsumsi makanan ke dalam perutnya sesuatu
yang diharamkan agama, karena yang demikian itu adalah dosa;
e. Tidak pernah panjang tangan kepada hal-hal yang negatif;
f. Telapak kakinya tidak pernah berjalan dalam maksiat, tetapi ia
berjalan di jalan Allah dan berkawan kepada orang-orang yang shaleh;
19
Khozin, op.cit., h. 144-146.
16
g. Ketaatannya ia perlihatkan sebagai ketaatan murni dan tulus karena
Allah semata.
Dari tujuh indikator di atas, dapat dikatakan telah mencakup
beberapa ranah akhlak manusia sebagai sosok yang bertakwa yaitu mampu
memperlihatkan akhlak mulia kepada diri sendiri, orang lain, lingkungan,
dan Allah. kemampuan ini merupakan bentuk keberislaman manusia
sebagai makhluk yang berakal.
5. Tujuan Pendidikan Akhlak
Mempelajari akhlak dapat membuka mata qalbu seseorang untuk
mengetahui yang baik dan buruk. Begitu pula memberi pengertian apa
faedahnya jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat
kejahatan. Orang yang baik akhlaknya, biasanya banyak memiliki teman
sejawat dan sedikit musuhnya. Qalbunya tenang, riang, dan senang.
Hidupnya bahagia dan membahagiakan. Allah berfirman :
ياأي ت ها الن فس المطمئنة ارجعي إل ربك راضيةا مرضيةا فادخلي يف عبادي
وادخلي جنت
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan qalbu
yang ridha dan diridhai-Nya. Maka kembalilah hamba-hamba-Ku.
Dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. al-Fajr: 27-30)20
Ayat tersebut merupakan penghargaan Allah kepada manusia yang
sempurna imannya niscaya sempurna pula budi pekertinya.
Tujuan ilmu akhlak dapat dikatakan sebagai pedoman atau petunjuk
bagi manusia dalam mengetahui perbuatan baik atau buruk. Dan setelah
dapat membedakannya maka kita harus memilih mana yang baik dan
meninggalkan yang buruk.21
Tujuan pendidikan akhlak ialah untuk
membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
20
Departemen Agama, op.cit., h. 594. 21
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspeketif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah,
2007), Cet. 1, h. 17.
17
berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku, bersifat bijaksana,
sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.22
Ahmad Amin mengatakan bahwa tujuan mempelajari ilmu akhlak
dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian
perbuata lainnya sebagai yang baik dan sebagain perbuatan laiannya
sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbaut
zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada
pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang
termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan
akhlak itu ialah untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa
nafsu dan amarah sehingga qalbu menjadi suci bersih, bagaikan cermin
yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan. Keterangan tersebut memberi
petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada
manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk
selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan
yang baik atau yang buruk. Ilmu akhlak menentukan perbuatan yang baik
dan yang buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang
baik dan yang buruk itu, maka seorang yang mempelajari ilmu ini akan
memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan buruk itu,
selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan
yang buruk.
Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukan
dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan dengan
mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia
akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan. Selain itu ilmu akhlak juga
akan berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari
perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani
dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahirian melalui fikih, sedangkan
rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak.
Jika tujuan ilmu akhlak tersebut dapat tercapai,23
maka manusia akan
memiliki kebersihan batin yang pada gilirannnya melahirkan perbuatan
22
Khozin, op.cit., h. 143.
18
yang terpuji. Dari perbuatan yang terpuji ini akan melahirkan keadaan
masyarakat yang damai, harmonis, rukun sejahtera lahir dan batin, yang
memungkinkan ia dapat beraktivitas guna mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
B. Manajemen Qalbu
1. Pengertian Manajemen Qalbu
Manajemen Qalbu di Indonesia di populerkan oleh salah satu
pendakwah yakni, Abdullah Gymnastiar yang sering di panggil dengan
sebutan Aa Gym. Manajemen Qalbu terdiri dari dua kata yaitu, manajemen
dan qalbu. Istilah manajemen mengandung makna yang luas, yaitu
mananjem sebagai suatu sistem. sebagai proses dan sebagai fungsi.
Menurut G.R Terry manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksananya
disebut manajer dan proses pelaksanaannya disebut manajemen.
Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh
individu-individu yang menyumbang upayanya yang terbaik melalui
tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi
pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara
bagaimana melakukannya, memahami bagaimana dan mengatur dari
efektifitas dari usaha-usahanya.24
Manajemen juga berarti mengatur,
mengelola, mengarahkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan yang
diinginkan.25
Qalbu ( .berasal dari bahasa Arab yang berarti hati (القلب 26
Menurut
al-Ghazali Qalbu memiliki dua makna yaitu, qalbu dalam makna „fisik‟
dan qalbu dalam makna „jiwa‟. Qalbu dalam makna „fisik‟ ialah berupa
segumpal daging yang di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah
hitam dan sebagai sumber ruh atau nyawa. Sedangkan yang dimaksud
dengan qalbu dalam makna „jiwa‟ ialah sesuatu yang lathifah (halus),
23
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h. 11-12. 24
Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005). h. 3. 25
Muhammad Kristiawan, Dian Safitri, dan Rena Lestari, Manajemen Pendidikan,
(Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 1. 26
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-IndonesiaI, (Surbaya: Pustaka Progressif,
1997), Cet. Ke-14, h. 1145.
19
bersifat rabbaniyah (Ketuhanan) dan ruhaniyah (tak berbentuk),27
yang
memiliki hubungan dan saling ketergantungan dengan qalbu yang bersifat
fisik. Qalbu dalam makna lathifah merupakan jati diri dan hakikat
manusia, sebagai indra mengenal, mengetahui dan memahami sesuatu.28
Kata qalb di dalam al-Qur‟an terdapat pada 134 ayat dengan
berbagai bentuknya. Kata qalb, dalam bentuk tunggal terdapat pada 19
ayat, di antaranya kat qalbun, terdapat pada QS. Ali Imran: 59, dan kata
qalbika di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah: 97, dan qalbihi di
antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah: 204, dan kata qalbiha di
antaranya terdapat pada QS. An-Namal: 10, serta kata qalbi di antaranya
terdapat pada QS. Al-Baqarah: 260. Kata qalb dalam bentuk mutsanna
(qalbaini) dalam al-qur‟an terdapat pada satu ayar yakni pada QS. Al-
Ahzab: 4. Kata qalb dalam bentuk jamak dalam al-Qur‟an terdapat pada
114 ayat al-Qur‟an, di antaranya kata qulubun terdapat pada QS. Ali
Imran: 151, dan kata qulubukuma di antaranya terdapat pada QS. Al-
Baqarah:74, dan kata qulubuna di antaranya terdapat pada QS. Al-
Baqarah: 88, kata qulubuhum di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah:
7.29
Qalbu yang dimaksud dalam manajemen qalbu di sini ialah qalbu
dalam makna jiwa. Qalbu yang memiliki potensi ruhiyah yang dapat
dididik agar memiliki kemampuan mengetahui, memahami dan memilih
atau menentukan keputusan untuk mendorong potensi manusia untuk
melakukan perbuatan.30
Qalbu merupakan sumber cahaya batiniah,
inspirasi, kreativitas dan belas kasih.31
Qalbu tidak mudah untuk diketahui hakikat, bentuk dan zatnya.
Hanya bekas, kesan dan sifatnya yang memantul lewat refleksi gerak fisik
27
Imam al-Ghazali, Keajaiban Hati, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011), h. 5-6. 28
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur‟an Melejitkan Hati
Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7. 29
Ibid., h. 22. 30
Ibid ., h. 7. 31
Robert Frager, Hati, Diri, & Jiwa Psikologi Sufi untuk Trasformasi, Terj. dari Heart,
Self, & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and Harmony oleh Hasmiyah Rauf,
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 53.
20
saja yang mudah diketahui manusia, berdasarkan tingkah laku manusia
sehari-hari yang merupakan pantulan qalbu yaitu kekuatan dan tenaga
yang tersimpan pada qalbu itu sendiri yang lalu tersalurkan lewat pikiran
indera manusia.32
Menurut Al-Ghazali, perilaku manusia di tentukan oleh qalbu. Qalbu
adalah raja yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik
akal, nafs, mata, telinga dan tubuh manusia. Qalbu menjadi pemimpin
terhadap jiwa, dan seluruh amggota badan taat pada perintah dan larangan
pemimpinnya. Sebagai raja qalbu memmilki dua tentara yakni bashar
(semua anggota badan), dan bashirah (sifat dasar hakiki qalbu).
Pernyataan ini menggambarkan bahwa qalbu adalah substansi yang
menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya dengan demikian sangat
tergantung pada kualitas qalbu. Sementara anggota badan lainnya adalah
pasukan yang aktivitas menunggu komando dari qalbu.33
Struktur perilaku menurut al-Ghazali yang bertumpu pada dinamika
qalbu, qalbu berperan menengahi atau menyeimbangkan dua pertemuan
antara hawa nafsu yang mengarah pada fujur, dengan ruh yang
mengarahkan manusia pada taufik dan taqwa. Bagaikan seorang raja yang
menjadi pusat pemimpin qalbu akan menengahi kedua tentaranya yang
berbeda watak dan perilakunya.34
Jadi qalbu sebagai sentral yang akan
mengatur dan menentukan perilaku manusia.
Dengan demikian yang dimaksud manajemen qalbu ialah
pengelolaan sekecil apapun potensi, setiap keinginan, perasaan atau
dorongan apapun yang keluar dari dalam diri seseorang agar tersaring
niatnya, sehingga melahirkan suatu kebaikan dan kemuliaan serta penuh
dengan manfaat, tidak hanya untuk kehidupan di dunia tapi juga kehidupan
di akhirat kelak.35
Lebih dari itu, dengan pengolahan qalbu yang baik,
32
Ansory Al-Mansor, Jalan Kebahagiaan yang Diridhai (Jakarta: Rajagrafindo, tt), h. 93. 33
Suparlan, op. cit., h. 195. 34
Ibid., h. 196. 35
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung: MQ Publishing,
2004), h. xvii-xviii.
21
maka seseorang juga dapat merespon segala bentuk tindakan dari luar
dirinya, baik itu yang positif maupun yang negatif secara seimbang.
Respon yang terkelola dengan sangat baik ini akan membuat reaksi yang
dikeluarkannya menjadi positif dan jauh dari hal-hal yang buruk.
2. Jenis-Jenis Qalbu
Qalbu memiliki beberapa kemungkinan yang terjadi padanya, ia bisa
membawa manfaat, bisa juga membawa mudharat bagi kita, itu semua
tergantung bagaimana kita mengelola qalbu kita agar cenderung memberi
manfaat untuk kehiduan dunia akhirat kita atau bahkan malah memberi
mudharat dalam kehidupan dunia akhirat kita. Berikut adalah jenis-jenis
qalbu menurut Ibnu Qayyim:
a. Qalbu yang Sehat
Qalbu yang sehat ialah qalbu yang selamat pada hari kiamat kelak.
Allah berfiman:
ي وم الينفع مال والب نون إال من أتى اهلل بقلب سليم
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan qalbu yang
sehat.” (QS. Asy-Syu‟ara‟:88-89) 36
Maksud kata salim pada ayat di atas ialah sehat. Al-Quran
menggunakan kata salim, karena itu merupakan kata sifat. Jadi qalbu
yang salim (sehat) ialah qalbu yang memiliki ciri tersebut dan melekat
padanya.
Pada umumnya qalbu yang sehat itu diartikan sebagai qalbu
yang bersih dari semua nafsu, segala yang syubhat dan larangan yang
bertentangan dengan perintah Allah, bersih dari segala penyembahan
kepada selain Allah, bersih dari berhukum selain kepada Rasul-Nya,
kecintaannya bersih untuk Allah, takut kepada-Nya, berharap kepada-
Nya, bertawakal kepada-Nya, kembali kepada-Nya dengan ketaatan
dan menjauhi maksiat (inabah), merendahkan diri kepada-Nya,
36
Departemen Agama, op.cit., h. 371.
22
mengutamakan keridhaan-Nya dalam segala situasi dan kondisi, dan
menjauhkan diri dari segala yang membuat-Nya murka. Inilah esensi
ubudiyah yang hanya pantas diberikan kepada Allah Swt.
Jadi qalbu yang sehat ialah qalbu yang hanya untuk Allah tidak
ada sekutu bagi-Nya. Jika ia mencinta sesuatu atau seseorang, ia
mencintainya karena Allah. Begitu pun sebaliknya jika ia marah ia
marah karena Allah. Jika ia memberi, ia pun memberi karena Allah
dan jika ia menolak ia pun menolak karena Allah. Bukan hanya itu
saja, qalbu yang sehat ialah yang tunduk dan berhukum hanya kepada
Rasul-Nya. Ia mengikat qalbunya dengan ikatan yang kokoh untuk
hanya meniru Rasulullah saja dalam hal ucapan, perbuatan dan
taqrirnya.37
b. Qalbu yang Mati
Jenis qalbu yang kedua inilah berbanding terbalik dengan jenis
qalbu yang pertama tadi, yaitu qalbu yang mati. Qalbu yang mati ialah
qalbu yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui
perintah dan tidak menyembah Tuhan-Nya. Ia selalu mengikuti hawa
nafsu dan kelezatan dirinya, walupun itu semua akan dibenci dan akan
mendatangkan murka Allah, ia tidak memperdulikan itu semua, yang
terpenting baginya ialah ia mendapatkan semua bagian dan apapun
yang diinginkannya. Ia menghamba kepada selain Allah, dalam cinta,
benci, takut harap di dasari oleh hawa nafsunya. Jika ia membenci
maka ia membenci karena hawa nafsunya, begitupun jika ia mencinta
ia lebih mengutamakan mencinta hawa nafsunya dari pada keridhaan
Allah. Ibnu Qayyim berkata dalam bukunya Manajemen Qalbu
mengenai qalbu yang mati, yaitu hawa nafsu adalah pemimpinnya,
syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian
adalah kendaraannya. Qalbu yang mati pikirannya akan terbuai
dengan kesenangan dunia, tujuannya ialah untuk dunia. Hawa nafsu
37
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Keajaiban Hati, Terj. dari Risalatu fi Amradul Qulubi oleh
Fadhlli Bahri, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 17-18.
23
dan kesenangan sementara. Ia dipanggil kepada Allah dan ke
kampung akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak selalu mengikuti
setiap langkah dan keinginan setan, ia mengabaikan orang yang
memberinya nasihat kebaikan. Dunia terkadang membuatnya benci
dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsunya membuat ia
hanya melihat dan mendengar kebatilan. Qalbu yang mati ini adalah
penyakit, harus dihindari karena akan mendatangkan kehancuran
untuk dirinya sendiri maupun orang yang menjadi temannya.
c. Qalbu yang Sakit
Jenis qalbu yang ketiga ialah qalbu yang sakit yaitu qalbu yang
hidup tetapi di dalamnya terdapat benih-benih penyakit yang
menyebabkanya cacat. Qalbu yang sakit bisa lebih dekat dengan
keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran, karena
terkadang ia hidup sehat, dan terkadang dalam keadaan tertentu ia
berpenyakit. Kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada
Allah ialah makanan yang dapat mengidupkan qalbu yang sakit.38
Sebaliknya, yang lebih mengutamakan keduniaan, tamak, dengki,
cinta syahwat, takabur dan ujub itu semua merupakan racun yang
dapat menghancurkan qalbu manusia, bahkan bisa sampai
mematikannya. Qalbu yang sakit pada dasarnya mempunyai dua
motivasi. Motivasi yang pertama mengajak kepada Allah dan Rasul-
Nya untuk mencari kebahagiaan abadi di akhirat, motivasi yang kedua
mengajak kepada kebahagiaan yang bersifat sementara yaitu
kebahagiaan dunia. Qalbu yang semacam ini akan mengikuti pengaruh
yang lebih kuat menguasai dirinya.
3. Penyakit Qalbu
Hidup dikatakan sehat jika terhindar dari segala macam penyakit
qalbu, seperti ujub, takabur, riya, dengki, dendam, benci, pemarah, pelit,
serakah. Seseorang yang mengidap penyakit qalbu ini akan selalu dihadapi
38 Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.
53.
24
dengan perasaan gelisah, terutama ketika keinginannya tidak terpenuhi.
Misalnya, seseorang melakukan sesuatu hanya karna ingin mendapatkan
pujian dari orang lain, namun kenyataanya ia tidak mendapat pujian
tersebut malah yang ia dapatkan adalah cemoohan, maka ketika itu juga ia
merasa kecewa dan gelisah. Dengan rasa kecewa dan gelisahnya itu timbul
perasaan tertekan (stress) dan ia jatuh sakit. Dampak yang tidak kalah
buruk ialah, ketika penyakit qalbu itu merugikan dirinya sendiri dan orang
lain karena penyakit qalbu termasuk sikap jiwa yang buruk dan tercela.
Berikut ini penjelasan dari macam-macam penyakit qalbu yang telah
disebutkan di atas:
a. Ujub
Ujub atau mengagumi diri sendiri ialah penyakit qalbu yang
yang hampir ada pada setiap orang. Yang dimaksud dengan
“mengagumi diri sendiri” ialah suatu sikap kagum pada diri sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan suatu hasil dari pekerjaan atau
prestasinya, kemampuan atau kecakapan yang dimilikinya. Dari segi
bahasa kata “Ujub” satu akar dengan kata “ajaib” (“aja‟ibah” suatu
hal yang mengherankan) dan “taajub” (“ta‟jjub”, sikap mengagumi).
Jadi kesimpulan dari kata-kata ini bahwa ujub ialah sikap melihat
diri sendiri sebagai ajaib dan menakjubkan.39
Ujub ini tersimpan
dalam qalbu yang merasa bahwa dirinya sempurna dalam ilmu dan
amal, sedangkan orang lain rendah.40
Ujub merupakan kelemahan yang ada di dalam diri seseorang,
seseorang yang memiliki sikap ujub tidak memiliki rasa simpatik di
dalam dirinya dan ini akan membuat orang lain menghindari
berteman dengannya. Menurut kaum sufi, memuji diri sendiri (ujub)
itu pertanda kelemahan akal budi. Ketika kita memuji diri sendiri
kepada sesuatu yang menurut kita itu ada di dalam diri, maka dapat
dikatakan kita menderita penyakit ujub. Namun jika kita memuji diri
39
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin Hanbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik,
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 175-176. 40
Muhammad., op.cit., h. 163.
25
kita karena suatu hal, padahal sesuatu itu tidak ada di dalam diri kita,
maka dikatakan dalam Al-Qur‟an bahwa itu indikasi kemunafikan
atau malah keengganan menghadapi dan menerima kebenaran.41
Allah berfirman:
…ويبون أن يمدوا بال ي فعلوا …
“… dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang
belum mereka kerjakan…” (QS. Ali Imran: 188)42
Ujub ialah perasaan tercela dan penyakit. Ujub dapat
menjadikan manusia buta hati sehingga memandang dirinya sebagai
pelaku kebaikan, padahal dirinya pelaku keburukan dan memandang
dirinya selamat, padahal dirinya orang yang binasa. Akibat ujub,
seseorang bisa memandang dirinya sendiri sebagai orang yang benar,
padahal jelas-jelas keliru. Ia menganggap kecil dosa dan kesalahan
yang ia lakukan dan ia akan melupakan banyak dosa. Selain itu, ia
pun tertipu dengan selalu menganggap besarnya amal yang ia
lakukan. Rasa takutnya sangat minim dan sangat lengah kepada
Allah.43
Manusia yang tidak berani menerima kekurangan dirinya, ia
cederung tidak jujur terhadap diri sendiri, lalu muncul dorongan
batin untuk menuntut pengakuan dari orang lain dengan melakukan
hal apa saja bahkan yang menyimpang dari norma pun akan
dilakukannya demi pengakuan tersebut. Kaum sufi mengingatkan
agar kita selalu mawas diri yaitu mengoreksi diri sendiri secara jujur,
supaya tidak kembali melakukan hal yang sama. Mawas diri
merupakan salah satu cara agar terhidar dari ujub, yang merupakan
penyakit qalbu yang tercela.44
Ujub banyak menimbulkan pengaruh
41
Sudirman Tebba, loc.cit., h. 177. 42
Departemen Agama, op.cit., h. 75. 43
Rosleni Marliany, Asiyah, Psikologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), h.
141. 44
Sudirman Tebba, op.cit., h. 178.
26
negatif pada seseorang yang mengidapnya di antaranya, keangkuhan
dan lupa terhadap dosa-dosa.45
b. Takabur
Al-Raghib Al-Ishfahani berkata, “Kibr, takabbur, dan istikbār
ialah tiga kata yang memiliki kesamaan makna. Kibr (takabur) ialah
keadaan seseorang yang merasa takjub dengan dirinya sendiri.46
Takabur atau keangkuhan bisa juga dikatakan dengan kecongkakan
ialah sikap jiwa yang menganggap diri lebih baik dari pada orang
lain atau merendahkan orang lain. Rasulullah bersabda,
“Kecongkakan ialah menolak kebenaran dan melecehkan orang”
(HR. Muslim dan Tirmizi).
Menurut Sa‟id Hawwa, kecongkakan merupakan anak
kandung dari ujub. Jadi, keduanya berbeda. Pada ujub tidak
perlu ada orang yang diujubi, sedang pada kecongkakan
biasanya ada orang yang dicongkaki. Takabur termasuk
penyakit qalbu yang tercela.47
Dosa jiwa yang paling besar adalah takabur. Orang yang
takabur merasa dirinya besar, kemudian enggan menerima perintah
dan menolak tunduk kepada Allah SWT. Pokok utama ketakaburan
ialah merasa besar diri, sedangkan hakikatnya ialah bersahabat
sambil merendahkan orang lain dan menolak kebenaran setelah
dirinya mengetahui.48
c. Riya
Riya menurut bahasa berarti memperlihatkan. Riya menurut
Muhammad Mahdi ibn Abi Dzar al-Naraqi adalah melakukan
perbuatan baik untuk pamer, bukan karena Allah. Ini termasuk
penyakit qalbu dan dosa yang dapat menghancurkan kehidupan
agama seseorang.49
Allah berfirman:
45
Ibid., h. 180. 46
Rosleni Marliany, Asiyah, op.cit., h. 135. 47
Sudirman Tebba, op.cit., h. 180. 48
Rosleni Marliany, Asiyah, loc.cit., h. 135-136. 49
Ibid., h. 184.
27
ني الذين ىم عن صلتم ساىون الذين ىم ي رآءون وين عون ف ويل للمصل
الماعون
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat
riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna” (QS.
Al-Ma‟un:4-7)50
و وىو خادعهم واذا قاموا ال الصلوة قاموا فقني يدعون الل ان المن
و اال قليلا كسال ي راءون الناس وال يذكرون الل
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud ria (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-
Nisa: 142).51
Selain itu, Rasulullah bersabda, “Hal yang paling saya
khawatirkan tentang kamu ialah syirik kecil. Mereka bertanya,
„Apakah syirik kecil itu?‟ Beliau menjawab, „Riya.‟ Pada hari kiamat
nanti Allah memeriksa amal perbuatan hamba-hamba-Nya, lalu
berkata kepada orang yang berbuat riya: „Pergilah kepada orang-
orang yang telah kamu pameri selama masa hidupmu di dunia dan
mintalah ganjaranmu dari mereka.” Ada dua macam perbuatan riya:
1) Riya dalam bentuk ibadah apapun bentuknya, selamanya keji.
2) Riya di luar ibadah yang kadang-kadang tercela, tetapi
adakalnya hukumnya mubah atau boleh, dan bahkan disukai.
Misalnya. Bila seseorang secara terbuka berlaku pemurah
dengan niat, maka tindakannya itu bukan saja tidak tercela,
tetapi malah sangat disukai. Karena itu, riya tergantung pada
niat seseorang yang melakukannya.52
50
Departemen Agama, op.cit., h. 602. 51
Ibid., h. 101. 52
Sudirman Tebba, op.cit., h. 184-185.
28
Riya merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Ia melanda
jiwa-jiwa lemah yang berusaha memanjatkan dan menaikkan
jiwanya melalui kepalsuan dan tipuan. Orang yang riya akan
memperlihatkan sesuatu yang berbeda dengan bathinya.53
Kebalikan
riya adalah ikhlas. Ikhlas berarti melakukan suatu perbuatan semata-
mata karena Allah. Ikhlas merupakan salah satu kedudukan spiritual
tertinggi yang dapat dicapai oleh orang beriman. Ikhlas dapat dicapai
dengan latihan dan usaha yang tekun.
d. Dengki
Dengki ialah menginginkan hilangnya keberuntungan yang
terjadi pada orang lain. Menurut Nurcholis Madjid, bahaya penyakit
qalbu ini digambarkan dalam surah kedua terakhir dalam Al-Qur‟an
yang memuat perintah Nabi agar beliau memohon kepada Allah dari
cuaca pagi supaya dilindungi dari kejahatan seorang pendengki54
:
“Dan dari kejahatan orang yang dengki bila ia mendengki.” (QS.
Al-Falaq: 5)55
Dengki merupakan salah satu penyakit qalbu yang sangat
berbahaya untuk kehidupan manusia.56
Karena dengki itu sifat yang
membuahkan kebencian, permusuhan, dan dapat memutuskan
silaturahmi.57
Kedengkian juga dapat menjadi pangkal kesengsaraan
si pendengki sendiri. Tidak ada orang dengki yang tidak menaggung
jenis kesengsaraan tertentu.
e. Dendam
Dendam terkadang muncul akibat ada rasa dengki terhadap
orang lain. Dengki dan dendam pada prinsipnya sama, yaitu rasa
benci kepada orang yang menjadi sasarannya. Namun, dengki
biasanya tertutup, sedangkan dendam lebih agresif, sehingga kadang
53
Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 157. 54
Sudirman Tebba, op. cit. h. 185-186. 55
Departemen Agama, op.cit., h. 604. 56
Sudirman Tebba, loc.cit. 57
Muhammad, op. cit., h. 162.
29
terbuka atau nampak, seperti memusuhi sasarannya dengan cara
memfitnah, menjelek-jelekkannya, membongkar aibnya dan
terkadang melukai fisiknya. Jenis penyakit qalbu seperti ini juga
harus dibuang.58
Allah berfirman:
بالعرف وأعرض عن الاىلني خذ العفو وأمر
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma‟ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh.” (QS. Al-A‟raf:199)59
Rasulullah juga bersabda: “Ada tiga hal yang jika seseorang
terbebas dari salah satunya Allah akan memberikan maaf atas segala
kesalahannya sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu seseorang yang
mati dengan tidak membawa syirik kepada Allah dengan sesuatu
apapun, orang yang bukan tukang sihir, dan orang yang tidak
bersikap dendam kepada saudaranya.”
Rasulullah menyatakan hal tersebut karena dendam sangat
berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Untuk itu kita harus
membuang rasa dendam kepada siapapun. Beberapa caranya ialah
dengan menyadari bahwa dengan perasaan dendam kepada orang
lain itu akan sangat lebih menyakitkan diri sendiri daripada orang
yang didendami. Selanjutnya berusahalah bersikap bersahabat
dengannya, berbuat baik kepadanya walaupun emosi mendorong kita
melakukan hal-hal yang buruk kepadanya dan teruslah bersikap
kasih sayang sampai penyakit qalbu ini hilang. Usaha tersebut juga
harus dibarengi dengan selalu mengingat Allah, menyebut dan
mengagungkan-Nya, karena dengan selalu mengingat Allah (zikir)
itu dapat melembutkan qalbu kita.
f. Benci
Rasa benci terjadi karena kemarahan yang tertekan. Hal ini
biasanya disertai dengan rasa dengki dan dendam serta menyebabkan
58
Sudirman Tebba, op.cit. h. 190. 59
Departemen Agama, loc.cit., h. 176.
30
putusnya hubungan persahabatan dengan orang yang dibenci. Rasa
benci tidak jarang dilampiaskan dengan cara-cara yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Rasulullah bersabda:
Tidak halal seorang muslim menghindari (menjauhi)
saudaranya lebih dari tiga hari, sehingga saling memalingkan
muka jika keduanya bertemu. Orang yang terbaik dari
keduanya ialah yang terlebih dahulu mengucapkan salam.
(HR. Muslim)60
Rasa benci dan cinta merupakan rasa yang manusiawi. Karena
itu keduanya tidak bisa dihindari, namun kedua rasa tersebut dapat
dikontrol dengan baik agar tidak berkembang berlebihan, tetapi perlu
diusahakan supaya terjadi hanya sekadarnya. Sebuah syair Arab
menyatakan:
Cintailah orang yang kamu cintai, tetapi tidak perlu
berlebihan. Karena siapa tahu suatu saat nanti dia menjadi
orang yang kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci,
tetapi tidak perlu berlebihan. Karena siapa tahu suatu saat
nanti dia menjadi orang yang kamu cintai.
Membenci dan mencinta merupakan hal yang biasa dalam
kehidupan. Mustahil manusia di dalam hidupnya tidak pernah
merasakan kedua rasa ini. Namun karena adanya dorongan yang kuat
dalam membenci seseorang, perbuatan negatif yang sangat keji
seperti membunuh dan menghancurkan keluarganya bisa saja terjadi.
Kebencian juga bisa saja menjadi motivasi dalam melakukan
perbuatan yang terpuji, yang dilakukan bersama untuk mencapai
tujuan bersama dan untuk kebaikan bersama.61
Begitupun
sebaliknya, rasa cinta juga bisa mengakibatkan seseorang melakukan
perbuatan terpuji dan bahkan juga, bisa menjadi motivasinya untuk
melakukan perbuatan yang tercela.
Jadi, benci dan cinta termasuk sumber motivasi seseorang
melakukan sesuatu yang berdampak positif maupun negatif.
60
Abi Abdullah bin Ismail Ibrahim Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikr,
625 H) Jilid 1-3, h. 1174. 61
Sudirman Tebba, op.cit., h. 190-192.
31
Motivasi melakukan sesuatu yang negatif inilah yang menjadi
persoalan. Seandainya benci dan cinta hanya memotivasi melakukan
sesuatu yang positif, ini tidak masalah. Oleh karena itu agama
memperingatkan supaya kita selalu berhati-hati.
Ketika kita membenci sesuatu periksalah, jangan-jangan
sesuatu itu mengandung kebaikan untuk kita. Dan kalau mencintai
sesuatu, telitilah kalau-kalau dia justru berbahaya bagi kita. Inilah
salah satu peringatan agama untuk kita.62
Allah berfiman:
ر لكم ى ان تكرىوا شي اا وىو خي كتب عليكم القتال وىو كره لكم وعسو ي علم وان تم ال ت علمون ى ان تب وا شي اا وىو شر لكم والل وعس
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah:216)63
Peringatan Allah itu menjelaskan bahwa benci dan cinta
kepada seseorang atau sesuatu itu hendaknya jangan berlebihan
supaya kelak kita tidak menyesal.64
g. Marah
Kata marah meminjam kata dari arab “ammarah” yang artinya
bersifat memerintah atau mendorong. Dalam literatur kesufian
terdapat kata “nafsu ammarah” (al-nafs al-ammarah) yang berarti
nafsu yang sangat mendorong. Marah itu dikatakan marah karena dia
merupakan wujud dari motivasi yang mengarah kepada kejahatan.
Kemarahan yang tercela ialah kemarahan yang terjadi tanpa alasan
yang jelas dan terjadi bukan pada tempatnya. Rasa marah seperti ini
terwujud dari sifat yang mudah tersinggung dan merasa tidak
diperhatikan. Orang yang seperti ini disebut dengan pemarah.
62
Ibid., h. 194-195. 63
Departemen Agama, op.cit., h. 34. 64
Sudirman Tebba, loc.cit.
32
Namun, jikalau marah karena ada alasan yang diperkenankan dan
pada tempatnya juga harus dikontrol dan ditahan agar tidak
berdampak buruk karena terlalu berlebihan. Rasa marah yang
dimaksud ialah ketika marah untuk mempertahankan diri, keluarga
agama dan tanah air.65
Allah berfirman: ت عرضها وجنة ربكم من مغفرة ال اوسارعو و للمتقني اعدت واالرض السم
و الذين ي نفقون ف السراء والضراء والكاظمني الغيظ والعافني عن الناس المحسنني يب والل
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-
orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 133-134)66
Ayat di atas menjelaskan bahwa menahan amarah dan mudah
memaafkan sesama manusia merupakan salah satu dari beberapa
sifat orang yang bertakwa. Rasa ingin marah terkadang tidak lepas
dalam kehidupan manusia sehari-hari jika terjadi sesuatu. Namun
kita tidak harus terus mengikuti rasa amarah tersebut. Sebaikanya
ditahan dan diganti dengan sikap memaafkan. Ini merupakan ajaran
dari Allah dan dengan kita menahan amarah itu kita lebih sehat dari
pada sebaliknya.67
Marah itu berasal dari setan, karena setan itu
dijadikan dari api dan api itu hanya akan mati jika dibunuh dengan
air. Oleh karena itu Nabi menasihatkan agar orang yang sedang
marah bersegera menggambil wudhu.68
h. Kikir
Kikir atau dalam bahasa Arab dikenal dengan bakhil atau
bakhl, ialah sikap tidak mau memberikan hartanya kepada orang
65
Ibid., h. 196. 66
Departemen Agama, op.cit., h. 67. 67
Sudirman Tebba, loc.cit., h. 197-198. 68
Muhammad, op.cit., h. 165.
33
yang membutuhkan. Kebalikan dari kikir ialah sikap boros:
membelanjakan hartanya secara berlebihan untuk sesuatu yang tidak
penting. Yang baik ialah sikap di antara keduanya yaitu sikap murah
hati.69
Allah berfirman:
والذين إذآ أنفقوا ل يسرفوا ول ي قت روا وكان ب ني ذلك ق واماا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
(QS. Al-Furqon:67) 70
Sikap kikir seseorang sebenarnya dia telah kikir kepada dirinya
sendiri, karena jika seseorang itu kikir, maka akibatnya akan kembali
kepada dirinya sendiri. Seperti akan mendapatkan kesulitan, jauh
dari Allah dan manusia, dan ketika di akhirat nanti orang yang kikir
hartanya akan dikalungkan di lehehrnya, serta hartanya itu akan
membakar dirinya sendri di akhirat kelak.
Sifat kikir itu sama sekali tidak ada kebaikannya, yang ada
hanya keburukkan bagi dunia dan akhiratnya. Oleh sebab itu sifat
kikir harus dibuang dengan cara menghindari penyebab dari kikirnya
sendiri, yaitu:
1) Terlalu mencintai dunia.
2) Tidak menyadari bahwa harta yang ia miliki sebenarnya punya
Allah, ia hanya dititipkannya saja, dan di dalam harta tersebut
ada hak orang lain yang harus ia berikan.
3) Tidak memiliki rasa dan kesadaran untuk tolong menolong
terhadap sesama.
4) Tidak mempunyai rasa malu dengan orang-orang di sekitarnya
Selain menghindari sikap-sikap penyebab kikir di atas, sifat
kikir dapat pula dikikis dengan menyadari berbagai ancaman Allah
sebab sifat kikirnya itu, dan selalu menyadari bahwa ketika maut
69
Sudirman Tebba, op.cit., h. 198-199. 70
Departemen Agama, op.cit., h. 365.
34
datang ia tidak akan membawa hartanya yang akan ia bawa ialah
amal salehnya.
i. Serakah
Serakah ialah keadaan jiwa yang membuat seseorang tidak
merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan berusaha memperoleh
lebih banyak lagi segalanya. Ini termasuk penyakit qolbu yang
tercela dan tidak sehat. Karena qalbu seseorang yang serakah tidak
pernah merasa tenang, puas dan selalu merasa kekurangan, karena
keinginannya itu ia akan melakukan segala cara, perbuatan yang
buruk sekalipun ia akan lakukan untuk memenuhi semua nafsunya.
Rasulullah menjelaskan bahwa nafsu untuk menumpuk harta
dan mencapai kedudukan tinggi di dunia itu manusiawi dan dapat
menjadi motivasi untuk meraih kemajuan kehidupan di dunia ini
seperti kekayaan, kedudukan, dan ilmu pengetahuan, tetapi nafsu itu
harus dikontrol agar tidak menimbulkan sesuatu yang negatif, yaitu
menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan dan
kedudukan itu. Namun jika semua itu dilakukan dengan cara yang
benar, maka boleh saja. 71
4. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam suatu penelitian, diperlukan hasil-hasil penelitian yang
relevan untuk mendukung serta memperkuat pentingnya penelitian ini
dilakukan. Penulis telah menelaah beberapa kajian atau hasil penelitian
yang terkait dengan judul “Pendidikan Akhlak berbasis Manajemen
Qalbu”, yaitu sebagai berikut:
1. Skripsi “Implementasi Manajemen Qolbu Dalam Peningkatan
Kecerdasan Spiritual Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-
Fatah Temboro Karas Magetan) oleh Farid Zajuli Mahasiswa Fakultas
Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri (Iain) Ponorogo. Skripsi ini menjelaskan
71
Sudirman Tebba, op.cit., h. 199-202.
35
bahwa dengan adanya pelaksanaan manajemen qolbu telah
memberikan dampak positif kepada para santri meliputi; kemampuan
bersikap fleksibel, tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam
menjalankan tanggung jawab sebagai santri, kemampuan para santri
dalam menghadapi penderitaan, dan melampaui perasaan sakit,
kualitas hidup dengan visi dan nilai-nilai keagamaan yang baik, dan
keengganan menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Dimana semua
itu mencerminkan baiknya kecerdasan spiritual santri.
2. Tesis “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qolbu Dalam
Pembentukan Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di Smk Alam
Kendal, Dan Smk Askhabul Kahfi Semarang) Tahun Pelajaran
2016/2017” oleh Syaiful Hadi Mahasiswa Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri (Iain) Salatiga. Tesis ini menjelaskan
bahwa Dengan implementasi prinsip-prinsip manajemen qolbu dapat
terwujud capaian-capaian yang di antaranya terwujudnya siswa, atau
santri yang memiliki kebeningan qolbu, jiwa kepemimpinan,
kemandirian dan bertanggung jawab, mental wirausaha, mampu
mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,
mengoreksi dan memperbaiki diri.
3. Skripsi “Konsep Manajemen Qolbu Abdullah Gymnastiar” oleh Eddy
Welly Mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Skripsi ini
menjelaskan bahwa Qolbu mempunyai potensi positif dan potensi
negatif, dua potensi ini selalu berada dalam persaingan yang ketat
untuk menentukan posisi pemiliknya menjadi orang sholeh atau
menjadi orang tholeh. Manajemen qolbu hadir sebagai tim sukses
potensi positif agar dapat memenangkan persaingan. Dalam usaha
menata qalbu Aa Gym juga selalu menekankan tiga hal, mulai dari diri
sendiri, mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri. Dibarengi dengan
usaha terus menerus dengan niat kuat yang memang tertanam dari
lubuk hati yang paling dalam, dengan izin Allah qolbu itu bisa tertata
36
dan terkendali. Orang yang qolbunya tertata dan terkendali semua hal
yang dilakukannya akan menjadi bermanfaat, baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain.
4. Jurnal PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction Volume
1 Nomor 2 “Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan
Saintifik Berbasis Manajemen Qolbu” oleh Anas Amin Alamsyah
pada Agustus 2017. Jurnal ini menjelaskan Implementasi Inovasi
Pendidikan Akhlak Pendekatan Saintifik Berbasis Manajemen Qolbu
dapat dilakukan dengan senantiasa menghiasi diri dengan sifat terpuji,
menghapus kecintaan terhadap dunia dan menghilangkan kesedihan
kedukaan dan kekhawatiran atas hal yang tidak berguna dengan terus
menerus mengingat Allah (Dzikrullah), kemudian adanya tekad yang
kuat, mau mengevaluasi diri dan senantiasa berkemauan kuat untuk
meningkatkan kemampuan keprofesionalan diri dalam bidang apapun.
5. Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 01 Nomor 01 “Peran
Manajeman Qolbu bagi Pendidik” oleh Moh. Faizin Dosen Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel pada Mei 2013. Jurnal ini menjelaskan
bahwa melalui manajemen qolbu, seseorang dapat diarahkan agar
menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apapun potensi yang ada
dalam dirinya untuk menjadi sesuatu yang bernilai kemuliaan serta
memberi manfaat besar, bagi dirinya dan makhluk Allah yang lain.
Para guru yang dapat mengelola hatinya (memiliki manajemen qolbu)
akan dapat menjadi sosok guru yang “digugu dan ditiru”. Manajemen
qalbu sangat signifikan perannya dalam meningkatkan intelektualitas
dan religiulitas bagi guru.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen
Qalbu” ini dimulai dari bulan Mei sampai dengan Desember 2019, dengan
menggunakan berbagai sumber tertulis yang ada di perpustakaan, internet
serta sumber lain yang mendukung proses penelitian yang berkaitan dengan
pendidikan akhlak dan manajemen qalbu dan beberapa sumber lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
B. Metode dan Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah penelitian kualitattif.
Penelitian kualitattif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya tindakan,
perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain,1 secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah. Menurut
Bogdan dan Biklen, ada beberapa metode dalam penelitian kuliatatif, yaitu
inkuiri naturalistik, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam,
etnometodologi, the Chivago School, fenomenologis, studi kasus,
interpretatif, ekologis, dan deskriptif.2
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif.
Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang tidak memerlukan
kontrol terhadap suatu perlakuan. Metode penelitian deskriptif hanya
menggambarkan suatu variabel, keadaan atau gejala dengan apa adanya
bukan bermaksud menguji hipotesis tertentu.3
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016), h. 6. 2 Ibid., h. 3.
3 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta Rineka Cipta, 2007), h. 234.
38
Adapun jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan riset
kepustakaan (Library research). Riset pustaka yaitu penelusuran dan
pemanfaatan sumber perpustakaan untuk memperoleh data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini. Dengan rangkaian yang berkaitan dengan kegiatan
dalam metode data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian yang dibutuhkan.4
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ialah mempersempit masalah, sehingga peneliti
mampu mengetahui secara mendalam apa yang menjadi fokusnya dalam
penelitian di lapangan. Penelitian tersebut diselidiki secara menyeluruh dan
secara khusus serta dalam bagian yang mendukung atau menambah kejelasan
makna dalam situasi di lapangan.5 Setelah mengetahui dan memahami secara
mendalam dan menyeluruh dari apa yang terjadi dilapangan kemudian
menghasilkan. hipotesis atau teori baru dari apa yang terjadi di lapangan.6
Berdasarkan penjelasan mengenai fokus penelitian di atas, maka
peneliti memfokuskan penelitian ini dengan membatasi permasalahan
Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu dibidang memanaj Qalbu
yang sakit dan mati.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
dengan teknik pengumpulan data dokumen. Teknik dokumen yang dilakukan
ialah dengan mencari buku teks, kaya tulis,7 catatan, majalah, surat kabar,
transkip, agenda dan bahan-bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Pengumpulan data dalam sebuah penelitian merupakan kegiatan yang sangat
4 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), h. 1-3. 5 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 637. 6 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 34.
7 Muri Yusuf, loc. cit., h. 391.
39
penting.8 Dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti
mengambil langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian
kepustakaan menurut Mestika Zed, yaitu sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat perlengkapan. Dalam penelitian kepustakaan tidak
memerlukan banyak perlengkapan, cukup sediakan alat tulis dan kertas
yang digunakan untuk menulis catatan penelitian, serta kotak
penyimpanan untuk menyimpan kertas-kertas catatan bahan penelitian.
2. Meyusun Biblografi kerja. Biblografi kerja adalah catatan tentang sumber
data utama yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Sumber
data tersebut berasal dari koleksi buku-buku perpustakaan.9
3. Mengatur waktu. Dalam melakukan penelitian kepustakaan, peneliti
dituntut untuk dapat mengatur waktu dengan baik. Yang harus
diperhatikan ialah pertimbangan tentang seberapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membaca dan menulis catatan penelitian yang telah
ditemukan. Yang perlu diperhatikan juga kebutuhan fisik manusia,
seperti kebutuhan akan refreshing otak, tetapi tidak menunda-nunda
dalam melakukan penelitian.10
4. Membaca dan membuat catatan penelitian. Sumber bacaan penelitian
yang digunakan harus dicari, dikumpulkan, dan klasifikasikan
berdasarkan kelompok koleksi, disiplin, judul, topik, dan sub topik yang
sesuai dengan topik penelitian.11
Adapun sumber bahan dalam prosedur penelitian ini terdiri dari
sumber data primer dan sekunder. Sebagai sumber data primer, peneliti
merujuk kepada beberapa buku sebagai berikut.
1. Buku yang berjudul Jagalah Hati MQ For Beginners, karya Abdullah
Gymnastiar.
8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2013), h. 274. 9 Mestika Zed, op.cit., h. 18-20.
10 Ibid., h. 20-21.
11 Ibid., h. 23.
40
2. Buku yang berjudul Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-
Qur’an Melejitkan Hati Memperindah Karakter, karya Suparlan
3. Buku yang berjudul Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, yang
merupakan terjemahan dari Ihya’ ‘Ulumiddin karya Al-Ghazali, yang
diterjemahkan oleh Ibnu Ibrahim Ba’adillah.
4. Buku yang berjudul Klinik Penyakit Hati, yang merupakan terjemahan.
dari Thibbul Qulub karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, yang
diterjemahkan oleh Fib Bawaan Arif Topan.
Kemudian sebagai sumber data sekunder, peneliti menggunakan
beberapa literatur yang relevan dengan penelitian. Di antaranya buku-buku
tentang akhlak dan pendidikan akhlak, psikologi Islam, buku tentang hati,
penyakit hati dan terapinya, dan buku-buku yang membahas tentang jiwa.
41
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Manajemen Qalbu Merupakan Basis Pendidikan Akhlak
Pendidikan ialah proses mengembangkan sesuatu secara bertahap
sampai tercapainya kesempurnaan. Pendidikan juga dapat dimaknai sebagai
menumbuh kembangkan setiap potensi yang ada di dalam diri manusia secara
sedikit demi sedikit dengan melalui latihan hingga potensi tersebut mancapai
kesempurnaan dan tercapainya berbagai kebaikan.1 Pendidikan akhlak
merupakan salah satu pola dalam mengupayakan perbaikan akhlak itu sendiri.
Allah menyerahkan perbaikan akhlak kepada kesungguhan hamba dan
juga kasih sayang yang sudah Ia benamkan di dalam qalbu mereka. Allah juga
menggerakkan perbaikan akhlak dengan cara menakuti dan memperingatkan
manusia atas siksa-Nya. Allah Swt. akan mempermudah dengan pertolongan-
Nya untuk mendidik akhlak kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki, dan juga
mempermudah atas jalan yang ditempuhnya. Allah pula lah yang
menghancurkan hamba-hamba yang ingkar dengan mempermudah jalan
kesulitan bagi pilihan mereka.
Akhlak mulia itu merupakan sifat para utusan Allah, salah satu di
antara sifat pemimpin, dan amal serta perbuatan orang-orang terpercaya.
Akhlak yang mulia sebenarnya menjadi bagian dari esensi agama dan juga
buah dari ketekunan orang-orang yang bertakwa, serta latihan bagi orang-
orang yang yang ahli dalam urusan ibadah. Akhlak mulia merupakan pintu
terbuka bagi qalbu untuk menuju ke surga yang dipenuhi segenap kenikmatan,
dan disediakan pada sisi Allah Yang Maha Pengasih. Sedangkan akhlak yang
buruk lebih dari racun pembunuh yang membinasakan, melingkari perbuatan
keji dan kotor, dan bentuk kekejian lain yang mampu menjauhkan seorang
hamba dari Rabb semesta alam, yang juga dapat memasukkan seseorang
1 Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur‟an Melejitkan Hati
Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7.
42
kepada jerat setan. Akhlak yang buruk merupakan pintu terbuka menuju
neraka, yang dibingkai oleh setan sebagai penyesat hingga meresap sampai ke
relung qalbu manusia, dan akhlak yang buruk juga merupakan penyakit yang
dapat menghilangkan kehidupan abadi di akhirat kelak.2
Akhlak mulia ialah kebaikan hakiki yang didasarkan pada ketulusan
qalbu. Akhlak merupakan persoalan perilaku yang kompleks yang berkaitan
langsung dengan keadaan rohani, bukan hanya sekedar persoalan perilaku
yang sederhana. Perbaikan akhlak harus diawali dengan perbaikan batin.
Imam al-Ghazali senada dengan Ibn Miskawaih menjelaskan bahwa akhlak
ialah gambaran dari keadaan dalam jiwa yang tertanam dengan kokoh,
sehingga perilaku menyandari padannya dengan mudah dan gampang tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan lagi.
Jadi, perubahan akhlak ialah perubahan rohani sekaligus perubahan
perilaku lahiriah. Secara fisiologis, badan memang hal yang sangat kasat mata,
akan tetapi ia menyimpan rahasia batin yang tak diketahui oleh kebanyakan
orang. Badan ialah perangkat rohani. Rohanilah yang sesungguhnya menerima
siksaan dan ganjaran, kesenangan dan kesedihan. Adapun struktur rohani
manusia itu terdiri dari lima bagian, yaitu: al-nafs, al-„aql, al-qalb, al-ruh, dan
al-sirr. Untuk masyarakat pada umumnya, daya rohani yang paling
menentukannya itu hanya tiga, al-nafs, al-„aql, dan al-qalb. Al-qalb (hati)
ialah yang paling utama.3
Kata qalb diambil dari kata yang bermakna "membalik". Karena ia
seringkali berbolak-balik, terkadang susah, terkadang senang, terkadang setuju
dan kadangkalanya menolak. Qalbu amat berpotensi untuk tidak konsisten.4
Menurut al-Fayumi, kata qalbu sering digunakan untuk makna membalikkan
2 Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin oleh
Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2012), h. 169-170. 3 Akhmad Sodiq, Prophetic Character Building Tema Pokok Pendidikan Akhlak Menurut
Al-Ghazali, ( Jakarta: Kencana, 2018), h. 2-4. 4 Fadhilah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikkan Dalam Persperktif Islam, ( Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005), h. 25.
43
sesuatu.5 Qalbu itu ibarat cermin. Jika ia tidak dirawat dan dibersihkan, maka
ia mudah sekali berdebu dan kotor. Qalbu juga butuh nutrisi sebagaimana
haknya badan, bahkan melebihi kebutuhan badan terhadap makanan dan
minuman. Jika rumah ialah tempat bernaung bagi jasad, maka hati ibarat
rumah bagi jiwa dan jasad sekaligus. Oleh karenanya, kondisi hari manusia
bermacam-macam, sesuai dengan sikap dan kemampuan pemiliknya menjaga.
Ada orang yang hatinya sehat (qalbun salim), ada yang hatinya sakit (qalbun
maridh), dan bahkan ada yang hati nya mati (qalbun mayyit). Kondisi qolbu
seseorang sangat mempengaruhi tindak tanduk dan prilakunya.
Qalbu sebagai pusat penggerak seluruh alat fungsi tubuh dan
pembantu kinerjanya. Qalbu merupakan pusat akal, ilmu pengetahuan,
keberanian, dan kelembutan, kesabaran, ketabahan, kemuliaan, cinta,
keinginan, kerelaan, kehidupan, dan seluruh sifat-sifat kesempurnaan.6
Seluruh anggota tubuh dikendalikan oleh qalbu. Melalui qalbulah anggota
tubuh mengambil teladan, baik dalam ketaatan maupun kemungkaran. Imam
Al-Ghazali menjelaskan tentang posisi qalbu sebagai tempat dan markasnya
pengetahuan ia berkata “Jika kita memperkirakan sebuah telaga yang digali di
atas tanah, kita akan melihat bahwa telaga tersebut bisa menerima tumpahan
air dari bagian atas karena ia terbuka. Apabila bagian dasarnya digali, lalu
tanahnya diambil sampai menjadi sebuah tempat sumber air bening,
memancarlah air dari bagian dasar telaga. Air tersebut sangat bening dan
mengalir terus hingga ia lebih deras dan lebih banyak. Itulah qalbu, ia
bagaikan telaga, ilmu bagaikan air, sedangkan alat indrawi bagaikan sungai.
Berbagai macam ilmu dapat ditumpahkan ke dalam qalbu melalui sungai-
sungai, alat indrawi dan mengambil iktibar dari berbagai fenomena yang
tersaksi sehingga ia penuh dengan ilmu. Qalbu bisa semakin “dalam” dengan
5 Kementerian Agama RI, Spiritual dan Akhlak (Tafsir Al-Qur‟an Tematik), (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010), h. 64. 6 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib
Bawaan Arif Topan , (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018), h. 2.
44
dibersihkan dan diangkat berbagai tumpukan hijab-hijab darinya sehingga
memancarlah berbagai sumber ilmu dari dalamnya”.7
Kata qalbu terdapat banyak di dalam ayat al-quran. Dari ayat-ayat
tersebut dapat dilihat bahwa qalbu memiliki satu peranan di dalam jiwa
manusia, yang memiliki berbagai sifat, yaitu:8
1. Qalbu merupakan tempat menetapnya ilmu pengetahuan dan menancapnya
akidah. Karena qalbu ialah tempat bagi iman yang benar. Allah berfirman:
ا يدخل اإلميان ف ق لوبكم ت ؤمنوا ولكن قولوا أسلمنا ولم قالت األعراب ءامنا قل ل
“Orang-orang Arab Badui mengatakan, „Kami telah beriman‟,
katakan, „Kalian belum beriman, tetapi katakan saja „kami sudah
Islam‟, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian…” (QS.
Al- Hujuraat: 14)9
Qalbu juga sebagai tempat bagi keraguan dan penyimpangan.10
Ia
dapat berubah dari fitrah teguhnya pada kebaikan menjadi qalbu yang ragu,
jika tidak di pelihara kebersihannya maka akan mempengaruhi munculnya
sikap ragu. Keraguan akan menjadi sebab seseorang enggan melakukan
perilaku yang benar. Sikap ragu menurut al-Quran disebabkan karena
lemahnya keimanan, karena kebodohan, dan karena terbiasa melakukan
kesesatan.11
Allah berfirman:
رب نا التزغ ق لوب نا ب عد إذ ىدي ت نا
“Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Kau
tunjuki kami…” (QS. Ali-Imran: 8)12
Qalbu dapat berubah dari fitrahnya suka pada kebaikan menjadi qalbu
yang buruk dan sakit. Perubahan fitrah keburukan dikarenakan tidak ada
7 Rosleni Marliany, Asiyah, Psikologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), h. 64
8 Anas Ahmad Karzon, Tazkiyatun Nafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut al-
Qur‟an dan as-Sunnah di atas Manhaj Salafus Shaalih, Terj. dari Minhaj Islami fii Tazkiyatun
Nafs oleh Emiel Threeska, (Jakarta: Akbar Media, 2016), h. 8. 9 Departemen Agama, Qur‟an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), h. 517.
10 Anas Ahmad Karzon , loc. cit., h. 9.
11 Suparlan, op.cit., h. 97
12 Departemen Agama, loc. cit., h. 50.
45
pemeliharaan kebersihan dan kebeningannya. Perubahan sifat qalbu yang
mengarah kepada keburukan merupakan persoalan serius. Persoalan
keburukan qalbu ini bahkan menjadi sangat esensial bagi pendidikan Islam
yang tujuan utamanya ialah pembentukan akhlakul Karimah.13
2. Qalbu tempat perenungan, pemahaman dan petunjuk. Allah berfirman
مع وىو شهيد إن ف ذلك لذكرى لمن كان لو ق لب أو ألقى الس“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang
yang memiliki hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang
dia menyaksikan.” (QS. Qaaf: 37)
Peringatan jadi bermanfaat dan nasihat jadi berpengaruh karena qalbu
itu hidup dan sadar. Qalbu pula yang membuka pintu-pintunya untuk
mendengarkan kebenaran, atau menutupnya. Qalbu juga diselubungi oleh
berbagai selubung, hingga tidak mampu merespon seruan iman. Allah
berfirman:
آ أفال ي تدب رون القرءان أم على ق لوب أق فال
“Maka apakah mereka tidak merenungi al-Qur‟an, atau hati mereka
tersumbat?” (QS. Muhammad: 24)
اكانوا يكسبون كال بل ران على ق لوبم م
“Sekali-kali tidak, sebenarnya noda di hati kalian akibat perbuatan
kalian.” (QS. Muthaffifiin: 14)
Maksiat dan dosa merupakan noda penutup qalbu, sehingga qalbu
terselubung dan gelap. Pada ayat yang lain dijelaskan mengenai makna
penutup, sumbat, segel, selubung dan stempel pada qalbu. Semuanya
merupakan kondisi sakit yang menimpa qalbu, yang diakibatkan oleh
berpalingnya manusia dari kebenaran dan cenderung kepada kemaksiatan.
3. Qalbu tempatnya berbagai perasaan. Allah berfirman:
… وجعلنا ف ق لوب الذين ات ب عوه رأفة ورحة …
13
Suparlan, loc.cit., h. 97-98.
46
“Dan kami jadikan rasa hormat dan kasih sayang di hati orang-orang
yang mengikutinya…” (QS Al-Hadiid: 27)
هم فاسقون ن …فطال عليهم األمد ف قست ق لوب هم وكثري م
“…Kemudian berlalu masa yang panjang pada mereka, lalu
hati mereka menjadi keras” (QS. Al-Hadiid: 16)
Qalbu merupakan tempat bagi rasa kasih sayang dan hormat, namun
qalbu juga merupakan tempat bagi kekerasan dan berbagai macam luapan
emosi, seperti cinta, berani, takut, pengecut, cemas dan iri. Imam Al-Ghazali
mendefinisikan qalbu sebagai, “Bagian lembut yang bersifat spiritual dan
ketuhanan, yang memiliki kaitan dengan jantung pada jasad kasar (tubuh).
Bagian lembut ini merupakan hakikat manusia. Qalbu merupakan alam
pengetahuan pada manusia. Ia berbicara, membalas dan menuntut.14
Menurut At-Tirmidzi qalbu ialah markas seluruh daya rasa, daya tahu,
dan pusat aktivitas badan seorang manusia. Seluruh daya itu datang pada
qalbu dari berbagai sarana ragawi. Qalbu menampakkan daya itu pada seluruh
bagian badan. Seluruh aktivitas harus melewati wilayah qalbu, tidak bisa
didominasi oleh jasad. Peranan qalbu ialah peranan otomatis yang seluruh
aliran melewatinya. Setiap aliran yang muncul pada qalbu disalurkan ke
seluruh bagian badan. Qalbu ibarat penguasa seluruh anggota badan, di
tangannyalah kendali seluruh anggota badan. Qalbu ialah panglima, ia juga
bagaikan sebuah kota. Ia akan tunduk kepada setiap orang yang dapat
menguasainya. Ketika qalbu terkalahkan, seluruh anggotanya yakni badan
pun terkalahkan. Bahkan, qalbu dapat dikatakan sebagai markas
pemerintahan pada kerajaan badan. Seseorang yang dapat menaklukkan pusat
pemerintahan, ia mampu menguasai kerajaan. Sebagaimana At-Tirmidzi, ia
menganggap bahwa dada ialah istana raja, tempat mengatur segala urusan dan
qalbulah yang mengatur perjalanan seluruh anggota badan. Segala bentuk
tindakan, mengetahui, perasaan dan nilai serta pengaruhnya pun kembali ke
markas tersebut.
14
Ibid., h. 9-10.
47
Markas syahwat ialah markas yang paling dekat pada qalbu. Markas
syahwat ini terletak di bagian perut. Syahwat naik dari perut ke dada sambil
membawa asap awan dan kegelapan. Naiknya syahwat ke atas dapat
menjadikan rabunnya pandangan qalbu, sehingga qalbu tidak dapat melihat
apa yang harus diatur olehnya. Harsat nafsu ini dianggap sebagai keburukan
ketika dilihat dari sudut pandang akhlak. Karena syahwat inilah yang dapat
menihilkan pengetahuan dan menghalangi akal.
Markas kedua yang dekat dengan qalbu sebagai markas utama dalam
hal kekuatan dan kekuasaannya ialah kumpulan rasa, markas liver, jantung ,
dan limpa. Kumpulan rasa ini ialah musuh yang ingin dikalahkan oleh
syahwat. Di sana, qalbu menjadi markas bagi berbagai markas rasa yang ada
padanya, yaitu bahagia, cinta dan hidup.
Markas yang ketiga ialah nafsu atau alat indrawi. Markas ini
kekuatannya lebih rendah dari dua markas di atas. Markas ini kadang-kadang
dikuasai oleh syahwat dan tunduk di bawah pengaruhnya. Terkadang pula ia
ditundukkan oleh qalbu. Markas keempat menurut At-Tirmidzi ialah dada
atau kumpulan daya tahu dan ilmu. Di dalam markas ini terdapat pikiran,
daya paham, dan daya simpati.15
Ada sebuah pepatah yang terkenal mengatakan: “Sesungguhnya diri
itu bagaikan kota. Kedua tangan, kedua kaki dan seluruh anggota badan ialah
daerah wilayahnya. Kekuatan nafsu ialah walikotanya. Kekuatan angkara
murka ialah polisinya. Qalbu merupakan rajanya dan akal sebagai perdana
menterinya”. Rajalah yang mengatur mereka semua, agar kerajaan dan
situasinya menjadi stabil. Sebab nafsu sebagai walikotanya memiliki watak
pembohong, berlebihan dan suka mencapur-adukkan persoalan antara yang
haq dan yang bathil. Sang angkara murka ialah polisinya yang berwatak
kejam, suka berkelahi dan perusak. Kalau sang raja membiarkan mereka
semua tetap dalam kondisi watak mereka masing-masing, maka akan hancur
dan binasalah kota tersebut. Untuk itu, raja mesti bermusyawarah dengan
perdana menteri dan menempatkan walikota serta polisi di bawah kendali
15
Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 65-66.
48
perdana menteri. Bila usaha ini dilakukan, keadaan kerajaan dan kota pun
akan mantap, maju dan makmur.16
Qalbu yang dikelola dengan baik sehingga menjadi bersih, bening dan
lurus akan tercermin dari perilaku lahiriahnya. Di antaranya dapat dilihat dari
raut wajah atau muka, karena jika qalbunya cerah, tulus, ceria dan senang,
maka wajah juga akan terlihat pancaran ketulusan, dan akan senantiasa
memancarkan energi yang membahagiakan orang lain.17
Seseorang yang
mampu mengelola qalbunya untuk tetap bersih ia akan selalu dicintai dan
dinantikan kehadirannya. Karena ia mampu menghadirkan dengan sikap dan
tingkah lakunya rasa aman bagi orang yang berada disekitarnya. Karena
perilaku kita adalah cerminan kondisi qalbu kita. Qalbu yang bening maka
tingkah lakunya pun akan menyenangkan. Hal ini ialah buah dari pengelolaan
qalbu yang benar, sungguh-sungguh dan istiqomah.18
Dengan demikian pendidikan akhlak berbasis manajemen qalbu ini
dapat menjadi pertimbangan bagi para pendidik, orang tua, ataupun diri
sendiri, dalam menjalankan berbagai proses pendidikan. Pendidikan
seharusnya mempertimbangkan dengan serius akan keharmonisan tata
ruhaniyah seseorang. Dengan meletakkan qalbu sebagai raja, agar seseorang
menjadi baik dalam arti yang sesungguhnya. Bukan hanya baik secara
prestasi kognitif semata.19
B. Langkah-langkah Manajemen Qalbu
Sumber penyakit qalbu berasal dari nafsu yang menyebar ke seluruh
anggota tubuh, dan yang pertama kali diserang adalah qolbu. Nafsu mengajak
kepada perbuatan buruk dan mengutamakan dunia, sedangkan Allah mengajak
hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya. Qalbu berada di antara dua pengajak itu, terkadang ia lebih condong
16
Al-Ghazali, Manajemen Hati Membuka Pintu Sa‟adah Menuju Makrifatullah, Terj.
dari Aja‟ib al-Qalb Kimya‟ al-Sa‟adah oleh A.Mustofa Bisri, Achmad Frenk, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), h. 55. 17
Abdullah Gymnastiar, Refleksi Manajemen Qalbu, (Bandung: MQ Publishing, 2003),
h. 46-47. 18
Ibid., h. 49-50. 19
Akhmad Shodiq, Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI, Tahzib: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Volume III, No 1, Januari 2009, h. 36.
49
kepada salah satu dari mereka, di sinilah bentuk cobaan dan ujiannya.20
Nafsu
ialah pendorong yang mewujudkan berbagai keinginan. Nafsu ibarat mesin
kendaraan. Sebuah kendaraan dapat berjalan di sebabkan hidup mesinnya,
tetapi bukan hanya mesin yang kendaraan butuhkan. Jika ada mesin namun
tidak mempunyai rem itu akan membahayakan dan menimbulkan kecelakaan
serta terjerumus ke dalam jurang. Demikian juga dengan nafsu, jika ia tanpa
kendali, ia akan menjerumuskan manusia. Adapun rem untuk nafsu ialah
ajaran agama, sebab agama memberi petunjuk kepada kebaikan dan
kebermanfaatan serta memberi peringatan kepada hal-hal buruk yang dapat
menimbulkan kecelakaan. Lain halnya jika nafsu yang mengendalikan diri kita
ialah nafsu yang berpedoman pada al-quran dan hadits yaitu, nafsu
muthma‟innah. Nafsu ini membawa ketenangan bagi pemiliknya, sebab semua
dorongannya kearah yang menimbulkan kebaikan.
Nafsu memberikan pengaruh yang besar dan paling banyak untuk
seseorang melakukan sesuatu. Nafsu juga sebagai penyebab timbulnya
penyakit qalbu, karena nafsu menimbulkan sifat dan sikap yang buruk serta
mendorong manusia melakukan sesuatu yang dilarang agama dan norma-
norma yang berlaku. Jika kita dapat mengendalikan nafsu, maka kita dapat
terhindar dari perbuatan yang menimbulkan dosa. Nafsu yang baik akan
melahirkan akhlak yang baik, begitu pun sebaliknya nafsu yang buruk, maka
akan melahirkan akhlak yang buruk pula. Jiwa yang baik dikuasai oleh nafsu
yang baik, yang mengarah kepada kebaikan sesuai dengan ajaran agama. Jiwa
yang kotor dikuasai oleh nafsu yang buruk, yang mendorong melakukan
keburukan dan penyimpangan dari ajaran agama.
Nafsu yang buruk harus dikekang sehingga tidak tumbuh dan
berkembang. Dan, nafsu yang baik harus selalu dipupuk agar berkembang dan
menghasilkan kebajikan dalam hidup. Dorongan untuk mengabdi kepada
Allah Swt., berbakti kepada orang tua, menahan diri dari perbuatan maksiat
dan melakukan hal-hal kebaikan lainnya merupakan gejala-gejala nafsu baik
20
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub, h. 49-51.
50
yang mengendalikan diri. Mengendalikan nafsu berarti menahan dorongan
jiwa yang mengarah pada sesuatu yang dilarang agama.
Dorongan nafsu-nafsu itu ada tiga, yaitu nafsu muthma‟innah,
Lawwamah, dan Ammarah bis Suu‟. Nafsu muthma‟innah adalah nafsu yang
selalu mengikuti aturan-aturan Allah Swt., nafsu ini mendatangkan
ketenangan jiwa, karena ia telah mendapat bimbingan dan pemeliharaan yang
baik sehingga melahirkan perbuatan yang baik, ia dapat membentengi diri dari
serangan kejahatan dan kekejian, mendorong melakukan kebajikan dan
menghambat pekerjaan kejahatan. Untuk selalu berada dalam nafsu
muthma‟innah ini, harus mengikuti dan membiasakan berbuat baik agar
terhindar dari perbuatan yang mengotori qalbu.21
Manusia harus selalu berusaha agar nafsu baik yang mengendalikan
dirinya, dengan melatih diri secara tekun menjalankan ajaran agama,
meninggalkan segala larangan agama dan senantiasa selalu bertaubat. Karena,
dengan itulah jiwa menjadi tenang dan tenteram bahagia.
Adapun nafsu Lawwamah yaitu jiwa yang sudah mendapat terang
cahaya qalbu, sehingga terkadang menuruti kekuatan akal dan terkadang
membangkang, namun setelah membangkang ia merasakan penyesalan dan
kemudian mencela dirinya sendiri. Pada tingkatn ini, jiwa menjadi sumber
penyesalan, tempat bermula harsat nafsu, kelalaian dan ketamakan. Sedangkan
nafsu Ammarah bis Suu‟ (jiwa yang memerintah kepada keburukan) yakni
jiwa yang cenderung kepada tabiat badaniah, memerintah memenuhi
kesenangan-kesenangan dan syahwat yang dilarang agama, serta menarik
qalbu kepada hal-hal yang hina. Nafsu Ammarah bis Suu merupakan tempat
berbagai macam keburukan dan sumber akhlak tercela, seperti marah, dengki.
bakhil, dendam. Syahwat, tamak, dan sombong. Tingkatan ini merupakan
kondisi umum nafs manusia sebelum mujahadah.22
21
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah,
2007), h. 58-60. 22
Maulana Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili, Menerangi Qalbu Manusia Bumi,
Manusia Langit, Terj. dari Tanwir al-Qulub fi Mu‟amalah „Allam al-Ghuyub oleh M. Nur Ali,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2017), h. 286.
51
Ketiga nafsu tersebut saling bergantian menguasai diri kita. Seseorang
akan dihukumi dengan nafsu yang paling banyak dan sering menguasai
dirinya. Jika nafsu muthma'innah yang menguasai dirinya, maka ia akan
mendapatkan sifat terpuji sebabnya. Jika nafsu ammarah bis suu', maka ia
akan mendapatkan sifat tercela karena nya. Dan jika nafsu lawwamah yang
menguasai, maka ia akan berada di antara sifat terpuji dan sifat tercela
tergantung pada nafsu yang membuatnya dicela.
Perbuatan maksiat dan perbuatan keji yang di biarkan bertumpuk di
qalbu, disebabkan banyaknya nafsu syahwat. Sesungguhnya itu mencegah
bersih qalbu dan cahayanya, serta tercegahnya melihat kebenaran dikarenakan
gelap serta bertumpuknya kesalahan-kesalahan. Bertumpuknya kesalahan
menyebabkan tergoresnya qalbu dan bekasnya tidak dapat hilang. Cara
mencemerlangkan dan membersihkan qalbu ialah dengan menaati Allah Swt.,
dan berpaling dari tuntutan nafsu syahwat.23
Qalbu yang sakit, di dalamnya dipenuhi dengan penyakit yang
bersarang, seperti riya', hasad, dengki, sombong, tamak, hasrat ingin dipuji,
ghibah, dan penyakit qalbu yang lainnya. Orang yang qalbunya sakit, akan
sulit bersikap jujur kepada siapa pun yang memiliki kelebihan di atas dirinya,
dan ia pun sulit jujur kepada apapun yang tampak di depannya. Ketika
mendengar temannya mendapatkan rezeki, di dalam qalbunya akan timbul
perasaan resah dan gelisah yang berujung membenci teman nya itu. Ketika
melihat orang lain sukses, timbul penyakit iri dengki.
Qalbu yang mati ialah qalbu yang dikendalikan oleh hawa nafsu,
sehingga ia terhijab dari mengenal Allah Swt. qalbu yang mati merupakan
penyakit berbahaya yang terjadi disebabkan tingkah laku pemiliknya. Di
antara penyebab keras atau matinya qalbu ialah:
1. Ketergantungan qalbu kepada dunia dan melupakan akhirat
23
Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin, h.
ix.
52
Orang yang terlalu mencintai dunia melebihi akhirat nya, maka qalbunya
akan bergantung kepadanya, sehingga lambat laun keimanannya menjadi
lemah dan pada akhirnya akan merasa berat untuk menjalankan ibadah.
2. Lalai
Orang yang lalai ialah orang yang memiliki qalbu yang mati, tidak
mempan dengan berbagai nasihat, tidak mau lembut dan lunak. Seseorang
yang memilik qalbu yang mati atau keras bagaikan batu, dikarenakan ia
punya mata, namun tak mampu melihat kebaikan dan hakikat pas setiap
perkara.
Lalai merupakan penyakit yang berbahaya ketika sudah menjalar dan
bersarang di dalam qalbu. Karena akan berakibat anggota badan saling
bekerja sama dan saling mendukung untuk menutup pintu hidayah,
sehingga qalbu akhirnya akan menjadi mati dan terkunci.
3. Kawan yang buruk
Salah satu sebab terbesar yang mempengaruhi matinya qalbu dan jauhnya
seseorang dari Allah ialah kawan yang buruk. Seseorang yang hidupnya
di lingkungan yang banyak melakukan maksiat dan kemunkaran, lambat
laun akan terpengaruh dengan lingkungannya itu. Sebab, teman yang
buruk akan terus berusaha menjauhkannya dari keistiqomahan dan
menghalanginya dari mengingat Allah, menjalankan ibadah, dan
berakhlak mulia. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya
untuk.bergaul dengan orang-orang shalih.
4. Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran
Kemaksiatan apapun meskipun kecil, terkadang ia bisa memicu
kemaksiatan yang lain nya. Dosa merupakan penghalang seseorang untuk
sampai kepada Allah, dan penghalang menuju jalan yang lurus. Dengan
sebab itu, melemahlah kebesaran dan keagungan Allah di dalam
qalbunya, dan melemah pula jalan menuju Allah serta kampung akhirat.
5. Berpaling dari mengingat Allah
Kesibukan dalam urusan dan kenikmatan dunia yang fana menyebabkan
seseorang lalai dari mengingat Allah., mengingat sakaratul maut,
53
kematian, azab kubur dan seluruh perkara akhirat hilang dari ingatan dan
qalbunya. Memang tidak ada larangan yang membicarakan perkara
urusan dunia, namun yang jadi permasalahan ialah ketika seseorang
menghabiskan waktunya dan tenggelam dalam urusan dunia itu akan
menjadikan qalbunya mati, karena hilangnya qalbu dari mengingat Allah.
Hakikat orang yang seperti ini qalbunya sudah mati sebelum kematian
menjemputnya. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Perumpamaan orang
yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti
perumpamaan orang yang hidup dan yang mati”. (Muttafaq Alaih)
Orang yang qalbunya sakit, hari-harinya dipenuhi dengan
kesombongan terhadap Allah, ia sama sekali tidak mau beribadah kepada-
Nya, tidak menjalankan perintah-Nya dan melakukan yang tidak diridhai-
Nya, hati seperti ini selalu berjalan dengan hawa nafsu dan keinginannya,
meskipun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah, tetapi ia tidak peduli. Ia telah
berhamba kepada selain Allah. Jika ia mencintai sesuatu, ia mencintainya
karena nafsunya. Begitupun jika ia menolak sesuatu atau membenci sesuatu ia
membenci juga karena hawa nafsunya.
Qalbu yang sehat dan baik adalah qalbu yang hidup, bersih, penuh
ketaatan kepada Allah. Qalbunya terbebas dan selamat dari berbagai macam
sifat tercela, baik yang berkaitan dengan Allah, sesama manusia maupun
dengan makhluk Allah di alam semata ini. Dengan beriman kepada Allah,
cinta kepada ketaatan, dan membenci maksiat, melaksanakan segala yang
diperintah Allah dan menjauhi yang di larangnya, maka akan menambah
cahaya qalbu. Sebaliknya, dengan kekufuran dan maksiat akan menambah
gelapnya qalbu. Sehingga akan suka melakukan maksiat dan yang dibenci
Allah, serta tidak menaati yang Allah perintahkan.
Karenanya sangat penting bagi kita menjaga qalbu agar selalu
istiqomah berada dalam ridha dan petunjuk Allah. Karena hal-hal kecil
perbuatan maksiat yang kita lakukan, tanpa disadari telah menggerogoti
54
kekuatan qalbu yang merupakan sumber perilaku, sehingga qalbu kita sangat
sulit untuk menjadi sehat.24
Ujian dan cobaan dapat menampakkan perbedaan ketiga macam
qalbu. Qalbu yang mati dan qalbu yang sakit akan menampakkan sesuatu
yang tersembunyi seperti keraguan dan kekufuran. Sedangkan qalbu yang
sehat akan menampakkan sesuatu yang tersembunyi seperti keimanan,
petunjuk, dna menambah kecintaannya kepada Allah serta kebenciannya
terhadap kekufuran dan kesyirikan.25
Kesehatan tubuh seseorang hanya akan menjamin kebahagiaan di
dunia ini, sedangkan kesehatan jiwa akan menentukan kebahagiaannya di
dunia dan akhirat kelak. Begitu pun kematian jasad, akan memutusnya
dengan kehidupan alam dunia, tetapi kematian qalbu akan selalu dirasakan
sebagai suatu kepedihan dan ketersiksaan selama-lamanya.26
Sakitnya qalbu
merupakan kerusakan yang menimpanya, yang merusak pandangan dan
keinginannya terhadap suatu kebenaran. Ia tidak dapat melihat kebenaran
sebagai kebenaran, ia melihatnya sebagai sesuatu yang tidak sesuai dari
hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi
berkurang dan merusak keinginannya, sehingga ia membenci kebenaran yang
bermanfaat dan bahkan mencintai kebatilan yang membahayakan. Jika
diketahui demikian, maka diperlukan usaha untuk menjaganya agar tetap
hidup dan bening dengan memenuhi beberapa kebutuhan qalbu. Adapun yang
dibutuhkan qalbu dalam hal ini ialah:
1. Sesuatu yang dapat menjaganya agar tetap kuat, yaitu iman dan ketaatan.
2. Pemeliharaan dari gangguan yang membahayakan, yaitu dengan
menjauhi berbagai macam dosa, maksiat, dan hal-hal yang menyimpang.
24
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedia Manajemen
sHati, Terj. dari موسوعت فقه القلوب oleh Suharlan dan Agus Makmun, (Jakarta: Darus Sunnah, 2018),
h. vi-ix. 25
Ibid., h. 173. 26
Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.
65.
55
3. Menghilangkan sumber-sumber penyakit yang menimpa qalbu, yaitu
dengan taubatan nashuha dan meminta ampunan kepada Dzat Yang
Maha Mengampuni segala dosa.27
Allah Dzat Yang Maha Pengampun (al-Ghaffar) memberikan fasilitas
pengampunan atau pembersihan karat yang ada di qalbu akibat dari berbagai
dosa yang menyebabkan timbulnya noda hitam, dengan pintu kesempatan
bertaubat dan meminta ampun yang terus terbuka. Inilah nikmat besar yang
dianugerahkan Allah Swt. kepada hamba-Nya. Dengan bertaubat dan minta
ampun, Allah akan „menyemir‟ qalbunya hingga mengkilap kembali, ibarat
sepatu yang kotor dan bulukan. Itulah rahmat Allah Swt. yang menjadi bukti
betapa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang berdosa. 28
Qalbu merupakan potensi yang bisa melengkapi otak cerdas dan
badan kuat menjadi mulia, namun tidak semua orang mampu menjaga serta
mengembangkan potensi qalbu ini. Dengan qalbu yang hidup orang yang
Allah kasih kekurangan dalam hal fisik pun bisa menjadi mulia, begitupun
orang yang tidak begitu cerdas pun bisa menjadi mulia.29
Sedangkan dengan
kebeningan qalbu, ia selalu mampu menciptakan kedamaian dan
kebersamaan, baik untuk dirinya sendiri maupu untuk orang lain disekitarnya.
Menurut Abdullah Gymnastiar atau yang biasa dikenal dengan Aa
Gym, kebeningan qalbu di awali dengan pembersihan qalbu. Langkah
pertama yang dilakukan dalam ikhtiar pembersihan qalbu ialah dengan upaya
memahami diri sendiri dan orang lain. Tanpa adanya pemahaman dan
pengenalan yang mendalam, mustahil kita bisa terhindar dari kekotoran
qalbu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumber dari kiat mengelola
qalbu dalam hal ini manajemen qalbu ialah dengan pengenalan diri. Ketika
kita mampu mengendalikan perasaan (emosi) dengan begitu kita bisa
memahami siapa diri kita. Jadi, kita akan mampu mengendalikan diri kita
27
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib
Bawaan Arif Topan , h. 46. 28
Nurul H. Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul, (Jakarta: Alifia Books, 2018), h.
24-26. 29
Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), h. 28.
56
ketika kita mengenalnya secara mendalam. Namun, jika kita tidak mampu
mengendalikan30
diri, itu dikarenakan kita merasa asing dengan diri kita
sendiri. Kemudian, bisa saja terjadi suatu masa kita melakukan perbuatan
maksiat dan keji sedangkan kita sendiri tidak sadar melakukan hal tersebut.
Mengenal diri merupakan kunci mengenal Allah, sebagaimana Allah
berfirman:
لم أنو الق … سنريهم ءاياتنا ف األفاق وف أنفسهم حت ي تب ي
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami
di ufuk-ufuk dan di dalam diri-diri mereka sendiri, sehingga nyata
bagi mereka bahwa Al-Quran adalah yang benar…”. (QS. Al-
Fushshilat: 53)
Nabi Muhammad Saw. bersabda:
من عرف ن فسو ف قد عرف ربو
“Barangsiapa telah mengenal dirinya, maka benar-benar dia telah
mengenal Tuhannya.”
Tidak ada sesuatu yang lebih dekat dengan diri kita selain diri kita
sendiri. Maka ketika kita tidak mengenal diri kita, bagaimana mungkin
mengenal Allah Dzat Yang Maha Halus. Mengenali diri bukan sebatas
mengenal tubuh fisik kita, tetapi kita juga harus mengenali apa yang ada di
dalam bathin kita. Untuk mengenal diri kita, ketahuilah bahwa kita terdiri dari
dua hal, yang pertama qalbu, yang kedua ialah apa yang dinamakan jiwa dan
ruh.
Jiwa adalah qalbu. Ia laksana penerang, sekaligus ia merupakan
hakikat kita yang terdalam. Sebab jasad ialah permulaan dan ia akan rusak,
sedangkan jiwa adalah akhir dan ialah yang pertama dan disebut qalbu.
Hakikat qalbu itu dari alam ghaib, bukanlah dari alam syahadah. Alam
syahadah ini ialah segala sesuatu yang dapat kita lihat melalui mata lahir.
Semua anggota badan merupakan bala tentara atau prajuritnya. Ialah sang
raja. Ciri-cirinya ialah ma‟rifatullah dan musyahadah (menyaksikan)
30
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung: MQ Publishing,
2004), h. 1.
57
keelokan hadlirat Ilahi. Mengetahui hakikatnya serta mengenal sifat-sifatnya
merupakan kunci mengenal Allah.31
Dengan qalbulah apabila manusia
mengenalnya, niscaya ia akan mengenal dirinya. Dan ketika seorang hamba
telah mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya. Begitupun sebaliknya,
apabila seorang hamba tidak mengenal qalbunya, maka ia tidak mengenal
dirinya dan tidak mengenal Tuhannya.32
Jadi, kunci pemahaman diri terketak pada qalbu. Qalbu mampu
memperlihatkan secara jelas siapa diri kita dan bagaimana watak kita.
Kemudian untuk mengenal diri, kita mulai dari kedalaman diri kita sendiri
dalam hal ini dari kedalaman qalbu yang biasa dikenal dengan nurani, yaitu
dengan upaya introspeksi diri (muhasbah). Jadi, kita mampu mengenal diri
kita melalui satu proses pendalaman, bukan tiba-tiba mampu memahami diri
sendiri. Proses introspeksi diri dapat berjalan secara efektif apabila kita
mampu menata suasana qalbu. Kita harus yakin bahwa kitalah yang bisa
menolong diri kita sendiri dan tentunya ikhtiar ini hanya Allah yang berkuasa
menolong kita.
Kita adalah apa yang kita pikirkan, itulah ungkapan tentang
pengenalan dan potensi diri. Artinya ketika kita memikirkan bahwa diri kita
ini tidak berguna, maka ketidakbergunaan itulah yang akan tetap menjadi cap
diri kita. Mencermati potensi diri sama halnya mengenali diri kita.33
Upaya
memperbaiki diri akan efektif jika kita menggerakkan segenap potensi positif
dalam diri kita. Dengan syarat kita telah mengetahui adanya kelemahan pada
diri kita sendiri. Potensi untuk memperbaiki diri tersebut hanya bisa
digerakkan dengan niat yang tulus. Sebagaimana firman Allah:
روا مابأنفسهم ... ر مابقوم حت ي غي …إن اهلل الي غي
31
Al-Ghazali, Manajemen Hati Membuka Pintu Sa‟adah Menuju Makrifatullah , Terj.
dari Aja‟ib al-Qalb Kimya‟ al-Sa‟adah oleh A.Mustofa Bisri, Achmad Frenk, h. 42-45. 32
Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin
oleh Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h. ix. 33
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 2-3.
58
“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri
mereka sendiri..” (QS. Ar-Ra‟d: 11)34
Ayat ini menegaskan bahwa Allah hanya akan mengubah suatu kaum
jika ia berusaha untuk merubahnya. Dalam artinya, Allah hanya akan
membiarkan seseorang atau suatu kaum tetap dalam kondisi terburuk
sekalipun jika orang atau kaum itu tidak berniat dan berusaha untuk
berubah.35
Langkah kedua ialah upaya keras yang kita lakukan untuk mengenali
dan mengendalikan diri itu juga memerlukan tekad yang kuat. Tekad ini harus
dijaga agar tetap berkobar dan tidak padam. Tekad yang kuat inilah yang
nantinya menjadi jalan bagi kita untuk mulai membersihkan qalbu karena
masa antara mengenali dan mengendalikan diri kita adalah membersihkan
qalbu terlebih dahulu.
Kesuksesan dalam pendidikan akhlak berbasis manajemen qalbu ini
ialah bagimana kita secara istiqomah dapat selalu melakukan pembersihan
qalbu di sepanjang kehidupan. Kita harus selalu ingat bahwa kunci
keberhasilan agar dapat bertemu dengan Allah Swt. ialah kebersihan qalbu
atau qalbun saliim. Jadi, puncak kesuksesan bermuara pada kebersihan qalbu,
kemudian, sarana pembersihan qalbunya ialah tekad (niat) yang kuat. Kita
sebenarnya mampu mengubah diri kepada yang lebih baik, tekad itulah yang
menjadi kunci untuk menggerakkan sesuatu dan menjadi kunci terciptanya
sikap istiqomah dalam berperilaku.
Setelah kita mampu melakukan kunci pertama yaitu pembersihan
qalbu, kemudian kita berlanjut pada kunci ke dua yaitu “ilmu” memahami
diri. Kita bisa membersihkan qalbu apabila kita terus-menerus memperbaiki
keadaan diri kita yang dirasakan memiliki banyak kekurangan. Ilmu
memahami diri ini berbanding lurus dengan tekad. Semakin keras kita
melakukan upaya menelusuri siapa diri kita, semakin besar pula tekad kita
34
Departemen Agama, op. cit., h. 250. 35
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 6.
59
untuk memperbaiki diri, serta semakin besar pula kadar ilmu pemahaman diri
yang kita miliki.36
Langkah ketiga yaitu pengendalian diri. Pengendalian diri sifatnya
prioritas utama. Sebab kita tidak akan celaka, melainkan karena diri kita
sendiri. Bahkan, Rasulullah dalam hal ini menegaskan, bahwa jihad akbar
adalah jihad melawan diri sendiri. Namun, kita sering kali dibutakan dengan
hal-hal yang sifatnya lahiriah. Padahal, musuh-musuh lahiriah merupakan
bonus dari Allah agar menjadi ladang kita untuk berjihad. Musuh lahiriah
tersebut tidaklah lebih berbahaya daripada musuh tak terlihat yang berwujud
dalam diri kita.37
Perasaan atau diri itu diibaratkan kuda liar. Jika kita tidak mampu
menaklukkannya, kita akan terpanting dibuatnya. Ada berbagai macam
perasaan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang perlu kita kendalikan
agar kita tidak dibuat rugi olehnya. Dan yang pasti perasaan ini bersumber
dari dalam diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Perasaan ini jika tidak kita
kendalikan akan menggumpal menjadi amratul qulub (penyakit qalbu).
Berikut yang memerlukan pengendalian diri (self control) oleh kita yaitu:
1. Amarah
Rasa marah sebenarnya dapat dikontrol jika kita menyakini bahwa
hal tersebut tidak berguna sama sekali. Amarah memang suasana qalbu
yang paling sulit dikendalikan. Oleh sebab itu Allah Swt. dan Rasul-Nya
sudah memberi peringatan kepada kita tentang dampak negatif dari
marah. Rasulullah Saw. memberikan kita cara praktis untuk
mengendalikan amarah, dalam hadisnya.
“Jika seseorang di antara mu marah ketika sedang berdiri,
segeralah ia duduk. Jika kemarahan belum mereda, hendaklah ia
berbaring.” (HR. Abi Dzar)
Kata dan perilaku yang keji, yang dapat melukai orang lain
merupakan salah satu dampak negatif dari marah. Tentu perbuatan
36
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 12-15. 37
Ibid., h. 23-24.
60
seperti itu akan menghancurkan hubungan baik kita dengan siapa saja
dan dimana saja. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita harus bisa
mengendalikannya dengan sabar, diam, dan menenangkan diri
sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. Namun, ada kalanya kita
tidak bisa menahan amarah itu. Jika hal tersebut harus terjadi, kita bisa
mengontrolnya dengan memilih kata-kata yang tidak menyakitkan qalbu,
sederhanakan persoalannya jangan diperuncing, dan jangan terlalu lama
marahnya persingkat amarah serta yang terpenting pula jangan sampai
sungkan meminta maaf setelah marah.38
2. Ucapan
Mulutmu adalah harimau yang akan menerkam kepalamu. Pepatah
lama ini memberi maksud bahwa betapa berbahaya ucapan atau lisan
kita. Di antara bahaya lisan yaitu berbohong, menggunjing (ghibah),
mengumpat dan mengobrol yang tidak berguna. Rasulullah saw. bertanya
kepada sahabat, “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Para sahabat
terdiam, tidak menjawab. Kemudian Rasulullah bersabda, “Amal tersebut
adalah menjaga lisan.” (HR Imam Baihaqi dari Abu Juhfah)
Kebersihan lisan harus disertai dengan kebersihan qalbu. Tanpa
kebersihan qalbu, kita tidak akan bisa mengeluarkan kata-kata ataupun
kalimat-kalimat yang beisi dan berkualitas. Syeikh Ibnu Atha‟illah
mengatakan bahwa tiap lisan yang dikeluarkan pastilah membawa corak
bentuk qalbu yang mengeluarkannya.
Keluarnya caci maki, kebohongan, penghinaan, sumpah serapah,
dan kata-kata yang menyakitkan qalbu dapat dipastikan bersumber dari
qalbu yang kotor. Di dalam qalbu yang kotor selalu terselip keinginan
untuk mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, tidak bermakna, atau
hanya sekendar berkomentar yang tidak perlu. Untuk itu, kita perlu
berhati-hati dalam hal ucapan. Kita harus mempunyai kemampuan
menahan lisan dengan cara mempertimbangkan akibat-akibat yang
menyertainya. Lisan memang tidak melukai fisik, namun ia mampu
38
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 25-28.
61
melukai perasaan yang bisa membawa perkelahian fisik, dan terputusnya
silaturahmi.
Dalam manajemen qalbu ada yang namanya metode diam aktif.
Metode diam aktif memungkinkan kita menghemat kata-kata yang
berpeluang menimbulkan masalah dari apa yang kita ucapkan. Diam aktif
memungkinkan kita terhidar dari dosa, membuat otak kita selalu berpikir
dan qalbu tetap bersih sehingga kita tetap terjaga dalam ketenangan.
Diam aktif bisa menyiaratkan lebih berwibawa dan bijak karena kita
mampu menempatkan diri sebagai pendengar dan pemerhati yang baik.
Metode diam aktif ini akan berujung menghasilkan hikmah. Allah Swt.
akan membukakan gagasan yang cemerlang kepada kita, menampakkan
kekeliruan. Ini dapat dilihat pada ahli hikmah yang cenderung
memperbanyak zikir, diam dan bertafakur. Diam aktif ialah upaya
menghindari perkataan dusta, perkataan sia-sia, celetukan spotan yang
mungkin salah, pengumbaran kata yang berlebihan atau monoton,
pengungkapan keluh kesah yang membuat orang jengkel, penghindaran
dari riya dan ujub, penghindaran dari menyakiti qalbu , dan penghindaran
dari imej sok tau dan sok pintar.
3. Pandangan
Pandangan atau mata ibarat kamera yang bisa merekam setiap
objek dan kemudian tersimpan dalam memori otak. Pandangan lewat
mata tersebut merupakan virus yang dapat membuat kita terpengaruh
untuk kembali mengotori qalbu. Salah satu kekuatan yang diperlukan
oleh orang-orang yang istiqomah menjaga qalbunya ialah menundukkan
pandangan. Tundukkanlah pandangan terhadap sesuatu yang
menimbulkan nafsu syahwat dan kepada hal-hal yang menimbulkan
keinginan hampa.39
Pandangan atau mata merupakan salah satu alat indera yang sangat
efektif untuk menyimpan sesuatu kebaikan atau keburukan ke dalam
memori. Untuk itu, hindarkanlah pandangan kita dari sesuatu yang buruk
39
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 32-36.
62
agar tidak menjadi memori yang akan terus menerus mengotori qalbu.
Berdoalah kepada Allah Swt. agar Allah membelokkan pandangan kita
dari hal-hal yang mengotori qalbu.
Maulana Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Orang yang begitu
senang dan nikmat melihat dan menyebut-nyebut kebaikan orang
lain bagaikan hidup di sebuah taman yang indah. Ke sini anggrek,
ke sana melati. Pokoknya, kemana saja mata memandang, yang
tampak hanyalah bebungaan yang indah mekar dan harum
mewangi. Di mana-mana yang terlihat hanyalah keindahan.
Sebaliknya, orang yang gemar melihat aib dan kejelekan orang
lain, pikirannya hanya diselimuti dengan aneka keburukan
sementara hanya dikepung dengan prasangka-prasangka buruk.
Karena itu, kemana pun matanya melihat, yang tampak adalah
ular, kalajengking, duri dan sebagainya. Di mana saja ia berada
senantiasa tidak akan pernah dapat ternikmati indahnya hidup
ini.”40
4. Pendengaran
Pendengaran hampir setara fungsi dan dampaknya dengan
pandangan dalam hal membersihkan dan mengotori qalbu. Apabila kita
mendengar hal-hal yang tidak sepantasnya didengar, tidak
menyenangkan atau bahkan menyakitkan, itu membuat qalbu kita tidak
tenang dan penasaran untuk melontarkannya, serta dapat menimbulkan
dendam dan amarah yang mengotori qalbu kita. Sebaliknya, jika kita
mendengarkan lantunan al-Quran atau hal-hal yang baik, itu akan
menenteramkan qalbu kita.
Allah Swt. telah memberikan kita tuntunan yang baik. Pendengaran
menjadi salah satu media untuk kita membersihkan qalbu. Tutuplah
telinga kita ketika mendengar hal-hal yang tidak pantas didengar. Dan
bukalah telinga kita ketika mendengar lantunan ayat-ayat Allah, majelis
ilmu, nasihat para ulama dan semua hal-hal baik lainnya.41
Langkah keempat ialah pengembangan diri. Sering kali niat dan tekad
mengebu-gebu di dalam qalbu untuk mengubah diri. Kemudian, kita menjadi
pribadi yang kita idamkan selama ini. Namun, setelahnya kita tumbuh
40
Ibid., h. 39. 41
Ibid., h. 43-44.
63
terkadang justru tidak bisa berkembang. Hal ini disebabkan terganggunya
kekonsistenan niat dan tekad kita oleh hal-hal yang sebenarnya berasal dari
dalam diri kita sendiri.
Sebenarnya, tidak ada kata terlambat untuk mengembangkan diri,
karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik
dan ingin lebih baik. Yang dapat dikatakan terlambat mungkin ialah
kesadaran kita memahami bahwa diri kita ini sebenarnya bukanlah seseorang
yang menyenangkan atau bahkan mungkin seseorang yang rendah diri karena
tidak bisa mengembangkan potensi-potesni positif yang telah Allah tanamkan
di dalam diri kita.
Ketika kita berniat untuk mengembangkan diri, kita harus terlebih
dahulu mengenal diri dan membersihkan qalbu kita. Karena tanpa hal yang
demikian, upaya kita mengembangkan diri akan hanya menjadi teori yang
dalam artikel-artikel atau buku-buku. Karena yang akan tumbuh nantinya
hanya konsep pengembangan diri, tanpa berkembang dalam bentuk perilaku.
Pengembangan diri tetaplah bermula dari rumah “qalbu.”
Salah satu upaya mengembangkan diri setelah kita melewati proses
pengenalan diri dan pembersihan qalbu ialah membina kepercayaan diri. Sifat
sombong ialah sifat yang buruk dan tidak ada seorang pun yang
menyukainya. Namun, rendah diri (minder) pun tak kalah buruk dengan
kesombongan. Sebenarnya perasaan rendah diri akan menjadi sesuatu yang
berharga jika khusus dihadapkan kepada Allah Swt. Tiadalah artinya kita jika
dibandingkan dengan ke-Mahaperkasaan Allah Swt. kita tidak punya
pengetahuan apaun kecuali sangat sedikit, sedangkan Allah Mahatau meliputi
segenap yang ada. Jadi, sangatlah wajar jikia kita merasa rendah diri di
hadapan Allah Swt.
Yang sangat tidak wajar ialah jika kita merasa rendah diri di hadapan
orang lain. Di hadapan sesama manusia yang mana sama-sama diciptakan
oleh Allah dari tanah. Perasaan minder memang sangat berbahaya, karena
perilaku ini melahirkan beban yang sangat berat. Bahkan terkadang berujung
kepada keinginan yang fatal yaitu bunuh diri. Oleh karena itu, mari kita
64
mengevaluasi diri kita sebelum penyakit ini menyerang dan membuat usaha
kita berkembang menjadi sia-sia.42
Langkah kelima ialah makrifatullah. Makrifatullah atau kecondongan
diri kita kepada Allah merupakan langkah terakhir untuk mengupayakan
mengelola qalbu (manajemen qalbu). Qalbu yang bersih dan selalu terjaga
harus senantiasa berfokus kepada Allah. Dalam upaya pengenalan diri pada
langkah manajemen qalbu, kita harus mengiringi dengan upaya mengenal
Allah. Mutiara yang paling berharga dalam hidup ini ialah bisa mengenal
Allah, terlebih lagi apabila kita termasuk golongan yang dikasihi Allah Swt.
“Wahai anak Adam, Aku telah ciptakan kamu, maka kamu jangan
bermain-main. Aku jamin rezekimu, maka kamu jangan merasa capai.
Wahai anak Adam, carilah Aku, maka engkau akan menemui-Ku. Dan
jika engkau menemukan Aku, engkau akan dapat sesuatu Aku
mencintaimu, lebih dari segalanya.” (Hadits Qudsi)
Sesungguhnya Allah begitu amat dekat. Bahkan, lebih dekat dari urat
leher kita sendiri. Tetapi banyak tabir qalbu yang menjadi penghalang
masuknya nur ilahi. Itulah sebabnya kedekatan kita kepada Allah tidak terasa
sama sekali. Tahapan yang paling tinggi dalam pengenalan diri, pembersihan
qalbu, pengendalian dan pengembangan diri ialah jalan menuju ridha Allah.
Upayakan segala aktivitas yang kita lakukan semata-mata mencari ridha
Allah dan melakukan yang diridhai Allah, agar istiqomah pengolahan qalbu
tetap terjaga.43
Keberadaan Allah yang sangat dekat dengan kita menjadi sebuah
peringatan untuk selalu berhati-hati dalam melakukan segala perbuatan dan
perkataan. Berniat melakukan sesuatu yang kurang baik saja dijauhkan,
apalagi melakukan perbuatan jahat, bahkan berprasangka jelek pun kita akan
menjaga diri dari itu. Kejernihan qalbu muncul dari sebuah keyakinan bahwa
Allah mengetahui segala yang terlintas di qalbu kita dan mengawasi segala
gerak-gerik kita. Keyakinan seperti ini akan membuat keadaan kita selalu
damai, sekalipun kita berada di tempat yang sempit, tetapi tetap terasa luas.
42
Ibid., h. 98-100. 43
Ibid., h. 130-131.
65
Keadaan seperti ini pun akan otomatis membuat kita memiliki akhlak yang
baik.44
Qalbu merupakan amanah yang harus terus dijaga dengan sungguh-
sungguh. Kalau kita senantiasa berusaha menjaga kejernihan qalbu dan
mengelola qalbu agar tetap berada dalam qalbun salim, yang akan berefek
dalam hidup kita di antaranya ialah detak jantung normal, lisan enak
didengar, wajah cerah dan badan sehat. Bahkan lebih dari itu, kita akan
menjadi manusia yang menyenangkan.45
Hidupkanlah qalbu dengan semua jenis ketaatan dan kebaikan yang
merupakan makanan baginya. Makanan yang halal dan baik bagi qalbu ialah
zikrullah, tilawatil Qur‟an, istighfar, berdoa, bershalawat kepada Rasulullah
SAW, Qiyamullail, memperbanyak ibadah, memperbanyak ilmu dan lain-
lain.46
Zikir ialah upaya yang biasa dilakukan oleh orang-orang beriman dalam
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Menurut Al-Qusyairi zikir ialah
menenggelamkan ingatan pada penyaksian Yang Diingat, kemudian
menghanyutkannya dalam wujud Yang Diingat sehingga tidak ada lagi bekas
apa pun yang menyiksa dan teringat darimu.47
Imam Ibnu Qayyim
mengatakan bahwa, sesungguhnya zikir ialah makanan bagi qalbu dan roh,
apabila seorang hamba Allah Swt. kering dari siraman, maka jadilah ia
bagaikan tubuh yang terhalang dari memperoleh makanan. Zikir itu penting
bagi kita, karena ia bagaikan perlunya ikan terhadap air, itulah zikir menurut
Ibnu Taimiyah.48
Zikir merupakan ibadah yang menjadi bekal bagi seorang hamba yang
meniti jalan Allah Swt. selama dalam perjalanannya. Seperti halnya bekal
bagi seorang musafir. Jika bekalnya tipis dan ukuran makanannya sedikit,
maka kekuatannya akan melemah dan anggota badannya lungai, sehingga ia
44
Ibid., h. 138. 45
Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu, h. 30. 46
Muhammad Isa Selamat, op. cit., h. 65. 47
Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 181. 48
Muhammad Isa Selamat, loc. cit., h. 65.
66
harus balik kembali untuk mengambil bekal. Zikir itu ibarat pusatnya
pengisian bahan bakar untuk bekal dalam perjalanan. Zikir juga merupakan
senjata bagi orang mukmin di segala tempat dan kondisi, serta senjata dalam
menghadapi berbagai permasalahan. Dengan berzikir dapat menjauhkan
seorang mukmin dari barbagai penyakit, mengilangkan kesedihan dan
meringankan musibah yang menimpanya.
Zikir ialah surga yang dijadikan tempat pelarian bagi orang-orang yang
bertakwa ketika penjara dunia menghimpit mereka. Sebab berzikir kepada
Allah bagi mereka akan membangkitkan keceriaan di qalbu yang sedang
bersedih dan membuat jiwa seseorang yang sedang menderita (merana)
menjadi senang dan ridha (penuh suka cita). Zikir kepada Allah merupakan
ibadah qalbu yang paling penting, bahkan ia merupakan manifestasi
penghambaan qalbu dan lisan yang sah setiap waktu.49
Secara esensial, zikir ialah obat untuk jiwa dan ketenangan untuk qalbu
yang galau dan takut serta jiwa yang lemah dan”larut” dalam materi dan
syahwat. Ketika seseorang mengingat Tuhannya secara benar dan ikhlas,
qalbunya akan tumaninah dan jiwa pun akan tenteram.50
Allah Swt. berfiman:
...أالبذكر اهلل تطمئن القلوب
“…Ingatlah! Hanya dengan mengingat Allah qalbu menjadi
tentram.” (QS. Ar-Ra‟d [13]: 28)51
Zikir juga dapat menyucikan qalbu dari berbagai penyakit dan
mencuci jiwa dari berbagai kotorannya. Zikir mampu menurunkan keamanan,
ketumaninahan, keridhaan, dan ketenangan ke dalam jiwa. Zikir juga dapat
menghidupkan rasa optimis dan semangat cita-cita.52
Seseorang yang selalu
berzikir akan tuma‟ninah qalbunya dan akan damai batinnya. Qalbunya
senantiasa selalu ikhlas untuk Allah. takabur, riya, kedengkian, kehasudan,
kedendaman dan ketertipuan terampas darinya. Hal itu disebabkan zikir yang
49
Khalid Sayyid Rusyah, Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep Pendidikan
Islam, Terj. dari دة العبا لذة oleh Abdurrahim, (Jakarta: Carkrawala Publishing, 2009), h. 74-75. 50
Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 186. 51
Departemen Agama, op. cit., h. 252. 52
Rosleni Marliany, Asiyah, loc. cit., h. 188.
67
dilakukan olehnya kepada Allah menjadikan dirinya selalu berada dalam
keseimbangan. Sesungguhnya seseorang yang selalu berzikir hidup bersama
Allah. dengan zikirlah seseorang dapat menghadapi berbagai masalah dengan
kuat. Ia selalu bertawakal dan menyerahkannya kepada Allah segala
urusannya setelah ia berupaya dengan maksimal, memikirkan, dan
merenungkan segala sesuatu secara rasional.53
…ومن ي تق اهلل يعل لو من أمره يسرا
“…Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq:
4)54
Imam Ibnu Qayyim menyebutkan beberapa konsep pengobatan
berbagai macam penyakit qalbu, yaitu “Terkadang qalbu mengalami sakit,
sebagaimana halnya badan. Obatnya adalah tobat. Qalbu pun terkadang
buram, sebagaimana cermin. Cara membersihkannya ialah dengan zikir.
Qalbu terkadang telanjang, sebagaimana badan. Pakaiannya ialah takwa.
Sebagaimana badan, qalbu terkadang lapar dan dahaga. Makanan dan
minumannya ialah pengetahuan, mahabbah (cinta yang luhur tanpa syarat),
tawakal, inābah (kembali dari dosa-dosa kecil menuju cinta), dan khidmah
(mengabdi).
Sarana yang sangat penting untuk membantu seseorang dalam
menjadikan qalbunya sehat selamanya dan membeningkan qalbunya ialah
dengan menjauhi perkara-perkara syubhat dan haram. Ibnu Qayyim
menjelaskan pentingnya menjaga berbagai penyakit qalbu. Ia berkata, “Ketika
posisi qalbu terhadap seluruh anggota badan yang lainnya bagaikan raja yang
mempunyai kewenangan penuh untuk memerintah, sehingga seluruh tindakan
anggota badan itu muncul karena perintahnya serta dia dapat
menggunakannya untuk setiap perkara yang ia kehendaki, berusaha
sepenuhnya untuk menyehatkan dan meluruskannya ialah tindakan utama
yang harus dilakukan.
53
Ibid., h. 190. 54
Ibid., h. 558.
68
Seluruh hakikat perkara memantul pada qalbu, sebagaimana
memantulnya gambar pada cermin. Kekuatan qalbu mengetahui hakikat
seluruh perkara dan merespon citranya tergantung pada sifat qalbu. Hal ini
karena keterhijaban qalbu, dalam kadar tebal dan tipisnya, sesuai dengan
perkara yang mempengaruhinya, yakni indra, syahwat, maksiat, dan cinta
diri. Terbukanya berbagai hijab dari qalbu, seperti itulah kadar kemampuan
qalbu dalam mengetahui dan menyaksikan berbagai hakikat.55
Manusia yang bersih qalbunya akan menerima limpahan rahmat cinta
dan ridha Allah Swt. dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat kelak.
Kondisi qalbu yang bersih harus dipersiapkan atau harus dilatih sejak
menjalani kehidupan di dunia, sebagai syarat memasuki surga yang telah
dipersiapkan. Hanya orang beriman yang memiliki qalbu yang bersih dan
berhak memasuki surga-Nya Allah.56
Untuk meraih rahmat dan cinta-Nya Allah, di samping manusia harus
berupaya dengan sungguh-sungguh membersihkan qalbunya dari berbagai
macam penyakit, baik penyakit yang terberat keburukannya sampai penyakit
yang ringan. Manusia pun harus berusaha mengembangkan kasih sayang
kepada sesama manusia dan kepada semua makhluk ciptaan Allah, serta
mengembangkan cintanya kepada Allah dengan mengikuti dan meneladani
semua ajaran yang Rasullah ajarkan dalam kehidupannya sehari-hari.57
55
Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 62-63. 56
Rif‟at Syauqi Nawawi, Pribadi Qur‟ani, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 231. 57
ibid., h. 237-238.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini
akan dikemukakan sebagai berikut:
1. Perbaikan akhlak harus diawali dengan perbaikan batin dalam hal ini
qalbu. Dalam hal memanaj qalbu dapat dilakukan dengan senantiasa
memaksakan diri melakukan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi
perkara-perkara syubhat, haram, segala macam dosa, maksiat, dan
berusaha menghilangkan penyakit-penyakit qalbu dengan taubatan
nashuha.
2. Hadirkan Allah dalam setiap aktivitas apapun dan lakukan aktivitas itu
semata-mata mencari ridha Allah. Timbulkan selalu keyakinan bahwa
Allah Maha Mengetahui segalanya, termasuk apa yang terlintas di dalam
qalbu kita.
3. Yakin pada ketetapan Allah yang Maha Mengatur dan Mahakuasa atas
segala sesuatu.
Memanaj selalu qalbu agar potensi positif dari qalbu itu menang,
dengan menjaga panca indera, supaya data yang masuk ke dalam akal itu data
yang positif sehingga membentuk qalbu yang positif dan diiringi dengan nafsu
muthmainnah maka dengan izin Allah dan tekad yang kuat dalam
menjalankan manajemen qalbu akan melahirkan akhlak yang baik, jiwa yang
bermanfaat untuk orang lain, dan mampu mengaplikasikan ajaran agama Islam
dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu mengoreksi dan memperbaiki diri.
70
B. Saran
Adapun saran penulis untuk berbagai pihak dalam penelitian ini adalah
1. Bagi para pelajar, hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat
potensi yang begitu banyak, salah satunya qalbu yang seharusnya di kelola
agar terus bersih sehingga melahirkan akhlak mulia.
2. Bagi lembaga pendidikan sebagai tempatnya belajar, hendaknya
menerapkan peraturan yang berisi pendidikan akhlak, agar para civitas
akademika di dalamnya dapat berakhlak mulia.
3. Bagi pemerintah, hendaknya mampu menerapkan peraturan yang di dalam
nya terdapat hukuman dengan tidak memutuskan sepihak, tetapi harus
didasari dengan ajaran Islam yang mengendepankan keadilan dan
membuat aturan dengan qalbu yang bersih.
4. Bagi masyarakat yang di dalamnya terdiri dari berbagai kalangan,
seharusnya mampu menjadikan lingkungan tersebut baik dalam segala hal,
dan mampu menjalankan perannya masing-masing dengan akhlak mulia
yang di dasari dengan manajemen qalbu.
5. Bagi para pembaca, hendaknya selalu menghadirkan Allah dalam situasi
dan kondisi apapun dan menyadai bahwa Allah selalu mengawasi kita
semua setiap saat dan setiap waktu, dengan menyadari hal tersebut
sehingga dapat membuat kita selalu ingat Allah dan selalu melakukan hal-
hal yang diridhai Allah.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspeketif Al-Qur’an. Jakarta:
Amzah, 2007, Cet. 1.
Abdul Rahman, Abu al-Aly Muhammad bin Abdul Rahim. Tuhfah Al-Ahwaady
syarh jaami‟u Al-Turmudzy. Amman: Bait Al-Afkar al-Dawlawiyyah, tt.
Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2016.
Alamsyah, Anas Amin. Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan
Saintifik Berbasis Manajemen Qalbu. PROGRESSA Journal of Islamic
Religious Instruction. Volume1, No. 2, Agustus 2017.
Al-Ghazali, Imam. Keajaiban Hati. Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011.
Al-Ghazali. Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama. Terj. dari Ihya’
’Ulumiddin oleh Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta: Republika Penerbit,
2012.
__________. Manajemen Hati Membuka Pintu Sa’adah Menuju Makrifatullah.
Terj. dari Aja’ib al-Qalb Kimya’ al-Sa’adah oleh A.Mustofa Bisri,
Achmad Frenk, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Keajaiban Hati. Terj. dari Risalatu fi Amradul Qulubi
oleh Fadhlli Bahri, Jakarta: Pustaka Azzam, 1999.
__________. Klinik Penyakit Hati. Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib Bawaan Arif
Topan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018.
Al-Kurdi al-Irbili, Maulana Syaikh Muhammad Amin. Menerangi Qalbu Manusia
Bumi, Manusia Langit. Terj. dari Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah, Allam
al-Ghuyub oleh M. Nur Ali, Bandung: Pustaka Hidayah, 2017.
Al-Mansor, Ansory. Jalan Kebahagiaan yang Diridhai. Jakarta: Rajagrafindo, tt
At-Tuwaijiri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. Ensiklopedia
Manajemen Hati. Terj. dari القلوب فقه موسوعت oleh Suharlan dan Agus
Makmun, Jakarta: Darus Sunnah, 2018.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah, 2016.
72
Amini. Ibrahim, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” Para Pesuluk. Terj. dari Khud
Sȃzi: Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs oleh Ahmad Subandi dan Muhammad
Ilyas. Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta Rineka Cipta, 2007.
__________. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2013.
Daradjat, Zakiah. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama, 1995.
Departemen, Agama. Qur’an Tajwid. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006.
Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Frager, Robert. Hati, Diri, & Jiwa Psikologi Sufi untuk Trasformasi. Terj. dari
Heart, Self, & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and
Harmony oleh Hasmiyah Rauf, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002.
Gymnastiar, Abdullah. Jagalah Hati MQ for Beginners. Bandung: MQ
Publishing, 2004.
__________. Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu. Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
__________. Refleksi Manajemen Qalbu. Bandung: MQ Publishing, 2003.
Hadi, Syaiful. “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qalbu Dalam
Pembentukan Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di SMK Alam Kendal,
Dan SMK Askhabul Kahfi Semarang) Tahun Pelajaran 2016/2017”. Tesis
pada IAIN Salatiga, 2017.
Hafidnuddin, Didin. Membentuk Pribadi Qurani. Jakarta: Harakah, 2002.
Hasanudin. Manajemen Dakwah. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.Mumtahanah,
Nurotun. Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu. Al
Hikmah. Volume 1, Nomor 2, September 2011.
Hidayati, Heny Narendrany. Pengkuran Akhlakul Karimah Mahasiswa.
Diterbitkan atas kerjasama UIN Press dan Center for Quality Development
and Assurance-Lembaga Peningkatan dan Jaminan Mutu, UIN Syarief
Hidayatullah Jakarta, 2009.
73
Ibrahim Al-Bukhari, Abi Abdullah Bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-
fikr, 625 H. Jilid 1-3.
Karzon, Anas Ahmad. Tazkiyatun Nafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa
Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah di atas Manhaj Salafus Shaalih. Terj.
dari Minhaj Islami fii Tazkiyatun Nafs oleh Emiel Threeska, Jakarta:
Akbar Media, 2016.
Kementerian, Agama RI. Spiritual dan Akhlak (Tafsir Al-Qur’an Tematik).
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010.
Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013.
Maarif, Nurul H. Menjadi Mukmin Kualitas Unggul. Jakarta: Alifia Books, 2018.
Kristiawan, Muhammad. dkk. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish,
2017.
Mahmud. dkk. Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga sebuah panduan
lengkap bagi para guru, orang tua, dan calon, Jakarta: Akademia
Permata, 2013.
Marliany, Rosleni., dan Asiyah. Psikologi Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia,
2015.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Arab-IndonesiaI. Surbaya: Pustaka
Progressif:1997, Cet. Ke-14,
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997.
__________. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
__________. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikam Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2003.
Nurhayati. Akhlak dan Hubungannya dengan Aqidah dalam Islam. Jurnal
Mudarrisuna: Vol. 4, No. 2 Juli-Desember 2014.
Ramayulis, Jalaluddin., dan Maryulis, Syamsudin. Pendidikan Islam dalam
Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mukmin, 1987.
74
Rusyah, Khalid Sayyid. Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep
Pendidikan Islam. Terj. dari لذة العبا دة oleh Abdurrahim, Jakarta:
Carkrawala Publishing, 2009.
Selamat, Muhammad Isa. Penawar Jiwa dan Pikiran. Jakarta: Kalam Mulia,
2005.
Shodiq, Akhmad. Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI. Tahzib:
Jurnal Pendidikan Agama Islam. Volume III, No 1, Januari 2009.
__________. Prophetic Character Building Tema Pokok Pendidikan Akhlak
Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Kencana, 2018.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2016.
Suparlan. Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur’an Melejitkan
Hati Membentuk Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Suralaga, Fadhilah dkk. Psikologi Pendidikkan Dalam Persperktif Islam. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2005.
Tebba, Sudirman. Sehat Lahir Batin Hanbook Bagi Pendamba Kesehatan
Holistik. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I ayat
(1) diakses dari http://kelembagaan.ristekdikti.go pada 19 Maret 2019
pukul 23:45.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Zainal, Veithzal Rivai. Manajemen Akhlak: Menuju Akhlak Alquran, Jakarta:
Selemba Diniyah, 2018.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
top related