pendidikan akhlak berbasis manajemen...

91
PENDIDIKAN AKHLAK BERBASIS MANAJEMEN QALBU SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Kamalia Istifadati NIM. 11150110000074 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H

Upload: others

Post on 06-Apr-2020

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN AKHLAK BERBASIS MANAJEMEN QALBU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Kamalia Istifadati

NIM. 11150110000074

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1441 H

i

ABSTRAK

Kamalia Istifadati (NIM. 11150110000074). Pendidikan Akhlak Berbasis

Manajemen Qalbu. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini memfokuskan pada tema pendidikan akhlak yang

berupaya memajukan tujuan suci Islam, yakni membentuk akhlak yang baik

dalam hal ini dengan manajemen qalbu.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

penelitian kualitatif, termasuk dalam jenis penelitian riset kepustakaan (library

research) yang bersifat deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan objek

penelitian dengan lebih menekankan pada kekuatan data analisis dari berbagai

sumber-sumber, dan bahan-bahan yang mendukung penelitian ini. Sehingga dapat

menjadi kesimpulan untuk menjawab perumusan masalah.

Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimana manajemen

qalbu dapat dijadikan sebagai basis pendidikan akhlak? Berdasarkan analisis

penulis, hasil dari peneilitian ini disebutkan bahwa cara menjadikan manajemen

qolbu sebagai basis pendidikan akhlak di antaranya: 1) Melakukan perbaikan

batin dengan senantiasa melakukan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan

yang Allah larang serta taubatan nashuha; 2) Selalu menghadirkan Allah di setiap

melakukan aktivitas apapun; 3) Yakin pada segala ketetapan Allah.

Kata Kunci: Pendidikan Akhlak, Manajemen Qalbu

ii

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم الم عليكم ورحمة اهلل وب ركاته الس

الم على أشرف األنبياء والمرسلين سيدنا الحمد هلل رب العالمين، والصالة والسد وعلى اله واصحبه أجمعين. أما ب عد محم

Segala puji bagi Allah SWT., yang senantiasa memberikan limpahan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu”. Shalawat dan

salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah

menuntun manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Skripsi

ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan (S.Pd).

Dalam proses penyusunan skripsi dan belajar di Jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, penulis banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, oleh karena

itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abdul Haris, M.Ag, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. selaku Dosen Penasihat Akademik dan sekretaris

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

iii

5. Dr. Dimyati, M.Ag, sebagai Dosen Pembimbing yang tidak bosannya

memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat yang sangat

bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ayahanda H. Syamsul Bahri dan Ibunda Ummi Hanni, Kakanda Ahmad

Aulana, serta kedua Adik Siti Chaerani dan Elfa Syahrina yang selalu

memberikan semangat, doa yang tidak pernah berhenti, kasih sayang yang

tidak pernah terkira serta motivasi yang begitu besar. Semoga Allah selalu

melindungi, membalas kebaikan, cinta dan kasih sayang kepada penulis.

7. Rahmi Fathiyas Syah, Vica Tanzia Farsyam, Dina Aryani, tiga sahabat

yang selalu menemani, memberikan semangat dan membantu sejak

semester awal hingga kini. Terima kasih telah menemani dan mewarnai

selama ini.

8. Nurafifah Astria, Siti Amalia Fathan, Emilia, yang selalu memberikan

semangat, masukan serta doa kepada penulis.

9. Teman-teman kosan, Nabilah Al-haramain (Bilah), Mahfidhatul Khasanah

(Fidha), Laili Nur Qomariyah (Ella), Dewi Hartika (Dewi), terima kasih telah

menemani dan membantu sejak awal berada di Ciputat hingga kini. Semoga

Allah selalu memudahkan urusan teman-teman.

10. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas C (APACHE)

2015 yang telah menemani saya dari awal perkuliahan hingga saat ini yang

selalu memberikan dukungan kepada saya.

11. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis

ucapkan terima kasih atas dukungan, doa, dan bantuannya. Semoga semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan

dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, 08 Januari 2020

Penulis

Kamalia Istifadati

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A.Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................... 6

D.Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ........................................................... 7

BAB II PENDAHULUAN ...................................................................................... 8

A.Pendidikan Akhlak ....................................................................................... 8

1.Pengertian Pendidikan Akhlak .............................................................. 8

2.Prinsip Dasar Akhlak ........................................................................... 11

3.Ruang Lingkup Akhlak ........................................................................ 13

4.Karakter Akhlak Islam ......................................................................... 15

5.Tujuan Pendidikan Akhlak .................................................................. 16

B. Manajemen Qalbu ...................................................................................... 18

1.Pengertian Manajemen Qalbu .............................................................. 18

2.Jenis-Jenis Qalbu ................................................................................. 20

3.Penyakit Qalbu ..................................................................................... 23

4.Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 37

iv

A. Objek dan Waktu Penelitian ................................................................................. 37

B. Metode dan Jenis Penelitian .................................................................................. 37

C. Fokus Penelitian .................................................................................................... 38

D. Prosedur Penelitian ............................................................................................... 38

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 41

A. Manajemen Qalbu Merupakan Basis Pendidikan Akhlak .................................... 41

B. Langkah-langkah Manajemen Qalbu .................................................................... 48

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 69

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 69

B. Saran ..................................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 71

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zaman era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan dibidang

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berkembangnya IPTEK yang

mengagumkan membuat manusia tertarik untuk ikut berkecimpung dan

tenggelam di dalamnya. Manusia dihadapkan pada perubahan yang begitu

cepat dalam berbagai dimensi kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, yang setiap saat menawarkan sesuatu yang lebih

baru, dan lebih canggih. Setiap orang berusaha memanfaatkan kemajuan iptek

tersebut, tetapi banyak pula di antara mereka yang tak mampu memilih dan

menentukan, mana yang baik dan mana yang buruk. Semua itu dikemas

dalam kemasan yang istimewa, yang sulit diketahui isinya dari luar.1

Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi harkat

martabat manusia karena mayoritas penduduknya muslim. Namun akibat dari

globalisasi membuat nilai-nilai tersebut lama kelamaan terkikis. Akhlak di

kalangan masyarakat luas terkikis dan moral pun menipis menggerogoti dari

generasi ke generasi. Gejala tersebut tampak dikalangan remaja, bahkan

terlihat juga pada orang tua yang mengabaikan akhlak terpuji dalam

pergaulan sehingga tidak terciptanya masyarakat yang beradab.2 Bagi mereka

yang tak mampu memilih dan menentukan yang baik dan buruk dari

penggunaan teknologi akan berdampak pada akhlaknya. Berdasarkan

kenyataan yang ada di masyarakat banyak dari usia anak-anak sampai dewasa

awal yang terjerumus dalam dampak negatif dari penggunaan teknologi

tersebut. Kejadian seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat

yang kurangnya pendidikan agama dalam keluarga dan kurangnya kontroldari

para orang tua dan lingkungan serta kurangnya kegiatan yang menyenangkan

1 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1995), h. 51.

2 Syaiful Hadi, “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qolbu Dalam Pembentukan

Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di SMK Alam Kendal, Dan SMK Askhabul Kahfi Semarang)

Tahun Pelajaran 2016/2017”, Tesis pada IAIN Salatiga, 2017, h. 7.

2

namun tetap positif. Banyak dari anak-anak sampai dewasa awal yang masih

berkeliaran di luar rumah pada tengah malam. Berkumpul dengan teman-

temannya dengan handphone dan rokok di tangan mereka, berduaan dengan

lawan jenis, mencuri, membangkang kepada orang tua bahkan sampai ada

yang berani membohongi orang tuanya. Fenomena ini salah satu dampak

teknologi di era globalisasi yang biasa disebut dengan krisis akhlak.

Semakin maraknya krisis akhlak yang terjadi di kalangan

masyarakat dan fenomena ini menjadi informasi yang sering kita saksikan

karena selalu mewarnai media masa. Seperti tawuran yang terjadi di antara

pelajar maupun di antara masyarakat, pembunuhan, pemerkosaan,

pembantaian, mabuk-mabukan, penggunaan narkotika, suap menyuap dan

tindakan kriminal lainnya. Itulah beberapa contoh krisis akhlak yang terjadi di

lingkungan masyarakat bangsa kita.3 Masalah akhlak sering dianggap sepele

dan tidak menentukan, meskipun pada kenyataannya fakta krisis akhlak saat

ini sangat memperihatinkan. Segala keburukan terus dipertontonkan dalam

media yang sangat mudah diakses. Dunia pendidikan dipandang kehilangan

jawaban ketika melihat para peserta didik mereka masih banyak melakukan

penyimpangan-penyimpangan.4

Krisis akhlak bukan hanya terjadi di kalangan pelajar, di kalangan

masyarakat luas pun telah terjadi krisis akhlak jauh lebih dahulu terjadi.

Krisis akhlak di kalangan masyarakat atas terlihat dengan banyaknya

penyelewengan, penindasan, saling menjegal, adu domba, fitnah, menjilat,

dan sebagainya yang mereka lakukan. Sedangkan krisis akhlak di kalangan

masyarakat umum sering terlihat dari sikap mereka yang mudah merampas

hak orang lain (menjarah), main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa

merasa bersalah, mudah terpancing emosinya, dan lain sebagainya. Krisis

akhlak menjadi pangkal penyebab krisis dalam berbagai bidang kehidupan.5

3 Nurotun Mumtahanah, Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qolbu, Al

Hikmah, Volume 1, Nomor 2, September 2011, h. 122. 4 Akhmad Shodiq, Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI, Tahzib: Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Volume III, No 1, Januari 2009, h. 29. 5 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikam Islam di

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 228.

3

Krisis Akhlak terjadi karena ketidakmampuan seseorang mengelola

qalbunya sehingga melahirkan akhlak yang buruk. Akhlak yang buruk berasal

dari penyakit qalbu seperti ujub, iri hati, sombong, dengki, munafik,

berprasangka buruk, hasud, dan berbagai penyakit-penyakit qalbu lainnya.

Akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik

bagi orang lain di sekitarnya, lingkungannya, bahkan bagi dirinya sendiri.

Misalnya, kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia

mengakibatkan kehancuran di bumi ini.6 Allah berfirman:

ا لعلهم ي رجعون ظهر الفساد ف الب ر والبحر با كسبت ايدى الناس ليذي قهم ب عض الذي عملو

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka

merasakan sebagaian dari (akibat) perbuatan mereka, agar

mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)7

Tidak sedikit dampak negatif tersebut terjadi pada sikap hidup dan

perilakunya. Berbagai macam dampak itu tidak hanya menjangkit manusia

sebagai makhluk beragama, tetapi juga sebagai makhluk individual dan

sosial. Dampak negatif lain yang paling berbahaya ialah dengan adanya

kecenderungan menganggap bahwa sumber kebahagiaan hidup satu-satunya

adalah faktor materi. Manusia terlampau disibukkan dan serius dalam

mengejar materi, tanpa menghiraukan ajaran-ajaran agama, yang sebenarnya

berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak. Apabila manusia

meninggalkan ajaran agama, maka akan mudah terjerumus kedalam berbagai

tindakan penyelewengan, sehingga kerusakan akhlak menjadi akibat yang

tidak dapat dihindarkan.8 Menurut Ki Bagus Hadikusumo, dengan agamalah

krisis akhlak dapat diatasi. Seseorang yang senantiasa berpedoman pada

agama tidak akan menjalankan suatu kebijakan politik yang hanya akan

menimbulkan krisis akhlak. Akhlak ialah perbuatan yang baik dan Islami.

Jadi, salah satu kunci untuk memajukan tujuan suci Islam dalam suatu

6 Veithzal Rivai Zainal, Faisar Ananda Arfa, Yulina Putry, Manajemen Akhlak: Menuju

Akhlak Alquran, (Jakarta: Selemba Diniyah, 2018), h. 33. 7 Departemen Agama, Qur’an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), h. 408.

8 Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 78.

4

masyarakat Islam adalah akhlak yang baik.9 Akhlak Islam bersifat

mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia,

dan mengobati penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak

yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10

Puncak derajat kemanusiaan seseorang dinilai dari kualitas

akhlaknya. Maka tak heran jika kualitas keimananpun di ukur dari akhlak.

Karena keimanan tumbuh dan bersemayam di dalam qalbu, tapi di dalam

qalbu pula tumbuhnya kefakiran, kemungkaran, penyelewengan dan sifat-

sifat dengki manusia. Oleh sebab itu keimanan dan ketaqwaan manusia tidak

hanya diukur dan dilihat dari sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi

harus sampai kepada pusat iman, yaitu qalbu.11

Rasulullah SAW. bersabda:

سدت فسد السد كله أل أل وإن ف السد مضغة إذا صلحت صلح السد كله وإذا ف

وهي القلب

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat

segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik.

Jika ia rusak, maka seluruh tubuh juga menjadi rusak. Ketahuilah

(segumpal daging) itu ialah qalbu..” (HR. Al-Bukhari).12

Qalbu memiliki beberapa kemungkinan. Ia ibarat cermin yang

mampu menyerap dan memantulkan setiap bayangan yang datang kepadanya.

Maka berbagai pengaruh, objek akan masuk ke dalam qalbu, dan membekas

di dalamnya. Pengaruh dan objek tersebut masuk melalui dua cara yakni,

dengan sarana lahir yaitu panca indera, atau melalui sarana batin, yaitu

khayalan, syahwat, amarah, akhlak yang terbentuk secara fitrawi.13

Menurut

9 Anas Amin Alamsyah, Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan Saintifik

Berbasis Manajemen Qolbu, PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction, Volume1,

No. 2, Agustus 2017, h.66. 10

Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2013), h. 130. 11

Nurotun Mumtahanah, op.cit., h. 122-123. 12

Abi Abdullah bin Ismail Ibrahim Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikr,

625 H) Jilid 1-3, h. 16. 13

Nurotun Mumtahanah , op. cit., h. 123.

5

Al-Ghazali, perilaku manusia ditentukan oleh qalbu. Qalbu bagaikan raja

yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik akal, nafs, mata,

telinga dan tubuh manusia.14

Semua anggota tubuh harus melaksanakan

perintah yang datang darinya. Qalbulah yang bertanggung jawab atas semua

pergerakan tubuh.15

Dengan demikian, kesengsaraan dan kebahagiaan

manusia tergantung bagaimana keadaan qalbunya. Dalam al-quran dan hadits

dapat disimpulkan bahwa sebagaimana tubuh manusia yang terkadang sakit

dan terkadang sehat, begitupun qalbu manusia terkadang sakit dan terkadang

sehat.16

Setiap perilaku manusia adalah pancaran dari qalbunya.

Seumpamanya sebuah teko, ia hanya akan mengeluarkan isi yang ada di

dalamnya, jika di dalamnya air kopi, maka yang keluar juga air kopi. Bila

yang di dalamnya air teh, maka yang keluar juga air teh, begitu seterusnya.

Dan begitu pula dengan perilaku manusia adalah cerminan qalbu yang

sesungguhnya. Pikiran yang positif, tindakan yang benar dan ucapan yang

santun, hanya akan lahir dari qalbu yang bersih dan sehat. Sebaliknya pikiran

yang selalu negatif, tindakan yang cenderung salah dan selalu menyalahkan

orang lain serta ucapan yang kotor hanya akan lahir dari qalbu yang

berpenyakit, kotor, bahkan cenderung mati.17

Akhlak manusia sangat

ditentukan bagaimana qalbunya, apabila ia mampu memanaj qalbunya dengan

baik maka akhlaknya pun akan baik, namun sebaliknya apabila ia tidak

mampu memanaj qalbunya dengan baik, ia terus mengikuti hawa nafsunya

maka akhlaknya sudah dapat dipastikan buruk.

Kebaikan dalam seseorang dapat dilihat secara kasat mata melalui

jasad dan akal. Potensi qalbu yang sebenarnya menggerakkan potensi jasad

dan akal yang lahiriah tersebut. Jadi, qalbu yang bersih akan menampakkan

14

Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur’an Melejitkan Hati

Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7. 15

Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.

51. 16

Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” Para Pesuluk, Terj. dari Khud Sȃzi:

Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs oleh Ahmad Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center

Jakarta, 2002), h. 36. 17

Didin Hafidnuddin, Membentuk Pribadi Qurani, (Jakarta: Harakah, 2002), h. 233.

6

pikiran dan fisik yang bersih pula. Jasad dan akal hanya akan menuju pada

suatu kebaikan apabila dikendalikan oleh qalbu yang bersih. Qalbu yang

bersih itu yang membuat perbuatan kita menjadi bernilai dan berkualitas.18

Oleh karena itu, tidak heran jika masyarakat dari kalangan anak-

anak hingga dewasa muslim saat ini menderita kelemahan menghadapi

berbagai godaan syahwat, kelalaian atas dirinya, kekuatan daya tarik dunia

dan dominasi materi pada dirinya. Ini semua disebabkan karena mereka tidak

memperhatikan kesucian qalbu dan tidak berusaha mensucikan dirinya serta

ketidakmampuannya dalam memanaj qalbunya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membahas hal

tersebut dalam penelitian yang berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis

Manajemen Qalbu”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Krisis Akhlak di masyarakat

2. Kurangnya pendidikan agama dalam keluarga

3. Kurangnya kontrol orang tua terhadap pergaulan anak

4. Ketidakmampuan memanaj qalbu

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok

masalah, maka penulis membatasi permasalahan Pendidikan Akhlak

Berbasis Manajemen Qalbu dibidang memanaj Qalbu yang sakit dan mati.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini

adalah: “Bagaimana Manajemen Qalbu dapat dijadikan sebagai dasar

Pendidikan Akhlak?”

18 Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung” MQ Publishing,

2004), h. 7.

7

D. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk menjelaskan Manajemen Qalbu sebagai basis Pendidikan

Akhlak.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis, dapat menambah khazanah atau wawasan pemikiran

tentang Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu.

b. Bagi civitas akademik, untuk memperluas khazanah dalam dunia

pendidikan, terutama dalam bidang Pendidikan Akhlak dan Manajemen

Qalbu.

c. Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan literatur dan sumber

referensi tentang Pendidikan Akhlak dan Manajemen Qalbu

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan yang dibutuhkan

oleh manusia. Karena pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk

meningkatkan potensi manusia. Melalui pendidikan terjalinlah

keseimbangan antara kehidupan individu dengan masyarakat, kehidupan

dunia dan bekal untuk akhirat, untuk itu sangat penting pendidikan bagi

setiap manusia.1

Pengertian pendidikan menurut Redja Mudyahardjo terbagi menjadi

tiga, yaitu arti pendidikan secara luas, sempit dan arti pendidikan

alternatif. Pertama arti pendidikan secara luas ialah semua kegiatan,

kondisi dan situasi yang dialami individu dan semua itu mempengaruhi

perkembangannya. Arti pendidikan secara luas ini bisa terjadi kapan saja

dan dimana saja dalam lingkungan hidup individu dan terjadi seumur

hidup. Pendidikan dalam arti luas ini berorientasi kepada peserta didik.

Kedua, pendidikan dalam arti sempit ialah pengajaran yang terjadi

pada lembaga formal, yakni sekolah. Pendidikan dalam arti sempit ini

mengusahakan agar peserta didik memiliki kemampuan yang dibutuhkan

dirinya sendiri di masa sekarang maupun masa depan dan yang diharapkan

masyarakat dengan kemampuan yang utuh.2 Ketiga arti pendidikan

alternatif ialah pendidikan yang dilakukan dengan sengaja oleh keluarga,

masyarakat dan pemerintah dalam bentuk kegiatan, bimbingan atau latihan

langsung dan dilakukan sepanjang hayat baik di sekolah maupun di

lingkungan. Dengan dilakukan pendidikan dalam arti alternatif ini

1 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011), h. 5. 2 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2016), h. 36-37.

9

diharapkan seseorang dapat menjadi warga masyarakat yang bisa

memainkan perananya di masa sekarang ataupun masa yang akan datang.3

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara.4

Dari beberapa definisi pendidikan di atas, penulis menyimpulkan

bahwa pendidikan ialah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk

meningkatkan keimanan, ketakwaan, potensi dan menjadikan peserta didik

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dengan segenap

kemampuan, tenaga dan pikiran. Pendidikan bertujuan untuk mewujudkan

peseta didik yang beriman, bertakwa, berkepribadian baik, dapat menjadi

manusia yang memanusiakan yang lain, memiliki keseimbanagn antara

kogniif, afektif, dan psikomotorik serta menjadikan peserta didik berguna

bagi dirinya sendiri, keluarga, mayarakat, bangsa dan Negara.

Secara bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata

akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-

thabi‟ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar), al-„adat (kebiasaan, kelaziman),

al-maru‟ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).5

Sedangkan menurut istilah banyak dikemukakan pengertian akhlak

oleh ulama-ulama yang ahli di bidangnya, di antaranya Ibn Miskawaih

seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata mengemukakan akhlak sebagai

berikut:

كر و ال روية.حال للن فس داعية لا إل أف عالا من غي ف

3 Ibid., h. 37.

4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I ayat (1)

diakses dari http://kelembagaan.ristekdikti.go pada 19 Maret 2019 pukul 23:45. 5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), h. 1.

10

“Tindakan jiwa yang dilakukan secara spontan tanpa dipikirkan dan

dipertimbangkan sebelumnya”.

Pengertian akhlak, menurut Imam Al-Ghazali, sebagaimana yang

dikutip oleh Abuddin Nata, agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, beliau

mengatakan bahwa akhlak ialah:

ها تصدر االف عال بسهو لة و يسر من غي عبا رة عن ىيئة ف الن فس راسخة عن

حاجة ال فكر ورؤ ية

“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai

macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan”.6

Adapun akhlak menurut Ahmad Muhammad Al-Hufi yang dikutip

oleh Jalaluddin, Ramayulis, Maryulis Syamsudin dalam buku Pendidikan

Islam dalam Rumah Tangga, mengatakan bahwa akhlak itu bisa menjadi

baik dan bisa menjadi buruk, sebagaimana pernyataannya: akhlak itu

adalah adat dengan sengaja dikehendaki adanya. Adat itu azimat

(kemauan) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang

sehingga menjadi adat (membudaya) kepada kebaikan atau keburukan.7

Sementara Ahmad Amin mendefinisikan akhlak ialah kehendak yang

dibiasakan. Maksudnya ialah kehendak itu bila membiasakan sesuatu,

kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya, kehendak ialah ketentuan

dari beberapa keinginan8 manusia setelah imbang, sedang kebiasaan

merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.

Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan

gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar.

Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.

Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul

dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri, dan dilakukan

6Ibid., h. 3-4.

7 Jalaluddin, Ramayulis, Maryulis Syamsudin, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga,

(Jakarta: Kalam Mukmin, 1987), h. 5. 8 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),

h. 127.

11

tanpa banyak pertimbangan pemikiran, apalagi pertimbangan yang sering

diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.

Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa, perbuatan tersebut

bukanlah cerminan dari akhlak.

Dari berbagai definisi akhlak di atas nampak tidak ada yang

bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat

dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahirian yang dilakukan dengan

mudah tanpa memerlukan pemikiran lagi, dan sudah menjadi kebiasaan.9

Menurut Ibn Miskawaih akhlak tidak bersifat natural atau pembawaan,

tetapi hal itu perlu diusahakan secara bertahap, antara lain melalui

pendidikan.10

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan

akhlak ialah suatu proses membina, menanamkan, mendidik kepribadian,

sikap dan pola hidup yang dijadikan kebiasaan oleh seseorang sebagai

bekal dalam mengarungi kehidupannya berdasarkan nilai-nilai luhur dalam

agama. Sehingga ia akan senantiasa memperlihatkan akhlak terpuji,

perilaku dan sikap yang layak untuk dijadikan tauladan bagi orang-orang

di sekitarnya. Hati dan jiwanya senantiasa mengintropeksi setiap kesalahan

yang diperbuatnya kemudian ia segera memperbaiki dirinya,11

yang

bertujuan kebahagiaan dunia akhirat, kesempurnaan jiwa, mendapatkan

rahmat, keridhaan, keamanan dan kenikmatan yang telah dijanjikan oleh

Allah. untuk orang-orang yang baik dan bertaqwa.

2. Prinsip Dasar Akhlak

Islam adalah agama tauhid yang sangat mementingkan akhlak,

sebagaimana misi diutusnya Nabi Muhammad ialah untuk

menyempurnakan akhlak. Akhlak disini seperti yang diungkapkan oleh

Ahmad Siddq adalah bagian dari totalitas ajaran agama Islam. Totalitas

9 Ibid., h. 128.

10 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h.

230. 11

Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Pendidikan Agama Islam Dalam

Keluarga sebuah panduan lengkap bagi para guru, orang tua, dan calon , (Jakarta: Akademia

Permata, 2013), h.188-189.

12

meliputi akidah, syariah dan fiqh. Jadi, karena akhlak Islam merupakan

sistem akhlak yang berdasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan, tentunya

sesuai pula dengan dasar dari agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar

atau sumber pokok dari akhlak adalah al-Quran dan al-Hadits yang

merupakan sumber utama dari agama itu sendiri. Begitu juga ajaran-ajaran

akhlak Rasulullah adalah ajaran akhlak yang terkadung dalam al-Quran,

yang di dalamnya mengajarkan bagaimana moral individu manusia

terhadap kehidupan sosial dan kehidupan agamanya.

Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman

dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali dari

situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada

iman dan takwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga

diri, dan tujuan yang jauh yaitu ridha Allah. Salah satu aspek ibadah dalam

hal ini ialah salat, yang dalam tataran normatif salat itu mencegah dari

(perbuatan) keji dan munkar. Dan mengingat Allah (salat) itu lebih besar

(keutamaannya daripada ibadah yang lain). Dengan demikian, prinsip

akhlak Islam adalah terletak pada moral force. Moral force akhlak Islam

adalah terletak pada iman sebagai Internal Power yang dimiliki oleh setiap

orang mukmin, yang berfungsi sebagai motor penggerak dan motivasi

terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata rasa, tata karsa,

dan tata karya yang konkret.12

Dalam hubungan ini, Abu Hurairah

meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW, yang artinya:

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik

akhlaknya. Dan sebaik-baik di antara kamu ialah yang paling baik

kepada istrinya”13

Al-Quran juga menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman itu

niscaya memiliki akhlak yang mulia, yang diandaikan seperti pohon iman

yang indah. Hal ini terdapat dalam QS. Ibrahim: 24

12

Khozin, op.cit., h. 141. 13 Abu al-Aly Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfah Al-Ahwaady syarh

jaami‟u Al-Turmudzy, (Amman: Bait Al-Afkar al-Dawlawiyyah, tt), h. 1184.

13

و مثلا كلمةا طيبةا كشجرة طيبة اصلها ثابت وف رع ها ف ال ت ر كيف ضرب الل

السماء

“Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat

perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya

teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.14

Dari ayat di atas dapat ditarik suatu contoh bahwa ciri khas orang

yang beriman adalah indah perangainya dan santun tutur katanya, tegar

dan teguh pendirian (tidak terombang ambing), mengayomi atau

melindungi sesama, mengerjakan buah amal yang dapat dinikmati oleh

lingkungan.15

Jadi pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia

yang memiliki keutamaan.

3. Ruang Lingkup Akhlak

Ajaran Islam sangat mengutamakan akhlak al-karimah, yakni akhlak

yang sesuai dengan tuntunan dan tuntutan syariat Islam. Dalam konsepsi

Islam akhlak juga dapat diartikan sebagai suatu istilah yang mencakup

hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya dan hubungan

horizontal antara sesama manusia. Akhlak dalam Islam mengatur empat

dimensi hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama

manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitar.16

Berbagai bentuk dan ruang lingkup akhlak Islam dapat diuraikan

sebagai berikut:17

a. Akhlak Kepada Allah

Akhlakul karimah terhadap Allah pada prinsipnya dapat diartikan

penghambaan diri kepada-Nya atau dapat diartikan sebagai sikap atau

14

Departemen Agama, Qur‟an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), h. 258. 15

Ibid., h. 142. 16

Nurhayati, Akhlak dan Hubungannya dengan Aqidah dalam Islam, (Jurnal

Mudarrisuna: Vol. 4, No. 2 Juli-Desember 2014), h. 295. 17

Heny Narendrany Hidayati, Pengkuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Diterbitkan

atas kerjasama UIN Press dan Center for Quality Development and Assurance-Lembaga

Peningkatan dan Jaminan Mutu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 12-16.

14

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk

kepada Tuhan sebagai Khalik. Bentuk bentuk perbuatan yang

termasuk berakhlakul karimah kapada Allah diantaranya yaitu:

mencintai-Nya, ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya,

bertaubat, mensyukuri nikmat-Nya, dan sebagainya.

b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Akhlakul karimah terhadap manusia pada dasarnya bertolak kepada

keseluruhan budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri

orang lain pada posisi yang tepat. Dalam al-Qur‟an menekankan

bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Sehingga

akan terwujud keharmonisan atau kerukunan di antara sesama.

Bentuk-bentuk akhlak terhadap sesama manusia di antaranya yaitu:

jujur, ikhlas, amanah, tawadhu, sabar, kasih sayang, berbakti kepada

orangtua, dan sebagainya.

c. Akhlak Terhadap Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berada

di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun beda-

benda tak bernyawa. Akhlakul karimah terhadap lingkungan pada

prinsipnya menempatkan sesuatu itu sesuai dengan posisinya masing-

masing. Ia merupakan refleksi dari totalitas penghambaan diri kita

kepada Allah SWT. Dalam al-Qur‟an mengajarkan bahwa akhlak

terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan

sesamanya dan manusia terhadap alam. Bentuk-bentuk akhlak

terhadap lingkungan di antaranya yaitu: memelihara tumbuh-

tumbuhan, menyayangi hewan, menjaga kebersihan, dan menjaga

ketentraman.18

18

Nurhayati, op. cit., h. 295.

15

4. Karakter Akhlak Islam

Islam adalah agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul Allah yang

secara substansial mengesakan Allah sebagai Tuhan yang Maha Pencipta.

Allah tidak mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk mengajak manusia

bertakwa kepada Allah. Orang yang bertakwa berarti orang yang

menajuhkan diri dari perbuatan noda dan dosa kepada Allah, sesama

manusia dan bahkan kepada alam semesta. Pada lingkup ini, manusia yang

memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi memiliki akhlak yang mulia.

Karena ketakwaan merupakan nilai kepribadian yang paling tinggi dalam

ajaran Islam, sehingga orang yang takwa memiliki keistimmewaan di sisi

Allah.

Perilaku terpuji manusia yang biasa disebut dengan akhlak terpuji

merupakan bentuk dari representasi ketakwaan manusia. Ada tujuh

indikator seseorang disebut sebagai manusia yang mempunyai tingkat

ketakwaan yang tinggi, sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Sunarto

dari Abu Laits,19

yaitu

a. Ia memiliki lidah yang selalu sibuk untuk berdzikir kepada Allah.

Lisannya tidak pernah digunakan untuk berdusta, menggunjing,

mengadu domba, dsb;

b. Ia memiliki qalbu yang selalu melahirkan perasaan tidak bermusuhan,

dengki dan sebagainya kepada orang lain;

c. Penglihatannya tidak terpokus pada hal-hal yang diharamkan oleh

agama, ia memandang dunia, materi tidak dengan dorongan nafsu,

tetapi di dasarkan dorongan mengambil pelajaran (i‟tibar);

d. Tidak pernah mengkonsumsi makanan ke dalam perutnya sesuatu

yang diharamkan agama, karena yang demikian itu adalah dosa;

e. Tidak pernah panjang tangan kepada hal-hal yang negatif;

f. Telapak kakinya tidak pernah berjalan dalam maksiat, tetapi ia

berjalan di jalan Allah dan berkawan kepada orang-orang yang shaleh;

19

Khozin, op.cit., h. 144-146.

16

g. Ketaatannya ia perlihatkan sebagai ketaatan murni dan tulus karena

Allah semata.

Dari tujuh indikator di atas, dapat dikatakan telah mencakup

beberapa ranah akhlak manusia sebagai sosok yang bertakwa yaitu mampu

memperlihatkan akhlak mulia kepada diri sendiri, orang lain, lingkungan,

dan Allah. kemampuan ini merupakan bentuk keberislaman manusia

sebagai makhluk yang berakal.

5. Tujuan Pendidikan Akhlak

Mempelajari akhlak dapat membuka mata qalbu seseorang untuk

mengetahui yang baik dan buruk. Begitu pula memberi pengertian apa

faedahnya jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat

kejahatan. Orang yang baik akhlaknya, biasanya banyak memiliki teman

sejawat dan sedikit musuhnya. Qalbunya tenang, riang, dan senang.

Hidupnya bahagia dan membahagiakan. Allah berfirman :

ياأي ت ها الن فس المطمئنة ارجعي إل ربك راضيةا مرضيةا فادخلي يف عبادي

وادخلي جنت

“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan qalbu

yang ridha dan diridhai-Nya. Maka kembalilah hamba-hamba-Ku.

Dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. al-Fajr: 27-30)20

Ayat tersebut merupakan penghargaan Allah kepada manusia yang

sempurna imannya niscaya sempurna pula budi pekertinya.

Tujuan ilmu akhlak dapat dikatakan sebagai pedoman atau petunjuk

bagi manusia dalam mengetahui perbuatan baik atau buruk. Dan setelah

dapat membedakannya maka kita harus memilih mana yang baik dan

meninggalkan yang buruk.21

Tujuan pendidikan akhlak ialah untuk

membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam

20

Departemen Agama, op.cit., h. 594. 21

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspeketif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah,

2007), Cet. 1, h. 17.

17

berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku, bersifat bijaksana,

sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.22

Ahmad Amin mengatakan bahwa tujuan mempelajari ilmu akhlak

dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian

perbuata lainnya sebagai yang baik dan sebagain perbuatan laiannya

sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbaut

zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada

pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang

termasuk perbuatan buruk.

Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan

akhlak itu ialah untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa

nafsu dan amarah sehingga qalbu menjadi suci bersih, bagaikan cermin

yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan. Keterangan tersebut memberi

petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada

manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk

selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan

yang baik atau yang buruk. Ilmu akhlak menentukan perbuatan yang baik

dan yang buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang

baik dan yang buruk itu, maka seorang yang mempelajari ilmu ini akan

memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan buruk itu,

selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan

yang buruk.

Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukan

dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan dengan

mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia

akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan. Selain itu ilmu akhlak juga

akan berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari

perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani

dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahirian melalui fikih, sedangkan

rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak.

Jika tujuan ilmu akhlak tersebut dapat tercapai,23

maka manusia akan

memiliki kebersihan batin yang pada gilirannnya melahirkan perbuatan

22

Khozin, op.cit., h. 143.

18

yang terpuji. Dari perbuatan yang terpuji ini akan melahirkan keadaan

masyarakat yang damai, harmonis, rukun sejahtera lahir dan batin, yang

memungkinkan ia dapat beraktivitas guna mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

B. Manajemen Qalbu

1. Pengertian Manajemen Qalbu

Manajemen Qalbu di Indonesia di populerkan oleh salah satu

pendakwah yakni, Abdullah Gymnastiar yang sering di panggil dengan

sebutan Aa Gym. Manajemen Qalbu terdiri dari dua kata yaitu, manajemen

dan qalbu. Istilah manajemen mengandung makna yang luas, yaitu

mananjem sebagai suatu sistem. sebagai proses dan sebagai fungsi.

Menurut G.R Terry manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksananya

disebut manajer dan proses pelaksanaannya disebut manajemen.

Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh

individu-individu yang menyumbang upayanya yang terbaik melalui

tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi

pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara

bagaimana melakukannya, memahami bagaimana dan mengatur dari

efektifitas dari usaha-usahanya.24

Manajemen juga berarti mengatur,

mengelola, mengarahkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan yang

diinginkan.25

Qalbu ( .berasal dari bahasa Arab yang berarti hati (القلب 26

Menurut

al-Ghazali Qalbu memiliki dua makna yaitu, qalbu dalam makna „fisik‟

dan qalbu dalam makna „jiwa‟. Qalbu dalam makna „fisik‟ ialah berupa

segumpal daging yang di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah

hitam dan sebagai sumber ruh atau nyawa. Sedangkan yang dimaksud

dengan qalbu dalam makna „jiwa‟ ialah sesuatu yang lathifah (halus),

23

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h. 11-12. 24

Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005). h. 3. 25

Muhammad Kristiawan, Dian Safitri, dan Rena Lestari, Manajemen Pendidikan,

(Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 1. 26

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-IndonesiaI, (Surbaya: Pustaka Progressif,

1997), Cet. Ke-14, h. 1145.

19

bersifat rabbaniyah (Ketuhanan) dan ruhaniyah (tak berbentuk),27

yang

memiliki hubungan dan saling ketergantungan dengan qalbu yang bersifat

fisik. Qalbu dalam makna lathifah merupakan jati diri dan hakikat

manusia, sebagai indra mengenal, mengetahui dan memahami sesuatu.28

Kata qalb di dalam al-Qur‟an terdapat pada 134 ayat dengan

berbagai bentuknya. Kata qalb, dalam bentuk tunggal terdapat pada 19

ayat, di antaranya kat qalbun, terdapat pada QS. Ali Imran: 59, dan kata

qalbika di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah: 97, dan qalbihi di

antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah: 204, dan kata qalbiha di

antaranya terdapat pada QS. An-Namal: 10, serta kata qalbi di antaranya

terdapat pada QS. Al-Baqarah: 260. Kata qalb dalam bentuk mutsanna

(qalbaini) dalam al-qur‟an terdapat pada satu ayar yakni pada QS. Al-

Ahzab: 4. Kata qalb dalam bentuk jamak dalam al-Qur‟an terdapat pada

114 ayat al-Qur‟an, di antaranya kata qulubun terdapat pada QS. Ali

Imran: 151, dan kata qulubukuma di antaranya terdapat pada QS. Al-

Baqarah:74, dan kata qulubuna di antaranya terdapat pada QS. Al-

Baqarah: 88, kata qulubuhum di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah:

7.29

Qalbu yang dimaksud dalam manajemen qalbu di sini ialah qalbu

dalam makna jiwa. Qalbu yang memiliki potensi ruhiyah yang dapat

dididik agar memiliki kemampuan mengetahui, memahami dan memilih

atau menentukan keputusan untuk mendorong potensi manusia untuk

melakukan perbuatan.30

Qalbu merupakan sumber cahaya batiniah,

inspirasi, kreativitas dan belas kasih.31

Qalbu tidak mudah untuk diketahui hakikat, bentuk dan zatnya.

Hanya bekas, kesan dan sifatnya yang memantul lewat refleksi gerak fisik

27

Imam al-Ghazali, Keajaiban Hati, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011), h. 5-6. 28

Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur‟an Melejitkan Hati

Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7. 29

Ibid., h. 22. 30

Ibid ., h. 7. 31

Robert Frager, Hati, Diri, & Jiwa Psikologi Sufi untuk Trasformasi, Terj. dari Heart,

Self, & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and Harmony oleh Hasmiyah Rauf,

(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 53.

20

saja yang mudah diketahui manusia, berdasarkan tingkah laku manusia

sehari-hari yang merupakan pantulan qalbu yaitu kekuatan dan tenaga

yang tersimpan pada qalbu itu sendiri yang lalu tersalurkan lewat pikiran

indera manusia.32

Menurut Al-Ghazali, perilaku manusia di tentukan oleh qalbu. Qalbu

adalah raja yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik

akal, nafs, mata, telinga dan tubuh manusia. Qalbu menjadi pemimpin

terhadap jiwa, dan seluruh amggota badan taat pada perintah dan larangan

pemimpinnya. Sebagai raja qalbu memmilki dua tentara yakni bashar

(semua anggota badan), dan bashirah (sifat dasar hakiki qalbu).

Pernyataan ini menggambarkan bahwa qalbu adalah substansi yang

menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya dengan demikian sangat

tergantung pada kualitas qalbu. Sementara anggota badan lainnya adalah

pasukan yang aktivitas menunggu komando dari qalbu.33

Struktur perilaku menurut al-Ghazali yang bertumpu pada dinamika

qalbu, qalbu berperan menengahi atau menyeimbangkan dua pertemuan

antara hawa nafsu yang mengarah pada fujur, dengan ruh yang

mengarahkan manusia pada taufik dan taqwa. Bagaikan seorang raja yang

menjadi pusat pemimpin qalbu akan menengahi kedua tentaranya yang

berbeda watak dan perilakunya.34

Jadi qalbu sebagai sentral yang akan

mengatur dan menentukan perilaku manusia.

Dengan demikian yang dimaksud manajemen qalbu ialah

pengelolaan sekecil apapun potensi, setiap keinginan, perasaan atau

dorongan apapun yang keluar dari dalam diri seseorang agar tersaring

niatnya, sehingga melahirkan suatu kebaikan dan kemuliaan serta penuh

dengan manfaat, tidak hanya untuk kehidupan di dunia tapi juga kehidupan

di akhirat kelak.35

Lebih dari itu, dengan pengolahan qalbu yang baik,

32

Ansory Al-Mansor, Jalan Kebahagiaan yang Diridhai (Jakarta: Rajagrafindo, tt), h. 93. 33

Suparlan, op. cit., h. 195. 34

Ibid., h. 196. 35

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung: MQ Publishing,

2004), h. xvii-xviii.

21

maka seseorang juga dapat merespon segala bentuk tindakan dari luar

dirinya, baik itu yang positif maupun yang negatif secara seimbang.

Respon yang terkelola dengan sangat baik ini akan membuat reaksi yang

dikeluarkannya menjadi positif dan jauh dari hal-hal yang buruk.

2. Jenis-Jenis Qalbu

Qalbu memiliki beberapa kemungkinan yang terjadi padanya, ia bisa

membawa manfaat, bisa juga membawa mudharat bagi kita, itu semua

tergantung bagaimana kita mengelola qalbu kita agar cenderung memberi

manfaat untuk kehiduan dunia akhirat kita atau bahkan malah memberi

mudharat dalam kehidupan dunia akhirat kita. Berikut adalah jenis-jenis

qalbu menurut Ibnu Qayyim:

a. Qalbu yang Sehat

Qalbu yang sehat ialah qalbu yang selamat pada hari kiamat kelak.

Allah berfiman:

ي وم الينفع مال والب نون إال من أتى اهلل بقلب سليم

“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,

kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan qalbu yang

sehat.” (QS. Asy-Syu‟ara‟:88-89) 36

Maksud kata salim pada ayat di atas ialah sehat. Al-Quran

menggunakan kata salim, karena itu merupakan kata sifat. Jadi qalbu

yang salim (sehat) ialah qalbu yang memiliki ciri tersebut dan melekat

padanya.

Pada umumnya qalbu yang sehat itu diartikan sebagai qalbu

yang bersih dari semua nafsu, segala yang syubhat dan larangan yang

bertentangan dengan perintah Allah, bersih dari segala penyembahan

kepada selain Allah, bersih dari berhukum selain kepada Rasul-Nya,

kecintaannya bersih untuk Allah, takut kepada-Nya, berharap kepada-

Nya, bertawakal kepada-Nya, kembali kepada-Nya dengan ketaatan

dan menjauhi maksiat (inabah), merendahkan diri kepada-Nya,

36

Departemen Agama, op.cit., h. 371.

22

mengutamakan keridhaan-Nya dalam segala situasi dan kondisi, dan

menjauhkan diri dari segala yang membuat-Nya murka. Inilah esensi

ubudiyah yang hanya pantas diberikan kepada Allah Swt.

Jadi qalbu yang sehat ialah qalbu yang hanya untuk Allah tidak

ada sekutu bagi-Nya. Jika ia mencinta sesuatu atau seseorang, ia

mencintainya karena Allah. Begitu pun sebaliknya jika ia marah ia

marah karena Allah. Jika ia memberi, ia pun memberi karena Allah

dan jika ia menolak ia pun menolak karena Allah. Bukan hanya itu

saja, qalbu yang sehat ialah yang tunduk dan berhukum hanya kepada

Rasul-Nya. Ia mengikat qalbunya dengan ikatan yang kokoh untuk

hanya meniru Rasulullah saja dalam hal ucapan, perbuatan dan

taqrirnya.37

b. Qalbu yang Mati

Jenis qalbu yang kedua inilah berbanding terbalik dengan jenis

qalbu yang pertama tadi, yaitu qalbu yang mati. Qalbu yang mati ialah

qalbu yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui

perintah dan tidak menyembah Tuhan-Nya. Ia selalu mengikuti hawa

nafsu dan kelezatan dirinya, walupun itu semua akan dibenci dan akan

mendatangkan murka Allah, ia tidak memperdulikan itu semua, yang

terpenting baginya ialah ia mendapatkan semua bagian dan apapun

yang diinginkannya. Ia menghamba kepada selain Allah, dalam cinta,

benci, takut harap di dasari oleh hawa nafsunya. Jika ia membenci

maka ia membenci karena hawa nafsunya, begitupun jika ia mencinta

ia lebih mengutamakan mencinta hawa nafsunya dari pada keridhaan

Allah. Ibnu Qayyim berkata dalam bukunya Manajemen Qalbu

mengenai qalbu yang mati, yaitu hawa nafsu adalah pemimpinnya,

syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian

adalah kendaraannya. Qalbu yang mati pikirannya akan terbuai

dengan kesenangan dunia, tujuannya ialah untuk dunia. Hawa nafsu

37

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Keajaiban Hati, Terj. dari Risalatu fi Amradul Qulubi oleh

Fadhlli Bahri, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 17-18.

23

dan kesenangan sementara. Ia dipanggil kepada Allah dan ke

kampung akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak selalu mengikuti

setiap langkah dan keinginan setan, ia mengabaikan orang yang

memberinya nasihat kebaikan. Dunia terkadang membuatnya benci

dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsunya membuat ia

hanya melihat dan mendengar kebatilan. Qalbu yang mati ini adalah

penyakit, harus dihindari karena akan mendatangkan kehancuran

untuk dirinya sendiri maupun orang yang menjadi temannya.

c. Qalbu yang Sakit

Jenis qalbu yang ketiga ialah qalbu yang sakit yaitu qalbu yang

hidup tetapi di dalamnya terdapat benih-benih penyakit yang

menyebabkanya cacat. Qalbu yang sakit bisa lebih dekat dengan

keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran, karena

terkadang ia hidup sehat, dan terkadang dalam keadaan tertentu ia

berpenyakit. Kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada

Allah ialah makanan yang dapat mengidupkan qalbu yang sakit.38

Sebaliknya, yang lebih mengutamakan keduniaan, tamak, dengki,

cinta syahwat, takabur dan ujub itu semua merupakan racun yang

dapat menghancurkan qalbu manusia, bahkan bisa sampai

mematikannya. Qalbu yang sakit pada dasarnya mempunyai dua

motivasi. Motivasi yang pertama mengajak kepada Allah dan Rasul-

Nya untuk mencari kebahagiaan abadi di akhirat, motivasi yang kedua

mengajak kepada kebahagiaan yang bersifat sementara yaitu

kebahagiaan dunia. Qalbu yang semacam ini akan mengikuti pengaruh

yang lebih kuat menguasai dirinya.

3. Penyakit Qalbu

Hidup dikatakan sehat jika terhindar dari segala macam penyakit

qalbu, seperti ujub, takabur, riya, dengki, dendam, benci, pemarah, pelit,

serakah. Seseorang yang mengidap penyakit qalbu ini akan selalu dihadapi

38 Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.

53.

24

dengan perasaan gelisah, terutama ketika keinginannya tidak terpenuhi.

Misalnya, seseorang melakukan sesuatu hanya karna ingin mendapatkan

pujian dari orang lain, namun kenyataanya ia tidak mendapat pujian

tersebut malah yang ia dapatkan adalah cemoohan, maka ketika itu juga ia

merasa kecewa dan gelisah. Dengan rasa kecewa dan gelisahnya itu timbul

perasaan tertekan (stress) dan ia jatuh sakit. Dampak yang tidak kalah

buruk ialah, ketika penyakit qalbu itu merugikan dirinya sendiri dan orang

lain karena penyakit qalbu termasuk sikap jiwa yang buruk dan tercela.

Berikut ini penjelasan dari macam-macam penyakit qalbu yang telah

disebutkan di atas:

a. Ujub

Ujub atau mengagumi diri sendiri ialah penyakit qalbu yang

yang hampir ada pada setiap orang. Yang dimaksud dengan

“mengagumi diri sendiri” ialah suatu sikap kagum pada diri sendiri,

khususnya yang berkaitan dengan suatu hasil dari pekerjaan atau

prestasinya, kemampuan atau kecakapan yang dimilikinya. Dari segi

bahasa kata “Ujub” satu akar dengan kata “ajaib” (“aja‟ibah” suatu

hal yang mengherankan) dan “taajub” (“ta‟jjub”, sikap mengagumi).

Jadi kesimpulan dari kata-kata ini bahwa ujub ialah sikap melihat

diri sendiri sebagai ajaib dan menakjubkan.39

Ujub ini tersimpan

dalam qalbu yang merasa bahwa dirinya sempurna dalam ilmu dan

amal, sedangkan orang lain rendah.40

Ujub merupakan kelemahan yang ada di dalam diri seseorang,

seseorang yang memiliki sikap ujub tidak memiliki rasa simpatik di

dalam dirinya dan ini akan membuat orang lain menghindari

berteman dengannya. Menurut kaum sufi, memuji diri sendiri (ujub)

itu pertanda kelemahan akal budi. Ketika kita memuji diri sendiri

kepada sesuatu yang menurut kita itu ada di dalam diri, maka dapat

dikatakan kita menderita penyakit ujub. Namun jika kita memuji diri

39

Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin Hanbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik,

(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 175-176. 40

Muhammad., op.cit., h. 163.

25

kita karena suatu hal, padahal sesuatu itu tidak ada di dalam diri kita,

maka dikatakan dalam Al-Qur‟an bahwa itu indikasi kemunafikan

atau malah keengganan menghadapi dan menerima kebenaran.41

Allah berfirman:

…ويبون أن يمدوا بال ي فعلوا …

“… dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang

belum mereka kerjakan…” (QS. Ali Imran: 188)42

Ujub ialah perasaan tercela dan penyakit. Ujub dapat

menjadikan manusia buta hati sehingga memandang dirinya sebagai

pelaku kebaikan, padahal dirinya pelaku keburukan dan memandang

dirinya selamat, padahal dirinya orang yang binasa. Akibat ujub,

seseorang bisa memandang dirinya sendiri sebagai orang yang benar,

padahal jelas-jelas keliru. Ia menganggap kecil dosa dan kesalahan

yang ia lakukan dan ia akan melupakan banyak dosa. Selain itu, ia

pun tertipu dengan selalu menganggap besarnya amal yang ia

lakukan. Rasa takutnya sangat minim dan sangat lengah kepada

Allah.43

Manusia yang tidak berani menerima kekurangan dirinya, ia

cederung tidak jujur terhadap diri sendiri, lalu muncul dorongan

batin untuk menuntut pengakuan dari orang lain dengan melakukan

hal apa saja bahkan yang menyimpang dari norma pun akan

dilakukannya demi pengakuan tersebut. Kaum sufi mengingatkan

agar kita selalu mawas diri yaitu mengoreksi diri sendiri secara jujur,

supaya tidak kembali melakukan hal yang sama. Mawas diri

merupakan salah satu cara agar terhidar dari ujub, yang merupakan

penyakit qalbu yang tercela.44

Ujub banyak menimbulkan pengaruh

41

Sudirman Tebba, loc.cit., h. 177. 42

Departemen Agama, op.cit., h. 75. 43

Rosleni Marliany, Asiyah, Psikologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), h.

141. 44

Sudirman Tebba, op.cit., h. 178.

26

negatif pada seseorang yang mengidapnya di antaranya, keangkuhan

dan lupa terhadap dosa-dosa.45

b. Takabur

Al-Raghib Al-Ishfahani berkata, “Kibr, takabbur, dan istikbār

ialah tiga kata yang memiliki kesamaan makna. Kibr (takabur) ialah

keadaan seseorang yang merasa takjub dengan dirinya sendiri.46

Takabur atau keangkuhan bisa juga dikatakan dengan kecongkakan

ialah sikap jiwa yang menganggap diri lebih baik dari pada orang

lain atau merendahkan orang lain. Rasulullah bersabda,

“Kecongkakan ialah menolak kebenaran dan melecehkan orang”

(HR. Muslim dan Tirmizi).

Menurut Sa‟id Hawwa, kecongkakan merupakan anak

kandung dari ujub. Jadi, keduanya berbeda. Pada ujub tidak

perlu ada orang yang diujubi, sedang pada kecongkakan

biasanya ada orang yang dicongkaki. Takabur termasuk

penyakit qalbu yang tercela.47

Dosa jiwa yang paling besar adalah takabur. Orang yang

takabur merasa dirinya besar, kemudian enggan menerima perintah

dan menolak tunduk kepada Allah SWT. Pokok utama ketakaburan

ialah merasa besar diri, sedangkan hakikatnya ialah bersahabat

sambil merendahkan orang lain dan menolak kebenaran setelah

dirinya mengetahui.48

c. Riya

Riya menurut bahasa berarti memperlihatkan. Riya menurut

Muhammad Mahdi ibn Abi Dzar al-Naraqi adalah melakukan

perbuatan baik untuk pamer, bukan karena Allah. Ini termasuk

penyakit qalbu dan dosa yang dapat menghancurkan kehidupan

agama seseorang.49

Allah berfirman:

45

Ibid., h. 180. 46

Rosleni Marliany, Asiyah, op.cit., h. 135. 47

Sudirman Tebba, op.cit., h. 180. 48

Rosleni Marliany, Asiyah, loc.cit., h. 135-136. 49

Ibid., h. 184.

27

ني الذين ىم عن صلتم ساىون الذين ىم ي رآءون وين عون ف ويل للمصل

الماعون

“Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-

orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat

riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna” (QS.

Al-Ma‟un:4-7)50

و وىو خادعهم واذا قاموا ال الصلوة قاموا فقني يدعون الل ان المن

و اال قليلا كسال ي راءون الناس وال يذكرون الل

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan

Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka

berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka

bermaksud ria (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan

tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-

Nisa: 142).51

Selain itu, Rasulullah bersabda, “Hal yang paling saya

khawatirkan tentang kamu ialah syirik kecil. Mereka bertanya,

„Apakah syirik kecil itu?‟ Beliau menjawab, „Riya.‟ Pada hari kiamat

nanti Allah memeriksa amal perbuatan hamba-hamba-Nya, lalu

berkata kepada orang yang berbuat riya: „Pergilah kepada orang-

orang yang telah kamu pameri selama masa hidupmu di dunia dan

mintalah ganjaranmu dari mereka.” Ada dua macam perbuatan riya:

1) Riya dalam bentuk ibadah apapun bentuknya, selamanya keji.

2) Riya di luar ibadah yang kadang-kadang tercela, tetapi

adakalnya hukumnya mubah atau boleh, dan bahkan disukai.

Misalnya. Bila seseorang secara terbuka berlaku pemurah

dengan niat, maka tindakannya itu bukan saja tidak tercela,

tetapi malah sangat disukai. Karena itu, riya tergantung pada

niat seseorang yang melakukannya.52

50

Departemen Agama, op.cit., h. 602. 51

Ibid., h. 101. 52

Sudirman Tebba, op.cit., h. 184-185.

28

Riya merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Ia melanda

jiwa-jiwa lemah yang berusaha memanjatkan dan menaikkan

jiwanya melalui kepalsuan dan tipuan. Orang yang riya akan

memperlihatkan sesuatu yang berbeda dengan bathinya.53

Kebalikan

riya adalah ikhlas. Ikhlas berarti melakukan suatu perbuatan semata-

mata karena Allah. Ikhlas merupakan salah satu kedudukan spiritual

tertinggi yang dapat dicapai oleh orang beriman. Ikhlas dapat dicapai

dengan latihan dan usaha yang tekun.

d. Dengki

Dengki ialah menginginkan hilangnya keberuntungan yang

terjadi pada orang lain. Menurut Nurcholis Madjid, bahaya penyakit

qalbu ini digambarkan dalam surah kedua terakhir dalam Al-Qur‟an

yang memuat perintah Nabi agar beliau memohon kepada Allah dari

cuaca pagi supaya dilindungi dari kejahatan seorang pendengki54

:

“Dan dari kejahatan orang yang dengki bila ia mendengki.” (QS.

Al-Falaq: 5)55

Dengki merupakan salah satu penyakit qalbu yang sangat

berbahaya untuk kehidupan manusia.56

Karena dengki itu sifat yang

membuahkan kebencian, permusuhan, dan dapat memutuskan

silaturahmi.57

Kedengkian juga dapat menjadi pangkal kesengsaraan

si pendengki sendiri. Tidak ada orang dengki yang tidak menaggung

jenis kesengsaraan tertentu.

e. Dendam

Dendam terkadang muncul akibat ada rasa dengki terhadap

orang lain. Dengki dan dendam pada prinsipnya sama, yaitu rasa

benci kepada orang yang menjadi sasarannya. Namun, dengki

biasanya tertutup, sedangkan dendam lebih agresif, sehingga kadang

53

Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 157. 54

Sudirman Tebba, op. cit. h. 185-186. 55

Departemen Agama, op.cit., h. 604. 56

Sudirman Tebba, loc.cit. 57

Muhammad, op. cit., h. 162.

29

terbuka atau nampak, seperti memusuhi sasarannya dengan cara

memfitnah, menjelek-jelekkannya, membongkar aibnya dan

terkadang melukai fisiknya. Jenis penyakit qalbu seperti ini juga

harus dibuang.58

Allah berfirman:

بالعرف وأعرض عن الاىلني خذ العفو وأمر

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan

yang ma‟ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang

bodoh.” (QS. Al-A‟raf:199)59

Rasulullah juga bersabda: “Ada tiga hal yang jika seseorang

terbebas dari salah satunya Allah akan memberikan maaf atas segala

kesalahannya sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu seseorang yang

mati dengan tidak membawa syirik kepada Allah dengan sesuatu

apapun, orang yang bukan tukang sihir, dan orang yang tidak

bersikap dendam kepada saudaranya.”

Rasulullah menyatakan hal tersebut karena dendam sangat

berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Untuk itu kita harus

membuang rasa dendam kepada siapapun. Beberapa caranya ialah

dengan menyadari bahwa dengan perasaan dendam kepada orang

lain itu akan sangat lebih menyakitkan diri sendiri daripada orang

yang didendami. Selanjutnya berusahalah bersikap bersahabat

dengannya, berbuat baik kepadanya walaupun emosi mendorong kita

melakukan hal-hal yang buruk kepadanya dan teruslah bersikap

kasih sayang sampai penyakit qalbu ini hilang. Usaha tersebut juga

harus dibarengi dengan selalu mengingat Allah, menyebut dan

mengagungkan-Nya, karena dengan selalu mengingat Allah (zikir)

itu dapat melembutkan qalbu kita.

f. Benci

Rasa benci terjadi karena kemarahan yang tertekan. Hal ini

biasanya disertai dengan rasa dengki dan dendam serta menyebabkan

58

Sudirman Tebba, op.cit. h. 190. 59

Departemen Agama, loc.cit., h. 176.

30

putusnya hubungan persahabatan dengan orang yang dibenci. Rasa

benci tidak jarang dilampiaskan dengan cara-cara yang dapat

merugikan diri sendiri dan orang lain. Rasulullah bersabda:

Tidak halal seorang muslim menghindari (menjauhi)

saudaranya lebih dari tiga hari, sehingga saling memalingkan

muka jika keduanya bertemu. Orang yang terbaik dari

keduanya ialah yang terlebih dahulu mengucapkan salam.

(HR. Muslim)60

Rasa benci dan cinta merupakan rasa yang manusiawi. Karena

itu keduanya tidak bisa dihindari, namun kedua rasa tersebut dapat

dikontrol dengan baik agar tidak berkembang berlebihan, tetapi perlu

diusahakan supaya terjadi hanya sekadarnya. Sebuah syair Arab

menyatakan:

Cintailah orang yang kamu cintai, tetapi tidak perlu

berlebihan. Karena siapa tahu suatu saat nanti dia menjadi

orang yang kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci,

tetapi tidak perlu berlebihan. Karena siapa tahu suatu saat

nanti dia menjadi orang yang kamu cintai.

Membenci dan mencinta merupakan hal yang biasa dalam

kehidupan. Mustahil manusia di dalam hidupnya tidak pernah

merasakan kedua rasa ini. Namun karena adanya dorongan yang kuat

dalam membenci seseorang, perbuatan negatif yang sangat keji

seperti membunuh dan menghancurkan keluarganya bisa saja terjadi.

Kebencian juga bisa saja menjadi motivasi dalam melakukan

perbuatan yang terpuji, yang dilakukan bersama untuk mencapai

tujuan bersama dan untuk kebaikan bersama.61

Begitupun

sebaliknya, rasa cinta juga bisa mengakibatkan seseorang melakukan

perbuatan terpuji dan bahkan juga, bisa menjadi motivasinya untuk

melakukan perbuatan yang tercela.

Jadi, benci dan cinta termasuk sumber motivasi seseorang

melakukan sesuatu yang berdampak positif maupun negatif.

60

Abi Abdullah bin Ismail Ibrahim Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikr,

625 H) Jilid 1-3, h. 1174. 61

Sudirman Tebba, op.cit., h. 190-192.

31

Motivasi melakukan sesuatu yang negatif inilah yang menjadi

persoalan. Seandainya benci dan cinta hanya memotivasi melakukan

sesuatu yang positif, ini tidak masalah. Oleh karena itu agama

memperingatkan supaya kita selalu berhati-hati.

Ketika kita membenci sesuatu periksalah, jangan-jangan

sesuatu itu mengandung kebaikan untuk kita. Dan kalau mencintai

sesuatu, telitilah kalau-kalau dia justru berbahaya bagi kita. Inilah

salah satu peringatan agama untuk kita.62

Allah berfiman:

ر لكم ى ان تكرىوا شي اا وىو خي كتب عليكم القتال وىو كره لكم وعسو ي علم وان تم ال ت علمون ى ان تب وا شي اا وىو شر لكم والل وعس

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu

adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci

sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)

kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-

Baqarah:216)63

Peringatan Allah itu menjelaskan bahwa benci dan cinta

kepada seseorang atau sesuatu itu hendaknya jangan berlebihan

supaya kelak kita tidak menyesal.64

g. Marah

Kata marah meminjam kata dari arab “ammarah” yang artinya

bersifat memerintah atau mendorong. Dalam literatur kesufian

terdapat kata “nafsu ammarah” (al-nafs al-ammarah) yang berarti

nafsu yang sangat mendorong. Marah itu dikatakan marah karena dia

merupakan wujud dari motivasi yang mengarah kepada kejahatan.

Kemarahan yang tercela ialah kemarahan yang terjadi tanpa alasan

yang jelas dan terjadi bukan pada tempatnya. Rasa marah seperti ini

terwujud dari sifat yang mudah tersinggung dan merasa tidak

diperhatikan. Orang yang seperti ini disebut dengan pemarah.

62

Ibid., h. 194-195. 63

Departemen Agama, op.cit., h. 34. 64

Sudirman Tebba, loc.cit.

32

Namun, jikalau marah karena ada alasan yang diperkenankan dan

pada tempatnya juga harus dikontrol dan ditahan agar tidak

berdampak buruk karena terlalu berlebihan. Rasa marah yang

dimaksud ialah ketika marah untuk mempertahankan diri, keluarga

agama dan tanah air.65

Allah berfirman: ت عرضها وجنة ربكم من مغفرة ال اوسارعو و للمتقني اعدت واالرض السم

و الذين ي نفقون ف السراء والضراء والكاظمني الغيظ والعافني عن الناس المحسنني يب والل

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan

kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang

disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-

orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang

maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya

dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-

orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 133-134)66

Ayat di atas menjelaskan bahwa menahan amarah dan mudah

memaafkan sesama manusia merupakan salah satu dari beberapa

sifat orang yang bertakwa. Rasa ingin marah terkadang tidak lepas

dalam kehidupan manusia sehari-hari jika terjadi sesuatu. Namun

kita tidak harus terus mengikuti rasa amarah tersebut. Sebaikanya

ditahan dan diganti dengan sikap memaafkan. Ini merupakan ajaran

dari Allah dan dengan kita menahan amarah itu kita lebih sehat dari

pada sebaliknya.67

Marah itu berasal dari setan, karena setan itu

dijadikan dari api dan api itu hanya akan mati jika dibunuh dengan

air. Oleh karena itu Nabi menasihatkan agar orang yang sedang

marah bersegera menggambil wudhu.68

h. Kikir

Kikir atau dalam bahasa Arab dikenal dengan bakhil atau

bakhl, ialah sikap tidak mau memberikan hartanya kepada orang

65

Ibid., h. 196. 66

Departemen Agama, op.cit., h. 67. 67

Sudirman Tebba, loc.cit., h. 197-198. 68

Muhammad, op.cit., h. 165.

33

yang membutuhkan. Kebalikan dari kikir ialah sikap boros:

membelanjakan hartanya secara berlebihan untuk sesuatu yang tidak

penting. Yang baik ialah sikap di antara keduanya yaitu sikap murah

hati.69

Allah berfirman:

والذين إذآ أنفقوا ل يسرفوا ول ي قت روا وكان ب ني ذلك ق واماا

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),

mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah

(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

(QS. Al-Furqon:67) 70

Sikap kikir seseorang sebenarnya dia telah kikir kepada dirinya

sendiri, karena jika seseorang itu kikir, maka akibatnya akan kembali

kepada dirinya sendiri. Seperti akan mendapatkan kesulitan, jauh

dari Allah dan manusia, dan ketika di akhirat nanti orang yang kikir

hartanya akan dikalungkan di lehehrnya, serta hartanya itu akan

membakar dirinya sendri di akhirat kelak.

Sifat kikir itu sama sekali tidak ada kebaikannya, yang ada

hanya keburukkan bagi dunia dan akhiratnya. Oleh sebab itu sifat

kikir harus dibuang dengan cara menghindari penyebab dari kikirnya

sendiri, yaitu:

1) Terlalu mencintai dunia.

2) Tidak menyadari bahwa harta yang ia miliki sebenarnya punya

Allah, ia hanya dititipkannya saja, dan di dalam harta tersebut

ada hak orang lain yang harus ia berikan.

3) Tidak memiliki rasa dan kesadaran untuk tolong menolong

terhadap sesama.

4) Tidak mempunyai rasa malu dengan orang-orang di sekitarnya

Selain menghindari sikap-sikap penyebab kikir di atas, sifat

kikir dapat pula dikikis dengan menyadari berbagai ancaman Allah

sebab sifat kikirnya itu, dan selalu menyadari bahwa ketika maut

69

Sudirman Tebba, op.cit., h. 198-199. 70

Departemen Agama, op.cit., h. 365.

34

datang ia tidak akan membawa hartanya yang akan ia bawa ialah

amal salehnya.

i. Serakah

Serakah ialah keadaan jiwa yang membuat seseorang tidak

merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan berusaha memperoleh

lebih banyak lagi segalanya. Ini termasuk penyakit qolbu yang

tercela dan tidak sehat. Karena qalbu seseorang yang serakah tidak

pernah merasa tenang, puas dan selalu merasa kekurangan, karena

keinginannya itu ia akan melakukan segala cara, perbuatan yang

buruk sekalipun ia akan lakukan untuk memenuhi semua nafsunya.

Rasulullah menjelaskan bahwa nafsu untuk menumpuk harta

dan mencapai kedudukan tinggi di dunia itu manusiawi dan dapat

menjadi motivasi untuk meraih kemajuan kehidupan di dunia ini

seperti kekayaan, kedudukan, dan ilmu pengetahuan, tetapi nafsu itu

harus dikontrol agar tidak menimbulkan sesuatu yang negatif, yaitu

menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan dan

kedudukan itu. Namun jika semua itu dilakukan dengan cara yang

benar, maka boleh saja. 71

4. Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam suatu penelitian, diperlukan hasil-hasil penelitian yang

relevan untuk mendukung serta memperkuat pentingnya penelitian ini

dilakukan. Penulis telah menelaah beberapa kajian atau hasil penelitian

yang terkait dengan judul “Pendidikan Akhlak berbasis Manajemen

Qalbu”, yaitu sebagai berikut:

1. Skripsi “Implementasi Manajemen Qolbu Dalam Peningkatan

Kecerdasan Spiritual Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-

Fatah Temboro Karas Magetan) oleh Farid Zajuli Mahasiswa Fakultas

Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam

Institut Agama Islam Negeri (Iain) Ponorogo. Skripsi ini menjelaskan

71

Sudirman Tebba, op.cit., h. 199-202.

35

bahwa dengan adanya pelaksanaan manajemen qolbu telah

memberikan dampak positif kepada para santri meliputi; kemampuan

bersikap fleksibel, tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam

menjalankan tanggung jawab sebagai santri, kemampuan para santri

dalam menghadapi penderitaan, dan melampaui perasaan sakit,

kualitas hidup dengan visi dan nilai-nilai keagamaan yang baik, dan

keengganan menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Dimana semua

itu mencerminkan baiknya kecerdasan spiritual santri.

2. Tesis “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qolbu Dalam

Pembentukan Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di Smk Alam

Kendal, Dan Smk Askhabul Kahfi Semarang) Tahun Pelajaran

2016/2017” oleh Syaiful Hadi Mahasiswa Program Pascasarjana

Institut Agama Islam Negeri (Iain) Salatiga. Tesis ini menjelaskan

bahwa Dengan implementasi prinsip-prinsip manajemen qolbu dapat

terwujud capaian-capaian yang di antaranya terwujudnya siswa, atau

santri yang memiliki kebeningan qolbu, jiwa kepemimpinan,

kemandirian dan bertanggung jawab, mental wirausaha, mampu

mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,

mengoreksi dan memperbaiki diri.

3. Skripsi “Konsep Manajemen Qolbu Abdullah Gymnastiar” oleh Eddy

Welly Mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Skripsi ini

menjelaskan bahwa Qolbu mempunyai potensi positif dan potensi

negatif, dua potensi ini selalu berada dalam persaingan yang ketat

untuk menentukan posisi pemiliknya menjadi orang sholeh atau

menjadi orang tholeh. Manajemen qolbu hadir sebagai tim sukses

potensi positif agar dapat memenangkan persaingan. Dalam usaha

menata qalbu Aa Gym juga selalu menekankan tiga hal, mulai dari diri

sendiri, mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri. Dibarengi dengan

usaha terus menerus dengan niat kuat yang memang tertanam dari

lubuk hati yang paling dalam, dengan izin Allah qolbu itu bisa tertata

36

dan terkendali. Orang yang qolbunya tertata dan terkendali semua hal

yang dilakukannya akan menjadi bermanfaat, baik bagi dirinya

maupun bagi orang lain.

4. Jurnal PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction Volume

1 Nomor 2 “Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan

Saintifik Berbasis Manajemen Qolbu” oleh Anas Amin Alamsyah

pada Agustus 2017. Jurnal ini menjelaskan Implementasi Inovasi

Pendidikan Akhlak Pendekatan Saintifik Berbasis Manajemen Qolbu

dapat dilakukan dengan senantiasa menghiasi diri dengan sifat terpuji,

menghapus kecintaan terhadap dunia dan menghilangkan kesedihan

kedukaan dan kekhawatiran atas hal yang tidak berguna dengan terus

menerus mengingat Allah (Dzikrullah), kemudian adanya tekad yang

kuat, mau mengevaluasi diri dan senantiasa berkemauan kuat untuk

meningkatkan kemampuan keprofesionalan diri dalam bidang apapun.

5. Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 01 Nomor 01 “Peran

Manajeman Qolbu bagi Pendidik” oleh Moh. Faizin Dosen Fakultas

Tarbiyah IAIN Sunan Ampel pada Mei 2013. Jurnal ini menjelaskan

bahwa melalui manajemen qolbu, seseorang dapat diarahkan agar

menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apapun potensi yang ada

dalam dirinya untuk menjadi sesuatu yang bernilai kemuliaan serta

memberi manfaat besar, bagi dirinya dan makhluk Allah yang lain.

Para guru yang dapat mengelola hatinya (memiliki manajemen qolbu)

akan dapat menjadi sosok guru yang “digugu dan ditiru”. Manajemen

qalbu sangat signifikan perannya dalam meningkatkan intelektualitas

dan religiulitas bagi guru.

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen

Qalbu” ini dimulai dari bulan Mei sampai dengan Desember 2019, dengan

menggunakan berbagai sumber tertulis yang ada di perpustakaan, internet

serta sumber lain yang mendukung proses penelitian yang berkaitan dengan

pendidikan akhlak dan manajemen qalbu dan beberapa sumber lainnya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

B. Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah penelitian kualitattif.

Penelitian kualitattif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya tindakan,

perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain,1 secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah. Menurut

Bogdan dan Biklen, ada beberapa metode dalam penelitian kuliatatif, yaitu

inkuiri naturalistik, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam,

etnometodologi, the Chivago School, fenomenologis, studi kasus,

interpretatif, ekologis, dan deskriptif.2

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif.

Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang tidak memerlukan

kontrol terhadap suatu perlakuan. Metode penelitian deskriptif hanya

menggambarkan suatu variabel, keadaan atau gejala dengan apa adanya

bukan bermaksud menguji hipotesis tertentu.3

1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2016), h. 6. 2 Ibid., h. 3.

3 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta Rineka Cipta, 2007), h. 234.

38

Adapun jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan riset

kepustakaan (Library research). Riset pustaka yaitu penelusuran dan

pemanfaatan sumber perpustakaan untuk memperoleh data yang dibutuhkan

dalam penelitian ini. Dengan rangkaian yang berkaitan dengan kegiatan

dalam metode data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian yang dibutuhkan.4

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ialah mempersempit masalah, sehingga peneliti

mampu mengetahui secara mendalam apa yang menjadi fokusnya dalam

penelitian di lapangan. Penelitian tersebut diselidiki secara menyeluruh dan

secara khusus serta dalam bagian yang mendukung atau menambah kejelasan

makna dalam situasi di lapangan.5 Setelah mengetahui dan memahami secara

mendalam dan menyeluruh dari apa yang terjadi dilapangan kemudian

menghasilkan. hipotesis atau teori baru dari apa yang terjadi di lapangan.6

Berdasarkan penjelasan mengenai fokus penelitian di atas, maka

peneliti memfokuskan penelitian ini dengan membatasi permasalahan

Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu dibidang memanaj Qalbu

yang sakit dan mati.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah

dengan teknik pengumpulan data dokumen. Teknik dokumen yang dilakukan

ialah dengan mencari buku teks, kaya tulis,7 catatan, majalah, surat kabar,

transkip, agenda dan bahan-bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.

Pengumpulan data dalam sebuah penelitian merupakan kegiatan yang sangat

4 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008), h. 1-3. 5 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 637. 6 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 34.

7 Muri Yusuf, loc. cit., h. 391.

39

penting.8 Dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti

mengambil langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian

kepustakaan menurut Mestika Zed, yaitu sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat perlengkapan. Dalam penelitian kepustakaan tidak

memerlukan banyak perlengkapan, cukup sediakan alat tulis dan kertas

yang digunakan untuk menulis catatan penelitian, serta kotak

penyimpanan untuk menyimpan kertas-kertas catatan bahan penelitian.

2. Meyusun Biblografi kerja. Biblografi kerja adalah catatan tentang sumber

data utama yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Sumber

data tersebut berasal dari koleksi buku-buku perpustakaan.9

3. Mengatur waktu. Dalam melakukan penelitian kepustakaan, peneliti

dituntut untuk dapat mengatur waktu dengan baik. Yang harus

diperhatikan ialah pertimbangan tentang seberapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk membaca dan menulis catatan penelitian yang telah

ditemukan. Yang perlu diperhatikan juga kebutuhan fisik manusia,

seperti kebutuhan akan refreshing otak, tetapi tidak menunda-nunda

dalam melakukan penelitian.10

4. Membaca dan membuat catatan penelitian. Sumber bacaan penelitian

yang digunakan harus dicari, dikumpulkan, dan klasifikasikan

berdasarkan kelompok koleksi, disiplin, judul, topik, dan sub topik yang

sesuai dengan topik penelitian.11

Adapun sumber bahan dalam prosedur penelitian ini terdiri dari

sumber data primer dan sekunder. Sebagai sumber data primer, peneliti

merujuk kepada beberapa buku sebagai berikut.

1. Buku yang berjudul Jagalah Hati MQ For Beginners, karya Abdullah

Gymnastiar.

8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2013), h. 274. 9 Mestika Zed, op.cit., h. 18-20.

10 Ibid., h. 20-21.

11 Ibid., h. 23.

40

2. Buku yang berjudul Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-

Qur’an Melejitkan Hati Memperindah Karakter, karya Suparlan

3. Buku yang berjudul Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, yang

merupakan terjemahan dari Ihya’ ‘Ulumiddin karya Al-Ghazali, yang

diterjemahkan oleh Ibnu Ibrahim Ba’adillah.

4. Buku yang berjudul Klinik Penyakit Hati, yang merupakan terjemahan.

dari Thibbul Qulub karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, yang

diterjemahkan oleh Fib Bawaan Arif Topan.

Kemudian sebagai sumber data sekunder, peneliti menggunakan

beberapa literatur yang relevan dengan penelitian. Di antaranya buku-buku

tentang akhlak dan pendidikan akhlak, psikologi Islam, buku tentang hati,

penyakit hati dan terapinya, dan buku-buku yang membahas tentang jiwa.

41

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Manajemen Qalbu Merupakan Basis Pendidikan Akhlak

Pendidikan ialah proses mengembangkan sesuatu secara bertahap

sampai tercapainya kesempurnaan. Pendidikan juga dapat dimaknai sebagai

menumbuh kembangkan setiap potensi yang ada di dalam diri manusia secara

sedikit demi sedikit dengan melalui latihan hingga potensi tersebut mancapai

kesempurnaan dan tercapainya berbagai kebaikan.1 Pendidikan akhlak

merupakan salah satu pola dalam mengupayakan perbaikan akhlak itu sendiri.

Allah menyerahkan perbaikan akhlak kepada kesungguhan hamba dan

juga kasih sayang yang sudah Ia benamkan di dalam qalbu mereka. Allah juga

menggerakkan perbaikan akhlak dengan cara menakuti dan memperingatkan

manusia atas siksa-Nya. Allah Swt. akan mempermudah dengan pertolongan-

Nya untuk mendidik akhlak kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki, dan juga

mempermudah atas jalan yang ditempuhnya. Allah pula lah yang

menghancurkan hamba-hamba yang ingkar dengan mempermudah jalan

kesulitan bagi pilihan mereka.

Akhlak mulia itu merupakan sifat para utusan Allah, salah satu di

antara sifat pemimpin, dan amal serta perbuatan orang-orang terpercaya.

Akhlak yang mulia sebenarnya menjadi bagian dari esensi agama dan juga

buah dari ketekunan orang-orang yang bertakwa, serta latihan bagi orang-

orang yang yang ahli dalam urusan ibadah. Akhlak mulia merupakan pintu

terbuka bagi qalbu untuk menuju ke surga yang dipenuhi segenap kenikmatan,

dan disediakan pada sisi Allah Yang Maha Pengasih. Sedangkan akhlak yang

buruk lebih dari racun pembunuh yang membinasakan, melingkari perbuatan

keji dan kotor, dan bentuk kekejian lain yang mampu menjauhkan seorang

hamba dari Rabb semesta alam, yang juga dapat memasukkan seseorang

1 Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur‟an Melejitkan Hati

Membentuk Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7.

42

kepada jerat setan. Akhlak yang buruk merupakan pintu terbuka menuju

neraka, yang dibingkai oleh setan sebagai penyesat hingga meresap sampai ke

relung qalbu manusia, dan akhlak yang buruk juga merupakan penyakit yang

dapat menghilangkan kehidupan abadi di akhirat kelak.2

Akhlak mulia ialah kebaikan hakiki yang didasarkan pada ketulusan

qalbu. Akhlak merupakan persoalan perilaku yang kompleks yang berkaitan

langsung dengan keadaan rohani, bukan hanya sekedar persoalan perilaku

yang sederhana. Perbaikan akhlak harus diawali dengan perbaikan batin.

Imam al-Ghazali senada dengan Ibn Miskawaih menjelaskan bahwa akhlak

ialah gambaran dari keadaan dalam jiwa yang tertanam dengan kokoh,

sehingga perilaku menyandari padannya dengan mudah dan gampang tanpa

membutuhkan pemikiran dan pertimbangan lagi.

Jadi, perubahan akhlak ialah perubahan rohani sekaligus perubahan

perilaku lahiriah. Secara fisiologis, badan memang hal yang sangat kasat mata,

akan tetapi ia menyimpan rahasia batin yang tak diketahui oleh kebanyakan

orang. Badan ialah perangkat rohani. Rohanilah yang sesungguhnya menerima

siksaan dan ganjaran, kesenangan dan kesedihan. Adapun struktur rohani

manusia itu terdiri dari lima bagian, yaitu: al-nafs, al-„aql, al-qalb, al-ruh, dan

al-sirr. Untuk masyarakat pada umumnya, daya rohani yang paling

menentukannya itu hanya tiga, al-nafs, al-„aql, dan al-qalb. Al-qalb (hati)

ialah yang paling utama.3

Kata qalb diambil dari kata yang bermakna "membalik". Karena ia

seringkali berbolak-balik, terkadang susah, terkadang senang, terkadang setuju

dan kadangkalanya menolak. Qalbu amat berpotensi untuk tidak konsisten.4

Menurut al-Fayumi, kata qalbu sering digunakan untuk makna membalikkan

2 Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin oleh

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2012), h. 169-170. 3 Akhmad Sodiq, Prophetic Character Building Tema Pokok Pendidikan Akhlak Menurut

Al-Ghazali, ( Jakarta: Kencana, 2018), h. 2-4. 4 Fadhilah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikkan Dalam Persperktif Islam, ( Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2005), h. 25.

43

sesuatu.5 Qalbu itu ibarat cermin. Jika ia tidak dirawat dan dibersihkan, maka

ia mudah sekali berdebu dan kotor. Qalbu juga butuh nutrisi sebagaimana

haknya badan, bahkan melebihi kebutuhan badan terhadap makanan dan

minuman. Jika rumah ialah tempat bernaung bagi jasad, maka hati ibarat

rumah bagi jiwa dan jasad sekaligus. Oleh karenanya, kondisi hari manusia

bermacam-macam, sesuai dengan sikap dan kemampuan pemiliknya menjaga.

Ada orang yang hatinya sehat (qalbun salim), ada yang hatinya sakit (qalbun

maridh), dan bahkan ada yang hati nya mati (qalbun mayyit). Kondisi qolbu

seseorang sangat mempengaruhi tindak tanduk dan prilakunya.

Qalbu sebagai pusat penggerak seluruh alat fungsi tubuh dan

pembantu kinerjanya. Qalbu merupakan pusat akal, ilmu pengetahuan,

keberanian, dan kelembutan, kesabaran, ketabahan, kemuliaan, cinta,

keinginan, kerelaan, kehidupan, dan seluruh sifat-sifat kesempurnaan.6

Seluruh anggota tubuh dikendalikan oleh qalbu. Melalui qalbulah anggota

tubuh mengambil teladan, baik dalam ketaatan maupun kemungkaran. Imam

Al-Ghazali menjelaskan tentang posisi qalbu sebagai tempat dan markasnya

pengetahuan ia berkata “Jika kita memperkirakan sebuah telaga yang digali di

atas tanah, kita akan melihat bahwa telaga tersebut bisa menerima tumpahan

air dari bagian atas karena ia terbuka. Apabila bagian dasarnya digali, lalu

tanahnya diambil sampai menjadi sebuah tempat sumber air bening,

memancarlah air dari bagian dasar telaga. Air tersebut sangat bening dan

mengalir terus hingga ia lebih deras dan lebih banyak. Itulah qalbu, ia

bagaikan telaga, ilmu bagaikan air, sedangkan alat indrawi bagaikan sungai.

Berbagai macam ilmu dapat ditumpahkan ke dalam qalbu melalui sungai-

sungai, alat indrawi dan mengambil iktibar dari berbagai fenomena yang

tersaksi sehingga ia penuh dengan ilmu. Qalbu bisa semakin “dalam” dengan

5 Kementerian Agama RI, Spiritual dan Akhlak (Tafsir Al-Qur‟an Tematik), (Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010), h. 64. 6 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib

Bawaan Arif Topan , (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018), h. 2.

44

dibersihkan dan diangkat berbagai tumpukan hijab-hijab darinya sehingga

memancarlah berbagai sumber ilmu dari dalamnya”.7

Kata qalbu terdapat banyak di dalam ayat al-quran. Dari ayat-ayat

tersebut dapat dilihat bahwa qalbu memiliki satu peranan di dalam jiwa

manusia, yang memiliki berbagai sifat, yaitu:8

1. Qalbu merupakan tempat menetapnya ilmu pengetahuan dan menancapnya

akidah. Karena qalbu ialah tempat bagi iman yang benar. Allah berfirman:

ا يدخل اإلميان ف ق لوبكم ت ؤمنوا ولكن قولوا أسلمنا ولم قالت األعراب ءامنا قل ل

“Orang-orang Arab Badui mengatakan, „Kami telah beriman‟,

katakan, „Kalian belum beriman, tetapi katakan saja „kami sudah

Islam‟, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian…” (QS.

Al- Hujuraat: 14)9

Qalbu juga sebagai tempat bagi keraguan dan penyimpangan.10

Ia

dapat berubah dari fitrah teguhnya pada kebaikan menjadi qalbu yang ragu,

jika tidak di pelihara kebersihannya maka akan mempengaruhi munculnya

sikap ragu. Keraguan akan menjadi sebab seseorang enggan melakukan

perilaku yang benar. Sikap ragu menurut al-Quran disebabkan karena

lemahnya keimanan, karena kebodohan, dan karena terbiasa melakukan

kesesatan.11

Allah berfirman:

رب نا التزغ ق لوب نا ب عد إذ ىدي ت نا

“Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Kau

tunjuki kami…” (QS. Ali-Imran: 8)12

Qalbu dapat berubah dari fitrahnya suka pada kebaikan menjadi qalbu

yang buruk dan sakit. Perubahan fitrah keburukan dikarenakan tidak ada

7 Rosleni Marliany, Asiyah, Psikologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), h. 64

8 Anas Ahmad Karzon, Tazkiyatun Nafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut al-

Qur‟an dan as-Sunnah di atas Manhaj Salafus Shaalih, Terj. dari Minhaj Islami fii Tazkiyatun

Nafs oleh Emiel Threeska, (Jakarta: Akbar Media, 2016), h. 8. 9 Departemen Agama, Qur‟an Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), h. 517.

10 Anas Ahmad Karzon , loc. cit., h. 9.

11 Suparlan, op.cit., h. 97

12 Departemen Agama, loc. cit., h. 50.

45

pemeliharaan kebersihan dan kebeningannya. Perubahan sifat qalbu yang

mengarah kepada keburukan merupakan persoalan serius. Persoalan

keburukan qalbu ini bahkan menjadi sangat esensial bagi pendidikan Islam

yang tujuan utamanya ialah pembentukan akhlakul Karimah.13

2. Qalbu tempat perenungan, pemahaman dan petunjuk. Allah berfirman

مع وىو شهيد إن ف ذلك لذكرى لمن كان لو ق لب أو ألقى الس“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang

yang memiliki hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang

dia menyaksikan.” (QS. Qaaf: 37)

Peringatan jadi bermanfaat dan nasihat jadi berpengaruh karena qalbu

itu hidup dan sadar. Qalbu pula yang membuka pintu-pintunya untuk

mendengarkan kebenaran, atau menutupnya. Qalbu juga diselubungi oleh

berbagai selubung, hingga tidak mampu merespon seruan iman. Allah

berfirman:

آ أفال ي تدب رون القرءان أم على ق لوب أق فال

“Maka apakah mereka tidak merenungi al-Qur‟an, atau hati mereka

tersumbat?” (QS. Muhammad: 24)

اكانوا يكسبون كال بل ران على ق لوبم م

“Sekali-kali tidak, sebenarnya noda di hati kalian akibat perbuatan

kalian.” (QS. Muthaffifiin: 14)

Maksiat dan dosa merupakan noda penutup qalbu, sehingga qalbu

terselubung dan gelap. Pada ayat yang lain dijelaskan mengenai makna

penutup, sumbat, segel, selubung dan stempel pada qalbu. Semuanya

merupakan kondisi sakit yang menimpa qalbu, yang diakibatkan oleh

berpalingnya manusia dari kebenaran dan cenderung kepada kemaksiatan.

3. Qalbu tempatnya berbagai perasaan. Allah berfirman:

… وجعلنا ف ق لوب الذين ات ب عوه رأفة ورحة …

13

Suparlan, loc.cit., h. 97-98.

46

“Dan kami jadikan rasa hormat dan kasih sayang di hati orang-orang

yang mengikutinya…” (QS Al-Hadiid: 27)

هم فاسقون ن …فطال عليهم األمد ف قست ق لوب هم وكثري م

“…Kemudian berlalu masa yang panjang pada mereka, lalu

hati mereka menjadi keras” (QS. Al-Hadiid: 16)

Qalbu merupakan tempat bagi rasa kasih sayang dan hormat, namun

qalbu juga merupakan tempat bagi kekerasan dan berbagai macam luapan

emosi, seperti cinta, berani, takut, pengecut, cemas dan iri. Imam Al-Ghazali

mendefinisikan qalbu sebagai, “Bagian lembut yang bersifat spiritual dan

ketuhanan, yang memiliki kaitan dengan jantung pada jasad kasar (tubuh).

Bagian lembut ini merupakan hakikat manusia. Qalbu merupakan alam

pengetahuan pada manusia. Ia berbicara, membalas dan menuntut.14

Menurut At-Tirmidzi qalbu ialah markas seluruh daya rasa, daya tahu,

dan pusat aktivitas badan seorang manusia. Seluruh daya itu datang pada

qalbu dari berbagai sarana ragawi. Qalbu menampakkan daya itu pada seluruh

bagian badan. Seluruh aktivitas harus melewati wilayah qalbu, tidak bisa

didominasi oleh jasad. Peranan qalbu ialah peranan otomatis yang seluruh

aliran melewatinya. Setiap aliran yang muncul pada qalbu disalurkan ke

seluruh bagian badan. Qalbu ibarat penguasa seluruh anggota badan, di

tangannyalah kendali seluruh anggota badan. Qalbu ialah panglima, ia juga

bagaikan sebuah kota. Ia akan tunduk kepada setiap orang yang dapat

menguasainya. Ketika qalbu terkalahkan, seluruh anggotanya yakni badan

pun terkalahkan. Bahkan, qalbu dapat dikatakan sebagai markas

pemerintahan pada kerajaan badan. Seseorang yang dapat menaklukkan pusat

pemerintahan, ia mampu menguasai kerajaan. Sebagaimana At-Tirmidzi, ia

menganggap bahwa dada ialah istana raja, tempat mengatur segala urusan dan

qalbulah yang mengatur perjalanan seluruh anggota badan. Segala bentuk

tindakan, mengetahui, perasaan dan nilai serta pengaruhnya pun kembali ke

markas tersebut.

14

Ibid., h. 9-10.

47

Markas syahwat ialah markas yang paling dekat pada qalbu. Markas

syahwat ini terletak di bagian perut. Syahwat naik dari perut ke dada sambil

membawa asap awan dan kegelapan. Naiknya syahwat ke atas dapat

menjadikan rabunnya pandangan qalbu, sehingga qalbu tidak dapat melihat

apa yang harus diatur olehnya. Harsat nafsu ini dianggap sebagai keburukan

ketika dilihat dari sudut pandang akhlak. Karena syahwat inilah yang dapat

menihilkan pengetahuan dan menghalangi akal.

Markas kedua yang dekat dengan qalbu sebagai markas utama dalam

hal kekuatan dan kekuasaannya ialah kumpulan rasa, markas liver, jantung ,

dan limpa. Kumpulan rasa ini ialah musuh yang ingin dikalahkan oleh

syahwat. Di sana, qalbu menjadi markas bagi berbagai markas rasa yang ada

padanya, yaitu bahagia, cinta dan hidup.

Markas yang ketiga ialah nafsu atau alat indrawi. Markas ini

kekuatannya lebih rendah dari dua markas di atas. Markas ini kadang-kadang

dikuasai oleh syahwat dan tunduk di bawah pengaruhnya. Terkadang pula ia

ditundukkan oleh qalbu. Markas keempat menurut At-Tirmidzi ialah dada

atau kumpulan daya tahu dan ilmu. Di dalam markas ini terdapat pikiran,

daya paham, dan daya simpati.15

Ada sebuah pepatah yang terkenal mengatakan: “Sesungguhnya diri

itu bagaikan kota. Kedua tangan, kedua kaki dan seluruh anggota badan ialah

daerah wilayahnya. Kekuatan nafsu ialah walikotanya. Kekuatan angkara

murka ialah polisinya. Qalbu merupakan rajanya dan akal sebagai perdana

menterinya”. Rajalah yang mengatur mereka semua, agar kerajaan dan

situasinya menjadi stabil. Sebab nafsu sebagai walikotanya memiliki watak

pembohong, berlebihan dan suka mencapur-adukkan persoalan antara yang

haq dan yang bathil. Sang angkara murka ialah polisinya yang berwatak

kejam, suka berkelahi dan perusak. Kalau sang raja membiarkan mereka

semua tetap dalam kondisi watak mereka masing-masing, maka akan hancur

dan binasalah kota tersebut. Untuk itu, raja mesti bermusyawarah dengan

perdana menteri dan menempatkan walikota serta polisi di bawah kendali

15

Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 65-66.

48

perdana menteri. Bila usaha ini dilakukan, keadaan kerajaan dan kota pun

akan mantap, maju dan makmur.16

Qalbu yang dikelola dengan baik sehingga menjadi bersih, bening dan

lurus akan tercermin dari perilaku lahiriahnya. Di antaranya dapat dilihat dari

raut wajah atau muka, karena jika qalbunya cerah, tulus, ceria dan senang,

maka wajah juga akan terlihat pancaran ketulusan, dan akan senantiasa

memancarkan energi yang membahagiakan orang lain.17

Seseorang yang

mampu mengelola qalbunya untuk tetap bersih ia akan selalu dicintai dan

dinantikan kehadirannya. Karena ia mampu menghadirkan dengan sikap dan

tingkah lakunya rasa aman bagi orang yang berada disekitarnya. Karena

perilaku kita adalah cerminan kondisi qalbu kita. Qalbu yang bening maka

tingkah lakunya pun akan menyenangkan. Hal ini ialah buah dari pengelolaan

qalbu yang benar, sungguh-sungguh dan istiqomah.18

Dengan demikian pendidikan akhlak berbasis manajemen qalbu ini

dapat menjadi pertimbangan bagi para pendidik, orang tua, ataupun diri

sendiri, dalam menjalankan berbagai proses pendidikan. Pendidikan

seharusnya mempertimbangkan dengan serius akan keharmonisan tata

ruhaniyah seseorang. Dengan meletakkan qalbu sebagai raja, agar seseorang

menjadi baik dalam arti yang sesungguhnya. Bukan hanya baik secara

prestasi kognitif semata.19

B. Langkah-langkah Manajemen Qalbu

Sumber penyakit qalbu berasal dari nafsu yang menyebar ke seluruh

anggota tubuh, dan yang pertama kali diserang adalah qolbu. Nafsu mengajak

kepada perbuatan buruk dan mengutamakan dunia, sedangkan Allah mengajak

hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa

nafsunya. Qalbu berada di antara dua pengajak itu, terkadang ia lebih condong

16

Al-Ghazali, Manajemen Hati Membuka Pintu Sa‟adah Menuju Makrifatullah, Terj.

dari Aja‟ib al-Qalb Kimya‟ al-Sa‟adah oleh A.Mustofa Bisri, Achmad Frenk, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 2002), h. 55. 17

Abdullah Gymnastiar, Refleksi Manajemen Qalbu, (Bandung: MQ Publishing, 2003),

h. 46-47. 18

Ibid., h. 49-50. 19

Akhmad Shodiq, Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI, Tahzib: Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Volume III, No 1, Januari 2009, h. 36.

49

kepada salah satu dari mereka, di sinilah bentuk cobaan dan ujiannya.20

Nafsu

ialah pendorong yang mewujudkan berbagai keinginan. Nafsu ibarat mesin

kendaraan. Sebuah kendaraan dapat berjalan di sebabkan hidup mesinnya,

tetapi bukan hanya mesin yang kendaraan butuhkan. Jika ada mesin namun

tidak mempunyai rem itu akan membahayakan dan menimbulkan kecelakaan

serta terjerumus ke dalam jurang. Demikian juga dengan nafsu, jika ia tanpa

kendali, ia akan menjerumuskan manusia. Adapun rem untuk nafsu ialah

ajaran agama, sebab agama memberi petunjuk kepada kebaikan dan

kebermanfaatan serta memberi peringatan kepada hal-hal buruk yang dapat

menimbulkan kecelakaan. Lain halnya jika nafsu yang mengendalikan diri kita

ialah nafsu yang berpedoman pada al-quran dan hadits yaitu, nafsu

muthma‟innah. Nafsu ini membawa ketenangan bagi pemiliknya, sebab semua

dorongannya kearah yang menimbulkan kebaikan.

Nafsu memberikan pengaruh yang besar dan paling banyak untuk

seseorang melakukan sesuatu. Nafsu juga sebagai penyebab timbulnya

penyakit qalbu, karena nafsu menimbulkan sifat dan sikap yang buruk serta

mendorong manusia melakukan sesuatu yang dilarang agama dan norma-

norma yang berlaku. Jika kita dapat mengendalikan nafsu, maka kita dapat

terhindar dari perbuatan yang menimbulkan dosa. Nafsu yang baik akan

melahirkan akhlak yang baik, begitu pun sebaliknya nafsu yang buruk, maka

akan melahirkan akhlak yang buruk pula. Jiwa yang baik dikuasai oleh nafsu

yang baik, yang mengarah kepada kebaikan sesuai dengan ajaran agama. Jiwa

yang kotor dikuasai oleh nafsu yang buruk, yang mendorong melakukan

keburukan dan penyimpangan dari ajaran agama.

Nafsu yang buruk harus dikekang sehingga tidak tumbuh dan

berkembang. Dan, nafsu yang baik harus selalu dipupuk agar berkembang dan

menghasilkan kebajikan dalam hidup. Dorongan untuk mengabdi kepada

Allah Swt., berbakti kepada orang tua, menahan diri dari perbuatan maksiat

dan melakukan hal-hal kebaikan lainnya merupakan gejala-gejala nafsu baik

20

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub, h. 49-51.

50

yang mengendalikan diri. Mengendalikan nafsu berarti menahan dorongan

jiwa yang mengarah pada sesuatu yang dilarang agama.

Dorongan nafsu-nafsu itu ada tiga, yaitu nafsu muthma‟innah,

Lawwamah, dan Ammarah bis Suu‟. Nafsu muthma‟innah adalah nafsu yang

selalu mengikuti aturan-aturan Allah Swt., nafsu ini mendatangkan

ketenangan jiwa, karena ia telah mendapat bimbingan dan pemeliharaan yang

baik sehingga melahirkan perbuatan yang baik, ia dapat membentengi diri dari

serangan kejahatan dan kekejian, mendorong melakukan kebajikan dan

menghambat pekerjaan kejahatan. Untuk selalu berada dalam nafsu

muthma‟innah ini, harus mengikuti dan membiasakan berbuat baik agar

terhindar dari perbuatan yang mengotori qalbu.21

Manusia harus selalu berusaha agar nafsu baik yang mengendalikan

dirinya, dengan melatih diri secara tekun menjalankan ajaran agama,

meninggalkan segala larangan agama dan senantiasa selalu bertaubat. Karena,

dengan itulah jiwa menjadi tenang dan tenteram bahagia.

Adapun nafsu Lawwamah yaitu jiwa yang sudah mendapat terang

cahaya qalbu, sehingga terkadang menuruti kekuatan akal dan terkadang

membangkang, namun setelah membangkang ia merasakan penyesalan dan

kemudian mencela dirinya sendiri. Pada tingkatn ini, jiwa menjadi sumber

penyesalan, tempat bermula harsat nafsu, kelalaian dan ketamakan. Sedangkan

nafsu Ammarah bis Suu‟ (jiwa yang memerintah kepada keburukan) yakni

jiwa yang cenderung kepada tabiat badaniah, memerintah memenuhi

kesenangan-kesenangan dan syahwat yang dilarang agama, serta menarik

qalbu kepada hal-hal yang hina. Nafsu Ammarah bis Suu merupakan tempat

berbagai macam keburukan dan sumber akhlak tercela, seperti marah, dengki.

bakhil, dendam. Syahwat, tamak, dan sombong. Tingkatan ini merupakan

kondisi umum nafs manusia sebelum mujahadah.22

21

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah,

2007), h. 58-60. 22

Maulana Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili, Menerangi Qalbu Manusia Bumi,

Manusia Langit, Terj. dari Tanwir al-Qulub fi Mu‟amalah „Allam al-Ghuyub oleh M. Nur Ali,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2017), h. 286.

51

Ketiga nafsu tersebut saling bergantian menguasai diri kita. Seseorang

akan dihukumi dengan nafsu yang paling banyak dan sering menguasai

dirinya. Jika nafsu muthma'innah yang menguasai dirinya, maka ia akan

mendapatkan sifat terpuji sebabnya. Jika nafsu ammarah bis suu', maka ia

akan mendapatkan sifat tercela karena nya. Dan jika nafsu lawwamah yang

menguasai, maka ia akan berada di antara sifat terpuji dan sifat tercela

tergantung pada nafsu yang membuatnya dicela.

Perbuatan maksiat dan perbuatan keji yang di biarkan bertumpuk di

qalbu, disebabkan banyaknya nafsu syahwat. Sesungguhnya itu mencegah

bersih qalbu dan cahayanya, serta tercegahnya melihat kebenaran dikarenakan

gelap serta bertumpuknya kesalahan-kesalahan. Bertumpuknya kesalahan

menyebabkan tergoresnya qalbu dan bekasnya tidak dapat hilang. Cara

mencemerlangkan dan membersihkan qalbu ialah dengan menaati Allah Swt.,

dan berpaling dari tuntutan nafsu syahwat.23

Qalbu yang sakit, di dalamnya dipenuhi dengan penyakit yang

bersarang, seperti riya', hasad, dengki, sombong, tamak, hasrat ingin dipuji,

ghibah, dan penyakit qalbu yang lainnya. Orang yang qalbunya sakit, akan

sulit bersikap jujur kepada siapa pun yang memiliki kelebihan di atas dirinya,

dan ia pun sulit jujur kepada apapun yang tampak di depannya. Ketika

mendengar temannya mendapatkan rezeki, di dalam qalbunya akan timbul

perasaan resah dan gelisah yang berujung membenci teman nya itu. Ketika

melihat orang lain sukses, timbul penyakit iri dengki.

Qalbu yang mati ialah qalbu yang dikendalikan oleh hawa nafsu,

sehingga ia terhijab dari mengenal Allah Swt. qalbu yang mati merupakan

penyakit berbahaya yang terjadi disebabkan tingkah laku pemiliknya. Di

antara penyebab keras atau matinya qalbu ialah:

1. Ketergantungan qalbu kepada dunia dan melupakan akhirat

23

Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin, h.

ix.

52

Orang yang terlalu mencintai dunia melebihi akhirat nya, maka qalbunya

akan bergantung kepadanya, sehingga lambat laun keimanannya menjadi

lemah dan pada akhirnya akan merasa berat untuk menjalankan ibadah.

2. Lalai

Orang yang lalai ialah orang yang memiliki qalbu yang mati, tidak

mempan dengan berbagai nasihat, tidak mau lembut dan lunak. Seseorang

yang memilik qalbu yang mati atau keras bagaikan batu, dikarenakan ia

punya mata, namun tak mampu melihat kebaikan dan hakikat pas setiap

perkara.

Lalai merupakan penyakit yang berbahaya ketika sudah menjalar dan

bersarang di dalam qalbu. Karena akan berakibat anggota badan saling

bekerja sama dan saling mendukung untuk menutup pintu hidayah,

sehingga qalbu akhirnya akan menjadi mati dan terkunci.

3. Kawan yang buruk

Salah satu sebab terbesar yang mempengaruhi matinya qalbu dan jauhnya

seseorang dari Allah ialah kawan yang buruk. Seseorang yang hidupnya

di lingkungan yang banyak melakukan maksiat dan kemunkaran, lambat

laun akan terpengaruh dengan lingkungannya itu. Sebab, teman yang

buruk akan terus berusaha menjauhkannya dari keistiqomahan dan

menghalanginya dari mengingat Allah, menjalankan ibadah, dan

berakhlak mulia. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya

untuk.bergaul dengan orang-orang shalih.

4. Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran

Kemaksiatan apapun meskipun kecil, terkadang ia bisa memicu

kemaksiatan yang lain nya. Dosa merupakan penghalang seseorang untuk

sampai kepada Allah, dan penghalang menuju jalan yang lurus. Dengan

sebab itu, melemahlah kebesaran dan keagungan Allah di dalam

qalbunya, dan melemah pula jalan menuju Allah serta kampung akhirat.

5. Berpaling dari mengingat Allah

Kesibukan dalam urusan dan kenikmatan dunia yang fana menyebabkan

seseorang lalai dari mengingat Allah., mengingat sakaratul maut,

53

kematian, azab kubur dan seluruh perkara akhirat hilang dari ingatan dan

qalbunya. Memang tidak ada larangan yang membicarakan perkara

urusan dunia, namun yang jadi permasalahan ialah ketika seseorang

menghabiskan waktunya dan tenggelam dalam urusan dunia itu akan

menjadikan qalbunya mati, karena hilangnya qalbu dari mengingat Allah.

Hakikat orang yang seperti ini qalbunya sudah mati sebelum kematian

menjemputnya. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Perumpamaan orang

yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti

perumpamaan orang yang hidup dan yang mati”. (Muttafaq Alaih)

Orang yang qalbunya sakit, hari-harinya dipenuhi dengan

kesombongan terhadap Allah, ia sama sekali tidak mau beribadah kepada-

Nya, tidak menjalankan perintah-Nya dan melakukan yang tidak diridhai-

Nya, hati seperti ini selalu berjalan dengan hawa nafsu dan keinginannya,

meskipun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah, tetapi ia tidak peduli. Ia telah

berhamba kepada selain Allah. Jika ia mencintai sesuatu, ia mencintainya

karena nafsunya. Begitupun jika ia menolak sesuatu atau membenci sesuatu ia

membenci juga karena hawa nafsunya.

Qalbu yang sehat dan baik adalah qalbu yang hidup, bersih, penuh

ketaatan kepada Allah. Qalbunya terbebas dan selamat dari berbagai macam

sifat tercela, baik yang berkaitan dengan Allah, sesama manusia maupun

dengan makhluk Allah di alam semata ini. Dengan beriman kepada Allah,

cinta kepada ketaatan, dan membenci maksiat, melaksanakan segala yang

diperintah Allah dan menjauhi yang di larangnya, maka akan menambah

cahaya qalbu. Sebaliknya, dengan kekufuran dan maksiat akan menambah

gelapnya qalbu. Sehingga akan suka melakukan maksiat dan yang dibenci

Allah, serta tidak menaati yang Allah perintahkan.

Karenanya sangat penting bagi kita menjaga qalbu agar selalu

istiqomah berada dalam ridha dan petunjuk Allah. Karena hal-hal kecil

perbuatan maksiat yang kita lakukan, tanpa disadari telah menggerogoti

54

kekuatan qalbu yang merupakan sumber perilaku, sehingga qalbu kita sangat

sulit untuk menjadi sehat.24

Ujian dan cobaan dapat menampakkan perbedaan ketiga macam

qalbu. Qalbu yang mati dan qalbu yang sakit akan menampakkan sesuatu

yang tersembunyi seperti keraguan dan kekufuran. Sedangkan qalbu yang

sehat akan menampakkan sesuatu yang tersembunyi seperti keimanan,

petunjuk, dna menambah kecintaannya kepada Allah serta kebenciannya

terhadap kekufuran dan kesyirikan.25

Kesehatan tubuh seseorang hanya akan menjamin kebahagiaan di

dunia ini, sedangkan kesehatan jiwa akan menentukan kebahagiaannya di

dunia dan akhirat kelak. Begitu pun kematian jasad, akan memutusnya

dengan kehidupan alam dunia, tetapi kematian qalbu akan selalu dirasakan

sebagai suatu kepedihan dan ketersiksaan selama-lamanya.26

Sakitnya qalbu

merupakan kerusakan yang menimpanya, yang merusak pandangan dan

keinginannya terhadap suatu kebenaran. Ia tidak dapat melihat kebenaran

sebagai kebenaran, ia melihatnya sebagai sesuatu yang tidak sesuai dari

hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi

berkurang dan merusak keinginannya, sehingga ia membenci kebenaran yang

bermanfaat dan bahkan mencintai kebatilan yang membahayakan. Jika

diketahui demikian, maka diperlukan usaha untuk menjaganya agar tetap

hidup dan bening dengan memenuhi beberapa kebutuhan qalbu. Adapun yang

dibutuhkan qalbu dalam hal ini ialah:

1. Sesuatu yang dapat menjaganya agar tetap kuat, yaitu iman dan ketaatan.

2. Pemeliharaan dari gangguan yang membahayakan, yaitu dengan

menjauhi berbagai macam dosa, maksiat, dan hal-hal yang menyimpang.

24

Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedia Manajemen

sHati, Terj. dari موسوعت فقه القلوب oleh Suharlan dan Agus Makmun, (Jakarta: Darus Sunnah, 2018),

h. vi-ix. 25

Ibid., h. 173. 26

Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Pikiran, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.

65.

55

3. Menghilangkan sumber-sumber penyakit yang menimpa qalbu, yaitu

dengan taubatan nashuha dan meminta ampunan kepada Dzat Yang

Maha Mengampuni segala dosa.27

Allah Dzat Yang Maha Pengampun (al-Ghaffar) memberikan fasilitas

pengampunan atau pembersihan karat yang ada di qalbu akibat dari berbagai

dosa yang menyebabkan timbulnya noda hitam, dengan pintu kesempatan

bertaubat dan meminta ampun yang terus terbuka. Inilah nikmat besar yang

dianugerahkan Allah Swt. kepada hamba-Nya. Dengan bertaubat dan minta

ampun, Allah akan „menyemir‟ qalbunya hingga mengkilap kembali, ibarat

sepatu yang kotor dan bulukan. Itulah rahmat Allah Swt. yang menjadi bukti

betapa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang berdosa. 28

Qalbu merupakan potensi yang bisa melengkapi otak cerdas dan

badan kuat menjadi mulia, namun tidak semua orang mampu menjaga serta

mengembangkan potensi qalbu ini. Dengan qalbu yang hidup orang yang

Allah kasih kekurangan dalam hal fisik pun bisa menjadi mulia, begitupun

orang yang tidak begitu cerdas pun bisa menjadi mulia.29

Sedangkan dengan

kebeningan qalbu, ia selalu mampu menciptakan kedamaian dan

kebersamaan, baik untuk dirinya sendiri maupu untuk orang lain disekitarnya.

Menurut Abdullah Gymnastiar atau yang biasa dikenal dengan Aa

Gym, kebeningan qalbu di awali dengan pembersihan qalbu. Langkah

pertama yang dilakukan dalam ikhtiar pembersihan qalbu ialah dengan upaya

memahami diri sendiri dan orang lain. Tanpa adanya pemahaman dan

pengenalan yang mendalam, mustahil kita bisa terhindar dari kekotoran

qalbu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumber dari kiat mengelola

qalbu dalam hal ini manajemen qalbu ialah dengan pengenalan diri. Ketika

kita mampu mengendalikan perasaan (emosi) dengan begitu kita bisa

memahami siapa diri kita. Jadi, kita akan mampu mengendalikan diri kita

27

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Klinik Penyakit Hati, Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib

Bawaan Arif Topan , h. 46. 28

Nurul H. Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul, (Jakarta: Alifia Books, 2018), h.

24-26. 29

Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2002), h. 28.

56

ketika kita mengenalnya secara mendalam. Namun, jika kita tidak mampu

mengendalikan30

diri, itu dikarenakan kita merasa asing dengan diri kita

sendiri. Kemudian, bisa saja terjadi suatu masa kita melakukan perbuatan

maksiat dan keji sedangkan kita sendiri tidak sadar melakukan hal tersebut.

Mengenal diri merupakan kunci mengenal Allah, sebagaimana Allah

berfirman:

لم أنو الق … سنريهم ءاياتنا ف األفاق وف أنفسهم حت ي تب ي

“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami

di ufuk-ufuk dan di dalam diri-diri mereka sendiri, sehingga nyata

bagi mereka bahwa Al-Quran adalah yang benar…”. (QS. Al-

Fushshilat: 53)

Nabi Muhammad Saw. bersabda:

من عرف ن فسو ف قد عرف ربو

“Barangsiapa telah mengenal dirinya, maka benar-benar dia telah

mengenal Tuhannya.”

Tidak ada sesuatu yang lebih dekat dengan diri kita selain diri kita

sendiri. Maka ketika kita tidak mengenal diri kita, bagaimana mungkin

mengenal Allah Dzat Yang Maha Halus. Mengenali diri bukan sebatas

mengenal tubuh fisik kita, tetapi kita juga harus mengenali apa yang ada di

dalam bathin kita. Untuk mengenal diri kita, ketahuilah bahwa kita terdiri dari

dua hal, yang pertama qalbu, yang kedua ialah apa yang dinamakan jiwa dan

ruh.

Jiwa adalah qalbu. Ia laksana penerang, sekaligus ia merupakan

hakikat kita yang terdalam. Sebab jasad ialah permulaan dan ia akan rusak,

sedangkan jiwa adalah akhir dan ialah yang pertama dan disebut qalbu.

Hakikat qalbu itu dari alam ghaib, bukanlah dari alam syahadah. Alam

syahadah ini ialah segala sesuatu yang dapat kita lihat melalui mata lahir.

Semua anggota badan merupakan bala tentara atau prajuritnya. Ialah sang

raja. Ciri-cirinya ialah ma‟rifatullah dan musyahadah (menyaksikan)

30

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, (Bandung: MQ Publishing,

2004), h. 1.

57

keelokan hadlirat Ilahi. Mengetahui hakikatnya serta mengenal sifat-sifatnya

merupakan kunci mengenal Allah.31

Dengan qalbulah apabila manusia

mengenalnya, niscaya ia akan mengenal dirinya. Dan ketika seorang hamba

telah mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya. Begitupun sebaliknya,

apabila seorang hamba tidak mengenal qalbunya, maka ia tidak mengenal

dirinya dan tidak mengenal Tuhannya.32

Jadi, kunci pemahaman diri terketak pada qalbu. Qalbu mampu

memperlihatkan secara jelas siapa diri kita dan bagaimana watak kita.

Kemudian untuk mengenal diri, kita mulai dari kedalaman diri kita sendiri

dalam hal ini dari kedalaman qalbu yang biasa dikenal dengan nurani, yaitu

dengan upaya introspeksi diri (muhasbah). Jadi, kita mampu mengenal diri

kita melalui satu proses pendalaman, bukan tiba-tiba mampu memahami diri

sendiri. Proses introspeksi diri dapat berjalan secara efektif apabila kita

mampu menata suasana qalbu. Kita harus yakin bahwa kitalah yang bisa

menolong diri kita sendiri dan tentunya ikhtiar ini hanya Allah yang berkuasa

menolong kita.

Kita adalah apa yang kita pikirkan, itulah ungkapan tentang

pengenalan dan potensi diri. Artinya ketika kita memikirkan bahwa diri kita

ini tidak berguna, maka ketidakbergunaan itulah yang akan tetap menjadi cap

diri kita. Mencermati potensi diri sama halnya mengenali diri kita.33

Upaya

memperbaiki diri akan efektif jika kita menggerakkan segenap potensi positif

dalam diri kita. Dengan syarat kita telah mengetahui adanya kelemahan pada

diri kita sendiri. Potensi untuk memperbaiki diri tersebut hanya bisa

digerakkan dengan niat yang tulus. Sebagaimana firman Allah:

روا مابأنفسهم ... ر مابقوم حت ي غي …إن اهلل الي غي

31

Al-Ghazali, Manajemen Hati Membuka Pintu Sa‟adah Menuju Makrifatullah , Terj.

dari Aja‟ib al-Qalb Kimya‟ al-Sa‟adah oleh A.Mustofa Bisri, Achmad Frenk, h. 42-45. 32

Al-Ghazali, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, Terj. dari Ihya‟ „Ulumiddin

oleh Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h. ix. 33

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 2-3.

58

“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu

kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri

mereka sendiri..” (QS. Ar-Ra‟d: 11)34

Ayat ini menegaskan bahwa Allah hanya akan mengubah suatu kaum

jika ia berusaha untuk merubahnya. Dalam artinya, Allah hanya akan

membiarkan seseorang atau suatu kaum tetap dalam kondisi terburuk

sekalipun jika orang atau kaum itu tidak berniat dan berusaha untuk

berubah.35

Langkah kedua ialah upaya keras yang kita lakukan untuk mengenali

dan mengendalikan diri itu juga memerlukan tekad yang kuat. Tekad ini harus

dijaga agar tetap berkobar dan tidak padam. Tekad yang kuat inilah yang

nantinya menjadi jalan bagi kita untuk mulai membersihkan qalbu karena

masa antara mengenali dan mengendalikan diri kita adalah membersihkan

qalbu terlebih dahulu.

Kesuksesan dalam pendidikan akhlak berbasis manajemen qalbu ini

ialah bagimana kita secara istiqomah dapat selalu melakukan pembersihan

qalbu di sepanjang kehidupan. Kita harus selalu ingat bahwa kunci

keberhasilan agar dapat bertemu dengan Allah Swt. ialah kebersihan qalbu

atau qalbun saliim. Jadi, puncak kesuksesan bermuara pada kebersihan qalbu,

kemudian, sarana pembersihan qalbunya ialah tekad (niat) yang kuat. Kita

sebenarnya mampu mengubah diri kepada yang lebih baik, tekad itulah yang

menjadi kunci untuk menggerakkan sesuatu dan menjadi kunci terciptanya

sikap istiqomah dalam berperilaku.

Setelah kita mampu melakukan kunci pertama yaitu pembersihan

qalbu, kemudian kita berlanjut pada kunci ke dua yaitu “ilmu” memahami

diri. Kita bisa membersihkan qalbu apabila kita terus-menerus memperbaiki

keadaan diri kita yang dirasakan memiliki banyak kekurangan. Ilmu

memahami diri ini berbanding lurus dengan tekad. Semakin keras kita

melakukan upaya menelusuri siapa diri kita, semakin besar pula tekad kita

34

Departemen Agama, op. cit., h. 250. 35

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 6.

59

untuk memperbaiki diri, serta semakin besar pula kadar ilmu pemahaman diri

yang kita miliki.36

Langkah ketiga yaitu pengendalian diri. Pengendalian diri sifatnya

prioritas utama. Sebab kita tidak akan celaka, melainkan karena diri kita

sendiri. Bahkan, Rasulullah dalam hal ini menegaskan, bahwa jihad akbar

adalah jihad melawan diri sendiri. Namun, kita sering kali dibutakan dengan

hal-hal yang sifatnya lahiriah. Padahal, musuh-musuh lahiriah merupakan

bonus dari Allah agar menjadi ladang kita untuk berjihad. Musuh lahiriah

tersebut tidaklah lebih berbahaya daripada musuh tak terlihat yang berwujud

dalam diri kita.37

Perasaan atau diri itu diibaratkan kuda liar. Jika kita tidak mampu

menaklukkannya, kita akan terpanting dibuatnya. Ada berbagai macam

perasaan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang perlu kita kendalikan

agar kita tidak dibuat rugi olehnya. Dan yang pasti perasaan ini bersumber

dari dalam diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Perasaan ini jika tidak kita

kendalikan akan menggumpal menjadi amratul qulub (penyakit qalbu).

Berikut yang memerlukan pengendalian diri (self control) oleh kita yaitu:

1. Amarah

Rasa marah sebenarnya dapat dikontrol jika kita menyakini bahwa

hal tersebut tidak berguna sama sekali. Amarah memang suasana qalbu

yang paling sulit dikendalikan. Oleh sebab itu Allah Swt. dan Rasul-Nya

sudah memberi peringatan kepada kita tentang dampak negatif dari

marah. Rasulullah Saw. memberikan kita cara praktis untuk

mengendalikan amarah, dalam hadisnya.

“Jika seseorang di antara mu marah ketika sedang berdiri,

segeralah ia duduk. Jika kemarahan belum mereda, hendaklah ia

berbaring.” (HR. Abi Dzar)

Kata dan perilaku yang keji, yang dapat melukai orang lain

merupakan salah satu dampak negatif dari marah. Tentu perbuatan

36

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 12-15. 37

Ibid., h. 23-24.

60

seperti itu akan menghancurkan hubungan baik kita dengan siapa saja

dan dimana saja. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita harus bisa

mengendalikannya dengan sabar, diam, dan menenangkan diri

sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. Namun, ada kalanya kita

tidak bisa menahan amarah itu. Jika hal tersebut harus terjadi, kita bisa

mengontrolnya dengan memilih kata-kata yang tidak menyakitkan qalbu,

sederhanakan persoalannya jangan diperuncing, dan jangan terlalu lama

marahnya persingkat amarah serta yang terpenting pula jangan sampai

sungkan meminta maaf setelah marah.38

2. Ucapan

Mulutmu adalah harimau yang akan menerkam kepalamu. Pepatah

lama ini memberi maksud bahwa betapa berbahaya ucapan atau lisan

kita. Di antara bahaya lisan yaitu berbohong, menggunjing (ghibah),

mengumpat dan mengobrol yang tidak berguna. Rasulullah saw. bertanya

kepada sahabat, “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Para sahabat

terdiam, tidak menjawab. Kemudian Rasulullah bersabda, “Amal tersebut

adalah menjaga lisan.” (HR Imam Baihaqi dari Abu Juhfah)

Kebersihan lisan harus disertai dengan kebersihan qalbu. Tanpa

kebersihan qalbu, kita tidak akan bisa mengeluarkan kata-kata ataupun

kalimat-kalimat yang beisi dan berkualitas. Syeikh Ibnu Atha‟illah

mengatakan bahwa tiap lisan yang dikeluarkan pastilah membawa corak

bentuk qalbu yang mengeluarkannya.

Keluarnya caci maki, kebohongan, penghinaan, sumpah serapah,

dan kata-kata yang menyakitkan qalbu dapat dipastikan bersumber dari

qalbu yang kotor. Di dalam qalbu yang kotor selalu terselip keinginan

untuk mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, tidak bermakna, atau

hanya sekendar berkomentar yang tidak perlu. Untuk itu, kita perlu

berhati-hati dalam hal ucapan. Kita harus mempunyai kemampuan

menahan lisan dengan cara mempertimbangkan akibat-akibat yang

menyertainya. Lisan memang tidak melukai fisik, namun ia mampu

38

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 25-28.

61

melukai perasaan yang bisa membawa perkelahian fisik, dan terputusnya

silaturahmi.

Dalam manajemen qalbu ada yang namanya metode diam aktif.

Metode diam aktif memungkinkan kita menghemat kata-kata yang

berpeluang menimbulkan masalah dari apa yang kita ucapkan. Diam aktif

memungkinkan kita terhidar dari dosa, membuat otak kita selalu berpikir

dan qalbu tetap bersih sehingga kita tetap terjaga dalam ketenangan.

Diam aktif bisa menyiaratkan lebih berwibawa dan bijak karena kita

mampu menempatkan diri sebagai pendengar dan pemerhati yang baik.

Metode diam aktif ini akan berujung menghasilkan hikmah. Allah Swt.

akan membukakan gagasan yang cemerlang kepada kita, menampakkan

kekeliruan. Ini dapat dilihat pada ahli hikmah yang cenderung

memperbanyak zikir, diam dan bertafakur. Diam aktif ialah upaya

menghindari perkataan dusta, perkataan sia-sia, celetukan spotan yang

mungkin salah, pengumbaran kata yang berlebihan atau monoton,

pengungkapan keluh kesah yang membuat orang jengkel, penghindaran

dari riya dan ujub, penghindaran dari menyakiti qalbu , dan penghindaran

dari imej sok tau dan sok pintar.

3. Pandangan

Pandangan atau mata ibarat kamera yang bisa merekam setiap

objek dan kemudian tersimpan dalam memori otak. Pandangan lewat

mata tersebut merupakan virus yang dapat membuat kita terpengaruh

untuk kembali mengotori qalbu. Salah satu kekuatan yang diperlukan

oleh orang-orang yang istiqomah menjaga qalbunya ialah menundukkan

pandangan. Tundukkanlah pandangan terhadap sesuatu yang

menimbulkan nafsu syahwat dan kepada hal-hal yang menimbulkan

keinginan hampa.39

Pandangan atau mata merupakan salah satu alat indera yang sangat

efektif untuk menyimpan sesuatu kebaikan atau keburukan ke dalam

memori. Untuk itu, hindarkanlah pandangan kita dari sesuatu yang buruk

39

Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati MQ For Beginners, h. 32-36.

62

agar tidak menjadi memori yang akan terus menerus mengotori qalbu.

Berdoalah kepada Allah Swt. agar Allah membelokkan pandangan kita

dari hal-hal yang mengotori qalbu.

Maulana Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Orang yang begitu

senang dan nikmat melihat dan menyebut-nyebut kebaikan orang

lain bagaikan hidup di sebuah taman yang indah. Ke sini anggrek,

ke sana melati. Pokoknya, kemana saja mata memandang, yang

tampak hanyalah bebungaan yang indah mekar dan harum

mewangi. Di mana-mana yang terlihat hanyalah keindahan.

Sebaliknya, orang yang gemar melihat aib dan kejelekan orang

lain, pikirannya hanya diselimuti dengan aneka keburukan

sementara hanya dikepung dengan prasangka-prasangka buruk.

Karena itu, kemana pun matanya melihat, yang tampak adalah

ular, kalajengking, duri dan sebagainya. Di mana saja ia berada

senantiasa tidak akan pernah dapat ternikmati indahnya hidup

ini.”40

4. Pendengaran

Pendengaran hampir setara fungsi dan dampaknya dengan

pandangan dalam hal membersihkan dan mengotori qalbu. Apabila kita

mendengar hal-hal yang tidak sepantasnya didengar, tidak

menyenangkan atau bahkan menyakitkan, itu membuat qalbu kita tidak

tenang dan penasaran untuk melontarkannya, serta dapat menimbulkan

dendam dan amarah yang mengotori qalbu kita. Sebaliknya, jika kita

mendengarkan lantunan al-Quran atau hal-hal yang baik, itu akan

menenteramkan qalbu kita.

Allah Swt. telah memberikan kita tuntunan yang baik. Pendengaran

menjadi salah satu media untuk kita membersihkan qalbu. Tutuplah

telinga kita ketika mendengar hal-hal yang tidak pantas didengar. Dan

bukalah telinga kita ketika mendengar lantunan ayat-ayat Allah, majelis

ilmu, nasihat para ulama dan semua hal-hal baik lainnya.41

Langkah keempat ialah pengembangan diri. Sering kali niat dan tekad

mengebu-gebu di dalam qalbu untuk mengubah diri. Kemudian, kita menjadi

pribadi yang kita idamkan selama ini. Namun, setelahnya kita tumbuh

40

Ibid., h. 39. 41

Ibid., h. 43-44.

63

terkadang justru tidak bisa berkembang. Hal ini disebabkan terganggunya

kekonsistenan niat dan tekad kita oleh hal-hal yang sebenarnya berasal dari

dalam diri kita sendiri.

Sebenarnya, tidak ada kata terlambat untuk mengembangkan diri,

karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik

dan ingin lebih baik. Yang dapat dikatakan terlambat mungkin ialah

kesadaran kita memahami bahwa diri kita ini sebenarnya bukanlah seseorang

yang menyenangkan atau bahkan mungkin seseorang yang rendah diri karena

tidak bisa mengembangkan potensi-potesni positif yang telah Allah tanamkan

di dalam diri kita.

Ketika kita berniat untuk mengembangkan diri, kita harus terlebih

dahulu mengenal diri dan membersihkan qalbu kita. Karena tanpa hal yang

demikian, upaya kita mengembangkan diri akan hanya menjadi teori yang

dalam artikel-artikel atau buku-buku. Karena yang akan tumbuh nantinya

hanya konsep pengembangan diri, tanpa berkembang dalam bentuk perilaku.

Pengembangan diri tetaplah bermula dari rumah “qalbu.”

Salah satu upaya mengembangkan diri setelah kita melewati proses

pengenalan diri dan pembersihan qalbu ialah membina kepercayaan diri. Sifat

sombong ialah sifat yang buruk dan tidak ada seorang pun yang

menyukainya. Namun, rendah diri (minder) pun tak kalah buruk dengan

kesombongan. Sebenarnya perasaan rendah diri akan menjadi sesuatu yang

berharga jika khusus dihadapkan kepada Allah Swt. Tiadalah artinya kita jika

dibandingkan dengan ke-Mahaperkasaan Allah Swt. kita tidak punya

pengetahuan apaun kecuali sangat sedikit, sedangkan Allah Mahatau meliputi

segenap yang ada. Jadi, sangatlah wajar jikia kita merasa rendah diri di

hadapan Allah Swt.

Yang sangat tidak wajar ialah jika kita merasa rendah diri di hadapan

orang lain. Di hadapan sesama manusia yang mana sama-sama diciptakan

oleh Allah dari tanah. Perasaan minder memang sangat berbahaya, karena

perilaku ini melahirkan beban yang sangat berat. Bahkan terkadang berujung

kepada keinginan yang fatal yaitu bunuh diri. Oleh karena itu, mari kita

64

mengevaluasi diri kita sebelum penyakit ini menyerang dan membuat usaha

kita berkembang menjadi sia-sia.42

Langkah kelima ialah makrifatullah. Makrifatullah atau kecondongan

diri kita kepada Allah merupakan langkah terakhir untuk mengupayakan

mengelola qalbu (manajemen qalbu). Qalbu yang bersih dan selalu terjaga

harus senantiasa berfokus kepada Allah. Dalam upaya pengenalan diri pada

langkah manajemen qalbu, kita harus mengiringi dengan upaya mengenal

Allah. Mutiara yang paling berharga dalam hidup ini ialah bisa mengenal

Allah, terlebih lagi apabila kita termasuk golongan yang dikasihi Allah Swt.

“Wahai anak Adam, Aku telah ciptakan kamu, maka kamu jangan

bermain-main. Aku jamin rezekimu, maka kamu jangan merasa capai.

Wahai anak Adam, carilah Aku, maka engkau akan menemui-Ku. Dan

jika engkau menemukan Aku, engkau akan dapat sesuatu Aku

mencintaimu, lebih dari segalanya.” (Hadits Qudsi)

Sesungguhnya Allah begitu amat dekat. Bahkan, lebih dekat dari urat

leher kita sendiri. Tetapi banyak tabir qalbu yang menjadi penghalang

masuknya nur ilahi. Itulah sebabnya kedekatan kita kepada Allah tidak terasa

sama sekali. Tahapan yang paling tinggi dalam pengenalan diri, pembersihan

qalbu, pengendalian dan pengembangan diri ialah jalan menuju ridha Allah.

Upayakan segala aktivitas yang kita lakukan semata-mata mencari ridha

Allah dan melakukan yang diridhai Allah, agar istiqomah pengolahan qalbu

tetap terjaga.43

Keberadaan Allah yang sangat dekat dengan kita menjadi sebuah

peringatan untuk selalu berhati-hati dalam melakukan segala perbuatan dan

perkataan. Berniat melakukan sesuatu yang kurang baik saja dijauhkan,

apalagi melakukan perbuatan jahat, bahkan berprasangka jelek pun kita akan

menjaga diri dari itu. Kejernihan qalbu muncul dari sebuah keyakinan bahwa

Allah mengetahui segala yang terlintas di qalbu kita dan mengawasi segala

gerak-gerik kita. Keyakinan seperti ini akan membuat keadaan kita selalu

damai, sekalipun kita berada di tempat yang sempit, tetapi tetap terasa luas.

42

Ibid., h. 98-100. 43

Ibid., h. 130-131.

65

Keadaan seperti ini pun akan otomatis membuat kita memiliki akhlak yang

baik.44

Qalbu merupakan amanah yang harus terus dijaga dengan sungguh-

sungguh. Kalau kita senantiasa berusaha menjaga kejernihan qalbu dan

mengelola qalbu agar tetap berada dalam qalbun salim, yang akan berefek

dalam hidup kita di antaranya ialah detak jantung normal, lisan enak

didengar, wajah cerah dan badan sehat. Bahkan lebih dari itu, kita akan

menjadi manusia yang menyenangkan.45

Hidupkanlah qalbu dengan semua jenis ketaatan dan kebaikan yang

merupakan makanan baginya. Makanan yang halal dan baik bagi qalbu ialah

zikrullah, tilawatil Qur‟an, istighfar, berdoa, bershalawat kepada Rasulullah

SAW, Qiyamullail, memperbanyak ibadah, memperbanyak ilmu dan lain-

lain.46

Zikir ialah upaya yang biasa dilakukan oleh orang-orang beriman dalam

mendekatkan diri kepada Allah Swt. Menurut Al-Qusyairi zikir ialah

menenggelamkan ingatan pada penyaksian Yang Diingat, kemudian

menghanyutkannya dalam wujud Yang Diingat sehingga tidak ada lagi bekas

apa pun yang menyiksa dan teringat darimu.47

Imam Ibnu Qayyim

mengatakan bahwa, sesungguhnya zikir ialah makanan bagi qalbu dan roh,

apabila seorang hamba Allah Swt. kering dari siraman, maka jadilah ia

bagaikan tubuh yang terhalang dari memperoleh makanan. Zikir itu penting

bagi kita, karena ia bagaikan perlunya ikan terhadap air, itulah zikir menurut

Ibnu Taimiyah.48

Zikir merupakan ibadah yang menjadi bekal bagi seorang hamba yang

meniti jalan Allah Swt. selama dalam perjalanannya. Seperti halnya bekal

bagi seorang musafir. Jika bekalnya tipis dan ukuran makanannya sedikit,

maka kekuatannya akan melemah dan anggota badannya lungai, sehingga ia

44

Ibid., h. 138. 45

Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu, h. 30. 46

Muhammad Isa Selamat, op. cit., h. 65. 47

Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 181. 48

Muhammad Isa Selamat, loc. cit., h. 65.

66

harus balik kembali untuk mengambil bekal. Zikir itu ibarat pusatnya

pengisian bahan bakar untuk bekal dalam perjalanan. Zikir juga merupakan

senjata bagi orang mukmin di segala tempat dan kondisi, serta senjata dalam

menghadapi berbagai permasalahan. Dengan berzikir dapat menjauhkan

seorang mukmin dari barbagai penyakit, mengilangkan kesedihan dan

meringankan musibah yang menimpanya.

Zikir ialah surga yang dijadikan tempat pelarian bagi orang-orang yang

bertakwa ketika penjara dunia menghimpit mereka. Sebab berzikir kepada

Allah bagi mereka akan membangkitkan keceriaan di qalbu yang sedang

bersedih dan membuat jiwa seseorang yang sedang menderita (merana)

menjadi senang dan ridha (penuh suka cita). Zikir kepada Allah merupakan

ibadah qalbu yang paling penting, bahkan ia merupakan manifestasi

penghambaan qalbu dan lisan yang sah setiap waktu.49

Secara esensial, zikir ialah obat untuk jiwa dan ketenangan untuk qalbu

yang galau dan takut serta jiwa yang lemah dan”larut” dalam materi dan

syahwat. Ketika seseorang mengingat Tuhannya secara benar dan ikhlas,

qalbunya akan tumaninah dan jiwa pun akan tenteram.50

Allah Swt. berfiman:

...أالبذكر اهلل تطمئن القلوب

“…Ingatlah! Hanya dengan mengingat Allah qalbu menjadi

tentram.” (QS. Ar-Ra‟d [13]: 28)51

Zikir juga dapat menyucikan qalbu dari berbagai penyakit dan

mencuci jiwa dari berbagai kotorannya. Zikir mampu menurunkan keamanan,

ketumaninahan, keridhaan, dan ketenangan ke dalam jiwa. Zikir juga dapat

menghidupkan rasa optimis dan semangat cita-cita.52

Seseorang yang selalu

berzikir akan tuma‟ninah qalbunya dan akan damai batinnya. Qalbunya

senantiasa selalu ikhlas untuk Allah. takabur, riya, kedengkian, kehasudan,

kedendaman dan ketertipuan terampas darinya. Hal itu disebabkan zikir yang

49

Khalid Sayyid Rusyah, Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep Pendidikan

Islam, Terj. dari دة العبا لذة oleh Abdurrahim, (Jakarta: Carkrawala Publishing, 2009), h. 74-75. 50

Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 186. 51

Departemen Agama, op. cit., h. 252. 52

Rosleni Marliany, Asiyah, loc. cit., h. 188.

67

dilakukan olehnya kepada Allah menjadikan dirinya selalu berada dalam

keseimbangan. Sesungguhnya seseorang yang selalu berzikir hidup bersama

Allah. dengan zikirlah seseorang dapat menghadapi berbagai masalah dengan

kuat. Ia selalu bertawakal dan menyerahkannya kepada Allah segala

urusannya setelah ia berupaya dengan maksimal, memikirkan, dan

merenungkan segala sesuatu secara rasional.53

…ومن ي تق اهلل يعل لو من أمره يسرا

“…Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia

menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq:

4)54

Imam Ibnu Qayyim menyebutkan beberapa konsep pengobatan

berbagai macam penyakit qalbu, yaitu “Terkadang qalbu mengalami sakit,

sebagaimana halnya badan. Obatnya adalah tobat. Qalbu pun terkadang

buram, sebagaimana cermin. Cara membersihkannya ialah dengan zikir.

Qalbu terkadang telanjang, sebagaimana badan. Pakaiannya ialah takwa.

Sebagaimana badan, qalbu terkadang lapar dan dahaga. Makanan dan

minumannya ialah pengetahuan, mahabbah (cinta yang luhur tanpa syarat),

tawakal, inābah (kembali dari dosa-dosa kecil menuju cinta), dan khidmah

(mengabdi).

Sarana yang sangat penting untuk membantu seseorang dalam

menjadikan qalbunya sehat selamanya dan membeningkan qalbunya ialah

dengan menjauhi perkara-perkara syubhat dan haram. Ibnu Qayyim

menjelaskan pentingnya menjaga berbagai penyakit qalbu. Ia berkata, “Ketika

posisi qalbu terhadap seluruh anggota badan yang lainnya bagaikan raja yang

mempunyai kewenangan penuh untuk memerintah, sehingga seluruh tindakan

anggota badan itu muncul karena perintahnya serta dia dapat

menggunakannya untuk setiap perkara yang ia kehendaki, berusaha

sepenuhnya untuk menyehatkan dan meluruskannya ialah tindakan utama

yang harus dilakukan.

53

Ibid., h. 190. 54

Ibid., h. 558.

68

Seluruh hakikat perkara memantul pada qalbu, sebagaimana

memantulnya gambar pada cermin. Kekuatan qalbu mengetahui hakikat

seluruh perkara dan merespon citranya tergantung pada sifat qalbu. Hal ini

karena keterhijaban qalbu, dalam kadar tebal dan tipisnya, sesuai dengan

perkara yang mempengaruhinya, yakni indra, syahwat, maksiat, dan cinta

diri. Terbukanya berbagai hijab dari qalbu, seperti itulah kadar kemampuan

qalbu dalam mengetahui dan menyaksikan berbagai hakikat.55

Manusia yang bersih qalbunya akan menerima limpahan rahmat cinta

dan ridha Allah Swt. dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat kelak.

Kondisi qalbu yang bersih harus dipersiapkan atau harus dilatih sejak

menjalani kehidupan di dunia, sebagai syarat memasuki surga yang telah

dipersiapkan. Hanya orang beriman yang memiliki qalbu yang bersih dan

berhak memasuki surga-Nya Allah.56

Untuk meraih rahmat dan cinta-Nya Allah, di samping manusia harus

berupaya dengan sungguh-sungguh membersihkan qalbunya dari berbagai

macam penyakit, baik penyakit yang terberat keburukannya sampai penyakit

yang ringan. Manusia pun harus berusaha mengembangkan kasih sayang

kepada sesama manusia dan kepada semua makhluk ciptaan Allah, serta

mengembangkan cintanya kepada Allah dengan mengikuti dan meneladani

semua ajaran yang Rasullah ajarkan dalam kehidupannya sehari-hari.57

55

Rosleni Marliany, Asiyah, op. cit., h. 62-63. 56

Rif‟at Syauqi Nawawi, Pribadi Qur‟ani, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 231. 57

ibid., h. 237-238.

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah yang telah

dirumuskan dalam penelitian ini. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini

akan dikemukakan sebagai berikut:

1. Perbaikan akhlak harus diawali dengan perbaikan batin dalam hal ini

qalbu. Dalam hal memanaj qalbu dapat dilakukan dengan senantiasa

memaksakan diri melakukan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi

perkara-perkara syubhat, haram, segala macam dosa, maksiat, dan

berusaha menghilangkan penyakit-penyakit qalbu dengan taubatan

nashuha.

2. Hadirkan Allah dalam setiap aktivitas apapun dan lakukan aktivitas itu

semata-mata mencari ridha Allah. Timbulkan selalu keyakinan bahwa

Allah Maha Mengetahui segalanya, termasuk apa yang terlintas di dalam

qalbu kita.

3. Yakin pada ketetapan Allah yang Maha Mengatur dan Mahakuasa atas

segala sesuatu.

Memanaj selalu qalbu agar potensi positif dari qalbu itu menang,

dengan menjaga panca indera, supaya data yang masuk ke dalam akal itu data

yang positif sehingga membentuk qalbu yang positif dan diiringi dengan nafsu

muthmainnah maka dengan izin Allah dan tekad yang kuat dalam

menjalankan manajemen qalbu akan melahirkan akhlak yang baik, jiwa yang

bermanfaat untuk orang lain, dan mampu mengaplikasikan ajaran agama Islam

dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu mengoreksi dan memperbaiki diri.

70

B. Saran

Adapun saran penulis untuk berbagai pihak dalam penelitian ini adalah

1. Bagi para pelajar, hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat

potensi yang begitu banyak, salah satunya qalbu yang seharusnya di kelola

agar terus bersih sehingga melahirkan akhlak mulia.

2. Bagi lembaga pendidikan sebagai tempatnya belajar, hendaknya

menerapkan peraturan yang berisi pendidikan akhlak, agar para civitas

akademika di dalamnya dapat berakhlak mulia.

3. Bagi pemerintah, hendaknya mampu menerapkan peraturan yang di dalam

nya terdapat hukuman dengan tidak memutuskan sepihak, tetapi harus

didasari dengan ajaran Islam yang mengendepankan keadilan dan

membuat aturan dengan qalbu yang bersih.

4. Bagi masyarakat yang di dalamnya terdiri dari berbagai kalangan,

seharusnya mampu menjadikan lingkungan tersebut baik dalam segala hal,

dan mampu menjalankan perannya masing-masing dengan akhlak mulia

yang di dasari dengan manajemen qalbu.

5. Bagi para pembaca, hendaknya selalu menghadirkan Allah dalam situasi

dan kondisi apapun dan menyadai bahwa Allah selalu mengawasi kita

semua setiap saat dan setiap waktu, dengan menyadari hal tersebut

sehingga dapat membuat kita selalu ingat Allah dan selalu melakukan hal-

hal yang diridhai Allah.

71

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspeketif Al-Qur’an. Jakarta:

Amzah, 2007, Cet. 1.

Abdul Rahman, Abu al-Aly Muhammad bin Abdul Rahim. Tuhfah Al-Ahwaady

syarh jaami‟u Al-Turmudzy. Amman: Bait Al-Afkar al-Dawlawiyyah, tt.

Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2016.

Alamsyah, Anas Amin. Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan

Saintifik Berbasis Manajemen Qalbu. PROGRESSA Journal of Islamic

Religious Instruction. Volume1, No. 2, Agustus 2017.

Al-Ghazali, Imam. Keajaiban Hati. Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011.

Al-Ghazali. Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama. Terj. dari Ihya’

’Ulumiddin oleh Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta: Republika Penerbit,

2012.

__________. Manajemen Hati Membuka Pintu Sa’adah Menuju Makrifatullah.

Terj. dari Aja’ib al-Qalb Kimya’ al-Sa’adah oleh A.Mustofa Bisri,

Achmad Frenk, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Keajaiban Hati. Terj. dari Risalatu fi Amradul Qulubi

oleh Fadhlli Bahri, Jakarta: Pustaka Azzam, 1999.

__________. Klinik Penyakit Hati. Terj. dari Thibbul Qulub oleh Fib Bawaan Arif

Topan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018.

Al-Kurdi al-Irbili, Maulana Syaikh Muhammad Amin. Menerangi Qalbu Manusia

Bumi, Manusia Langit. Terj. dari Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah, Allam

al-Ghuyub oleh M. Nur Ali, Bandung: Pustaka Hidayah, 2017.

Al-Mansor, Ansory. Jalan Kebahagiaan yang Diridhai. Jakarta: Rajagrafindo, tt

At-Tuwaijiri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. Ensiklopedia

Manajemen Hati. Terj. dari القلوب فقه موسوعت oleh Suharlan dan Agus

Makmun, Jakarta: Darus Sunnah, 2018.

Amin, Samsul Munir. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah, 2016.

72

Amini. Ibrahim, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” Para Pesuluk. Terj. dari Khud

Sȃzi: Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs oleh Ahmad Subandi dan Muhammad

Ilyas. Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002.

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta Rineka Cipta, 2007.

__________. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2013.

Daradjat, Zakiah. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama, 1995.

Departemen, Agama. Qur’an Tajwid. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006.

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2011.

Frager, Robert. Hati, Diri, & Jiwa Psikologi Sufi untuk Trasformasi. Terj. dari

Heart, Self, & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and

Harmony oleh Hasmiyah Rauf, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Gymnastiar, Abdullah. Jagalah Hati MQ for Beginners. Bandung: MQ

Publishing, 2004.

__________. Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu. Jakarta: Gema

Insani Press, 2002.

__________. Refleksi Manajemen Qalbu. Bandung: MQ Publishing, 2003.

Hadi, Syaiful. “Implementasi Prinsip Prinsip Manajemen Qalbu Dalam

Pembentukan Mental Kewirausahaan Siswa (Studi Di SMK Alam Kendal,

Dan SMK Askhabul Kahfi Semarang) Tahun Pelajaran 2016/2017”. Tesis

pada IAIN Salatiga, 2017.

Hafidnuddin, Didin. Membentuk Pribadi Qurani. Jakarta: Harakah, 2002.

Hasanudin. Manajemen Dakwah. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.Mumtahanah,

Nurotun. Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu. Al

Hikmah. Volume 1, Nomor 2, September 2011.

Hidayati, Heny Narendrany. Pengkuran Akhlakul Karimah Mahasiswa.

Diterbitkan atas kerjasama UIN Press dan Center for Quality Development

and Assurance-Lembaga Peningkatan dan Jaminan Mutu, UIN Syarief

Hidayatullah Jakarta, 2009.

73

Ibrahim Al-Bukhari, Abi Abdullah Bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-

fikr, 625 H. Jilid 1-3.

Karzon, Anas Ahmad. Tazkiyatun Nafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa

Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah di atas Manhaj Salafus Shaalih. Terj.

dari Minhaj Islami fii Tazkiyatun Nafs oleh Emiel Threeska, Jakarta:

Akbar Media, 2016.

Kementerian, Agama RI. Spiritual dan Akhlak (Tafsir Al-Qur’an Tematik).

Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010.

Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2013.

Maarif, Nurul H. Menjadi Mukmin Kualitas Unggul. Jakarta: Alifia Books, 2018.

Kristiawan, Muhammad. dkk. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish,

2017.

Mahmud. dkk. Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga sebuah panduan

lengkap bagi para guru, orang tua, dan calon, Jakarta: Akademia

Permata, 2013.

Marliany, Rosleni., dan Asiyah. Psikologi Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia,

2015.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2016.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Arab-IndonesiaI. Surbaya: Pustaka

Progressif:1997, Cet. Ke-14,

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997.

__________. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

__________. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikam Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana, 2003.

Nurhayati. Akhlak dan Hubungannya dengan Aqidah dalam Islam. Jurnal

Mudarrisuna: Vol. 4, No. 2 Juli-Desember 2014.

Ramayulis, Jalaluddin., dan Maryulis, Syamsudin. Pendidikan Islam dalam

Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mukmin, 1987.

74

Rusyah, Khalid Sayyid. Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep

Pendidikan Islam. Terj. dari لذة العبا دة oleh Abdurrahim, Jakarta:

Carkrawala Publishing, 2009.

Selamat, Muhammad Isa. Penawar Jiwa dan Pikiran. Jakarta: Kalam Mulia,

2005.

Shodiq, Akhmad. Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI. Tahzib:

Jurnal Pendidikan Agama Islam. Volume III, No 1, Januari 2009.

__________. Prophetic Character Building Tema Pokok Pendidikan Akhlak

Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Kencana, 2018.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2016.

Suparlan. Mendidik Hati Membentuk Karakter Panduan Al-Qur’an Melejitkan

Hati Membentuk Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Suralaga, Fadhilah dkk. Psikologi Pendidikkan Dalam Persperktif Islam. Jakarta:

UIN Jakarta Press, 2005.

Tebba, Sudirman. Sehat Lahir Batin Hanbook Bagi Pendamba Kesehatan

Holistik. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I ayat

(1) diakses dari http://kelembagaan.ristekdikti.go pada 19 Maret 2019

pukul 23:45.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.

Jakarta: Prenada Media Group, 2014.

Zainal, Veithzal Rivai. Manajemen Akhlak: Menuju Akhlak Alquran, Jakarta:

Selemba Diniyah, 2018.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008.