pend-di-era-sby-jk
Post on 18-Jul-2015
44 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 1/4
MENIMBANG PROSPEK PENDIDIKAN NASIONAL
DI ERA PEMERINTAHAN BARU SBY-KALLA
Oleh: M. Nawawi∗
Pendahuluan
“Akar-akar pendidikan itu pahit, tetapi buahnya manis”. Demikian kesimpulan
Aristoteles. Atas dasar pendapat ini bisa dipahami mengapa Prof. Dr. Imam Bernadibmerumuskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai
tarap hidup dan kemajuan yang lebih baik. Kata kunci ungkapan Arestoteles bahwa
buah pendidikan itu manis, dapat memberikan pemahaman bahwa out came (hasil proses) pendidikan haruslah mampu mengubah kaadaan si dinidik (peserta didik)
menjadi lebih baik dari kaadaan sebelumnya; Secara personal tumbuh menjadi lebihdewasa, berinisiatif, lebih kreatif dan lebih bertangggung jawab dan pada gilirannya
lebih mandiri. Secara sosial-emosional menjadi lebih berdaya dan merdeka melalui proses saling memberdayakan dan saling memerdekakan. Secara moral-spiritual
mengalami peningkatan kualitas keimanan dan ketaqawaan, dan secara otomatis akan
mengalami pencerahan budi dan jiwa. Secara pragmatis untuk mempertahankankehidupan sehari-hari.
Mengingat sedemikian penting nilai pendidikan bagi manusia, makasesungguhnya ia merupakan tradisi umat yang sama tuanya dengan usia manusia, sebab
pendidikan itu sejak zaman dahulu merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam
rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun kebudayaanmereka. Dalam perjalanan sejarahnya, pendidikan mengandung banyak gagasan, visidan ideologi. Oleh karena itu, maka pendidikan dapat muncul dalam berbagai bentuk
dan paham. Dari sejarah perjalanan pemikiran manusia tentang pendidikan telah
melahirkan ideologi dan paradigma tentang hakikat dan tujuan pendidikan yang beragam. Sebagian kalangan berpendirian bahwa hakikat pendidikan adalah demi untuk
menjaga, mempertahankan dan menanamkan nilai –nilai yang mereka anut. Sebagian
yang lain berpendirian bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan manusia supayamemiliki kemampuan personal yang efektif, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan sistem sosial politik dan struktur ekonomi yang sarat dengan
persaingan; siapa yang kuat , maka dialah yang menang. Dari perjalanan sejarahnya
itulah, maka pendidikan dinilai tidak terbebas dari kepentingan sosial, politik danekonomi.. Bahkan pendidikan tidak jarang dipergunakan oleh penguasa demi
melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan mereka.
Bertitik tolak dari perjalanan pendidikan tersebut, manarik utuk dikaji
bagaimana masa depan perjalanan pendidikan Nasional kita, mengingat telah terjadi
pergantian kepemimpinan Nasional yang baru, yang dikemas dengan mengusung jargon (seboyan) ”perubahan”. Kemana arus perubahan yang akan terjadi ?, apakah
politik pendidikan yang digagas pemerintahan SBY- Kalla akan berpihak pada usaha
pembebasan manusia dari berbagai belenggu , sehingga buahnya dirasakan manissebagaimana disampaikan Aristoteles, atau sebaliknya.
Kekuasaan dan Pendidikan
Mantan Aktivis PMII Cabang Surabaya. Sekarang aktif sebagai staf pengajar STAI Qomaruddin dan IAIN
Surabaya
5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 2/4
Ketika proses pencalonan dan selama masa kampanye pilpres pada pemilu
presiden 2004 , pasangan SBY- Kalla tidak luput dari sorotan berbagai
pengamat politik, bahkan tidak sedikit gerakan pemuda (termasuk mahasiswa) yang malakukan demonstrasi menolak pencalonannya sebagai
presidan. Di antara alasan penolakan yang muncul ke permukaan adalah
kehawatiran mereka terhadap kebijakan-kebijakan yang diambilnya nanti(setelah terpilih sebagai presiden), akan merugikan masyarakat, mengingat
SBY seorang mantan anggota militer. Mereka hawatir bahkan takut, jika
negara Indonesia yang mereka cintai ini akan dipimpin dan dikendalikan
dengan pola militeristik yang represif. Apalagi sejarah pemerintahansemasa Orde Baru yang “otoreter” (kebetulan disokong militer) masih
baru saja mereka saksikan dan rasakan sendiri, dan dampak negatifnya
sampai saat ini masih sangat kuat.
Dalam konteks proses pendidikan, mungkinkah kekuasaan (secara husus
kekuasaan negara) mendapatkan tempat. Dalam ungkapan lain mungkinkah sistem pendidikan itu menjadi subordinat dari sumber-sumber kekuasaan, artinya terjadi
perampasan kebebasan baik secara individu maupun kelembagaan. Bagaimana
sebenarnya hubungan antara kekuasaan dan pendidikan.
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk
mencapai tarap hidup dan kemajuan yang labih baik, maka pada dasarnya pendidikan
itu diarahkan kepada tranformasi sosial. Lalu siapa saja yang terkait dalam prosestransformasi sosial tersebut. Dalam masyarakat tradisional di Indonesia dikenal tiga
sumber kekuasaan yang mengayomi masyarakatnya, yaitu 1) guru; 2) ratu atau pemerintah; dan 3) orang-orang tua atau pemimpin informal. Ketiga sumber kekuasaaninilah yang dapat mempengaruhi dan meguasai proses pendidikan di Indonesia.
Persoalan yang muncul adalah bagaimana pola kekuasaan yang diterapkan dalam
kepemimpinan mereka. Dalam pendidikan terdapat dua jenis kekuasaan: 1) kekuasaanyang transformatif ; dan 2) kekuasaan yang transmisif . Pada jenis kekuasaan yang
pertama tidak terjadi hubungan subordinasi, sebab kekuasaan yang transformatif
berusaha membangkitkan refleksi dan pada gilirannya melahirkan aksi. Jadi orientasi
kekuasaannya bersifat advokasi. Sedangkan pada pola kekuasaan transmisif terjadi proses transmisi yang diinginkan oleh subyek pemegang kekuasaan terhadap subyek
yang dikuasai. Maka orientasinya bersifat legitimatif . Dengan demikian yang terjadi
adalah proses aksi yang bersifat robotik, karena sekedar menerima . Inilah yang disebutoleh Paulo Freire sebagai proses sistem banking (banking system).
Hubungan antara pendidikan dan kekuasaan negara biasanya terkait denganideologi dan karakter kepemimpinan yang diusung oleh penguasa yang bersangkutan.
Peranan ideologi itu sangat menentukan bagi keberlangsungan proses pendidikan. Ia
tidak saja merasuki struktur pendidikan, tetapi juga masuk dalam isi (kurikulum)nya.
Pengalaman selama pemerintahan Orde Baru menunjukkan betapa ideologi telahdijadikan sumber indoktrinasi yang telah mematikan kreatifitas peserta didik. Ideologi
yang seharusnya menjadi pembimbing, telah berubah menjadi alat penekan dalam
mengendalikan sistem dan isi pendidikan nasional.
Ketika Pemerintah Orde Baru memiliki kekuatan ekonomi dan politik secara
dominan , maka pada tahun antara 1976-1978 dimulailah usaha indoktrinasi ideologidalam pendidikan. Beban ideologi-politik dalam pendidikan ini mulai terasa ketika
terjadi penggantian pelajaran dari mata pelajaran civic (kewarganegaraan) menjadi
mata pelajaran PMP (pendidikan moral Pancasila). Penggantian ini memiliki implikasi politik yang cukup besar. Dalam pelajaran civic materi yang disajikan adalah mengenai
5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 3/4
hak dan kewajiban warga negara serta hak dan kewajiban negara terhadap warganya.
Sehingga menimbulkan sikap kritis dikalangan rakyat. Hal ini dirasa tidak
menguntungkan penguasa. Untuk itu maka diganti dengan pelajaran PMP, sebabdalam mata pelajaran PMP ini yang diutamakan adalah terwujudnya warga negara yang
taat dan patuh pada ideologi negara saja tetapi tidak diperkenalkan dengan hak-haknya.
Maka wajar jika kemudian produk pendidikan yang dilahirkan adalah genrrasi bangsayang patuh, takut, dan sekaligus tidak kritis serta tidak memiliki prinsip yang
independen. Beban politik ini menjadi sangat sempurna setelah diwajibkannya seluruh
komponen bangsa supaya mengikuti penataran P4 sejak tahun 1980-an. Bahkan untuk
memantapkan kesempurnaan beban politik itu, maka pada kurikulum 1984ditambahkan pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Penambahan
mata pelajaran yang terahir ini dimaksudkan supaya lulusan pendidikan formal
memiliki apresiasi yang tinggi terhadap ABRI.
Mengapa terjadi indoktrinasi demikian kuat. Jawabnya adalah karena karakter
kepenguasaan yang diterapkan adalah bersifat transmisif , dan hal ini tidak bisadilepaskan dari kekuasaan dan dukungan yang berasas militeristik. Itulah sebabnya
mengapa terdapat kehawatiran terhadap pencalonan SBY-Kalla.
Menakar Politik Pendidikan Pemerintahan SBY-Kalla
Tidak bijaksana menetapkan kesimpulan tunggal tentang arah pendidikan yanghendak dibangun oleh kabinet SBY-Kalla, sebab umur pemerintahannya belum genap
satu bulan. Tetapi tidak ada salahnya jika dicoba menanalisis berbagai kemungkinanyang bakal terjadi, mengingat berbagai indikator yang ada bisa digunakan untuk menetapkan beberapa asumsi.
Sejak tahun 900-an sebelum Masehi ketika sistem pendidikan dilembagakan dikota Sparta , ia tidak pernah diarahkan untuk dirinya sendiri. Pendidikan selalu
dijadikan sebagai alat berbagai kepentingan. Oleh karena itu pendidikan diabdikan
kepada sebuah atau beberapa tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan missi. Nah di
sinilah terjadi perebutan pengaruh dari berbagai kekuatan lengkap dengan ideologinya.Berbicara tentang arah pendidikan yang hendak dibangun oleh kabinet SBY-Kalla,
tentu secara normatif akan didasarkan pada ketentuan konstitusi (Pancasila dan UUD
1945). Hal ini telah diungkapkan berulang kali, baik ketika masa kampanye maupun pada saat pidato politik setelah dilantik menjadi presiden. Namun persoalannya bukan
pada tataran teori dan norma, tetapi lebih pada tataran implementasi. Pemerintah Orde
Baru (bertumpu pada kekuatan militer) secara simbolik dan normatif telah mengklaimsebagai penyelamat Pancasila dan akan mengamalkannya secara murni dan konsekuen,
tetapi ternyata dalam praktiknya banyak melahirkan kebijakan yang justru bertentangan
dengan Pancasila. Sistem pendidikan yang dibangun justru tidak mampu melahirkan
SDM yang dapat dibanggakan, bahkan yang terjadi malah sebaliknya; SDMmasyarakat Indonesia berada pada peringkat ke 100 lebih, dan secara moral juga sangat
rendah. Hali ini terbukti dengan prestasi sebagai negara terkorup di Asia. Anggaran
yang semestinya diperuntukkan membangun kesejahtraan, pendidikan, penyediaan
pangan dan lapangan kerja habis dikorup. Oleh karena itu kehawatiran terjadinya penyelewengan dalam pemerintahan SBY-Kalla dapat dipahami, mengingat latar
belakang militer yang cukup kental, sebagaimana Seoharto pada era Orde Baru.Apalagi pada era pemerintahan Megawati yang notabena betrlatar belakang sipil-pun
gagal mengurangi penyelewengan.
5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 4/4
Namun demikian, menyamakan pemerintahan SBY-Kalla dengan pemerintahan
Seoharto-Orde Baru, tidak sepenuhnya benar. Tidak sedikit indikator yang dapat
digunakan untuk menolak asumsi di atas. Pertama, era kemunculan fenomena Soehartodan SBY-Kalla di panggung politik sangat berbeda. Jika pada era kemunculan Soeharto
kondisi sebagian besar masyarakat indonesia masih tertutup dan kesadaran politiknya
relatif rendah, maka pada era kemunculan SBY-Kalla, kaadaan sebagian besar masyarakat sudah banyak mengalami pergeseran nilai. Pergeseran ini menyangkut
beralihnya keyakinan politik dari suprioritas tatanan otoriter menuju suasana yang lebih
terbuka dan demokratis. Proses deotorisasi ini kemudian memberikan jalan untuk
melakukan proses demiliterisasi pada sistem politik yang ada. Jika pada erakemunculan Soeharto, produksi ide-ide yang bermanfaat bagi keberlangsungan hidup
bangsa dan negara didominasi oleh kelompok elit yang kebetulan berkuasa, maka pada
saat ini ruang lingkup pertukaran ede menjadi semakin luas dan melibatkan semakin
banyak unsur komponen masyarakat. Kaadaan ini pada gilirannya akan memperkuat posisi tawar masyarakat. Kedua , kebebasan pers yang sulit dibendung. Hal ini bukan
saja di sebabkan oleh adanya kesadaran nilai baru yang dianut oleh secara global bangsa-bangsa di dunia, tetapi juga oleh perkembangan tehnologi informasi yang juga
menggelobal, dan mampu menerobos kebalik dinding-dinding kekuasaan. Kaadaan ini
pada gilirannya mempersulit kontrol penguasa terhadap kebebasan pers itu sendiri. Darigambaran tersebut, agaknya pemerintahan SBY-Kallah tidak akan berbuat lain kecuali
memenuhi janji “ perubahan”nya untuk mensejahtrakan dan memberdayakan
masyarakat Indonesia. Dengan demikian secara teoritik arah sistem pendidikan yang
hendak dibangun akan diimplementasikan sesuai dengan amanat undang-undang.
Sungguhpun demikian , bukan berarti tidak ada hambatan. Belajar dari pengalaman pemerintahan sebelumnya, SBY-Kalla harus mewaspadai hambatan berokrasi yang masih cenderung korup dan bermental kapitalis, yang dapat menjadi
batu sandungan terhadap plat form visi perubahannya.. Disamping itu tidak kalah
penting adalah penataan struktur anggaran yang akan dibangun. Dalam suasana negarayang diwarisi hutang luar biasa berat ini, SBY-Kallah akan mengalami kesulitan
mengalokasikan 20 % dana pendidikan dari total APBN, belum lagi ia harus
meyakinkan kepada departemen-depatemen yang tidak akan begitu saja dapat
menerima pengurangan anggaran yang selama ini dinikmati. Tetapi dengan tekadkebersamaan dan keteladanan yang akan dijadikan maskot dalam kabenet Indonesia
Bersatu, mari kita do’akan semoga berhasil berkat rahmat dan ijin Allah. Selamat
bekerja SBY-Kalla.
Sampurnan, 24. 10. 2004
top related