pemisahan sitral dari minyak atsiri serai dapur … · pemisahan sitral dari minyak atsiri serai...
Post on 06-Mar-2019
278 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMISAHAN SITRAL DARI MINYAK ATSIRI SERAI DAPUR
(Cymbopogon citratus) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI
ERNA PUJI ASTUTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
ERNA PUJI ASTUTI. Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur
(Cymbopogon citratus) sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh
IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Salah satu tanaman herba Indonesia yang mengandung minyak atsiri adalah
serai dapur. Minyak atsiri serai dapur memiliki kandungan utama berupa sitral.
Penelitian ini bertujuan memisahkan senyawa sitral yang terkandung dalam
minyak atsiri serai dapur dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing
aromaterapi. Sitral dipisahkan dari minyak atsiri dengan mengendapkannya
dengan natrium bisulfit dan melarutkannya kembali dengan NaOH. Sitral yang
diperoleh difraksionasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
dan diperoleh F1(dekat titik awal elusi) dan F2 (dekat titik akhir elusi). Minyak
atsiri, sitral, dan F2 hasil KLTP dianalisis menggunakan kromatografi gas-
spektrometri massa dan diuji potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in
vivo menggunakan hewan uji tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley.
Hasil inhalasi minyak atsiri, sitral, dan F2 menunjukkan rerata bobot badan tikus
setelah masa perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok normal
dan kontrol yang mengonsumsi pakan tinggi kolesterol. Kelompok tikus dengan
inhalasi sitral memiliki rerata bobot badan akhir masa perlakuan terendah
dibandingkan kelompok dengan inhalasi minyak atsiri dan F2. Kesimpulan
penelitian ini ialah sitral merupakan senyawa yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi.
ABSTRACT
ERNA PUJI ASTUTI. Separation of Citral from Lemongrass Oil (Cymbopogon
citratus) as Slimming Aromatherapy. Supervised by IRMANIDA BATUBARA
and IRMA HERAWATI SUPARTO.
One of Indonesian herbs that contain essential oil is lemongrass. Essential
oil of lemongrass consist of citral as the main component. This research aim to
separate citral from lemongrass oil and to analyze its potency as slimming
aromatherapy. Citral was separated from lemongrass oil by precipitating using
sodium bisulphite and diluting using NaOH. Citral then was fractionated by
preparative thin layer chromatography (PTLC) that resulted F1 (near start point)
and F2 (near final point). Essential oil, citral, and F2 from PTLC were analyzed
by gas chromatography-mass spectrometry. The potency as slimming
aromatherapy was analyzed in vivo on adult male Sprague-Dawley rats. Inhalation
result of essential oil, citral, and F2 showed that the average body weight of rats
after 5 weeks treatment period was lower than the normal group and the control
group which consumed high cholesterol feed. The rats inhalated sitral had the
lowest body weight at the end of treatment as a compare rats inhalated essential
oil and F2. In conclusion, citral is a compound that is has potency as slimming
aromatherapy.
PEMISAHAN SITRAL DARI MINYAK ATSIRI SERAI DAPUR
(Cymbopogon citratus) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI
ERNA PUJI ASTUTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon
citratus) sebagai Pelangsing Aromaterapi
Nama : Erna Puji Astuti
NIM : G44080032
Disetujui
Pembimbing I
Dr Irmanida Batubara, MSi
NIP 19750807 200501 2 001
Pembimbing II
Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
NIP 19581123 198603 2 002
Diketahui
Ketua Departemen Kimia
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
Pemisahan Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus) sebagai
Pelangsing Aromaterapi. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan semoga kita semua menjadi
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi
selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku
pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan
dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan
adikku Nita yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima
kasih juga kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, Bapak Eman, drh
Aulia Andi, Bapak Mul, dan para pegawai di Pusat Studi Biofarmaka atas fasilitas
dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Amin, Rofiqoh, Cahya, Sri Wahyuni, Ratna, Dumas, mbak
Irma, dan keluarga besar Kimia 45 yang turut membantu serta memberikan
semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, September 2012
Erna Puji Astuti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 30 Juni 1991 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ngatimin dan Surati. Tahun 2008,
penulis lulus dari SMA Negeri 97 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia TPB tahun ajaran 2009/2010-2011/2012, asisten Kimia Fisik pada tahun
ajaran 2011/2012, dan asisten Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik tahun
ajaran 2011/2012. Penulis pernah bergabung dalam Organisasi Ikatan Mahasiswa
Kimia (Imasika) sebagai staff Pengembangan Kualitas dan Keprofesian
Mahasiswa tahun 2009/2010 dan pada tahun 2010/2011 aktif dalam Organisasi
Badan Eksekutif Mahasiwa FMIPA sebagai staff departemen Sains dan
Teknologi. Penulis juga aktif mengajar mata pelajaran Kimia SMA di VISION
(Education and Personality Consultant). Pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis
mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-Batan) dan menulis laporan
Praktik Lapangan yang berjudul Analisis Kadar Bahan Aktif Sipermetrin pada
Produk Pestisida.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
METODE ............................................................................................................ 2
Alat dan Bahan ................................................................................................ 2
Lingkup Kerja .................................................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 4
Isolasi Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur .................................................. 4
Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis tipis ........................... 5
Fraksionasi Sitral dengan KLTP ..................................................................... 5
Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Serai Dapur ......... 6
Hasil Uji In Vivo Terhadap Bobot Badan, Bobot Pakan, Bobot Feses dan
Urin, serta Lemak tubuh .................................................................................. 8
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 10
Simpulan .......................................................................................................... 10
Saran ................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10
LAMPIRAN ........................................................................................................ 12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Konsentrasi senyawa terpenoid dalam minyak atsiri, sitral hasil isolasi, dan
F2 .................................................................................................................... 6
2 Rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan (g) . 8
3 Rerata bobot pakan tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi dan
perlakuan ........................................................................................................ 9
4 Rerata bobot feses dan urin tikus tiap tiga hari (g/ekor) selama masa adaptasi
dan perlakuan ................................................................................................. 9
5 Rerata bobot deposit lemak dan persentasi lemak tikus.................................. 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman serai dapur ....................................................................................... 1
2 Struktur α-sitral dan β-sitral ............................................................................ 2
3 Minyak atsiri serai dapur ................................................................................. 4
4 Reaksi sitral dengan natrium bisulfit............................................................... 4
5 Sitral hasil isolasi ............................................................................................ 4
6 Kromatogram KLT sitral dengan delapan jenis eluen tunggal ....................... 5
7 Kromatogram KLT sitral dengan nisbah eluen ............................................... 5
8 Kromatogram KLT sitral dengan eluen PhCH3: EtOAc. ................................ 5
9 Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur ........................... 6
10 Kromatogram ion total hasil GC-MS ............................................................. 7
11 Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan
(i), dan perubahan bobot badan minggu ke-5 (%) perlakuan (ii) ................... 8
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................. 13
2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji (tikus
putih galur Sparague-Dawley) ..................................................................... 14
3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji ......................................... 15
4 Hasil KLTP sitral .......................................................................................... 15
5 Rangkaian alat inhalator untuk inhalasi ........................................................ 15
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu tipe kegemukan
yang disebabkan ketidakseimbangan antara
energi yang masuk ke dalam tubuh yang
berasal dari makanan dengan energi yang
keluar. Obesitas saat ini menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menurunkan produktivitas kerja, mengganggu
penampilan, dan menyebabkan beberapa
penyakit degeneratif seperti diabetes,
aterosklerosis, kanker, penyakit jantung
koroner, penyempitan pembuluh darah, dan
hipertensi. Oleh karena itu, penderita
kegemukan rela melakukan berbagai upaya
untuk menurunkan bobot badan, mengatur
pola makan, berolah raga, mengonsumsi
berbagai obat penurun bobot badan atau
pelangsing, hingga melakukan pembedahan.
Salah satu pencegahan terhadap
kegemukan saat ini ialah menggunakan obat
sebagai alternatif pelangsing. Obat pelangsing
yang banyak beredar di pasaran terdiri atas
obat pelangsing sintetik dan pelangsing
herbal. Sebagian besar obat pelangsing
sintetik yang beredar memiliki efek yang
kurang baik terhadap kesehatan (Afriatni
2005). Oleh karena itu saat ini masyarakat
lebih memilih mengonsumsi obat pelangsing
dari tanaman herbal karena dinilai lebih aman.
Penggunaan obat pelangsing tersebut biasanya
dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil atau
kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai
minuman jamu tradisional. Selain dari kedua
jenis obat pelangsing tersebut, sedang
dikembangkan obat pelangsing aromaterapi
yang terbuat dari bahan-bahan herbal.
Pelangsing aromaterapi yang saat ini
dikembangkan ialah minyak atsiri yang
diperoleh dari tanaman herbal yang bersifat
mudah menguap dan masuk ke dalam tubuh
melalui pernafasan.
Penelitian tentang potensi aromaterapi
sebagai pelangsing pernah dilakukan
sebelumnya oleh Anggraeni (2010) yang
menyatakan bahwa senyawa β-elemenona
yang terkandung dalam minyak atsiri
temulawak dapat menurunkan bobot deposit
lemak tikus putih Sprague-Dawley. Wulandari
(2011) juga melakukan penelitian sejenis
menggunakan minyak atsiri bangle sebagai
pelangsing aromaterapi dan diperoleh hasil
bahwa senyawa terpinen-4-ol dalam minyak
atsiri bangle dapat menurunkan bobot deposit
lemak tikus. Monoterpena dan seskuiterpena
pada minyak atsiri daun sirih merah juga
berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi
(Utami 2011).
Serai dapur (Cymbopogon citratus,
Gambar 1) merupakan salah satu jenis
rumput-rumputan yang sudah sejak lama
dibudidayakan di Indonesia. Minyak atsiri
serai dapur memiliki potensi yang besar
sebagai antibakteri (Naik et al. 2010),
antijamur (Tzortzakis & Economokis 2007),
antiprotozoa Leishmania (Machado et al.
2012) antipasmodik, analgesik, antiinflamasi
(Francisco et al. 2011), obat penenang
(Carlini et al. 1986) dan juga dapat mengobati
sariawan pada penderita HIV/AIDS jika
dicampur dengan jus jeruk (Wright et al.
2009). Menurut Costa et al. (2011), minyak
atsiri serai dapat mengurangi kadar kolesterol
darah dan mengurangi efek genotoksik dan
racun pada tikus setelah 21 hari diberi asupan
oral minyak atsiri.
Gambar 1 Tanaman serai dapur (koleksi
pribadi).
Serai dapur memiliki aroma khas lemon.
Aroma lemon tersebut merupakan sebuah
senyawa bergugus fungsi aldehida, yakni
sitral sebagai senyawa utama minyak serai
dapur dan memiliki 2 isomer (Gambar 2),
yaitu geranial (trans-sitral, α-sitral) dan neral
(cis-sitral, β-sitral). Geranial memiliki aroma
lemon yang lebih kuat sedangkan neral
memiliki aroma lemon yang kurang kuat
tetapi lebih manis. Sitral berperan sebagai
antimikrob, antiinflamasi, mempunyai efek
diuretik, dan menstimulasi aktivitas sistem
saraf pusat (Carbajal et al. 1989). Sitral juga
diketahui sebagai antikanker dan menghambat
tumor kelenjar prostat pada tikus (Carlini et
al. 1986) serta memiliki efek mutagen
terhadap induksi siklopospamida (Ress 2003).
Peran penting lainnya adalah dalam rute
sintesis senyawa ionon serta vitamin A, E, dan
K (Sell 2003).
Minyak atsiri adalah kelompok besar
minyak nabati yang berwujud cairan kental
pada suhu ruang dan mudah menguap
sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak atsiri dibutuhkan dalam berbagai
industri seperti industri parfum, kosmetik,
farmasi/obat-obatan, industri makanan dan
minuman (Nuryoto et al. 2011). Menurut
Niijima dan Nagai (2008) aroma dari minyak
esensial jeruk berpengaruh pada saraf otonom
tikus. Aroma tersebut dapat menstimulasi
saraf simpatis, mengendalikan jaringan
adiposa putih dan cokelat, kelenjar adrenalin
dan ginjal, dan menghambat saraf
parasimpatis. Stimulasi saraf simpatik pada
jaringan adiposa cokelat (brown adipose
tissue, BAT) diduga dapat menurunkan nafsu
makan serta mengurangi bobot badan karena
BAT merupakan jaringan yang berfungsi
mengatur panas tubuh melalui mekanisme
termogenesis (Bress et al. 2008).
α-sitral (Geranial) β-sitral (Neral)
bentuk trans bentuk cis
Gambar 2 Struktur α-sitral dan β-sitral.
Kajian mengenai potensi sitral dalam
minyak atsiri serai dapur sebagai pelangsing
aromaterapi yang dapat menurunkan bobot
badan belum dilakukan. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan memisahkan sitral
yang terkandung dalam minyak atsiri serai
dapur dan menganalisis potensinya sebagai
pelangsing aromaterapi secara in vivo
METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
kaca, kromatografi gas-spektrometri massa
(GC-MS) (Shimadzu-QP-5050A), dan
kandang hewan uji berukuran 20×20×30 cm3
yang dilengkapi tabung inhalator.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
minyak atsiri serai dapur, pakan standar tikus,
pakan kolesterol tinggi, akuades, aseton, n-
heksana, metanol, asam asetat, toluena, etanol,
etil asetat, kloroform, silika gel, NaOH,
natrium bisulfit, dan pelat aluminium jenis
silika gel G60F254 dari Merck. Hewan uji yang
digunakan pada penelitian ini adalah tikus
putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley
yang diperoleh dari Laboratorium Uji Pusat
Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Lingkup Kerja
Metode penelitian yang dilakukan
mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang
meliputi isolasi sitral dari minyak atsiri,
penentuan eluen terbaik dengan KLT,
Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis
preparatif (KLTP). Selanjutnya, identifikasi
senyawa dengan GC-MS. Kemudian, inhalasi
minyak atsiri, sitral, dan hasil KLTP selama 5
minggu terhadap hewan uji yang telah
melewati masa adaptasi selama 2 minggu.
Bobot pakan tiap kelompok hewan uji
ditimbang setiap hari dan bobot badan setiap
hewan uji ditimbang tiap minggu.Pada
minggu ke-5 setelah masa perlakuan, lemak
hewan uji dikeluarkan dari tubuhnya untuk
ditentukan bobot deposit lemaknya.
Isolasi Sitral dari Minyak Atsiri Serai
Dapur (Kar 2007)
Tahap isolasi sitral dari minyak atsiri serai
dapur dilakukan dengan cara 10 mL minyak
atsiri serai dapur ditambahkan natrium bisulfit
jenuh sebanyak 30 mL dan diaduk selama 30
menit. Kristal yang terbentuk kemudian
disaring menggunakan corong Buchner dan
kristal dicuci dengan etanol untuk
menghilangkan pengotor. Tahap selanjutnya
ialah penambahan NaOH encer dan campuran
diuapkan dengan penguap putar. Sitral yang
diperoleh kemudian disimpan untuk analisis
lebih lanjut.
Penentuan Eluen Terbaik (Houghton &
Raman 1998)
Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang
digunakan adalah pelat aluminium jenis silika
gel G60F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1
cm dan panjang 10 cm. Sitral hasil isolasi
ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 20 kali
totolan. Setelah kering, langsung dielusi
dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Pada
tahap pertama, proses elusi sitral pada pelat
KLT dilakukan dengan menggunakan eluen
tunggal dari pelarut masing-masing yang
umum digunakan untuk pemisahan senyawa
dalam minyak atsiri, yaitu n-heksana, aseton,
kloroform, metanol, etil asetat, etanol, asam
asetat, dan toluena. Spot yang dihasilkan
dariproses elusi masing-masing eluen diamati
di bawah lampu UV pada panjang gelombang
254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan
spot terpisah dipilih sebagai eluen terbaik.
Jika diperoleh 2 eluen yang dapat membuat
spot terpisah, maka eluen-eluen tersebut
dicampurkan dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1, 2:1,
3
dan 1:1 sehingga diperoleh campuran eluen
terbaik untuk menghasilkan spot terpisah pada
pelat KLT.
Fraksionasi Sitral
Fraksionasi sitral dilakukan dengan
menggunakan kromatofrafi lapis tipis
preparatif (KLTP). Sebanyak 0.4 g sampel di
totolkan pada pelat dan dielusi dengan eluen
terbaik kemudian spot yang dihasilkan
dideteksi di bawah lampu UV dengan λ 254
nm dan 366 nm, spot yang dihasilkan pada
silika diambil dan dipisahkan. Untuk
mengambil hasil pemisahan, spot yang
dihasilkan diekstraksi dengan etil asetat
kemudian diuji dengan GC-MS dan digunakan
untuk uji in vivo.
Identifikasi Senyawa dengan GC-MS
Minyak atsiri, sitral hasil isolasi, F2 (dekat
titik akhir elusi) hasil KLTP yang diperoleh
diinjeksikan ke dalam injektor GC-MS
(Shimadzu-QP-5050A) dengan menggunakan
kolom DB-5 MS (dimensi 0.25 mm×30 m)
dan gas pembawa Helium dengan laju alir 42
mL/menit. Suhu injektor dan detektor sama,
yaitu 250 °C sedangkan suhu kolom yang
digunakan adalah suhu terprogram, yaitu
diawali dengan 70 °C ditahan selama 2 menit
kemudian diubah perlahan-lahan dengan laju
kenaikan suhu sebesar 5 °C/menit hingga
suhunya mencapai 250 °C dan suhu dibiarkan
pada kondisi 250 °C selama 8 menit.
Spektrometer massa yang digunakan ialah
energi ionisasi 70 eV, dengan mode
ionisasinya adalah ionisasi tumbukan elektron
(EI), split ratio: 25.0, dan area deteksinya
adalah 40-500 m/z. Setiap puncak yang
muncul dalam kromatogram ion total
diidentifikasi dengan menganalisis hasil
spektrum massa yang terdapat pada library
index MS.
Tahap Adaptasi Tikus Putih Jantan Galur
Sprague-Dawley sebagai Hewan Uji
(modifikasi Anggraeni 2010)
Penelitian menggunakan tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley yang sehat, berumur
±2 bulan, dengan bobot badan 125-160 g dan
berjumlah 30 ekor. Setiap 3 ekor tikus
ditempatkan dalam satu kandang dengan
ukuran 20×20×30 cm3. Proses adaptasi
kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan
tikus tersebut dilakukan selama 2 minggu.
Semua kelompok tikus diberi pakan standar
tikus dengan dosis 20 g/ekor/hari dan diberi
akuades secara ad libitum. Masa adaptasi
dilakukan dengan tujuan untuk pengenalan
lingkungan baru bagi tikus yang digunakan
sebagai hewan uji.
Inhalasi terhadap Hewan Uji (modifikasi
Anggraeni 2010)
Uji inhalasi minyak atsiri kasar, sitral, dan
F2 (dekat titik akhir elusi) hasil KLTP dari
minyak atsiri serai dapur secara in vivo yang
dilakukan pada penelitian didasarkan pada
metode Anggraeni (2010). Kelompok tikus
yang dijadikan kontrol negatif (kelompok I)
tetap diberi pakan standar tikus dengan dosis
20 g/ekor/hari dan diberi akuades secara ad
libitum selama masa perlakuan, yaitu 5
minggu tanpa diinhalasi. Tikus-tikus yang
diberi pakan kolesterol tinggi dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok II, III,
IV, dan V (Lampiran 2). Komposisi pakan
standar dan pakan kolesterol tinggi untuk
tikus disajikan pada Lampiran 3. Masing-
masing kelompok tersebut terdiri atas 6 ekor
tikus.Kelompok II diberi pakan kolesterol
tinggi sebanyak 20 g/ekor/hari dan diberi
akuades selama 5 minggu tanpa perlakuan
inhalasi, kelompok III, IV, dan V diberi pakan
kolesterol tinggi sebanyak 20 g/hari dan diberi
perlakuan yang berbeda selama 5 minggu.
Kelompok III diinhalasi minyak atsiri kasar,
kelompok IV diinhalasi sitral, dan kelompok
V diinhalasi F2 hasil KLTP. Bobot badan
setiap tikus dari semua kelompok ditimbang
setiap satu minggu sekali. Jumlah feses dari
semua kelompok tikus ditimbang setiap tiga
hari sekali.
Penentuan Bobot Deposit Lemak pada
Hewan Uji
Pada minggu ke-5 setelah masa perlakuan,
masing-masing tikus dari setiap kelompok
perlakuan, yaitu kelompok I, II, III, IV, dan V
dipuasakan selama 12 jam. Tikus disedasi
(pembiusan) dengan cara menyuntikkan
ketamin (80 mg/kg bobot badan): xilazin (10
mg/kg bobot badan). Setelah tikus tidak
sadarkan diri kemudian proses pembedahan
dilakukan. Lemak pada bagian perut kanan
dan kiri serta bagain testis kanan dan kiri
dikeluarkan. Keadaan lemak tersebut diamati
ditimbang bobotnya, dan ditentukan
persentasenya terhadap bobot badan tikus
masing-masing.
Uji Statistik Data bobot pakan yang dikonsumsi, bobot
feses yang dihasilkan, bobot badan, sertabobot
deposit lemak hewan uji yang diperoleh
dianalisis dengan metode rancangan acak
lengkap (RAL) dan ANOVA (Analysis of
Variance) pada taraf kepercayaan 95% (α =
0.05) dilanjutkan dengan Duncan’s multiple
range test menggunakan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sitral dari Minyak Atsiri Serai Dapur
Minyak atsiri serai dapur komersil
memiliki warna kuning terang seperti yang
terlihat pada Gambar 3. Kandungan utama
minyak atsiri serai dapur adalah sitral. Sitral
merupakan senyawa dominan pada minyak
atsiri serai dapur dengan jumlah sekitar 65-
85% dari jumlah keseluruhan komponen
penyusun minyak atsiri (Machado et al. 2009,
Saddiq & Khayyat 2010).
Gambar 3 Minyak atsiri serai dapur.
Rendemen sitral yang diperoleh dari hasil
isolasi adalah sebesar 23.47%. Isolasi sitral
dilakukan dengan mereaksikan minyak atsiri
dengan natrium bisulfit jenuh sehingga
diperoleh endapan kristal. Endapan kristal
tersebut merupakan hasil reaksi sitral yang
terkandung dalam minyak atsiri dengan
natrium bisulfit yang terjadi dengan prinsip
reaksi antara aldehida dengan natrium bisulfit
(Gambar 4). Endapan yang terbentuk
kemudian disaring menggunakan corong
Buchner agar fase air dan sisa minyak atsiri
yang tidak terendapkan terpisahkan dari
endapan kristal. Endapan kristal kering yang
diperoleh kemudian ditambahkan dengan
NaOH 2 M untuk membentuk kembali sitral
dan melepaskan bisulfit yang selanjutnya
dipartisi dengan etil asetat untuk memisahkan
sitral dari fase air.
Gambar 4 Reaksi sitral dengan natrium
bisulfit.
Pada penelitian ini, dilakukan hidrolisis
dengan menggunakan basa (NaOH). Sitral
yang diperoleh dari hasil isolasi memiliki
warna kuning yang lebih pucat dibandingkan
dengan warna minyak atsiri seperti yang
terlihat pada Gambar 5. Ngadiwiyana et al.
(2011) juga melakukan isolasi sinamaldehida
yang merupakan senyawa golongan aldehida
pada minyak atsiri kayu manis dengan metode
adisi bisulfit. Namun, perbedaannya terletak
pada penggunaan HCl untuk hidrolisis
pembentukan kembali aldehida.
Gambar 5 Sitral hasil isolasi.
Sitral
Natrium Bisulfit
+
Sitral Bisulfit (kristal putih)
Transfer Proton
+
Sitral Natrium Sulfit
5
Eluen Terbaik pada Kromatografi Lapis
Tipis
Penentuan eluen terbaik untuk
memisahkan kedua sitral dilakukan
menggunakan kromatografi lapis tipis dengan
silika G60F254 sebagai fase diam dan 8 jenis
pelarut sebagai fase gerak, yaitu metanol,
etanol, etil asetat, asam asetat, kloroforn,
aseton, heksana, dan toluena. Profil
kromatografi yang terbentuk setelah dielusi
dideteksi dibawah lampu UV λ 254 nm dan
366 nm. Pergerakan spot bergantung pada
polaritas eluen yang digunakan. Jika senyawa
yang memiliki kepolaran mirip dengan silika
(fase diam) maka akan menghasilkan spot
yang tertahan pada titik awal. Menurut Skoog
et al. (2004), eluen terbaik adalah eluen yang
dapat menghasilkan jumlah noda terbanyak
dan terpisah, namun semua eluen tunggal
yang digunakan hanya menghasilkan satu spot
sitral yang tidak terpisah seperti yang terlihat
pada Gambar 6 sehingga diperlukan campuran
beberapa eluen tunggal agar diperoleh spot
yang terpisah.
Gambar 6 Kromatogram KLT sitral dengan
delapan jenis eluen tunggal (kiri
ke kanan) (i) asam asetat; (ii)
aseton; (iii) ethanol; (iv) etil
asetat; (v) heksana; (vi)
kloroform; (vii) metanol; dan
(viii) toluena.
Menurut Harborne (1987) eluen yang
umum digunakan dalam pemisahan minyak
atsiri adalah campuran n-heksana: klorofrom
(3:2), kloroform: metanol (99:1) atau dietil
eter: kloroform: etil asetat (2:2:1). Penentuan
eluen terbaik menggunakan campuran
heksana:etil asetat, kloroform: etil asetat,
metanol: etil asetat, dan metanol: asam asetat
dengan beberapa perbandingan telah
dilakukan namun tidak menghasilkan spot
yang terpisah seperti yang terlihat pada
Gambar 7.
Gambar 7 Kromatogram KLT sitral dengan
nisbah eluen (kiri ke kanan) (i) n-
hek: EtOAc (8:1); (ii) MeOH:
EtOAc (1:2); (iii) CHCl3: EtOAc
(2:1); (iv) MeOH: AcOH (4:1);
dan (v) MeOH: AcOH (8:1)
Pemilihan eluen terbaik didasarkan pada
eluen tunggal yang dapat menahan senyawa
pada titik awal dan jenis eluen yang dapat
membawa komponen naik menuju garis akhir
pelat silika sehingga diperoleh perbedaan
kepolaran diantara pelarut tersebut. Eluen
tunggal toluena dan etil asetat dipilih untuk
dicampurkan dan dicoba beberapa
perbandingan. Spot yang dihasilkan pada pelat
KLT dengan beberapa perbandingan toluena:
etil asetat dapat dilihat pada Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 8 diperoleh eluen terbaik
untuk memisahkan sitral ialah eluen dengan
perbandingan toluena: etil asetat (8:1). Nilai
Rf yang diperoleh pada dua spot yang
terbentuk ialah 0.225 untuk spot yang lebih
dekat titik awal sedangkan nilai Rf untuk spot
yang lebih dekat titik akhir ialah 0.694.
Gambar 8 Kromatogram KLT sitral dengan
eluen PhCH3: EtOAc dengan
nisbah (dari kiri ke kanan) (i)
20:1; (ii) 9:1; (iii) 3:1; dan (iv)
8:1.
Fraksionasi Sitral dengan KLTP
Fraksionasi sitral dilakukan dengan
menggunakan KLTP untuk mengambil
ekstrak yang terbawa dan tertahan (Lampiran
4). Rendemen yang diperoleh untuk F1 (dekat
titik awal elusi), yaitu 16.90% sedangkan
untuk F2 (dekat titik akhir elusi) sebesar
I ii iii iv v
I ii iii iv
I ii iii iv v vi vii viii
6
72.52%. Rendemen F2 lebih tinggi sehingga
F2 yang digunakan untuk inhalasi hewan uji.
Senyawa yang Terkandung dalam Minyak
Atsiri Serai Dapur
Identifikasi kandungan senyawa yang
terdapat dalam minyak atsiri kasar, sitral hasil
isolasi, dan F2 hasil KLTP dilakukan dengan
menggunakan instrumen GC-MS. Hasil
analisis berupa kromatogram ion total yang
merupakan hubungan waktu retensi dengan
intensitas. Puncak-puncak yang dihasilkan
dalam kromatogram ion total diidentifikasi
dengan membandingkan spektrum massa yang
diperoleh dengan spektrum massa yang
terdapat pada library.
Senyawa dominan yang terkandung dalam
minyak atsiri adalah golongan terpenoid.
Terpenoid yang terbanyak pada minyak atsiri
adalah golongan monoterpena dan
seskuiterpena dengan jumlah C10 dan C15.
Kedua jenis terpenoid tersebut memiliki
perbedaan dalam hal titik didih sehingga
berpengaruh pada waktu retensi yang
dihasilkan. Pada sistem kromatografi gas,
senyawa yang memiliki titik didih rendah
akan keluar terlebih dahulu menuju detektor
karena titik didih yang lebih rendah
mengakibatkan senyawa lebih mudah
menguap sehingga waktu retensinya lebih
cepat. Senyawa yang termasuk golongan
monoterpena biasanya memiliki titik didih
berkisar 150-180 °C, sedangkan senyawa
yang termasuk golongan seskuiterpena
memiliki titik didih sebesar 240-280 °C
(Ketaren 1985).
Kromatogram yang dihasilkan terbentuk
berdasarkan jumlah ion total yang terbentuk
dari masing-masing komponen senyawa kimia
yang terkandung dalam suatu sampel.
Semakin besar persentase suatu komponen
dalam sampel tersebut maka puncak yang
dihasilkan akan semakin tinggi, begitu pula
sebaliknya (Agusta 2000). Spektrum massa
hasil analisis merupakan gambaran mengenai
jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari
pecahan suatu komponen kimia yang memiliki
berat molekul berbeda.
Beberapa senyawa yang terkandung dalam
minyak atsiri serai dapur diantaranya α-sitral,
β-sitral, β-mirsena, sitronelal, tujhopsena,
nerol asetat, dan kolumelarin (Gambar 9).
Senyawa yang termasuk golongan
monoterpena adalah α-sitral, β-sitral, β-
mirsena, dan sitronelal. Senyawa tujhopsena
termasuk ke dalam golongan senyawa
seskuiterpena.
Gambar 9 Senyawa yang terkandung dalam
minyak atsiri serai dapur.
Tabel 1 Konsentrasi senyawa terpenoid dalam minyak atsiri, sitral hasil isolasi, dan F2
tR (menit) Senyawa Minyak atsiri kasar
(%)
Sitral hasil isolasi
(%) F2 (%)
4.394 β-mirsena 12.29 - -
8.119 sitronelal 1.23 - -
10.476 β-sitral 19.31 33.44 25.59
11.279 α-sitral 33.92 52.73 15.51
11.548 kolumelarin - - 21.37
12.482 Tujhopsena - 5.2 -
14.030 nerol asetat - - 1.19
Senyawa lain tidak teridentifikasi 33.25 8.63 36.64
β-mirsena sitronelal tujhopsena
nerol asetat kolumelarin
7
Tabel 1 menggambarkan perbedaan
jumlah komposisi senyawa yang terkandung
dalam minyak atsiri kasar, sitral hasil isolasi,
dan F2. Berdasarkan hasil GC-MS dari
minyak atsiri serai dapur terdapat 11 senyawa
tetapi hanya empat senyawa yang dapat
teridentifikasi. Senyawa yang terkandung
dalam minyak atsiri kasar yaitu β-mirsena,
sitronelal, α-sitral, dan β-sitral. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan
Saddiq & Khayyat (2010) yang menyatakan
bahwa minyak atsiri serai dapur memiliki
kandungan utama sitral dan juga
mengandungsitronelal, neril asetat, geranil
asetat, dan mirsena. Selain itu, menurut
Machado et al. (2012) kandungan lainnya
yaitu geraniol, linalool, dan osimena.
2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5 35.0 37.5 40.0 42.5 45.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
(x10,000,000)TIC
1
2
34
(i)
2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5 35.0 37.5 40.0 42.5 45.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
(x10,000,000)TIC
3
4
6
(ii)
2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5 35.0 37.5 40.0 42.5 45.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
(x10,000,000)TIC
3
4
5
7
(iii)
1. β-mirsena; 2. sitronelal; 3. β-sitral;
4. α-sitral; 5. kolumelarin; 6. tujhopsena;
7. nerol asetat
Gambar 10 Kromatogram ion total hasil GC-
MS (i) Minyak atsiri kasar; (ii)
Sitral hasil isolasi; (iii) F2 (dekat
titik akhir elusi).
Komatogram ion total dari senyawa-
senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri
kasar, sitral hasil isolasi, serta F2 seperti yang
tertera pada tabel di atas ditunjukan pada
Gambar 10. Waktu retensi masing-masing
senyawa ditentukan oleh titik didih senyawa
tersebut. β-mirsena muncul lebih awal pada
kromatogram ion total minyak atsiri Gambar
10 (i) karena titik didih senyawa tersebut
sebesar 167 °C, diikuti senyawa sitronelal
dengan titik didih 208.35 °C. Sitral yang
memiliki dua isomer memiliki titik didih
sebesar 229 °C, namun waktu retensi β-sitral
lebih kecil dibandingkan α-sitral. Waktu
retensi β-sitral adalah 10.476min, sedangkan
α-sitral adalah 11.279min. Perbedaan waktu
retensi dari kedua senyawa tersebut dapat
disebabkan interaksi senyawa dengan fase
diam yang dalam hal ini adalah kolom yang
digunakan pada sistem kromatografi gas.
Kolom yang digunakan bersifat nonpolar
sehingga senyawa yang bersifat polar yang
keluar terlebih dahulu dan yang bersifat lebih
nonpolar akan tertahan lebih lama berada
dikolom, dengan demikian senyawa β-sitral
bersifat lebih polar dibandingkan senyawa α-
sitral.
Sitral hasil isolasi juga dianalisis
menggunakan GC-MS untuk mengetahui
senyawa yang terbentuk. Terdapat tiga
senyawa seperti yang terlihat pada Gambar 10
(ii) yang diperoleh berdasarkan hasil GC-MS
yaitu α-sitral, β-sitral, dan tujhopsena dengan
kandungan utama sitral sebesar 86.17% yang
terdiri dari α-sitral sebanyak 52.73% dan β-
sitral sebanyak 33.44%. Sitral yang diperoleh
masih belum murni karena masih terdapat
senyawa tujhopsena sebesar 5.2%. Komposisi
senyawa yang terkandung berdasarkan hasil
GC-MS dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil GC-MS untuk F2 hasil KLTP
(Gambar 10 (iii)) menunjukkan komposisi α-
sitral dan β-sitral yang lebih rendah. Selain
itu, terdapat senyawa kolumelarin yang
muncul setelah senyawa α-sitral. Berdasarkan
data komposisi senyawa pada Tabel 1, hasil
F2 dari proses KLTP menunjukkan bahwa
proses elusi sitral menyebabkan perubahan
komposisi senyawa, serta terjadi interaksi
antar senyawa sehingga beberapa senyawa
yang awalnya tidak muncul pada hasil GC-
MS sitral hasil isolasi, kemudian setelah
dielusi muncul senyawa yang teridentifikasi,
yaitu kolumelarin dan nerol asetat. Sitral
memiliki gugus fungsi aldehida yang mudah
teroksidasi menjadi asam karboksilat. Nerol
asetat merupakan senyawa golongan ester
turunan asam karboksilat sehingga
Waktu retensi (menit) Intensitas
Waktu retensi (menit) Intensitas
Waktu retensi (menit)
Intensitas
8
kemungkinan terbentuknya senyawa nerol
asetat tersebut dapat terjadi selama proses
fraksionasi.
Hasil Uji In Vivo Terhadap Bobot Badan,
Bobot Pakan, Bobot Feses dan Urin, serta
Lemak Tubuh
Uji in vivo dari minyak atsiri serai dapur,
sitral, dan F2 hasil KLTP dilakukan terhadap
tikus putih jantan galur Sprague-Dawley
selama 5 minggu masa perlakuan. Hewan
model yang digunakan berjumlah 30 ekor,
dengan usia ±2 bulan dan berat badan antara
125-160 g. Perubahan bobot badan merupakan
salah satu analisis fisik yang menjadi
perhatian pada penderita obesitas. Pada
penelitian ini, dilakukan pengukuran bobot
badan tikus setiap satu minggu sekali untuk
memonitor perubahan bobot badan tikus.
Selain itu juga, dilakukan pengukuran bobot
feses dan urin setiap 3 hari sekali dan sisa
konsumsi pakan tikus setiap 3 hari sekali.
Tabel 2 Rerata bobot badan tikus pada akhir
masa adaptasi dan masa perlakuan
(g)
Kelompok Masa Adaptasi Masa
Perlakuan
(I) Pakan
Standar 190.00±12.41
a 252.50±26.49
c
(II) Tinggi
Kolesterol
(TK)
200.83±10.13a 225.50±15.47
b
(III) TK +
Minyak
Atsiri
209.67±24.92a 196.83±10.81
a
(IV) TK +
Sitral 195.00±13.17
a 190.83±10.53
a
(V) TK +
F2 200.10±20.80
a 191.50±19.87
a
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama
tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Tabel 2 menggambarkan rerata bobot
badan tikus pada akhir masa adaptasi dan
masa perlakuan. Selama masa adaptasi,
pemberian pakan untuk setiap kelompok tikus
sama dan bobot badan pada akhir masa
adaptasi berdasarkan uji statistika tidak
berbeda secara signifikan. Hasil inhalasi
minyak atsiri serai dapur, sitral, dan F2
menunjukkan bahwa ketiga kelompok tikus
tersebut memiliki rerata bobot badan yang
lebih rendah dibandingkan kelompok normal
dan pakan kolesterol saat masa perlakuan.
Kelompok IV yang diberi inhalasi sitral
memiliki rerata bobot badan terendah pada
akhir masa perlakuan yaitu sebesar 190.83 g
dan nilai rerata bobot badan terbesar pada
kelompok I sebesar 252.50 g. Bobot badan
kelompok III, IV, V pada akhir masa
perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata
secara signifikan dengan kelompok I dan
kelompok II. Berdasarkan penjelasan tersebut,
inhalasi minyak atsiri, sitral, dan F2
berpotensi menurunkan bobot badan hewan
uji.
(i)
(ii)
Keterangan:
kelompok I pakan Standar kelompok II pakan tinggi kolesterol (TK) kelompok III TK + minyak atsiri
kelompok IV TK + sitral
kelompok V TK + F2
Gambar 11 Perubahan rerata bobot badan
tikus tiap kelompok selama
masa perlakuan (i), dan
perubahan bobot badan minggu
ke-5 (%) perlakuan (ii).
Peningkatan bobot badan per minggu
selama masa perlakuan terlihat pada Gambar
11 (i). Peningkatan terbesar terjadi pada
kelompok I dan diikuti oleh kelompok II.
Kelompok III, IV, dan V pada minggu awal
terjadi kenaikan bobot badan tetapi setelah
170
190
210
230
250
270
0 1 2 3 4 5
I
II
III
IV
V
Perlakuan minggu ke-
Rer
ata
bob
ot
bad
an (
g)
-7
-5
-3
-1
1
3
5
I II III IV V
kelompok
Per
ub
ahan
bob
ot
bad
an
min
ggu
ke-
5 (
%)
9
minggu kedua masa perlakuan bobot badan
yang terukur cenderung mengalami
penurunan. Gambar 11 (ii) memperlihatkan
persentase perubahan bobot badan tikus pada
minggu ke-5 setelah masa perlakuan yang
menunjukkan nilai negatif pada kelompok III,
IV, dan V. Nilai negatif tersebut menunjukkan
bahwa bobot badan pada akhir masa
perlakuan mengalami penurunan. Besarnya
peningkatan bobot badan tikus dipengaruhi
oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkat
konsumsi pakan dari suatu hewan berbeda-
beda bergantung pada cara pemberian pakan
tersebut. Apabila pakan diberikan secara ad
libitum maka tingkat konsumsi pakan
dipengaruhi oleh faktor makanannya,
lingkungan sekitar, serta dari hewan model itu
sendiri (Parakkasi 1999).
Tabel 3 Rerata bobot pakan tikus tiap tiga
hari (g/ekor) selama masa adaptasi
dan perlakuan
Kelompok Masa
Adaptasi
Masa
Perlakuan
(I) Pakan
Standar 55.07±3.18
a 56.94±4.35
c
(II) Tinggi
Kolesterol
(TK)
56.90±2.23a 54.30±3.24
c
(III) TK +
Minyak
Atsiri
59.87±0.30a 44.77±3.57
b
(IV) TK +
Sitral 58.33±2.84
a 32.48±7.61
a
(V) TK +
F2 56.10±2.73
a 36.32±6.27
a
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama
tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)
Berdasarkan data pada Tabel 3, jumlah
konsumsi pakan selama masa adaptasi untuk
setiap kelompok menunjukkan nilai yang
tidak berbeda signifikan. Hal tersebut
menandakan bahwa selama masa adaptasi,
hewan coba memiliki respon yang baik
terhadap pakan yang diberikan. Perbedaan
jumlah konsumsi pakan terjadi pada masa
perlakuan. Konsumsi pakan terbesar pada
kelompok I sebesar 56.94 g/3 hari/ekor tikus.
Konsumsi pakan tersebut berbeda signifikan
dengan konsumsi pakan kelompok III, IV, dan
V. Konsumsi pakan terendah terendah
terdapat pada kelompok IV yang diinhalasi
sitral sebesar 32.48 g/3 hari/ekor tikus.
Tabel 4 Rerata bobot feses dan urin tikus tiap
tiga hari (g/ekor) selama masa
adaptasi dan perlakuan
Kelompok Masa
Adaptasi
Masa
Perlakuan
(I) Pakan
Standar 41.60±2.85
ab 40.77±5.96
c
(II) Tinggi
Kolesterol
(TK)
40.47±5.17a 41.76±7.25
c
(III) TK +
Minyak
Atsiri
39.97±7.70a 33.82±4.39
b
(IV) TK +
Sitral 47.70±2.88
b 22.25±8.19
a
(V) TK + F2 42.90±2.73ab
27.36±6.62a
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama
tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05)
(Duncan’s multiple range test)
Jumlah feses dan urin yang dihasilkan oleh
tiap kelompok selama masa adaptasi
sebanding dengan rerata bobot badannya.
Kelompok yang rerata bobot badannya cukup
tinggi cenderung mengeluarkan feses dan urin
relatif lebih kecil. Selama masa perlakuan,
feses dan urin yang dihasilkan untuk setiap
kelompok berbeda-beda. Feses dan urin yang
terbesar dihasilkan oleh tikus pada kelompok
II sebesar 41.76 g/3 hari/ekor, sedangkan
kelompok IV menghasilkan feses dan urin
yang terkecil sebesar 22.25 g/3 hari/ekor.
Tabel 5 Rerata bobot deposit lemak dan
persentase lemak tikus.
Kelompok Deposit lemak
(g)
Persentase
lemak (%)
(I) Pakan
Standar 2.4433±1.0632
a 0.0098±0.0044
a
(II) Tinggi
Kolesterol
(TK)
3.0834±1.1008a 0.0110±0.0066
a
(III) TK +
Minyak
Atsiri
2.8198±0.5605a 0.0144±0.0029
a
(IV) TK +
Sitral 2.6508±0.8911
a 0.0139±0.0049
a
(V) TK +
F2 2.5805±0.1891
a 0.0136±0.0017
a
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama
tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05)
(Duncan’s multiple range test)
Pengamatan terhadap bobot deposit lemak
hewan uji tikus dilakukan pada minggu ke-5
masa perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel
5 di atas, nilai rerata bobot deposit lemak dan
persentase lemak hewan uji tidak berbeda
secara signifikan. Rerata bobot lemak terbesar
terdapat pada kelompok II yang merupakan
kelompok yang diberi pakan kolesterol tinggi.
Kelompok V memiliki bobot deposit lemak
terendah sebesar 2.5805 g.
Berdasarkan data-data di atas, dapat
diketahui bahwa tikus pada kelompok VI dan
V mengkonsumsi pakan yang sedikit, yaitu
32.48 dan 36.32 g/3 hari/ekor. Hal ini
menunjukkan bahwa inhalasi sitral dan F2
diduga berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi dengan cara mengurangi nafsu
makan tikus sehingga bobot badan tikus tidak
akan mengalami kenaikan yang besar.
Utami (2011) menyatakan bahwa
golongan monoterpena dan seskuiterpena
pada minyak atsiri sirih merah dapat
menurunkan bobot badan, kadar kolesterol,
dan trigliserida serum darah tikus dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL, sehingga
dinyatakan berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi. Sejalan dengan hal tersebut
Wulandari (2011) menyatakan senyawa
terpinen-4-ol pada minyak atsiri bangle juga
berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi
tanpa menyebabkan kerusakan hati hewan uji.
Penelitian sejenis yang dilakukan Anggraeni
(2010), senyawa β-elemenona pada minyak
atsiri temulawak berpotensi menjaga
perkembangan bobot badan tikus agar tidak
mengalami obesitas dan memiliki deposit
lemak yang rendah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Isolasi sitral dari minyak atsiri serai dapur
dengan metode adisi bisulfit menghasilkan
rendemen sebesar 23.47%. Fraksionasi sitral
menggunakan KLTP dengan fase gerak eluen
terbaik yang diperololeh yaitu toluena:etil
asetat (8:1) dan diperoleh F1 (dekat titik awal
elusi) dan F2 (dekat titik akhir elusi). Minyak
atsiri, sitral, dan F2 diuji aktivitasnya sebagai
pelangsing aromaterapi secara in vivo. Hasil
uji in vivo menunjukan bahwa inhalasi setelah
2 minggu dapat menurunkan bobot badan
hewan uji dan sitral yang terkandung dalam
minyak atsiri serai dapur berpotensi sebagai
pelangsing aromaterapi dengan cara menjaga
perkembangan bobot badan tikus serta
menurunkan konsumsi pakan.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mendapatkan senyawa sitral murni
dengan konsentrasi yang optimum. Selain itu
perlu dilakukan uji konsentrasi minyak atsiri
yang terkandung dalam udara di sekitar ruang
inhalasi untuk mengetahui dosis optimum
aromaterapi yang berpotensi sebagai
pelangsing.
DAFTAR PUSTAKA Afriatni A. 2005. Badan POM ungkap kasus
jamu menggunakan obat keras [terhubung
berkala].
http://www.tempo.co/read/news/2005/08/2
0/05565522/ Badan-POM-Ungkap-Kasus-
Jamu-Menggunakan-Obat-Keras. [14 Agst
2012].
Agusta A. 2000. Minyak atsiri tumbuhan
tropika indonesia. Bandung: ITB Press.
Anggraeni A. 2010. Fraksinasi senyawa aktif
minyak atsiri temulawak sebagai
pelangsing aromaterapi secara in vivo
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Bress DJ, Elwell MR, Tingley FD, Sands SB,
Jakowski AB, Shen AC, Cai JH,
Finkelstein MB. 2008. Pharmatocoloical
effects of nicotinic therapies for smoking
cessation. Toxicologic Pathology 36:568-
575.
Carbajal D, Casaco A, Arruzazabala L,
Gonzalez, Tolon Z 1989. Pharmacological
study of Cymbopogon citratus leaves. J
Ethnopharmacol 25(1):103-107.
Carlini EA, Contar JDDP, Siva-Filho AR,
Dasilveira-Filho NG, Frochtengarten.
1986. Pharmacology of lemongrass
(Cymbopogon citratus stapf) effects of
teas prepared from the leaves on
laboratory animals. JEthnopharmacol
17:37-64.
Costa CARA, Bidinotto LT, Takahira RK,
Salvadori DMF, Barbisan UF, Costa M.
2011.Cholesterol reduction and lack of
genotoxic or toxic effects in mice after
repeated 21-day oral intake of lemongrass
(Cymbopogon citratus) essential oil.Food
and Chemical Toxicology 49:2268-2272.
Francisco V, Figueirinha A, Neves BM,
Garcia-Rodriguez C, Lopes MC, Cruz MT,
Batista MT. 2011. Cymbopogon citratus as
source of new and safe anti-inflammatory
drugs: Bio-guided assay using
lipopolysaccharide-
11
stimulatedmacrophages. Coimbra. J
Ethnopharmacology 133:818-827.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Ed ke-2.Padmawinata dan
Sudiro I, penerjemah. Bandung: Institut
Teknologi Bandung. Terjemahan dari:
Phytochemical Method.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory
handbook for the Fractionation of Natural
Ekstract.London: Chapman & Hall.
Kar A. 2007. Pharmacognosy and
Pharmacobiotechnology Second Ed. New
Delhi: New Age International (P) Limited,
Publishers.
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak
Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Machado M, Pires P, Dinis AM, Santos-Rosa
M, Alves V, Salgueiro L, Cavaleiro C,
Sousa MC. 2012. Monoterpenic aldehydes
as potential anti-Leishmania
agents:Activity of Cymbopogon citratus
and citral on L. infantum, L. tropica and L.
Major. Coimbra. Experimental
Parasitology 130:223-231.
Naik MI, Fomda BA, Jaykuman E, Bhat JA.
2010. Antibacterial activitiy of lemongrass
(Cymbopogon citratus) oil against some
selected phatogenic bacterials. Asia Pasific
Journal of Tropical Medicine 2010:535-
538
Ngadiwiyana, Ismiyarto, AP Nor Basid, RS
Purbowatiningrum. 2011. Potensi
sinamaldehid hasil isolasi minyak kayu
manis sebagai senyawa antidiabetes.
Majalah Farmasi Indonesia 22(1):9 -14.
Niijima A, Nagai K. 2003. Effect of olfactory
stimulation with flavor ofgrapefruit oil and
lemon oil on the activity of sympathetic
branch in the white adipose tissueof the
epididymis. Society for Experimental
Biology and Medicine:1190-1192.
Nuryoto, Jayanudin, Hartono R. 2011.
Karakterisasi minyak atsiri dari limbah
daun cengkeh. Di dalam: Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”; Yogyakarta, 22 Feb 2011.
hlm C07-1-C07-4.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan
ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Ress NB. 2003. Toxicology and
carcinogenesis studies of
microencapsulated citral in rats and mice.
Toxicol. Sci.71 (2):198-206.
Saddiq AA, Khayyat SA. 2010. Chemical and
antimicrobial studies of monoterpene:
Citral. Pesticide Biochemistry and
Physiology 98:89-93.
Sell CS. 2003. A Fragrant Introduction to
Terpenoid Chemistry. United kingdom:
Royal Society of Chemistry.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke-
5. Philadelphia: Hartcaurt Brace.
Tzortzakis NG, Economokis CD. 2007.
Antifungal activity lemongrass
(Cymbopogon citratus L.) essential oil
against key postharvest phatogens. J
innovative Food Science and Emerging
technologies 8(2007):253-258.
Utami MR. 2011. Fraksinasi senyawa aktif
minyak atsiri sirih merah (Piper cf.
Fragile) sebagai pelangsing aromaterapi
[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Wright SC, Maree JE, Sibanyoni M. 2009.
Treatment of oral thrush in HIV/AIDS
patients with lemon juice and lemongrass
(Cymbopogon citratus) and gentian violet.
South Africa: Phytomedicine 16
(2009):118-124.
Wulandari R. 2011. Fraksinasi senyawa aktif
minyak atsiri bangle sebagai pelangsing
aromaterapi [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Minyak atisiri
serai dapur
Sitral
Pemurnian
1. KLT dengan berbagai
eluen
2. KLTP dengan eluen
terbaik
F1 (Dekat titik awal
elusi)
Identifikasi
senyawa (GC-MS)
Uji in vivo
(Lampiran 2)
Fraksi tidak
terkristal
sitral
+ Natrium bisulfit jenuh
Kristal
+ etanol
+ NaOH encer
Pemekatan
F2 (Dekat titik akhir
elusi)
14
Lampiran 2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji
(tikus putih galur Sparague-Dawley)
Hewan Uji (30 ekor)
I (n=6) II (n=6) III (n=6) IV (n=6) V (n=6)
Masa adaptasi 2 minggu
Kelompok I
Pakan standar Kelompok II
Pakan standar Kelompok III
Pakan standar Kelompok IV
Pakan standar Kelompok V
Pakan standar
Masa perlakuan selama 5 minggu
Kelompok I
Pakan standar
Tanpa perlakuan
inhalasi
Kelompok II
Pakan kolesterol
tinggi
Tanpa perlakuan
inhalasi
Kelompok III
Pakan kolesterol
tinggi
Inhalasi minyak
atsiri serai dapur
Kelompok IV
Pakan kolesterol
tinggi
Inhalasi sitral
Kelompok V
Pakan kolesterol
tinggi
Inhalasi F2 hasil
KLTP
Tahap Analisis
Keterangan:
- Masa adaptasi: semua kekelompok (I, II, III, IV, V) diberi pakan standar tikus (20
g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad libitum
- Masa perlakuan: kelompok 1 (kontrol negatif) diberi pakan standar tikus (20
g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad libitum; kelompok II, III, IV, dan V
diberi pakan kolesterol tinggi (20 g/hari/ekor) dan diberi minum akuades secara ad
libitum.
Pembagian kelompok
Bobot pakan
ditimbang
setiap hari
Bobot feses dan
urin ditimbang
setiap 3 hari sekali
Bobot badan
ditimbang setiap
minggu
Penentuan bobot
deposit lemak setelah
minggu ke-7
15
Lampiran 3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji
Tabel 1 Pakan standar di Pusat Studi Biofarmaka (dari PT Indofeed)
Komposisi % Campuran
Protein 18
Lemak 4
Serat 4
Abu 11
Metabolisme Energi 2000 kkal
Tabel 2 Pakan tinggi kolesterol
Komposisi % Campuran
Kuning telur 12.5
Minyak Kelapa Barco 5
Pakan standar 82.5
Lampiran 4 Hasil KLTP sitral
Lampiran 5 Rangkaian alat inhalator untuk inhalasi
F2 (Dekat titik akhir elusi)
F1 (Dekat titik awal elusi)
top related