pemahaman foto hdr high dynamic range di kalangan …repository.fisip-untirta.ac.id/918/1/pemahaman...
Post on 25-Aug-2019
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMAHAMAN FOTO HDR
(HIGH DYNAMIC RANGE)
DI KALANGAN ANGGOTA
KOMUNITAS FOTOGRAFI FISIP (KFF)
UNTIRTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1)
Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
TB ACHMAD MAULANA
NIM. 666 2092 666
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
PERSEMBAHAN
Jangan meninggalkan diri, atau kau yang akan tertinggal.
Tak ada orang lain yang memberi jalan, tanpa kau sendiri
yang membuka jalan itu
Semakin kau penasaran, semakin berani kau mengambil resiko,
makin banyak pula yang kau dapatkan
Lebih baik menjadi kepala ikan teri, daripada jadi ekor ikan
hiu
Do’a, Usaha, Ikhtiar, dan Tawakal merupakan tangga
kesuksesan
SKRIPSI INI DIPERSEMBAHKAN
Untuk kedua orang tuaku yang telah
berkorban, bersabar, memberikan do’a, nasihat,
dukungan, serta kasih sayang yang begitu besar.
Tak lupa untuk adik-adikku tersayang,
serta semua yang menyayangiku.
i
ABSTRAKSI
Tb Achmad Maulana. 092666. “Pemahaman Foto HDR (High Dynamic
Range) Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta”.
SKRIPSI. Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2016.
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta merupakan sebuah komunitas foto yang
merangkul para pehobi dan pecinta fotografi. KFF ini masih bersifat komunitas
yang ruang lingkupnya masih tergolong kecil, karna mayoritas anggotanya adalah
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Namun, tidak menutup
kemungkinan dari fakultas lain pun bisa ikut bergabung. Komunitas ini terbentuk
pada tanggal 11 November 2011 yang bertujuan sebagai wadah bagi para pehobi
fotografi untuk saling berbagi ilmu dan berkarya bersama.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pemahaman mengenai arti, teknik
pembuatan, dan pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range) di kalangan
anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta dengan menggunakan teori
perbedaan individual.
Menggunakan metode kualitatif dengan paradigma post-positivisme yang
bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
wawancara mendalam dan studi pustaka untuk mengumpulkan data penelitian.
Informan penelitian berjumlah 5 orang dari anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta. Triangulasi digunakan untuk menguji validitas temuan data di
lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua anggota Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Untirta memahami tentang HDR (High Dynamic Range) dalam
fotografi. Dari kelima informan terpilih, Gilang Arasky R. Manto dapat
memberikan informasi dan data-data yang relatif lebih detail. Lalu, Antoni Budi
Mulia memberi data dan informasi yang lebih singkat. Sedangkan, ketiga
informan lainnya (Hikmat Rachmatullah, Noval Afif, dan Harry Setiawan)
memberikan data dan informasi yang relatif sama mengenai pemahaman foto
HDR (High Dynamic Range).
Kata kunci: Pemahaman, Komunitas, Fotografi, HDR (High Dynamic Range),
Teori perbedaan Individual.
ii
ABSTRACT
Tb. Achmad. Maulana. 092666. "Understanding Photo HDR (High Dynamic
Range) Among Members Of The Photography Community Faculty of Social
and Political Science, Sultan Ageng Tirtayasa University (Untirta)". THESIS.
Communication Science Program. The Faculty of Social and Political Science.
Sultan Ageng Tirtayasa University. 2016.
The Photography Community Faculty of Social and Political Science, Sultan
Ageng Tirtayasa University (Untirta) constitute a community of photography
embracing the exciter and lovers of photography. KFF are still in community
which the scopes is still quite low, because the majority of members are students
of The Faculty of Social and Political Science. But, it is possible of the other
faculty so can joined. This community formed on November 11th, 2011, aimed at
as a forum for the exciter of photography to share sciences and work together.
This research aims to described understanding of meaning, making techniques,
and utilization of photo HDR (High Dynamic Range) on among members of The
Photography Community Faculty of Social and Political Science, Sultan Ageng
Tirtayasa University (Untirta) by using the individual differences theory.
In a qualitative with the post-positivism of paradigm aimed at described
phenomena profusely through in-depth interiews and literature study to collect
data of reseach. Informants of research were 5 people from members of The
Photography Community Faculty of Social and Political Science, Sultan Ageng
Tirtayasa University (Untirta). Triangulation used to test the validty of data
findings in the field.
The results showed that not all members of The Photography Community Faculty
of Social and Political Science, Sultan Ageng Tirtayasa University (Untirta)
understood about HDR (High Dynamic Range) in photography. From 5
informants elected, Gilang Arasky R. Manto can provide information and the data
relatively more details. Than, Antoni Budi Mulia give the data and informations
shorter. While, three other informants (Hikmat Rachmatullah, Noval Afif, and
Harry Setiawan) providing the data and informations are relatively similiar an
understanding about photo HDR (High Dynamic Range).
Keywords: Understanding, Community, Photography, HDR (High Dynamic
Range), The individual differences theory.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim
Puja dan puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada
junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan para
sahabatnya, semoga kita mendapatkan syafa’atnya. Amin
Adapun penulisan skripsi ini, dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mencapai gelar sarjana ilmu komunikasi pada Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, karna keterbatasan penulis
sebagai manusia yang tak pernah luput dari kata salah.
Ucapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,
diantaranya kepada:
1. Yth. Kedua orang tuaku, sembah sujudku dipangkuannya, adik-adikku
tersayang, serta keluarga besar tercinta. Terima kasih atas
pengorbanan, kesabaran, air mata, nasihat, dukungan, senyum, serta
selalu mendo’akanku sampai saat ini, gelar ini dihaturkan.
iv
2. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Yth. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
4. Yth. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
5. Yth. Bapak Darwis Sagita, M. I.Kom selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Yth. Bapak Muhammad Jaiz, S.Sos, M.Pd selaku dosen pembimbing I.
Terimakasih atas waktu, dukungan, bimbingan, serta arahannya kepada
penulis.
7. Yth. Bapak Burhanuddin Mujtaba, SE, M.Si selaku dosen
pembimbing II. Terimakasih atas waktu, dukungan, bimbingan, serta
arahannya selama ini.
8. Yth. Dosen-dosen dan staff-staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Terimakasih atas bantuannya
selama ini.
9. Yth. Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta. Terimakasih
atas dukungan dan bantuan selama penelitian berlangsung.
10. Yth. Keluarga Sanggar Embun tercinta. Terimakasih atas nasihat,
dukungan, motivasi, serta do’anya selama ini.
v
11. Yth. Bapak Firman Lie selaku dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Terimakasih atas bantuan, bimbingan dan arahannya.
12. Yth. Orang-orang terdekat, kawan-kawan seperjuangan, kawan-kawan
UKM Klasik Untirta, Kedai Bilop, serta sahabat-sahabat terbaik
lainnya. Terimakasih atas kebersamaan, bantuan, dukungan, dan
do’anya selama ini.
13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat menambah wawasan serta
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Kebaikan akan
dibalas dengan kebaikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bagi pihak-
pihak yang telah banyak membantu, dan semoga kita semua selalu diberi
keberkahan oleh-Nya. Amin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Serang, 25 Maret 2016
Penulis
TB ACHMAD MAULANA
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
PERSEMBAHAN
ABSTRAKSI ......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Identifikasi Masalah .................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................ 7
1.5.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 7
1.5.2.1 Bagi peneliti ............................................................................. 7
1.5.2.2 Bagi Akademi ........................................................................... 7
vii
1.5.2.3 Bagi Lembaga .......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi ............................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Komunikasi ................................................................. 9
2.1.2 Fungsi Komunikasi ..................................................................... 13
2.2 Komunikasi Visual .................................................................................. 17
2.2.1 Pengertian Komunikasi Visual .................................................... 17
2.2.2 Fungsi Komunikasi Visual ........................................................... 19
2.3 Pemahaman ............................................................................................. 20
2.3.1 Definisi Pemahaman ..................................................................... 20
2.3.2 Tingkatan-tingkatan Dalam Pemahaman ...................................... 21
2.4 Fotografi .................................................................................................. 23
2.4.1 Pengertian Fotografi ..................................................................... 23
2.4.2 Fotografi Analog ke Digital ......................................................... 27
2.4.2.1 Perkembangan Evolutif .......................................................... 27
2.4.2.2 Fotografi Teknologi Terkini = Foto Digital ........................ 29
2.4.3 Foto: Sebuah Media Komunikasi ................................................. 31
2.5 Teknik Olah Foto ..................................................................................... 34
2.5.1 HDR (High Dynamic Range) ....................................................... 35
2.5.2 Sejarah HDR (High Dynamic Range) .......................................... 40
2.5.3 Fungsi HDR (High Dynamic Range) Dalam Fotografi ................ 44
viii
2.5.4 Teknik HDR (High Dynamic Range) Dalam Fotografi ............... 45
2.5.4.1 Multiple Exposure .................................................................. 45
2.5.4.2 Fitur HDR (High Dynamic Range) Pada Kamera .................. 47
2.5.5 Pemanfaatan Foto HDR (High Dynamic Range) ........................ 48
2.6 Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ............................................... 56
2.6.1 Sejarah Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ...................... 56
2.6.2 Visi dan Misi Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ............ 56
2.6.2.1 Visi ......................................................................................... 56
2.6.2.2 Misi ........................................................................................ 57
2.6.3 Motto Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ........................ 57
2.6.4 Struktur Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ..................... 57
2.6.5 Kriteria Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ...... 58
2.6.6 Program Kegiatan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta .... 58
2.6.7 Prestasi Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta ...... 59
2.7 Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual) .................. 60
2.8 Penelitian Sebelumnya ............................................................................. 61
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian ................................................................................ 67
3.2 Metode Penelitian ..................................................................................... 68
3.3 Sifat Penelitian ......................................................................................... 70
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 70
ix
3.5 Informan Penelitian .................................................................................. 71
3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 73
3.6.1 Wawancara ................................................................................... 74
3.6.2 Studi Pustaka ................................................................................ 74
3.6.3 Triangulasi .................................................................................... 75
3.7 Teknik Analisis Data ................................................................................ 77
3.8 Jadwal Penelitian ...................................................................................... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ...................................................................... 80
4.2 Deskripsi Identitas Informan .................................................................... 84
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................................ 90
4.3.1 Pemahaman Arti Foto HDR (High DynamicRange)
Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta ................................................................................ 90
4.3.2 Pemahaman Teknik Pembuatan Foto HDR (High Dynamic
Range) Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta ................................................................................ 97
4.3.3 Pemahaman Akan Pemanfaatan Foto HDR (High Dynamic
Range) Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta .............................................................................. 104
4.4 Pembahasan Penelitian ........................................................................... 111
x
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 120
5.2 Saran ....................................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) I ............... 37
Gambar 2.2 Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) II .............. 38
Gambar 2.3 Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) III ............ 39
Gambar 2.4 Brig Upon The Water .................................................................. 40
Gambar 2.5 Foto Under Exposure, Normal Exposure, dan
Over Exposure ............................................................................. 46
Gambar 2.6 Foto HDR (High Dynamic Range) Hasil
Penggabungan 3 Foto .................................................................. 46
Gambar 2.7 Ilustrasi Foto Dave Hill ............................................................... 51
Gambar 2.8 Foto HDR (High Dynamic Range) by: @klcography ................. 53
Gambar 2.9 Foto HDR (High Dynamic Range) by: @amiranas .................... 53
Gambar 2.10 Foto HDR (High Dynamic Range) by: @dalmiras165 ............... 54
Gambar 2.11 Foto HDR (High Dynamic Range) by: @anjuanda .................... 54
Gambar 2.12 Architecture ................................................................................. 55
Gambar 2.13 Granny’s Attic ............................................................................. 55
Gambar 3.1 Macam-macam Teknik Pengumpulan Data ................................ 73
Gambar 3.2 Triangulasi “Teknik” Pengumpulan Data ................................... 75
Gambar 4.1 Brig Upon The Water .................................................................. 95
Gambar 4.2 Prambanan Temple ..................................................................... 99
Gambar 4.3 Senja Jakarta (2012) .................................................................. 106
xii
Gambar 4.4 Kapal Bersandar (2013) ............................................................ 108
Gambar 4.5 Kota Tua dan Gedung Tua (2013) ............................................. 108
Gambar 4.6 The Kathedral (2012) ................................................................ 114
Gambar 4.7 Let It Flow (2015) ..................................................................... 115
Gambar 4.8 Saksi Sejarah Pemberi Arah (2016) .......................................... 116
Gambar 4.9 The Half Mount (2015) .............................................................. 117
Gambar 4.10 Tempat Ibadah (2015) ............................................................... 118
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................. 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Fotografi adalah sebuah seni melihat, karena fotografi mengajarkan
kepada kita cara yang unik dalam melihat dunia dan sekaligus memberikan
penyandaran baru akan segala keindahan yang ada disekitar kita. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia dan hal tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan.
Fotografi juga mengajarkan pada kita untuk melihat lebih dalam, menggali
makna dan memahaminya sehingga menumbuhkan rasa cinta yang dapat
menciptakan inspirasi untuk melangkah lebih jauh, melompat lebih tinggi, berlari
lebih kencang, berbuat lebih banyak, dan melahirkan energi positif yang mampu
menjadi katalis perubahan kearah yang lebih baik untuk semua. Fotografi
memang merupakan sebuah jendela yang membuka cakrawala baru bagi kita,
untuk menemukan kembali dunia yang ada di sekitar kita untuk melihat dan
menikmati segala keajaiban yang bisa membawa begitu banyak kegembiraan dan
kebahagiaan pada hidup kita.1
Fotografi merupakan ilmu yang bertujuan untuk mendalami atau
mempelajari tentang foto dan bagaimana cara untuk menghasilkan foto yang baik,
agar dapat dinikmati oleh para penikmat foto. Foto identik dengan aktifitas atau
kegiatan yang berkaitan dengan momen-momen yang bisa menjadikan sebuah
1 Deniek G. Sukarya, Kiat Sukses Deniek G. Sukarya, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2009), hal.11.
2
foto itu lebih berarti, jika terdapat sisa-sisa kenangan atau sedikit memori yang
dapat mengingatkan kita akan suatu kejadian atau hal menarik yang pernah kita
alami sebelumnya.
Fotografi bisa didasarkan untuk berbagai kepentingan dengan
menyebutnya sebagai suatu medium ‘penyampai pesan’ (message carrier) bagi
tujuan tertentu. Karya fotografi disamping kediriannya yang mandiri juga
dimanfaatkan bagi memenuhi suatu fungsi tertentu.
Sebuah karya fotografi yang dirancang dengan konsep tertentu dengan
memilih objek foto yang terpilih dan yang diproses dan dihadirkan bagi
kepentingan si pemotretnya sebagai luahan ekspresi artistik dirinya, maka karya
tersebut bisa menjadi sebuah karya fotografi ekspresi. Dalam hal ini karya foto
tersebut dimaknakan sebagai suatu medium ekspresi yang menampilkan jati diri si
pemotretnya dalam proses berkesenian penciptaan karya fotografi seni.2
Kini dunia fotografi pun memiliki banyak cabang atau kekhususan,
diantaranya: fotografi jurnalistik, fotografi potret, fotografi alam atau sering
disebut dengan landscape, dan fotografi seni murni. Dalam seni rupa, fotografi
adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunkan media cahaya. Namun
fotografi juga dapat menjadi semata-mata merupakan media ekspresi diri dan
tidak terikat fungsi apapun.
Keberadaan domain fotografi yang berkembang dalam mengantisipasi
perkembangan jaman dan teknologi terkini ini dinampakkan pada pengaruh
teknologi digital.3
Teknologi fotografi memang terlahirkan untuk memburu
2 Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), hal. 27.
3 Ibid, hal. 161.
3
obyekfitas, karena kemampuannya untuk menggambarkan kembali realitas visual
dengan tingkat presisi yang tinggi.4
Fotografi merupakan salah satu alat komunikasi. Sebuah foto mampu
mencetakkan pandangan dunia ke dalam benak manusia, bahkan hasil bidikan
foto lebih ampuh daripada gambar atau lukisan. Foto mampu memvisualisasikan
suatu peristiwa atau kejadian dalam bentuk gambar. Foto lebih mudah untuk
diingat serta lebih mengesankan dibandingkan kata-kata. Untuk itu foto tidak
perlu penerjemah. Foto mempunyai arti yang sama di seluruh dunia. Sebagai salah
satu media komunikasi, fotografi menyampaikan makna-makna dan pesan yang
terekam dalam wujud bingkai foto.
Bagi seorang fotografer, selain dituntut memiliki kemampuan yang baik
dalam fotografi, juga harus memiliki pengetahuan tentang keindahan suatu foto
agar karya yang dihasilkan memiliki nilai yang baik. Suatu keindahan dikenal
dengan estetika merupakan salah satu tolak ukur untuk suatu karya fotografi.
Seorang fotografer harus selalu berusaha mengemas karya fotografi menggunakan
konsep dan ide yang ditunjang dengan teknik pengambilan pada suatu foto agar
dihasilkan suatu karya fotografi yang memiliki nilai keindahan yang sebenarnya.
Bukan suatu perkara mudah bagi seorang fotografer untuk
mengembangkan suatu karya, yang salah satunya mengeksplorasi keindahan alam
atau suatu tempat menjadi karya seni yang benar-benar akan diapresiasi para
penikmat seni sebagai sebuah karya seni yang memiliki nilai keindahan. Jika
tidak, seorang fotografer akan terjebak dalam situasi yang sulit dimana suatu
4 Aaron Scharf (1968) dalam Seno Gumira Ajimardi, Kisah Mata Fotografi Antara Dua Subyek:
Perbincangan Tentang Ada (Yogyakarta, Galangpress, 2005), hal. 1.
4
karyanya dianggap tidak memiliki keindahan bahkan dianggap suatu karya
manipulasi yang berlebihan dan jauh dari sebuah realitas.
Salah satu kendala dalam memotret di jaman serba digital ini adalah
keterbatasan jangkauan dinamik dari sebuah sensor. Kita tentu kerap mengalami
saat memotret di kondisi dengan kontras tinggi, ada saja bagian dari foto yang
tampak terlalu gelap (under) atau justru terlalu terang (over). Sensor kamera
memang jauh kalah dibandingkan mata manusia dalam urusan kepekaan dalam
menangkap perbedaan terang gelap yang begitu lebar di alam ini, dari teriknya
sinar matahari sampai redupnya cahaya lilin di kegelapan. Kondisi ini membuat
banyak fotografer mendambakan sebuah hasil foto yang sebisa mungkin
mendekati kondisi aslinya, dengan jangkauan dinamis (dynamic range) yang lebar
atau biasa disebut HDR.5
Istilah HDR dalam fotografi adalah kependekan dari (High Dynamic
Range). Secara umum HDR sudah lazim dipakai penghobi fotografi, Dynamic
Range adalah rentang kemampuan sebuah kamera untuk merekam tingkat kontras.
Seperti diketahui, di alam terbuka ada tingkat kecerahan yang berbeda-beda, dari
cahaya matahari yang sangat terang sampai sebuah tempat redup atau gelap.
Dalam tingkat yang lebih rendah, tingkat kecerahan bisa dilihat dari langit cerah
sampai bayangan dibawah pohon. Mata manusia bisa melihat detail awan di langit
yang cerah, lalu mata manusia juga mudah melihat aneka detail benda yang ada di
bawah bayangan pohon, mata manusia mudah menyesuaikan diri.
5 HDR (High Dynamic Range) Photo Effect, Yudo Sudanardi Photograph (Yogyakarta: Putstaka
Ananda Srva, 2012), hal. 3.
5
Berbeda halnya dengan kamera, fotografer tidak mungkin memotret
sebuah pemandangan yang mengandung langit cerah dan bayangan bisa tampak
semua detail di kedua bagian itu. maka digunakanlah teknik foto HDR.
Foto HDR (Hight Dynamic Range) adalah sebuah foto yang bisa
menampilkan detail antara area gelap dan area terang yang kontrasnya tinggi,
minimal mendekati apa yang bisa ditangkap oleh mata, cara atau teknik
pengambilan foto ini disebut dengan teknik HDR yaitu merupakan salah satu
teknik dalam dunia fotografi dengan cara menggabungkan beberapa foto dengan
angle dan posisi yang sama namun dengan pencahayaan yang berbeda untuk
menemukan pencahayaan yang selaras dan bisa menampilkan detail dari semua
bagian foto. Namun pada prakteknya, teknik foto ini sering disalah artikan karena
kurangnya pemahaman mengenai teknik foto HDR ini sehingga banyak fotografer
terutama kalangan pemula yang belum memahami betul dan meyimpulkan teknik
ini adalah teknik untuk membuat suatu karya foto yang dramatis bahkan
menimbulkan efek-efek warna yang berlebihan sehingga karya foto jauh dari
keasliannya.
6
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah akan memberikan suatu arahan yang jelas untuk
mengadakan penelaahan, serta hasil analisis akan lebih nyata, sehingga peneliti
harus membatasi masalah yang akan dianalisis karena dapat membantu
memperjelas pengkajian. Sehubungan dengan itu peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut : "BAGAIMANA PEMAHAMAN TENTANG FOTO HDR
(HIGH DYNAMIC RANGE) DI KALANGAN ANGGOTA KOMUNITAS
FOTOGRAFI FISIP (KFF) UNTIRTA ?"
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diutarakan diatas, maka
identifikasi masalahnya adalah :
1. Bagaimana pemahaman arti foto HDR (High Dynamic Range) di kalangan
anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
2. Bagaimana pemahaman teknik pembuatan foto HDR (High Dynamic
Range) di kalangan anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
3. Bagaimana pemahaman akan pemanfaatan foto HDR (High Dynamic
Range) di kalangan anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dirumuskan diatas maka
peneliatian ini bertujuan untuk :
1. Untuk menggambarkan pemahaman anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta mengenai arti foto HDR (High Dynamic Range).
7
2. Untuk menggambarkan pemahaman anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta mengenai teknik pembuatan foto HDR (High Dynamic
Range).
3. Untuk menggambarkan pemahaman anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta mengenai pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range).
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
pengembang fotografi secara umum dan fotografi HDR khususnya pada
kalangan KFF (Komunitas Fotografi FISIP) Untirta.
1.5.2. Manfaat Praktis
1.5.2.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai aplikasi
fotografi secara umum dan foto HDR (High Dynamic Range)
secara khusus.
1.5.2.2. Bagi Akademi
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa secara khusus sebagai
penunjang pengetahuan pada mata kuliah fotografi di Jurusan
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8
1.5.2.3. Bagi Lembaga
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai foto HDR (High Dynamic Range) dan dapat
dijadikan referensi dalam kegiatan fotografi pada kalangan KFF
(Komunitas Fotografi FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi
2.1.1. Pengertian Komunikasi
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message).
Orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator)
sedangkan orang yang menerima pesan pernyataan diberi nama komunikan
(communicate). Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri
dari dua aspek, pertama isi pesan (the content of the message), kedua lambing
(symbol). Kongkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah
bahasa.6
Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin
“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti
sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi
terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang
disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
6 Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), hal. 28.
10
Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman
merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila
bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan,
komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, jikalau pengalaman komunikan
tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk
mengerti satu sama lain; dengan lain perkataan situasi menjadi tidak
komunikatif; atau dengan rumusan lain terjadi miskomunikasi
(miscommunication). Dan banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan
terjadinya miskomunikasi atau komunikasi yang salah.7
Definisi komunikasi hingga saat ini mencapai ratusan, yang diantaranya
justru berlawanan dengan definisi-definisi lainnya.Namun Frank Dance
membaginya kedalam tiga dimensi konseptual penting. Pertama adalah tingkat
observasi (level of observation), atau derajat keabstrakannya. Seperti definisi ini,
“Komunikasi sebagai proses yang menghubungkan satu sama lain bagian-bagian
terpisah dunia kehidupan adalah terlalu umum, sementara komunikasi sebagai
„alat untuk mengirim pesan militer, perintah, dan sebagainya lewat telepon,
telegraf, radio, kurir, dan sebagainya‟ terlalu sempit.”8
Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagian dari dimensi
ini, menyatakan bahwa komunikasi hanya mencakup pengiriman dan penerimaan
pesan. Seperti definisi berikut, “Komunikasi sebagai situasi yang memungkinkan
7 Ibid, hal. 30-31.
8 Frank Dance dalam Mulyana, M.A., Pd.D, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 54.
11
suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan
disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.”9 Sebagian lagi tidak tidak
menuntut syarat ini, yakni definisi komunikasi yang mengabaikan unsur
kesengajaan. Seperti yang dikemukakan oleh Alex Gobe, “Suatu proses yang
membuat sama bagi dua orang atau lebih apa yang tadinya merupakan monopoli
seseorang atau sejumlah orang.”10
Dimensi ketiga adalah penilaian normatif. Definisi dalam dimensi ini
dipisahkan berdasarkan tingkat keberhasilan dan kecermatan dalam
berkomunikasi. Sebagian mengasumsikan bahwa komunikasi itu harus berhasil.
Seperti, “komunikasi adalah pertukaran verbal pikiran atau gagasan.”11
Asumsi
dibalik definisi ini adalah bahwa komunikasi suatu pikiran atau gagasan secara
berhasil dipertukarkan. Lalu sebagian definisi dimensi ini tidak menuntut adanya
keberhasilan. “Komunikasi adalah transmisi informasi.”12
Definisi tersebut tidak
menuntut adanya informasi yang diterima atau dimengerti.
Adapula definisi yang mengasumsikan komunikasi sebagai tindakan satu
arah. Everet M, Rogers mengemukakan, “komunikasi merupakan proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud
untuk mempengaruhi pengaruh penerima.”13
9 Ibid, hal. 54-55.
10 Ibid, hal. 55.
11 Ibid, hal. 55.
12 Ibid, hal. 55.
13 Ibid, hal. 62.
12
Lalu menurut Harold Lasswell, “Cara yang baik untuk menggambarkan
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who? says
what? In which channel?To whom?With what effect? Atau, Siapa? Mengatakan
apa? Dengan saluran apa? Kepada siapa? Dengan pengaruh apa?.”
Definisi-definisi tersebut mengisyaratkan komunikasi sebagai semua
kegiatan yang secara sengaja dilakukan untuk menyampaikan rangsangan untuk
membangkitkan respon seseorang.
Komunikasi juga bisa dilihat sebagai transaksi. Dalam konteks ini adalah
suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang diperoleh pada
dasarnya bersifat pribadi. Disini komunikasi tidak membatasi pada yang
disengaja atau respon yang dapat diamati. Beberapa definisi komunikasi dilihat
sebagai transaksi antara lain: John R. Wenberg dan William W. Wilmot,
“Komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna.” Donald Byker dan
Loren J. Anderson, “Komunikasi adalah berbagai informasi antara dua orang
atau lebih.” William I. Gorden, “Komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan
sebagai suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.” Judy C.
Pearson dan Paul E. Nelson, “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi
makna.” Stewart L. Tubbs dan Sykvia Moss, “Komunikasi adalah proses
pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.”14
14
Ibid, hal. 68-69.
13
2.1.2. Fungsi Komunikasi
Terdapat empat fungsi dalam komunikasi. Seperti yang dijabarkan oleh
Deddy Mulyana, M.A., Pd.D. dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
ke empat fungsi tersebut adalah :
1. Fungsi Komunikasi Sosial.
2. Fungsi Komunikasi Ekspresif.
3. Fungsi Komunikasi Ritual.
4. Fungsi Komunikasi Instrumental.15
Masing-masing dari fungsi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
:Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi
diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan antara lainlewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan
akan tersesat, karena ia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu
lingkungan sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu untuk
membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan
untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk
mengatasi situasi-situasi problematic yang ia masuki.
15
Ibid, hal. 5-33.
14
Implisit dalam komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.
Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu memiliki
hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut
menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk
mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari
suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, maupun secara vertikal, dari suatu
generasi ke generasi berikutnya.
Selanjutnya, Alfred Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia
berkomunikasi menjadikan mereka pengikat waktu (time binder). Pengikat
waktu merujuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan pengetahuan dari
generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. Manusia tidak perlu memulai
setiap generasi sebagai generasi baru. Mereka mengambil pengetahuan masa
lalu, mengujinya, berdasarkan fakta-fakta mutakhir dan meramalkan masa depan.
Pengikat waktu ini jelas merupakan suatu karakteristik yang membedakan
manusia dengan bentuk lain kehidupan. Dengan kemampuan tersebut, manusia
mampu mengendalikan dan mengubah lingkungan tersebut.
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif
yang dapat dilakukan baik sendirian maupun dalam kelompok. Komunikasi
ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat
dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan
15
perasaan-perasaan (emosi) kita. Terdapat banyak cara untuk mengungkapkan
ekspresi, misalnya melalui bahasa tubuh, melalui benda, melalui karya (seperti
seni lukis, tari, musik, tulis, dan lain-lain).
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual,
yang biasanya dilakukan dengan cara kolektif. Suatu komunitas sering
melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup.
Dalam upacara-upacara yang dilakukan, orang-orang tersebut
mengucapkan kata-kata atau menampikkan perilaku-perilaku tertentu yang
bersifat simbolik. Komunikasi ritual sering bersifat ekspresif.
Komunikasi ritual tidak hanya dilakukan dalam upacara-upacara bagi
sebuah komunitas atau budaya tertentu, akan tetapi juga dilakukan dalam sebuah
organisasi. Misalnya, sebelum bergabung dalam sebuah organisasi tertentu
mereka diminta untuk melakukan sebuah ritual upacara penyambutan
bergabungnya dalam organisasi tersebut. Kegiatan ritual seperti ini
memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi
perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok.
Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendriri yang terpenting, melainkan
perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa kita
terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari pada diri kita sendiri, yang bersifat
abadi, dan bahwa kita diakui dan diterima dalam kelompok kita.
16
Hingga kapanpun ritual tampaknya akan tetap menjadi kebutuhan
manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah, demi pemenuhan jati dirinya
sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial, dan sebagai salah satu unsur
dari alam semesta.
Terakhir dari fungsi komunikasi yang disampaikan oleh Deddy Mulyana,
yaitu mengenai komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum:
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan dan
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Bila
diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk atau bersifat
persuasif. Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan
mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya
akurat dan layak untuk diketahui.
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja digunakan untuk menciptakan
dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan
tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang
dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang
lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek
ataupun jangka panjang.
17
Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan
material, ekonomi, politik, yang antara lain dapat diraih lewat pengelolaan kesan
(impression management), yakni taktik-taktik verbal dan non verbal.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian
komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun
keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan, dalam arti bahwa
berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk
mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan.
Meskipun kita dapat membedakan fungsi-fungsi komunikasi, suatu
peristiwa komunikasi sesungguhnya seringkali mempunyai fungsi-fungsi yang
tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan
mendominasi.
2.2. Komunikasi Visual
2.2.1. Pengertian Komunikasi Visual
Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi
antar manusia adalah bagian yang paling penting dalam kehidupan. Selain kata-
kata, unsur rupa sangat berperan dalam kegiatan berkomunikasi tersebut.
Menurut AD Pirous, komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya
seringkali perlu ditunjang dengan suara yang pada hakikatnya adalah suatu
bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga, atau
18
kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain. Sebagai bahasa, maka
efektivitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pelaku
komunikasi visual. Untuk itu,sang komunikator harus: pertama,memahami betul
seluk beluk pesan yang ingin disampaikannya. Kedua, mengetahui kemampuan
menafsir, kecenderungan dan kondisi, baik fisik maupun jiwa dari
komunikannya yang menjadi sasarannya. Ketiga, harus dapat memilih jenis
bahasa dan gaya bahasa yang serasi dengan pesan yang dibawakannya, dan tepat
untuk dapat dibicarakan secara efektif (jelas, mudah, dan mengesankan) bagi si
penerima pesan. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan
manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata,
dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hampir di segala sektor
kegiatan, lambang-lambang, atausimbol-simbol visual hadir dalam bentuk foto,
gambar, sistem tanda, corporate identity, sampai berbagai display produk di
pusat pertokoan dengan aneka daya tarik.16
Komunikasi visual adalah suatu proses penyampaian pesan dimana
lambang-lambang yang dikirimkan komunikator hanya ditangkap oleh
komunikan semata-mata hanya melalui indra penglihatan. Bentuk komunikasi
seperti ini bisa bersifat langsung (sebagaimana dua orang tuna rungu saling
bercengkrama menggunakan bahasa isyarat), namun sebagian besar
menggunakan media perantara yang lazim disebut media komunikasi visual.
16
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain Komunikasi Visual, Jurusan
Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain, (Yogyakarta: Universitas Kristen Petra, 2003),
hal. 31-32.
19
Komunikasi melalui penglihatan adalah sebuah rangkaian proses
penyampaian infromasi atau pesan kepada pihak lain dengan penggunaan media
penggambaran yang hanya terbaca oleh indera penglihatan. Komunikasi visual
mengkombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain grafis, ilustrasi, dan
warna dalam penyampaiannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, tanda pada rambu lalu lintas dan ikon ikon
di dalam program komputer adalah bentuk komunikasi visual sederhana, seperti
juga ikon di dalam keyboard portablesound. Di jalan pun seperti zebra cross dan
ikon sepeda motor terjadi hubungan komunikasi secara visual seperti logo-logo
perusahaan dan tanda di kebun raya dan kebun binatang.17
2.2.2. Fungsi Komunikasi Visual
Komunikasi visual memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
1. Sebagai sarana informasi dan instruksi
Bertujuan menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang
lain dalam petunjuk, arah, posisi dan skala, contohnya peta, diagram,
simbol dan penunjuk arah. Informasi akan berguna apabila
dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat
yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan dipresentasikan
secara logis dan konsisten.
17
David Sless, Learning And Visual Communication (1981), hal. 187.
20
2. Sebagai sarana presentasi dan promosi
Bertujuan untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian
(atensi) dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat
diingat; contohnya sebuah foto, gambar, atau poster. Juga sebagai
sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang
siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu
benda, produk ataupun lembaga, jika mempunyai identitas akan dapat
mencerminkan kualitas produk atau jasa itu dan mudah dikenali, baik
oleh produsennya maupun konsumennya.
2.3. Pemahaman
2.3.1. Definisi Pemahaman
Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.
Menurut Nana Sudjana, pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta didik
dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya
atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan guru dan
menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.18
Menurut Winkel dan Mukhtar, pemahaman adalah kemampuan seseorang
untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan
dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau mengubah data yang
disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Sementara Benjamin S.
18
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995),
hal. 24.
21
Bloom mengatakan bahwa pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seseorang
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal yang dia pelajari dengan
menggunakan bahasanya sendiri. Lebih baik lagi apabila seseorang dapat
memberikan contoh atau mensinergikan apa yang dia pelajari dengan
permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya.
Sebagai contoh, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang
diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkan dengan hal-hal
yang lain. Karena kemampuan siswa pada usia SD masih terbatas, tidak harus
dituntut untuk dapat mensintesis apa yang dia pelajari.
2.3.2. Tingkatan-tingkatan Dalam Pemahaman
Pemahaman merupakan salah satu patokan kompetensi yang dicapai
setelah seorang mahasiswa atau siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam proses
pembelajaran, setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
memahami apa yang dia pelajari. Ada yang mampu memahami materi secara
menyeluruh dan ada pula yang sama sekali tidak dapat mengambil makna dari
apa yang telah dia pelajari, sehingga yang dicapai hanya sebatas mengetahui.
22
Untuk itulah terdapat tingkatan-tingkatan dalam memahami. Menurut Daryanto
(2008), kemampuan pemahaman berdasarkan tingkat kepekaan dan derajat
penyerapan materi dapat dijabarkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:19
1. Menerjemahkan (Translation)
Pengertian menerjemahkan bisa diartikan sebagai pengalihan
arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari
konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah
orang mempelajarinya. Contohnya dalam menerjemahkan Bhineka
Tunggal Ika menjadi berbeda-beda tapi tetap satu.
2. Menafsirkan (Interpretation)
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah
kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat
dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu
dengan pengetahuan yang diperoleh berikutnya, menghubungkan
antara grafik dengan kondisi yang dijabarkan sebenarnya, serta
membedakan yang pokok dan tidak pokok dalam pembahasan.
3. Mengekstrapolasi (Extrapolation)
Ekstrapolasi menuntut kemampuan intelektual yang lebih
tinggi karena seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu dibalik
19
Daryanto (2008: 106) dalam Zuchdi Darmiyati, Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca
(Yogyakarta: UNY Press, 2007), hal. 24.
23
yang tertulis. Membuat ramalan tentang konsekuensi atau
memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
masalahnya.
2.4. Fotografi
2.4.1. Pengertian Fotografi
Kata “Photography” (fotografi) berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata: “Photo” yg berarti sinar dan “Graphos” yang berarti menggambar.
Jadi Photography dapat diartikan “menggambar dengan cahaya” Jika kita
ibaratkan fotografi dengan melukis, dalam fotografi kita menggunakan kamera
dan lensa sebagai alat lukisnya (brush/kuas), film sebagai kanvas/kertas dan
cahaya sebagai catnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa fotografi
merupakan seni dan proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau
permukaan yang dipekakan. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau
metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam
pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya.20
Burhanuddin, dalam Diktat Fotografi Dasarnya mengatakan “prinsip dari
fotografi adalah merekam suatu yang kita lihat dan alami.”Sebagai satu contoh
ketika tamasya, ke satu tempat yang baru bagi kita. Dengan foto, kita dapat
merekam pengalaman kita selama bertamasya dan apa saja yang dilihat: dengan
20
Burhanuddin Mujtaba. SE, MSi, Diktat Fotografi Dasar, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sultan Ageng Tirtayasa, hal. 1.
24
siapa kita bertamasya, bagaimana pemandangannya, seperti apa penduduknya.
Foto-foto juga dapat digunakan sebagai bukti keberadaan dan hubungan sesuatu
atau seseorang, orang lain dengan kita sendiri.
Fotografi tidaklah sekedar memiliki nilai dokumentatif semata tetapi juga
menjadi media berekspresi dalam bentuknya sebagai ungkapan perasaan dan
emosi estetis yang terdalam dari si pemotretnya. Fotografi juga bisa difungsikan
sebagai elemen estetis penghias (illustration) dan penarik pandang (eye catcher)
pada penciptaan fotografi komersial/desain iklan karena memiliki bobot
penampilan estetis tertentu.21
Suatu fakta bahwa fotografi lahir sebagai upaya untuk menyempurnakan
penampilan karya seni visual dalam bentuk prototip sebuah kamera yang disebut
camera obscura yang berfungsi sebagai alat bantu menggambar, „an aid in
drawing‟ pada jaman Renaissance.22
Dengan perkembangan camera obscura
yang dilengkapi dengan berbagai penemuan tentang lensa, diafragma, pengatur
fokus, serta yang didukung oleh penemuan bahan kimia untuk film, kertas foto,
dan teknologi reproduksi dalam kamar gelap, dan lain-lainnya memungkinkan
terciptanya sebuah karya imaji fotografi sebagai hasil rekaman objek dan
peristiwa secara nyata dengan detil yang dapat dipercaya dan dijamin
„keabsahannya‟.
21
Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), hal. 84. 22
Ibid, hal. 132.
25
Andeas Feininger (1955) menyatakan bahwa kamera hanyalah alat untuk
menghasilkan sebuah karya seni. Nilai lebihnya tergantung pada "tangan" yang
mengoprasikan alat tersebut. Jika kamera dianalogikan sebagai piano, setiap anak
pasti mampu membunyikan piano, tetapi bukan memainkan sebuah lagu. Begitu
pula dengan kamera. Setiap orang pasti mampu menjepretkan kamera dan
merekam objek untuk difoto, tetapi tidak semua orang dapat menghasilkan karya
seni fotografi yang mengesankan.23
Kemana pun fotografi sebagai sarana pencipta imaji visual yang
terpercaya dimanfaatkan dalam berbagai tujuan dan fungsi.Fotografi berkembang
menjadi sarana yang berguna bagi pengembangan ilmu dan teknologi untuk
kemaslahatan manusia. Fotografi mengemban misinya sebagai sarana
dokumenter yang diaplikasikan secara sosial, ekonomi, teknologi dan juga
sebagai bentuk karya seni dwimitra alternatif dalam lingkup seni budaya.
Fotografi memiliki banyak cabang atau kekhususan, di antaranya:
fotografi jurnalistik, fotografi potret, fotografi alam dan fotografi seni murni.
Dalam seni rupa, fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan
menggunakan media cahaya. Fotografi menjadi aliran “seni” dalam pengertian
yang lebih khusus seperti pada bidang seni lainnya. Aliran yang demikian dalam
fotografi sering disebut fotografi fine art. Sayangnya, karya seni foto jarang
ditampilkan pada media massa dan lebih banyak dipasang di galeri-galeri dan
museum-museum.
23
Giwanda Griand, Panduan Praktis Belajar Fotografi (Jakarta: Puspa Swara , 2001), hal 2.
26
Konsep seni foto yang ditampilkan di galeri dan museum pun tidak bisa
meninggalkan suatu pemikiran bahwa foto menampilkan kenyataan (realitas) dan
tidak ada unsur abstrak (dalam seni fotografi). Suatu kenyataan bahwa
pembuatan seni foto dengan kamera berarti membatasi subjek dengan batas
format pada jendela pengamat. Hal ini menjadikan seni fotografi lebih jujur
daripada seni lainnya karena merekam seperti memotokopi subjek yang ada di
depannya.
Subjek foto mencakup banyak hal dan tidak terbatas, mulai dari
pemotretan manusia, alam semesta, arsitektur, sampai dengan mikro-organisme.
Memang, banyak seniman foto yang berusaha membuat foto dengan film khusus,
seperti film infra merah supaya subjeknya terlihat lebih abstrak. Namun, subjek
dengan warna yang tidak seperti kenyataan tetap merupakan bukti dan bukanlah
khayalan.24
Arbain Rambey, seorang fotografer senior Kompas mengatakan bahwa
“Fotografi adalah seni memotong realitas tiga dimensi menjadi imaji dua dimensi
yang terbatas. Realitas fotografi menjadi menarik karena dia terbatas dan
menyimpan sudut pandang pemotretnya”.
24
Burhanuddin Mujtaba. SE, MSi, Diktat Fotografi Dasar, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sultan Ageng Tirtayasa, hal. 2.
27
2.4.2. Fotografi Analog ke Digital
2.4.2.1. Perkembangan Evolutif
Beberapa peristiwa yang menandai perkembangan fotografi
dalam konteks historis merupakan berbagai tahapan signifikan secara
evolusif maupun revolusif yang telah dilalui oleh fotografi sebagai
entitas pengetahuan baik yang bersifat teknis dan estetis. Hal ini telah
terjadi sejak ditemukan dan digunakannya „camera obscura‟ pada
abad XV yang telah berkembang ke abad-abad berikutnya. Adapun
implementasinya terjadi beberapa abad kemudian sampai akhirnya
tercetus lebih memasyarakat di abad XIX di Eropah dengan
berkembangnya daguerreotype sebagai hasil karya fotografi yang telah
meluas penggunaannya ke tempat-tempat lainnya termasuk ke benua
Amerika.
Perkembangan fotografi tersebut terlihat pada penggunaan
berbagai materi bahan dasar dan bahan kimia peka cahaya dalam
berbagai eksperimentasi yang dilakukan oleh para pionir fotografi. L.
J. M. Daguerre dengan penggunaan bahan logam pada karya
daguerreotype, penggunaan bahan dasar gelas dan kertas oleh William
Henry Fox Talbot dengan karya talbotypeatau kalotype-nya yang telah
berhasil meletakkan dasar proses negative dan positif dalam fotografi
analog yang kita kenal sampai saat ini. Hal ini merupakan suatu
28
perubahan yang signifikan (revolusif) dalam konteks penciptaan karya
fotografi
Perubahan bahan dasar lainnya yang mungkin dapat dianggap
sebagai suatu yang revolusif adalah penciptaan karya foto berwarna
yang merupakan „impian‟ para innovator fotografi untuk
merealisasikannya dalam bentuk „seindah warna aslinya‟. Hal ini
sebelumnya telah diupayakan dengan teknik „hand colouring‟, yaitu
upaya dengan mewarnai karya foto monochrome dengan bahan warna
„aquarelle‟ sehingga bisa didapatkan representasi karya fotografi
dengan subyek yang sedikit mirip dengan warna asli alaminya.
Eksperimen foto berwarna dimulai oleh J. C. Maxwell pada tahun
1861 yang menciptakan foto berwarna pertama dengan memotret pita
sintetis (tartan ribbon) melalui penggabungan filter merah, hijau, dan
biru.
Penggunaan roll-film juga merupakan satu perkembangan yang
revolusif. Jenis film ini pertama kali ditemukan oleh seorang Inggris,
Arthur James Melhuish pada tahun 1854 yang kemudian diproduksi
secara komersial oleh perusahaan Eastman, Rochester, New York.
Tepatnya pada tanggal 4 September 1888 dengan mematenkan dan
memasarkan sebuah kamera yang berisi satu rol film yang fleksibel
untuk digunakan sebanyak 100 eksposur yang terkenal dengan slogan
29
“You press the button; we do the rest”25
Kameranya itu sendiri disebut
KODAK yang akhirnya menjadi panggilan dan nama yang umum
terhadap semua kamera fotografi.26
2.4.2.2. Fotografi + Teknologi Terkini = Foto Digital
Keberadaan domain fotografi yang berkembang dalam
mengantisipasi perkembangan jaman dan teknologi terkini ini
dinampakkan pada potensi pengaruh teknologi digital.
Pengambilan gambar dengan digital secara pasti akan
menghilangkan eksistensi film, negatif, dan proses fotografi
analog. Hal ini terjadi karena perekaman obyek foto diambil alih
oleh kamera digital yang memiliki layar sensor elektronik (CCD
atau CMOS) yang dilengkapi dengan „Memory Card‟
penyimpan data foto dengan berbagai kemampuan kapasitas
simpannya. Diantaranya bahwa memori disk ini juga dapat di-
erased atau digunakan lagi yang akibatnya bahwa film negatif
(klise) juga hilang. Demikian juga fungsi jendela bidik „view
finder‟ yang tergantikan oleh adanya layar LCD berwarna. Hal
ini merupakan nilai lebih kamera digital yang bermanfaat bagi
upaya konfigurasi, komposisi, angle, dan nilai kedalaman atau
25
Jacob dan Kokrda dalam Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi (Jakarta: Universitas Trisakti,
2007), hal. 160. 26
Ibid, hal. 158-160.
30
ketajaman hasil foto yang akan dipotret bisa secara instant dapat
segera dilihat pada layar LCD tersebut.
Disamping itu dimungkinkan bahwa aplikasi digital juga
secara pasti menggantikan fotografi analog dalam proses teknis
penciptaan foto. Fungsi „kamar gelap‟ dalam fotografi analog
karena bahan dasar kimia, film dan kertas yang peka cahaya mau
tidak mau harus kehilangan fungsinya dan digantikan oleh
„kamar terang‟ atau digital dark-room yang digunakan dalam
proses digital. Demikian pula dengan proses rekayasa dalam
aspek „manipulation & extension development‟ pada pencetakan
karya foto yang dulu dikerjakan dengan „berbasah-basah‟
dengan mesin enlarger di kamar gelap sekarang sudah
tergantikan oleh kecanggihan dalam proses „kering dan bersih‟
computer digital. Demikian juga dalam hal „correction‟ terhadap
karya foto yang tidak diharapkan, akan dapat mudah ditangani
secara relative lebih cepat oleh computer dengan berbagai
perangkat lunak (software) yang tersedia.
31
Sebuah revolusi telah terjadi karena hampir semua aspek
dalam fotografi konvensional analog telah berganti dengan
kemungkinan yang bernilai lebih mudah dan praktis dalam
proses fotografi digital.27
2.4.3. Foto: Sebuah Media Komunikasi
Barthes (1977) mengemukakan bahwa sebuah foto merupakan suatu
bentuk an institutional activity yang berkonsekuensi pada aktivitas sosial;
hubungan dengan realitas dan berada dalam kondisi kultural dan mempunyai
fungsi untuk mengintegrasikan manusia. Dalam bahasa lain, sebuah foto
merupakan representational realism, merepresentasikan kenyataan sosial untuk
dihadirkan ke dalam publik. Foto sebagai media komunikasi visual juga
mempunyai the function of art, seperti dikemukakan oleh Alan Gowans dalam
buku The Unchanging Art: New Form for the traditional function of Art in
Society, sebuah karya seni harus selalu menunjukan: realita kedua,
pengilustrasian, persuasif dan pengindahan. Slater (1995) menempatkan foto
pada tiga realitas yang disebutnya sebagai trivial realism yang meliputi:
1. Representational Realism, yang memaparkan kenyataan realis yang
dijabarkan pada kode-kode representasi realistis yang dimuat di berbagai
media.
27
Ibid, hal 161-163.
32
2. Ontological atau Existential Realism, yang menyatakan bahwa eksistensi
sebuah gambar dalam sebuah foto tergantung pada eksistensi realitas
obyek dalam dunianya.
3. Mechanical Realism, bahwa teknologi fotografi telah membawa
modernitas ke dalam bentuk representasi.
Ketiga realitas ini menempatkan sebuah foto sebagai gambar yang
berinteraksi dan memunculkan penafsiran secara kontekstual, karena foto juga
tidak sekedar gambar yang mewakili realitas sosialnya.
Milgram (1976), seorang psikologi sosial, berpendapat tentang foto tidak
hanya merefleksikan realitas tetapi juga memberikan efek pada sebuah realitas:
“…The official photograph is not only a reflection of the political reality, but
itself solidifies that reality and becomes an element in it...”
Sebuah foto dapat dikatakan sebagai suatu hasil gambar yang yang
merepresentasikan keadaan realitas disekitar kita, karena sebuah foto dapat
menghasilkan gambar tentang apa yang terdapat dan terjadi pada lingkungan
sekitar kita secara real. Bahkan sebuah foto juga tidak hanya merefleksikan
tentang realitas politik saja, tetapi sebuah foto tersebut dapat juga menjadikan
sebuah realitas sebagai bagian dari gambar foto dan menjadi salah satu elemen
didalam foto. Menurut Stanley Milgram sebuah foto mempunyai dua peranan,
yaitu merefleksikan realitas dan memberikan efek pada realitas. Sebuah gambar
yang terlihat dalam sebuah foto dan media fotografi lainnya tidak hanya cermin
kenyataan tetapi juga merefleksikan sudut pandang seseorang tentang realitas,
33
akan selalu ada sebuah elemen selektifitas yang terlibat, seseorang yang selalu
memutuskan apa yang akan dia bidik dan apa yang tidak akan dia bidik.
Seringkali makna yang terdapat di dalam sebuah foto lebih penting daripada apa
yang terlihat dari sebuah peristiwa yang terekam pada foto tersebut.
Seorang sejarahwan seni Nicholas Mirzoeff (1999) mendeskripsikan
tentang “the death of photography” dalam bukunya An Introduction to Visual
Culture: “…The ability to alter a photograph digitally has underdone the
fundamental condition of photography – that something must have been in front
of the lens when shutter was opened, even if questions remained as to the
authenticity of what was recorded…”.
Munculnya teknologi digital imaging dalam foto, yaitu kemampuan
merubah foto secara digital, memunculkan sebuah perubahan pada pandangan
tentang peranan penting sebuah foto terhadap realitas yang terdapat pada sebuah
gambar foto. Karena dengan adanya teknologi digital imaging tersebut, sebuah
realitas yang ditangkap kamera dapat dirubah, direkayasa, atau bahkan diciptakan
yang dimunculkan melalui sebuah gambar foto. Sehingga peranan dan fungsi
foto sebagai gambaran akan sebuah fenomena realitas sosial mulai berkurang dan
dipertanyakan.28
28 http://en.wikipedia.org/wiki/Photography
34
2.5. Teknik Olah Foto
Olah atau edit foto adalah kegiatan menentukan ukuran foto, mengatur
kontras, menentukan tempat foto akan disimpan, dan sebagainya. Kegiatan ini
dilakukan agar foto yang sudah di-scan atau ditransfer bisa lebih bagus dan sesuai
harapan.
Untuk foto yang hendak dikirim ke media massa maka edit foto yang
dilakukan cukup meliputi: mengatur ukuran foto, kontras, dan menentukan tempat
foto akan disimpan. Kegiatan edit lain seperti mengatur keseimbangan warna, posisi
foto, tusir, dan sebagainya tidak boleh dilakukan, untuk menghindari rekayasa atau
manipulasi foto. Kegiatan ini dilakukan oleh redaksi foto.29
Adapula olah atau edit foto yang menggunakan efek-efek tertentu, mengatur
keseimbangan warna, mengolah untuk menampilkan detail antara area gelap dan area
terang yang kontrasnya tinggi, minimal mendekati apa yang bisa ditangkap oleh mata,
menggabungkan beberapa foto dengan angle dan posisi yang sama namun dengan
pencahayaan yang berbeda untuk menemukan pencahayaan yang selaras dan bisa
menampilkan detail dari semua bagian foto,cara atau teknik ini disebut dengan teknik
HDR (High Dnamic Range). Kegiatan itu pun dilakukan untuk mendapatkan foto yg
sesuai keinginan fotografernya.
29
Audi Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), hal. 87.
35
2.5.1. HDR (High Dynamic Range)
Istilah HDR dalam fotografi adalah kependekan dari (High Dynamic
Range). Secara umum HDR sudah lazim dipakai penghobi fotografi, Dynamic
Range adalah rentang kemampuan sebuah kamera merekam tingkat kontras.
Seperti diketahui, di alam terbuka ada tingkat kecerahan yang berbeda-beda, dari
cahaya matahari yang sangat terang sampai sebuah tempat redup atau gelap.
Foto HDR sendiri pada dasarnya tidak selalu mutlak dibutuhkan. Saat
fotografer memotret sesuatu yang memiliki pencahayaan merata dan kamera
sanggup menangkap semua terang gelap dari bidang foto dengan baik, fotografer
tidak merasa ada yang salah dengan fotonya tersebut. Namun saat siang hari,
dimana sebagian dari langit yang terang ikut terekam dalam sebuah foto, barulah
fotografer menginginkan dan berusaha mendapatkan hasil yang lebih baik dari
fotonya.30
Dalam tingkat yang lebih rendah, tingkat kecerahan bisa dilihat dari langit
cerah sampai bayangan dibawah pohon. Mata manusia bisa melihat detail awan
di langit yang cerah, lalu mata manusia juga mudah melihat aneka detail benda
yang ada di bawah bayangan pohon, mata manusia mudah menyesuaikan diri.
Berbeda halnya dengan kamera, fotografer tidak mungkin memotret
sebuah pemandangan yang mengandung langit cerah dan bayangan bisa tampak
semua detail di kedua bagian itu. Sayangnya kamera modern saat ini pun masih
30
HDR (High Dynamic Range) Photo Effect, Yudo Sudanardi Photograph (Yogyakarta: Putstaka
Ananda Srva, 2012), hal. 3.
36
belum sanggup memberikan lebih dari apa yang kamera bisa, dihadapkan pada
kondisi kontras yang tinggi, matering kamera hanya memilih antara
menyelamatkan detil di area gelap (mengorbankan detil di area terang) atau
sebaliknya. Maka salah satu usaha untuk memperbaiki foto adalah dengan
menerapkan teknik HDR.
Menurut Yudo Sudarnadi dalam bukunya HDR Photo Effect, HDR atau
High Dynamic Range (Rentang Dinamis Tinggi) atau disebut juga dengan HDRI
(High Dynamic Range Imaging), adalah teknik untuk mempresentasikan tingkat
kecerahan yang lebih luas dari yang biasanya yang mampu dihasilkan pada
pemotretan normal.31
31
Ibid, hal. 7.
37
Berikut ada beberapa contoh foto HDR (High Dynamic Range) yang
peneliti tampilkan:
Gambar. 2.1
Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) I
Sumber. Foto Pribadi Peneliti
Foto berjudul “Blue Sky Of Sawarna” diatas tersebut menyuguhkan akan
keindahan karang Tanjung Layar, salah satu lokasi wisata di Sawarna. Dimana
kondisi pantainya sedang surut, sehingga batu-batu dan karangnya terlihat jelas,
ditambah dengan cuacanya yang cerah, menimbulkan keeksotisannya.
38
Gambar. 2.2
Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) II
Sumber. Foto Pribadi Peneliti
Foto berjudul “Eksotisme Tanah Lot” diatas tersebut mendeskripsikan
bahwa Indonesia itu indah, salah satunya dibuktikan oleh keeksotisan pantai di
Tanah Lot, Pulau Dewata Bali. Disamping keindahan pantai pada foto tersebut,
banyak pengunjung berdatangan, baik pengunjung lokal maupun mancanegara.
Para pengunjung pun sangat antusias, menikmati alam yang disuguhkan, tak
luput pula untuk mengabadikan momen-momen serta keindahan lokasi
wisatanya.
39
Gambar. 2.3
Foto Normal dan Foto HDR (High Dynamic Range) III
Sumber. Foto Pribadi Peneliti
Foto berjudul “Busy” diatas tersebut mendeskripsikan suasana yang sepi
dan sunyi di kampung Cicakal, Kanekeus (Baduy). Dimana para penduduknya
sedang melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang sedang menenun
kerajinan tangan, bercanda ria didalam rumahnya, pergi ke kebun, dan lain-lain.
Aktivitas tersebut, mereka lakukan dari pagi hingga sore hari.
40
2.5.2. Sejarah HDR (High Dynamic Range)
Pertengahan Abad Ke-19
Ide penggunaan beberapa exposure untuk memperbaiki berbagai
ekstrim pencahayaan dalam pengambilan sebuah foto dirintis sejak
tahun 1850-an oleh Gustave Le Gray untuk membuat landscape laut
menunjukkan baik langit dan laut. Render tersebut tidak mungkin pada
saat itu menggunakan metode standar, kisaran pencahayaan yang
terlalu ekstrim. Le Gray menggunakan satu negatif bagi langit, dan
satu lagi dengan exposure yang lebih panjang untuk laut, dan
menggabungkan dua file foto menjadi satu foto yang baik.32
Gambar. 2.4
Brig Upon The Water
Sumber. Foto Gustave Le Gray
32 J. Paul Getty Museum. Gustave Le Gray, Photographer. July 9 – September 29, 2002. Retrieved
September 14, 2008/https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging. (Diakses pada 11
Februari 2016)
41
Pertengahan Abad Ke-20
Ansel Adams mengangkat sebuah pengelakkan dan pembakaran
pada sebuah bentuk seni. Banyak dari cetakan terkenal dimanipulasi
dalam kamar gelap dengan dua metode ini. Adams menulis sebuah
buku yang komprehensif tentang memproduksi cetakan, The Print,
yang mengacu pada fitur pengelakkan dan pembakaran, dalam konteks
sistem zonanya.
Dengan munculnya fotografi warna, tone mapping di kamar
gelap tidak mungkin bisa dilakukan lagi karena dibutuhkan waktu
khusus selama proses pengembangan film warna. para fotografer
tampak seperti produsen-produsen film dalam merancang stok film
baru dengan respon yang bermanfaat, atau terus membuat warna hitam
dan putih dalam menggunakan metode tone mapping.
Film berwarna mampu merekam langsung gambar rentang
dinamis tinggi (high dynamic range) yang dikembangkan oleh
Charles Wyckoff dan EG & G "dalam perjalanan kontrak dengan
Departemen Angkatan Udara".33
Film XR ini memiliki tiga lapisan
emulsi, lapisan atas memiliki tingkat kecepatan ASA 400, lapisan
tengah dengan tingkat menengah, dan lapisan bawah dengan tingkat
kecepatan ASA 0,004. Film ini diproses dengan cara yang mirip
33 Wyckoff, Charles W. & EG&G Inc., assignee, "Silver Halide Photographic Film having Increased
Exposure-response Characteristics", published March 24, 1961, issued June 17, 1969 /
https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging. (Diakses pada 11 Februari 2016)
42
dengan film warna, dan setiap lapisan menghasilkan warna yang
berbeda.34
Rentang dinamis pada rentang film luas ini telah
diperkirakan 1: 108, yang telah digunakan untuk memotret ledakan
nuklir, untuk fotografi astronomi, untuk penelitian spectrographic, dan
untuk pencitraan medis. Detial foto ledakan nuklir Wyckoff muncul di
sampul majalah Life pada pertengahan 1950-an.
Akhir Abad Ke-20
Konsep tone mapping diaplikasikan pada kamera video oleh
kelompok dari Technion di Israel yang dipimpin oleh Dr. Oliver
Hilsenrath dan Prof. Y. Y. Zeevi yang mengajukan paten konsep ini
tahun 1988.35
Pada tahun 1993 medis komersial pertama kamera ini
diperkenalkan untuk melakukan pengambilan beberapa gambar
dengan eksposur yang berbeda, dan menghasilkan gambar video HDR,
oleh kelompok yang sama.
Modern HDR (High Dynamic Range) serupa menggunakan
pendekatan yang sama sekali berbeda, berdasarkan pembuatan
pencahayaan rentang dinamis tinggi yang hanya menggunakan operasi
gambar global (di seluruh gambar), dan kemudian menghasilkan tone
mapping. Global HDR pertama kali diperkenalkan pada tahun 1993,
34
C. W. Wyckoff. Experimental extended exposure response film. Society of Photographic
Instrumentation Engineers Newsletter, June–July, 1962, pp. 16-20.
35Ginosar, R., Hilsenrath, O., Zeevi, Y., "Wide dynamic range camera", published 1992-09-01/
https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging. (Diakses pada 11 Februari 2016)
43
yang menghasilkan teori matematika dari foto yang berbeda exposure
dengan subjek yang sama, yang diterbitkan pada tahun 1995 oleh
Steve Mann dan Rosalind Picard.
Pada tanggal 28 Oktober 1998, Ben Sarao menciptakan salah
satu HDR + G (High Dynamic Range + Grafis) pertama di malam hari
dari STS-95 di landasan peluncuran di NASA Kennedy Space Center.
Ini terdiri dari empat gambar film pesawat ulang-alik pada malam hari
secara penggabungan digital dengan elemen grafis digital tambahan.
gambar pertama kali dipamerkan di NASA Headquarters Great Hall,
Washington DC pada tahun 1999.36
Banyaknya konsumen kamera digital menyebabkan permintaan
baru untuk foto HDR (High Dynamic Range) dalam meningkatkan
respon cahaya pada sensor kamera digital, yang memiliki rentang
dinamis jauh lebih kecil dibandingkan film. Steve Mann
mengembangkan dan mematenkan metode HDR (High Dynamic
Range) untuk dapat menghasilkan foto digital yang memiliki rentang
dinamis luas di MIT Media Laboratory. Metode Mann melibatkan dua
langkah:
36B. M. Sarao (1999). S. Gunnarsson, ed. Ben Sarao, Trenton, NJ. Hasselblad Forum, Edisi 3 (1993),
Volume. 35. ISSN 0282-5449.
44
1. Menghasilkan satu floating point berbagai susunan gambar
dengan hanya pengerjaan foto atau gambar global (pengerjaan
yang identik mempengaruhi semua pixel, tanpa memperhatikan
lingkungan lokal mereka).
2. Mengkonversi berbagai susunan gambar ini, menggunakan
pengolahan lokal (tone-remapping, dan lain-lain), menjadi
sebuah foto HDR.37
Pada tahun 2005, Adobe Systems memperkenalkan beberapa fitur
baru di Photoshop CS2 termasuk Gabung ke HDR, 32 bit, dan tone
mapping HDR (High Dynamic Range).
2.5.3. Fungsi HDR (High Dynamic Range) Dalam Fotografi
Berbicara mengenai fungsi dari digunakannya teknik HDR pada sebuah
foto, sudah peneliti jelaskan pada bagian pengertian HDR. ada beberapa fungsi
yang dihasilkan dari foto HDR, yaitu memberikan tingkat kecerahan yang lebih
luas dari yang biasanya yang mampu dihasilkan pada pemotretan normal, foto
HDR juga berfungsi menghasilkan foto yang tampak lebih berdimensi dari foto
mentah biasa juga punya rentang perbedaan antara bagian dan nilai warna dari
paling terang sampai paling gelap lebih luas dari foto normal.38
37
Steve Mann, "Method and apparatus for producing digital images having extended dynamic ranges",
published 1998-10-27 / https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging. (Diakses pada 11
Februari 2016) 38
HDR (High Dynamic Range) Photo Effect, Yudo Sudanardi Photograph (Yogyakarta: Putstaka
Ananda Srva, 2012), hal. 7.
45
Pada kesimpulannya fungsi dari diterapkannya teknik HDR pada sebuah
foto adalah membantu fotografer dalam membuat foto yang sulit menemukan
exposure yang tepat dan seimbang pada sebidang frame yang jadi muatan
gambarnya, exposure yang seimbang disini adalah selarasnya antara bagian
tergelap dengan bagian paling terang pada sebuah foto.
2.5.4. Teknik HDR (High Dynamic Range) Dalam Fotografi
HDR akan terasa lebih efektif saat pemotretan outdoor, landscape, siang
hari dan melibatkan elemen langit yang terang. Kamera modern kini sudah bisa
melakukan proses penggabungan HDR di kamera tanpa bantuan komputer, meski
tentu hasilnya akan lebih baik dengan memakai komputer.
Teknik untuk membuat foto HDR (High Dynamic Range) yaitu dengan
teknik multiple exposure, dan fitur HDR (High Dynamic Range) yang tersedia
pada kamera.
2.5.4.1. Multiple Exposure
Multiple Exposure merupakan teknik yang dilakukan dengan
cara membuat atau merekam beberapa foto dengan obyek foto yang
sama, namun pencahayaannya berbeda-beda. Pada umumnya, seorang
fotografer merekam 3 (tiga) atau sampai 7 (tujuh) frame foto dengan
pencahayaan yang terdiri dari under exposure, normal exposure, dan
over exposure.
46
Gambar. 2.5
Foto Under Exposure, Normal Exposure, dan Over Exposure
Sumber. Foto Pribadi
Selanjutnya, penggabungan beberapa foto tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan software pada komputer, seperti
software adobe photoshop, photomatix atau Dynamic-photo HDR
untuk dapat mengolah foto HDR secara maksimal.39
Gambar. 2.6
Foto HDR (High Dynamic Range) Hasil Penggabungan 3 Foto
Sumber. Foto Pribadi
39
Ibid, hal. 3-4.
47
Foto berjudul “Bumi Ke Langit” diatas tersebut
mendeskripsikan akan indahnya padang hijau dibalik gunung yang
tinggi. Berhiaskan danau yang dikelilingi bukit-bukit indah nan sejuk.
Foto tersebut diambil dari puncak gunung cikunir, daerah kampung
tertinggi di pulau Jawa, Dieng. Dari judul foto tersebut bermakna
bahwa untuk menggapai impian itu tidaklah mudah, dibutuhkan doa
dan usaha keras, karna memang untuk mencapai puncaknya
dibutuhkan pengorbanan yang besar.
2.5.4.2. Fitur HDR (High Dynamic Range) pada Kamera
Pada era digital, berbagai macam teknologi pun kian
meningkat. Salah satunya perkembangan teknologi pada kamera
digital sekarang ini selalu diperbarui dengan macam-macam fitur atau
teknologi yang sebelumnya tidak ada, seperti fitur pengolahan HDR
(High Dynamic Range) pada kamera langsung.
Idealnya, kemampuan lebih dari fitur ini mampu merekam
range cahaya yang ada pada frame foto. Detail dan bayangan bisa
nampak jelas, tanpa pula kehilangan kepekaan warnanya. Ini juga
berlaku ketika menghadapi kondisi low light (cahaya lemah), bisa
merekam objek tanpa kehilangan detail.
48
Beberapa tipe kamera yang sudah menyertakan fitur
pengolahan HDR langsung di kamera. Jika diaktifkan, secara otomatis
kamera akan mengolah foto dengan efek HDR. Tipe kamera yang
didalamnya terdapat fitur ini antara lain Nikon D7100, Nikon D5100,
Nikon D5200, Nikon D600 dan Canon 5D mark III.
2.5.5. Pemanfaatan Foto HDR (High Dynamic Range)
Dari pemaparan sebelumnya, diterapkannya teknik HDR pada sebuah
foto adalah guna membantu fotografer dalam membuat foto yang sulit
menemukan exposure yang tepat dan seimbang pada sebidang frame yang jadi
muatan foto atau gambarnya, serta guna menyempurnakan imajinasi dan
kreatifitas fotografer dalam menciptakan sebuah karya foto seperti yang
diinginkannya.
Karya foto memiliki makna yang lebih dari sekedar yang ternampakkan.
Hal ini dinyatakan oleh Terry Barret bahwa: “All interpretation share a
fundamental principle – that photographs have meanings deeper than what
appears on their surfaces. The surface meaning is that which is obvious and
evident about what is pictured, and deeper meanings are those that are implied
by what is pictured and how it is pictured”.40
40
Terry Barret dalam Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007),
hal. 38.
49
Namun kesemuanya itu harus disesuaikan dengan wacana yang berkaitan
pada materi-subyek, penampilan, bentuk dan tujuan dari pengadaan karya foto
tersebut. Meskipun untuk itu tidaklah harus keluar dari konteks photographic
discourse (wacana fotografi) sebagai suatu paradigma karya visual dua
dimensional.
Penciptaan karya foto bisa didasarkan untuk berbagai kepentingan dengan
menyebutnya sebagai medium „penyampai pesan‟ bagi tujuan dan pemanfaatan
tertentu. Karya foto disamping kediriannya yang mandiri, pemanfaatannya juga
guna memenuhi suatu fungsi tertentu. Sebuah karya foto yang dirancang dengan
konsep tertentu dengan memilih obyek foto yang terpilih dan yang diproses dan
dihadirkan bagi kepentingan fotografernya sebagai luahan ekspresi artistik
dirinya. Dalam hal ini karya foto tersebut dimanfaatkan sebagai suatu medium
ekspresi yang menampilkan jati diri fotografernya,41
termasuk foto HDR (High
Dynamic Range), dimana fotografernya ingin menampilkan karya yang balance
pencahayaannya dan sesuai apa yang diinginkannya.
Kemudian penggunaan foto HDR (High Dynamic Range) yang memiliki
unsur landscape dimanfaatkan sebagai elemen penghias atau sebagai unsur
pelengkap suatu bentuk media tertentu merupakan karya yang ilustratif sifatnya.
Lazimnya subyek fotonya memiliki daya tarik tertentu yang „ilustrious‟ sebagai
focus of interest sehingga dipilih sebagai „penghias‟ untuk memperindah
penampilan suatu media. Media iklan cetak sangat banyak memanfaatkan karya
41
Ibid, hal. 27.
50
foto jenis ini dengan berbagai bentuk dan subyeknya, seperti majalah-majalah
travel, arsitektur, kalender, dan lain-lain.
Selain pemanfaatannya juga yang memiliki nilai dokumentatif karena
sifatnya yang dapat mengabadikan suatu obyek alami dengan kemampuan
realitas dan detail visualyang memadai, serta sebagai acuan referensi data dan
informasi yang bisa dipercaya bagi kepentingan masa depan.
Lebih jauh lagi, seperti genre fotografi lainnya. Foto HDR (High
Dynamic Range) juga dapat menjadi produk komoditas yang bernilai karena
diorientasikan bagi pencapaian tujuan komersial atau financial. Untuk
pemanfaatan ini ternampakkan pada karya-karya yang dipamerkan pada gallery
foto, product-shot, stock-photography, dan lain-lain. Masing-masing jenis
memiliki pangsa pasar tersendiri terhadap khalayak baik lokal maupun global
yang dilindungi hak cipta pemakainya.
Dave Hill adalah seorang fotografer komersial terkenal. Tempat
kelahirannya di San Diego, namun saat ini ia tinggal dan bekerja di Los Angeles.
Gaya fotografi dave yang unik dan kreatif telah mengangkat citranya di seluruh
dunia di bidang fotografi. Dave menggunakan teknik pencampuran ilustrasi foto
dengan HDR (High Dynamic Range) untuk foto-fotonya dan hasilnya yang
benar-benar luar biasa. Berikut salah satu contoh karyanya:
51
Gambar. 2.7
Ilustrasi Foto Dave Hill
Sumber. Thewondrous.com 2013
Kemudian di era digital seperti sekarang ini, makin banyaknya media
sosial yang muncul. Dan media sosial ini pun dimanfaatkan oleh para
penggunanya untuk meng-up date tentang kesehariannya, meng-up load foto
kesehariannya (foto selfie) dan lain-lain. Begitu juga dengan para fotografer yang
ada di belahan dunia ini, memanfaatkan sosial media untuk mengunggah karya-
karya fotonya. Salah satunya media sosial Instagram. Ada beberapa akun
Instagram pribadi fotografer HDR (High Dynamic Range) dan akun Instagram
kelompok yang sering meng-up load karya-karya foto HDR (High Dynamic
Range).
52
Adanya media sosial Instagram ini, dan media-media sosial lainnya, guna
mengekspresikan karya-karya foto yang dibuat oleh para fotografernya.
Dibandingkan dengan memamerkan karya pada acara pameran, memamerkan
karya lewat media sosial pun bisa jauh lebih efektif. Karna berjuta-juta ribuan
orang di dunia dari kalangan manapun bisa melihat karya-karya tersebut lewat
handphone ataupun smartphone-nya langsung. Dari sosial media pun bisa
terjadinya transaksi antara pembuat karya dan calon pembeli karya, serta bisa
dijadikan tempat untuk ajang perlombaan karya foto pula. Akun-akun Instagram
yang menampilkan karya-karya HDR (High Dynamic Range) ialah seperti
HDRspotters yang menampilkan karya-karya foto HDR (High Dynamic Range)
dari fotografer manca Negara, lalu ada akun HDRIndonesia yang menampilkan
karya-karya foto HDR (High Dynamic Range) dari fotografer-fotografer
Indonesia, kemudian ada akun Arthakker HDR photography, dan lain-lainnya.
53
Berikut karya-karya yang ditampilkan akun tersebut:
Gambar. 2.8
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @klcography
Sumber. Akun Instagram HDRspotters
Gambar. 2.9
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @amiranas
Sumber. Akun Instagram HDRspotters
54
Gambar. 2.10
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @dalmiras165
Sumber. Akun Instagram HDRIndonesia
Gambar. 2.11
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @anjuanda
Sumber. Akun Instagram HDRIndonesia
55
Gambar. 2.12
Architecture
Sumber. Akun Instagram Arthakker HDR photohraphy
Gambar. 2.13
Granny’s Attic
Sumber. Akun Instagram Arthakker HDR photohraphy
56
2.6. Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
2.6.1. Sejarah Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
KFF adalah singkatan dari Komunitas Fotografi FISIP yang bernaung
dari nama besar Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan di bawah didikan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Pada awalnya terbentuk suatu gagasan dimana perlu adanya suatu wadah
yang merangkul para pehobi dan pecinta fotografi khususnya di ranah fakultas,
yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Walaupun hanya di wilayah fakultas,
tujuan dibentuknya komunitas ini adalah wadah bagi para pehobi fotografi untuk
saling berbagi ilmu dan berkarya bersama, sehingga terbentuklah KFF ini pada
tanggal 11 November 2011.
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) ini masih bersifat komunitas yang
ruang lingkupnya masih tergolong kecil. Sampai saat ini, anggota KFF mayoritas
adalah mahasiswa FISIP, walaupun tidak menutup celah dari fakultas lain untuk
ikut bergabung bersama Komunitas Fotografi FISIP (KFF) ini.
2.6.2. Visi dan Misi Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
2.6.2.1. Visi
Menjadikan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) sebagai wadah
kesenian khususnya dibidang fotografi dalam lingkungan Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
57
2.6.2.2. Misi
Menjadikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sebagai kampus
yang unggul dibidang kesenian, khususnya bidang fotografi.
2.6.3. Motto Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta mempunyai motto, yaitu:
“Belajar sama-sama
Bertanya sama-sama
Berkarya sama-sama”
2.6.4. Struktur Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Struktur Komunitas Fotografi FISIP (KFF) tahun 2015-2016:
- Pembina: Burhanuddin Mujtaba SE, MSi (Dosen Fotografi Ilmu
Komunikasi FISIP Untirta).
- Ketua: Antoni Budi Mulya
- Wakil: Tedi Wiranata
- Sekretaris: Karina
- Bendahara: Novi Putri
- Humas: Umah
- Divisi Pameran dan Galeri: Gadis Neka Osika
- Divisi Hunting: Gilang Arasky R. Manto
58
2.6.5. Kriteria Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Ada beberapa kriteria yang dapat meyakinkan bahwa seseorang itu
merupakan bagian dari anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, yaitu:
- Seluruh mahasiswa Untirta
- Mempunyai kemauan besar untuk menjadi bagian anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
- Ingin belajar bersama dan menekuni bidang fotografi
- Sudah mengisi formulir pendaftaran
- Memiliki Id Card anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta
- Mengikuti program kegiatan pameran foto tahunan Komunitas
Fotografi FISIP (KFF) Untirta
- Siap mengikuti semua program kegiatan Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Untirta.
2.6.6. Program Kegiatan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Beberapa kegiatan yang sudah dihasilkan dan dilakukan oleh Komunitas
Fotografi FISIP (KFF) Untirta, yaitu:
- Pameran tahunan di kampus (Tahun 2012-2015)
- Pameran tingkat lokal dan nasional
- Majalah Digital (Focus Image)
- Hunting foto bersama.
59
- Sharing foto bersama.
- Deklarasi APFI (Asosiasi Penggiat Fotografi Indonesia) tahun
2015.
2.6.7. Prestasi Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Adapun prestasi-prestasi yang sudah diraih oleh beberapa anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, sebagai berikut:
- Perwakilan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta pada acara
besar Peksiminas 2012, meraih juara 1 (Tb Alven Rinaldi).
- Lomba foto upacara adat Cisungsang (Seren Taun) 2012, meraih
juara 1 (Tb Alven R), juara 2 (M. Ilham R) dan juara 3 (Jevry
Suharyadi).
- Lomba foto Mahakarya Indonesia Dji Sam Soe 2013, meraih juara
1 (Ayip Iqbal W).
- Lomba foto on the spot Banten Pos 2013, meraih juara 1 (M.
Hashemi. R)
- Lomba foto ART OF LAW (Fakultas Hukum Untirta) 2013,
meraih juara 1 (Sebastianus Advent K)
- Perwakilan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta pada acara
besar Peksiminas 2014 (Gilang Arasky R. Manto)
- Lomba foto Human Interest Dompet Dhuafa Banten 2014, meraih
juara 1 (M. Hashemi. R)
60
2.7. Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual)
Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual), teori yang
dikeluarkan oleh Melvin D. Defleur ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara
individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga
menimbulkan efek tertentu.
Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota khalayak sasaran media
massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan- pesan−terutama jika
berkaitan dengan kepentingannya− konsisten dengan sikap-sikapnya, sesuai dengan
kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Sehingga tanggapannya terhadap
pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi, efek media massa pada
khalayak massa itu tidak seragam melainkan beragam disebabkan secara individual
berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya.42
Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam
organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan
perbedaan secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang
berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda,
menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan
yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan
kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang
membedakannya dari yang lain.
42
Prof. Onong Uchjana Effendy., M.A, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), hal. 275.
61
Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan- rangsangan khusus
yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota
khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota
khalayak itu maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi
sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh
variabel-variabel kepribadian (yakni mengganggap khalayak memiliki ciri-ciri
kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman
tanggapan terhadap pesan tertentu (jika variabel antara bersifat seragam).43
Individual Differences Theory menyebutkan bahwa khalayak yang secara
selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya jika berkaitan dengan
kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya dan nilai-nilainya.
Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu akan diubah oleh tatanan
psikologisnya.44
2.8. Penelitian Sebelumnya
Dalam penelitian ini, peneliti menelaah penelitian terdahulu yang berkaitan
dan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Dengan demikian,
peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap, pembanding dan memberi
gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian ini.
43
Ibid, hal. 275-276. 44
Ibid, hal. 316.
62
Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian terdahulu tentang foto:
1. Pertama akan membahas penelitian tentang Media Komunikasi Komunitas
Banten Exposure (BEX) Dalam Mempublikasikan Karya Foto. Penelitian
tersebut ditulis oleh salah satu mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Jevry
Suharyadi di tahun 2012. Dimana dalam penelitian tersebut memiliki tujuan,
sebagai berikut:
Untuk mengetahui cara komunitas Banten Exposure dalam
mempublikasikan karya foto para anggotanya
Untuk mengetahui media apa saja yang digunakan oleh pengurus
dan anggota komunitas Banten Exposure dalam mempublikasikan
hasil karya foto para anggotanya
Untuk mengetahui strategi apa saja yang digunakan pengurus
Banten Exposure dalam mempromosikan komunitasnya
Pada penelitian tersebut menggunakan teori komunikasi massa dan
Individual different theory, dan menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, yang dimana penelitiannya memanfaatkan metode
kualitatif deskriptif tentang fenomena tertentu, mengandalkan analisis data
secara induktif, serta mengarahkan penelitian pada usaha menemukan teori
dasar. Melalui pendekatan kualitatif, peneliti dapat mengumpulkan data primer
melalui wawancara sehingga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan narasumber. Teknik pengumpulan data pada penelitian
63
tersebut, peneiti menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi, sehingga
proses penelitian dapat berjalan lancar.
Hasil penelitian yang membahas tentang “Media Komunikasi Komunitas
Banten Exposure (BEX) Dalam Mempublikasikan Karya Foto” ialah dalam
mempublikasikan hasil karya foto serta eksistensi para anggotanya, Komunitas
BEX melakukan beberapa kegiatan, melalui penggunaan media massa, dimana
media cetak dan elektronik hanya sebatas pemberitaan kegiatan, kemudian
dengan memaksimalkan penggunaan media online melalui grup facebook
Banten Exposure Photography Community, guna mempublikasikan hasil karya
foto para anggotanya, serta eksistensinya dengan berbagai macam kegiatannya,
dan dengan mengadakan berbagai pameran karya foto.
Dari kedua penelitian yang peneliti dapat dan penelitian yang peneliti lakukan,
penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti teliti, yaitu sama-sama menggunakan teori perbedaan individual
(individual different theory), dan perbedaannya ialah penelitian ini hanya
meneliti tentang eksistensi dan publikasi hasil karya foto para anggotanya saja,
tanpa membahas teknik dan pesan yang terdapat foto-fotonya, sedangkan
penelitian yang peneliti lakukan membahas akan pemahaman beberapa anggota
sebuah komunitas fotografi mengenai karya foto, tekniknya, serta estetika foto
tersebut.
64
Kemudian kritikan yang didapat dari hasil penelitian tersebut, ialah:
Banten Exposure harus lebih meningkatkan kegiatan publikasi
karya foto dan komunitas anggotanya, melalui kegiatan yang lebih
edukasi.
Penggunaan media on line seperti facebook haus diikuti
perlindungan karya foto yang dipublikasikan agar tidak
disalahgunakan oleh pengunjung facebook.
Banten Exposure harus bisa meningkatkan profesionalisme
sebagai sebuah organisasi.
2. Selanjutnya penelitian tentang Analisis Semiotika Foto-foto Bencana
Banjir 2013 di Harian Umum Kabar Banten, yang ditulis oleh salah satu
mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Muhammad Hashemi Rafsanjani di
tahun 2013. Penelitian tersebut memiliki tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui Makna Denotasi yang terkandung dalam foto –
foto bencana banjir 2013 di Harian Umum Kabar Banten.
(Denotasi dalam hal ini, yaitu tentang objek yang ditangkap oleh
kamera).
Untuk mengetahui Makna Konotasi yang terkandung dalam foto –
foto bencana banjir 2013 di Harian Umum Kabar Banten.
Untuk mengetahui Mitologis dan Ideologis foto – foto bencana
banjir 2013 di Harian Umum Kabar Banten.
65
Pada penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan
menggunakan analisis semiotika (semiotic analysis) Roland Barthes. Yang
merupakan bagian dari salah satu kelompok metode analisis foto. Dalam
penelitian terebut, proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang didapat dari penelitian tersebut ialah bahwa peneliti
menyimpulakan makna denotasi dapat dilihat dari gambaran objek secara
langsung, atau apa yang ada di foto bencana banjir tersebut. Makna konotasi
dapat terlihat dari proses pengambilan sebuah foto, mulai dari teknik fotografi
seperti Lighting, Cropping, sampai pada teknik fotografi yang dapat
menimbulkan makna pada foto bencana banjir tersebut. Pada mitos dari tanda–
tanda yang tersembunyi dalam foto, dapat dilihat dari objek secara langsung,
atau apa yang ada difoto bencana banjir tersebut.
Dari kedua penelitian yang peneliti dapat dan penelitian yang peneliti lakukan,
penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti teliti, yaitu sama-sama membahas tentang sebuah foto. Kemudian yang
membedakan penelitian ini dan penelitian yang peneliti lakukan ialah bahwa
penelitian ini menganalisa akan semiotika (tanda-tanda, symbol) yang terdapat
pada foto jurnalistik, yang menjadi obyek penelitiannya. Sedangkan penelitian
yang peneliti lakukan membahas akan pemahaman beberapa anggota sebuah
komunitas fotografi mengenai karya foto, tekniknya, serta estetika foto tersebut.
66
Kemudian kritikan yang didapat dari hasil penelitian yang membahas akan
“Analisis Semiotika Foto-foto Bencana Banjir 2013 di Harian Umum Kabar
Banten,” ialah:
Harian Umum Kabar Banten di harapkan dapat memberikan
sebuah karya–karya foto jurnalistik yang lebih baik lagi. Agar
pesan yang ingin disampaikan lewat foto jurnalistik dapat diterima
dengan baik oleh pembacanya.
Harian Umum Kabar Banten di harapkan dapat memberikan
pelatihan atau seminar mengenai foto jurnalistik dan juga
mengenai semiotika agar nantinya para photographer dapat
menghasilkan karya–karya foto jurnalistik yang baik sekaligus
mengerti makna di balik foto yang mereka ambil.
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Paradigma Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma post-positivis.Salim
menjelaskan bahwa paradigm post-positivisme merupakan paradigma yang ingin
memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.Secara ontologi
paradigma ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang
ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal yang mustahil
bila suatu realitas dapat di lihat secara benar oleh manusia(peneliti).
Secara epistimologi, hubungan manusia antara pengamat atau peneliti
dengan obyek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa di pisahkan.Perlu dipahami
bahwa paradigma ini menjelaskan suatu hal yang tidak mungkin bisa ditangkap
atau dicapai kebenarannya apabila pengamat hanya berdiri di belakang layar tanpa
ikut terlibat langsung.
Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan obyek harus bersifat
interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin,
sehingga tingkat subyektivitas dapat dikurangi secara minimal.45
45
Agus Salim, Teori Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hal. 10.
68
3.2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif.Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam
memandang suatu realitas, fenomena, atau gejala.46
Penelitian kualitatif bertujuan
untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan
data sedalam-dalamnya.47
Metode penelitian kualitatif adalah metode yang
menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat dari hal-hal khusus (fakta
empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep).
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian
naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting), objek yang alamiah dan apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti.
Dalam penelitian kualitatif, instrumennya adalah orang atau human instrument,
yang dimana peneliti menjadi instrument kunci.Untuk dapat menjadi instrument,
maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga
mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi objek yang diteliti
menjadi lebih jelas dan bermakna.
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti, data yang
sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar yang terlihat,
terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap
tersebut.48
Dalam penelitian kualitatif datanya pun termasuk statement-statement
atau pernyataan-pernyataan dari informan atau narasumber yang berkaitan.
46
Prof. Dr. Sugiyono, MemahamiPenelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 1. 47
Rachmat Kriyantono, S.Sos.,M.Si, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006),
hal. 56. 48
Prof. Dr. Sugiyono, MemahamiPenelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 1-2.
69
Menurut Kriyantono,49
metode penelitian kualitatif berasal dari pendekatan
interpretif (subjektif), yang mempunyai dua varian, yakni konstruktivis dan kritis.
Dalam penelitian yang berjudul Pemahaman Foto HDR (High Dynamic Range)
ini,peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yakni sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Jadi, penelitian kualitatif
deskriptif ini hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa yang diteliti.Penelitian
ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau
membuat prediksi.
Bogdan dan Biklen (1982) dan Sugiyono menjelaskan mengenai
karakteristik penelitian kualitatif sebagai berikut :
a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan
peneliti adalah instrumen kunci.
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata dan gambar, sehingga tidak menentukan pada
angka.
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk
atau outcome.
d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
49
Rachmat Kriyantono, S.Sos.,M.Si, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006),
hal. 51.
70
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati).50
3.3. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni bertujuan
membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau obyek tertentu.Peneliti sudah mempunyai konsep dan
kerangka konseptual.Melalui kerangka konseptual, peneliti melakukan
operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya.
Riset ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan
hubungan anatara variabel.Hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik
yang diteliti.51
3.4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri.Oleh karena itu, peneliti sebagai instrument juga harus
“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun kelapangan.
Nasution (1988) menyatakan, “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada
pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama.
Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang
pasti.Masalahnya, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,
bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti
50
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), hal. 13. 51
Rachmat Kriyantono, S.Sos.,M.Si. Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006),
hal. 67.
71
dan jelas sebelumnya.Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat
mencapainya.”52
Dalam hal ini, peneliti akan menjadi instrument penelitian. Peneliti adalah
salah satu mahasiswa IlmuKomunikasi yang masih terus menggali kajian-kajian
ilmu tersebut. Dimana selama dalam perkuliahan peneliti telah diajarkan dan
mendapatkan berbagai macam kajian-kajian ilmu komunikasi seperti, komunikasi
massa, komunikasi simbolik, fotografi, kejurnalistikan, fotografi jurnalistik, serta
kajian-kajian ilmu komunikasi lainnya, yang kemudian diaplikasikan dalam tugas-
tugas yang diberikan. Maka, kualitas penelitian tergantung pada kemampuan
peneliti dalam menggali dan memaknai data.
3.5. Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, data utama diperoleh melalui proses
wawancara dengan narasumber yang disebut sebagai informan. Informan
penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data) banyak
mengenai obyek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai obyek
penelitian tersebut.
A. M. Huberman & M. B. Miles mengemukakan bahwa informan juga
berfungsi sebagai umpan balik terhadap penelitian dalam ruang cross check.
Sementara itu merujuk kepada Lexy J. Moleong, peneliti menetapkan informan
sebagai sumber data dengan menggunakan pertimbangan diantaranya, informan
52
Nasution (1988) dalam Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung:
Alfabeta, 2009), hal.59-60.
72
dapat memberikan keterangan mengenai situasi dan kondisi siswa-siswi yang
menjadi responden.53
Mengenai pemilihan informan, menurut Zuriah, dalam penelitian kualitatif
teknik sampling dan penentuan dan penentuan informan cenederung bersifat
purposive atau snowballing sampai jenuh, kerepresentatifan sampel bukan
merupakan perhatian utama dalam penelitian kualitatif. Sampel itu tidak mewakili
populasi dengan dikaitkan pada generalisasi, tetapi lebih mewakili informan untuk
memperoleh kedalaman studi dalam konteksnya.Peneliti memilih informan yang
dipandang lebih mengetahui dan memahami masalah yang dikaji.54
Peneliti menetapkan informan (nara sumber) pada kalangan anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, yang tiap harinya berkumpul di Lab.
Multimedia dan Fotografi FISIP gedung D lantai 4 Untirta.
Ketertarikan penelitimerujuk penelitian ini pada kalangan anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, karna sudah banyak prestasi yang
diperoleh komunitas ini di bidang fotografi pada perlombaan, pameran, dan
kesenian, baik di tingkat provinsi maupun tingkat nasional.
Adapun yang akan menjadi subyek informan penelitian ini adalah:
1. Gilang Arasky R. Manto, sebagai divisi hunting Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Untirta (Key informan).
2. Antoni Budi Mulia M, sebagai ketua Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta.
53
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hal. 90. 54
Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.
96.
73
3. Hikmat Rachmatullah, sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta.
4. Harry Setiawan, sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta.
5. Noval Afif, sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam kegiatan penelitian diperlukan cara-cara
atau teknik pengumpulan data tertentu, sehingga proses penelitian dapat berjalan
dengan lancar. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara,
studi pustaka, dan triangulasi.
Gambar 3.1
Macam-macam Teknik Pengumpulan Data
Macam teknik
pengumpulan data
Wawancara
Studi Pustaka
Triangulasi
74
3.6.1. Wawancara
Wawancara (Esterberg, 2002) merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.55
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara peneliti
melakukan wawancara pada beberapa anggota Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara tak
berstruktur karena wawancara tak berstruktur mirip dengan
percakapan informal.Wawancara tidak berstruktur adalah waancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
datanya.
3.6.2. Studi Pustaka
Peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan data dengan
cara merujuk pada dokumen atau literatur-literatur sebagai studi
pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian, guna mendukung
peneliti dalam proses penulisan.
Studi Pustaka merupakan teknik pencarian dan pengumpulan
data dan informasi mengenai hal-hal atau variable yang berupa
dokumen tertulis, catatan, arsip, buku, surat kabar, majalah, foto,
55
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.231.
75
gambar, website, dan lain-lain. Adapun variables yang didapat,
peneliti tampilkan pada hasil dan lampiran dalam penelitian ini.
3.6.3. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.Bila peneliti
melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data,
yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama. Peneliti menggunakan wawancara mendalam dan
studi pustaka untuk sumber data yang sama secara serempak.
Gambar 3.2
Triangulasi “Teknik” Pengumpulan Data
Dalam hal triangulasi, Susan Stainback (1988) dalam buku
Prof. Dr. Sugiyono menyatakan bahwa “the aim is not determine the
truth about social phenomenon, rather the purpose of triangulation is
to increase one’s understanding of what ever is being insvestigated”.
Wawancara mendalam
Studi Pustaka
Sumber data sama
76
Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang
berbagai fenomena, tetapi lebih pada peningkatan peneliti terhadap
apa yang telah ditemukan.
Tujuan penelitian kualitatif memang bukan semata-mata
mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap
dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin apa
yang dikemukakan informan salah, karena tidak sesuai dengan teori,
tidak sesuai dengan hukum.
Selanjutnya Mathinson mengmukakan bahwa “the value of
triangulation lies in providing ecidance – whether convergent,
inconsistent, or contracdictory”.
Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah
untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak
konsisten, kontradiksi.
Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam
pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten,
tuntas dan pasti. Dan dapat disimpulkan dengan triangulasi akan lebih
meningkatkan keabsahan data, bila dibandingkan dengan satu
pendekatan.56
Alasan menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data
karena peneliti merasa teknik tersebut tepat untuk menguji keabsahan
data yang diperoleh peneliti.Dalam penelitian ini peneliti
56
Ibid, hal. 224-242.
77
menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka.Hasil wawancara
yang peneliti dapatkan mengenai pemahaman foto HDR (High
Dynamic Range) kemudian disesuaikan kembali dengan
menggunakan studi pustaka dan sumber data yang sudah ada. Apabila
hasil dari teknik tersebut berbeda karena sudut pandang setiap sumber
atau informan berbeda, maka peneliti mendiskusikannya lagi kepada
sumber data atau sumber yang lain untuk mencari tahu mana yang
dianggap benar atau semuanya benar.
3.7. Teknik Analisis Data
Bogdan dalam Sugiyono menjelaskan bahwa analisis data proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.57
Namun, secara lebih rinci langkah-langkah analisis yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah sebagai berikut :
a. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data dan
informasi sebanyak-banyaknya.
b. Kategorisasi data, dalam tahap ini data-data disusun berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan yang disusun sebelumnya.
c. Penafsiran data, pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dan
dikategorisasikan kemudian diinterpretasikan.
57
Ibid, hal. 224.
78
d. Penarikan kesimpulan, berdasarkan analisa dan penafsiran yang
dibuat, ditarik kesimpulan yang berguna, serta implikasi-implikasi
dan saran-saran untuk kebijakan selanjutnya.
Dikarenakan penelitian ini bersifat deskriptif, maka peneliti akan
menjabarkan hasil penelitian dalam bentuk kata-kata dan gambaran, bukan angka-
angka.
Dalam bentuk metode penelitian kualitatif, temuan data atau dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.58
Demikian juga
dalam penelitian ini, apabila yang dilaporkan atau didapatkan peneliti tidak
berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti
maka dapat dinyatakan valid.Untuk itu dalam penelitian ini diperlukan uji
keabsahan data.
Dalam penelitian ini, peneliti menguji keabsahan data dengan cara uji
kredibilitas atau kepercayaan terhadap data yang dilakukan dengan triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.
3.8. Jadwal Penelitian
Penelitian yang peneliti laksanakan dan lakukan dimulai dari Desember
2015 dan diperkirakan hingga Maret 2016.Mulai dari persiapan, pelaksanaan,
hingga penyelesaian.
58
Ibid, hal. 269.
79
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan
Des Jan Feb Mar Apr Mei
1 Pra Riset
BAB I, II, III
2 ACC Sidang
Outline
3 Revisi Sidang
Outline
4 Penelitian
5 BAB IV, V
6 Persiapan Sidang
80
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta adalah sebuah komunitas foto
yang bermula dari pertemuan dan obrolan biasa antara beberapa mahasiswa yang
mempunyai hobi yang sama, yaitu fotografi, bersama dengan dosen fotografi
jurusan ilmu komunikasi FISIP Untirta, bapak Burhanuddin Mujtaba. SE, MSi di
kantin belakang kampus Untirta.
Pada awalnya, terbentuk suatu gagasan dimana perlu adanya suatu wadah
yang merangkul para pehobi dan pecinta fotografi khususnya di ranah fakultas,
yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Walaupun hanya di wilayah fakultas,
tujuan dibentuknya komunitas ini adalah wadah bagi para pehobi fotografi untuk
saling berbagi ilmu dan berkarya bersama, sehingga terbentuklah KFF ini pada
tanggal 11 November 2011.
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) ini masih bersifat komunitas yang ruang
lingkupnya masih tergolong kecil. Sampai saat ini, anggota KFF mayoritas adalah
mahasiswa FISIP, walaupun tidak menutup kemungkinan dari fakultas lain pun
bisa ikut bergabung bersama Komunitas Fotografi FISIP (KFF) ini.
Menjadikan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta sebagai wadah
kesenian, khususnya di bidang fotografi dalam lingkungan kampus. Serta
menjadikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sebagai kampus yang unggul
dibidang kesenian, khususnya di bidang fotografi, merupakan visi dan misi dari
komunitas ini.
81
“Belajar sama-sama, bertanya sama-sama, berkarya sama-sama,” sebuah
slogan yang dapat memotivasi semangat anggotanya dalam menciptakan sebuah
karya foto, serta dapat konsisten dengan tanggung jawabnya sebagai anggota
komunitas ini.
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta yang terus berdatangan dengan
anggota barunya memperlihatkan eksistensinya melalui pameran pertamanya di
tahun 2012, dengan memamerkan hasil karya-karya foto tugas akhir mata kuliah
fotografi bersama dengan karya-karya anggota KFF Untirta. Tidak cukup dengan
itu, komunitas ini pun melakukan berbagai macam kegitan guna lebih
meningkatkan eksistensinya seperti sharing fotografi, hunting foto bersama
mengenai potensi wisata di Banten, hunting foto bersama mengenai momen-
momen penting di Banten, hunting foto bersama di ASDP Merak, membuat
majalah digital (Focus Image) dan lain-lain.
Demi melebarkan sayapnya, Tb Alven Rinaldi, menjadi perwakilan salah
satu anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) dan Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa (Untirta) untuk mengikuti event besar PEKSIMINAS (Pekan Seni
Mahasiswa Nasional) tahun 2012, dan meraih juara 1 di bidang fotografi, dan
banyak pula lomba-lomba fotografi lain yang dimenangkan oleh beberapa anggota
komunitas ini, seperti lomba foto upacara adat Cisungsang (Seren Taun) 2012, Tb
Alven R meraih juara 1, M. Ilham R meraih juara 2 dan Jevry Suharyadi meraih
juara 3, lomba foto Mahakarya Indonesia Dji Sam Soe 2013, Ayip Iqbal W
meraih juara 1, lomba foto on the spot Banten Pos 2013, M. Hashemi. R meraih
juara 1, lomba foto ART OF LAW (Fakultas Hukum Untirta) 2013, Sebastianus
82
Advent K meraih juara 1, Gilang Arasky R. Manto, salah satu perwakilan lagi dari
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta pada acara besar PEKSIMINAS (Pekan
Seni Mahasiswa Nasional) tahun 2014, lomba foto Human Interest Dompet
Dhuafa Banten 2014, M. Hashemi. R meraih juara 1, dan lain-lain.
Selain itu, komunitas ini pun beberapa kali mengadakan dan mengikuti
pameran di luar kampus, baik tingkat lokal maupun nasional, seperti pameran foto
FAM Untirta, pameran bersama Karya Perupa Banten “IEU KULA” Mata Bathin
Banten di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta tahun 2013, pameran foto
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dalam
Acara 3030 di Alun-alun Serang tahun 2014, pameran foto Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Acara “A-Zone With
Raisha” di Hotel Grand Permata Krakatau Cilegon tahun 2014, pameran bersama
Karya Pilihan Koleksi Galeri Nasional Indonesia & Karya Perupa Banten “Hirup
Jeung Huripna” di Ex Pendopo Gubernur Banten tahun 2014, pameran foto
Bersama “Banten Hari Ini dan Esok” di Ex Pendopo Gubernur Banten tahun
2015, pameran foto bersama di Kantor DPRD “Budaya, Pariwisata, dan
Pembangunan” tahun 2015, dan lain-lain.
Di tahun 2014, komunitas ini mengadakan kembali kegiatan pameran
fotografi di kampus dengan bertemakan “WAJAH SEBENARNYA” yang
dilaksanakan selama 5 hari di pelataran parkiran depan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Untirta. Kemudian dilanjut lagi dengan mengadakan pameran
foto yang bertemakan “EARTH ART” pada tahun 2015 kemarin. Pameran foto kali
ini berbeda dengan pameran-pameran tahun sebelumnya, karena bertempat di
83
audithorium gedung B Untirta dengan konsep pemanfaatan bahan-bahan hasil
pengolahan bumi, seperti bambu, ranting pohon, daun, dan lain-lain. Kemudian
pameran ini pun mengundang pemateri dari pakar fotografi yang namanya sudah
tidak asing lagi, yaitu Arbain Rambey (Fotografer Jurnalistik Kompas) dan Don
Hasman (Etnofotografer). Ditambah dengan acara deklarasi APFI (Asosiasi
Penggiat Fotografi Indonesia) yang dibuka oleh Imam Hartoyo (perwakilan dari
APFI) pada kegiatan pameran tersebut.
Dengan berbagai macam kegiatan dan prestasi yang dihasilkan dari
anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, bebrapa anggota komunitas ini
pun pernah beberapa kali diberi kepercayaan untuk menjadi pemateri fotografi di
AKMIKO Untirta, HIMAKOM Untirta, Karang Taruna Pemuda, dan juri lomba
fotografi di acara ART OF LAW (Fakultas Hukum) Untirta dan lain-lain.
Menjadikan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta sebagai UKM
Untirta, mempunyai space mading di area kampus, menerbitkan majalah cetak
untuk publikasi karya-karya foto anggotanya, dan mempunyai sekretariat di
kampus. Hal-hal tersebut merupakan harapan besar yang dimiliki oleh komunitas
ini. Dan sampai saat ini, komunitas ini sudah mempunyai tempat tinggal untuk
berkumpul dan melakukan kegiatan lainnya di lab. Fotografi di bawah naungan
lab. Multimedia dan lab. Fotografi FISIP gedung D Untirta.
Berdasarkan deskripsi obyek penelitian yang sudah dipaparkan, peneliti
lebih memfokuskan permasalahan penelitian ini mengenai “Bagaimana
Pemahaman Foto HDR (High Dynamic Range) di kalangan Anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta.”
84
Selanjutnya, penelitian ini lebih diidentifikasikan lagi untuk
menggambarkan:
1. Bagaimana pemahaman arti foto HDR (High Dynamic Range) di kalangan
anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
2. Bagaimana pemahaman teknik pembuatan foto HDR (High Dynamic
Range) di kalangan anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
3. Bagaimana pemahaman akan pemanfaatan foto HDR (High Dynamic
Range) di kalangan anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta?
Guna menjawab ketiga identifikasi masalah penelitian tersebut, peneliti
melakukan pengumpulan data dengan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan
sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini
sendiri, peneliti memperoleh data melalui wawancara mendalam dengan beberapa
informan terkait penelitian yang akan dideskripsikan nantinya. Kemudian, data
pun diperoleh melalui studi pustaka dengan pencarian dan pengumpulan data dan
informasi mengenai hal-hal atau variable terkait penelitian yang berupa dokumen
tertulis, catatan, arsip, buku, surat kabar, majalah, foto, gambar, website, media
sosial, dan lain-lain, yang akan peneliti lampirkan nantinya.
4.2. Deskripsi Identitas Informan
Pada sub bab ini, peneliti akan menguraikan identitas informan penelitian.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang informan, yang salah satunya
merupakan key informan, yaitu Gilang Arasky R. Manto (sebagai divisi hunting
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta). Kemudian 4 orang informan lainnya,
85
yaitu Antoni Budi Mulia (sebagai ketua Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta), Hikmat rachmatullah (sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta), Noval Afif (sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta), dan Harry Setiawan (sebagai anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta). Adapun identitas informan dalam penelitian ini, diuraikan sebagai
berikut:
1. Gilang Arasky R. Manto
Informan pertama dalam penelitian ini adalah Gilang Arasky R.
Manto, seorang mahasiswa semester 10 Konsentrasi Jurnalistik
Jurusan Ilmu Komunikasi ini dijadikan sebagai key informan
penelitian. Gilang, seorang mahasiswa yang bergelut di dunia Fashion
Photography ini lahir pada tanggal 28 Desember 1993 di pandeglang.
Dengan kemauan yang besar dan ingin belajar bersama di bidang
fotografi, ia ikut bergabung dengan Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta sejak tahun 2013 sampai saat ini.
Dengan karyanya, mengenai panorama dan kegiatan nelayan di
daerah Karangangtu, Gilang menjadi salah satu dari anggota
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) dan Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa (Untirta) yang mewakili event besar PEKSIMINAS (Pekan
Seni Mahasiswa Nasional) di tahun 2014, hingga kini ia memiliki
tanggung jawab sebagai divisi hunting Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta tahun 2015-2016.
86
Di luar komunitas dan kampus, ia pun menjadi fotografer tetap di
Weekend Production. Bersama teman-temannya, Weekend Production
ini bekerja sama untuk membuat project Fashion Photography dan
Cinematografi dalam mendokumentasikan produk-produk Brand
Ambassador besar di Kota Serang, yaitu ASTRONKIDO.
Ditahun 2013 pun, Gilang sering membuat karya-karya foto
landscape, portrait, fashion dengan menggunakan teknik HDR (High
Dynamic Range), sehingga dari beberapa karya fotonya, ada yang
terjual dan mendapatkan prestasi-prestasi di bidang fotografi seperti
pameran ataupun perlombaan fotografi.59
Alasan inilah yang membuat
peneliti tertarik dengannya untuk dijadikan sebagai key informan,
karena karakter dan posisinya paling memenuhi kriteria informan yang
telah peneliti tentukan sebelumnya.
2. Antoni Budi Mulia M
Informan selanjutnya ialah Antoni Budi Mulia, yang akrab
dipanggil dengan nama Anton ini lahir di kota Tangerang pada tanggal
17 Oktober 1993 silam. Lelaki yang merupakan satu angkatan dan satu
konsentrasi jurnalistik dengan Gilang ini mulai ikut bergabung dengan
Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta pada tahun 2011 lalu,
setelah beberapa selang waktu komunitas ini terbentuk.
59
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
87
Antusiasnya dalam menjaga nama baik, merangkul rekan-
rekannya, serta mengembangkan dan memajukan Komunitas Fotografi
FISIP (KFF) Untirta, di kedua kalinya pergantian kepengurusan
komunitas ini setelah ketua pertamanya M. Ilham Rinaldi, kemudian
digantikan dengan Sebastianus Advent di tahun 2013, Anton pun
diangkat dan diberi kepercayaan untuk melanjutkan jabatan sebagai
ketua komunitas ini periode tahun 2015-2016.
Kesukaannya akan hal traveling dan hiking, ia pun gemar
mendokumentasikan keindahan-keindahan alam yang ada di negeri ini,
hingga beberapa karyanya pernah terjual, salah satunya foto mengenai
panorama di daerah Merak.60
Dipilihnya sebagai salah satu informan dalam penelitian ini
dikarenakan ia merupakan ketua di Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta dan paham mengenai permasalahan yang sedang diteliti dalam
penelitian ini.
3. Hikmat Rachmatullah
Selanjutnya, Hikmat Rachmatullah yang menjadi salah satu
informan dalam penelitian ini. Pria yang akrab dipanggil Hikmat ini
lahir di Serang pada tanggal 18 Juni 1995 silam.
Dengan semangat dan kemauan yang besar, salah seorang
mahasiswa semester 6 konsentrasi Marketing Komunikasi ini ikut
bergabung dengan Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta pada
60
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB.
88
tahun 2015 lalu. Disamping kegemarannya dalam landscape
photography dan food photography, ia pun merupakan salah satu
pembalap motor yang sudah beberapa kali mengikuti ajang balap Road
Race tingkat provinsi Banten.61
Bersama kawan-kawannya di Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta, ia menjadi salah satu anggota yang ikut memamerkan karya
fotonya serta mensukseskan acara pameran fotografi dan cinematografi
di UNIS Tangerang setelah pameran komunitas tahun 2015 lalu.
Hikmat dipilih sebagai salah satu informan dalam penelitian ini
karena ia tau mengenai permasalahan yang sedang diteliti, yang
terpenting adalah kesediaannya untuk memberikan data dan informasi
yang diperlukan dalam penelitian ini.
4. Noval Afif
Noval salah satu anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta yang bergabung pada tahun 2015 lalu, ia pun gemar memotret
panorama keindahan alam seperti Anton dan Hikmat.
Mahasiswa Marketing komunukasi semester 6 ini juga
merupakan salah satu anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta yang memamerkan karya fotonya dan ikut mensukseskan acara
pameran fotografi dan cinematografi di UNIS seperti Hikmat dan
beberapa anggota lainnya yang dipimpin oleh Anton selaku ketua
komunitas.
61
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB.
89
Pria yang bertempat tinggal di Cilegon dan sudah mengenal
fotografi sejak masih duduk di bangku SMA ini juga menjadi salah
satu informan dalam penelitian ini, dikarenakan sedikitnya tau dan
pernah menggunakan teknik HDR (High Dynamic Range) dalam
memotret landscape photography.62
Pengetahuannya mengenai
permasalahan yang sedang diteliti diharapkan dapat memberikan data
dan informasi yang berguna bagi peneliti.
5. Harry Setiawan
Selanjutnya, Harry Setiawan yang menjadi informan terakhir
dalam penelitian ini. Pria yang biasa dipanggil Harry atau Harset ini
juga salah satu mahasiswa Marketing Komunikasi semester 6 yang
satu angkatan dengan Hikmat dan Noval.
Harset ikut bergabung dengan Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta pada tahun 2015 lalu. Ia pun bersama karya fotonya mengenai
Seba Baduy 2015, ikut andil dalam mensukseskan pameran tahunan
komunitas bersama Hikmat, Noval, dan anggota-anggota lainnya tahun
lalu, begitu juga dengan kegiatan pameran komunitas ini di event
Rupa-rupa Seni Rupa di Museum Banten serta pameran fotografi dan
cinematografi di UNIS Tangerang.
62
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB.
90
Mahasiswa kelahiran 14 April 1995 ini sudah mengenal dunia
fotografi sejak semester 1, hingga kini semangat dan rasa ingin
tahunya mengenai pemahaman tentang fotografi terus ia kejar. Harset
lebih gemar memotret tentang kehidupan manusia disekitarnya, lebih
tepatnya human interest photography, namun tidak menutup
kemungkinan untuk belajar dan memahami genre fotografi lainnya.63
Kesediaan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai
permasalahan yang sedang diteliti, menjadikan Harset sebagai salah
satu informan dalam penelitian ini. Diharapkan data-data dan
informasi yang diberikannya dapat berguna bagi penelitian ini.
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian
Pada sub bab ini, peneliti akan mendeskripsikan dan menguraikan data-
data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan 5 orang informan
penelitian yang merupakan anggota Komunitas fotografi FISIP (KFF) Untirta.
Data-data tersebut berasal dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada
responden, dan data yang diberikan langsung dari mereka.
4.3.1. Pemahaman Arti Foto HDR (High Dynamic Range) Di Kalangan
Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Gilang yang dijadikan sebagai key informan dalam penelitian ini
memaparkan, bahwa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi
sesungguhnya bukan sebagian dari kategori fotografi, entah itu
landscape photography, human interest photography, jurnalistik, atau
63
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
91
apapun itu. HDR (High Dynamic Range) itu hanya sebatas dilingkup
tentang karakteristik foto, mulai dari pengolahan atau editan hingga
pada tampilan foto tesebut.
“HDR singkatan dari High Dynamic Range, dimana High
Dynamic Range merupakan suatu cara atau teknik dalam
peningkatan cahaya atau perataan cahaya yang disesuaikan oleh
perangkat keras kamera itu sendiri. Lebih jelasnya, pada foto-
foto biasa itu ada yang namanya pembagian gelap dan terang
atau dinamika cahaya yang cukup konstan terlihat, dimana ada
shadow (bagian gelap) dan highlight (bagian terang) pada foto.
Dengan HDR (High Dynamic Range) ini, bagian shadow dan
highlight yang terdapat pada frame foto itu dapat diratakan dan
diseimbangkan pencahayaannya, sesuai seperti foto apa yang
kita inginkan.”64
Berdasarkan kutipan penjelasannya, peneliti mendapatkan
gambaran awal, bahwasanya HDR (High Dynamic Range) merupakan
sebuah teknik dalam fotografi yang dapat meratakan dan
menyeimbangkan gelap dan terangnya pencahayaan yang terdapat pada
sebuah frame foto, sesuai keinginan seorang fotografernya.
Gilang pun menambahkan dengan memberikan perumpamaan
kecil, jika seorang fotografer mengambil foto panorama pantai, dengan
menggunakan HDR (High Dynamic Range) bagian-bagian gelapnya
dapat menjadi terang, serta panoramanya dan semua obyek yang
terdapat pada foto tersebut dapat terlihat lebih detail. Jadi, lebih
tepatnya HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu berguna
untuk menyeimbangkan cahaya ekstrim atau balancing cahaya antara
shadow dan highlight pada foto.
64
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
92
Anton, sebagai ketua Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
yang dijadikan informan dalam penelitian inipun menjelaskan bahwa
HDR (High Dynamic Range) itu merupakan cara untuk menata dan
menyeimbangkan cahaya pada foto. Hal ini disiratkan dari hasil
wawancara berikut:
“Jaman sekarang banyak yang ditakutkan oleh fotografer
mengenai pencahayaan ekstrim pada frame foto, seperti cahaya
pada foto terlalu over ataupun under. Dan dari beberapa foto
yang sudah saya terapkan dengan HDR (High Dynamic Range),
misalkan seperti foto dengan background bangunan ataupun
langit yang terlalu over, dengan menggunakan HDR, saya masih
bisa mengejar detailnya awan ataupun detailnya bangunan pada
foto tersebut. Jadi, pada intinya HDR (High Dynamic Range) itu
merupakan teknik penataan cahaya pada foto, yang terkadang
pada foto tersebut ada sisi gelap (under) dan sisi terang (over).
Dengan menggunakan HDR (High Dynamic Range) ini, kedua
bagian sisi cahaya tersebut bisa diseimbangkan dan diratakan.”65
Sebuah perangkat keras kamera itu sensornya tidak seperti mata
manusia yang dapat melihat secara keseluruhan detailnya suatu obyek
yang dilihatnya. Namun, pada kamera hanya dapat menangkap cahaya
yang tampak gelap (under) dan terang (over), jadi dibutuhkanlah HDR
(High Dynamic Range).
Hal tersebut dijelaskan berdasarkan hasil wawancara dengan
Hikmat, salah satu anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
yang dijadikan informan dalam penelitian ini. Ia pun menambahkan
bahwa:
65
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB.
93
“HDR itu disebut dengan rentang dinamika yang luas (High
Dynamic Range), yang merupakan sebuah teknik dengan cara
menggabungkan beberapa foto menjadi satu foto, agar dapat
terlihat lebih detail. Biasanya minimal pengambilan dari 3, 5
sampai 7 foto, yang kemudian digabungkan.”66
Kemudian menurut Noval, HDR (High Dynamic Range) dalam
fotografi itu merupakan sebuah teknik yang berfungsi untuk
memproduksi sebuah jangkauan pencahayaan dinamis yang lebih luas.
“HDR (High Dynamic Range) pun bisa menunjukkan lebih
akuratnya jangkauan level intensitas yang tampak pada
pemandangan atau obyek sebenarnya sebuah foto. Contohnya
seperti cahaya matahari langsung atau cahaya bintang yang
lemah bisa lebih diseimbangkan dan didetailkan dengan
menggunakan HDR (High Dynamic Range).”67
Hal yang serupa dijelaskan oleh Harry, bahwasanya HDR atau
High Dynamic Range merupakan sebuah teknik yang menggabungkan
beberapa foto yang sama dengan exposure yang berbeda, demi
mendapatkan satu foto yang mendetail dan merata pencahayaannya.
Eksekusinya jika diterapkan dengan pengambilan foto
landscape di siang hari yang kondisi mataharinya sangat terik, pada saat
itu pencahayaan yang dapat ditangkap kamera pasti ekstrim sekali.
Maka dari itu, digunakannyalah HDR (High Dynamic Range) ini untuk
menyeimbangkan pencahayaan terang dan gelapnya foto yang
ditangkap kamera pada saat terik itu.68
66
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB. 67
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB. 68
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
94
Penjelasan kelima informan penelitian tersebut dikuatkan
dengan penjelasan Yudo Sudarnadi dalam bukunya HDR Photo Effect.
Menurutnya, HDR atau High Dynamic Range (Rentang Dinamis
Tinggi) atau disebut juga dengan HDRI (High Dynamic Range
Imaging) adalah teknik untuk mempresentasikan tingkat kecerahan
yang lebih luas dari yang biasanya yang mampu dihasilkan pada
pemotretan normal.69
Ide penggunaan beberapa exposure untuk memperbaiki berbagai
ekstrim pencahayaan dalam pengambilan sebuah foto dirintis sejak
tahun 1850-an oleh Gustave Le Gray untuk membuat foto landscape
laut, yang menunjukkan baik langit dan laut. Render tersebut tidak
mungkin pada saat itu menggunakan metode standar, dimana kisaran
pencahayaan yang terlalu ekstrim. Le Gray menggunakan satu negatif
bagi langit, dan satu lagi dengan exposure yang lebih panjang untuk
laut, dan menggabungkan dua file foto menjadi satu foto yang baik.70
69
HDR (High Dynamic Range) Photo Effect, Yudo Sudanardi Photograph (Yogyakarta: Putstaka
Ananda Srva, 2012), hal. 7. 70
J. Paul Getty Museum. Gustave Le Gray, Photographer. July 9 – September 29, 2002. Retrieved
September 14, 2008/https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging. (Diakses pada 11
Februari 2016)
95
Gambar. 4.1
Brig Upon The Water
Sumber. Foto Gustave Le Gray
Seperti dipaparkan hal yang serupa, dari hasil wawancara
dengan ketiga informan penelitian, bahwa dari jaman ke jaman,
fotografi itu perkembangannya sangat cepat. Menurut Harry, setiap
fotografer itu ingin menciptakan karya foto yang baik dan lebih baik
lagi. Dari situ, bermunculanlah teknik-teknik atau sesuatu yang baru
dari perkembangan fotografi ini, mengikuti sesuai perkembangan
digital.71
Salah satunya, di abad 19-an mulai dikembangkannya teknik
HDR (High Dynamic Range) yang bermula dari seorang seniman lukis
berkebangsaan Prancis bernama Gustave Le Gray, yang kemudian
tertarik dengan fotografi dan mempelajari foto HDR (High Dynamic
Range). Dengan salah satu karya fotonya, ia merupakan salah satu
71
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
96
fotografer yang sangat berpengaruh pada foto HDR (High Dynamic
Range).72
Namun menurut Gilang, perkembangan HDR (High Dynamic
Range) dalam fotografi itu semakin berkembang dengan baik.
Dibuktikan dengan pengadaan fitur atau mode HDR (High Dynamic
Range) pada teknologi kamera digital yang sudah banyak keluar.
Diadakannya fitur atau mode HDR (High Dynamic Range), karna
sebelum adanya teknologi tersebut pada kamera, menggunakan HDR
(High Dynamic Range) dalam penciptaan karya foto itu merupakan hal
atau teknik yang super ribet, dimana prosesnya harus menggunakan
tripod, kemudian perlu bracketing 3 foto atau lebih yang komposisinya
sama dan eksposurnya berbeda-beda. Dengan perkembangannya yang
pesat di era sekarang, foto HDR (High Dynamic Range) bisa lebih
mudah diciptakan, tentunya dengan perangkat keras kamera yang sudah
memiliki fitur atau mode HDR (High Dynamic Range). Selain kamera
pun, sudah banyak smartphone yang bisa meng-instal aplikasi HDR,
yang penggunaannya instan melalui kamera smartphone-nya
langsung.73
72
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB. 73
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
97
Penjelasan serupa dibuktikan oleh Anton, yang dikutip dari hasil
wawancara sebagai berikut:
“Menurut saya, perkembangannya semakin canggih, karna pada
awalnya untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic Range)
itu perlu bracketing dan menggabungkan 3, 5 atau sampai 10
foto menggunakan software-software yang sudah
direkomendasikan. Dan pada era modernisasi sekarang, sudah
bisa menggunakan fitur atau mode HDR (High Dynamic Range)
langsung pada kamera dengan sekali foto saja, walaupun
hasilnya memang tidak sebaik dengan cara bracketing dan
menggabungkan beberapa foto dengan software. Ditambah lagi
dengan adanya aplikasi-aplikasi HDR (High Dynamic Range)
yang mudah di-download pada smartphone-smartphone yang
semakin canggih pula teknologinya.”74
Dengan perkembangan fotografi digital yang semakin pesat,
para fotografer sudah sangat mudah menciptakan foto HDR (High
Dynamic Range) melalui kameranya langsung, yang sudah mempunyai
fitur atau mode HDR (High Dynamic Range) pada kameranya. Selain
itu, para khalayak yang awam akan fotografi pun sudah dapat dengan
mudah menciptakannya menggunakan aplikasi-aplikasi HDR (High
Dynamic Range) yang dapat di-install pada smartphone-nya.
4.3.2. Pemahaman Teknik Pembuatan Foto HDR (High Dynamic Range)
Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Salah satu kendala dalam memotret di jaman serba digital ini
adalah keterbatasan jangkauan dinamik dari sebuah sensor kamera. Kita
tentu kerap mengalami saat memotret di kondisi dengan kontras tinggi,
ada saja bagian dari foto yang tampak terlalu gelap (under) atau justru
74
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB.
98
terlalu terang (over). Sensor kamera memang jauh kalah dibanding
mata manusia dalam urusan kepekaan dalam menangkap perbedaan
terang-gelap yang begitu lebar di alam ini, dari teriknya sinar matahari
sampai redupnya cahaya lilin di kegelapan.
Kondisi ini membuat banyak fotografer mendambakan sebuah
hasil foto yang sebisa mungkin mendekati kondisi aslinya, dengan
jangkauan dinamis (dynamic range) yang lebar atau biasa disebut
dengan HDR (High Dynamic Range). Dihadapkan pada kondisi kontras
tinggi, matering kamera hanya memilih antara menyelamatkan detail di
area gelap (mengorbankan detail di area terang) atau sebaliknya. Maka
kitalah yang perlu mengeluarkan sedikit usaha untuk memperbaiki foto
dengan teknik HDR (High Dynamic Range), bila perlu.75
Gilang memaparkan pengalamannya saat wawancara, yang
dikutip sebagai berikut:
“Salah satu tokoh HDR (High Dynamic Range) di Indonesia itu
adalah Mas Golkariadi N. K, yang biasa dipanggil dengan
sebutan mas GK. Dengan karya terbaiknya, berdasarkan
penilaian kurator dan hasil polling via internet pada ajang
kejuaraan bergengsi fotografi internasional pada tahun 2009.
Namanya dinobatkan menjadi salah satu fotografer HDR (High
Dynamic Range) terbaik no. 4 dunia. Mas GK inilah yang
menyarankan saya, untuk menciptakan dan menghasilkan foto
HDR (High Dynamic Range) yang baik itu, minimal
menggunakan 3 exposure (under exposure, normal exposure,
over exposure).”76
75
HDR (High Dynamic Range) Photo Effect, Yudo Sudanardi Photograph (Yogyakarta: Putstaka
Ananda Srva, 2012), hal. 3. 76
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
99
Berikut, salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range) yang
diciptakan Golkariadi N. K:
Gambar. 4.2
Prambanan Temple
Sumber. Foto Golkariadi N. K (Facebook Golkariadi N. K)
Gilang pun menambahkan, bahwa sebenarnya agak cukup rumit
untuk membuat foto HDR (High Dynamic Range). Teknik yang biasa ia
pakai yaitu bracketing exposure, dimana teknik tersebut membagi satu
foto, satu view menjadi 3 bagian foto yang exposure-nya berbeda-beda.
Bracketing ini harus disesuaikan dahulu tahapan-tahapan exposure-nya,
yang pasti teknik ini harus menggunakan tripod. Karna jika tidak
menggunakan tripod, posisi view untuk mengambil foto pasti akan
berubah. Minimal untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic Range)
itu menggunakan 3 exposure foto, yang terdiri dari under exposure,
normal exposure, dan over exposure. Dari ketiga foto ini, kita bisa
menggabungkannya menjadi satu foto yang menghasilkan satu foto
HDR (High Dynamic Range) yang baik.
100
Pengalaman yang tidak jauh beda dipaparkan oleh Anton, dari
hasil wawancara sebagai berikut:
“Untuk teknik yang pernah saya lakukan itu, menciptakan satu
karya foto HDR (High Dynamic Range) dengan memotret 3 atau
5 sampai 6 frame foto yang sama angle-nya, namun exposure-
nya berbeda-beda. Kemudian, 3 foto tersebut digabungkan
melalui software yang akan merubah tampilan warna dan detail
tiap frame fotonya. Selain itu, pada saat pengambilan foto,
dibutuhkan keseimbangan. Yakni dibutuhkan atau tidaknya
sebuah tripod itu tergantung pada fotografernya. Jika memang
fotografer tersebut memiliki kelebihan pada tangannya yang
selalu stabil, mungkin tripod tidak dibutuhkan. Akan tetapi,
alangkah baiknya untuk menggunakan tripod agar pengambilan
foto bisa dapat secara maksimal. Pada intinya, manfaat dari
tripod tersebut, guna menyeimbangkan dan menyamakan
komposisi satu frame foto dengan frame foto yang lainnya.”77
Lebih detailnya lagi, teknik untuk menghasilkan foto HDR
(High Dynamic Range) itu, langkah pertama dengan menyiapkan
sebuah tripod yang berfungsi sebagai penopang kamera dan berguna
untuk menyeimbangkan komposisi frame foto yang ingin kita ambil
agar tidak tergeser ataupun goyang. Kemudian, mengatur setting-an
kamera dengan menggunakan automatic bracketing untuk dapat
menghasilkan 3, 5 sampai 7 frame foto dengan shutter speed yang
bervariasi, yang dimana harus diatur menggunakan apperture priority
sesuai dengan speed yang diinginkan. Setelah foto tersebut didapat,
langkah selanjutnya untuk menggabungkan minimal 3 foto tersebut tadi
menggunakan sebuah software.78
77
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB. 78
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB.
101
Hal serupa dibuktikan oleh Noval, yang dikutip dari hasil
wawancara sebagai berikut:
“Teknik membuat foto HDR (High Dynamic Range) itu, kita
harus mengambil beberapa foto yang minimal 3 frame foto
dengan exposure yang berbeda-beda, perhitungannya under
exposure (+2 stop), normal (0 stop), dan over exposure (-2 stop).
Proses pengambilannya pun diusahakan menggunakan tripod
agar foto tidak goyang dan komposisinya tetap sama dari satu
foto dengan foto lainnya. Kemudian ketiga foto tersebut
digabungkan menggunakan software untuk pengolahan foto
HDR (High Dynamic Range). Hasilnya bisa lebih detail dan
pencahayaannya pun lebih merata dibandingkan dengan foto
normal.”79
Selain teknik bracketing dan penggabungan beberapa foto
menggunakan software, ada pula teknik yang dapat dilakukan secara
otomatis. Harry memaparkan penjelasannya, bahwa sekarang sudah ada
penambahan teknologi pada kamera untuk dapat menghitung rentang
cahaya, yaitu dengan diadakannya teknologi fitur HDR (High Dynamic
Range). Prakteknya hanya dengan mengatur setting-an menggunakan
mode HDR (High Dynamic Range) pada kamera. Cukup satu kali
jepretan atau rekam, bisa langsung menghasilkan foto HDR (High
Dynamic Range) secara cepat dengan perhitungan shutter speed yang
sudah matang.80
Saat seorang fotografer memotret sesuatu yang memiliki
pencahayaan merata dan kamera sanggup menangkap semua terang-
gelap dari bidang foto dengan baik, ia tidak merasa ada yang salah
79
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB. 80
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
102
dengan foto tersebut. Namun umumnya saat siang hari, dimana
sebagian dari langit yang terang ikut terekam dalam foto, barulah
fotografer tersebut merindukan kemampuan lebih dari sebuah kamera.
Ada beberapa spesifikasi kamera untuk bisa menghasilkan foto
HDR (High Dynamic Range), karna beberapa fitur di kamera tipe lama
ataupun analog itu ada bagian dimana kamera tersebut tidak bisa
melakukan teknik bracketing. Dan pada kamera standart seperti type
Canon EOS 1100D atau 1200D itu sudah bisa bracketing. Setelah
mendapatkan minimal 3 foto yang sama namun berbeda exposure
(under exposure, normal exposure, over exposure) dari hasil bracketing
pada kamera, kemudian digabungkanlah 3 foto tersebut menggunakan
software.
“Software yang biasa saya gunakan itu Photomatix. Photomatix
merupakan salah satu software untuk membuat dan
menghasilkan foto HDR (High Dynamic Range). Software itu
pun tidak sembarang membaca 3 foto yang sudah kita hasilkan.
Ketiga foto tersebut harus dihasilkan dengan perhitungan
exposure yang pas, dalam artian under exposure tidak terlalu
under, dan over exposure pun tidak terlalu over. Jadi proses
pengambilan fotonya pun harus pas agar proses
penggabungannya dapat langsung disesuaikan oleh software
photomatix-nya.”81
Gilang menambahkan, bahwa di era digital yang makin canggih
seperti sekarang ini, ada beberapa kamera keluaran terbaru yang sudah
dilengkapi dengan fitur atau mode HDR (High Dynamic Range), seperti
yang diketahuinya kamera Canon EOS 5D Mark III, Canon EOS 1D,
81
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
103
dan Nikon D4. Bahkan pada kamera handphone atau smartphone,
seperti I-phone, Samsung, Sony Experia, dan smartphone lainnya sudah
bisa dilengkapi fitur HDR (High Dynamic Range), hanya dengan men-
download aplikasnya saja.
Jadi, untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic Range) itu
sudah jauh lebih instan dibandingkan pada era dulu. Hal yang serupa
dengan Gilang, Anton menjelaskan, salah satu kamera yang sudah
memiliki fitur atau mode HDR (High Dynamic Range) yang ia ketahui
yaitu kamera Canon EOS 5D mark III. Cara penggunaannya pun
simple, hanya mengganti pengaturannya dengan mode HDR (High
Dynamic Range), kemudian dengan sekali foto bisa langsung
menghasilkan karya foto HDR (High Dynamic Range).82
Kamera Nikon D600, salah satu kamera yang sudah memiliki
fitur HDR (High Dynamic Range) yang Hikmat ketahui.83
Adapun
kamera Pentax K3, yang Noval ketahui kamera tersebut sudah memiliki
fitur HDR (High Dynamic Range) juga.84
Ditambah dengan
Sepengetahuan Harry, bahwa semua kamera yang sudah memiliki mode
bracketing dan aperture priority itu sudah bisa menghasilkan foto HDR
(High Dynamic Range), contohnya seperti standar kamera Nikon
D3200, Canon EOS 500D, dan kamera lainnya. Lalu, ada pula kamera-
82
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB. 83
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB. 84
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB.
104
kamera yang sudah dilengkapi dengan fitur HDR (High Dynamic
Range).Pengalamannya dikutip dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Seperti kamera yang biasa sering saya pakai, yaitu kamera
Nikon type D5200. Saya pernah beberapa kali membuat foto
HDR (High Dynamic Range) langsung menggunakan kamera
tersebut, namun hasilnya tidak sebaik dengan hasil dari
bracketing foto, penggabungan dan pengolahan menggunakan
software pada perangkat computer, yakni software photomatix
pro yang pernah saya gunakan. Software tersebut sangat
direkomendasikan untuk mengolah foto HDR (High Dynamic
Range).”85
Namun menurutnya, Fitur HDR (High Dynamic Range) pada
kamera itu memiliki kelemahan, walaupun shutter speed-nya sudah
diatur dengan matang, hasilnya masih bisa dikatakan belum
memuaskan, karna memang mode tersebut masih dikendalikan oleh
perangkat kamera. Dibandingkan dengan cara manual, yang hasilnya
terlihat lebih baik, karna fotografer sendirinyalah yang mengatur
seberapa pencahayaan atau exposure foto yang ingin digabung.
Semakin banyak exposure foto, maka semakin soft pula hasil foto HDR
(High Dynamic Range) tersebut, sesuai dengan seperti foto yang
fotografer tersebut inginkan.
4.3.3. Pemahaman Akan Pemanfaatan Foto HDR (High Dynamic Range)
Di Kalangan Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta
Pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range) bisa dibilang
tidak jauh berbeda dengan genre fotografi lainnya, mungkin dengan
terkecuali foto jurnalistik. Menurut Gilang, foto itu merupakan salah
85
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
105
satu karya seni rupa dua dimensi juga. Jadi pemanfaatan foto HDR
(High Dynamic Range) sejauh ini dengan berdasarkan pengalaman
Gilang, karya foto HDR-nya sudah pernah menjadi hiasan dinding,
kemudian dalam hal ekonomi atau komersil bisa untuk dijual.
Karna memang efek dari HDR (High Dynamic Range) itu
memberikan sentuhan yang berbeda pda foto dibandingkan dengan foto
normal. Foto HDR (High Dynamic Range) hampir terlihat seperti
lukisan. Selain estetika sebuah karya foto, kebanyakan orang atau
khalayak yang awam akan fotografi, melihat foto itu dari segi
keindahannya juga. Disini foto HDR (High Dynamic Range) memiliki
kelebihan tersebut. Foto HDR (High Dynamic Range) pasti akan
terlihat lebih indah jika pengolahannya baik. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, HDR (High Dynamic Range) mempunyai nilai
tambah (), selain dapat menyeimbangkan cahaya ekstrim yang terdapat
pada frame foto, HDR juga dapat memberikan efek detail dan warna
yang lebih menyesuaikan karakter foto tersebut.
“Pada intinya, pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range)
yang sudah saya lakukan itu sebagai hiasan dinding atau
furniture di dalam interior, karya foto yang dikomersilkan,
kemudian bisa untuk dipamerkan pada acara pameran-pameran
foto HDR (High Dynamic Range) ataupun pameran foto dan
seni rupa lainnya.”86
86
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
106
Salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range) Gilang, yang
sudah pernah terjual ditahun 2012:
Gambar. 4.3
Senja Jakarta (2012)
Sumber. Foto Gilang Arasky R. Manto
Foto berjudul “Senja Jakarta” diatas tersebut diambil oleh
Gilang dari atap salah satu gedung di jakarta, yang mendeskripsikan
akan padatnya suasana perkotaan di ibu kota. Dan angka penduduk di
Jakarta pun tiap tahun semakin meningkat, dikarnakan banyaknya
pendatang yang memperuntungkan hidupnya di kota tersebut.
Kemudian, berdasarkan pengalaman Gilang di tahun 2013 lalu,
ia pernah mengikuti dan menjadi salah satu peserta pada acara pameran
foto HDR (High Dynamic Range) di Universitas Taruma Negara
(UNTAR) bersama teman-teman fotografer lainnya yang gemar
menggunakan HDR (High Dynamic Range). Pada acara pameran
tersebut menampilkan karya-karya foto HDR (High Dynamic Range)
dan karya-karya foto normal.
107
Kemudian dari pihak panitia dan peserta pameran memberikan
secarik kertas berupa kupon kepada apresiator pameran yang terdiri dari
para penikmat karya foto, pehobi fotografi, kolektor, kaula muda,
sampai pengunjung yang awam mengenai fotografi untuk memberikan
apresiasi lebih dan feedback pada acara tersebut, yang dimana mereka
dianjurkan untuk memberikan kritikan dan kesan melalui kupon
tersebut, kemudian memasukannya pada kotak-kotak yang sudah
tersedia di tiap-tiap karya foto HDR (High Dynamic Range) maupun
foto normal.
Alhasil, karya-karya foto HDR (High Dynamic Range)-lah yang
lebih banyak dipilih dan mendapatkan kesan dan kritikan baik dari para
apresiator tersebut. Menurut mereka, memanjakan mata dan melihat
foto HDR (High Dynamic Range) yang baik itu terasa lebih menarik
dan indah, karna memang karakternya hampir menyerupai lukisan.
Berikut, karya-karya foto HDR (High Dynamic Range) Gilang,
yang sudah pernah dipamerkan pada acara Pamera Foto HDR (High
Dynamic Range) di Universitas Taruma Negara (UNTAR) tahun 2013:
108
Gambar. 4.4
Kapal Bersandar (2013)
Sumber. Foto Gilang Arasky R. Manto
Foto berjudul “Kapal Bersandar” tersebut diatas
memvisualisasikan akan lingkungan sekitar daerah Karangantu Banten.
Dimana aktivitas dan kegiatan penduduk daerah tersebut sebagian besar
adalah nelayan, yang memanfaatkan kekayaan alam sekitarnya.
Gambar. 4.5
Kota Tua dan Gedung Tua (2013)
Sumber. Foto Gilang Arasky R. Manto
109
Foto diatas tersebut mendeskripsikan salah satu bangunan yang
sudah tua di Kota Tua Jakarta. Foto berjudul “Kota Tua dan Gedung
Tua” tersebut diberi efek HDR (High Dynamic Range), salah satuya
untuk mempertegas unsur kekusaman pada bangunan tua tersebut,
karna memang warna gedung yang puth biasanya sulit untuk
mendapatkan detail tanpa cahaya buatan (artficial lighting).
Penjelesan yang hampir serupa, menurut Anton, pemanfaatan
HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu sebenarnya tergantung
dari selera fotografernya. Tiap fotografer pasti ingin menciptakan karya
foto yang baik, dan HDR (High Dynamic Range) merupakan salah satu
teknik untuk menjadikan sebuah karya foto itu baik. Karna memang
manfaatnya yang dapat memberikan efek warna dan detail yang lebih
pada foto, dan menerangkan sisi gelap, serta menggelapkan sisi yang
terlihat lebih terang pada foto tersebut.
Kemudian, Foto HDR (High Dynamic Range) ini pun bisa
dijadikan keperluan untuk di-up load pada media sosial sebagai luahan
dan ekspresi dari fotografernya, bisa pula dikomersilkan (diperjual-
belikan) karyanya, dan tidak menutup kemungkinan juga, karya-karya
foto HDR (High Dynamic Range) ini dapat dipamerkan pada pameran
foto ataupun seni rupa, sesuai dengan kebutuhan dan tema yang
diangkat pameran tersebut.87
87
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB.
110
Hal yang tidak jauh beda pun dipaparkan oleh Hikmat sebagai
berikut:
“Foto HDR (High Dynamic Range) ini bisa digunakan untuk
beberapa kepentingan seperti untuk dinikmati sendiri, dinikmati
para penikmat karya seni yang ditampilkan pada hiasan dinding,
gallery foto, serta pameran-pameran foto maupun seni rupa.”88
Adapun pemaparan dari Noval yang tidak jauh berbeda pula.
Pemaparkan tersebut dikutip dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Foto HDR (High Dynamic Range) ini bisa dimanfaatkan untuk
keperluan komersil, yang berarti karya foto HDR (High
Dynamic Range) ini bisa diperjual-belikan, karna memang
sudah banyak peminat dan penikmatnya. Kemudian, untuk porto
folio saya sendiri, yang jika nantinya ada pameran foto bisa
diikut pamerkan.”89
Selain itu, ia pun menambahkan, bahwa foto HDR (High
Dynamic Range) sebenarnya bisa diterapkan pada foto landscape,
arsitektur, portrait, hitam-putih, still life, dan lain-lain. Karna memang
fungsinya yang berguna untuk meratakan pencahayaan obyek foto,
memberikan efek warna yang mencolok, dan menaikkan tingkat detail
dari semua obyek yang terdapat pada foto. Namun, tidak harus
berlebihan dan kembali lagi pada tingkat kebutuhan fotografernya.
“Saya sendiri, foto HDR (High Dynamic Range) itu untuk stock
foto pribadi, yang mungkin nantinya bisa diikut sertakan pada
acara pameran yang sesuai dengan temanya. Dan juga tidak
menutup kemungkinan karya foto HDR (High Dynamic Range)
ini bisa untuk diperjual-belikan jika ada yang tertarik.”90
88
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB. 89
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB. 90
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
111
Berdasarkan hasil wawancara dari kelima informan penelitian,
peneliti mendapatkan informasi yang bisa dikatakan serupa dalam
pemanfatannya, foto HDR (High Dynamic Range) ini dapat digunakan
untuk berbagai macam kepentingan, yang dimana foto tersebut dapat
digunakan untuk menjadi hiasan dinding pada suatu ruangan atau
gallery foto yang dapat dinikmati sendiri ataupun orang lain, stock foto
pribadi, porto folio foto, komersial (dapat diperjual-belikan), dan karya
foto yang dapat dipamerkan pada acara pameran.
4.4. Pembahasan Penelitian
Benjamin S. Bloom mengatakan bahwa pemahaman (Comprehension)
adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa seseorang dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal yang dia pelajari
dengan menggunakan bahasanya sendiri. Lebih baik lagi apabila seseorang dapat
memberikan contoh atau mensinergikan apa yang dia pelajari dengan
permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara kelima
informan penelitian dan telah dideskrisikan sebelumnya, jika dibahas satu persatu,
Gilang yang dijadikan sebagai key informan dalam penelitian ini di tahun 2013
lalu sedang senang-senangnya menciptakan karya foto menggunakan teknik HDR
(High Dynamic Range), tiap foto ia buat menggunakan HDR (High Dynamic
112
Range), karna memang HDR (High Dynamic Range) ini bukan salah satu kategori
foto. Berdasarkan pemahamannya, HDR (High Dynamic Range) hanya sebatas
memberikan karakteristik filter ataupun efek pada foto saja.
Dari manfaatnya pun HDR (High Dynamic Range) dapat
menyeimbangkan gelap-terangnya cahaya pada sebuah frame foto. Dalam artian
High Dynamic Range itu dinamika cahayanya lebih disetarakan. Penerapannya
pada foto landscape, arsitektur, human interest, dan still life dapat berpengaruh
untuk menyeimbangkan cahaya ekstrim yang terdapat pada foto tersebut, serta
dapat menimbulkan detail dan warna yang lebih dibandingkan foto normal.
Lebih jauh lagi, pemahaman dan pengalamannya sebagai fashion
photographer, ia menjelaskan bahwa penerapan HDR (High Dynamic Range)
pada foto portrait atau beauty portrait pun dapat memberikan efek detail
retouching pada kulit, kemudian rentang cahaya pada kulit pun bisa
diseimbangkan. Jadi teknik HDR (High Dynamic Range) pada foto portrait ini
hanya sebatas teknik pengolahan atau editing dengan menggunakan HDR (High
Dynamic Range), dan proses pengambilan fotonya pun secara standart.
Kemudian pada foto bergerak, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
untuk kamera-kamera yang sudah memiliki fitur atau mode HDR (High Dynamic
Range), ataupun kamera-kamera smartphone yang sudah bisa menggunakan
aplikasi HDR (High Dynamic Range), foto bergerak secara instan bisa dijadikan
foto HDR (High Dynamic Range) dengan sekali foto. Akan tetapi, dengan catatan
bukan menggunakan kamera yang masih mengandalkan mode bracketing pada
kamera. Jadi prosesnya hanya sebatas filtering atau pemberian efek saja pada foto
113
tersebut. Secara teknis mungkin tidak bisa, karna dalam bracketing pengambilan
foto yang minimal 3 exposure foto yang berbeda-beda itu pasti komposisi fotonya
tidak akan sama, dikarnakan adanya pergerakan seper-sekian detik pada obyek
foto yang akan diambil. Sesuai pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman yang
didapat dari tiap pembelajarannya, ia menjelaskan:
“Setelah saya pahami lebih jauh lagi, mengenai teknik HDR (High
Dynamic Range) ini, saya sudah bisa menyesuaikan dimana harus
menggunakan HDR (High Dynamic Range), dan dimana tidak harus
menggunakannya juga. Karna memang HDR (High Dynamic Range) ini
memiliki kelemahan juga, yang dimana ketika sebuah foto itu
pencahayaannya sudah baik dan seimbang, kemudian kita gunakan HDR
(High Dynamic Range), maka hasil fotonya pun menjadi tidak baik dan
tidak enak dilihat, yang ada jadi merusak dan menghilangkan estetika foto
tersebut. Jadi intinya, harus disesuaikan sesuai kebutuhannya.”91
Dari hal tersebut, dapat diambil pengetahuannya, bahwa setiap fotografer
harus menyesuaikan penggunaann HDR (High Dynamic Range) dalam tiap
menciptakan karya foto. Karna HDR (High Dynamic Range) tersebut pun
memiliki kelemahan, yang dimana jika penggunaanya diterapkan pada foto yang
pencahayaannya sudah baik dan seimbang, alhasil foto tersebut akan menjadi
tidak baik.
91
Hasil wawancara dengan Gilang Arasky R. Manto pada tanggal 17 Februari 2016, di Lab
Fotografi FISIP Untirta, pukul 16.44 WIB.
114
Berikut, salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range) lain, yang
pernah gilang buat:
Gambar. 4.6
The Kathedral (2012)
Sumber. Foto Gilang Arasky R. Manto
Foto berjudul “The Kathedral” diatas tersebut memvisualisasikan
bangunan gereja beserta exteriornya yang klasik di daerah Ibu Kota Jakarta. Foto
tersebut menyampaikan bahwa ini tempat ibadah untuk umat beragama kristen
atau katholik.
Kemudian, Anton pun cukup sering sekali menggunakan HDR (High
Dynamic Range) tiap menciptakan sebuah karya fotonya. Seperti yang ia pahami,
dikutip dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Foto HDR (High Dynamic Range) ini memang cukup unik tampilannya
yang hampir menyerupai lukisan, dan dapat memanjakan mata. Salah satu
dosen saya pernah mengatakan bahwa sebuah karya foto yang memiliki
banyak warna itu merupakan salah satu karya yang dapat memanjakan
mata. Maka dari itu, beberapa foto hasil karya saya, sudah menggunakan
115
HDR (High Dynamic Range), agar dapat memanjakan mata bagi penikmat
foto diluar sana.”92
Berdasarkan hal tersebut, anton meyakini, bahwa karya foto yang
memiliki banyak warna itu dapat memanjakan mata bagi penikmat karya foto.
Berikut salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range), yang pernah Anton
buat:
Gambar. 4.7
Let It Flow (2015)
Sumber. Foto Antoni Budi Mulia
Foto berjudul “Let It Flow” tersebut diatas berlokasi di Floating Market,
daerah Lembang, Bandung. Memvisualisasikan suasana yang tenang dengan
disuguhkan danau dan udara dingin yang sejuk.
Selanjutnya, Hikmat yang tidak terlalu sering menggunakan HDR (High
Dynamic Range), karna teknik ini bisa dikatakan teknik yang agak rumit. Karna
berdasarkan pemahamannya, yang dimana prosesnya harus mengambil beberapa
angle foto yang sama, namun exposure-nya bervariasi. Kemudian, penggabungan
92
Hasil wawancara dengan Antoni Budi Mulia pada tanggal 19 Februari 2016, di Taman Graha
Asri, pukul 23.06 WIB.
116
fotonya pada proses pengolahan dan editing melalui software yang
direkomendasikan.
“Jadi bagi saya pribadi, selama kita masih bisa menghasilkan foto baik
tanpa menggunakan HDR (High Dynamic Range), ya kenapa tidak ! Yang pasti,
kita harus memaksimalkan dahulu skill pada proses pengambilan foto dengan
baik, sesuai dengan seperti foto apa yang ingin kita buat. Adanya HDR (High
Dynamic Range), disesuaikan saja kebutuhannya.”93
Berikut, salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range) yang pernah
Hikmat buat:
Gambar. 4.8
Saksi Sejarah Pemberi Arah (2016)
Sumber. Foto Hikmat Rachmatullah
Foto tersebut diatas mendeskripsikan akan simbol yang menjadi saksi
sejarah, yaitu mercusuar yang berlokasi di Anyer, Banten. Simbol tersebut
seharusnya menjadi sebuah ketertarikan dan pengetahuan untuk bahan studi bagi
anak-anak, karna di zaman sekarang ini mereka lebih banyak bermain teknologi
ketimbang mempelajari sejarah.
93
Hasil wawancara dengan Hikmat Rachmatullah pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi
FISIP Untirta, pukul 15.22 WIB.
117
Adapun, pemarapan Noval dikutip dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Saya sendiri tidak selalu sering menggunakan HDR (High Dynamic
Range) ini, namun pernah beberapa kali menerapkannya pada foto
landscape dan still life yang saya buat, lebih banyaknya foto landscape
dibanding foto still life.”94
Menurut pemahamannya, keindahan dan keasrian HDR (High Dynamic
Range) itu bisa tertampak sekali penerapannya pada foto landscape, karna
karakternya yang dapat memberikan efek warna dan detail yang mencolok itu
hampir bisa disamakan dengan keaslian alam dari foto tersebut.
Berikut salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range), yang pernah
Noval buat:
Gambar. 4.9
The Half Mount (2015)
Sumber. Foto Noval Afif
94
Hasil wawancara dengan Noval Afif pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 16.00 WIB.
118
Foto berjudul “The Half Mount” tersebut diatas mendeskripsikan akan
keserakahan dari berbagai pihak yang mengambil lahan dan kekayaan alam demi
industrial mereka tanpa mementingkan keseimbangan alam.
Kemudian informan terakhir, Harry yang lebih seringnya menggunakan
HDR (High Dynamic Range) ini untuk diterapkan pada foto landscape. Menurut
pemahamannya, dengan HDR (High Dynamic Range), foto tersebut bisa terlihat
lebih detail, banyak memiliki warna sesuai dengan yang kita inginkan, dan
memberikan karakteristik yang berbeda dari foto normal. Namun, HDR (High
Dynamic Range) juga bisa diterapkan pada foto arsitektur, portrait, human
interest, dan foto-foto lainnya.95
Berikut salah satu karya foto HDR (High Dynamic Range), yang pernah
Harry buat menggunakan fitur HDR pada kamera Nikon D5200-nya:
Gambar. 4.10
Tempat Ibadah (2015)
Sumber. Foto Harry Setiawan
95
Hasil wawancara dengan Harry Setiawan pada tanggal 16 Februari 2016, di Lab Fotografi FISIP
Untirta, pukul 15.41 WIB.
119
Foto dengan judul “Tempat Ibadah” tersebut diatas mendeskripsikan
masjid yang sepi di waktu solat ashar. Masjid tersebut berlokasi di komplek
kampus Untirta. Terlihat hanya sedikit dari penduduk warga komplek tersebut
yang datang dan beribadah di masjid, sebagian lainnya mungkin lebih memilih
beribadah di rumahnya masing-masing, dikarnakan kesibukannya.
120
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian mengenai pemahaman foto HDR (High Dynamic Range) di
kalangan anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta telah dilakukan
peneliti selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Berdasarkan uraian hasil penelitian pada
bab sebelumnya, maka pada sub bab ini peneliti akan menguraikan kesimpulan
yang ditarik dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Adapun
kesimpulan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Dari kelima informan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Gilang Arasky-
lah yang dapat memberikan informasi dan data-data yang relatif lebih
detail mengenai pemahaman arti foto HDR (High Dynamic Range), sesuai
dengan pengetahuan dan pengalamannya yang sudah dipelajari sejak tahun
2013 lalu. Dan Antoni Budi M, memberikan informasi dan data yang lebih
singkat.
Kemudian infomasi dan data mengenai pemahaman arti HDR (High
Dynamic Range) yang didapat dari ketiga informan lainnya hampir sama,
karna pada tahun 2015 kemarin mereka baru mempelajari, dan mendapat
tambahan pemahaman mengenai HDR (High Dynamic Range) tersebut.
2. Disimpulkan dari hasil penelitian yang didapat dari kelima informan
penelitian ini, bahwa Gilang Arasky, Antoni Budi. M, Hikmat. R, Noval
Afif, dan Harry Setiawan sering dan pernah menggunakan teknik membuat
foto HDR (High Dynamic Range) yang sama, yaitu teknik multiple
121
exposure atau bracketing beberapa foto, yang kemudian digabungkan
menggunakan software yang sama pula yaitu photomatix.
Kemudian, Harry Setiawan yang mempunyai kelebihan pada kameranya,
yaitu dilengkapi dengan fitur atau mode HDR (High Dynamic Range). Ia
pun pernah beberapa kali membuat foto HDR (High Dynamic Range)
langsung dari kameranya menggunakan fitur tersebut.
3. Dari pemaparan kelima informan penelitian, dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range) itu dapat digunakan untuk
sejumlah keperluan atau kepentingan. Seperti karya foto HDR (High
Dynamic Range) Gilang Arasky yang menjadi hiasan dinding atau
furniture di dalam interior, karyanya sudah pernah dipamerkan pada
pameran foto HDR (High Dynamic Range) di Univesitas Taruma Negara
tahun 2013 lalu, dan karyanya pun sudah pernah laku terjual
(terkomersilkan). Antoni Budi Mulia, karya foto HDR (High Dynamic
Range)-nya sering di-up load pada media sosial. Kemudian Hikmat
Rachmatullah, yang karya foto HDR (High Dynamic Range)-nya untuk
dinikmati sendiri. Lalu Noval Afif, karya foto HDR (High Dynamic
Range)-nya untuk porto folio pribadi, dan Harry Setiawan yang karyanya
sama untuk dijadikan porto folio atau stock foto pribadi.
122
5.2. Saran
Penelitian ini sangat berkaitan dengan Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta, karna komunitas tersebut merupakan subyek dalam penelitian ini. Setelah
melakukan pengumpulan data selama beberapa bulan, dengan cara wawancara
mendalam dengan beberapa informan dari komunitas tersebut dan studi pustaka,
peneliti pun dapat memberikan saran untuk Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta terkait permasalahan yang sedang diteliti, sebagai berikut:
1. Sebuah komunitas seperti Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, yang
namanya sudah dikenal banyak kalangan, baik dikalangan kampus
(universitas) maupun luar kampus, mungkin tiap anggotanya harus paham
betul mengenai fotografi, sesuai dengan profesinya sebagai fotografer
pada komunitas tersebut. Namun, masih ada beberapa anggota
komunitasnya yang belum mengetahui dan memahami betul akan
fotografi, salah satunya pengetahuan dan pemahaman mengenai HDR
(High Dynamic Range).
Dari hal tersebut, perlu adanya kegiatan sharing mendalam mengenai
HDR (High Dynamic Range) ataupun hal-hal tentang fotografi lainnya
bersama anggota-anggota komunitasnya. Dimana nantinya pada kegiatan
tersebut akan muncul pertanyaan-pertanyaan, serta pemahaman dan
pengetahuan baru, sesuai dengan apa yang dibahas, yang kemudian
dipraktekan langsung dilapangan secara bersama-sama sesuai dengan
mottonya “Belajar bersama-sama, bertanya bersama-sama, dan berkarya
bersama-sama.”
123
2. Adanya teknik HDR (High Dynamic Range) itu untuk menyeimbangkan
pencahayaan dalam sebuah frame foto. Jika memang sangat ekstrim sekali
pencahayaannya, maka dibutuhkanlah HDR (High Dynamic Range).
Namun, saat pencahayaan dalam sebuah foto yang direkam sudah
seimbang, mungkin tidak perlu lagi untuk menggunakan HDR (High
Dynamic Range), yang dimana nantinya dapat merusak dan
menghilangkan estetika foto tersebut. Jadi, sesuaikanlah dalam kebutuhan
dan penggunaannya.
3. Foto HDR (High Dynamic Range) nantinya bisa dijadikan tema untuk
pameran Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta, baik pameran di
kampus maupun diluar kampus. Dengan karakteristik karya-karya fotonya,
mungkin akan banyak penikmat atau pengunjung dari kalangan manapun
yang melirik untuk menjadikan karya foto tersebut sebagai media promosi
iklan arsitektur, promosi iklan pariwisata, dan media promosi lainnya.
124
DAFTAR PUSTAKA
Ajimardi, Seno Gumira, 2005. Kisah Mata Fotografi Antara Dua Subyek:
Perbincangan Tentang Ada. Yogyakarta: Galangpress.
Alwi, Audi Mirza, 2004. Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim
Foto ke Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara.
Darmiyati, Zuchdi, 2007. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca.
Yogyakarta: UNY Press.
Effendy, M. A, Prof. Onong Uchjana, 2003, Ilmu Teori, dan Filsafat
Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Griand, Giwanda, 2001. Panduan Praktis Belajar Fotografi. Jakarta:
Puspa Swara.
Kriyantono, S. Sos., M. Si, Rachmat, 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi.
Jakarta: Kencana.
Moleong, Lexy. J, 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, M. A., Pd. D, Daddy, 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Photograph, Yudo Sudanardi, 2012. HDR (High Dynamic Range) Photo Effect.
Yogakarta: Pustaka Ananda Srva.
Salim, Agus, 2006. Teori Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Sukara, Daniek. G, 2009. Kiat Sukses Daniek. G Sukarya. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Soedjono, Suprapto, 2007. Pot-Pourri Fotografi. Jakarta: Universitas Trisakti.
Sless, David, 1981. Learning and Visual Communication.
Sudjana, Nana, 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Sugiyono, Prof. Dr, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, Prof. Dr, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
125
Zuriah, Nurul, 2006. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sumber Lain:
B. M. Sarao, 1999. S. Gunnarsson, ed. Ben Sarao, Trenton, NJ. Hasselblad
Forum, Edisi 3 (1993), Volume. 35. ISSN 0282-5449.
Mujtaba. SE, MSi, Burhanuddin. Diktat Fotografi Dasar. Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Tinarbuko, Sumbo, 2003. Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain
Komunikasi Visual. Research Jurusan Desain Komunikasi Visual,
Fakultas Seni dan Desain. Yogyakarta: Universitas Kristen Petra.
Wyckoff, Charles. W, 1962. Experimental extended exposure response
film. Society of Photographic Instrumentation Engineers Newsletter.
Internet:
Ginosar, R., Hilsenrath, O., Zeevi, Y., "Wide dynamic range camera", published
1992-09-01 (https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging).
J. Paul Getty Museum. Gustave Le Gray, Photographer. July 9 – September 29,
2002. Retrieved September 14, 2008 (https://en.wikipedia.org/wiki/High
dynamic-range_imaging).
Steve Mann, "Method and apparatus for producing digital images having
extended dynamic ranges", published 1998-10-27
(https://en.wikipedia.org/wiki/High-dynamic-range_imaging).
Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Photography).
Wyckoff, Charles W. & EG&G Inc., assignee, "Silver Halide Photographic Film
having Increased Exposure-response Characteristics", published March
24, 1961, issued June 17, 1969 (https://en.wikipedia.org/wiki/High
dynamic-range_imaging).
PROFIL DAN DOKUMENTASI WAWANCARA
INFORMAN PENELITIAN
INFORMAN I
Nama : Gilang Arasky R. Manto
Nama Panggilan : Gilang
Tempat. Tanggal lahir : Pandeglang, 28 Desember 1993
Alamat : Kp. Lembur tengah Rt/Rw: 004/002 Desa
Cimanuk Kec. Cimanuk Kab. Pandeglang
Banten
Jurusan/Fakultas : Konsentrasi Jurnalistik Ilmu Komunikasi /
FISIP
Semester : 10
Passion Fotografi : Fashion Photography
Waktu bergabung : 2013
Jabatan : Divisi Hunting Komunitas Fotografi FISIP
(KFF) Untirta
INFORMAN II
Nama : Antoni Budi Mulia M
Nama Panggilan : Anton
Tempat. Tanggal lahir : Tangerang, 17 Oktober 1993
Alamat : Taman Ciruas Permai Blok J5 No. 02.
Jurusan/Fakultas : Konsentrasi Jurnalistik Ilmu Komunikasi /
FISIP
Semester : 10
Passion Fotografi : Landscape Photography
Waktu bergabung : 2011
Jabatan : Ketua Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta
INFORMAN III
Nama : Hikmat Rachmatullah
Nama Panggilan : Hikmat
Tempat. Tanggal lahir : Serang, 18 Juni 1995
Alamat : Komplek Permata Serang
Jurusan/Fakultas : Konsentrasi Marketing Komunikasi Ilmu
Komunikasi / FISIP
Semester : 6
Passion Fotografi : Landscape Photography & Food
Photography
Waktu bergabung : 2015
Jabatan : Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta
INFORMAN IV
Nama : Noval Afif
Nama Panggilan : Noval
Tempat. Tanggal lahir : Serang, 16 Januari 1995
Alamat : Jl. Mayjen Soetomo km. 7 Link. Tegalwangi
Rejane Rt/Rw: 02/02 No. 84 Desa Rawa
Arum Kec. Grogol Kota Cilegon-Banten.
Jurusan/Fakultas : Konsentrasi Marketing Komunikasi, Ilmu
Komunikasi / FISIP
Semester : 6
Passion Fotografi : Landscape Photography
Waktu bergabung : 2015
Jabatan : Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta
INFORMAN V
Nama : Harry Setiawan
Nama Panggilan : Harry
Tempat. Tanggal lahir : Serang, 14 April 1995
Alamat : Reni Jaya Lama, Blok A10 No. 5 Rt/Rw:
02/06 Pondok Petir, Bojongsari Depok
Jurusan/Fakultas : Konsentrasi Marketing Komunikasi, Ilmu
Komunikasi / FISIP
Semester : 6
Passion Fotografi : Human Interest Photography
Waktu bergabung : 2015
Jabatan : Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF)
Untirta
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
Berikut beberapa pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara penelitian
mengenai Pemahaman Tentang Foto HDR (High Dynamic Range) Di Kalangan
Anggota Komunitas Fotografi FISIP (KFF) Untirta:
1. Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
2. Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic
Range) dalam fotografi itu?
3. Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
4. Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
5. Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
6. Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering
menggunakan HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan
karya foto?
TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN
Informan: Gilang Arasky R. Manto
1. P : Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
I : HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi sesungguhnya bukan
sebagian dari kategori fotografi, entah itu landscape photography, human
interest photography, jurnalistik, atau apapun itu. HDR (High Dynamic
Range) itu hanya sebatas dilingkup tentang karakteristik foto, mulai dari
pengolahan atau editan hingga pada tampilan foto tesebut.
HDR singkatan dari High Dynamic Range, dimana High Dynamic Range
merupakan suatu cara atau teknik dalam peningkatan cahaya atau perataan
cahaya yang disesuaikan oleh perangkat keras kamera itu sendiri. Lebih
jelasnya, pada foto-foto biasa itu ada yang namanya pembagian gelap dan
terang atau dinamika cahaya yang cukup konstan terlihat, dimana ada
shadow (bagian gelap) dan highlight (bagian terang) pada foto.
Dengan HDR (High Dynamic Range) ini, bagian shadow dan highlight yang
terdapat pada frame foto itu diratakan dan diseimbangkan pencahayaannya,
sesuai seperti foto apa yang kita inginkan. Misalkan kita mengambil foto
panorama pantai, dengan menggunakan HDR (High Dynamic Range)
bagian-bagian gelapnya dapat menjadi terang, serta obyek pada foto tersebut
dapat terlihat lebih detail. Jadi, lebih tepatnya HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu berguna untuk menyeimbangkan cahaya ekstrim atau
balancing cahaya antara shadow dan highlight pada foto.
2. P : Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu?
I : Menurut saya, perkembangan HDR (High Dynamic Range) dalam
fotografi semakin berkembang dengan baik. Buktinya dengan pengadaan
fitur atau mode HDR (High Dynamic Range) pada teknologi kamera digital
yang sudah keluar. Diadakannya fitur atau mode HDR (High Dynamic
Range), karna sebelum adanya teknologi tersebut pada kamera,
menggunakan HDR (High Dynamic Range) dalam penciptaan karya foto itu
merupakan hal atau teknik yang super ribet, dimana prosesnya harus
menggunakan tripod, kemudian perlu bracketing 3 foto atau lebih yang
komposisinya sama dan eksposurnya berbeda-beda.
Dengan perkembangannya yang pesat di era sekarang, foto HDR (High
Dynamic Range) bisa lebih mudah diciptakan, tentunya dengan perangkat
keras kamera yang sudah memiliki fitur atau mode HDR (High Dynamic
Range). Selain kamera pun, sudah banyak Smartphone yang bisa meng-
instal aplikasi HDR, yang penggunaannya instan melalui kamera
smartphone-nya langsung, seperti Iphone, Samsung, Sony Experia, dan lain-
lain, sehingga khalayak awam fotografi pun sudah mengetahui tentang foto
HDR (High Dynamic Range) tersebut. Contohnya seperti Instagrammers,
selain menggunakan kamera, banyak juga penggunanya yang sering meng-
up load foto menggunakan HDR pada smartphone-nya.
3. P : Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Sebenarnya agak cukup rumit untuk membuat foto HDR (High Dynamic
Range). Teknik yang biasa saya pakai itu bracketing exposure, dimana
teknik tersebut membagi satu foto, satu view menjadi 3 bagian foto yang
exposure-nya berbeda-beda. Bracketing ini kita sesuaikan dahulu tahapan-
tahapan exposure-nya, yang pasti teknik ini harus menggunakan tripod.
Karna jika tidak menggunakan tripod, nanti akan berubah posisi view untuk
mengambil fotonya. Minimal untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic
Range) itu menggunakan 3 exposure foto, yang terdiri dari under exposure,
normal exposure, over exposure. Dari ketiga foto ini, kita bisa
menggabungkannya menjadi satu foto yang menghasilkan satu foto HDR
(High Dynamic Range) yang baik.
Salah satu tokoh HDR (High Dynamic Range) di Indonesia itu adalah Mas
Golkariadi N. K, yang biasa dipanggil dengan sebutan mas GK. Dengan
karya terbaiknya, berdasarkan penilaian kurator dan hasil polling via
internet pada ajang kejuaraan bergengsi fotografi internasional pada tahun
2009. Namanya dinobatkan menjadi salah satu fotografer HDR (High
Dynamic Range) terbaik no. 4 dunia. Mas GK inilah yang menyarankan
saya, untu menciptakan dan menghasilkan foto HDR (High Dynamic
Range) yang baik itu, minimal menggunakan 3 exposure (under exposure,
normal exposure, over exposure).
4. P : Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
I : Ada beberapa spesifikasi kamera untuk bisa menghasilkan foto HDR
(High Dynamic Range), karna beberapa fitur di kamera tipe lama ataupun
analog itu ada bagian dimana kamera tersebut tidak bisa melakukan teknik
bracketing. Dan pada kamera standart seperti type Canon EOS 1100D atau
1200D itu sudah bias bracketing. Setelah kita mendapatkan minimal 3 foto
yang sama namun berbeda exposure (under exposure, normal exposure,
over exposure) dari hasil bracketing pada kamera, kita gabungkan 3 foto
tersebut menggunakan software.
Software yang biasa saya gunakan itu Photomatix. Photomatix merupakan
salah satu software untuk membuat dan menghasilkan foto HDR (High
Dynamic Range). Software itu pun tidak sembarang membaca 3 foto yang
sudah kita hasilkan. Ketiga foto tersebut harus dihasilkan dengan
perhitungan exposure yang pas, dalam artian under exposure tidak terlalu
under, dan over exposure pun tidak terlalu over. Jadi proses pengambilan
fotonya pun harus pas agar proses penggabungannya dapat langsung
disesuaikan oleh software photomatix-nya.
Kemudian, di era digital yang makin canggih seperti sekarang ini, ada
beberapa kamera keluaran terbaru yang sudah dilengkapi dengan fitur atau
mode HDR (High Dynamic Range), seperti yang saya tahu kamera Canon
EOS 5D Mark III, Canon EOS 1D, dan Nikon D4. Bahkan pada kamera
handphone atau smartphone pun sudah bisa dilengkapi dengan fitur HDR
(High Dynamic Range) dengan hanya men-download aplikasnya saja. Jadi,
untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic Range) itu sudah jauh lebih
instan dibandingkan pada era dulu.
5. P : Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Pemanfaatannya bisa dibilang tidak jauh berbeda dengan genre fotografi
lainnya, mungkin dengan terkecuali foto jurnalistik. Menurut saya foto itu
merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi juga. Jadi pemanfaatan
foto HDR (High Dynamic Range) sejauh ini dengan berdasarkan
pengalaman saya, karya foto HDR saya sudah pernah menjadi hiasan
dinding, kemudian dalam hal ekonomi atau komersil bisa untuk dijual.
Karna memang efek dari HDR (High Dynamic Range) itu memberikan
sentuhan yang berbeda pda foto dibandingkan degan foto normal. Foto
HDR (High Dynamic Range) hampir terlihat seperti lukisan. Selain estetika
sebuah karya foto, kebanyakan orang atau khalayak yang awam akan
fotografi melihat foto itu dari segi keindahannya juga.
Disini foto HDR (High Dynamic Range) memiliki kelebihan tersebut. Foto
HDR (High Dynamic Range) pasti akan terlihat lebih indah jika
pengolahannya baik. Seperti yang sudahdijelaskan sebelumnya, HDR (High
Dynamic Range) mempunyai nilai tambah (), selain dapat
menyeimbangkan cahaya ekstrim yang terdapat pada frame foto, HDR juga
dapat memberikan efek detail dan warna yang lebih menyesuaikan karakter
foto tersebut.
Pada intinya, pemanfaatan foto HDR (High Dynamic Range) yang sudah
saya lakukan itu sebagai hiasan dinding atau furniture di dalam interior,
karya foto yang dikomersilkan, kemudian bias untuk dipamerkan pada acara
pameran-pameran foto HDR (High Dynamic Range) ataupun pameran foto
dan seni rupa lainnya.
Seperti pengalaman di tahun 2013 lalu, saya mengikuti dan menjadi salah
satu peserta pada acara pameran fot HDR (High Dynamic Range) di
Universitas Taruma Negara (UNTAR) bareng bersama teman-teman
fotografer lainnya yang gemar menggunakan HDR (High Dynamic Range).
Pada pameran tersebut menampilkan karya-karya foto HDR (High Dynamic
Range) dan karya-karya foto normal. Kemudian dari pihak panitia dan
peserta pameran memberikan secarik kertas berupa kupon kepada apresiator
pameran yang terdiri dari para penikmat karya foto, pehobi fotografi,
kolektor, kaula muda, sampai pengunjung yang awam mengenai fotografi
untuk memberikan apresiasi lebih dan feedback pada acara tersebut, yang
dimana mereka dianjurkan untuk memberikan kritikan dan kesan melalui
kupon tersebut, kemudian memasukannya pada kotak-kotak yang sudah
tersedia di tiap-tiap karya foto HDR (High Dynamic Range) maupun foto
normal. Alhasil, karya-karya foto HDR (High Dynamic Range) lah yang
lebih banyak dipilih dan mendapatkan kesan dan kritikan baik dari para
apresiator tersebut. Menurut mereka, memanjakan mata dan melihat foto
HDR (High Dynamic Range) yang baik itu terasa lebih menarik dan indah,
karna memang karakternya hampir menyerupai lukisan.
6. P : Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering menggunakan
HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan karya foto?
I : Di tahun 2013 lalu, saya sedang senang-senangnya menciptakan karya
foto menggunakan teknik HDR (High Dynamic Range), tiap foto saya buat
menggunakan HDR (High Dynamic Range), karna memang HDR (High
Dynamic Range) ini bukan salah satu kategori foto. HDR (High Dynamic
Range) hanya sebatas memberikan karakteristik filter ataupun efek pada
foto saja. Dari manfaatnya pun HDR (High Dynamic Range) dapat
menyeimbangkan gelap-terangnya cahaya pada frame foto.
Dalam artian High Dynamic Range itu dinamika cahayanya lebih
disetarakan. Penerapannya pada foto landscape, arsitektur, human interest,
dan still life dapat berpengaruh untuk menyeimbangkan cahaya ekstrim
yang terdapat pada foto tersebut, serta dapat menimbulkan detail dan warna
yang lebih dibandingkan foto normal. Pada foto portrait atau beauty
portrait pun dapat memberikan efek detail retouching pada kulit, kemudian
rentang cahaya pada kulit pun bias diseimbangkan. Jadi teknik HDR (High
Dynamic Range) pada foto portrait ini hanya sebatas teknik pengolahan
atau editing dengan menggunakan HDR (High Dynamic Range), dan proses
pengambilan fotonya pun secara standart.
Kemudian pada foto bergerak, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
untuk kamera-kamera yang sudah memiliki fitur atau mode HDR (High
Dynamic Range), ataupun kamera-kamera smartphone yang sudah bisa
menggunakan aplikasi HDR (High Dynamic Range), foto bergerak secara
instan bisa dijadikan foto HDR (High Dynamic Range) dengan sekali foto.
Akan tetapi, dengan catatan bukan menggunakan kamera yang masih
mengandalkan mode bracketing pada kamera. Jadi prosesnya hanya sebatas
filtering atau pemberian efek saja pada foto tersebut. Secara teknis mungkin
tidak bisa, karna dalam bracketing pengambilan foto yang minimal 3
exposure foto yang berbeda-beda itu pasti komposisi fotonya tidak akan
sama, dikarnakan adanya pergerakan seper-sekian detik pada obyek foto
yang akan diambil.
Namun setelah saya pahami lebih jauh mengenai teknik HDR (High
Dynamic Range) ini, saya sudah bisa menyesuaikan dimana harus
menggunakan HDR (High Dynamic Range), dan dimana tidak harus
menggunakannya juga. Karna memang HDR (High Dynamic Range) ini
memiliki kelemahan juga, yang dimana ketika sebuah foto itu
pencahayaannya sudah baik dan seimbang, kemudian kita gunakan HDR
(High Dynamic Range), maka hasil fotonya pun menjadi tidak baik dan
tidak enak dilihat, yang ada jadi merusak dan menghilangkan estetika foto
tersebut. Jadi intinya, harus disesuaikan sesuai kebutuhannya.
TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN
Informan: Antoni Budi Mulia M
1. P : Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
I : HDR itu High Dynamic Range. Menurut saya HDR itu merupakan cara
untuk menyeimbangkan cahaya pada foto. Jaman sekarang banyak yang
ditakutkan oleh fotografer mengenai pencahayaan ekstrim pada frame foto,
seperti cahaya pada foto terlalu over atau pun under. Dan dari beberapa foto
yang sudah saya terapkan dengan HDR (High Dynamic Range), misalkan
seperti foto dengan background bangunan ataupun langit yang terlalu over,
dengan menggunakan HDR, saya masih bisa mengejar detailnya awan
ataupun detailnya bangunan pada foto tersebut. Jadi, pada intinya HDR
(High Dynamic Range) itu merupakan teknik penataan cahaya pada foto,
yang terkadang pada foto tersebut ada sisi gelap (under) dan sisi terang
(over). Dengan menggunakan HDR (High Dynamic Range) ini, kedua
bagian sisi cahaya tersebut bisa diseimbangkan dan diratakan.
2. P : Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu?
I : Menurut saya, perkembangannya semakin canggih, karna pada awalnya
untuk menciptakan foto HDR (High Dynamic Range) itu perlu bracketing
dan menggabungkan 3, 5 atau sampai 10 foto menggunakan software-
software yang sudah direkomendasikan. Dan pada era modernisasi
sekarang, sudah bisa menggunakan fitur atau mode HDR (High Dynamic
Range) langsung pada kamera dengan sekali foto saja, walaupun hasilnya
memang tidak sebaik dengan cara bracketing dan menggabungkan beberapa
foto dengan software. Salah satunya kamera Canon EOS 5D mark III yang
sudah memiliki fitur HDR (High Dynamic Range) tersebut.
Ditambah lagi dengan adanya aplikasi-aplikasi HDR (High Dynamic Range)
yang mudah di-download pada smartphone-smartphone yang semakin
canggih pula teknologinya, seperti Iphone dan smartphone lainnya. Jadi
yang bukan seorang fotografer pun dapat dengan mudah untuk bisa
menciptakan foto HDR (High Dynamic Range) langsung melalui kamera
smartphone-nya.
3. P : Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
DynamicRange) tersebut?
I : Untuk teknik yang pernah saya lakukan itu, menciptakan satu karyafoto
HDR (High Dynamic Range) dengan memotret 3 atau 5 sampai 6 frame foto
yang sama angle-nya, namun exposure-nya berbeda-beda. Kemudian, 3 foto
tersebut digabungkan melalui software yang akan merubah tampilan warna
dan detail tiap frame fotonya. Selain itu, pada saat pengambilan foto,
dibutuhkan keseimbangan. Yakni dibutuhkan atau tidaknya sebuah tripod
itu tergantung pada fotografernya.
Jika memang fotografer tersebut memiliki kelebihan pada tangannya yang
selalu stabil, mungkin tripod tidak dibutuhkan. Akan tetapi, alangkah
baiknya untuk menggunakan tripod agar pengambilan foto bisa dapat secara
maksimal. Pada intinya, manfaat dari tripod tersebut, guna
menyeimbangkan dan menyamakan komposisi satu frame foto dengan
frame foto yang lainnya.
4. P : Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
I : Saya biasanya memakai kamera DSLR, namun untuk kamera manual
atau analog saya belum mengetahui dan belum pernah mencobanya.
Jelasnya, saya sudah pernah memakai kamera DSLR Canon type EOS 600D
yang masih mengandalkan mode bracketing untuk mengambil 3 sampai 5
foto sama yang berbeda exposure-nya. Lalu, 3 sampai 5 foto tersebut
digabungkan menggunakan software. Software yang saya ketahui dan
pernah saya gunakan untuk me-merger dan menghasilkan foto HDR (High
Dynamic Range) itu software photomatix. Selain software tersebut, software
lainnya belum pernah saya coba. Yang jelas, photomatix merupakan salah
satu software yang disarankan untuk menghasilkan foto HDR (High
Dynamic Range).
Kemudian berdasarkan perkembangan kamera digital yang selalu diperbarui
dengan berbagai macam fitur tambahan, para fotografer pun sudah sangat
mudah untuk dapat menciptakan foto HDR (High Dynamic Range). Kamera
Canon EOS 5D mark III, yang saya ketahui sudah memiliki fitur atau mode
HDR (High Dynamic Range). Cara penggunaannya pun simple, hanya
mengganti pengaturannya dengan mode HDR (High Dynamic Range),
kemudian dengan sekali foto bisa langsung menghasilkan karya foto HDR
(High Dynamic Range).
5. P : Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Menurut saya, pemanfaatan sebenarnya tergantung dari selera
fotografernya. Tiap fotografer pasti ingin menciptakan karya foto yang baik
dan HDR (High Dynamic Range) merupakan salah satu teknik untuk
menjadikan sebuah karya foto itu baik. Jika memang pencahayaan yang
terdapat pada sebuah foto itu under ataupun over, salah satu cara untuk
menyeimbangkan dan meratakan pencahayaan tersebut yaitu dengan
menggunakan HDR (High Dynamic Range). Kemudian, selama ini saya
sudah membuat beberapa foto HDR (High Dynamic Range) pada foto
arsitektur, landscape, dan lainnya. Sebenarnya HDR (High Dynamic Range)
ini bisa digunakan pada semua kategori fotografi, karna memang
manfaatnya yang dapat memberikan efek warna dan detail yang lebih pada
foto, dan menerangkan sisi gelap, serta menggelapkan sisi yang terlihat
lebih terang pada foto tersebut.
Pada foto arsitektur, guna HDR (High Dynamic Range) ini tidak jauh untuk
mendapatkan detail lebih pada lekukan, garis, ataupun elemen-elemen yang
terdapat pada gedung. Dan pada foto portrait pun, guna HDR (High
Dynamic Range) ini untuk mendapatkan efek warna dan detail lebih pada
tekstur kulit, contour wajah dari model talent-nya. Namun, yang jadi
persoalannya ialah kembali lagi pada seorang fotografernya dan konsep
awal untuk membuat foto seperti apa yang diinginkannya. Foto HDR (High
Dynamic Range) ini pun bisa dijadikan keperluan untuk di-up load pada
media sosial sebagai luahan dan ekspresi dari fotografernya, bisa pula
dikomersilkan (diperjual-belikan) karyanya, dan tidak menutup
kemungkinan juga, karya-karya foto HDR (High Dynamic Range) ini
dipamerkan pada pameran foto atau pun seni rupa, karna memang foto
tersebut ini sangat unik, yang terlihat hampir sama seperti lukisan.
6. P : Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering menggunakan
HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan karya foto?
I : Saya cukup sering sekali menggunakan HDR (High Dynamic Range) tiap
menciptakan sebuah karya foto, karna seperti yang sudah saya jelaskan
sebelumnya, foto HDR (High Dynamic Range) ini memang cukup unik
tampilannya yang hampir menyerupai lukisan, dan dapat memanjakan mata.
Salah satu dosen saya pernah mengatakan bahwa sebuah karya foto yang
memiliki banyak warna itu merupakan salah satu karya yang dapat
memanjakan mata. Maka dari itu, beberapa foto hasil karya saya, sudah
menggunakan HDR (High Dynamic Range), agar dapat memanjakan mata
bagi penikmat foto diluar sana.
TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN
Informan: Hikmat Rachmatullah
1. P : Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
I : HDR itu disebut dengan rentang dinamika yang luas (High Dynamic
Range), yang merupakan sebuah teknik dengan cara menggabungkan
beberapa foto menjadi satu foto, agar dapat terlihat lebih detail. Biasanya
minimal pengambilan dari 3, 5 sampai 7 foto, yang kemudian digabungkan.
Sebuah perangkat keras kamera itu sensornya tidak seperti mata manusia
yang dapat melihat secara keseluruhan detailnya suatu obyek yang
dilihatnya. Namun, pada kamera hanya dapat menangkap cahaya yang
tampak gelap (under) dan terang (over), jadi dibutuhkanlah HDR (High
Dynamic Range) ini.
2. P : Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu?
I : Yang saya ketahui, perkembangan foto HDR(High Dynamic Range) itu
bermula dari seorang seniman lukis asal Prancis bernama Gustave Le Gray,
yang kemudian tertarik dan mempelajari tentang fotografi dan foto HDR
(High Dynamic Range). Dengan salah satu karya fotonya, ia merupakan
salah satu fotografer yang sangat berpengaruh pada foto HDR (High
Dynamic Range) di abad 19-an.
3. P : Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Pada teknik untuk menghasilkan foto HDR(High Dynamic Range) itu,
langkah pertama dengan menyiapkan sebuah tripod yang berfungsi sebagai
penopang kamera dan berguna untuk menyeimbangkan komposisi frame
foto yang ingin kita ambil agar tidak tergeser ataupun goyang. Kemudian,
mengatur setting-an kamera dengan menggunakan automatic bracketing
untuk dapat menghasilkan 3, 5 sampai 7 frame foto dengan shutter speed
yang bervariasi, yang dimana harus diatur menggunakan aperture priority
sesuai dengan speed yang diinginkan.
Setelah foto tersebut didapat, langkah selanjutnya untuk menggabungkan
minimal 3 foto tersebut tadi menggunakan sebuah software.
4. P : Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
I : Sebenarnya dengan menggunakan kamera standart yang sudah memiliki
mode automatic bracketing sudah bisa, seperti Canon EOS 1100D, Canon
EOS 500D. Dan ada pula kamera-kamera yang sudah dilengkapi dengan
fitur atau mode HDR (High Dynamic Range), yang saya ketahui seperti
kamera Canon EOS 5D mark III dan Nikon D600. Kamera tersebut sudah
bisa merekam foto HDR (High Dynamic Range) secara langsung dan
otomatis.
Namun, rata-rata fotografer masih banyak yang melakukannya secara
manual dengan bracketing yang minimal 3 foto, kemudian foto-foto tersebut
digabungkan dan diolah menggunakan software yang terdapat di luar
kamera, yaitu software photoshop, photomatix, dan lain-lain yang dapat
digunakan pada perangkat komputer. Karna memang dengan cara manual,
hasilnya bisa lebih soft dan lebih maksimal dibandingkan dengan
menggunakan mode HDR (High Dynamic Range) yang secara instan pada
kamera.
5. P : Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Manfaat HDR (High Dynamic Range) ini bisa diterapkan pada foto
arsitektur, karna sama halnya dengan foto landscape. Pada proses
pengambilan kedua foto tersebut, pencahayaannya terkadang tidak selalu
stabil, karna ada saja obyek yang gelap ataupun terlalu terang. Disitulah
HDR (High Dynamic Range) dibutuhkan untuk menyeimbangkan
pencahayaan dan memberikan tingkat detail yang tinggi pada foto tersebut.
Pada foto portrait pun, HDR (High Dynamic Range) dapat memberikan
detail yang lebih pada kulit, contour-contour yang ada pada wajah
modelnya, serta memberikan pencahayaan yang merata pada kulit. Begitu
juga dengan foto-foto lainnya.
Kemudian foto HDR (High Dynamic Range) ini bisa digunakan untuk
beberapa kepentingan seperti untuk dinikmati sendiri, dinikmati para
penikmat karya seni yang ditampilkan pada hiasan dinding, gallery foto,
serta pameran-pameran foto maupun seni rupa.
6. P : Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering menggunakan
HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan karya foto?
I : Tidak terlalu sering juga, karna teknik HDR (High Dynamic Range) ini
bisa dikatakan teknik yang agak rumit. Karna, prosesnya yang harus
mengambil beberapa angle foto yang sama, namun exposure-nya bervariasi.
Kemudian, penggabungan fotonya pada proses pengolahan dan editing
melalui software yang direkomendasikan. Jadi bagi saya pribadi, selama
kita masih bisa menghasilkan foto baik tanpa menggunakan HDR (High
Dynamic Range), ya kenapa tidak ! Yang pasti, kita harus memaksimalkan
dahulu skil lpada proses pengambilan foto dengan baik, sesuai dengan
seperti foto apa yang ingin kita buat. Adanya HDR (High Dynamic Range),
disesuaikan saja kebutuhannya.
TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN
Informan: Noval Afif
1. P : Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
I : Menurut saya, HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu
merupakan sebuah teknik yang berfungsi untuk memproduksi sebuah
jangkauan pencahayaan dinamis yang lebih luas. HDR (High Dynamic
Range) pun bisa menunjukkan lebih akuratnya jangkauan level intensitas
yang tampak pada pemandangan atau obyek sebenarnya sebuah foto.
Contohnya seperti cahaya matahari langsung atau cahaya bintang yang
lemah bisa lebih diseimbangkan dan didetailkan dengan menggunakan HDR
(High Dynamic Range).
2. P : Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu?
I : Seperti yang pernah baca, perkembangan foto HDR (High Dynamic
Range) ini bermula dari seni lukis yang menyebrang pada seni fotografi,
yang salah satunya dipengaruhi oleh seniman berkebangsaan Prancis,
Gustave Le Gray di abad 19-an.
3. P : Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Teknik membuat foto HDR (High Dynamic Range) itu, kita harus
mengambil beberapa foto yang minimal 3 frame foto dengan exposure yang
berbeda-beda, perhitungannya under exposure (+2 stop), normal (0 stop),
dan over exposure (-2 stop). Proses pengambilannya pun diusahakan
menggunakan tripod agar foto tidak goyang dan komposisinya tetap sama
dari satu foto dengan foto lainnya. Kemudian ketiga foto tersebut
digabungkan menggunakan software untuk pengolahan foto HDR (High
Dynamic Range). Hasilnya bisa lebih detail dan pencahayaannya pun lebih
merata dibandingkan dengan foto normal.
4. P : Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
I : Sekarang sudah banyak type-type kamera yang memiliki fitur HDR
(High Dynamic Range), yang saya ketahui kamera Pentax K7, dan masih
banyak lagi kamera-kamera lainnya yang saya tidak ketahui. Kemudian,
cara menggabungkan foto bisa menggunakan software seperti adobe
photoshop, dynamic photo HDR, photomatix, dan HDR photo studio.
5. P : Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Menurut saya, foto HDR (High Dynamic Range) ini bisa dimanfaatkan
untuk keperluan komersil, yang berarti karya foto HDR (High Dynamic
Range) ini bisa diperjual-belikan, karna memang sudah banyak peminat dan
penikmatnya. Kemudian, untuk porto folio saya sendiri, yang jika nantinya
ada pameran foto bisa diikut pamerkan. Foto HDR (High Dynamic Range)
sebenarnya bisa diterapkan pada foto landscape, arsitektur, portrait, hitam-
putih, still life, dan lain-lain. Karna memang fungsinya yang berguna untuk
meratakan pencahayaan obyek foto, memberikan efek warna yang
mencolok, dan menaikkan tingkat detail dari semua obyek yang terdapat
pada foto. Namun, tidak harus berlebihan dan kembali lagi pada tingkat
kebutuhan fotografernya.
6. P : Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering
menggunakan HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan karya
foto?
I : Saya sendiri tidak selalu sering menggunakan HDR (High Dynamic
Range) ini, namun pernah beberapa kali menerapkannya pada foto
landscape dan still life yang saya buat, lebih banyaknya foto landscape
disbanding foto still life. Menurut saya, keindahan dan keasrian HDR (High
Dynamic Range) itu bisa tertampak sekali penerapannya pada foto
landscape, karna karakternya yang dapat memberikan efek warna dan detail
yang mencolok itu hampir bisa disamakan dengan keaslian alam dari foto
tersebut.
TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN
Informan: Harry Setiawan
1. P : Menurut anda, apa HDR (High Dynamic Range) dalam fotografi itu?
I : HDR atau High Dynamic Range merupakan sebuah teknik yang
menggabungkan beberapa foto yang sama dengan exposure yang berbeda,
demi mendapatkan satu foto yang mendetail dan merata pencahayaannya.
Eksekusinya jika diterapkan dengan pengambilan foto landscape di siang
hari yang kondisi mataharinya sangat terik, pada saat itu pencahayaan yang
dapat ditangkap kamera pasti ekstrim sekali. Maka dari itu,
digunakannyalah HDR (High Dynamic Range) ini untuk menyeimbangkan
pencahayaan terang dan gelapnya foto yang ditangkap kamera pada saat
terik itu.
2. P : Menurut anda, bagaimana perkembangan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi itu?
I : Dari jaman kejaman, fotografi itu perkembangannya sangat cepat.
Menurut saya, setiap fotografer itu ingin menciptakan karya foto yang baik
dan lebih baik lagi. Dari situ, bermunculanlah teknik-teknik atau sesuatu
yang baru dari perkembangan fotografi ini, mengikuti sesuai perkembangan
digital. Kemudian, di abad 19-an mulai dikembangkannya teknik HDR
(High Dynamic Range) ini oleh salah seorang fotografer yang sangat
berpengaruh pada foto HDR (High Dynamic Range) tersebut.
3. P : Menurut anda, bagaimana teknik untuk membuat foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Tekniknya yang saya ketahui ada dua cara. Pertama secara manual,
dimana kita harus menggabungkan 3 atau sampai 7 foto menjadi satu foto
yang sebelumnya harus melakukan persiapan dengan menyediakan tripod
agar komposisi foto tersebut tidak bergeser posisinya. Kemudia nmengatur
setting-an menggunakan apperture priority pada kamera agar kita bisa
menentukan sendiri diafragma-nya, namun, untuk shutter speed-nya
ditentukan oleh kamera secara otomatis. Lalu, atur juga pada mode
automatic bracketing pada kamera, untuk dapat menghasilkan 3 atau sampai
7 frame foto dengan perhitungan exposure yang berbeda-beda.
Selanjutnya, ada pula teknik yang dapat dilakukan secara otomatis.
Sekarang sudah ada penambahan teknologi pada kamera untuk dapat
menghitung rentang cahaya, yaitu dengan diadakannya teknologi fitur HDR
(High Dynamic Range). Prakteknya hanya dengan mengatur setting-an
menggunakan mode HDR (High Dynamic Range) pada kamera. Cukup satu
kali jepretan atau rekam, bisa langsung menghasilkan fotoHDR (High
Dynamic Range) secara cepat dengan perhitungan shutter speed yang sudah
matang.
4. P : Menurut anda, kamera dan software apa yang dibutuhkan?
I : Sepengetahuan saya, semua kamera yang sudah memiliki mode
bracketing dan aperture priority itu sudah bisa menghasilkan foto HDR
(High Dynamic Range), contohnya seperti standar kamera Nikon D3200.
Lalu, ada pula kamera-kamera yang sudah dilengkapi dengan fitur HDR
(High Dynamic Range), jadi sudah dapat dengan mudah untuk membuat
foto HDR (High Dynamic Range) menggunakan kamera langsung.
Contohnya seperti kamera yang biasa sering saya pakai, yaitu kamera Nikon
type D5200. Saya pernah beberapa kali membuat foto HDR (High Dynamic
Range) langsung menggunakan kamera tersebut, namun hasilnya tidak
sebaik dengan hasil dari bracketing foto, penggabungan dan pengolahan
menggunakan software pada perangkat komputer, yakni software
photomatix pro yang pernah saya gunakan. Software tersebut sangat
direkomendasikan untuk mengolah fotoHDR (High Dynamic Range).
Fitur HDR (High Dynamic Range) pada kamera itu memiliki kelemahan,
walaupun shutter speed-nya sudah diatur dengan matang, namun hasilnya
masih dikatakan belum memuaskan, karna memang mode tersebut masih
dikendalikan oleh perangkat kamera. Dibandingkan dengan cara manual,
hasilnya terlihat lebih baik, karna kita sendirilah yang mengatur seberapa
pencahayaan atau exposure foto yang ingin digabung. Semakin banyak
exposure foto, maka semakin soft pula hasil fotoHDR (High Dynamic
Range) tersebut, sesuai dengan seperti foto yang kita inginkan.
5. P : Menurut anda, bagaimana pemanfaatan HDR (High Dynamic Range)
dalam fotografi? Dan untuk keperluan apa sajakah foto HDR (High
Dynamic Range) tersebut?
I : Saya sendiri, foto HDR (High Dynamic Range) itu untuk stock foto
pribadi, yang mungkin nantinya bisa diikut sertakan pada acara pameran
yang sesuai dengan temanya. Dan juga tidak menutup kemungkinan karya
foto HDR (High Dynamic Range) ini bisa untuk diperjual-belikan jika ada
yang tertarik.
6. P : Apakah anda merupakan salah satu fotografer yang sering
menggunakan HDR (High Dynamic Range) dalam tiap menciptakan karya
foto?
I : Saya lebih seringnya menggunakan HDR (High Dynamic Range) ini
untuk diterapkan pada foto landscape. Dengan HDR (High Dynamic
Range), foto tersebut bisa terlihat lebih detail, banyak memiliki warna
sesuai dengan yang kita inginkan, dan memberikan karakteristik yang
berbeda dari foto normal. Namun, HDR (High Dynamic Range) juga bisa
diterapkan pada foto arsitektur, portrait, human interest, dan foto-foto
lainnya.
KARYA-KARYA FOTO HDR (HIGH DYNAMIC RANGE)
Beberapa hasil karya foto HDR (High Dynamic Range) lainnya, peneliti
lampirkan sebagai berikut:
Foto HDR (High Dynamic Range) Karya Gilang Arasky. R. Manto
The Kathedral #2 (2012)
Tanjung Layar Sawarna Banten (2013)
Foto HDR (High Dynamic Range) Karya Antoni Budi Mulia. M
Senja (2015)
Building (2015)
Foto HDR (High Dynamic Range) Karya Noval Afif
A Part of The Violin (2015)
Ilustrasi Foto Dave Hill
Foto HDR (High Dynamic Range) Karya Golkariadi N. K
Jembatan Tengarong, Samarinda, Kalimantan Timur
Another Angle Of Sawarna
Monas Project
Akun Instagram Foto HDR (High Dynamic Range)
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @irfauzan
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @bullrockz_gp
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @rezapalupi
Foto HDR (High Dynamic Range) by: @poengmas_gi
Boots (Arthakker HDR (High Dynamic Range) Photography)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tb Achmad Maulana
Nama Panggilan : Tb / Una
Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 26 September 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Komp. Bakrie Link. Sukalila No. 40 Rt/Rw:
003/008 Kelurahan Kagungan Kec. Serang Banten
No. Telepon : 087871366486
RIWAYAT PENDIDIKAN
- SD Negeri Kelapa Dua, 2003.
- SMP La-Tansa, 2006.
- SMA La-Tansa, 2009.
- Universitas Sultan Ageng Tirtayasa-Ilmu Komunikasi, 2016.
top related