outlook indikator makro global dan sektor...
Post on 20-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
OUTLOOK INDIKATOR MAKRO GLOBAL DAN
SEKTOR PERTANIAN 2018
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian
nasional dan daerah. Demikian pentingnya peran tersebut menyebabkan pemerintah
melalui Kementerian Pertanian menetapkan target dan sasaran indikator keberhasilan
pembangunan sektor pertanian serta upaya-upaya untuk mencapainya sehingga
hasilnya dapat terukur.
Keberhasilan pembangunan sektor pertanian juga terkait dengan kinerja
perekonomian secara global, domestik dan program-program sektor lainnya.
Mempertimbangkan kebijakan makroekonomi adalah hal penting dalam menentukan
target dan kebijakan sektor pertanian sehingga diperlukan suatu analisis mengenai
keadaan historis, status terkini, kecenderungan yang terjadi, dan prospek indikator
makro sektor pertanian dengan memperhatikan perubahan ekonomi, sosial budaya,
kelembagaan dan teknologi (Setyanto et al. 2014).
Analisis outlook pertanian yang disusun dengan mempertimbangkan capaian
kegiatan pembangunan sebelumnya penting dilakukan sebagai dasar untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan dan kebijakan strategis yang dinamis. Hasil
analisisnya dapat digunakan untuk mendukung para pengambil kebijakan dalam
menentukan kebijakan yang tepat dari berbagai kemungkinan alternatif kebijakan
yang ada.
Berbagai outlook pertanian telah dibuat oleh banyak instansi dan lembaga
dengan bermacam cakupan dan variasi metode analisis. International Monetary Fund
(IMF), OECD, Worldbank, Bappenas, Kementerian Keuangan dan ADB adalah
beberapa contoh lembaga yang secara rutin menyusun outlook berbagai sektor
termasuk sektor pertanian dibanyak negara di dunia. Dengan metodologi yang terus
2
dibangun dan disempurnakan, lembaga-lembaga tersebut makin menghasilkan
outlook yang baik dan hasilnya menjadi acuan banyak negara dalam menentukan
kebijakan pembangunan. Membandingkan berbagai hasil outlook terkini dari
lembaga-lembaga tersebut dapat memberikan informasi peramalan pencapaian
indikator makro pembangunan pertanian seperti PDB pertanian, inflasi, ekspor-impor
pertanian, tenaga kerja sektor pertanian, investasi dan lain sebagainya.
Outlook indikator makro sektor pertanian ini akan merangkum berbagai hasil
outlook dari berbagai lembaga dan memproyeksi indikator makro pembangunan
pertanian pada periode 2017-2018 dengan pertimbangan bahwa hasil proyeksi akan
lebih akurat untuk jangka pendek dibandingkan jangka panjang.
1.2. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk memproyeksi dan menganalisis indikator makro
utama sektor pertanian tahun 2017. Secara spesifik, kajian ini akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Berapa proyeksi nilai PDB total, ekspor dan impor global periode 2017-2018?
2. Berapa proyeksi nilai PDB pertanian, tenaga kerja, ekspor dan impor pertanian
Indonesia pada periode 2017-2018?
3. Rekomendasi kebijakan apa yang dapat diberikan terkait hasil proyeksi indikator
makro sektor pertanian periode 2017-2018?
1.3. Luaran Penelitian
Luaran penelitian ini adalah data dan informasi proyeksi dan analisis indikator
makro sektor pertanian tahun 2017-2018. Secara spesifik, data dan informasi
tersebut mencakup:
1. Proyeksi nilai PDB total, inflasi, nilai tukar, ekspor dan impor global pada periode
2017-2018.
3
2. Proyeksi nilai PDB pertanian, tenaga kerja, ekspor dan impor pertanian Indonesia
pada periode 2017-2018.
3. Rekomendasi kebijakan terkait hasil proyeksi indikator makro sektor pertanian
periode 2017-2018.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Kajian ini menyediakan data dan informasi proyeksi dan analisis indikator
makro utama global dan nasional, dan sektor pertanian indonesia tahun 2017-2018,
yang bermanfaat sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan
kebijakan pertanian yang tepat dan antisipatif terhadap perubahan lingkungan
strategis yang dinamis.
Dampak kajian ini adalah para pengambil kebijakan di Kementerian Pertanian
dapat memilih dan menentukan target pembangunan pertanian yang lebih akurat dan
tepat menentukan program-program pembangunan untuk mencapai target indikator
makro sektor pertanian periode 2017-2018.
4
II. METODOLOGI
2.1. Kerangka Pemikiran
Kinerja perekonomian global akan mempengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Performa perekonomian nasional akan memperoleh respon dari tiap-tiap sektor
ekonomi nasional untuk memberikan kontribusi yang penting untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam
mendorong peningkatan perekonomian nasional (Gambar 1).
Untuk mendukung peningkatan pertumbuhan sektor pertanian, penting untuk
dilihat prospek ukuran pertumbuhan sektor pertanian melalui indikator sektor
pertanian, yang dalam kajian ini adalah indikator makro sektor pertanian. Prospek
indikator sektor pertanian akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan target
yang akan mendukung kinerja sektor pertanian.
Gambar 3.1. Kerangka pemikiran.
Kinerja Perekonomian Global
Ekonomi Nasional
Sektor Pertanian
Prospek Indikator Makro Sektor Pertanian
Target
Kebijakan Sektor Pertanian
Perubahan
Lingkungan dan
Kebijakan Strategis
5
Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan di sektor pertanian untuk
mengarahkan kinerja sektor pertanian untuk mencapai target-target yang telah
ditetapkan. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di
sektor pertanian juga diarahkan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan dan
kebijakan strategis.
2.2. Sumber Data dan Lokasi Kajian
Kajian ini akan menggunakan data dan informasi sekunder yang berasal dari
dalam negeri seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian atau sumber-
sumber lainnya, dan yang berasal dari luar negeri seperti dari the World Bank (WB),
International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), Organization of
Economic Cooperation and Development (OECD), BPS, Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2018 Presiden RI atau laporan hasil penelitian yang telah dipublikasikan
resmi dan yang tidak atau belum terpublikasikan resmi karena sifat data yang
dibutuhkan adalah yang terkini. Kajian ini juga akan melakukan verifikasi data di di
Provinsi di Jawa Barat untuk memperoleh informasi kondisi di lapang terkait
rekomendasi kebijakan yang akan diberikan.
2.3. Metode Analisis
Tujuan 1 akan dijawab dengan dengan menggunakan review hasil -hasil
penelitian dan hasil-hasil analisis yang telah ada, baik telah terpublikasi ataupun
belum, kemudian memproyeksi berbagai indikator makro Indonesia dan beberapa
negara di dunia (USA, Jepang, Eropa, China, India, Brasil).
Tujuan 2 akan dijawab dengan memproyeksi PDB sektor pertanian dan
masing-masing sub sektor pertanian pada quartal 4 tahun 2017 dengan
menggunakan metode Holt-Winters Additive Seasonal atau Holt-Winters Multiplicative
Seasonal. Hal ini dilakukan karena saat kajian mulai dilakukan BPS belum
menerbitkan PDB kuartal 4 tahun 2017 sehingga untuk menghitung PDB sektor
pertanian dan sub sektornya tahun 2017 dilakukan proyeksi untuk PDB kuartal 4
tahun 2017.
6
Untuk memilih penggunaan metode Holt-Winters Additive Seasonal atau Holt-
Winters Multiplicative Seasonal, tergantung dari pola historis yang ditampilkan data
dan nilai R2 yang lebih besar. Kedua metode ini, masing-masing terdiri dari satu
persamaan proyeksi dan tiga persamaan smoothing (Smooting Equation). Berikut
disampaikan persamaan-persamaan yang digunakan dalam masing-masing metode
Holt-Winters:
Persamaan pada metode Holt-Winters Additive Seasonal :
Ȳt+h|t = lt + bt + St-m+h+
m (Persamaan
proyeksi)………………….(1)
lt = 𝛼(Yt – St-m) + (1 – 𝛼)(lt + bt-1) (Level Smooting Equation)…………..(2)
bt = 𝛽* (lt – lt-1) + (1 – 𝛽*)bt -1 (Trend Smooting Equation)………….(3)
St = 𝛾 (Yt – lt-1 – bt-1) + (1 - 𝛾)St-m (Seasonal Smooting Equation)……..(4)
Dimana h+
m = [(h – 1) mod m] + 1 digunakan untuk memastikan estimasi seasonal
indeks dihitung dari PDB kuartal 3 tahun 2017 atau series data terakhir yang
digunakan, dan 𝛼, 𝛽, dan 𝛾 adalah smoothing parameters, dan m adalah jumlah
musim dalam setahun (number of seasons).
Bentuk error correction dari masing-masing model smoothing equation adalah
sebagai berikut:
lt = lt-1 + bt-1 + 𝛼 еt …………………………………………………………………….……………………(5)
bt = bt -1 + 𝛼𝛽* еt ……………………………………………………………………………………………(6)
St = St-m + 𝛾 еt ……………………………………………………………………………………………….(7)
Sehingga untuk menghitung besarnya error forcasting adalah sebagai berikut:
еt = Yt – (lt-1 + bt-1 + St-m)
Persamaan pada metode Holt-Winters Multiplicative Seasonal adalah sebagai berikut:
Ȳt+h|t = (lt + bt) * St-m+h+
m (Persamaan proyeksi)…………………(8)
7
lt = 𝛼 Yt
St−m +(1 – 𝛼)(lt-1 + bt-1) (Level Smooting Equation)……….…(9)
bt = 𝛽* (lt – lt-1) + (1 – 𝛽*)bt -1 (Trend Smooting Equation)……....(10)
St = 𝛾 Yt
(lt−1 + bt−1) + (1 - 𝛾)St-m (Seasonal Smooting Equation)……(11)
Bentuk error correction dari masing-masing model smoothing equation adalah
sebagai berikut:
lt = lt-1 + bt-1 + 𝛼 еt
St−m …………………………………………………………………………………..(12)
bt = bt-1 + 𝛼𝛽* еt
St−m …………………………………………………………………………………….(13)
St = St + 𝛾 еt
(lt−1 + bt−1) …………………………………………………………………………………..(14)
Sehingga untuk menghitung besarnya error forcasting adalah sebagai berikut:
еt = Yt – (lt-1 + bt-1)St-m …………………………………………………………………………………(15)
Setelah PDB kuartal 4 tahun 2017 diproyeksi, kemudian nilai PDB sektor
pertanian dan sub sektor pertanian dihitung dengan menggunakan kenaikan PDB
berdasarkan target RKP Presiden RI 2018. Selanjutnya, dengan menggunakan nilai
produksi target 2018 masing – masing komoditas unggulan yang telah ditargetkan
kementan, dihitung besaran nilai target PDB sub sektor pertanian yang diuraikan
dalam PDB komoditas unggulan dengan formula berikut:
PDB komoditasi = Prod * Pt * Coeff I-O …………………………………………………………..(16)
Dimana:
Prod = target produksi/produksi komoditas i tahun 2018.
Pt = harga tahun t
Coeff I-O = perbandingan nilai total input domestik atas harga dasar 2010 (kode
2100 di Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut
185 produk, 2010) dengan nilai tambah bruto (PDB) atas harga dasar
2010.
8
Untuk komoditas yang produksinya tidak ditargetkan oleh Kementerian Pertanian,
produksi tahun 2018 dihitung dengan metode tren polinomial sesuai ketersediaan
data.
PDB masing-masing komoditas dalam sub sektor yang sama dijumlahkan dan
kemudian dibandingkan dengan target PDB sub sektor, jika target sub sektor lebih
besar, harus ada perhitungan PDB tambahan dari komoditas yang produksinya tidak
ditargetkan Kementerian Pertanian.
Impor sektor pertanian
Impor pertanian Indonesia diasumsikan ditentukan oleh permintaan (demand
determined). Teori ekonomi menyatakan bahwa permintaan impor ditentukan oleh
PDB nasional dan nilai tukar riil (real exchange rate).
𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑓(𝐺𝐷𝑃, 𝑅𝐸𝑋𝑅)
..................................................................................(17)
di mana,
ImporP = Nilai pada harga konstan impor sektor pertanian
GDP = GDP total
REXR = Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS.
Nilai tukar riil rupiah diperoleh dari:
𝑅𝐸𝑋𝑅 = 𝐸𝑋𝑅. 𝐼𝐻𝐾−𝑈𝑆𝐴
𝐼𝐻𝐾−𝐼𝑁𝐴........................................................................................(18)
di mana,
EXR = nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar AS
IHK-INA = indeks harga konsumen Indonesia
IHK-USA = indeks harga konsumen Amerika Serikat
EXR, IHK-INA dan IHK-USA diproyeksikan dengan exponential smoothing model.
Model linier permintaan impor dapat dituliskan sebagai berikut:
𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑎 + 𝑏 𝐺𝐷𝑃 + 𝑐 𝑅𝐸𝑋𝑅.........................................................................(19)
Model permintaan impor tersebut diduga dengan metode regresi sederhana
(OLS). Untuk melihat kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan jangka panjang
9
maka dalam proses estimasi dilakukan juga uji kemungkinan lag dependent variable
sebagai independent variable Dengan demikian, model; akhir fungsi perilaku impor
pertanian ialah:
𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑎 + 𝑏 𝐺𝐷𝑃 + 𝑐 𝑅𝐸𝑋𝑅 + 𝑑 𝐿𝑎𝑔 (𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑃)..............................................(20)
Nilai impor pertanian dapat diproyeksikan apabila koefisien regresi (8) telah
berhasil diduga, sementara total GDP Indonesia dan nilai tukar riil rupiah telah selesai
diproyeksikan dengan cara yang telah dijelaskan di atas.
Ekspor sektor pertanian
Seperti halnya impor, ekspor pertanian Indonesia juga diasumsikan ditentukan
oleh permintaan (demand determined). Teori ekonomi menyatakan bahwa
permintaan ekspor ditentukan oleh PDB global dan nilai tukar riil (real exchange
rate). Model umum permintaan atas ekspor pertanian Indonesia dituliskan sebagai
berikut:
𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑓(𝐺𝐷𝑃𝐺, 𝑅𝐸𝑋𝑅)...............................................................................(21)
di mana
EksporP = Nilai pada harga konstan ekspor sektor pertanian Indonesia
GDPG = GDP global
REXR = nilai tukar riil rupiah (lihat persamaan (6))
Model linier permintaan ekspor dapat dituliskan sebagai berikut:
𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑎 + 𝑏 𝐺𝐷𝑃𝐺 + 𝑐 𝑅𝐸𝑋𝑅......................................................................(22)
Model permintaan ekspor tersebut diduga dengan metode regresi sederhana
(OLS). Kemungkinan lag dependent variable sebagai independent variable juga diuji
dalam proses estimasi. Dengan demikian, model akhir perilaku impor pertanian ialah:
𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟𝑃 = 𝑎 + 𝑏 𝐺𝐷𝑃𝐺 + 𝑐 𝑅𝐸𝑋𝑅 + 𝑑 𝐿𝑎𝑔 (𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟𝑃)........................................(23)
Model regresi (10) diduga dengan metode regresi sederhana (OLS). Nilai
ekspor pertanian dapat diproyeksikan apabila koefisien regresi pada persamaan (10)
10
telah berhasil terduga, sementara total GDP Indonesia dan nilai tukar riil rupiah telah
selesai diproyeksikan dengan cara yang telah dijelaskan di atas.
Tenaga Kerja Pertanian
Teori ekonomi menyatakan bahwa serapan tenaga kerja sektor pertanian di
negara sedang berkembang terutama ditentukan oleh PDB Pertanian dan PDB Non-
Pertanian. Dengan demikian, bentuk umum perilaku serapan tenaga kerja Pertanian
dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑇𝐾𝑃 = (𝐺𝐷𝑃𝑃, 𝐺𝐷𝑃𝑁𝑃)...............................................................................(24)
Dimana,
TKP = jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (jiwa).
GDPP = GDP Pertanian (Rp milyar).
GDPNP= GDP Non-Pertanian (Rp milyar).
Dampak PDB Pertanian dan PDB Non-Pertanian terhadap serapan tenaga kerja
Pertanian dapat terjadi secara seketika (instantenous, pada periode sama) dan secara
kemudian (time lag). Dampak kemudian dapat terjadi karena perubahan serapan
tenaga kerja tersebut harus melalui suatu proses yang membutuhkan waktu seperti
perpindahan lokasi atau mobilitas angkatan kerja. Oleh karena itu, model umum
serapan tenaga kerja pertanian mungkin saja berbentuk Auto Regressive Distributed
Lag (ARDL). Selain itu, bentuk model dapat berupa linier dalam level atau dapat pula
berbentuk logaritma linier. Dalam kajian ini, bentuk model yang diujicobakan ialah
logaritma linier, sebagai berikut:
LTKP = a + b LGDPP + c LGDPPL + d LGDPNP + e LGDPNPL + f LTKPL ..........….(25)
LTKP= Logaritma serapan tenaga kerja pertanian (TKP)
LTKPL = Lag LTKP
LGDPP = Logaritma GDP Pertanian (GDPP)
LGDPPL = Lag LGDPP
LGDPNP = Logaritma GDP Non-Pertanian (GDPNP)
11
LGDPNPL = Lag LGDPNP
Model (12) dapat diduga dengan metode regresi sederhana (OLS). Kiranya
dicatat bahwa GDPP dan GDPNP dapat diproyeksikan dengan metode yang telah
diuraikan sebelumnya. Dengan demikian, apabila koefisen regresi pada persamaan
(12) telah diperoleh maka proyeksi serapan tenaga kerja Pertanian akan dapat pula
diperoleh dengan mudah. Rekomendasi kebijakan (Tujuan 4) dirumuskan
berdasarkan pada hasil dari Tujuan 1, Tujuan 2 dan Tujuan 3.
III. PROSPEK PEREKONOMIAN DUNIA
3.1. Pertumbuhan Ekonomi
Secara keseluruhan, perekonomian dunia terus menunjukkan kecenderungan
semakin membaik sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan laju pertumbuhan
produksi global dari 3,2%/tahun pada 2016 menjadi 3,6%/tahun pada 2017 dan
3,7%/tahun pada 2018 (Tabel 3.1). Perekonomian dunia mengalami perbaikan
sangat signifikan pada pada 2017. Walau peningkatannya tidak sebesar pada 2017,
laju pertumbuhan perekonomian dunia diperkirakan tetap mengalami peningkatan
pada 2018. Hal ini menunjukklan bahwa perekonomian dunia secara umum terus
mengalami perbaikan.
Perbaikan perekonomian dunia itu terutama terjadi di negara-negara sedang
berkembang. Setelah mengalami perbaikan nyata pada 2017, pertumbuhan ekonomi
di negara-negara maju mengalami perlambatan pada 2018. Sebagaimana terlihat
pada Tabel 3.1, laju pertumbuhan kelompok negara-negara maju mengalami
peningkatan dari 1,7%/tahun pada 2016 menjadi 2,2%/tahun pada 2017, lalu
kemudian diperkiran akan menurun menjadi 2,0%/tahun pada 2018. Penurunan laju
pertumbuhan PDB itu terjadi di hampir semua negara-negara maju. Negara maju
yang diperkirakan mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi ialah Amerika
12
Serikat (AS) dan Singapura. Perekonomian AS yang konsisten membaik dapat
menjadi lokomotif perbaikan ekonomi dunia.
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dunia terutama berasal dari
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang berkembang dari
4,3%/tahun pada 2016 menjadi 4,6%/tahun pada 2017, lalu menjadi 4,9%/tahun
pada 2018. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi pada 2018 terutama terjadi di
negara-negara sedang berkembang di Afrika, Timur Tengan dan Amerika Latin.
Setelah anjlok dari 5,0%/tahun pada 2016 menjadi 2,6%/tahu pada 2017, laju
pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang Timur Tengah, Afganistan,
Pakistan, Afrika Utara secara agregat kembali meningkat menjadi 3,5%/tahun pada
2018. Perekonomian negara-negara sedang berkembang di Amerika Latin dan Karibia
juga terus mengalami perbaikan setelah mengalami depresi pada 2016. Hal sama
juga terjadi di kawasan Sub Sahara Afrika.
Tabel 3.1. Laju pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara terpilih 2016-2018
(%/Tahun).
No Kelompok/Negara 2016 2017 2018
1 Dunia 3.2 3.6 3.7
2 Negara Maju 1.7 2.2 2.0
a Amerika serikat 1.7 2.2 2.3
b Jerman 1.9 2.0 1.8
c Perancis 1.2 1.6 1.8
d Belanda 2.2 3.1 2.6
e Italia 0.9 1.5 1.1
f Inggris 1.8 1.7 1.5
g Jepang 1.0 1.5 0.7
h Kanada 1.5 3.0 2.1
i Korea 2.8 3.0 3.0
j Singapura 2.0 2.5 2.6
3 Negara sedang berkembang 4.3 4.6 4.9
a Asia 6.4 6.5 6.5
China 6.7 6.8 6.5
India 7.1 6.7 7.4
Indonesia 5.0 5.2 5.3
b Commonwealth of Independent states
0.4 2.1 2.1
13
Rusia –0.2 1.8 1.6
c Timur Tengah, Afganistan, Pakistan, Afrika Utara
5.0 2.6 3.5
Saudi Arabia 1.7 0.1 1.1
Mesir 4.3 4.1 4.5
d Sub Sahara Afrika 1.4 2.6 3.4
Nigeria –1.6 0.8 1.9
Afrika Selatan 0.3 0.7 1.1
e Amerika Latin dan Karibia –0.9 1.2 1.9
Brazil –3.6 0.7 1.5
f Negara berkembang Eropa 3.1 4.5 3.5 Sumber: IMF (2017).
Laju pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang di Asia secara
agregat diperkirakan tidak mengalami perubahan pada 2018, tetap tumbuh
6,6%/tahun. Laju pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang di Asia
masih tetap menjadi yang teringgi di dunia. Tiga negara kunci di kawasan ini ialah
China, India dan Indonesia. Perekonomian China diperkirakan tumbuh 6,5%/tahun
pada 2018, sedikit menurun dari 6,8%/tahun pada 2017. Perekonomian India
diperkirakan akan mengalami akselerasi kembali pada 2018 dengan laju pertumbuhan
7,4%/tahum, meningkat signifikan dari 6,7%/tahun pada 2016 dan melebihi laju
pertumbuhan pada 2016 sebesar 7,1%/tahun.
Kiranya perlu dicatat secara khusus bahwa IMF (2017) memperkirakan bahwa
perekonomian Indonesia akan terus mengalami percepatan pertumbuhan. Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 5,0%/tahun pada
2016 menjadi 5,2%/tahun pada 2017 dan 5,3%/tahun pada 2018. Laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia memang masih di bawah laju pertumbuhan perekonomian
agregat negara-negara sedang berkembang di Asia namun jauh lebih tinggi dari laju
pertumbuhan perekonomian agregat negara-negara sedang berkembang dunia
secara keseluruhan.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 diperkirakan sedikit
lebih baik dari pada tahun 2017. Perbaikan perekonomian dunia itu terjadi karena
perbaikan perekonomian negara-negara berkembang. Kecuali Amerika Serikat,
perekonomian negara-negara maju pada tahun 2018 diperkirakan lebih buruk dari
14
pada tahun 2017. Oleh karena itu, Indonesia perlu menjalin kerjasama lebih lebih
luas dan intensif dengan negara-negara berkembang yang konsisten memiliki
pertumbuhan tinggi seperti India, China, dan negara-negara sesama anggota ASEAN.
3.2. Inflasi
Secara umum, inflasi pada tataran global terkendali pada tingkat yang rendah.
Inflasi di negara-negara maju terjaga kurang dari 2,0%/tahun sementara di negara-
negara sedang berkembang terjaga kurang dari 5,0%/tahun. Inflasi di negara-negara
maju meningkat dari 0,8%/tahun pada 2016 menjadi 1,7%/tahun pada 2017 dan
diperkirakan tetap 1,7%/tahun pada 2017 sementara di negara-negara sedang
berkembang menurun dari 4,3%/tahun pada 2016 menjadi 4,2%/tahun pada 2017,
lalu meningkat kembali menjadi 4,4%/tahun pada 2017 (Tabel 3.2). Negara-negara
maju toidak ada lagi yang mengalami deflasi sejak 2017.
Tabel 3.2. Laju inflasi dunia dan negara-negara terpilih 2016-2018 (%/Tahun).
No Kelompok/Negara 2016 2017 2018
1 Negara Maju 0.8 1.7 1.7
a Amerika serikat 1.3 2.1 2.1
b Jerman 0.4 1.6 1.5
c Perancis 0.3 1.2 1.3
d Belanda 0.1 1.3 1.4
e Italia –0.1 1.4 1.2
f Inggris 0.7 2.6 2.6
g Jepang –0.1 0.4 0.5
h Kanada 1.4 1.6 1.8
i Korea 1.0 1.9 1.9
j Singapura –0.5 0.9 1.3
2
Negara sedang berkembang
4.3
4.2
4.4
a Asia 2.8 2.6 3.2
China 1.8 2.4 2.6
India 3.8 4.9 5.0
Indonesia 4.0 3.9 3.5
b Commonwealth of Independent states
8.3 5.8 5.2
Rusia 7.0 4.2 3.9
15
c Timur Tengah, Afganistan,
Pakistan, Afrika Utara
5.1 6.8 7.7
Saudi Arabia 3.5 –0.2 5.0
Mesir 10.2 23.5 21.3
d SubSahara Afrika 11.3 11.0 9.5
Nigeria 15.7 16.3 14.8
Afrika Selatan 6.3 5.4 5.3
e Amerika Latin dan Karibia 5.6 4.2 3.6
Brazil 8.7 3.7 4.0
f Negara berkembang Eropa 3.3 6.0 5.7 Sumber: IMF (2017).
Variasi tingkat inflasi antar negara-negar maju relatif kecil, hanya berkisar 0,5-
2,6 persen per tahun. Namun, variasi inflasi antar negara-negara sedang
berkembang relatif tinggi, bahkan di beberapa negara tingkat inflasi tergolong tinggi
seperti di Nigeria di 14.8%/tahun dan di Mesir 21.3%/tahun pada 2018.
Tingkat inflasi di Indonesia diperkirakan tetap terjaga rendah, di bawah
5%/tahun, dan cenderung turun secara konsisten. Tingkat inflasi di Indonesia
menurun dari 4,0%/tahun pada 2016 menjadi 3,9%/tahun pada 2017 dan
3,5%/tahun pada 2017. Tingkat inflasi yang stabil rendah kondusif bagi pertumbuh-
kembangan ekonomi dan baik untuk kesejahteraan penduduk, khususnya yang
berpendapatan rendah. Inflasi yang stabil rendah juga bermanfaat menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah.
3.3. Harga dan Perdagangan Barang dan Jasa.
Setelah secara umum, kecuali barang makanan, turun nyata pada 2016, harga
barang dagangan di pasar internasional mengalami rebound dan meningkat pada
2017 lalu melambat atau menurun pada 2018. Harga minyak bumi yang anjlok
15,7% pada 2016, mengalami rebound dan melonjak hingga 17,4% pada 2017,
diperkirakan akan mengalami pelandaian dan bahkan kembali menurun walau tidak
begitu tajam sebesar -0,2% (Tabel 3.3).
Tabel 3.3. Laju peningkatan harga barang dagangan dunia 2016-2018 (%/Tahun).
No Kelompok barang 2016 2017 2018
16
1 Minyak bumi –15.7 17.4 –0.2
2 Logam –5.4 20.6 1.4
3 Manufaktur –5.2 1.5 1.0
4 Makanan 2.1 3.6 1.1
5 Minuman –5.0 –8.7 0.6
6 Bahan baku pertanian –5.7 2.1 –2.5 Sumber: IMF (2017).
Pola perubahan harga kelompok komoditas logam mirip minyak bumi,
menurun nyata sebesar -5,4% pada 2016, rebound dan melonjak luar biasa sebesar
20,6% pada 2017 lalu melambat menjadi 1,4% pada 2018. Harga barang manufaktur
yang menurun 5,2% pada 2016, rebound dan meningkat 1,5% pada 2017,
diperkirakan masih tetap meningkat sebesar 1,0% pada 2018. Harga minyak bumi,
logam, dan manufaktur termasuk penentu utama pertumbuhan ekonomi dan inflasi di
hampir seluruh negara di dunia.
Harga barang makanan meningkat konsisten walau dengan laju bervariasi
antar tahun. Laju peningkatan pada 2016 mencapai 2,1%, mengalami akselerasi
yang direfleksikan oleh peningkatan laju pertumbuhan menjadi 3,6% pada 2017, lalu
melambat menjadi 1,1% pada 2018. Bahan makanan berasal dari hasil produksi
usaha pertanian. Harga bahan makanan yang diperkirakan akan masih terus
meningkat pada 2018 dapat menjadi pendorong pertumbuhan pertanian pada 2018.
Harga barang minuman yang menurun tajam sebesar -5,0% pada 2017 dan
berlanjut lebih parah menjadi -8,7% pada 2017, diperkirakan akan mengalami
bottom out dan rebound sehingga mengalami peningkatan walau tidak begitu besar
yakni 0,6% pada 2018. Banyak barang minimum menggunakan produk pertanian
sebagai bahan baku. Dengan demikian, prakiraan bahwa harga minuman akan
mengalami bottom out dan rebound pada 2018 dari anjlok berkelanjutan pada 2016-
2017 merupakan peluang pertumbuhan pertanian 2018.
Harga bahan baku pertanian (komoditas pertanian primer) yang menurun
5,7% pada 2016, dan mengalami rebound dan meningkat 2,1% pada 2017,
diperkirakan akan mengalami leveling off lalu menurun kembali sebesar 2,5% pada
17
2018. Penurunan harga komoditas pertanian di pasar dunia tidak kondusif untuk
pemacuan ekspor hasil pertanian.
3.4. Volume dan Nilai Tukar Perdagangan.
Volume perdagangan (rata-rata ekspor dan impor) barang dan jasa dunia
meningkat nyata dari 2,4% pada 2016 menjadi 4,2% pada 2017 dan selanjutnya
diperkirakan tetap tumbuh menjadi 4.0% pada 2018 (Tabel 3.4). Laju pertumbuhan
volume ekspor (impor) negara-negara maju selalu lebih rendah (lebih tinggi) dari
pada negara-negara berkembang. Negara-negara maju memiliki laju tumbuhan
pertumbuhan volume ekspor yang selalu lebih tinggi dari laju pertumbuhan volume
impor, sedangkan negara-negara berkembang memiliki laju tumbuhan pertumbuhan
volume ekspor yang selalu lebih rendah dari laju pertumbuhan volume impor.
Tabel 3.4. Laju pertumbuhan volume dan nilai tukar perdagangan barang dan jasa
dunia 2016-2018 (%/Tahun).
No Kelompok/Negara 2016 2017 2018
1 Volume rerata 2.4 4.2 4.0
a Ekspor
i Negara maju 2.2 3.8 3.6
ii Negara berkembang 2.5 4.8 4.5
b
Impor
i Negara maju 2.7 4.0 3.8
ii Negara berkembang 2.0 4.4 4.9
2
Nilai tukar perdagangan
a Negara maju 0.9 –0.4 0.2
b Negara berkembang –1.2 0.1 –0.5 Sumber: IMF (2017).
Laju pertumbuhan ekspor negara-negara maju meningkat nyata dari 2,2%
pada 2016 menjadi 4.0% pada 2017 lalu diperkirakan sedikit menurun menjadi 3,6%
pada 2018, sedangkan laju pertumbuhan ekspor Laju pertumbuhan ekspor negara-
negara berkembang dari 2,5% pada 2015 menjadi 4,8% pada 2017, lalu menjadi
4,5% pada 2018.
18
Kecenderungan laju perubahan volume impor negara-negara maju tidak selalu
searah dengan kecenderungan laju perubahan volume impor negara-negara
berkembang. Laju pertumbuhan volume impor negara-negara maju meningkat nyata
dari 2,7% pada 2016 menjadi 4,0% pada 2017, lalu diperkirakan melambat menjadi
3,8% pada 2018. Sama seperti negara-negara maju, laju pertumbuhan volume
impor negara-negara maju meningkat nyata pada 2017, yakni menjadi 4,4% dari
2,0% di tahun 2016. Kalau pertumbuhan volume impor negara-negara maju
mengalami perlambatan pada 2018, pertumbuhan volume impor negara-negara
berkembang mengalami akselerasi menjadi 4,9% dari 4,5% pada 2017.
Kecenderungan perubahan nilai tukar perdagangan negara-negara maju
berkebalikan dengan negara-negara berkembang. Untuk negara-negara maju, nilai
tukar perdagangan meningkat 0,9% pada 2016, menurun 0,4% pada 2017 dan
meningkat kembali sebesar 0,2% pada 2018. Sebaliknya untuk negara-negara
berkembang, nilai tukar perdagangan menurun 1,2% pada 2016, meningkat 0,1%
pada 2017 dan menurun kembali sebesar 0,5% pada 2018.
Secara umum dapat dikatakan bahwa prospek perdagangan global pada 2018
tetap cukup baik. Laju pertumbuhan volume perdagangan tetap cukup tinggi, yakni
sekitar 4,0, sedikit lebih rendari dari pada 2017 yang mencapai 4,2% namun jauh
lebih tinggi dari pada 2016 yang hanya 2,4%. Pada 2018, nilai tukar perdagangan
lebih menguntungkan negara-maju dibandingkan negar-negara berkembang.
3.5. Neraca Perdagangan.
Walau nilai nominalnya fluktuatif, neraca perdagangan dunia surplus
konsinten, meningkat nyata dari $US264.9 milyar pada 2016 menjadi $US 298.6
milyar pada 2017, lalu menurun tajam menjadi $US221.0 milyar pada 2018. Jika
dipilah menurut tingkat kemajuan ekonomi, kelompok negara-negara maju serlalu
mengalami surplus perdagangan sementara kelompok negara-negara berkembang
selalu mengalami defisit perdagangan. Surplus perdagangan negara-negara maju
meningkat dari $US361.1 milyar pada 2016 menjadi $US390.6 milyar pada 2017, lalu
19
menurun kembali menjadi $US368.3 milyar pada 2018. Defisit perdagangan negara-
negara maju menurun dari $US–96.2 milyar pada 2016 menjadi $US–92.0 milyar
pada 2017, lalu melonjak menjadi $US–147.2 milyar pada 2018 (Tabel 3.5).
Negara dengan defist perdagangan terbesar ialah Amerika Serikat (AS). Tidak
saja nilainya amat besar, defisit perdagangan AS meningkat terus dari $US451.7
milyar pada 2016 menjadi $US462.0 milyar pada 2017, lalu menjadi $US528.7 milyar
pada 2018. Defisit perdagangan AS melebihi surplus perdagangan dunia maupun
surplus perdangan seluruh negara-negara maju. Negara maju lain yang memiliki
defisit perdagangan besar ialah Inggris, Kanada dan Perancis. Defisit perdagangan
ketiga negara ini diperkirakan menurun pada tahun 2018.
Tabel 3.5. Perkembangan neraca perdagangan global dan rincian menurut kategori
dan negara-negara terpilih 2016-2018 (Milyar US $).
No Kelompok/Negara 2016 2017 2018 Dunia 264.9 298.6 221.0
1
Negara Maju
361.1
390.6
368.3
a Amerika serikat –451.7 –462.0 –528.7
b Jerman 290.4 296.0 304.3
c Perancis –24.7 –28.9 –21.4
d Italia 47.3 52.8 47.5
e Spanyol 23.8 28.3 24.3
f Inggris –114.5 –91.4 –86.6
g Jepang 188.1 175.0 191.1
h Kanada –50.5 –55.6 –51.2
2
Negara sedang berkembang
–96.2
–92.0
–147.2
a China 196.4 162.5 152.0
b India –15.2 –33.7 –40.5
d Pakistan –128.2 –60.1 –54.4
e Rusia 25.5 41.5 48.4
f Brazil –23.5 –29.0 –39.2
g Meksiko –23.0 –19.8 –25.2
h Afrika Selatan –9.6 –9.8 –11.8 Sumber: IMF (2017).
20
Berdasarkan konsep neraca pembayaran luar negeri, defisit neraca
perdagangan (trade account) pastilah ditutupi oleh surplus neraca modal (capital
account). Dengan demikian, AS yang memiliki defisit neraca perdagangan amat besar
pastilah memiliki surplus modal yang amat besar pula. Surplus neraca modal
menunjukkan surplus neraca modal menunjukkan surplus aliran dana internasional ke
dalam negeri utamanya untuk investasi aset perbankan, pasar modal dan investasi
langsung. Fakta bahwa AS memiliki surplus neraca modal yang amat besar adalah
bukti kepercayaan masyarakat internasional untuk berinvestasi di negara tersebut.
Kepercayaan itulah yang terutama menopang stabilitas nilai tukar dollar AS.
Negara yang paling besar surplus neraca perdagangannya ialah Jerman,
Jepang dan China. Surplus perdagangan Jerman terus meningkat dari $US290.4
milyar pada 2016 menjadi $US296.0 milyar pada 2017, lalu menjadi $US304.3 milyar
pada 2018. Jerman merupakan pilar utama penopang perekonomian Uni Eropa.
Secara agregat, Uni Eropa selalu mengalami surplus, walau fluktuatif antar tahun.
Surplus perdagangan Uni Eropa terus menurun dari $US412.7 milyar pada 2016
menjadi $US162.5milyar pada 2017, lalu menjadi $US402.9 milyar pada 2018.
Peningkatan surplus perdagangan dapat menjadi pendukung stabilitas nilai Euro pada
2018.
Surplus perdagangan Jepang fluktuatif, menurun dari $US188.1 milyar pada
2016 menjadi $US175.0 milyar pada 2017, lalu meningkat lagi menjadi $US191.1
milyar pada 2018. Peningkatan surplus perdagangan tersebut dapat menjadi faktor
pendukung stabilitas nilai Yen (mata uang Jepang) dari tekanan penurunan laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018.
China adalah negara berkembang yang memiliki nilai surplus perdagangan
terbesar. Surplus perdagangan China menurus terus dalam tiga tahun terakhir, dari
$US196.4 milyar pada 2016 menjadi $US162.5 milyar pada 2017, lalu meningkat lagi
menjadi $US152.0 milyar pada 2018. Penurunan surplus neraca perdagangan dan
laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan membuat nilai mata uang Yuan tidak
akan menguat nyata pada tahun 2018.
21
Negara sedang berkembang yang paling besar nilai defisit perdagangannya
ialah Pakistan, India, Brazil, dan Meksiko. India dan Pakistan termasuk sasaran
ekspor urtama bebarapa produk pertanian Indonesia. Walau masih sangat besar,
defisit neraca perdagangan Pakistan diperkirakan akan terus menurun pada periode
tahun 2017 dan 2018. Laju pertumbuhan ekonomi Pakistan juga diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan sehingga mata uang Pakistan diperkirakan akan
menguat pada tahun 2018.
Sementara itu, defisit neraca perdagangan India diperkirakan akan terus
meningkat pada periode pada tahun 2017 dan 2018. Namun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi India termasuk yang paling tinggi di dunia dan diperkirakan
akan mengalami akselerasi pada tahun 2018. India merupakan pasar yang sangat
prospektif bagi aneka barang ekspor pertanian India.
3.6. Ekonomi Makro Indonesia.
Target atau asumsi indikator ekonomi makro Indonesai pada tahun 2018
sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2017
tentang Rencana Kerja Pemerintah (Presiden RI, 2017) ditampilkan pada Tabel 3.6.
Laju pertumbuhan PDB diperkirakan mencapai 5,2% pada 2017, meningkat dari
5,2% pada 2016. Pemerintah menargetkan bahwa pada 2018, laju pertumbuhan PDB
berkisar (5,2-5,6)% atau nilai tengah 5,4% yang berarti mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 5,2%.
Tabel 3.6. Sasaran atau asumsi indikator ekonomi makro Indonesa pada tahun 2018.
No Indikator Unit 2016 2017 2018
1 Laju pertumbuhan PDB % 5,0 5,2 5,2-5,6
2 Tingkat inflasi % 3,5 4,3 2,5-4,5
3 Defisit Neraca Transaksi Berjalan
% PDB 1,8 1,8 1,9 -2,0
4 Nilai Tukar Nominal Rp/USD 13.307 13.400 13.300-
13.500
5 Defisit APBN % PDB 2,5 2,92 1,9 -2,3
6 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas
% -0,3 10,5 5,0-7,0
22
7 Pertumbuhan Impor
Nonmigas
% -0,9 10,4 5,5-7,6
Sumber: IMF (2017).
Sasaran pertumbuhan PDB menurut sektor pada 2018 ditampilkan pada Tabel
3.7. PDB sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diharapkan meningkat dengan
laju berkisar (3,5 – 3,8) %. Dengan laju sebesar itu, sumbangan PDB sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dalam total PDB berkisar (12,91-13,00)%
sedangkan sumbangan dalam pertumbuhan PDB total adalah 0,5%. Dokumen
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tidak merinci pertumbuhan masing-masing
subsektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.
Tabel 3.7. Sasaran pertumbuhan PDB Indonesia dirinci menurut sektor pada 2018
(%).
No Sektor Pertumbuhan
(%) Peranan thd
PDB (%)
Sumber pertumbuhan
(%)
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
3,5 – 3,8 12,91-13,00 0,5
2 Industri pengolahan 4,8 – 5,3 20,73 - 20,94 1,1
3 Konstruksi 6,7 – 7,1 11,09-11,14 0,7
4 Perdagangan dan reparasi mobil dan sepeda motor
5,4 – 6,0 13,24-13,30 0,8
5 Informasi dan komunikasi 9,2 - 9,6 4,37 – 4,38 0,4
6 Jasa keuangan dan asuransi 9,2 - 9,6 4,37 – 4,38 0,4
7 Transportasi dan pergudangan 8,0 – 8,5 5,62-5,63 0,3
8 Pertambangan dan penggalian 0,8 - 1,0 6,13-6,31 0,1
9 Pengadaan listrik, gas, dan produksi es
5,2 – 6,1 1,19-1,20 0,1
Sumber: Presiden RI, 2017.
IMF (2017) memperkirakan bahwa laju pertumbuhan PDB Indonesia
meningkat konsisten dari 5,0% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2017 lalu menjadi
5,3% pada 2018. Perkiraan ADB (2017) sama seperti IMF (2017), kecuali pada 2017
yang sedikit lebih rendah, yakni 5,1% (Tabel 3.6). Perkiraan Pemerintah RI
sebagaimana dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2018 (Presiden RI, 2017)
sama seperti perkiraan IMF (2017) untuk tahun 2016 dan 2017, namun berbeda
23
untuk tahun 2018 yang menurut IMF laju pertumbuhan PDB sebesar 5,3% (juga
sama seperti perkiraan ADB (2017)) sementara target Pemerintah RI berkisar (5,2-
5,6)% atau nilai tengah 5,4%. Target Pemerintah RI tersebut dipandang wajar,
hanya sedikit lebih optimis daripada perkiraan IMF (2017) dan ADB (2017).
Tabel 3.8. Laju pertumbuhan PDB Indonesia menurut sumber data 2016-2018 (%)
No Sumber data 2016 2017 2018
1 IMF (2017) 5.0 5.2 5.3
2 ADB (2017) 5.0 5.1 5.3
3 Presiden RI (2017) 5,0 5,2 5,4 (5,2-5,6)
4 Rata-rata 5,0 5,2 5,3 Sumber: IMF (2017), ADB (2017), Presiden RI (2017).
Bagaimanakah prospek perekonomian Indonesia dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN di mana Indonesia juga sebagai anggota. Negara-negara ASEAN
termasuk kelompok negara-negara dengan laju pertumbuhan tinggi, kecuali
Singapura yang tergolong perekonomian maju dan Brunai Darussalam yang sangat
tergantung pada minyak bumi. Negara-negara ASEAN yang konsisten tumbuh di atas
6,0%/tahun dalam tiga tahun terakhir ialah Myanmar, Laos, Kamboja, Philippines dan
Vietnam (Tabel 3.7). Laju pertumbuhan Indonesia konsisten 5%/tahun atau lebih
masih lebih baik dari Thailand maupun Malaysia. Pertumbuhan ekonomi anggota
ASEAN yang tergolong tinggi atau bahkan sangat tinggi dapat menjadi peluang dan
sekaligus tantangan bagi perekonomian Indonesia.
Tabel 3.9. Laju pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN 2016-2018 (%/Tahun).
No Negara 2016 2017 2018
1 Indonesia 5.0 5.2 5.3
2 Malaysia 4,2 5,4 4,8
3 Thailand 3,2 3,7 3,5
4 Vietnam 6,2 6,3 6,3
5 Philippines 6,9 6,6 6,7
7 Kamboja 7,0 6,9 6,8
8 Laos 7,0 6,9 6,9
9 Myanmar 6,2 7,2 7,6
10 Singapura 2.0 2.5 2.6
24
11 Brunai Darusalam -2,5 -1,3 0,6 Sumber: IMF (2017).
Berdasarkan perhitungan IMF (2017), inflasi di Indonesia mencapai 4,0% lebih
tinggi cukup jauh dari perhitungan ADB (2017) dan Presiden RI (2017) yang sama-
sama memperkirakan hanya 3,5% (Tabel 3.8). Sementara itu, untuk tahun 2017, IMF
memperkirakan bahwa inflasi akan menurun menjadi 3,9% per tahun sedangkan ADB
dan Presiden RI (2017) memperkirakan inflasi meningkat berturut-turut menjadi
4,3% dan 4,3%. Kiranya dicatat bahwa perhitungan inflasi pada 2016 mestinya
bukan perkiraan melainkan berdasarkan data aktual. Secara logika, patut diduga
bahwa perbedaan hasil perhitungan yang demikian tinggi adalah akibat perbedaan
metode perhitungan. Dengan perkataan lain, patut diduga bahwa hasil perhitungan
atau pun prakiraan IMF (2017) terlalu tinggi (over estimate) dibandingkan dengan
hasil perhitungan ADB (2017) maupun Presiden RI (2017). Perbedaan hasil
perhitungan inflasi oleh ADB (2017) dan ADB (2017) dan RKP 2018 patut diduga pula
bahwa metode perhitungan yang dilakukan ADB (2017) berbeda dari Presiden RI
(2017). Dengan demikian, angka absolut hasil perhitungan dan perkiraan inflasi oleh
ketiga sumber tersebut tidak dapat diperbandingkan. Namun demikian, arah
perubahan hasil perhitungan mungkin tidak saling bertentangan.
Tabel 3.10. Laju inflasi Indonesia menurut sumber data 2016-2018 (%).
No Sumber data 2016 2017 2018
1 IMF (2017) 4.0 3.9 3.5
2 ADB (2017) 3.5 4,0 3,7
3 Presiden RI (2017) 3,5 4,3 3,5 (2,5-4,5)
4 Rata-rata 3,7 4,2 3,6 Sumber: IMF (2017), ADB (2017), Presiden RI (2017).
IMF (2017), ADB (2017) dan Presiden RI (2017) memperkirakan bahwa inflasi
di Indonesia terjaga rendah, di bawah 5%. Ketiga sumber data juga konsisten
menunjukkan bahwa tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2018 menurun
dibandingkan pada 2017. Namun demikian, berbeda dari IMF (2017) dan ADB
(2017), Presiden RI (2017) membuat perkiraan inflasi pada 2018 dalam rentang nilai
25
yang cukup lebar, yaitu (2,5 - 4,5)%. Dengan demikian, Presiden RI (2017)
memperkirakan bahwa inflasi pada 2018 mungkin saja lebih rendah atau lebih tinggi
dari pada 2017. Terlepas dari akurasinya, kiranya dapat disimpulkan bahwa ketiga
sumber data perkirakan bahwa inflasi Indonesia pada 2018 terjaga rendah di bawah
5%.
Indonesia diperkirakan masih akan terus mengalami defisit neraca
perdagangan dalam tiga tahun terakhir ini. IMF (2017) memperkirakan bahwa defisit
neraca perdagangan Indonesia menurun dari 1,8% PDB menjadi 1,7% PDB pada
tahun 2016 menjadi 1,7% PDB pada tahun 2017, lalu meningkat kembali menjadi
1,8% PDB pada tahun 2018. Perkiraan ADB (2017) sama seperti IMF (2017) untuk
tahun 2016 dan 2017. Namun untuk tahun 2018, ADB memperkirakan defisit
perdagangan Indonesia akan mencapai 2,0% PDB, lebih tinggi dari perkiraan IMF
(2017) yang hanya 1,8% PDB. Sementara Presiden RI (2017) memperkirakan bahwa
defisit perdagangan Indonesia meningkat terus dari 1,8% PDB pada tahun 2016
menjadi 1,8% PDB pada 2017 lalu menjadi sekitar 1,98-2,0% pada tahun 2018
(Tabel 3.9). Perkiraan defisit perdagangan Indonesia oleh Presiden RI (2017) sama
atau sedikit lebih tinggi dari perkiraan IMF (2017) dan ADB (2017).
Peningkatan defisit perdagangan itu tercermin dari perkiraan penurunan laju
pertumbuhan Ekspor Non migas dari 10,5% pada 2017 menjadi (5,0-7,0)% pada
tahun 2018. Walau juga menurun, laju pertumbuhan impor non-migas masih lebih
tinggi dari laju pertumbuhan ekspor non migas. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
3.6, laju pertumbuhan impor non-migas menurun dari 10,4% pada tahun 2017
menjadi (5,5-7,6%) pada tahun 2018.
Tabel 3.11. Defisit neraca perdagangan Indonesia menurut sumber data 2016-2018
(% PDB).
No Sumber data 2016 2017 2018
1 IMF (2017) 1,8 1,7 1,8
2 ADB (2017) 1,8 1,7 2,0
3 Presiden RI (2017) 1,8 1,8 1,95 (1,9 -2,0)
4 Rata-rata 1,8 1,7 1,9 Sumber: IMF (2017), ADB (2017), Presiden RI (2017).
26
Secara umum dapat dikatakan bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia
akan mengalami peningkatatan pada tahun 2018 sehingga akan menimbulkan
tekanan negatif terhadap nilai Rupiah. Namun demikian, tekanan defisit neraca
perdagangan terhadap nilai rupiah tersebut dapat dikurangi oleh peningkatan laju
pertumbuhan PDB dan penurunan tingkat inflasi. Selain itu, Pemerintah RI juga
berusaha menjaga keberlanjutan fiskal dengan menargetkan penurunan defisit APBN
dari 2,92% PDB pada tahun 2017 menjadi 1,9-2,3 % PDB pada tahun 2018 (Tabel
3.6). Oleh karena itu, adalah wajar jika Presiden RI (2017) memperkirakan bahwa
nilai Rupiah pada 2018 terjaga stabil pada kisaran Rp13.300-13.500/dollar AS atau
pada nilai tengah RP14.000/dollar AS yang berarti sama seperti pada 2017.
IV. PROYEKSI NILAI PDB SEKTOR PERTANIAN, SERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN DAN EKSPOR IMPOR PERTANIAN INDONESIA
4.1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian
Pada bagian ini, disajikan perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor
Pertanian, PDB Sub Sektor Pertanian dan PDB beberapa komoditas pertanian
unggulan dalam kaitannya dengan pencapaian target PDB Sektor Pertanian 2018.
PDB Sektor Pertanian tahun 2018 dihitung sebesar target pertumbuhan PDB Sektor
Pertanian tahun 2018 dengan tiga skenario pertumbuhan dari PDB Sektor Pertanian
tahun 2017 yaitu sebesar 3,5 persen (optimis), 3,65 persen (moderat) dan 3,8 persen
(pesimis).
Setelah menentukan PDB Sektor Pertanian, dilanjutkan dengan menghitung
PDB Sektor Pertanian Sempit (hanya meliputi sub sektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan) untuk tahun 2018. Perhitungan PDB
Pertanian Sempit dilakukan berdasarkan target PDB Pertanian Sempit dalam
Peraturan Presiden RI No. 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2018 melalui tiga skenario pertumbuhan seperti dijelaskan sebelumnya.
Upaya pencapaian PDB masing-masing sub sektor pertanian pada tahun 2018
selanjutnya dibagi pembebanannya ke beberapa komoditas unggulan dimasing-
27
masing sub sektor berdasarkan target produksinya di tahun 2018. Jika belum
memenuhi target masing-masing sub sektor, maka sisa PDB yang tidak dapat
dipenuhi oleh komoditas unggulan, dibebankan kepada beberapa komoditas non
unggulan sesuai tren produksi masing-masing komoditas di tahun 2018.
Kajian ini dilakukan pada akhir tahun 2017 ketika BPS baru menghitung jumlah
PDB Sektor Pertanian hingga kuartal 3 tahun 2017, sehingga untuk menentukan PDB
Sektor Pertanian pada kuartal 4 tahun 2017 dilakukan pendugaan dengan metode
Holt-Winters Additive Seasonal atau Holt-Winters Multiplicative Seasonal untuk
masing-masing sub sektor, dan dipilih nilai pendugaan yang memiliki Root Mean
Square Error (RMSE) terkecil pada tiap-tiap sub sektor (Lampiran 1-7). Nilai PDB
Sektor Pertanian Sempit kuartal 4 tahun 2017 merupakan penjumlahan nilai PDB
masing-masing sub sektor.
Berdasarkan perhitungan dengan metode Holt-Winters Additive Seasonal atau
Holt-Winters Multiplicative Seasonal, PDB Sektor Pertanian tahun 2017 diproyeksi
sebesar Rp1.264.754,6 milyar. Dengan skenario pertumbuhan 3,5%, 3,65% dan
3,8% pada tahun 2018, PDB sektor pertanian 2018 masing-masing mencapai
Rp1.309.021 milyar, Rp1.310.918 milyar dan Rp1.312.815 milyar. Sementara untuk
PDB pertanian masing-masing sub sektor, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai dan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Total, Pertanian
Luas dan Pertanian Sempit 2015-2018.
No Aspek 2015 2016 2017 2018 (Target RKP)
3.50% 3.65% 3.80%
Laju Pertumbuhan (%)
1 GDP Total 4.9 5.0 5.2 5.6
2 GDP Pertanian Luas 3.8 3.3 4.6 3.50 3.65 3.80
3 GDP Pertanian Sempit 3.0 3.2 4.2 3.2 3.3 3.5
a. Tanaman Pangan 4.3 2.5 3.3 1.4 1.6 1.7
b. Tanaman Hortikultura 2.3 2.7 4.3 1.7 1.9 2.0
c. Tanaman Perkebunan 2.0 3.5 4.4 5.1 5.2 5.4
d. Peternakan 3.6 4.0 5.6 3.2 3.3 3.5
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 3.8 3.2 4.3 4.3 4.4 4.6
Kehutanan dan Penebangan Kayu 2.0 (1.7) 2.4 0.4 0.6 0.7
28
Perikanan 7.9 5.1 6.6 5.7 5.8 6.0
GDP Harga Konstan 2010 (Rp Milyar)
1 GDP Total 8,982,511.3 9,433,034.4 9,923,552.2 10,479,271.1
2 GDP Pertanian Luas 1,171,578.7 1,209,687.2 1,264,754.6 1,309,021.0 1,310,918.1 1,312,815.3
3 GDP Pertanian Sempit 906,804.5 935,455.1 975,002.3 1,006,085.53 1,007,543.62 1,009,001.72
a. Tanaman Pangan 280,018.8 45,636.5 296,699.4 300,909.49 301,345.59 301,781.69
b. Tanaman Hortikultura 127,110.0 28,923.8 136,074.7 138,430.36 138,630.98 138,831.61
c. Tanaman Perkebunan 345,164.9 79,740.7 372,938.7 391,872.85 392,440.78 393,008.71
d. Peternakan 136,936.4 36,005.2 150,377.0 155,155.37 155,380.24 155,605.10
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 17,574.4 18,132.9 18,912.6 19,717.46 19,746.04 19,774.61
Kehutanan dan Penebangan Kayu 60757.4 59708.9 61,163.6 61,430.20 61,519.23 61,608.26
Perikanan 204016.8 214523.2 228,588.7 241,505.28 241,855.28 242,205.29
Sumber: BPS, diolah.
Dari Tabel 4.1, terlihat bahwa pada tahun 2018, PDB sub sektor perkebunan
dan tanaman pangan konsisten menjadi penyumbang PDB terbesar seperti tahun-
tahun sebelumnya. Pada tahun 2018, dengan skenario pertumbuhan moderat 3,65%
dari PDB 2017, PDB sub sektor perkebunan dan tanaman pangan diproyeksi
mencapai masing-masing Rp392.441 milyar dan Rp301.346 milyar.
Dari proyeksi PDB masing-masing sub sektor pada tahun 2018, selanjutnya
dilakukan pembebanan pencapaian proyeksi PDB tersebut ke beberapa komoditas
unggulan masing-masing sub sektor. Pemilihan komoditas unggulan masing-masing
sub sektor dilakukan berdasarkan target produksi yang telah dicanangkan Biro
Perencanaan Kementerian Pertanian tahun 2018. Secara detil, jenis komoditas
unggulan dan target pencapaian produksinya pada tahun 2018 dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Target PDB sub sektor pertanian pada tahun 2018 kemudian dibebankan ke
beberapa komoditas unggulan dengan menggunakan rata-rata kontribusi PDB
masing-masing komoditas terhadap PDB sub sektornya selama periode 2011-2014
yang data rata-rata kontribusinya dipublikasikan oleh Pusdatin-Kementan
bekerjasama dengan BPS (Lampiran 11).
Tabel 4.2. Sasaran produksi beberapa komoditas pertanian 2017-2018.
No. Komoditas Satuan Target Produksi
29
2017 2018 2019
1 Padi (juta ton) 78.1 80.8 82.07
2 Jagung (juta ton) 22.4 23.48 24.7
3 Kedelai (juta ton) 1.88 2.34 2.76
4 Gula (juta ton) 2.95 3.3 3.8
5 Cabai (juta ton) 2.16 2.23 2.29
6 Bawang Merah (juta ton) 1.33 1.37 1.41
7 Daging Sapi (juta ton) 0.64 0.69 0.76
8 Kelapa Sawit (ribu ton) 36,510 39,209 42,117
9 Karet (ribu ton) 3559 3683 3810
10 Kopi (ribu ton) 751 765 778
11 Kakao (ribu ton) 872 916 961
Sumber: Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, 2017.
Sub Sektor Tanaman Pangan
Untuk sub sektor tanaman pangan, rata – rata kontribusi PDB Padi, Jagung,
Kedelai dan kelompok tanaman palawija lainnya adalah sebesar 72,45%, 15,33%,
1,67% dan 10,55% (Lampiran 11). Dengan masing-masing kontribusi tersebut, maka
proyeksi PDB sub sektor tanaman pangan tahun 2018 dapat dibagi berdasarkan
masing-masing kontribusi komoditas.
Perhitungan kontribusi PDB masing-masing komoditas tanaman pangan
unggulan diawali dengan penentuan target produksi padi, jagung dan kedelai tahun
2018 seperti yang telah dihitung oleh Kementerian Pertanian masing – masing
sebesar 80,08 juta ton GKG, 23,48 juta ton pipilan kering dan 2,34 juta ton kedelai.
Karena nilai PDB pada kajian ini dihitung dalam harga konstan 2010, maka dengan
menggunakan harga produk masing-masing komoditas pada tahun 2010, dapat
diperoleh nilai target masing-masing komoditas.
Untuk menghitung PDB Padi, Jagung dan Kedelai, dilakukan dengan cara
mengalikan nilai target masing-masing komoditas dengan angka koefisien yang
diperoleh dari perbandingan nilai total input domestik atas harga dasar 2010 (kode
2100 di Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk,
30
2010) dengan nilai tambah bruto (PDB) atas harga dasar 2010 (Tabel 4.7). Hasil
berupa target PDB untuk padi, jagung dan kedelai pada masing-masing skenario
pertumbuhan tahun 2018 diuraikan pada Tabel 4.7.
Dengan asumsi bahwa target PDB padi, jagung dan kedelai pada tahun 2018
dapat tercapai, ternyata jumlah total PDB ketiga komoditas tersebut belum dapat
memenuhi target PDB sub sektor tanaman pangan tahun 2018. Terdapat kekurangan
sekitar Rp5-7 trilyun dari target PDB tanaman pangan. Dengan asumsi tidak adanya
tambahan produksi padi, jagung dan kedelai pada tahun 2018 setelah target tercapai,
maka kekurangan PDB komoditas tanaman pangan dapat dipenuhi dari PDB
komoditas tanaman pangan diluar padi, jagung dan kedelai.
Tabel 4.3. Skenario target kenaikan PDB sub sektor tanaman pangan tahun 2018.
Subsektor / Kel.
Komoditas / Komoditas
Koefi-sien
I-O 1)
Target 2018
(juta kg) 2)
Harga (Rp/kg)
3) PDB Target (Rp) 4)
Perhitungan Pencapaian Target PDB berdasar RKP 2018 (Rp) 5)
3,50% 3,65% 3,80%
Padi 1,1430 80,08 3,300 231,201,571,725,460 231,201,571,725,460 231,201,571,725,460 231,201,571,725,460
Jagung 1,1765 23,48 2,600 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921
Kedelai 1,463 2,34 7,500 11,994,691,376,708 11,994,691,376,708 11,994,691,376,708 11,994,691,376,708
Palawija
Lainnya 6) 1,060
5,827,512,124,665 6,263,612,829,172 6,699,713,533,679
PDB Sub Sektor Tanaman Pangan
295,081,973,985,089 300,909,486,109,754 301,345,586,814,261 301,781,687,518,768
Sumber: 1) = Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk, 2010.
2) = Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian RI.
3) = BPS.
4) = Target 2018 (juta kg) x harga (Rp/kg) / koefisien.
5) = Nilainya sama untuk semua komoditas target di masing-masing skenario RKP 2018.
6) = PDB sub sektor tanaman pangan – (PDB padi+PDB Jagung+PDB Kedelai)..
Untuk menentukan komoditas palawija apa saja yang diandalkan untuk
memenuhi target PDB sub sektor tanaman pangan, kajian ini mengidentifikasi
komoditas ubijalar, ubikayu dan kacang tanah untuk memenuhi target PDB tersebut
dengan pertimbangan bahwa tingkat produksi ketiga komoditas tersebut adalah yang
31
terbesar setelah padi, jagung dan kedelai. Dengan menggunakan data produksi
periode 2000-2016, kajian ini selanjutnya menghitung produksi ketiga komoditas
tersebut tahun 2018 dengan menggunakan proyeksi tren polinomial order 3, order 5
dan order 6 dengan pertimbangan utama adalah nilai R2 tertinggi dibandingkan
analisis tren lainnya (Gambar 4.1).
Dari hasil peramalan produksi ubijalar, ubikayu dan kacang tanah tahun 2018,
kajian ini kemudian menghitung nilai target produksi masing-masing komoditas
dengan mengalikan hasil proyeksi produksi dengan harga produk masing-masing
komoditas tahun 2018. Dengan menggunakan koefisien Tabel I-O tahun 2010 seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai PDB masing-masing komoditas kemudian
dihitung dengan mengalikan koefisien tersebut dengan nilai produksinya.
Gambar 4.1. Tren Polinomial ubijalar, ubikayu dan kacang tanah, 2000-2016.
Hasil perhitungan PDB komoditas ubijalar, ubikayu dan kacang tanah
menunjukkan bahwa jika proyeksi pertumbuhan dengan perhitungan proyeksi
produksi ubijalar, ubikayu dan kacang tanah tahun 2018 tercapai, maka target PDB
y = 7,2324x6 - 399,25x5 + 8300,6x4 - 80917x3 + 377663x2 - 744330x + 2E+06R² = 0,9512
y = -9,2256x5 + 424,81x4 - 7012,3x3 + 47058x2 - 103516x + 788523R² = 0,9254
y = -8955,3x3 + 188345x2 - 397955x + 2E+07R² = 0,9569
,0
5000000,0
10000000,0
15000000,0
20000000,0
25000000,0
30000000,0
,0
500000,0
1000000,0
1500000,0
2000000,0
2500000,0
3000000,0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ton
Ton
Ubi Jalar Kacang Tanah Ubi Kayu
Poly. (Ubi Jalar) Linear (Kacang Tanah) Poly. (Kacang Tanah)
Poly. (Ubi Kayu)
32
sub sektor taaman pangan akan jauh terlampaui. Dengan kondisi ini, kajian
melakukan penyesuaian bahwa yang akan dicapai adalah hanya sesuai target
proyeksi PDB sub sektor tanaman pangan, yang berarti, berdasarkan penyesuaian
perhitungan PDB masing-masing komoditas, dengan hanya mencapai 17 persen dari
total target PDB komoditas ubijalar, ubikayu dan kacang tanah tahun 2018, maka
target PDB sub sektor tanaman pangan tahun 2018 dapat dipenuhi (Tabel 4.7).
Sub Sektor Hortikultura
Untuk sub sektor hortikultura, rata – rata kontribusi PDB-nya sebanyak 52
persen berasal dari komoditas buah-buahan dan 48 persen dari komoditas sayuran.
Terkait dengan target produksi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian,
untuk sub sektor hortikultura, komoditas yang targetkan adalah bawang merah dan
cabai. Rata-rata kontribusi dari kedua komoditas ini cukup besar terhadap PDB
hortikultura sayuran masing-masing sebesar 9.08% (bawang merah) dan 21.19%
(cabai). Dengan demikian, ada 70% kontribusi komoditas sayuran lain dalam
mencapai PDB sayuran. Dengan masing-masing kontribusi tersebut, maka proyeksi
PDB sub sektor hortikultura tahun 2018 dapat dibagi berdasarkan masing-masing
kontribusi komoditas bawang merah, cabai dan sayuran lainnya.
Dengan proyeksi produksi bawang merah dan cabai pada tahun 2018 masing-
masing sebesar 1,37 juta ton dan 2,23 juta ton, maka PDB hortikultura yang dicapai
oleh kedua komoditas tersebut hanya sebesar Rp47 trilyun, masih tersisa Rp91
trilyun target PDB sub sektor hortikultura yang harus dipenuhi dari komoditas sayuran
lain dan buah-buahan (Tabel 4.4). Untuk itu, kajian ini memilih komoditas kentang
dan kubis dari kelompok sayuran dan komoditas semangka dan melon dari kelompok
komoditas buah-buahan untuk menjadi komoditas hortikultur selain bawang merah
dan cabai yang target proyeksi produksinya pada tahun 2018 diprioritaskan untuk
dicapai berdasarkan tingkat produksinya.
Tabel 4.4. Skenario target kenaikan PDB sub sektor hortikultura tahun 2018.
Subsektor / Target Harga PDB Target (Rp) 4) Perhitungan Pencapaian Target RKP 2018 (Rp) 5)
33
Kel.
Komoditas /
Komoditas
Koefi-sien I-
O 1)
2018 (juta kg)
2)
(Rp/kg)
3) 3,50% 3,65% 3,80%
Bawang merah 1,1137 1,37 11.757 14,462,523,955,547 14,462,523,955,547 14,462,523,955,547 14,462,523,955,547
Cabai 1,1137 2,23 16.343 32,724,467,383,839 32,724,467,383,839 32,724,467,383,839 32,724,467,383,839
Sayur lainnya 6)
91,243,368,158,099 91,443,991,867,516 91,644,615,576,932
PDB Sub
Sektor
Hortikultura
47,186,991,339,385 138,430,359,497,484 138,630,983,206,901 138,831,606,916,317
Sumber: 1) = Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk, 2010, 2) = Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian RI. 3) = BPS 4) = Target 2018 (juta kg) x harga (Rp/kg) / koefisien. 5) = Nilainya sama untuk semua komoditas target di masing-masing skenario RKP 2018. 6) = PDB sub sektor hortikultura – (PDB Bawang Merah+PDB Cabai).
Hasil tren polinomial dan besaran R2 untuk keempat komoditas hortikultura
terpilih tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Dengan nilai R2
berkisar antara 0,80 – 0,97, produksi keempat komoditas tersebut diduga dengan
tren polinomial order 6. Hasil pendugaan PDB keempat komoditas tersebut
menunjukkan bahwa dengan pencapaian 93% dari target PDB total keempat
komoditas tersebut, mampu menutupi kekurangan PDB sub sektor Hortikultura (Tabel
4.7).
y = 3,9098x 6 - 124,91x5 + 1253,5x 4 - 1898,3x3 - 39644x2 + 235899x + 621843R² = 0,8487
y = 5,0387x 6 - 227,47x 5 + 3766,2x4 - 27167x3 + 73941x 2 + 5797,3x + 1E+06R² = 0,8001
700000,0
800000,0
900000,0
1000000,0
1100000,0
1200000,0
1300000,0
1400000,0
1500000,0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Ton
Kentang Kubis Poly. (Kentang) Poly. (Kubis)
34
Gambar 4.2. Tren Polinomial kentang dan kubis, 2000-2014.
Gambar 4.3. Tren Polinomial semangka dan melon, 2000-2014.
Sub Sektor Perkebunan
Target PDB sub sektor perkebunan tahun 2018 dengan tiga skenario kenaikan
PDB 2018 adalah sebesar Rp391.872 milyar (skenario peningkatan PDB 3,50%),
Rp392.441 milyar (skenario 3,65%) dan Rp393.009 milyar (skenario 3,80%).
Kementerian Pertanian telah menentukan upaya pencapaian target PDB sub sektor
perkebunan tersebut melalui komoditas karet, kelapa sawit, tebu, kakao, dan teh-
kopi. Target PDB terbesar datang dari komoditas kelapa sawit, berturut-turut diikuti
karet, tebu, teh-kopi, dan kakao.
Target produksi kelapa sawit, karet, tebu, teh-kopi, dan kakao tahun 2018
seperti yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian masing – masing adalah
39.209 ribu ton, 3.683 ribu ton, 3.300 ribu ton, 916 ribu ton dan 765 ribu ton.
Dengan cara yang sama dengan yang dilakukan untuk menghitung PDB komoditas
tanaman pangan dan hortikultura, maka PDB target tahun 2018 masing-masing
komoditas perkebunan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
y = 12,342x6 - 527,58x5 + 8518,6x4 - 63629x3 + 212446x2 - 223323x + 296973R² = 0,8225
y = -0,0116x6 + 6,5876x5 - 268,95x4 + 4197,9x3 - 28800x2 + 83716x - 21537R² = 0,9674
,0
20000,0
40000,0
60000,0
80000,0
100000,0
120000,0
140000,0
160000,0
200000,0
250000,0
300000,0
350000,0
400000,0
450000,0
500000,0
550000,0
600000,0
650000,0
700000,0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ton
Ton
Semangka Melon Poly. (Semangka) Poly. (Melon)
35
Pencapaian total target komoditas-komoditas tersebut ternyata hanya sebesar
Rp56,79 trilyun sementara targetnya mencapai Rp392,4 trilyun atau hanya dicapai
sebesar 14,47 persen dari total target PDB sub sektor perkebunan. Dengan demikian,
masih kurang sekitar Rp335,7 trilyun milyar dari target PDB sub sektor perkebunan
tahun 2018 (Tabel 4.5).
Kekurangan PDB tersebut dipenuhi melalui pencapaian PDB komoditas
perkebunan lain yang produksinya tidak ditargetkan oleh Kementerian Pertanian.
Dalam hal ini, kajian telah memilih komoditas cengkeh, lada, jambu mete dan kelapa
dalam berdasarkan persentasi produksinya yang cukup besar dan ketersediaan data.
Untuk itu, metode tren polinomial dengan pemilihan berdasarkan nilai R2 tertinggi
digunakan untuk memproyeksi produksi komodtas-komoditas tersebut (Gambar 4.4).
Hasil proyeksi produksi komoditas cengkeh, lada, jambu mete dan kelapa dalam
tahun 2018 adalah sebesar 183.375 ton (cengkeh), 2.915.005 ton (kelapa dalam),
82.274 ton (lada) dan 306.391 ton (jambu mete) (Tabel 4.7). Dari hasil proyeksi
tersebut, selanjutnya ditentukan nilai produksi dan dengan menggunakan koefisien
Tabel I-O, nilai PDB masing-masing komoditas dapat diketahui.
Tabel 4.5. Skenario target kenaikan PDB sub sektor perkebunan tahun 2018.
Subsektor / Kel.
Komoditas / Komoditas
Koefi-sien I-O 1)
Target 2018 (kg) 2)
Harga (Rp/kg)
3) PDB Target (Rp) 4)
Perhitungan Pencapaian Target RKP 2018 (Rp) 5)
3,50% 3,65% 3,80%
Perkebunan
Karet & Penghasil
Getah Lain
1.1684 3,683,000 7,000 22,064,306,574,863 22,064,306,574,863 22,064,306,574,863 22,064,306,574,863
Perkebunan
Kelapa Sawit 1.3186 39,209,000 1,050 31,222,871,184,494 31,222,871,184,494 31,222,871,184,494 31,222,871,184,494
Perkebunan
Tebu dan
Tanaman
Pemanis Lain
1.3556 3,300,000 500 1,217,208,092,518 1,217,208,092,518 1,217,208,092,518 1,217,208,092,518
Perkebunan
Tanaman
Kakao 1.1753 916,000 1,800 1,402,826,647,243 1,402,826,647,243 1,402,826,647,243 1,402,826,647,243
Perkebunan Tanaman Teh
1.2090 765,000 1,400 885,844,766,974 885,844,766,974 885,844,766,974 885,844,766,974
36
dan kopi
Perkebunan
Lainnya 1.1532 335,079,789,043,872 335,647,720,705,191 336,215,652,366,509
PDB Sub
Sektor
Perkebunan 56,793,057,266,092 391,872,846,309,964 392,440,777,971,282 393,008,709,632,601
Sumber:
1) = Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk, 2010,
2) = Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian RI.
3) = BPS
4) = Target 2018 (juta kg) x harga (Rp/kg) / koefisien.
5) = Nilainya sama untuk semua komoditas target di masing-masing skenario RKP 2018.
6) = PDB sub sektor perkebunan – (PDB karet+PDB kelapa sawit+PDB Tebu+PDB
kakao+PDB teh dan kopi).
Gambar 4.4. Tren Polinomial cengkeh, lada, jambu mete dan kelapa dalam, 2000-
2015.
Total PDB komoditas cengkeh, lada, jambu mete dan kelapa dalam ternyata
sangat kecil dibandingkan sisa target PDB sub sektor perkebunan yang harus
dipenuhi. Hanya 10 persen dari target yang dapat dipenuhi dengan asumsi pada
tahun 2018 PDB komoditas cengkeh, lada, jambu mete dan kelapa dalam dapat
y = -0,22x6 + 13,01x5 - 301,07x4 + 3489,3x3 - 20756x2 + 57685x + 18957R² = 0,8969
y = -0,0688x6 + 5,4891x5 - 167,82x4 + 2458,2x3 - 17530x2 + 54559x + 28861R² = 0,8774
y = -0,3727x5 + 37,928x4 - 859,69x3 + 5842,5x2 + 276,93x + 68628R² = 0,891
y = -2,0468x6 + 130,39x5 - 3215,8x4 + 38031x3 - 219347x2 + 566625x + 3E+06R² = 0,7904
2650000,0
2700000,0
2750000,0
2800000,0
2850000,0
2900000,0
2950000,0
3000000,0
3050000,0
3100000,0
3150000,0
3200000,0
50000,0
70000,0
90000,0
110000,0
130000,0
150000,0
170000,0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015Ton
Ton
Cengkeh Lada Jambu Mete Kelapa Dalam
Poly. (Cengkeh) Poly. (Lada) Poly. (Jambu Mete) Poly. (Kelapa Dalam)
37
dicapai seluruhnya. Dengan demikian, 90 persen sisa PDB harus dipenuhi dari PDB
komoditas perkebunan lainnya.
Sub Sektor Peternakan
Pada pembahasan sebelumnya, PDB sub sektor peternakan telah dihitung
dengan metode Holt-Winters Additive Seasonal atau Holt-Winters Multiplicative
Seasonal, dan dengan menggunakan rata-rata kontribusi PDB komoditas ternak
besar, ternak unggas dan susu segar, maka target kenaikan PDB sub sektor
peternakan berdasarkan RKP pemerintah tahun 2018 sebesar 3,5%, 3,65% dan
3,80% masing-masing sebesar Rp155.156 milyar, Rp155.381 milyar dan Rp155.606
milyar.
Kementerian Pertanian hanya menetapkan target komoditas daging sapi yang
harus dicapai pada tahun 2018 sebesar Rp690 ribu ton (Tabel 4.6). Dengan
menggunakan rata-rata harga daging sapi tahun 2010 dan koefisien Tabel I-O
sebesar 1,2577 maka PDB dari komoditas daging sapi adalah sebesar Rp51,9 trilyun
atau hanya 33.3 persen dari total target PDB tahun 2018 yang harus dicapai.
Tabel 4.6. Skenario target kenaikan PDB sub sektor peternakan tahun 2018.
Subsektor / Kel.
Komoditas / Komoditas
Koefi-sien
I-O 1)
Target 2018
(ribu kg) 2)
Harga (Rp/kg)
3) PDB Target (Rp) 4)
Perhitungan Pencapaian Target RKP 2018 (Rp) 5)
3,50% 3,65% 3,80%
Sapi 1.2577 690 50.000 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921 51,885,710,882,921
Ternak
Lainnya5) 1.6234
103,269,663,587,092 103,494,526,448,642 103,719,389,310,193
PDB Sub Sektor
Peternakan
51,885,710,882,921 155,155,374,470,013 155,380,237,331,564 155,605,100,193,114
Sumber:
1) = Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk, 2010,
2) = Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian RI.
3) = BPS
4) = Target 2018 (juta kg) x harga (Rp/kg) / koefisien.
5) = Nilainya sama untuk semua komoditas target di masing-masing skenario RKP 2018.
6) = PDB sub sektor peternakan – PDB Sapi.
Dengan memilih komoditas telur, daging ayam ras dan susu, sebagai
komoditas peternakan yang diprioritaskan pencapaian kenaikan produksinya pada
38
tahun 2018, kajian ini menghitung pencapaian produksi masing-masing komoditas
tersebut pada tahun 2018 dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan produksi
2000-2016. Dengan menggunakan harga masing-masing komoditas tahun 2010 dan
koefisien Tabel I-O tahun 2010, diperoleh PDB masing-masing komoditas seperti
ditampilkan pada Tabel 4.7.
Perhitungan PDB total ketiga komoditas tersebut hanya mencapai Rp67,9
trilyun atau hanya 67,3 persen dari sisa target PDB sub sektor peternakan sebesar
Rp103,5 milyar. Dengan demikian, sisa target PDB sebesar Rp35,6 trilyun harus
diupayakan dari komoditas ternak lainnya.
Tabel 4.7. Perhitungan capaian Produk Domestik Bruto (PDB) non-target
Kementerian Pertanian tahun 2018 pada beberapa komoditas unggulan
terpilih di tiap-tiap sub sektor.
No Sub Sektor/ Komoditas
Produksi Tahun 1)
2018 (ton)
Koefisien2) Harga
2010 3) (Rp/kg)
Nilai Produksi (Rp)
PDB 4) (Rp - Konstan 2010)
PDB diluar target
Rp - Konstan 2010
% dari sisa PDB yg
harus dicapai
I Tanaman Pangan
1 Ubijalar 2,598,967 1.1301238 2,500 6,497,416,486,000 5,749,295,962,846 958,215,993,808 17
2 Ubikayu 19,006,998 1.2270104 1,928 36,642,451,602,672 29,863,196,706,330 4,977,199,451,055 17
3 Kacang Tanah 230,456 1.2252657 9,806 2,259,809,127,858 1,844,342,063,190 307,390,343,865 17
4 Total No.1 s.d. 3 6,242,805,788,728
5 Target sisa PDB TP yg
harus dicapai 6,263,612,829,172
6 % No.4 thd No.5 100
II Hortikultura
1 Kentang 9,494,954 1.1136961 6,157 58,460,431,255,886 52,492,263,527,305 48,817,805,080,393 93
2 Kubis 2,633,280 1.1100003 3,590 9,453,476,636,000 8,488,380,536,470 7,894,193,898,917 93
3 Semangka 11,154,472 1.1100003 3,477 38,784,098,337,336 34,940,620,151,163 32,494,776,740,582 93
4 Melon 456,185 1.1100003 6,500 2,965,202,229,600 2,671,352,673,322 2,484,357,986,190 93
5 Total No.1 s.d. 4 91,691,133,706,082
6 Target sisa PDB TP yg
harus dicapai 91,443,991,867,516
7 % No.5 thd No.6 100
III Perkebunan
1 Cengkeh 183,375 1.1290812 46,430 8,514,119,822,000 7,540,750,979,871 7,540,750,979,871 100
2 Kelapa Dalam 2,915,005 1.1055557 1,636 4,768,947,491,571 4,313,620,335,380 4,313,620,335,380 100
3 Lada 82,274 1.1531545 42,210 3,472,785,037,701 3,011,552,148,394 3,011,552,148,394 100
4 Jambu Mete 306,391 1.1200962 70,000 21,447,387,549,000 19,147,808,657,792 19,147,808,657,792 100
5 Total No.1 s.d. 4 34,013,732,121,438
6 Target sisa PDB TP yg
39
harus dicapai 335,647,720,705,191
7 % No.5 thd No.6 10
iV Peternakan
1 Telur 2,165,006 1.2576507 12,000 25,980,077,714,642 20,657,625,600,269 20,657,625,600,269 100
2 Daging Ayam Ras 2,511,385 1.6234425 27,000 67,807,405,018,267 41,767,665,435,513 41,767,665,435,513 100
3 Susu 1,552,701 1.4350856 5,000 7,763,504,951,322 5,409,785,262,963 5,409,785,262,963 100
4 Total No.1 s.d. 3 67,835,076,298,745
5 Target sisa PDB TP yg
harus dicapai 103,494,526,448,642
7 % No.4 thd No.5 67.5
Sumber: 1) = Hasil proyeksi, 2) = Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga dasar menurut 185 produk, 2010, 3) = BPS, 4) = BPS
4.2. Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian.
Model perilaku ekonomi proyeksi serapan tenaga keja pertanian menggunakan
3 variabel bebas yaitu Log PDB Sektor Non Pertanian (LGDPNP), interaksi antara
Dummy Variabel 1 (D1) dengan Log PDB Sektor Pertanian (LGP) (D1*LGP), interaksi
antara Dummy Variabel 1 (D1) dengan Log PDB Sektor Non Pertanian (LGNP)
(D1*LGNP), interaksi antara Dummy Variabel 2 (D2) dengan Log PDB Sektor
Pertanian (LGP) (D2*LGP), interaksi antara Dummy Variabel 2 (D2) dengan Log PDB
Sektor Non Pertanian (LGNP) (D2*LGNP), Log lag-1 Tenaga Kerja Sektor Pertanian
(LTKP(-1)). Hasil regresi menunjukkan nilai R2 = 83,95% dan taraf nyata seluruh
variabel bebas adalah lebih dari 93%. Hasil olahan regresi tren polinomial proyeksi
nilai PDB total Indonesia disajikan pada Lampiran.
Hasil proyeksi serapan tenaga kerja sektor pertanian 2015-2019 menunjukkan
peningkatan serapan tenaga kerja setelah pada periode 2010-2014 terus
menunjukkan penurunan. Rata-rata pertumbuhan serapan tenaga kerja pada periode
2010-2014 adalah sebesar -1,85% per tahun sementara pada periode 2015-2019,
rata-rata pertumbuhan serapan tenaga kerja pertanian diprediksi mencapai 0,97%
per tahun (Tabel 4.9). Pada tahun 2018. Serapan tenaga kerja pertanian adalah
sebesar 41,7 juta jiwa.
40
Perubahan arah dari cenderung menurun pada periode 2010-2014 menjadi
cenderung meningkat pada periode 2015-2014 merupakan hal yang kurang baik dari
segi transformasi struktural. Perubahan arah ini meupakan refleksi dari masih
rendahnya pertumbuhan sektor-sektor non-pertanian, khususnya sektor manufaktur.
Tabel 4.8. Proyeksi serapan tenaga kerja Sektor Pertanian Indonesia dan
pertumbuhannya, 2015-2019.
Tahun Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (Jiwa)
Pertumbuhan (%)
Rata-rata Pertumbuhan (%)
2009 43,849,020 ---
(1.85)
2010 43,761,282 (0.20)
2011 41,319,972 (5.58)
2012 41,140,148 (0.44)
2013 40,164,626 (2.37)
2014 39,903,043 (0.65)
2015 40,789,292 2.22
0.97
2016 41,287,931 1.22
2017 41,501,465 0.52
2018 41,665,252 0.39
2019 41,861,414 0.47
Sumber: data tahun 2009-2014 berasal dari BPS, sementara 2015-2019 adalah proyeksi.
4.3. Ekspor Komoditas Pertanian.
Model perilaku ekonomi proyeksi nilai ekspor sektor pertanian Indonesia 2017-
2020 memiliki tiga variabel bebas yaitu PDB dunia (GDPW), real exchange rate (RER),
dan lag-1 nilai ekspor pertanian Indonesia (EXPP(-1)). Data yang digunakan dalam
model ini berasal dari Worldbank (GDPW) dan Pusdatin Kementerian Pertanian
(EXPP(-1)). Hasil regresi menunjukkan nilai R2 = 88,83% dan taraf nyata seluruh
41
variabel bebas adalah lebih dari 95%. Kedua peubah bebas GDPW dan (EXPP(-1))
menunjukkan parameter yang positif, sementara real exchange rate (RER)
menunjukkan parameter yang negatif. Detail hasil regresi model perilaku ekonomi
proyeksi nilai ekspor sektor pertanian Indonesia 2017-2020 dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Hasil proyeksi 2017-2020 menunjukkan rata-rata nilai ekspor yang fluktuatif
dengan kecenderungan yang menurun dibandingkan dengan periode 2010-2016.
Pada empat tahun ke depan (2017-2020), rata-rata nilai ekspor pertanian Indonesia
akan hanya sekitar US$25,62 juta atau menurun 12,45% per tahun. Sementara pada
periode 2010-2016, rata-rata nilai ekspor adalah US$31,92 juta atau menurun 5,67%
per tahun (Tabel 4.9.). Penurunan ekspor pertanian ini dapat disebabkan oleh hasil
kombinasi dari belum ada pemulihan perekonomian dunia dan penurunan daya saing
komoditas pertanian Indonesia di pasar dunia.
4.4. Impor Komoditas Pertanian
Model perilaku ekonomi proyeksi nilai impor sektor pertanian Indonesia 2017-
2020 juga menggunakan dua variabel bebas yaitu real exchange rate (RER) dan PDB
total Indonesia (GDPI). Data yang digunakan dalam model ini berasal dari Bank
Indonesia (RER) dan BPS (GDPI). Hasil regresi menunjukkan nilai R2 = 89,33% dan
taraf nyata seluruh variabel bebas adalah lebih dari 99%. Peubah bebas
menunjukkan parameter yang positif untuk (GDPI(-1)) dan negatif untuk (RER).
Detail hasil regresi model perilaku ekonomi proyeksi nilai ekspor sektor pertanian
Indonesia 2017-2020 dapat dilihat pada Lampiran 9.
Hal yang sama juga diproyeksi terjadi untuk nilai impor pertanian yang
menurun dari rata-rata US$15,60 juta pada 2010-2016 menjadi US$15,58 juta
diperiode 2017-2020. Namun demikian, peningkatan laju penurunan impor diproyeksi
terjadi pada periode 2017-2020 dibandingkan dengan periode 2010-2016. Rata-rata
penurunan nilai impor sektor pertanian pada 2010-2016 mencapai 1,06% per tahun,
42
sementara pada periode 2017-2020, laju penurunan mencapai 2,21% per tahun
(Tabel 4.9).
Neraca perdagangan pertanian dihitung sebagai nilai ekspor dikurangi nilai
impor sektor pertanian Indonesia. Selama periode 2010-2016, rata-rata neraca
perdagangan terus mengalami surplus, namun surplus perdagangan pertanian
cenderung menurun. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa rata-rata neraca
perdagangan mengalami surplus. Surplus perdagangan pertanian diproyeksikan
mencapai US$16,19 juta pada 2017, namun kemudian surplus perdagangan
cenderung menurun. Laju penurunan neraca perdagangan diproyeksi meningkat dari
10,08% per tahun pada periode 2010-2016, menjadi 28,32% per tahun pada 2017-
2020 (Tabel 4.9).
Tabel 4.9. Proyeksi nilai ekspor dan impor sektor pertanian indonesia dan
pertumbuhannya, 2015-2019.
Tahun Nilai Ekspor Pertanian
Indonesia (US$) Nilai Impor Pertanian
Indonesia (US$) Neraca
2010 32,522,974 13,983,327 18,539,647
2011 43,365,004 20,598,660 22,766,344
2012 33,690,927 15,337,098 18,353,829
2013 28,031,703 11,569,756 16,461,948
2014 31,038,800 17,360,115 13,678,684
2015 28,046,157 14,490,980 13,555,176
2016 26,730,164 15,843,442 10,886,722
2017 33,930,186 17,738,486 16,191,700
2018 23,514,688 13,578,483 9,936,205
2019 20,840,876 14,834,080 6,006,797
2020 24,193,301 16,170,284 8,023,017
Rataan
2010-16 31,917,961 15,597,625 16,320,336
2017-20 25,619,763 15,580,333 10,039,430
Pertumbuhan (%)
2010-16 -5,67 -1,06 -10,08
2017-20 -12,45 -2,21 -28,32
Sumber: data tahun 2010-2016 berasal dari Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian
Pertanian. Nilai tahun 2017-2020 adalah proyeksi.
43
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 diperkirakan sedikit lebih baik dari
pada tahun 2017. Perbaikan perekonomian dunia itu terjadi karena perbaikan
perekonomian negara-negara berkembang. Perekonomian Indonesia sebagai salah
satu negera berkembang akan terus mengalami percepatan pertumbuhan. Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 5,0%/tahun pada
2016 menjadi 5,2%/tahun pada 2017 dan 5,3%/tahun pada 2018.
Tingkat inflasi di Indonesia diperkirakan tetap terjaga rendah, di bawah
5%/tahun, dan cenderung turun secara konsisten. Harga barang dagangan baik
harga makanan dan minuman di pasar internasional akan meningkat pada tahun
2018 walaupun harga bahan baku pertanian diprediksi akan menurun pada tahun
2018. Hal ini menjadi keadaan yang tidak baik untuk memacu ekspor produk
pertanian pada tahun 2018 sehingga diprediksi defisit neraca perdagangan semakin
besar.
Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Indonesia diproyeksi akan meningkat
pada tahun 2018. Target peningkatan PDB Sektor Pertanian tahun 2018 sebesar
3,65% (skenario pertumbuhan moderat) dari tahun 2017 diprediksi tidak akan
mampu dicapai oleh PDB komoditas unggulan masing-masing sub sektor pertanian
berdasarkan target produsi komoditas unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian
Pertanian. Dengan demikian pencapaian target PDB sub sektor pertanian akan sangat
tergantung pada peningkatan PDB komoditas selain komoditas unggulan.
Seiring dengan menurunnya harga-harga bahan baku di pasar internasional
dan resiko anomali iklim, ekspor pertanian diperkirakan akan menurun pada periode
2017-2018. Kiranya dicatat pula bahwa impor pertanian juga akan meningkat tajam
pada periode 2017-2018. Namun demikian, neraca perdagangan pertanian masih
tetap surplus namun nilainya kian mengecil. Serapan tenaga kerja pertanian berubah
arah, dari cenderung menurun menjadi cenderung meningkat sejak 2015.
44
5.2. Rekomendasi Kebijakan
Kondisi perekonomian global yang semakin membaik harus dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan devisa melalui peningkatan ekspor. Program
peningkatan produksi dan nilai tambah komoditas unggulan harus ditingkatkan
dengan prioritas berdasarkan potensi permintaan yang berasal dari semakin baiknya
perekonomian dunia.
Secara umum, keputusan Kementerian Pertanian untuk memacu produksi padi,
jagung, kedelai, tebu, cabe, bawang merah, daging sapi, dan kakao sudah sesuai
dengan rekomendasi diatas. Untuk mencapai target PDB sektor pertanian tahun
2018, Kementerian Pertanian sebaiknya tidak berbasis hanya pada pencapaian target
komoditas-komoditas unggulan tersebut. Untuk sub sektor tanaman pangan, perlu
peningkatan produksi komoditas ubikayu, ubijalar dan kacang tanah, Untuk sub
sektor hortikultura, peningkatan produksi kentang, kubis, semangka dan melon perlu
dilakukan untuk menutupi kekurangan pencapaian target PDB sub sektor hortikultura.
Untuk sub sektor perkebunan, komoditas non target seperti cengkeh, lada, jambu
mete dan kelapa dalam dapat menjadi langkah awal menutupi kekurangan
pencapaian PDB perkebunan. Sementara, peningkatan produksi susu, daging ayam
ras dan telur ayam ras mampu menutupi 65% kekurangan PDB sub sektor
peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
ADB. 2017. Outlook 2017: Up Date. Asian Development Bank. Manila.
IMF . 2017. Seeking Sustainable Growth: Short-Term Recovery, Long-Term
Challenges. International Monetary Fund Washington, DC, October.
Presiden RI. 2017. Rencana Kerja Pemerintah 2018. Peraturan Presiden RI Nomor
79 Tahun 2017.
Setiyanto, A., Supriyati, Muhammad Suryadi, Yana Supriyatna, Frans Betsi M.D., Sri
Hery Susilowati dan Adreng Purwoto. 2014. Outlook Pertanian 2015-2019.
45
Laporan Akhir Penelitian di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Badan Litbang Pertanian. Bogor.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Tanaman Pangan.
Date: 11/24/17 Time: 18:29
Date: 11/24/17 Time: 18:35
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: PANGAN
Original Series: PANGAN
Forecast Series: PANGANSM
Forecast Series: PANGANSM
Parameters: Alpha
0
Parameters: Alpha
0
Beta
0
Beta
0
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
4.85E+08
Sum of Squared Residuals
4.89E+08
Root Mean Squared Error
3955.71
Root Mean Squared Error
3970.43
End of Period Levels: Mean
73358.34
End of Period Levels: Mean
73358.34
Trend
351.8135
Trend
351.8135
Seasonals: 2016Q4 -26557.1
Seasonals: 2016Q4 0.605182
2017Q1 16132.68
2017Q1 1.244774
2017Q2 4325.735
2017Q2 1.062006
2017Q3 6098.636
2017Q3 1.088038
47
Lampiran 2: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Hortikultura.
Date: 11/24/17 Time: 18:37
Date: 11/24/17 Time: 18:39
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: HORTI
Original Series: HORTI
Forecast Series: HORTISM
Forecast Series: HORTISM
Parameters: Alpha
0
Parameters: Alpha
0
Beta
0
Beta
0
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
1.78E+08
Sum of Squared Residuals
1.78E+08
Root Mean Squared Error
2398.679
Root Mean Squared Error
2398.56
End of Period Levels: Mean
33575.45
End of Period Levels: Mean
33575.45
Trend
209.7063
Trend
209.7063
Seasonals: 2016Q4 -1928.93
Seasonals: 2016Q4 0.939586
2017Q1 -3186.67
2017Q1 0.893184
2017Q2 1921.753
2017Q2 1.061635
2017Q3 3193.847
2017Q3 1.105595
Last updated: 11/24/17 - 18:39
Modified: 2010Q1 2017Q3 // horti.smooth(a,e,e,e) hortism
Modified: 2010Q1 2017Q3 // horti.smooth(m,e,e,e) hortism
48
Lampiran 3: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Perkebunan.
Date: 11/24/17 Time: 18:41
Date: 11/24/17 Time: 18:42
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: KEBUN
Original Series: KEBUN
Forecast Series: KEBUNSM
Forecast Series: KEBUNSM
Parameters: Alpha
0.22
Parameters: Alpha
0.02
Beta
0
Beta
0
Gamma
0.9702
Gamma
1
Sum of Squared Residuals
1.30E+08
Sum of Squared Residuals
1.48E+08
Root Mean Squared Error
2044.41
Root Mean Squared Error
2183.433
End of Period Levels: Mean
93733.01
End of Period Levels: Mean
93857.71
Trend
927.3698
Trend
927.3698
Seasonals: 2016Q4 -10644.4
Seasonals: 2016Q4 0.87964
2017Q1 -15493.6
2017Q1 0.829965
2017Q2 6281.122
2017Q2 1.071957
2017Q3 19856.92
2017Q3 1.218438
49
Lampiran 4: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Peternakan.
Date: 11/24/17 Time: 18:44
Date: 11/24/17 Time: 18:45
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: TERNAK
Original Series: TERNAK
Forecast Series: TERNAKSM
Forecast Series: TERNAKSM
Parameters: Alpha
0.06
Parameters: Alpha
0
Beta
0
Beta
0
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
6262584
Sum of Squared Residuals
6769634
Root Mean Squared Error
449.465
Root Mean Squared Error
467.3064
End of Period Levels: Mean
37345.24
End of Period Levels: Mean
37211.45
Trend
354.7885
Trend
354.7885
Seasonals: 2016Q4 648.1743
Seasonals: 2016Q4 1.020991
2017Q1 -656.332
2017Q1 0.978333
2017Q2 -406.52
2017Q2 0.987322
2017Q3 414.6772
2017Q3 1.013353
50
Lampiran 5: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Kehutanan.
Date: 11/24/17 Time: 18:42
Date: 11/24/17 Time: 18:43
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: HUTAN
Original Series: HUTAN
Forecast Series: HUTANSM
Forecast Series: HUTANSM
Parameters: Alpha
0.02
Parameters: Alpha
0.02
Beta
0.29
Beta
0.15
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
5287529
Sum of Squared Residuals
5519718
Root Mean Squared Error
412.996
Root Mean Squared Error
421.9662
End of Period Levels: Mean
15198.54
End of Period Levels: Mean
15140.55
Trend
27.33021
Trend
24.38054
Seasonals: 2016Q4 561.8121
Seasonals: 2016Q4 1.038084
2017Q1 -1908.51
2017Q1 0.870846
2017Q2 780.4484
2017Q2 1.052541
2017Q3 566.2445
2017Q3 1.03853
51
Lampiran 6: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Perikanan.
Date: 11/24/17 Time: 18:46
Date: 11/24/17 Time: 18:47
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: IKAN
Original Series: IKAN
Forecast Series: IKANSM
Forecast Series: IKANSM
Parameters: Alpha
0.27
Parameters: Alpha
0.25
Beta
0
Beta
0
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
13871254
Sum of Squared Residuals
14434604
Root Mean Squared Error
668.924
Root Mean Squared Error
682.3726
End of Period Levels: Mean
57297.13
End of Period Levels: Mean
57264.52
Trend
739.2063
Trend
739.2063
Seasonals: 2016Q4 909.9371
Seasonals: 2016Q4 1.01848
2017Q1 -991.859
2017Q1 0.976898
2017Q2 -256.95
2017Q2 0.995566
2017Q3 338.8719
2017Q3 1.009056
52
Lampiran 7: Hasil Holt-Winters Additive Seasonal dan Holt-Winters Multiplicative Sub Sektor Jasa.
Date: 11/24/17 Time: 18:45
Date: 11/24/17 Time: 18:46
Sample: 2010Q1 2017Q3
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 31
Included observations: 31
Method: Holt-Winters Additive Seasonal
Method: Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Original Series: JASA
Original Series: JASA
Forecast Series: JASASM
Forecast Series: JASASM
Parameters: Alpha
0.01
Parameters: Alpha
0.05
Beta
0.16
Beta
0.01
Gamma
0
Gamma
0
Sum of Squared Residuals
389266.3
Sum of Squared Residuals
259905.7
Root Mean Squared Error
112.0579
Root Mean Squared Error
91.5645
End of Period Levels: Mean
4738.993
End of Period Levels: Mean
4742.328
Trend
42.92236
Trend
42.12452
Seasonals: 2016Q4 -610.131
Seasonals: 2016Q4 0.853025
2017Q1 60.13125
2017Q1 1.014549
2017Q2 129.7485
2017Q2 1.031283
2017Q3 420.2515
2017Q3 1.101143
53
Lampiran 8. Persamaan untuk proyeksi Serapan Tenega Kerja Pertanian Indonesia
2017-2020.
Dependent Variable: LTKP Method: Least Squares Date: 12/08/15 Time: 22:42 Sample (adjusted): 1981 2014 Included observations: 34 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.185759 3.091686 2.32422 0.0279
LGDPNP 0.317345 0.15992 1.984405 0.0575
D1LGP 1.287862 0.393685 3.2713 0.0029
D1LGNP -1.132596 0.345817 -3.275134 0.0029
D2LGP 1.009881 0.53786 1.877591 0.0713
D2LGNP -0.890282 0.470044 -1.894042 0.069
LTKP(-1) 0.353711 0.16441 2.151391 0.0406
R-squared 0.83946 Mean dependent var
17.57133
Adjusted R-squared 0.803784 S.D. dependent var
0.109458
S.E. of regression 0.048486 Akaike info criterion
-3.033853
Sum squared resid 0.063473 Schwarz criterion
-2.719602
Log likelihood 58.5755 Hannan-Quinn criter.
-2.926684
F-statistic 23.53036 Durbin-Watson stat
1.75065
Prob(F-statistic) 0
Lampiran 9. Persamaan untuk proyeksi nilai ekspor Sektor Pertanian Indonesia 2017-
2020.
Dependent Variable: EXPP
Method: Least Squares
Date: 01/02/18 Time: 09:42
Sample (adjusted): 2000 2016
Included observations: 17 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 19053566 10043489 1897106 0.0802
GDPW 0.558492 0.260057 2147579 0.0512
RER -7151.112 2557139 -2796529 0.0151
EXPP(-1) 0.611516 0.153351 3987698 0.0015
R-squared 0.888261 Mean dependent var 20582002
Adjusted R-squared 0.862475 S.D. dependent var 12501062
S.E. of regression 4635947. Akaike info criterion 33.7389
Sum squared resid 2.79E+14 Schwarz criterion 33.9350
Log likelihood -282.78 Hannan-Quinn criter. 33.7584
F-statistic 34.45 Durbin-Watson stat 2.2290
Prob(F-statistic) 0.000002
54
Lampiran 10. Persamaan untuk proyeksi nilai impor Sektor Pertanian Indonesia 2017-
2020.
Dependent Variable: IMPP
Method: Least Squares
Date: 01/02/18 Time: 09:40
Sample (adjusted): 1999 2016
Included observations: 18 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5643490 4255078. 1326295 0.2046
GDPI 3.4652 0.312711 1108098 0.0000
RER -3259.6610 8757315 -3722215 0.0020
R-squared 0.893264 Mean dependent var 9435405.
Adjusted R-squared 0.879032 S.D. dependent var 5858537.
S.E. of regression 2037622. Akaike info criterion 32.0435
Sum squared resid 6.23E+13 Schwarz criterion 32.1919
Log likelihood -285.3913 Hannan-Quinn criter. 32.0639
F-statistic 62.7668 Durbin-Watson stat 2.1790
Prob(F-statistic) 0.000000
55
Lampiran 11. Kontribusi komoditas/kelompok komoditas pada masing-masing sub
sektor pertanian tahun 2011-2014.
No. Subsektor / Kelompok Komoditas / Komoditas Rata-Rata
Kontribusi 2011-2014 (%)
1 PDB Tanaman Pangan 100.00
Padi 72.45
Jagung 15.33
Kedelai 1.67
Palawija Lainnya 10.55
2 PDB Hortikultura 100.00
Hortikultura Sayuran 48.37
- Bawang merah 9.08
- Cabai 21.19
- Sayur lainnya 69.74
Hortikultura Buah 51.63
3 PDB Perkebunan 100.00
Perkebunan Tembakau 2.08
Perkebunan Karet & Penghasil Getah Lain 12.82
Perkebunan Kelapa Sawit 48.08
Perkebunan Tebu dan Tanaman Pemanis Lain 3.36
Perkebunan Kelapa 4.32
Perkebunan Tanaman Kakao 0.51
Perkebunan Tanaman Teh dan kopi 2.61
Perkebunan Cengkeh 1.71
Perkebunan Lainnya 24.53
4 PDB Peternakan 100.00
Ternak Besar & Kecil 46.41
Ternak Unggas 40.04
Susu Segar 13.56
Sumber: BPS-Kementan, diolah.
top related