optimalisasi diversifikasi pangan untuk meningkatkan kedaulatan pangan nasional dengan fokus...
Post on 18-Feb-2016
30 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KARYA TULIS
OPTIMALISASI DIVERSIFIKASI PANGAN UNTUK MENINGKATKAN
KEDAULATAN PANGAN NASIONAL DENGAN FOKUS INVESTASI DI
SUBHILIR PASCAPANEN DAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
ALTERNATIF LOKAL SEBAGAI PENERAPAN PRINSIP ENGEL’S LAW
Disusun untuk mengikuti seleksi Lomba Debat Ekonomi (DeAL) FEB
UKSW 2013
Oleh:
Mursal Fajar Hakim
Cahyaning Budi Utami
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan yang
ditandai dengan kemandirian pangan yang dapat dipertahankan pada tingkat aman
dan dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan
pangan untuk tingkat rumah tangga menjadi salah satu visi Indonesia 2025 yang
tertuang dalam UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Namun, visi Indonesia 2025 di bidang ketahanan pangan ini dihadapkan
pada tantangan yaitu ada sekitar 13 persen masyarakat miskin atau sekitar 30 juta
jiwa masyarakat Indonesia tergolong ke dalam rawan pangan. Perlu diketahui
bahwa kondisi ketahanan pangan bersifat dinamis dan berkembang sehingga
permasalahan yang dihadapi juga sangat kompleks, seperti penyediaan pangan
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang sangat tinggi, pemenuhan
kulitas dan keaneragaman bahan pangan untuk memenuhi gizi juga sangat rendah,
efektifitas pendistribusian bahan pangan dan keterjangkauan pangan (food
accesibility) sangat rendah pula. UU No & tahun 1996 tentang Pangan
menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan yang
cukup, baik dalam jumlah dan mutunya, aman merata dan terjangkau.
Dari segi konsumsi makanan pokok, masyarakat Indonesia sudah sejak
lama dan membudaya terpaku pada dua komoditi utama, yaitu nasi dan tepung
terigu. Dalam kancah ASEAN, Indonesia merupakan konsumen beras terbesar
pertama, dengan angka konsumsi hingga 32,94 juta ton beras pada 2010 dan 3,9
juta ton tepung terigu pada tahun 2010. Di sisi lain, swasembada pangan di
Indonesia hanyalah impian belaka. Pasalnya sejak turunnya presiden Suharto,
kepemimpinan berikutnya tidak ada yang memandang penting sektor pangan.
Akibatnya produksi pangan dalam negeri tidak dapat memenuhi konsumsi dalam
negeri sehingga kekurangan ini dipenuhi oleh pangan impor. Data Departemen
Pertanian Amerika Serikat pada tahun 2011 volume impor beras indonesia sebesar
1,75 juta ton atau naik 800 ribu ton pada tahun sebelumnya. Hal ini sangat ironis
karena Indonesia dikenal sebagai negara agraris.
Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk mengatasi keterpusatan
makanan pokok pada nasi dan tepung terigu. Kementerian Pertanian
mengeluarkan kebijakan salah satunya adalah peningkatan diversifikasi pangan.
Usaha diversifikasi pangan adalah bentuk menyediakan berbagai ragam produk
pangan baik dalam segi jenis maupun bentuk sehingga banyak pilihan bagi
konsuen. Konsep diversifikasi pangan sendiri merupakan program prioritas
pembangunan swasembada pangan untuk mengurangi keterpusatan pangan
terhadap satu produk pangan. Secara konseptual diversifikasi pangan di bagi
menjadi 3 hal yang merupakan sebuah kesatuan aksi, diversifikasi horizontal
(mengubah usaha tani berbasis padi menjadi pangan lain), diversifikasi vertikal
(pengembangan pangan pasca panen), dan diversifikasi regional (pemetaan
pendekatan wilayah atas keaneragaman pangan).
Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberi dorongan insentif
pada pengadaan produk pangan yang lebih beragam untuk dikonsumsi, serta
meningkatkan produksi pangan alternatif lokal. Dampak langsungnya adalah
penurunan konsumsi beras secara signifikan di tingkatan rumah tangga. Ditinjau
dari agroekologinya, Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan pangan
non beras seprti umbi-umbian. Pusat ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan
Ketahanan Pangan, Deptan merilis sekitar 20 juta ton untuk ubi kayu, 15,9 juta
ton untuk jagung serta 1,8 juta ton keterbukaan produksi ubi jalar pada tahun
2010. Ketersediaan ini cukup melimpah untuk menggantikan sedikit peran beras
sebagai pangan utama. Maka dengan program deversifikasi pangan ketahanan
pangan dan kedaulatan pangan Indonesia dapat tercapai.
Berbagai studi tentang diversifikasi serta kedaulatan pangan dilakukan
oleh banyak ahli di Indonesia, seperti oleh Martanto dan Ariani (2004),
Manoewoto dan Martianto (2002) dan Hartoyo dan Martianto (2000) diperoleh
bahwa ketergantungan konsumsi pangan sumber karbohidrat khusunya beras
sangat tinggi yaitu melebihi 60an persen, sebaliknya untuk umbi-umbian, sayuran,
buah, dan pangan hewani masih sangat rendah. Upaya peningkatan nilai pangan
lokal alternatif harus didukung dengan pengembangan teknologi pertanian yang
sederhana namun tepat sasaran serta berdampak besar mengingat Sumber Daya
Manusia petani Indonesia belum memadai untuk mengakses teknologi yang
canggih.
Proses pengenalan diversifikasi makanan pun terganjal oleh kebudayaan
masyarakat yang sudah menganggap nasi adalah makanan utama yang harus ada
di setiap rumah tangga ”kalau belum makan nasi, belum makan namanya”.
Tingginya tingkat harga dari infrastruktur pengolahan pascapanen untuk
komoditas alternatif diversifikasi pangan juga menghambat proses diversifikasi
produksi. Berdasarkan hal yang telah dijelaskan di atas, dibutuhkan suatu upaya
untuk meningkatkan kedaulatan pangan nasional. Dalam karya tulis ini penulis
mengangkat judul “Optimalisasi Diversifikasi Pangan untuk Meningkatkan
Kedaulatan Pangan Nasional dengan Fokus Investasi di Subhilir Pascapanen
dan Budidaya Tanaman Pangan Alternatif Lokal sebagai Penerapan Prinsip
Engel’s Law”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah implementasi diversifikasi pangan sebagai langkah dan
pola pemerkuat ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan implementasi diversifikasi pangan sebagai langkah dan pola
pemerkuat ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Data Pola Pangan Harapan tahun 2008 dan 2009 menunjukan indikasi
yang sangat tinggi terhadap beras daripada bahan pangan sumber karbohidrat
alternatif seperti umbi-umbian. Kombinasi pangan ideal untuk padi-padian adalah
275 gram perkapita perhari, namun kondisi kekiniaan di Indonesia jumlah
konsumsi padi-padian hingga 314,4 gram perkapita perhari pada tahun 2009 dan
326 gram pada tahun 2008. Penurunan ini tidak terlalu signifikan karena diikuti
dengan penurunan sumber karbohidrat alternatif lainnya, yaitu umbi-umbian dari
jumlah idealnya 100 gram perkapita perhari pada tahun 2009 hanya 40,2 gram
dan pada tahun 2008 sekitar 51,7 gram. Hal ini mengindikasikan diversifikasi
pangan masih belum stabil dan belum sesuai harapan (Mahmudi, Mien K dkk.
Tabel Pangan Indonesia)
Indonesia merupakan negera konsumsi beras terbesar di ASEAN, hal ini
dikarenakan pola budaya dan sosial masyarakat yang mempusatkan konsumsi
pangan pokok pada beras. Sedangkan produk pangan alternatif lainnya tidak
diminati karena dirasa tidak sesuai dengan budaya dan ketertarikan sosial
masyarakat. Pola konsumsi pemusatan pada satu produk pangan sangat
membahayakan bagi negara yang besar seperti Indonesia, hal ini dikarenakan akan
sangat rawan apabila terjadi hal yang tidak terduga seperti perubahan iklim
drastis, bencana di daerah kantong lumbung padi, maupun terhentinya pasokan
impor dari negara lain, yang akibatnya akan menaikan harga pasar terhadap beras
dan menaikan pula inflasi secara berkala.
Pola konsumsi makanan pokok dapat direpresentasikan oleh Engel’s Law,
yaitu proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan untuk membeli pangan
akan semakin kecil seiring dengan peningkatan pendapatan. Sebagai contoh,
Jepang dengan pendapatan perkapita mencapai US$37.800 hanya mengkonsumsi
beras sekitar 60 kg sedangkan Indonesia dengan pendapatan perkapita US$ 2.591
mengkonsumsi beras sekitar 132kg pada tahun 2010. Penurunan konsumsi beras
perkapita di Jepang dikarenakan pendapatan yang tinggi sehingga masyrakat
Jepang mampu menjangkau konsumsi pangan selain karbohidrat, seperti ikan,
daging, susu, dan buahobuahan. Kondisi di Jepang ini sangat kontras dengan
keadaan di negara berkembang Asia. Pada tahun 2005 saja tercapat konsumsi
beras perkapita di ASEAN sekitar 160kg per kapita per tahun. Dapat kita ambil
kesimpulan dari engel’s Law, semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara
semakin rentah pola konsumsi pangan utama. Maka peningkatan pendapatan
perkapita di Indonesia merupakan langkah awal untuk mendukung pola
diversifikasi dan penguatan sektor pangan alternatif lokal.
Selain itu pengolahan secara khusus produk pangan lokal alternatif masih
sangat sedikit, sebagian besar berupa padat karya yang belum ditunjang dengan
infrastruktur yang baik sehingga produktivitas masihs sedikit. Tetapi produksi
turunan sangat digemari seperti mie dan kue yang merupakan produk turunan dari
jagung dan tepung terigu.
2.2 Metode Penulisan
2.2.1 Jenis Penulisan
Karya tulis ini merupakan jenis karya tulis deskriptif (descriptive
research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan
berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga realitas
dapat dipahami dengan baik (Moloeng, 1990:5).
2.2.2 Teknik dan Prosedur Penulisan
Teknik penulisan dilakukan dengan memahami atau mengeksplorasi
beberapa data sehingga mampu memberikan deskripsi tentang masalah yang
dianalisis. Sesuai dengan jenis penulisannya, maka penulisan karya tulis ini
menggunakan teknik penulisan yang berkarakter kualitatif dengan menguraikan,
menjabarkan dan merangkai variabel-variabel yang diteliti menjadi sebuah
untaian kata-kata dalam setiap bagian pembahasan.
Prosedur penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Identifikasi masalah yang ada di masyarakat.
2. Pencarian data dan/atau informasi dari sumber terpercaya.
3. Penyusunan penulisan dirancang secara sistematis dan runtut.
4. Pencarian kajian pustaka atau hasil kajian pustaka yang didukung oleh
hasil pengamatan dan/atau wawancara.
5. Karya tulis dibahas, kesimpulan dan rekomendasi.
2.2.3 Jenis Data dan Analisis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan karya tulis ini
adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang
kedua yaitu melalui situs-situs internet, jurnal-jurnal maupuan buku-buku yang
membahas tentang ketahanan pangan nasional, diversifikasi pangan melalui
investasi di subhilir pascapanen dan budidaya tanaman lokal. Data-data tersebut
diperoleh dari beberapa media, baik media cetak maupun media elektronik.
Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengolahan
data (data processing). Setelah proses pengolahan data, berikutnya adalah
menganalisis data dan menginterpretasikannya. Agar hasil analisis ini
memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka analisis dalam penelitian ini
dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti
atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan
tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik). (Narbuko,
Achmad, 2004:6).
2.3 Pembahasan
2.3.1 Implementasi Diversifikasi Pangan sebagai Langkah dan Pola
Pemerkuat Ketahanan Pangan dan Kemandirian Pangan Nasional
Gagasan penulis untuk penguatan diversifikasi pangan lokal mengacu pada
teori pertumbuhan ekonomi model Solow. Menurut teori pertumbuhan ekonomi
model solow (Solow Growth Model) menyebutkan, dengan asumsi angkatan kerja
dan teknologi adalah tetap, akumulasi modal atau persediaan modal salah satu
indikator pertumbuhan ekonomi adalah investasi dan depresiasi. Pengeluaran
untuk perluasan usaha serta peralatan baru didukung dengan investasi dan akan
menambah persediaan modal. Sedangkan depresiasi mengacu pada penggunaaan
modal dan menyebabkan persediaan modal berkurang. Pengurangan dua variabel
ini akan menyebabkan meningkat atau bertambahnya persediaan modal sama
dengan nol atau dengan kata lain sumberdaya telah seluruhnya digunakan (full
employment). Ketika berada pada titik full employmen, maka angkatan kerja yang
bekerja mencapai titik optimum. Efeknya pada rumah tangga akan terjadi
pemerataan lapangan pekerjaan sehingga pendapatan yang diterima rumah tangga
dan kesejahteraannya meningkat.
Jepang menjadi tolak ukur untuk dijadikan contoh kasus pertumbuhan
ekonomi yang signifikan, terbukti Jepang merupakan negara adidaya ekonomi
terbesar di Asia, dalam keadaan perang yang buruk pada tahun 1945 kondisi
perekonomian Jepang sangat buruk, kondisi pangan Jepang juga ikut terkena
dampak bahkan persediaan modal Jepang pada titik nol, maka output yang
dihasilkan juga ikut jatuh. Pada fungsi permintaan output yang jatuh Jepang
mempertahankan jumlah investasi dan mengurangi jumlah konsumsi sehingga
persediaan modal lebih banyak, ditambakan dengan variabel investasi dibanding
dikurangi oleh variabel depresiasi. Pertumbuhan persediaan ini dipertahankan
hingga Jepang kembali dalam kondisi mapan dan pendapatan perkapita Jepang
mencapai US$ 37.800 pada tahun 2010.
Titik temu sekaligus jawaban dari program penganekaragaman produksi
pangan adalah meningkatkan tingkat investasi dan mengurangi tingkat konsumsi.
Peningkatan investasi dialokasikan untuk perluasan kesempatan kerja masyarakat.
Mengingat Indonesia adalah negeri agraris maka pengolahan pasca panen
merupakan kunci penganekaragaman pangan. Pembangunan infrastruktur
pengolahan pascapanen harus mendapat porsi investasi yang tinggi. Dengan
pembangunan infrastruktur tersebut maka selain meningkatkan kesejahteraan
pekerjanya masyarakat konsumen dapat memperoleh hasil olahan pangan
berbahan baku lokal dengan mudah sehingga akan menekan harga pasar serta
meningkatkan kualitas produksi sehingga tidak kalah dengan beras dan tepung
terigu dan produk turunannya. Peran serta masyarakatpun harus optimal
mengingat budaya konsumsi beras yang sangat tinggi dan membudaya. Peran ini
dapat dilaksanakan pada jangka panjang dan diharapkan selera konsumen
Indonesia dapat menerima bahan baku lokal sebagai pilihan bahan pangan
konsumsi utama selain beras dan tepung terigu, sesuai dengan Engel’s Law maka
peningkatan pendapatan merupakan point utama dalam pemerataan serta
penganekaragaman pangan, sehingga pilihan pangan masyarakat bisa beragam
dikarenakan mampu membeli bahan pangan sekunder.
Subsistem budidaya pun harus didukung dengan investasi yang tinggi
selain pada subsistem hilir atau pengolahan pascapanen, subsitem budidaya sangat
didukung dengan iklim tropis, tanah yang subur, dan banyakanya varietas
tanaman pangan. Salah satunya dengan membuka sentra-sentra budidaya untuk
bahan pangan lokal secara merata di seluruh daerah. Pembukaan sentra budidaya
ini juga diharapkan mampu menyuplai dan membuka lapangan kerja sehingga
akan meningkatkan pendapatan perkapita yang merata dan menyebar. Pembuatan
sentra budidaya tanaman lokal merupakan langkah peningkatan pendapatan
perkapita di Indonesia perlu mendapatkan atensi khusus oleh pemerintah dan
menjadi pertimbangan pemerintah mengingat masih banyak lahan kosong yang
subur di Indonesia terutama di luar pulau Jawa yang masih belum dimanfaatkan
secara menyeluruh. Peningkatan pendapatan perkapita masyrakat akan
berimplikasi kepada pola konsumsi masyarakat yang beraneka ragam sehingga
diversifikasi konsumsi masyarakat bisa diwujudkan dalam jangka panjang, hal ini
mengignat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbesar di Indonesia (Harry Azhar Aziz, 2010). Revolusi pangan lokal ini kami
ajukan untuk pengakaragaman bahan pangan lokal seperti singkong, jagung, dan
sebagainya dengan peningkatan kesejahteraan petani hilir maupun subsistem pada
budidaya. Dengan itu maka pendapatan perkapita pun dapat naik sehingga pola
konsumsi masyarakat akan meningkat dan pola konsumsi memusat pada satu
produk pangan seperti beras dapat ditinggalkan. Melalui langkah tersebut
kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakat terjamin, kedaulatan bangsa pun
bisa dipertahankan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dari gagasan ini maka diperlukan
langkah strategis guna mencapai program diversifikasi baik dari segi produksi
maupun konsumsi. Peningkatan pendapatan perkapita dan investasi yang tinggi
berkolerasi erat dengan pola konsumsi pangan masyarakat dapat dicapai apabila
tingkat kemiskinan serta pengangguran di negeri ini berkurang. Untuk mencapai
peningkatan pendapatan perkapita dapat dilakukan dengan pembukaan lapangan
kerja dalam sentra budidaya tanaman pangan lokal sehingga menyerap tenaga
kerja dan mengurangi angka pengangguran serta menunjang program diversifikasi
produksi pangan lokal.
Pencapaian tingkat investasi untuk dialokasikan ke dalam infrastruktur
serta program peningkatan produksi pascapanen dapat dilakukan dengan peran
langsung dari pemerintah. Dilanjutkan dengan program lanjutan edukasi dan
sosialisasi dua arah yang dilakukan dengan pemerintah dan masyarakat agraris.
Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tabungan negara dan
menurunkan tingkat konsumsi. Harapannya peningkatan tabungan —sesuai
dengan model pertumbuhan Solow (solow growth model)— akan berimplikasi
terhadap peningkatan tingkat investasi negara yang dilaokasikan ke dalam
industri agribisnis.
BAB III
Simpulan dan Saran
Simpulan dari gagasan di atas adalah bagaimana mengimplemantasikan
program diversifikasi pangan untuk menghasilkan produk alternatif yang lebih
optimal dan berkualitas tidak kalah dengan kualitas produk pangan pusat seperti
beras dan tepung terigu. Peningkatan pendapatan perkapita seperti tertuang dalam
Engel’s Law merupakan langkah yang tepat untuk mendukung program
diverifikasi pangan agar tetap mempertahankan kedaulatan pangan nasional.
Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat ini dapat di lakukan dengan
berbagai cara, namun agar terkorelasi dengan sistem penetapan kebijakan pangan
maka dapat dilakukan dengan peningkatan agribisnis terlebih dahulu.
Nilai tambah dari peningkatan pendapatan ini juga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkann penyerapan tenaga kerja dan
mengurangi pengangguran. Peran pemerintah dalam hal ini sangat penting
dikarenakan program diversifikasi ini vital hukumnya, sehingga kebijakan
pemerintah dalam pengaturan laju neraca perdagangan dan pembangunan
infrastruktur pengolahan pasca panen yang harus mendapatkan porsi investasi
tinggi kearah pembangunan sesuai dengan model pertumbuhan Solow (solow
growth model) peningkatan investasi dipengaruhi oleh peningkatan tabungan
dengan korelasi penurunan konsumsi masyarakat.
Industri bahan pangan lokal alternatif juga merupakan hal yang
berhubungan langsung dan dampaknya sangat besar dengan diversifikasi pangan.
Pembangunan dan pengaturan pola agribisnis yang prorakyat dan terintegrasi
dengan pola konsumsi masyarakat akan sesuai dengan kearifan lokal yang ada.
Adapun saran yang penulis ajukan terkait dengan penjelasan di atas, antara
lain: Peraturan Presiden sampai Undang-Undang yang pro terhadap petani
sehingga birokrasi tidak berbelit-belit, segenap civitas akademika dan lembaga
institusi pendidikan tinggi agar menjadi katalisator kebijakan pemerintahdengan
data empiris yang akan dilaksanakan oleh pelaku-pelaku pertanian.
Daftar Pustaka
Mankiw, N Grefory. 2006. Makroekonomi. Jakarta : Erlangga
Mahmudi. Mien K dkk.2008. Tabel Pangan Indonesia. Jakarta PT Elex Media
Komputindo
Mardianto, Sudi, Mewa ariani. 2004. Kebijakan Proteksi dan Promosi Komoditas
Beras di Asida dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Agricultural
policy Analysis Volume 2 Nomor 4, Desember 2004
Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Narbuko, Cholid Dan Achmadi, Abu. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Pranadji, Tri. 2004. Perspektif Pengembangan Nilai – Nilai Sosial – Budaya
Bangsa. Agricultural policy Analysis Volume 2 Nomor 4, Desember
2004
Lampiran
Tabel 1.
Pola Pangan Harapan 2008-2009
Gambar 1.
Peta Konsep Implementasi Diversifikasi Pangan sebagai Langkah dan Pola
Pemerkuat Ketahanan Pangan dan Kemandirian Pangan Nasional
Daftar Riwayat Hidup
Ketua
Nama Lengkap : Mursal Fajar Hakim
NIM : 7101411289
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 27 Juli 1994
Alamat : Jln. Anggrek II, Depan SMK 2 Adiwerna Tegal
No. Hp : 085641810168
Karya Ilmiah : 1. Touring si Trimbil: Jawaban Pendidikan Karakter Anak Pantura
3 “Entrepreneur Leader House” sebagai Sarana Pendampingan Wirausaha Siswa SMK Jurusan Otomotif di Kabupaten Tegal4 Hukum Agraris Kolonial Bukan Salusi Kedaulatan Pangan5 Kedaulatan Pangan Sumber Idiil Jati Diri Indonesia 6 Pemuda Bicaralah Politik
Anggota 1
Nama Lengkap : Cahyaning Budi Utami
NIM : 7101411363
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 23 Maret 19954
Alamat : Desa Sunggingwarno Rt/Rw: 6/1, Gabus, Pati
No. Hp : 085641829651
Karya Ilmiah : 1. Komersialisasi Produk Manisan Kering Labu Siam “Dried Sweet Chayote” yang Bernilai Ekonomis dan Berkhasiat Tinggi
2. Pengaruh Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi terhadap Budaya Menyontek Mahasiswa PPKn FIS Unnes
3. Ho-Cat (Honest Certificate) sebagai Salah Satu Upaya untuk Menghindari Kebisaan Menyontek di Kalangan Mahasiswa Unnes
Anggota 2
Nama Lengkap : Dewi Sukmawati
NIM : 7101410022
Tempat, Tanggal Lahir :
Alamat :
No. Hp :
Karya Ilmiah : 1. Musa Paradiasiaca sosis (Sosis Jantung Pisang) sebagai Alternatif Sosis Nabati Guna Pengembangan usaha Mandiri di Desa Wiradesa
2. Grikesa (Griya Kreasi Sampah) sebagai Alternatif Pengolahan Sampah Guna Menciptakan Usaha Mandiri di Desa Puguh Kec. Boja Kab. Kendal
3. Pasta Rice Bran DEPASTO (Dedak Padi Saus Tomat) sebagai Sumber Serat Pangan dan Tinggi Vit B Kompleks: Usaha Mandiri Desa Wiradesa
top related