open source in educationopen source di dunia...

Post on 22-Nov-2020

4 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Dhani S. Wibawa | <!--:en-->Open Source in Education<!--:--><!--:id-->Open Source di Dunia Pendidikan<!--:-->Copyright Dhani Satria W dhanisatria@ipb.ac.idhttp://dhanisatria.staff.ipb.ac.id/2011/05/02/open-source-in-education/

Open Source in EducationOpen Source di DuniaPendidikan

Open source akhir-akhir ini semakin diterima oleh masyarakat. Hal ini tidakterlepas dari perjuangan semua pihak yang terlibat dalam penyebaran opn source.Setelah gerakan-gerakan mandiri dan kelompok, pemerintah akhirnya ikut jugadalam gerakan ini dengan mencanangkan Indonesia Go Open Source (IGOS). Didunia pendidikan pun sudah mulai menggunakan sistem operasi dan perangkatlunak yang bersifat open source. Open source yang banyak digunakan di sini lebihkearah yang free, Free Open Source Software (FOSS). Free disini tidak berarti gratis,tetapi lebih ke arah freedom atau kebebasan.

Open source akhir-akhir ini semakin diterima oleh masyarakat. Hal ini tidakterlepas dari perjuangan semua pihak yang terlibat dalam penyebaran opn source.Setelah gerakan-gerakan mandiri dan kelompok, pemerintah akhirnya ikut jugadalam gerakan ini dengan mencanangkan Indonesia Go Open Source (IGOS). Didunia pendidikan pun sudah mulai menggunakan sistem operasi dan perangkatlunak yang bersifat open source. Open source yang banyak digunakan di sini lebihkearah yang free, Free Open Source Software (FOSS). Free disini tidak berarti gratis,tetapi lebih ke arah freedom atau kebebasan.

Sama halnya dengan di perguruan tinggi. Sudah mulai ada mirror maupun repository untuk aplikasi-aplikasi ini. Tetapi sayang penerapan dalam kenyataantidaklah semudah dan seindah yang dibayangkan. Seperti yang penulis alamimisalnya. Penulis harus menggunakan dual OS untuk bisa menjalankan perangkatlunak seperti yang diminta oleh kurikulum. Untuk aplikasi yang bisa dijalankandengan emulator seperti Wine tidak menjadi soal, tetapi seringkali aplikasi tersebutmerupkan aplikasi native Windows dan tidak bisa dijalankan dengan emulator.

Walaupun institusi tidak memaksa untuk menggunkan aplikasi tersebut tetapiketika penyampaian sudah menyebutkan nama merek, di mata penerima itumenjadi sesuatu seperti keharusan. Institusi menganggap bahwa semuamenggunkan aplikasi yang sama padahal kenyataannya tidak begitu. Contoh yangpaling sering adalah terkait dengan format berkas (file). Seringkaliinstitusi/dosen/sejawat meminta format file yang sebenarnya kita hindari. Hal inikemudian mendorong gerakan anti format tertentu seperti disini.

page 1 / 2

Dhani S. Wibawa | <!--:en-->Open Source in Education<!--:--><!--:id-->Open Source di Dunia Pendidikan<!--:-->Copyright Dhani Satria W dhanisatria@ipb.ac.idhttp://dhanisatria.staff.ipb.ac.id/2011/05/02/open-source-in-education/

Mungkin ada baiknya kita lebih terbuka dengan menyediakan kebebasan kepadamasing-masing untuk menggunakan aplikasi yang apa saja asalkan hasil akhirnyasama. Dengan demikian akan tercipta win-win solution. Contoh paling sederhanaadalah menyediakan/menerima beberapa jenis format berbeda untuk satu jenisberkas (misalnya untuk aplikasi word prosesor bisa menggunakan format doc, docx,odt, dll).

Sama halnya dengan di perguruan tinggi. Sudah mulai ada mirror maupun repository untuk aplikasi-aplikasi ini. Tetapi sayang penerapan dalam kenyataantidaklah semudah dan seindah yang dibayangkan. Seperti yang penulis alamimisalnya. Penulis harus menggunakan dual OS untuk bisa menjalankan perangkatlunak seperti yang diminta oleh kurikulum. Untuk aplikasi yang bisa dijalankandengan emulator seperti Wine tidak menjadi soal, tetapi seringkali aplikasi tersebutmerupkan aplikasi native Windows dan tidak bisa dijalankan dengan emulator.

Walaupun institusi tidak memaksa untuk menggunkan aplikasi tersebut tetapiketika penyampaian sudah menyebutkan nama merek, di mata penerima itumenjadi sesuatu seperti keharusan. Institusi menganggap bahwa semuamenggunkan aplikasi yang sama padahal kenyataannya tidak begitu. Contoh yangpaling sering adalah terkait dengan format berkas (file). Seringkaliinstitusi/dosen/sejawat meminta format file yang sebenarnya kita hindari. Hal inikemudian mendorong gerakan anti format tertentu seperti disini.

Mungkin ada baiknya kita lebih terbuka dengan menyediakan kebebasan kepadamasing-masing untuk menggunakan aplikasi yang apa saja asalkan hasil akhirnyasama. Dengan demikian akan tercipta win-win solution. Contoh paling sederhanaadalah menyediakan/menerima beberapa jenis format berbeda untuk satu jenisberkas (misalnya untuk aplikasi word prosesor bisa menggunakan format doc, docx,odt, dll).

page 2 / 2

top related