oleh : h. sayed fuad zakaria, se ketua dpr aceh
Post on 15-Jan-2016
53 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Oleh :H. Sayed Fuad Zakaria, SE
Ketua DPR Aceh
Disampaikan Pada Acara World Bank Seminar Series I, 27 Juli 2007
(Analisis Masalah dan Solusi Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh)
MJun
PENDAHULUANPembangunan Aceh kembali pasca gempa/tsunami dan Perjanjian MoU Helsinky serta UUPA merupakan momentum penting dalam membangun Aceh secara komprehensif, simultan dan lebih baik pada seluruh aspek kehidupan sosial, budaya, sarana dan prasarana publik, ekonomi serta pemerintahan.
Konsekuensi logis pembangunan pasca gempa bumi dan tsunami serta UUPA harus mampu membangkitkan kembali seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat.
Semua dana yang diperoleh dan direalisasikan harus dipertanggungjawabkan sesuai degan realisasinya.
MJun
Wilayah yang Terkena Dampak Langsung di Aceh
MJun
Total Kerugian 4,5 M USDSetara dengan:
2.2% of National GDP and 97% of Aceh’s GDP Sectoral breakdown
Production
37%Infrastructure
16%
Social (incl. Housing)
34%
Environment
11% Others
2%
Social (incl. Housing)
Infrastructure
Production
Environment
Others
MJun
Kerusakan dan Kerugian (dalam Milyar USD)
Damage Losses TotalSocial Sectors Housing Education Health Religious and culture
1,6841,398
1198283
5739
990
1,7411,437
1289283
Infrastructure Transport Communcations Energy Water and Sanitation Flood control
636391
196827
132
241145
303
89
877536
226830
221Productive Sectors Agriculture Fisheries Industry and Trade
35284
102167
830141409280
1.182225511447
Cross-Sectoral Environment Governance and Admin. Bank and Finance
252155
8414
400394
50
652549
8914
Emergency Expenditures 0 0 0TOTAL 2,924 1,528 4,452
MJun
TANGGAP DARURAT - RELIEF
REHABILITASI REKONSTRUKSI
•Penyelamatan Tanggap Darurat
•Pemakaman jenazah•Penyediaan makanan dan
obat-obatan•Perbaikan prasarana dan
sarana dasar
Sasaran: Memperbaiki pelayanan publik pada tahap yg memadai
•Prasarana dan sarana Umum
•Sarana Ekonomi•Perbankan dan Keuangan•Rawatan Traumatis•Pemulihan Hak Atas Tanah•Penegakkan Hukum•Perumahan sementara
Sasaran :Penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan
Sasaran :Membangun kembali masyarakat dan kawasan
•Ekonomi (sektor produksi, perdagangan, perbankan)
•Sistem Transportasi•Sistem Telekomunikasi•Tatanan sosial dan budaya•Kapasitas institusi•Permukiman
Jangka mendesak : 0 – 6 bulan Jangka pendek : 0,5 – 2 tahun Jangka menengah : 5 tahun
PEMULIHAN / RECOVERY
DARURAT
Skema Tahapan Penanggulangan dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi NAD
MJun
Tahapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
• Tahap I (Tahun 2005)• Periode Pemulihan Kondisi darurat (rescue recovery program)
dan Penyembuhan Kehidupan Sosial, Ekonomi dan Politik Masyarakat
• Mempersiapakan Infrastruktur yang mendukung akses logistik• Pembangunan fasilitas air bersih dan sanitasi, tenda,
huntara,dan rumah bagi pengungsi• Pemberian pekerjaan sementara melalui cash for work program
(padat karya)
• Tahap II (Tahun 2006)• Periode pemulihan (recovery program) • Pembangunan perumahan• Pembangunan temporary shelter, sistem transportasi dan
komunikasi, distribusi energi dan kelistrikan, serta infrastruktur sosial dan fisik yang mendukung pengembangan ekonomi jangka panjang.
MJun
…Tahapan Rehab n Rekons
Tahap III (Tahun 2007)• Ditargetkan dapat dibangun seluruh kebutuhan rumah• Pembangunan Infrastruktur Fisik serta Infrastruktur yang
mendukung iklim investasi dan pengembangan perekonomian
• Sistem Penanggulangan Bencana
• Tahap IV (Tahun 2008)• Melanjutkan pembangunan Infrastruktur Fisik (jalan,
jembatan, pelabuhan laut dan udara) serta ifrastruktur yang mendukung iklim investasi pengembangan perekonomian
• Pembangunan dan revitalisasi kawasan yang memiliki potensi wisata serta penataan kawasan-kawasan bisnis dan komersial
• Peran Pemrov, PemKab/Kota semakin besar.
MJun
…Penahapan Kegiatan
• Tahap V (Tahun 2009)• Seluruh Pembangunan Prasarana dan Sarana
Fisik telah dapat diselesaikan• Fokus pada proses Capacity building dan
transfer
Laporan Pansus II DPR Aceh
(Pelaksanaan Rehabilitasi & Rekonstruksi Aceh)
MJun
Pengawasan dan Pemeriksaan Pelaksanaan DIPA TA. 2005
1) Temuan Deputi Pengawasan• 14 Kejadian yang merugikan Negara dan Masyarakat (Rp.
8.016.708.250)• 21 kejadian Kewajiban Penyetoran kepada Negara (Rp.
4.888.672.813,-)• 29 Penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan Anggaran• 36 Kelemahan Administrasi Tata Usaha Akuntansi
2) Temuan Satuan Anti Korupsi• 193 Pelanggaran Proses Lelang (Rp. 523.782.370.000,-)• 52 Kasus Indikasi Tindak Pidana Korupsi (Rp.
60.955.245.000,-)• 10 Kasus Indikasi Tindak Pidana Umum (Rp. 79.737.306.000,-)• 24 Kasus Kewajiban Menyetor ke Kas Negara (Rp.
5.525.129.000,-)
MJun
3. Temuan BPK RI
• Rencana Induk tidak seluruhnya dapat dilaksanakan;
• Tidak terlaksananya koordinasi antara pelaksana program rehabilitasi/rekonstruksi
• Fungsi Bapel RR sebagai koordinator kegiatan rehab rekon belum terlaksana dengan baik;
• Pelimpahan kewenangan Kuasa Penggunan Anggaran dari Kepala Bapel kepada Satker tidak tepat.
• Kinerja Bapel RR tidak sebanding dengan Renumerasi\
• Pelaksanaan pekerjaan pada beberapa Satker tidak didukung dengan pengawasa
• Adanya kegiatan yang tidak dilengkapi dengan petunjuk teknis dan tidak adanya petunjuk tentang pengadaan barang dan jasa yang jelas tegas.
MJun
Analisis Masalah• Perencanaan Rehabilitasi & Rekonstruksi
• Sistem penanganan pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi haruslah akurat dan baik.
• Perencanaan yang baik dapat mengurangi pemborosan waktu, uang dan tenaga
• Seharusnya perencana mengetahui kondisi lapangan, besarnya kegiatan proyek, perencanaan dan pengawasan yang dibutuhkan, kemampuan monitoring pengelola proyek (Satker), disamping estimasi yang diharapkan.
• Kelemahan perencana/perencana program pada jajaran pimpinan BRR adalah sangat menonjol dan fatal yang dampaknya terhadap pelaksanaan pekerjaan cukup mengkhawatirkan semua pihak.
MJun
Organisasi Rehabilitasi & Rekonstruksi
• Penunjukan Kasatker oleh Gubernur dalam tahun anggaran 2005 yang menurut BPk tidak tepat dapat dipahami karena sesuai UU No. 1 Th. 2004 ttg Perbendaharaan Negara, Pengguna Anggaran, yaitu Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang berhak menunjuk Kasatker beserta pelaksana lainnya.
• Profil BRR cenderung kearah penggemukan organisasi, dengan tanpa mengindahkan kemampuan jajaran pemerintah daerah akan mengakibatkan pemborosan
• Kebijakan BRR telah meweujudakan kondisi Aceh hari ini kepada Pemerintah Pusat dan Dunia Internasional bahwa di Prov. NAD ada dualisme Pemerintahan.
MJun
Pelaksanaan Rehabilitasi & Rekonstruksi
• Sangat banyak hasil pekerjaan yang berada di bawah standar teknis dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis serta Bestek dalam dokumen kontrak. (Tata Cara Pelaksanaan Pekerjaan atau Kualitas Proses Yang Tidak Baik);
• Penempatan 9 Deputi (setingkat Dirjen) dan puluhan direktur, tetapi hasilnya belum sesuai dengan harapan rakyat, khususnya masyarakat penerima manfaat.
MJun
Koordinasi Rehabilitasi & Rekonstruksi
• Koordinasi yang dibangun BRR dengan Lembaga Provinsi serta lembaga Kabupaten/Kota di lapangan sangat lemah sekali (ada camat/keuchik tidak diberitahu program yang akan dilaksanakan, tetapi setelah ada masalah baru dilibatkan;
• Tidak baiknya koordinasi di lingkungan internal BRR (Petinggi BRR kurang peduli dan secar tidak langsung membiarkan terjadinya penyimpangan).
MJun
Pengawasan Rehabilitasi & Rekonstruksi
• BRR tidak mampu menangani pengawasan dengan optimal dalam tahun 2006, meskipun biaya konsultasi telah dinaikkan 291% dari biaya konsultan tahun 2005.
MJun
Solusi Kebijakan - Perencanaan
• Penyediaan rumah yang layak bagi korban tsunami mutlak menjadi prioritas utama dalam perencanaan dan pelaksanaannya;
• Pemilihan Program harus dikaji ulang dan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang mendesak.
• Setiap kegiatan prioritas hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan harus berkonsultasi dengan Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota/Kecamatan dan Desa atau Gampong
MJun
Solusi Kebijakan - Organisasi
• Struktur organisasi BRR yang dibentuk dengan PP No. 76 Tahun 2006 harus direvisi dengan mempertimbangkan antara lain:• Pemerintah Aceh, Kab/Kota telah dapat berfungsi normal
(jangan ada dualisme• Adanya pengaturan yang jelas antara BRR dan Pemerintah
Aceh dan Kab/Kota;• Keberadaan Deputi BRR dibatasi Maksimum 2 atau 3
(Koordinasi; Pembinaan, pengawasan Pendanaan/Anggaran)• Direktur-direktur dapat dihilangka dan tenaga-tenaganya
dapat disisipakan pada SKPD yang membutuhkan sebagai pendamping.
• Kantor-kantor REgional BRR pada Kabupaten/Kota dihapus (Pekerjaan yang sesuai diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Aceh, Kab/Kota, kecuali kab/kota tertentu BRR dapat memperbantukan tenaga teknisnya.
MJun
Solusi Kebijakan - Pelaksanaan
• Lembaga-lembaga pemerintah daerah dalam 2 tahun pasca Tsunami telah dapat menunjukkan kemampuan teknis/operasional di lapangan.
• Pekerjaan Rehab/Rekon yang sesuai dengan tugas SKPD sudah dapat diserahkan.
• SKPD yang kurang cukup tenaganya dapat dibantu oleh tenaga-tenaga yang direkrut BRR.
• Dalam 2 Tahun kedepan, BRR harus melaksanakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan seluruh pendanaan/anggaran yang bersumber dari APBN, BLN, dan Bantuan NGO dengan Optimal.
MJun
Solusi Kebijakan - Koordinasi
• BRR tidak dapat melakukan koordinasi yang baik dengan Pemerintah Aceh, Kab/Kota, Kecamatan, dan Desa serta NGO.
• Oleh karena Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya mempunyai kemampuan untuk melakukan koordinasi pembangunan mulai dari Provinsi, Kab/Kota, Kecamatan dan Desa, maka Pemerintah Aceh harus mengambil alih secara proaktif seluruh tugas koordinasi pembangunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
MJun
Solusi Kebijakan - Pengawasan
• Pelaksanaan Pekerjaan Konsultan perencana/pengawasan dalam tahun anggaran 2006 dan 2007 yang dilaksanakan oleh BRR perlu dikaji ulang terhadap besaran kegiatan dan besarnya pembiayaan.
• Penunjukan jajaran Pemda sebagi Penanggung jawab pelaksanaan Rehab/Rekon.
• Penerapan Pengawasan Melekat mutlak diperlukan
MJun
PENUTUPPelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR Aceh adalah sebagai rasa tanggung jawab moral dan sosial terhadap seluruh masyarakat. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak sepenuhnya mengacu pada perencanaan yang telah disusun dalam “Blue Print”.Merujuk pada kurangnya perencanaan partispatif, lemahnya koordinasi, dan buruknya kualitas hasil proyek-proyek BRR, maka tampaknya Organisasi BRR memiliki permasalahnya tersendiri sehingga perlu juga direkonstruksi dengan segera.
MJun
TERIMA KASIH
top related