naskah publikasi religiusitas remaja aceh korban bencana...
Post on 06-Feb-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
NASKAH PUBLIKASI
RELIGIUSITAS REMAJA ACEH KORBAN BENCANA
TSUNAMI PASCA 1 TAHUN
KARJUNIWATI
H. FUAD NASHORI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
2
RELIGIUSITAS REMAJA ACEH KORBAN BENCANA
TSUNAMI PASCA 1 TAHUN
Telah Disetujui Pada Tanggal
__________________
Dosen Pembimbing Utama
( H. Fuad Nashori, S.Psi, M.Si, Psikolog )
3
RELIGIUSITAS REMAJA ACEH KORBAN BENCANA TSUNAMI
PASCA 1 TAHUN
Oleh
Karjuniwati
H. Fuad Nashori
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tema-tema religiusitas remaja
Aceh korban bencana tsunami pasca 1 tahun dan faktor-faktor yang
mempengaruhi religiusitas.
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja Aceh yan menjadi korban
bencana tsunami. Peneliti akan memfokuskan pada remaja yang menalami
kejadian tsunami secara langsung. Jmlah subjek penelitian adalah 5 orang, terdiri
dari 3 remaja putri dan 2 remaja putra.
Metode penelitian yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang
sifat deskripif, seperti transkrip wawancara. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara mendalam terhadap subjek penelitian. Dari hasil
tersebut diperoleh data-data yang mendukung pertanyaan penelitian yaitu
bagaimana religiusitas remaja Aceh korban bencana tsunami pasca 1 tahun.
Kata kunci : Religiusitas, Remaja, Korban tsunami.
4
PENGANTAR
Bencana alam gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004
merupakan musibah terbesar yang dialami oleh bangsa Indonesia. Musibah ini
telah merenggut ratusan ribu jiwa manusia dan menghancurkan infrastruktur di
Nanggroe Aceh Darussalam. Musibah ini telah menyisakan penderitaan yang
mendalam bagi masyarakat Aceh. Mereka kehilangan keluarga yang tercinta,
kehilangan tempat tinggal serta hal yang menyedihkan adalah mereka harus
berjuang dengan maut untuk menyelamatkan diri dari musibah itu.
Bencana alam yang terjadi di Aceh, walaupun telah menghancurkan fisik
bumi Aceh ternyata mereka mampu menerimanya dengan lapang dada dan
menganggap musibah yang dialaminya adalah takdir Tuhan yang pasti akan ada
hikmah di balik semua yang terjadi.
Menurut Cucu Juantika Sari (Republika, 3 Januari 2005), musibah adalah
buah dari kehendak sang Maha Kehendak. Maka pasti sang Maha Kehendak
juga tahu jalan keluarnya. Tidak ada tempat kembali yang utama kecuali kepada
Tuhan dikembalikan segala urusan dengan ikhtiar yang maksimal.
Seorang ahli psikologi, Ardiningtiyas Pitaloka (e-psikologi, 19 Januari 2005), mengatakan bahwa manusia tidak diciptakan hanya untuk merasakan kengerian. Setiap orang memiliki kemampuan mekanisme coping sendiri-sendiri seperti juga eksistensi manusia yang unik sebagai pribadi. Menurut TMT (Teror Management Theory), belief (keyakinan) akan bertindak sebagai cultural anxiety-buffer dalam mengatasi terror kehidupan tersebut I atas. Masyarakat Aceh yang selama ini telah dihimpit oleh konflik yang berkepanjangan terkenal dengan kehidupan yang kental dengan ajaran Islam. Islam telah menjadi nafas utama kehidupan di Aceh, ini menunjukkan internalisasi nilai-nilai keyakinan yang dianut masyarakat di tanah Serambi Mekah. Dalam bahasa TMT, Aceh yang terkenal religius memiliki penyangga kecemasan budaya yang menonjol yakni agama Islam.
Dari bencana tsunami, menurut Vebry (2005), masyarakat Aceh
berkeyakinan bahwa musibah yang dialaminya merupakan ujian dari Tuhan, di
5
mana sebagai hamba, manusia harus mampu bersabar dan menerima cobaan
ini. Kekuatan dan ketabahan masyarakat Aceh menghadapi musibah ini juga
dikarenakan mereka sudah terbiasa berada dalam penderitaan. Hal ini dimulai
sejak zaman perang “kaphee” melawan invasi Belanda, penganugrahan status
Daerah Operasi Militer sampai pada penumpasan GAM. Sungguh derita ini telah
menghantui sejarah Aceh, sehingga masyarakat Aceh sudah sangat terbiasa
dengan cobaan ini dan pukulan yang terus menghantui eksistensinya. Dengan
demikian tidak ada pilihan lain selain menjadi orang-orang yang tabah dan kuat
menghadapi cobaan hidup.
Pembentukan religiusitas remaja Aceh karena adanya pengaruh
penderitaan yang terus-menerus dialami oleh masyarakat aceh karena konflik,
membuat remaja belajar dari pengalaman orang-orang yang mengalami
penderitaan tersebut untuk lebih tabah menghadapi cobaan yang datang
bertubi-tubi. Selain itu pula kebudayaan yang melekat pada masyarakat aceh
yang menjadi unsur keunikan orang aceh seperti hikayat. Hikayat aceh
mengandung unsur hikayat agama, sejarah, safari, peristiwa jihad dan cerita.
Adapun ciri khas hikayat-hikayat aceh dimulai dengan basmallah, kemudian
tokoh-tokoh agama yang bermain dalam hikayat adalah manusia yang taat
kepada Allah, berakhlak mulia, berwatak kepahlawanan, berhati budiman dan
berpendidikan agama yang sempurna.
Secara tradisional, masyarakat aceh sangat menggemari hikayat aceh
yang selalu diciptakan dalam bentuk puisi. Hkayat tersebut dibuat untuk
menanamkan ajaran agama secara sederhana kepada anak-anak maupun untuk
lingkungan yang lebih luas. Para ibu sering memetik lagu ratib (shalawat)
6
sebagai lagu nina bobo secara tidak langsung, ikatan puisi yang dinyanyikan oleh
ibu melekat ke dalam ingatan anak. (Oktavia, 2006)
Berdasarkan observasi pada beberapa remaja Aceh, tingkat religiusitas
mereka ada yang bertambah dan ada yang biasa saja. Tentunya banyak
penyebab yang memunculkan hal dan tingkah laku demikian. Padahal, musibah
yang dialami oleh remaja Aceh, seharusnya mampu meningkatkan religiusitas
remaja karena mereka mengalami langsung kejadian yang sangat mengerikan
dan memilukan itu.
Dengan demikian, penulis melihat adanya suatu permasalahan yang
muncul pada remaja Aceh, yakni bagaimanakah religiusitas remaja Aceh setelah
bencana tsunami terjadi. Dalam penelitian awal menunjukkan bahwa keseharian
yang dijalani oleh remaja Aceh korban bencana Tsunami, mereka menganggap
musibah yang dialaminya adalah takdir dari Allah, mereka menyerahkan semua
kepada Allah dan mengharap hikmah di balik semua kejadian tersebut.
DASAR TEORI
Menurut Dister (1982), religiusitas diartikan sebagai keberagamaan
individu yang menunjukkan tingkat sejauh mana individu mengamalkan,
melaksanakan dan menghayati ajaran-ajaran agamanya secara terus menerus.
Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,
psikis, dan psikososial.
Menurut Glock dan Stark (Ancok & Suroso, 1994), ada 5 macam dimensi
keberagamaan, yaitu:
1. Dimensi keyakinan (ideologis)
7
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat
kepercayaan di mana penganut diharapkan taat.
2. Dimensi peribadatan (ritualistik)
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya.
3. Dimensi penghayatan (eksperimen)
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan
dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi,
dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau sekelompok orang.
4. Dimensi pengetahuan agama (intelektual)
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa setiap orang yang beragama
paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan dasar-dasar keyakinan, ritus-
ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
5. Dimensi pengamalan (konsekuensi)
Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,
praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang.
Thouless (1992) menjelaskan tentang faktor-faktor yang bisa
menghasilkan sikap keagamaan, yaitu:
1. Faktor sosial, mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap
keagamaan.
8
2. Faktor pengalaman, berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang
membantu sikap keagamaan.
3. Faktor kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi empat:
a. Kebutuhan akan keamanan atau keselamatan
b. Kebutuhan akan cinta kasih
c. Kebutuhan untuk memperoleh harga diri
d. Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian
2. Faktor intelektual, berkaitan dengan berbagai proses penalaran verbal atau
rasionalisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada remaja
menurut Daradjat (2003) adalah:
1. Pertumbuhan mental remaja
2. Masalah mati dan kekekalan
3. Emosi dan pengaruhnya terhadap kepercayaan agama
4. Perkembangan moral dan perkembangannya dengan agama
5. Kedudukan remaja dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap sikap
6. Sikap remaja terhadap agama
Agama atau religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa
remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat
mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak pada usia remja sehingga
mereka tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan kepada masyarakat atau
bertentangan dengan norma-norma agama. (Panuju dan Utami, 1999)
Menurut Idrus (2006), kepercayaan remaja kepada Tuhan ditanamkan
oleh orang tua dan gurunya. Di rumah remaja mengembangkan pemahaman
9
terhadap Tuhan dengan memproyeksikan ide dari orang dewasa di sekitar
mereka. Melalui pengajaran orang tua dan gurunya, remaja memiliki gambaran
tentang siapa dan bagaimana Tuhan. Sesuai dengan tahap perkembangannya,
remaja mengalami krisis yang menyebabkan mereka memiliki keraguan kepada
Tuhan, hal ini disebabkan keragu-raguan beragama memang merupakan salah
satu karakteristik kehidupan beragama pada masa remaja yang sangat menonjol.
Keraguan dan konflik remaja dalam hal beragama memang menjadi hal yang
serius, manakala remaja tidak dapat menyelesaikan krisis yang terjadi.
Kemampuan untuk mengatasi krisis akan membantu remaja sukses menjadi
tahap perkembangan selanjutnya. Kegagalan untuk mengatasi krisis yang
berupa keraguan terhadap Tuhan menyebabkan remaja mengalami hambatan
dalam mengikuti perkembangan berikutnya.
Adapun hal-hal yang hendak diungkap dalam penelitian ini adalah :
1. Tema religiusitas pada remaja Aceh korban bencana Tsunami pasca 1
tahun?
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas korban bencana tsunami ?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip
wawancara, catatan laporan, gambar foto, rekaman video dan sebagainya
(Poerwandari, 2001).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil responden pada remaja yang
menjadi korban bencana tsunami. Karakteristik subjek penelitian terdiri dari dua
remaja putra dan tiga remaja putri. Subjek penelitian putra berusia 21-23 tahun.
10
Subjek-subjek itu kuliah di perguruan tinggi negeri. Ketiga remaja putri tersebut
berusia 18-21 tahun, subjek-subjek ini tinggal di barak pengungsian Lhong Raya.
Di antara dua remaja putri baru masuk perguruan tinggi swasta sedangkan satu
remaja putri sudah kuliah di perguruan tinggi negeri. Peneliti akan memfokuskan
pada remaja yang mengalami kejadian tsunami secara langsung.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis tematik, dimana
analisis ini memungkinkan peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak
melihatnya secara jelas. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi,
yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks,
kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara /
gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat
mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interpretasi
fenomena (Poerwandari,1998)
Langkah awal koding (Poerwandari,1998) dapat dilakukan melalui :
1. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan
lapangannya sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar
di sebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkannya
membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu di atas transkrip
tersebut
2. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris
transkrip dan atau catatan lapangan tersebut
3. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode
tertentu. Kode yang dipilih haruslah kode yang mudah diingat dan dianggap
paling tepat mewakili berkas tersebut. Selalu membubuhkan tanggal di tiap
berkas
11
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian selama wawancara menunjukkan tema-tema religiusitas
yang muncul dalam penelitian dan faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas
remaja Aceh korban bencana tsunami. Adapun hasil penelitian sebagai berikut :
A. Tema-tema religiusitas remaja Aceh korban bencana tsunami sebagai berikut
1. Keyakinan agama
Remaja Aceh korban bencana tsunami secara umum percaya dan yakin
kepada Allah, malaikat, nabi, kitab suci, qadha dan qadar dan hari akhir.
Walaupun dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dalam
penelitian berikut ini :
a. Keyakinan terhadap Allah ” Bagaimana pandangan mira terhadap Allah ? ya...menurut saya adanya Allah, dengan adanya diciptakan manusia, diciptakan alam sekitar, langit dan bumi, dengan adanya alam sekitar lah..” (DM. 83-132)
b. Keyakinan terhadap malaikat ” Bagaimana pandangan adek tentang malaikat ? malaikat adalah
utusan Allah dan menjalankan perintah Allah ” (A. 123-135) c. Keyakinan terhadap nabi “Apa saja yang telah dilakukan oleh nabi? yang adek ketahui yang
nabi telah lakukan, emang perbuatan-perbuatan yang baik mungkin, sebelum kita lahir pun seperti kaum Quraisy yang tersesat diluruskan oleh nabi , maksudnya dikasih pengarahan ke kaum-kaum yang sesat bahwa semua adalah hamba Allah, ciptaan Allah, kita harus menyembah Allah, tuhan yang patut disembah” (A.152-194)
d. Keyakinan terhadap kitab suci “bisa putra jelaskan tentang kitab suci? kitab suci tu kan pedoman
bagi semua manusia… apakah putra yakin dengan kebenaran isi al-Quran? percaya, karna kalo misalnya putra gak percaya putra keluar” (LS. 214-232)
e. Keyakinan terhadap qadha dan qadar “Bisakah putri menjelaskan tentang qadha dan qadar? Qadha itu
ada yang baik ada yang buruk, bagaimana perbuatan kita, kalo perbuatan kita baik maka Qadha itu ada, sebaliknya kalo kita melakukan yang buruk maka qadha buruk. bagaimana putri menghadapi qadha dan qadar Allah? Berzikir pada Allah, mengingatnya, sering melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. “ (PL. 108-133)
f. Keyakinan terhadap hari akhir
12
“ Bisa Mira jelaskan tentang hari kiamat? Hari kiamat emang sangat mengerikan, lebih parah dari tsunami, tapi kita gak bisa menjangkaunya, menghayalkannya karna kek mana ya ? hari kiamat di luar jangkauan Apakah Mira meyakini hari kiamat itu? Sangat yakin, klo gak ngapain juga kita menjadi orangislam karma hari kiamat adalah rukun iman( DM. 215-228)
2. Pelaksanaan ibadah
Secara umum remaja Aceh korban bencana tsunami melaksanakan
perintah Allah dengan melaksanakan shalat, puasa, zakat, zikir, dan doa.
Kecuali ibadah haji, subjek belum melaksanakan haji dan ada keinginan
untuk melaksanakannya. Namun, ada juga di antara subjek yang belum
melaksanakan ibadah secara sempurna.
a. Pandangan dan pelaksanaan shalat Bagaimana pendapat putri tentang shalat? Shalat adalah sesuatu
yang harus dikerjakan karena Allah Ta’ala… Apakah putri telah melakukan shalat secara penuh? Insya Allah sudah. “ (PL. 192-225)
b. Pandangan dan pelaksanaan puasa apa itu puasa? dulu pun puasa itu salah satu rukun islam yang harus
dikerjakan oleh seluruh umat islam, insyaallah adek pun tetap rajin mengerjakan puasa insyaalllah tdak pernah bolong kecuali lagi alangan, tapi kita ganti sesudah itu. Apa manfaat yang adek peroleh dari puasa? kita bertawakkal pada Allah trus kita bisa menahan lapar dan dahaga seperti orang yang kelaparan. (A. 282-317)
c. Pandangan dan pelaksanaan zakat Menurut putri apa itu zakat? Zakat adalah yang harus
disumbangkan kepada fakir dan miskin pada bulan ramadhan. Kapan seseorang disebut berkewajiban membayar zakat? Pada bulan ramadhan… Apakah putri melaksanakan kewajiban membayar zakat? Belum, biasanya mamak yang bayar. ( PL. 251-259)
d. Pandangan dan pelaksanaan haji apa mira udah naik haji?Blom. apa yang akan mira persiapkan
untuk naik haji? kalau sekarang belom, mudah-mudahan ke depan kalau udah kerja bisa ngumpul-numpul duit dikit-dikit untuk naik haji, mudah-mudahan mira bisa naikkah haji orang tua dulu baru mira” (DM. 310-322)
e. Pandangan dan pelaksanaan zikir kalau tentang zikir, bagaimana pendapat putri? zikir tu gak hanya
dilakukan setelah shalat aja tapi bisa juga dalam keseharian misalnya sambil duduk, sambil baca apa-apa itu, berzikir.. gimana kebiasaan berzikir putri? putri berzikir tu biasanya abis shalat, serin juga kalo duduk-duduk sendiri.. (PL. 277-291)
f. Pandangan dan pelaksanaan doa
13
kapan dikki berdoa? dikki gak tetap kak doanya misalnya abis shalat, tapi dikki lebih pada perasaan, kalo sudah merasa gak senang atau merasa senang dikki berdoa, tergantung situasi… bagaimana kebiasaan dikki doa ? biasanya dikki berdoa setelah shalat… (DA.369-382)
3. Perilaku dalam lingkungan sosial
Secara umum sikap remaja Aceh korban bencana tsunami terhadap
orang tua, lingkungan tetangga, lingkungan teman dan guru baik. Terjalin
hubungan dan komunikasi yang baik. Walaupun terkadang subjek kurang
patuh pada orang tua tapi subjek menyayangi orang tua. Hal ini dapat
dilihat dalam wawancara berikut ini :
a. Akhlak terhadap orang tua “bagaimana wujud kasih sayang mira sama orang tua? mira ngelakuin apa yang disuruh oleh orang tua mira kerjain pekerjaan rumah tanpa membebani orang tua. menurut mira apakah mira sudah patuh sama orang tua? ada juga gak,tapi mira patuhlah, ngelakuin semua yang disuruh untuk membahagiakan orang tua. “ (DM. 365-384)
b. Hubungan dengan lingkungan tetangga “ bagaimana adek berinteraksi dengan tetangga dan orang di sekitar adek? mungkin dengan cara ngumpul bareng-bareng teman, ngobrol-ngobrol, abistu gak mesti dengan teman-teman, dengan ibu-ibu juga, tetangga, mungkin salah satunya dengan nonton televise bersama, atau kalo ada kegiatan-kegiatan. (A. 425-443)
c. Hubungan dengan lingkungan teman menurut putri perlukah memiliki sahabat? Mengapa? perlu, putri
punya? punya tapi yang kayak gitu-itu aja, kalo yang akrab gak ada” (PL. 366-379)
d. Akhlak terhadap guru menurut putra bagaimana seharusnya berakhlak kepada guru?
bandel dulu… karna putra emang gak bisa diam, ya banya gerak, apalagi kawan-kawan putra juga sama… ” (LS. 447-454)
4. Perasaan dekat dengan tuhan
Secara umum pengalaman yang sangat berkesan bagi subjek adalah
tsunami. Kejadian tsunami membuat subjek mudah mengingat pada Allah
saat berbuat salah, hal ini ditunjukkan dengan mendekatkan diri pada
Allah, memohon ampunan, berzikir, insaf, meminta petunjuk pada Allah.
14
Selain itu, subjek lebih sabar dan tawakkal kepada Allah, seperti
tawakkal, bersabar, tabah, pasrah, mengembalikan pada Allah. Hal ini
dapat dilihat hasil wawancara berikut ini :
“apakah adek mendapatkan pengalaman yang menunjukkan adek dekat dengan Allah? ya… ada, pengalaman yang mendekatkan diri pada Allah ya,,mungkin keluarga ya… kalo ada apa-apa kita minta petunjuk pada Allah, kalo teman pun atau pacar kita kalo ada masalah, kita mendekatkan diri dengan Allah apa yang terbaik untuk kita, apa yang seharusnya dilakukan agar lebih baik. bisa adek ceritakan pengalaman dekat dengan Allah itu? kalo dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kalo berbuat sesuatu yang kurang baik ato kesalahan langsung teringat pada Allah. Trus gimana ade menghadapinya? ya dengan memohon ampun atas kesalahan yang diperbuat. “ (A. 473-506)
5. Pengetahuan agama
Secara umum subjek telah mengetahui isi al-Quran dan hadis. Subjek
mengetahui isi al-Quran dengan cara membaca al-Quran, memaknai,
berusaha mengamalkan, kadang-kadang membaca tafsir. Subjek juga
mengetahui isi hadis dari buku-buku, pengajian dan mengamalkannya.
Namun ada subjek yang tidak tahu semua isi al-Quran, belum mampu
mengamalkannya, tidak mendalami hadis dan kurang tahu tentang isi
hadis. Sebagaimana dalam wawancara berikut :
“berdasarkan pengetahuan dikki, apa aja isi al-Quran? pasti menurut dikki berisi tentang tauhid, akhlak, abistu nilai-nilai sosial yang ada didalamnya bagaimana kita harus berhubungan dengan sesame, dengan yang di atas dan bahkan dengan alam, seperti itu lah… apakah diantara isi al-Quran itu ada yang membuat dikki berkesan? mungkin hubungan antara manusia dengan manusia, sampe ke perkawinan pun diajarkan seperti tu… apakah mengamalkannya setelah mendalaminya? pastilah, jangan masuk kuping kiri keluar kuping kanan jadi buat apa kita ke situ (mesjid)… sejauh ini adakah hadis yang berhubungan dengan kehidupan dikki? ada… .misalnya tentang kehalalan makanan, karena dikki konsentrasi di bidang itu, paling gak dari sekarang dikki harus cari hadis-hadis tentang itu… walaupun di al-Quran umum, tapi secara detailnya kan gak ada di situ, abistu cari di hadis… ” (DA. 533-575)
15
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas remaja Aceh korban bencana
tsunami
1. Faktor pendidikan keluarga dan dukungan lingkungan masyarakat
Secara umum lingkungan sangat mempengaruhi keimanan subjek dan
mempunyai pengaruh terhadap keimanan subjek. Hal ini dapat dilihat dari
penelitian berikut ini :
“apakah lingkungan sekitar mempengaruhi keimanan putri? Mempengaruhi… bisa dijelaskan bagaimana pengaruhnya? terutama dari orang tua, abistu guru, dari ustad yang putri ngaji, pernah sikit-sikit (sedikit) dipelajari dan melakukannya apalagi yang baik-baik… bisa dijelaskan hal-hal baik yang dilakukan? berbuat baik sama orang… sekarang gimana? lebih meningkat, kalo dulu putri gak pake jilbab kalo keluar-keluar kan, sekarang insyaallah dah pake… kalo keluar depan pintu dah pake walaupun masih nampak dikit..” (PL. 444-458)
2. Faktor pengalaman
Pengalaman hidup yang berkesan bagi subjek adalah kejadian tsunami
yang mempengaruhi keimanan subjek. Berikut kutipan wawancara :
“apakah ada pengalaman hidup yang mengesankan? tsunami , kalo dulu biasa-biasa aja… .apakah dari pengalaman itu ada yang mempengaruhi keimanan mira? pada waktu tsunami itu ada… bisa dijelaskan bagaimana pengalaman hidup itu mempengaruhi keimanan mira ? pengaruhnya agar kita lebih mengingat Allah lagi, gitu ya? Menjalankan perintah Allah, yang jelek-jelek di jauhi jangan dilakuin lagi ato mungki dulu banyak dosa janganlah dosa lagi, sekarang lebih baik lgi, kita kan gak tau kapan kita mati, kek ( seperti) kemaren tu gak ada angin gak ada hujan, abis sekali sapu. (DM. 525-537)
3. Faktor untuk mengatasi ketakutan
Secara umum dengan adanya religiusitas,subjek membutuhkan rasa
aman dan selamat dari hal-hal yang mengancam dirinya, dan kebutuhan
yang timbul karena adanya ancaman kematian. Hal ini sebagaimana
dalam penelitian berikut ini :
a. Kebutuhan akan rasa aman dan selamat apakah adek sudah merasa aman dan selamat dari hal-hal yang
mengancam diri adek? ya… adek merasa aman dan adek merasa
16
butuh rasa aman dan selamat itu… apa yang adek lakukan ketika merasa aman dan dan selamat? mensyukuri, berterima kasih pada Allah, insyaallah gak bolong abistu melakukan shalat sunat, puasa sunat juga,,” ( a. 598-606)
b. Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian apayang putra butuhkan ketika ada ancaman kematian? yang
pasti kita berikhtiar disamping memohon pertolongan Allah… karna setelah itu kita bisa tenang dan merasa puas apapun hasilnya… apakah yang telah putra persiapkan untuk menghadapinya? putra bersabar, tawakkal..” (LS. 608-615)
4. Faktor pengetahuan umum
Secara umum menurut subjek ada hubungan antara pengetahuan
dengan keyakinan pada agama dengan mengaitkan pengetahuan yang
telah diperoleh dengan keyakinan pada agama lalu mengamalkannya.
Dengan demikian intelektual mempengaruhi religiusitas subjek. Berikut ini
kutipan wawancara :
“berdasarkan pengetahuan agama mira, menurut mira adakah hubungan pengetahuan dengan keyakinan pada agama? ya berpengaruh lah kak.. bisa dijelaskan bagaimana mira mengaitkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan keyakinan pada agama? ya dengan adanya, banyaknya kita tau ilmu agama bertambahlah keyakinan kita terhadap agama yang sedang kita jalani. apa yang mira lakukan? ya… kayak pertama mira tau tentang shalat, mira kan tau tentang ilmu shalat dengan buku tuntunan shalat ya..ya udah, dengan belajar-belajar itu mira ngejalanin shalat itu langsung dipraktekkan dan meyakini ajaran-ajaran agama.. (DM. 572-587)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti
diperoleh beberapa tema religiusitas. Tema religiusitas adalah keyakinan agama,
pelaksanaan ibadah, perilaku dalam lingkungan sosial, pengetahuan agama dan
perasaan dekat dengan tuhan.
Pada aspek keyakinan terhadap agama, tema-tema yang muncul adalah
keyakinan terhadap Allah, keyakinan terhadap malaikat, keyakinan terhadap
17
nabi, keyakinan terhadap kitab suci, keyakinan terhadap hari akhir dan keyakinan
terhadap qadha dan qadar. Secara umum tampak bahwa keyakinan remaja Aceh
korban bencana tsunami cenderung meningkat. Hal ini diketahui dari indikator-
indikator yang muncul pada setiap tema seperti percaya, yakin, rasa syukur,
merasakan kasih sayang Allah, mengambil hikmah, menerima ketentuan Allah,
mendekatkan diri pada Allah, memperbaiki diri dan terus mempelajari kekuasaan
Allah masih sangat tampak, meskipun beberapa dari mereka juga merasa sulit
menerima cobaan, depresi, bahkan masih ada yang takut tapi diperkuat oleh
orang tua dengan agama supaya tidak melakukan hal-hal yang tidak baik.
Namun hal ini hanya sebagian kecil dari indikator-indikator yang muncul.
Pada aspek pelaksanan ibadah,. Menyangkut pemahaman dan intensitas
pelaksanaan ibadah sebagai implementasi pada ajaran agama yang dianutnya.
Dari indikator tersebut, diketahui bahwa remaja Aceh korban bencana tsunami
memiliki religiusitas yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya
intensitas ibadah yang dilakukan oleh remaja Aceh korban bencana tsunami.
Dengan memahami dan melaksanakan ibadah membuat remaja Aceh korban
bencana tsunami mengingat Allah, merasa lega, merasa tenang, sanggup
melawan hawa nafsu, belajar mengontrol diri, mampu mengendalikan diri, lebih
dekat dengan Allah. Namun pada tema ibadah haji tidak dapat mewakili
religiusitas remaja Aceh korban tsunami karena mereka belum melaksanakannya
tapi sudah ada usaha mempersiapkan diri untuk melaksanakan haji.
Pada aspek perilaku dalam lingkungan, secara umum indikator yang
muncul menunjukkan bahwa remaja Aceh korban tsunami memiliki religiusitas
yang cenderung sama. Sebagian jawaban yang muncul adalah perilaku sehari-
hari yang berhubungan dengan orang tua, lingkungan dan guru. Layaknya
18
remaja lainnya, remaja Aceh korban tsunami juga ada yang berperilaku baik
seperti patuh, membantu orang tua, terbuka, saling membantu, mendengar
nasehat,perhatian dan butuh pertolongan orang lain. Namun ada juga yang
berperilaku tidak baik seperti kurang patuh, membantuh, bandel, dan urang
terbuka, sehingga agak sulit untuk tampak religiusitasnya.
Aspek perasaan dekat dengan tuhan merupakan salah satu religiusitas
remaja Aceh korban tsunami. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nashori dan
Mucharam (2002), bahwa pengalaman keagamaan dan perasaan tentang
kehadiran tuhan, perasaan takut melanggar larangan tuhan sikap ikhlas, dan
tawakkal kepada Allah menunjukkan perasaan dekat dengan Allah,. Tema yang
muncul menunjukkan bahwa dengan pengalaman tsunami yang dialaminya
seperti kehilangan keluarga, kelengkapan keluarga, kedatangan kematian
membuat remaja Aceh korban bencana tsunami mudah mengingat Allah saat
berbuat salah, seperti memohon ampunan, mendekatkan diri kepada Allah, insaf,
berzikir, meminta petunjuk Allah. Selain itu, remaja Aceh korban bencana
tsunami lebih bersabar dan tawakkal, seperti tabah, pasrah kepada Allah.
Pada aspek pengetahuan agama, juga terlihat peningkatan religiusitas
remaja Aceh korban bencana tsunami. Tema yang muncul adalah pengetahuan
tentang isi al-Quran dan pengetahuan tentang isi hadis. Berdasarkan penelitian
terungkap bahwa remaja Aceh korban bencana tsunami sering membaca al-
Quran sehingga mengetahui isi-isi al-Quran, memaknai dan berusaha
mengamalkan, meskipun ada juga yang tidak tahu isi al-Quran dan belum
mampu menjalankannya. Selain itu, pengetahuan tentang isi hadis diperoleh dari
buku-buku, dari pengajian, ada yang membaca hadis lalu mengamalkannya, tapi
19
ada juga remaja Aceh korban bencana tsunami yang kurang tahu tentang hadis
bahkan tidak mendalaminya.
Berdasarkan penelitian ini juga diperoleh beberapa factor yang
mempengaruhi religiusitas remaja Aceh korban tsunami, di antaranya yaitu
pendidikan keluarga, pengaruh lingkungan sosial, pengalaman, untuk mengatasi
ketakutan dan pengetahuan.
Pendidikan orang tua sangat berperan penting dalam pembentukan
religiusitas remaja Aceh karena sejak kecil, remaja-remaja tersebut sudah
berada dalam lingkungan beragama dan mendapatkan pendidikan, pengalaman,
dan latihan-latihan keagamaan sehingga agama tersebut menjadi mutlak. Hal ini
pula yang menjadi kekhasan remaja Aceh korban tsunami bahwa pendidikan
orang sangat penting dalam membentuk keimanan remaja Aceh. Pendidikan
shalat, puasa, membayar zakat, jika remaja tersebut tidak shalat akan dipukul
oleh orang tuanya, jika puasa masih bolong-bolong maka jatah di hari raya akan
disedikitkan. Walaupun itu sebuah pemaksaan namun secara otomatis ada
perasaan tidak lengkap jika tidak melakukannya.
Pengaruh dukungan lingkungan masyarakat juga mempengaruhi remaja
Aceh, hal ini dapat dilihat pengaruh sosial kemasyarakatan yang ada di sekitar
remaja Aceh. Pendidikan agama yang diperoleh dari guru dan ustad, di sekolah
dan tempat pengajian merupakan pendidikan di luar lingkungan keluarga,
sehingga apa yang diperoleh di dalam keluarganya didukung dengan pendidikan
yang diperoleh di lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan ibadah seperti aktif dalam
kegiatan masjid, membuat remaja mendapatkan ajaran agama tambahan,
walaupun berada di lingkungan yang didominasi oran non muslim seperti
20
lingkungan orang Cina ternyata kehidupan beragama tetap terbentuk dengan
adanya sikap demokrasi dari orang non muslim tersebut.
Faktor pengalaman yang diperoleh remaja Aceh korban tsunami juga
menunjukkan religiusitasnya, bahwa dengan kejadian tsunami yang dialami oleh
korban tsunami membuat remaja Aceh takut jika kejadian serupa menimpanya
lagi. Selain itu, berdasarkan pengalaman tsunami itu remaja memaknai bahwa
hidup tidak kekal, semua makhluk akan mati dan kematian itu tidak tahu kapan
datangnya, sehingga muncul ketakutan-ketakutan pada diri remaja. Dengan
demikian remaja lebih mengingat Allah, menjalankan perintah Allah, seperti
menutup aurat, menyempurnakan shalat, mengaji. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dister (1982) bahwa perilaku beragama muncul untuk
mengatasi frustasi. Frustasi yang dialami oleh remaja Aceh korban tsunami
karena alam, yaitu tsunami. Demikian juga, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Dister (1982) bahwa motif seseorang berkelakuan agama salah satunya
untuk mengatasi ketakutan.
Faktor pengetahuan umum juga mempengaruhi keyakinan remaja Aceh
korban tsunami terhadap Allah. Dengan memperoleh pengetahuan umum melalui
pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadikan remaja tidak bimbang
dengan agama yang dianutnya. Sejak kecil remaja telah mendapat didikan
agama dari orang tuanya. Penerapan ajaran-ajaran agama, seperti shalat, puasa
dalam kehidupan sehari-hari maka dengan sendirinya remaja mencari dan
menggali pengetahuan agama tersebut untuk dapat diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Orang Aceh menjadikan islam sebagai peradaban yang mewarnai
perjalanan hidup sehari-hari, kebudayaan yang bernuansa islami diterapkan
secara turun temurun kepada generasi penerusnya.
21
Dinamika Psikologis Religiusitas Remaja Aceh Korban Tsunami
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka muncul
dinamika psikologis yang menunjukkan religiusitas remaja Aceh korban tsunami.
Remaja Aceh korban tsunami memiliki religiusitas meningkat ditandai oleh
beberapa aspek, yaitu aspek keyakinan agama, di mana remaja meyakini
keberadaan Allah dengan kekuasaan melalui penciptaan alam semesta sampai
pada bencana tsunami yang tak pernah terlupakan. Aspek pelaksanaan ibadah
menunjukkan bahwa intensitas ibadah yang dilakukan oleh remaja Aceh korban
tsunami meningkat, dengan beribadah remaja merasa tenang, lebih
mendekatkan diri kepada Allah dan bersyukur. Aspek perilaku dalam lingkungan
cenderung biasa, yaitu berperilaku baik terhadap orang lain, namun dalam hal
perilaku kepada orang tua cenderung meningkat karena ingin berbakti pada
orang tua. Aspek pengetahuan agama, mengenai ajaran-ajaran agama yang
telah diperoleh sejak kecil. Aspek-aspek tersebut menuju pada aspek perasaan
dekat dengan tuhan, keempat aspek tersebut membuat remaja Aceh merasakan
kedekatan dengan Allah.
Keyakinan terhadap agama yang dianutnya membuat remaja Aceh
korban tsunami merasakan kebesaran Allah, menerima ketentuan Allah,
merasakan kasih sayang Allah dengan diberi kelengkapan keluarga, kehilangan
keluarga, sehingga remaja Aceh merasakan kedekatannya dengan Allah untuk
menjadi lebih baik. Intensitas ibadah, seperti shalat, puasa membuat remaja
Aceh merasa tenang, lega, mengingat Allah, dapat mengendalikan diri dari hawa
nafsu. Kekhasan yang muncul pada remaja Aceh korban tsunami adalah karena
adanya tsunami membuat keluarganya hilang, ada ketakutan kapan ajal akan
22
menjemputnya sehingga ketika remaja melakukan kesalahan atau melanggar
aturan-aturan agama akan merasa menyesal dan memohon ampunan, insaf,
ertawakkal dan tabah pada kehendak Allah. Dengan demikian aspek-aspek ini
menunjukkan bahwa religiusitas remaja Aceh korban tsunami meningkat.
Pada dasarnya religiusitas yang dimiliki oleh remaja Aceh korban tsunami
dipengaruhi oleh pendidikan keluarga, dukungan lingkungan masyarakat,
pengalaman mengatasi ketakutan terhadap tsunami dan pengetahuan umum.
Pendidikan keluarga sangat mempengaruhi keyakinan remaja terhadap
agama yang menunjukkan intensitas melaksanakan ibadah dan
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kekhasan yang muncul
pada religiusitas remajaAceh adalah pola asuh orang tua terhadap remaja yang
mulai semenjak kecil. Pendidikan agama yang diterapkan sejak kecil dengan
sistem otoriter dan keras dikarenakan agama adalah sesuatu yang sakral
sehingga agama tidak boleh dimain-mainkan dan benar-benar ditekankan
sehingga agama terbentuk dalam unsur kepribadian remaja Aceh.
Hal ini sesuai dengan teori belajar Skinner tentang reward dan
punishment , ketika melakukan kebenaran akan mendapat penghargaan (reward)
tapi jika melakukan kesalahan akan mendapat hukuman (punishment). Pada saat
remaja Aceh masih kecil, ketika melakukan kesalahan seperti tidak
melaksanakan shalat akan dipukul, ketika tidak berpuasa akan mendapatkan
jatah sedikit pada hari raya. Dengan demikian proses belajar melalui pendidikan
keluarga yang diperoleh sejak kecil menjadikan remaja Aceh meyakini ajaran
agama yang dianutnya, lalu melaksanakan ajaran-ajaran agama seperti shalat,
puasa, zakat, bertingkah laku baik terhadap orang tua, lingkungan sekitarnya dan
guru. Remaja juga lebih memperdalam pengetahuan tentang agama untuk
23
mendukung keyakinannya terhadap agama dan pendidikan keluarga juga
membuat remaja Aceh lebih merasakan kedekatan dengan Allah.
Faktor dukungan lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi
religiusitas remaja Aceh korban tsunami, hubungan yang terjalin antara remaja
dengan lingkungan masyarakat membuat subjek yakin kepada Allah bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia saling bergantung, saling
membutuhkan pertolongan. kemudian remaja akan melaksanakan ibadah
seperti berpuasa bersama teman-teman yang ada dibarak, berbusana muslim.
Hal ini sesuai dengan pendapat Darajat (2003) bahwa dalam menjalankan
aktivitas-aktivitas agama, beribadah biasanya remaja sangat dipengaruhi oleh
teman-temannya. Dengan demikian membuat remaja Aceh dekat dengan Allah
karena bersyukur berada dalam lingkungan yang benar dan baik.
Pengalaman tsunami yang dialami oleh remaja Aceh membuat dirinya
mendekatkan diri kepada Allah, ada keyakinan pada ketentuan-ketentuan Allah
dan menerima cobaan yang Allah timpakan pada dirinya yaitu pengalaman yang
sangat mengerikan maka membuat remaja meyakini bahwa ada hikmah dibalik
musibah yang dialaminya. Maka remaja Aceh menyempurnakan ibadah-ibadah
untuk merasakan ketenangan dan dapat mengendalikan diri serta sebagai wujud
syukur kepada Allah. Remaja juga berbuat baik kepada orng lain yang ada di
lingkungannya, baik terhadap tetangga, teman, dan guru. Sehingga remaja
Aceh merasakan kehadiran Allah dalam kehidupannya dan merasa dekat dengan
Allah dengan lebih bersabar, pasrah dan tawakkal. Begitu juga halnya dengan
ketakutan yang muncul karena ancaman kematian, kebutuhan rasa aman dan
selamat membuat remaja Aceh korban tsunami mendekatkan diri kepada Allah
dengan meyakini semua kehendak Allah, melakukan perintahNya dan
24
meninggalkan laranganNya, baik dalam ibadah maupun lingkungan sosial yang
didukung oleh pengetahuan agama yang dimilikinya.
Berdasarkan dinamika psikologis remaja Aceh korban tsunami dapat
diketahui bahwa setelah tsunami religiusitas remaja Aceh korban tsunami
meningkat. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara remaja dan orang tua
terjalin semakin baik. Sebelum tsunami perkembangan hubungan remaja dan
orang tua kurang baik. Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang
mempengaruhi relasinya dengan orang tua adalah perjuangan untuk
memperoleh otonomi, baik secara fisik dan psikologis karena remaja meluangkan
lebih sedikit waktunya bersama orang tua dan lebih banyak menghabiskan waktu
untuk saling berinteraksi dengan dunia yang lebih luas (Desmita,2005). Maka
masalah yang dihadapi oleh remaja dengan orang tuanya adalah sulitnya
mengadakan komunikasi, sebagian remaja Aceh lebih terbuka pada teman-
teman sebayanya dengan cara menceritakan masalahnya.
Selain itu, dengan adanya proses belajar dari pengalaman masa lalu
yang dialami oleh rakyat Aceh menjadikan remaja Aceh kuat dan tabah
menghadapi cobaan yang menimpa dirinya.
Pada dasarnya penelitian ini, menurut peneliti masih mengalami
kekurangan, hal ini tampak dalam penggalian data-data pada remaja yang masih
kurang, dan kurang mendalam dalam mengungkap religiusitas yang khas pada
remaja Aceh korban tsunami.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa religiusitas remaja Aceh korban
tsunami meningkat. Kejadian tsunami yang menimpa Aceh membuat remaja
25
korban tsunami tunduk dan patuh pada Allah atas ketetapan Allah, menerima
semua ketentuan Allah dengan kejadian tsunami yang dialaminya, sehingga
remaja mendekatkan diri kepada Allah. Remaja menjadi lebih rajin shalat,
berpuasa untuk mendekatkan diri pada Allah sebagai rasa syukur atas
keselamatan dan kesempatan yang diperolehnya, meskipun ada remaja yang
belum sepenuhnya melaksanakan amalan-amalan. Namun mereka berusaha
untuk memperbaiki diri dengan menjalankan perintah Allah dan meninggalkan
larangan Allah. pengetahuan agama yang telah diperoleh sejak kecil menjadikan
remaja Aceh mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
muncul perasaan dekat dengan Allah sebagai manifestasi dari keyakinan,
pengamalan, dan penghayatan alam hidupnya.
Faktor pendidikan keluarga sangat mempengaruhi religiusitas remaja
korban tsunami. Religiusitas remaja Aceh korban tsunami terbentuk sejak kecil
yaitu pendidikan agama yang telah menyatu dalam adat masyrakat Aceh
sehingga telah mendarah daging pada remaja Aceh, selain itu ajaran agama
yang diterapkan oleh orang tua dengan sistem yang keras sehinggga pendidian
agama tersebut terbentuk menjadi unsur kepribadian remaja. Pengalaman
tsunami yang dialami oleh remaja Aceh membuat dirinya mendekatkan diri
kepada Allah, ada keyakinan pada ketentuan-ketentuan Allah dan menerima
cobaan yang Allah timpakan pada dirinya yaitu pengalaman yang sangat
mengerikan maka membuat remaja meyakini bahwa ada hikmah dibalik musibah
yang dialaminya. Sehingga remaja Aceh merasakan kehadiran Allah dalam
kehidupannya dan merasa dekat dengan Allah dengan lebih bersabar, pasrah
dan tawakkal. Begitu juga halnya dengan ketakutan yang muncul karena
ancaman kematian, kebutuhan rasa aman dan selamat membuat remaja Aceh
26
korban tsunami mendekatkan diri kepada Allah dengan meyakini semua
kehendak Allah, melakukan perintahNya dan meninggalkan laranganNya, baik
dalam ibadah maupun lingkungan sosial yang didukung oleh pengetahuan
agama yang dimilikinya.
Tsunami yang melanda Aceh membuat remaja Aceh korban tsunami kuat
dan tabah menghadapi musibah tersebut. Remaja Aceh korban tsunami meyakini
bahwa musibah tsunami yang dihadapinya merupakan ujian dari Allah, mereka
meyakini ada hikmah di balik semua yang terjadi.
B. Saran-Saran
1. Bagi Remaja Aceh Korban Tsunami
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan
kepada remaja Aceh korban tsunami agar lebih meningkatkan keimanan dan
keyakinan kepada Allah sehingga remaja Aceh lebih bisa merasakan
kedekatan dengan Allah melalui ibadah-ibadah dan amalan-amalan yang
dilakukan. Bagi remaja Aceh korban tsunami yang mulai meningkatkan
religiusitas, diharapkan bisa mempertahankan dan lebih ditingkatkan untuk
menjadi lebih baik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini diharapkan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian lebih mendalam mengenai religiusitas yang khas pada
remaja Aceh korban tsunami dengan penggalian data-data lebih mendalam
sehingga memunculkan tema-tema religiusitas yang khas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Achier. Y.A. 1979. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:Depdikbud
Al-Baghdady, A. 2005. Tsunami Tanda Kekuasan Allah. Jakarta: Cakrawala
Publishing Ancok, D dan Nashori, F.N. 1994. Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-
Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Apridar. 2005. Tsunami Aceh Azab Atau Bencana. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Azwar, S. 1998. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty Dahlan,M&Yacub,L.Lya Sofyan. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual.
Surabaya: Target Press Daradjat, Z. 2003. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang Daradjat, Z. 1994. Remaja Harapan dan Tantangan. Bandung: Ruhama Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya Dister, N.S. 1982. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Jakarta: Leppenas Furqani,H. 2006. Aceh Dan Kesadaran Sejarah. http://www.acehinstitute.org/opini_hafas_furqani_aceh_dan_kesadaran_sejarah.htm Hayyinah. 2004. Religiusitas dan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Jurnal
Psikologika, Nomor 17, Tahun IX, Januari 2004.31-41
Idrus, M. 2006. Keraguan Kepada Tuhan Pada Remaja. Jurnal Psikologika, Nomor 21, Tahun XI, Januari 2006, 27-36
Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada Latief, Z.M. 1998. Akidah Islam. Yogyakarta: UII Press Mappiare, A. 1982. Perkembangan Remaja. Surabaya: Usaha Nasional Moleong, J.L. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
28
Mualim,Y. 2006. Identitas dan Pembangunan. http://www.ranesi.nl/tema/pengetahuan/identitas_pembangunan060117
Mubarok,MM. 2005. Duka Aceh Tsunami dan Solidaritas Dunia. Surabaya: Java
Pustaka Muthahhari, M. 1990. Manusia dan Agama. Bandung: Mizan Nashori,F.N dan Mucharam,R.D. 2002. Mengembangkan Kreativitas Perspektif
Psikologi Islami. Yogyakarta: Menara Kudus Oktavia,M. 2006. Pengaruh Hikayat Dalam Masyarakat Aceh.
http://www.acehinstitute.org/opini_morina_pengaruh_hikayat.htm Panuju, P dan Umami S.I. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Pitaloka, A. 2005. Religi dan Spiritualitas Sebagai Coping Stress Dalam
Penanganan Psikologis Korban Tsunami. http://www.e-psikologi.com/masalah/190105.htm
Poerwandari, E.K. 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. LPSP3. Jakarta: Fakultas Psikologi UI Salim,P & Salim,Y. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern English Press Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Remaja. Yogyakarta: raja Grafindo Persada Theresiawati, E.N. dan Prihastuti. 2003. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas
dan Metode Active Coping PTSD Di Mana Tingkat PTSD Merupakan Variabel Kontrol Pada Pengungsi Remaja Asal Sampit Sebagai Santri Pondok Pesantren Darusslam Ketapang Sampang Madura. Insani Media Psikologi. Vol 5, nomor 3, Desember 2003, 157-168
Thouless, R.H. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers Vebry, M. 2005. Masihkah ‘Uroe raya Idul Fitri’ Tahun Depan Kami Tinggal Di
Tenda. http://www.acehinstitute.org/opini_riset_vebry_masihkah_uroe_raya.htm
Waruwu, F.E. 2003. Perkembangan Kepribadian dan Religiusitas Remaja. Arkhe
Jurnal Ilmiah. Th 8, nomor 1, April 2003, 29-39 Zulkifli. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
top related