naskah publikasi pengaruh intensitas cahaya...
Post on 21-May-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KINERJA
ATLET BILLIARD
Oleh :
IRFAN SETIAWAN
ASMADI ALSA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KINERJA ATLET
BILLIARD
Telah Disetujui Pada tanggal
______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Asmadi Alsa, Prof.,Dr. H.,SU.)
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KINERJA
ATLET BILLIARD
Irfan Setiawan
Asmadi Alsa
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh intensitas cahaya
terhadap kinerja pada atlet billiard. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh negatif intensitas cahaya yang terlalu kuat diatas satndar atau terlalu lemah dibawah standar terhadap kinerja pada atlet billiard.
Subjek penelitian ini adalah atlet billiard dari empat klub di Yogyakarta yang dipilih secara acak. Adapun alat ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja yang dibuat sendiri oleh peneliti disesuaikan dengan aspek kinerja dari Singer (1980) yang berbentuk score sheet. Disain penelitian eksperimen ini menggunakan pola treatment by subject.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik Anava Repeated Measures dengan perangkat lunak program SPPSS versi 11,05 untuk menguji apakah ada pengaruh intensitas cahaya terhadap kinerja. Hasil analisis dari Anava Repeated Measures menunjukkan skor p sebesar 0,118 dengan skor F sebesar 2,414. Sehingga skor p > 0,05 membuktikan bahwa tidak ada pengaruh intensitas cahaya yang terlalu kuat atau terlalu lemah terhadap kinerja pada atlet billiard atau dengan kata lain bahwa hipotesis ditolak.
Kata kunci : Intensitas cahaya, Kinerja
Pengantar
Billiard diketahui memiliki sejarah yang panjang. Seorang raja,
presiden, orang biasa, laki-laki, perempuan, bahkan seorang kriminal-pun
pernah bermain billiard. Kata-kata billiard mungkin berasal dari bahasa
Perancis, ‘Bille’ untuk bola dan ‘Art’ untuk mengartikan seni. Inggris juga
pernah mengklaim bahwa permainan ini berasal dari Inggris, tetapi tidak
ada yang percaya dengan pernyataan tersebut. Sekitar tahun 1600an,
Billiard mulai tidak asing lagi bagi masyarakat Inggris, apa lagi seorang
penulis terkenal pada abad itu, Shakespeare, yang di dalam karyanya
“Anthony and Cleopatra” menyebut-nyebut kata-kata billiard
(www.History-lindenheuvel.org).
Olah raga billiard termasuk salah satu cabang olah raga baru di
Indonesia yang belakangan ini semakin populer di kalangan masyarakat.
Apalagi banyak media yang mengangkat olahraga ini, baik melalui media
cetak ataupun media elektronik.Seiring dengan perkembangan biliard di
tanah air, hampir semua stasiun televisi pernah menyiarkan siaran
pertandingan olah raga ini. Bahkan sampai saat ini, sebuah saluran televisi
swasta masih intens menyiarkan pertandingan-pertandingan olahraga
billiard. Pertandingan billiard yang disiarkan ini biasanya menampilkan
pertandingan kelas dunia dan juga pertandingan nasional.
Indonesia saat ini termasuk salah satu negara yang patut
diperhitungkan dalam dunia olahraga billiard internasional. Munculnya
beberapa nama atlet billiard yang pernah membawa nama Indonesia ke
pentas dunia Internasional, patut membuat kita boleh berbangga. M. Junarto
contohnya, pria kelahiran Jepang 56 tahun yang lalu pernah
menyumbangkan medali emas dalam Sea Games 2003 di Vietnam.
Disamping itu masih banyak juga nama-nama lain yang pernah
mengharumkan nama Indonesia seperti Sieaw Wieto, Adam Abdurrahim,
dan lain-lain (www.beritabilliar.com).
Billiard sekarang mulai menjadi sebuah olah raga bergengsi. Banyak
turnamen-turnamen yang diselenggarakan menjanjikan hadiah jutaan
rupiah, bahkan puluhan juta rupiah bagi pemenangnya. Upaya ini
merupakan salah satu usaha meningkatkan motivasi atlet untuk
berkompetisi dan minat masyarakat untuk lebih mengenal olah raga
Billiard. Pertandingan yang ada sekarang ini tidak hanya berbentuk
turnamen, tetapi sekarang juga sudah dimulai pertandingan billiard yang
berbentuk liga (Liga Billiard Indonesia). Peserta yang ikut dalam Liga
Billiard Indonesia adalah perwakilan-perwakilan dari seluruh pelosok tanah
air. Menurut Putera Astaman yang saat ini menjabat ketua umum POBSI,
LBI yang ada saat ini merupakan salah satu prestasi besar dalam sejarah
billiard di Indonesia. Beliau juga menambahkan, bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dalam program ini. Ia berharap nantinya LBI akan
digarap secara lebih profesional.
Liga Billiard Indonesia hanyalah salah satu bukti semakin populernya
olahraga ini. Tetapi yang jelas bahwa sebenarnya perkembangan olahraga
billiard lebih terpusat di daerah-daerah, karena di situlah atlet-atlet baru
akan dicetak. Setiap daerah di Indonesia sangat berpotensi dalam
membentuk atlet-atlet yang handal, oleh karena itu pengda POBSI terlihat
lebih giat dalam mencari bakat-bakat baru.
Jogjakarta, merupakan salah satu pusat berkembangnya olah raga
billiard setelah Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan
(www.beritabilliar.com). Masih banyak propinsi-propinsi lain yang juga
menjadi tempat berkembangnya olahraga ini. Di Jogjakarta juga memiliki
pemain handal seperti Widi Harsoyo dan Heru Gunawan. Kedua pemain ini
termasuk wakil POBSI cabang Jogjakarta. Mereka telah banyak
menyumbangkan segudang prestasi dan juga membawa nama Jogjakarta
masuk dalam posisi lima besar di Liga Billiard Indonesia.
Kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh pemain
billiard, hendaknya harus diimbangi dengan latihan yang teratur yang juga
biasa disebut dengan pemusatan latihan. Pemusatan latihan diadakan supaya
pembinaan yang meliputi upaya pengubahan dan pembentukan atlet, dapat
dilakukan dengan intensif, baik melalui pemusatan latihan jangka pendek
maupun jangka panjang. Latihan yang dilakukan ini bertujuan untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh seorang pemain atau atlet untuk
menempa dirinya agar siap dalam setiap pertandingan dengan penampilan
terbaiknya.
Menariknya seorang atlet billiard yang telah berlatih keras dan siap
berkompetisi dalam sebuah pertandingan, ternyata tidak menentukan sebuah
kemenangan mutlak. Banyak atlet billiard yang gagal dalam sebuah
pertandingan dengan alasan-alasan yang berbeda. Kebanyakan dari mereka
beralasan bahwa kegagalan ini d ikarenakan oleh beberapa faktor seperti:
kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat, angin yang bertiup kencang,
peralatan yang dirasakan kurang memadai, perbedaan warna bola yang
sangat mencolok, warna karpet, suara yang terlalu bising, dan juga salah
satunya adalah faktor cahaya. Tetapi ada juga pemain billiard yang
mengutarakan kekalahan atau ketidak berhasilannya dikarenakan berasal
dari dalam diri sendiri seperti, mental yang sudah turun ketika menghadapi
lawan, gerogi (nerve), atau juga karena terlalu lelah. Memang antara kedua
penyebab ini, entah itu berasal dari luar pemain atau dari dalam dirinya,
secara tidak langsung akan saling berhubungan dan saling mempengaruhi
(www.beritabilliar.com, 15 April 2006).
Olahraga sangat erat hubungannya dengan indera penglihatan
manusia. Penginderaan yang baik akan sangat membantu seseorang dalam
melihat atau memvisualisasikan sebuah objek. Begitupun juga pada olah
raga billiard, konsentrasi seorang pemain atau atlet akan sangat bergantung
pada ketajaman indera penglihatan yang akan berpengaruh pada
performansi. Indera penglihatan akan sangat dirasakan berpengaruh ketika
pemain melihat bola billiard yang berwarna gelap seperti bola 2 (biru), bola
4 (ungu), bola 7 (coklat), dan bola 8 (hitam). Bola-bola yang berwarna
gelap ini akan lebih sulit untuk dimasukkan ke dalam lobang apabila berada
dalam intensitas cahaya yang kurang terang. Kesulitan ini akan sangat
dirasakan apabila posisi antara bola putih dengan bola sasaran berada cukup
jauh. Faktor yang berpengaruh pada mata dalam memvisualisasikan bola
tersebut adalah cahaya (www.billiard.com 15 April).
Masalah pencahayaan ini dapat dilihat dari salah satu tempat Billiard
sport di Jogjakarta, Galaksi yang baru-baru ini mengganti semua lampu
meja billiard dari 11 watt menjadi 17 watt. Penggantian lampu ini
dikarenakan oleh banyaknya keluhan dari costumer yang merasa kurang
terangnya pencahayaan sehingga menyebabkan pandangan tidak terlalu
jelas. Menurut pak Bambang sebagai manajer Galaksi, memang untuk
standar tata letak, posisi, dan besar daya lampu pada meja billiard selama
ini tidak ada. POBSI DIY sebagai wadah olah raga billiard di Jogja juga
tidak mempunyai aturan-aturan yang mengatur tata letak, posisi, dan besar
daya lampu.
Anehnya, kenapa POBSI Jogjakarta tidak memiliki standar yang
pasti mengenai peralatan yang digunakan dalam bermain billiar membuat
peneliti mendatangi POBSI Jakarta Setelah melakukan crosscheck data
antara POBSI Jogjakarta dan POBSI Jakarta ternyata peraturan baku tentang
pencahayaan di setiap daerah berbeda. Sebenarnya peraturan tentang
pencahayaan dalam olahraga billiard sudah ada. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan pihak POBSI Jakarta,
ternyata WPA (World Pool Association) telah memberikan aturan standar
yang jelas tentang pencahayaan. Memang menurut pihak POBSI Jakarta
dan pak Bambang, selama ini permasalahan billiard lebih menitik-beratkan
pada skill pemain dan pembentukan mental untuk menghadapi setiap
pertandingan yang akan diikuti. Sedangkan masalah pencahayaan tidak
menjadi suatu permasalahan yang diperhatikan.
Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai permasalahan yang ada, yaitu adanya permasalahan cahaya yang
kurang diperhatikan, sedangkan pembentukan kinerja (job performance)
seorang atlet tidak hanya dibentuk dari faktor internal tetapi juga
disebabkan oleh faktor eksternal. Berdasarkan fakta ini maka peneliti ingin
membuktikan apakah ada pengaruh cahaya terhadap kinerja (job
performance) pemain billiard dan seberapa besar pengaruhnya bagi seorang
atlet untuk mendapatkan kinerja yang terbaik.
Tinjauan Pustaka
1. Pengertian kinerja
Campbel (Landy & Conte, 2004) dan beberapa psikolog industri dan
organisasi berpendapat bahwa kinerja (performance) merupakan sebuah perilaku
dimana itu merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang dan tercermin dari
tindakan-tindakan nyata yang diambilnya. Campbel (Landy & Conte, 2004)
menyatakan kinerja bukanlah sebuah konsekuensi atau hasil namun merupakan
proses itu sendiri, dimana perilaku tidak selalu dapat dilihat namun dapat
diketahui melalui efek yang dimunculkan . Solusi, pendapat atau jawaban yang
diperoleh melalui suatu proses dapat dianggap sebagai tindakan (action) yang
menggambarkan kinerja
Teori tentang job performance (kinerja) dalam hal ini adalah teori
psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga menghasilkan
sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Menurut Maier (As’ad, 2003)
perbedaan performansi kerja antar orang yang satu dengan yang lainnya di dalam
suatu situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik individu. Di samping itu,
orang yang sama dapat menghasilkan performansi kerja yang berbeda dalam
situasi yang berbeda pula.
Billiard adalah permainan ilmiah yang memerlukan ketajaman pikiran,
kemahiran, strategi, penampilan fisik dan kondisi mental (Menke,1963). Seorang
pemain billiard menyadari bahwa otot lengan adalah kekuatan utama selama
permainan berlangsung, terus berada di sekitar meja sampai akhirnya ia
melakukan kesalahan dan diganti oleh pemain lawan, lalu begitu seterusnya
hingga salah satu dari seorang pemain memasukkan bola terakhir.
Permainan billiard mempergunakan sebuah meja persegi empat dengan 6
buah lobang yang mana permukaan meja tersebut dilapisi dengan karpet (laken)
berwarna hijau (sekarang sudah bermacam-macam warnanya, seperti merah, biru,
ataupun kuning). Ukuran luas meja tersebut adalah 9��[ � 4ò � ?�(feet) dan tingginya
2ò � ?. Panjang stik (cue) yang biasa dipakai saat ini adalah 57 inci dan dengan berat
15-22 ons. Bola yang biasa dipergunakan dalam permainan billiard berdiameter
2? inci dan memiliki berat 7½ ons.
Permainan billiard ini pada intinya hanya memasukkan bola sasaran
kedalam lobang (pocket). Apabila seorang pemain dapat memasukkan bola secara
berturut-turut hingga bola terakhir, maka ia akan keluar sebagai pemenang. Untuk
menjadi seorang atlet yang tangguh, seorang pemain dituntut untuk memiliki skill
yang bagus, baik dalam skill strategi maupun skill dalam memasukkan bola.
Dalam permainan billiard, untuk dapat memasukkan bola secara berurut,
seorang pemain harus jeli dalam melihat posisi bola. Posisi bola disini berarti
posisi antara bola putih dan bola sasaran, sudut tembak, penempatan bola putih ke
bola sasaran selanjutnya dan menjaga agar bola putih tidak masuk ke dalam
lobang (fault). Ketika seorang pemain billiard sudah bisa menguasai tahap ini
maka kemungkinan besar ia akan menang dalam sebuah pertandingan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja (Job
Performance) atlet billiard merupakan sebuah kesuksesan sebagai hasil kerja
yang dapat dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaanya menurut kriteria
seperti ketajaman pikiran, kemahiran, strategi, penampilan fisik dan kondisi
mental dalam kurun waktu tertentu pada atlet olahraga billiard.
2. Aspek-aspek kinerja
Johnson menyatakan adanya 4 hal yang dapat diamati dalam suatu
keterampilan motorik (Singer,1980), yaitu: a) Kecepatan, b) Akurasi, c)
Bentuk, d) Kemampuan Adaptasi.
a. Kecepatan, dibutuhkan karena banyak hal harus ditampilkan dalam waktu
yang terbatas.
b. Akurasi, merupakan ketepatan gerakan karena akan menentukan
keberhasilan suatu tindakan yang ditampilkan.
c. Bentuk, menunjukkan pada usaha yang dilakukan secara ekonomis karena
suatu keterampilan harus dilakukan dengan jumlah energi yang minimal.
d. Kemampuan adaptasi, karena keterampilan adalah sesuatu yang mudah
disesuaikan maka keterampilan yang baik harus ditampilkan pada segala
kondisi.
Pengukuran suatu kinerja dapat menggunakan kombinasi berbagai macam
ukuran sepanjang pengukuran tersebut tidak mengukur sesuatu yang sama
(Singer, 1980). Lebih lanjut Safrit, Spray, dan Diewart (Singer, 1980) mengatakan
bahwa pemilihan pengukuran harus didasarkan pada dimensi perilaku yang
mengukur pencerminan perilaku tersebut. Jadi untuk mengukur kinerja atlet
billiard, peneliti mengacu pada teori Johnson (Singer, 1980) tentang keterampilan
motorik dan aspek akurasi, bentuk, dan kemampuan adaptasi sebagai bentuk
perilaku yang akan diukur.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kinerja atau suatu keterampilan
(Singer, 1980):
a. Proses belajar
Keterampilan merupakan fungsi dari masukan (analisa dan
penerimaan informasi), proses sentral (kontrol dan kepuasan). Struktur
dan mekanisme yang berlaku pada tiap individu dalam mempelajari
keterampilan adalah sama, namun disini individu yang telah
berpengalaman akan lebih bak daripada yang belum berpengalaman
dan juga perlu diingat bahwa kemampuan manusia dalam mengolah
informasi itu terbatas.
b. Faktor individu
Setiap individu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut berpengaruh besar terhadap kinerja.
Perbedaan itu antara lain meliputi kemampuan alat indera,
kemampuan mempersepsi suatu situasi, inteligensi, ukuran dan bentuk
fisik, serta faktor-faktor kepribadian lainnya yang mungkin
berpengaruh tergantung pada situasi yang dihadapi.
c. Faktor situasional
Faktor situasional yang dimaksudkan disini adalah bermacam-macam
hal yang terkait, strategi, peralatan ataupun cara yang digunakan
dalam mengerjakan tugas yang dihadapi termasuk didalamnya adalah
lingkungan fisik.
Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kinerja seseorang. Faktor
inteligensi mempunyai pengaruh terhadap performansi kerja seseorang (Ghiselli
dan Brown, 1955). Kecakapan yang mendasar dari seorang individu diukur
dengan tes inteligensi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya potensi
yang dimiliki oleh seseorang dalam kaitannya mempelajari tugas ataupun
pekerjaannya.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam kinerja individu adalah faktor
latihan. Orlick & Partingtion (dalam Gunarsa, 2000) menyebutkan bahwa dari
hasil penelitian, kualitas latihan merupakan salah satu elemen penting dalam
meraih prestasi. Ericson & Charness (dalam Landy & Conte, 2004) mengatakan
dalam setiap pekerjaan, seperti olahraga, musik, ilmu pengetahuan, semua orang
bisa memiliki kinerja yang luar biasa hanya dengan latihan terus menerus.
Selain itu, performansi kerja juga dipengaruhi oleh motivasi (Vroom
dalam Ribeaux & Poppleton, 1983). Performansi kerja seorang karyawan
merupakan fungsi langsung dari kemampuan dan motivasi untuk bertingkah laku.
Motivasi merupakan kemauan individu itu sendiri.
Menurut Anderson & Butzin, (As'ad, 2003) performansi kerja yang
mampu dicapai merupakan hasil interaksi antara motivasi dan abilitas, yaitu
kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam proses kerja, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa faktor motivasi dan kemampuan individu dalam
menyelesaikan tugas akan saling berinteraksi untuk membentuk suatu performansi
kerja. Individu yang memiliki motivasi kerja tinggi tetapi tidak didukung dengan
abilitas yang tinggi maka akan cenderung menghasilkan performansi kerja yang
rendah. Begitu pula bila seorang individu itu memiliki abilitas yang bagus tetapi
tidak diikuti dengan motivasi yang tinggi maka dapat diramalkan tidak akan
mampu meraih performansi kerja yang menguntungkan.
Sebenarnya apabila diperhatikan secara seksama, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor Internal
dan faktor Eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor-faktor internal yang berpengaruh dalam pembentukan kinerja
individu adalah sebagai berikut (a). ukuran dan bentuk fisik, (b) usia, (c)
kepribadian, (d) motivasi, (e) intelegensi, (f) kemampuan alat indera/sensorik, (g)
kemampuan motorik, (h) kematangan emosional
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh dalam kinerja seseorang adalah sebagai
berikut: (a) lingkungan pekerjaan, (b) alat yang digunakan, (c) orang lain baik
rekan kerja, klien maupun orang sekitar, (d) suhu, (e) cahaya, (f) cuaca dan (g)
suara
2. Pengertian Intensitas Cahaya
Intensitas menurut Chaplin (2002) adalah :
a. Suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan yang berhubungan
dengan intensitas perangsangnya
b. Kekuatan tingkah laku atau pengalaman seperti intensitas suatu
reaksi emosional
c. Kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap.
Menurut Kartono & Gulo (1987), intensitas adalah besar atau
kekuatan tingkah laku; jumlah energi fisik yang dibutuhkan untuk
merangsang salah satu indera. Sedangkan dalam Random House Unabridge
Dictionary (1997) intensitas atau intensity adalah :
a. Kualitas dan kondisi yang sedang dilakukan
b. Besarnya energi, kekuatan, konsentrasi, semangat yang
digunakan dalam beraktivitas berpikir atau merasakan, contohnya
"dia bekerja dengan intensitas yang tinggi".
c. Derajat yang tinggi dari ketertarikan emosi.
Sedangkan dalam kamus bahasa inggris intensitas diist ilahkan
dengan intensity, yang diartikan dengan kehebatan (hebat, kuat, semangat,
bergelora) (Echols & Shadily, 1987).
Pengertian cahaya menurut IES (Illumination Engineering Society)
mendefinisikan cahaya sebagai pancaran energi yang dapat dievaluasi
secara visual (Muhaimin, 2001). Secara sederhana cahaya adalah bentuk
energi yang memungkinkan makhluk hidup dapat mengenali sekelilingnya
dengan mata.
Menurut McCloud (1995), cahaya adalah bagian yang terlihat dari
radiasi elektromagnetik yang terdiri dari sinar gamma, gelombang radio,
sinar infra merah, sinar X (X-rays), dan gelombang sinar ultra violet.
Apabila mata kita cukup sensitif, kita akan dapat melihat lingkungan sekitar
atau objek dengan berbagai bentuk melalui bermacam sinar. Tetapi mata
kita hanya mampu melihat sebagian kecil dari semua spektrum yang ada.
Pengertian intensitas cahaya (I) dengan satuan kandela (cd) adalah
arus cahaya dalam lumen yang diemisikan setiap sudut ruang (pada arah
tertentu) oleh sebuah sumber cahaya, dengan kata lain adalah tingkatan kuat
sumber cahaya yang menerangi seluruh permukaan ruang (Muhaimin
,2001). Candela berasal dari candles yaitu lilin. Kandela dijadikan sebuah
standar penghitungan intensitas cahaya. Standar ini pertama kali ditetapkan
oleh National Bureau of Standards di Washington, D.C (Christman, 1971).
Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan intensitas cahaya adalah
tingkatan kuat sumber cahaya yang menerangi seluruh permukaan ruang
yang digunakan untuk merangsang suatu indera khususnya indera
penglihatan sehingga memungkinkan makhluk hidup dapat mengenali
sekelilingnya
Penerangan untuk arena olahraga harus benar-benar tepat dengan
keperluan pemain memanfaatkan ruangan permainan, disamping keperluan
penonton (Muhaimin, 2001),. Dua hal yang menyulitkan pada penerangan
jenis ini adalah kuat penerangan yang cukup tanpa menimbulkan silau dan
kerataan penerangan sehingga meniadakan bayangan. Lampu pelepasan gas
tekanan tinggi mengguanakan armatur bentuk kubah lazim digunakan untuk
penerangan olahraga terutama untuk gedung yang menggunakan langit-
langit yang tinggi (>5m), tetapi untuk gedung yang langit-langitnya kurang
dari 5 m dapat digunakan TL hubungan duo dengan armatur palung.
Olahraga billiard juga termasuk olahraga yang dilakukan di dalam
ruangan. Billiard memiliki standar penerangan yang sudah diatur oleh WPA
(World Pool Association). Berdasarkan peraturan dari WPA, permukaan
meja dan tepinya harus paling tidak menerima cahaya sebesar 520 lux (48
footcandle) secara merata. Pemakaian reflektor disarankan untuk dipakai
sehingga bagian tengah-tengah meja tidak mendapatkan cahaya yang lebih
banyak dari bagian tepi atau sudut meja. Apabila tempat lampu dapat
dipindahkan (wasit), maka tinggi minimum dari meja tidak boleh kurang
dari 40 inch (1.016 m). Untuk penyangga lampu yang tetap, tinggi minimum
tidak boleh kurang dari 65 inch (1,65 m) dari permukaan meja. Intensitas
cahaya yang diterima pemain saat bermain harus sama. Pencahayaan di
meja billiard mulai dari 5.000 lux (465 footcandles), sedang diluar itu
paling tidak menerima 50 lux (5 footcandles).
2. Aspek Intensitas Cahaya
Aspek-aspek intensitas dapat dibagi 3 (Christman, 1971), yaitu:
(1) Besarnya cahaya yang dihasilkan atau dipancarkan oleh sumber
cahaya.
(2) Besarnya cahaya yang terkena suatu objek.
(3) Besarnya cahaya yang dipantulkan oleh objek yang terkena
cahaya
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Cahaya
Faktor-faktor yang menentukan kualitas penerangan atau
pencahayaan menurut Muhaimin (2001) adalah :
(1) Kuat penerangan.
(2) Distribusi cahaya.
(3) Silau seminimal mungkin.
(4) Arah pencahayaan dan tata letak lampu.
(5) Warna cahaya dan efek pencahayaan.
Mata
Tidak dapat disangkal lagi bahwa untuk melihat dan mengenali suatu
objek kita menggunakan indera penglihatan. Indera penglihatan manusia adalah
mata. Begitu juga di dalam olahraga billiard, mata memiliki peranan yang sangat
penting.
Mata adalah organ kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka
sinar yang primitif dari invertebrata (Ganong,1995). Di dalam wadahnya
yang proyektif, setiap mata memiliki sebuah lapisan resptor-reseptor,
sebuah sistem lensa yang memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, dan
sebuah sistem saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.
Mata manusia berespon terhadap rentang luminansi yang sangat
lebar. Apabila seorang individu berd iam cukup lama di lingkungan yang
terang lalu berpindah ke lingkungan yang temaram, maka retina secara
bertahap menjadi lebih peka terhadap cahaya sewaktu orang tersebut
“terbiasa dalam gelap”. Penurunan ambang penglihatan ini dikenal sebagai
adaptasi gelap. Adaptasi ini hampir maksimum setelah sekitar 20 menit,
walaupun setelah waktu yang lebih lama terjadi sedikit penurunan lebih
lanjut. Di pihak lain, apabila seseorang tiba-tiba berpindah dari ruangan
yang temaram ke ruangan yang terang, maka cahaya akan terasa sangat
menyilaukan dan bahkan tidak menyenangkan, sampai mata beradaptasi
terhadap peningkatan penerangan dan ambang penglihatan meningkat.
Adaptasi ini berlangsung dalam periode sekitar 5 menit dan disebut
adaptasi terang. Pada kedua adaptasi normalnya mata manusia masih dapat
mengidentifikasi warna, kedalaman, dan detil objek disekitarnya dengan
baik, tetapi adaptasi ini harus berada dalam ambang penglihatan. Ambang
penglihatan adalah jumlah cahaya maksimum dan minimum yang
mencetuskan sensasi akan cahaya. Ambang penglihatan juga merupakan
salah satu faktor terbentuknya ketajaman penglihatan seseorang.
Ketajaman penglihatan adalah derajat persepsi detail dan kontur suatu
benda (Ganong,1995).
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan di dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh
negatif Intensitas cahaya yang kuat diatas standar atau terlalu lemah dibawah
standar terhadap Job performance (kinerja) atlet billiard. Semakin kuat (silau)
atau semakin lemah (redup) intensitas cahaya dari intensitas cahaya standar yang
digunakan dalam olahraga billiard (< 5000 lux >), maka semakin rendah kinerja
seorang atlet billiard.
Metode Penelitian
Subjek penelitian berasal dari beberapa anggota klub billiard yang ada di
Yogyakarta. Berdasarkan dari data yang diperoleh diketahui ada 4 klub yang
berada di Yogyakarta, yaitu: Zero, Planet, Hanggar dan Shelter. Subyek penelitian
diambil secara acak atau dengan metode random sampling. Sewaktu melakukan
konfirmasi ulang dengan anggota klub, ternyata 11 orang dari 26 orang sampel di
anggap gugur karena gangguan seperti sakit, urusan pribadi, dan ada juga yang
mengikuti turnamen di luar kota. Subjek yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah berjumlah 10 orang.
1. Alat Ukur
a. Kinerja
Untuk mengukur kinerja peneliti menggunakan skala pengukuran yang di
disain khusus bagi atlet billiard dengan mengadopsi permainan billiard yaitu jenis
permainan bola 9. Alat ukur ini telah di sesuaikan dengan aspek-aspek dari kinerja
billiard itu sendiri. Alat ukur ini dibagi dalam tiga perlakuan. Penyekoran diambil
pada setiap satu set permainan billiard. Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh
subjek, maka akan semakin rendah kinerja dari subjek tersebut.
b. Intensitas Cahaya
Dalam penelitian ini diberikan tiga perlakuan cahaya yaitu cahaya standar atau
normal, silau dan redup.
Tabel 1
Tabel perlakuan cahaya
2. Hasil Analisis
a. Uji Validitas dan Estimasi Reliabilitas
Perlakuan Satuan Cahaya Silau >5.000 lux (465 footcandles)/
23 w Normal (standar) 5.000 lux (465 footcandles)/
15 w Redup <5.000 lux (465 footcandles)/
2,5 w
Uji validitas yang digunakan peneliti untuk mengukur tes adalah content
validity. Validitas isi diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat profesional judgement. Berdasarkan alat tes yang telah
didisain khusus diyakini bisa mengungkap kinerja atlet billiard. Tes ini juga telah
dianalisis oleh pelatih klub billiard sebagai expert di bidangnya. Estimasi
reliabilitas alat tes menggunakan pendekatan test-retest yaitu penyajian instrumen
ukur pada satu kelompok subjek sebanyak dua kali dengan memberi tenggang
waktu tertentu diantara kedua penyajian. Setelah itu dihitung korelasi skor
kelompok dengan korelasi product moment sebagai koefisien reliabilitas. Estimasi
reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0,809 sehingga dapat
disimpulkan alat ukur ini memiliki indikasi adanya kestabilan pengukuran yang
dilakukan oleh tes dari waktu ke waktu (stability over time).
Tabel 2
Korelasi Eksperimen II dan Eksperimen II
Korelasi Pearson Eksperimen I Eksperimen II p
Eksperimen I 1 0,809 Eksperimen II 0,809 1
0.005 (p = 0.05)
b. Uji Hipotesis
Peneliti melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik repeated
measures pada SPSS 11,05 for Windows. Hipotesis penelitian ini berbunyi ada
Pengaruh negatif Intensitas Cahaya yang terlalu kuat diatas standar atau
terlalu lemah dibawah standar terhadap Job performance (kinerja) atlet
billiard. Semakin kuat atau semakin lemah intensitas cahaya yang
digunakan dalam olahraga billiard, maka semakin rendah kinerja seorang
atlet billiard.
Tabel 3
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kinerja
Anava Repeated Measures F p Pengaruh intensitas cahaya terhadap kinerja
2,414 0,118 (p>0,05)
Hasil uji hipotesis dengan menggunakan metode Anava Repeated
Measures diperoleh skor p sebesar 0,118 dengan skor F sebesar 2,414. Sehingga
skor p > 0,05 membuktikan bahwa tidak ada pengaruh intensitas cahaya yang
terlalu kuat atau terlalu lemah dari intensitas cahaya standar terhadap kinerja pada
atlet billiard atau dengan kata lain bahwa hipotesis ditolak.
Kesimpulan
Kemampuan adaptasi baik adaptasi situasional maupun kemampuan adaptasi mata
dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan seperti cahaya tidak akan
membedakan kinerja seorang atlet dalam olahraga billiard. Kemampuan mata
dalam mengadaptasi cahaya yang ada disekitarnya memberikan pengaruh
terhadap kinerja atlet billiard. Kemampuan subjek untuk mengelola keterampilan
dan strategi dalam menghadapi perubahan situasional diduga menjadi salah satu
penyebab perubahan cahaya tidak berpengaruh pada kinerja atlet billiard
Saran
Saran bagi penelitian selanjutnya, untuk lebih menggali lagi aspek-aspek
yang berkaitan dengan kinerja yang berhubungan dengan olahraga sehingga dalam
pembuatan alat ukur bisa lebih mencakup kinerja yang akan diukur. Melihat lagi
variable lainnya yang mungkin bisa memberikan pengaruh terhadap kinerja atlet
billiard seperti intelijensi, kepribadian, dan lain-lain.
Saran bagi pemain billiard, dapat melatih kemampuan untuk menggunakan
keterampilan dan strategi yang dimiliki untuk menghadapi berbagai macam
kondisi yang mungkin terjadi dalam permainan billiard.
Saran bagi klub billiard, tidak hanya melatih skill dan mental tetapi juga
melatih kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
As'ad, M. 2003. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Ashton, I & Gill, F.S. 1992. Monitoring for Health Hazards at Work. London:
Blacwell Scientific Publications. Azwar,S. 1997. Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________ 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Capelle,P.B. 1995. Play Your Best Pool: Secret To Winning Eight Ball And Nine
Ball. Midway: Billiard Press. Chaplin, J.P. 2002. Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa. Christman, R.J. 1971. Sensory Experience. Intext Educational Publisher.
International Textbook Company. Dunnette. M.D & Hough, L.M. 2002. Handbook Of Industrial And
Organizational Psychology. California: Consulthing Psychologist Press,Inc.
Echols, M.J & Shadily, H. 1987. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Ganong, F.W. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Ghiseli, E.E & Brown, L.W. 1955. Personnel and Idustrial Psychology (2nd Ed).
New York: McGraw-Hill. Gunarsa, S.D. 2004. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia. ______________. 2000. Psikologi Olahraga dan Penerapannya untuk
Bulutangkis. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Tarumanegara. Guyton, A.C & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Hecht, H & Proffitt, D. 2000. What Cues Do Billiard Experts Use?. Dynamics of Spin in Billiards.
Kartono, K & Gulo, D. 1987. Kamus psikologi. Bandung : Pioner Jaya. Landy, F.J & Conte, J.M. 2004. Work in the 21st century: an introduction to
industrial and organizational psychology. New York: McGraw Hill. McCloud, K. 1995. Lighting Style The Complete Guide To Lighting Every Room
In Your Home. New York: SIMON & SCHUSTER. Menke, F.G. 1963. The Encyclopedia of Sports (Third Revised Edition). New
York: A. S. Barnes and Company, Inc. Miner, J.B. 1998. Industrial Organizational Psychology. New York: McGraw-Hill
Inc. Muhaimin, M.T. 2001. ”Teknologi Pencahayaan”. Bandung: PT. Refika
Aditama. POBSI. 2000. Spesifikasi Meja Pertandingn dan Perlengkapan. Jakarta Random House Unabridged dictionary, copyright 1997, by Random House, Inc.,
on Infoplease. Intensiometer (http : // www.infoplease.com/dictionary/intensitas.).
Ribeaux, P & Poppleton, E.S. 1983. Psychology and Work: an introduction. New
York: Macmilan CO.,Inc. Singer, R.N. 1980. Motor Learning and Human Performance (2nd ed). New York:
MacMilan Publishing CO.,Inc. Sudjic, D. 1993. The Lighting Book. London: Mitchell Beazley International Ltd. Todd, T.J et al. 2004. Lightness Constancy in the Presence of Specular Highlights.
American Psychological Society. Vol 15,No1. www.beritabilliar.com , 15 April 2006. www.History-lindenheuvel.org, 28 Maret 2006. www.Billiard Congress of America.bca-pool, 28 Maret 2006.
top related