na penyelenggaraan reklamasi & pascatambang kaltim
Post on 29-Oct-2015
533 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa Daerah diberikan hak otonomi yang
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai
dengan kemampuan dan kondisi daerahnya masing-masing. Hal ini
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peranserta masyarakat,
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah otonom memiliki hak,
wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, baik itu urusan
pemerintahan yang bersifat wajib maupun yang bersifat pilihan, sesuai
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 2
peraturan perundang-undangan. Dalam mewujudkan otonomi tersebut
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dapat mendayagunakan semua dan
segala potensi sumber daya alam (SDA) yang terdapat di wilayahnya,
termasuk sumber daya tambang, baik untuk tujuan ekonomi daerah maupun
ekologi sesuai peraturan perundang-undangan. Bersamaan dengan itu
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bertanggung jawab atas perlindungan
dan pelestarian fungsi-fungsi sumber daya alam (lingkungan) tersebut guna
menjamin pemanfaatan sumber daya alam serta menjamin terwujudnya
pembangunan berwawasan lingkungan berkelanjutan (sustainable
development).
Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki luas wilayah 211.440 Km2,
terletak diantara 113 44 BT - 119100 BT dan 0425 LU - 0225 LS, terdiri
dari 12 Daerah Kabupaten dan Kota, 87 Kecamatan dan 1241 desa, tercatat
sebagai penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubaranya
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 3
mencapai sekitar 19,5 miliar ton (sekitar 54,4 % dari seluruh total produksi
batubara di Indonesia), dengan temuan cadangan yang dapat dieksploitasi
mencapai 2,4 miliar ton. Sejak tahun 2003 perkembangan produksi batubara
di Kalimantan Timur terus melonjak tajam setiap tahunnya. Pada tahun 2008
saja produksi batubara mencapai 118.853.758 ton. Sesuai dengan potensi
alam yang terkandung di dalam bumi Kalimantan Timur tersebut, maka urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral merupakan urusan
pemerintahan bersifat pilihan yang menjadi kewenangan pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur. Hal ini didasarkan dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyatakan, bahwa Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Selanjutnya ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut
dijelaskan dalam Penjelasan pasal, bahwa yang dimaksud dengan urusan
pemerintahan yang secara nyata ada adalah yang sesuai dengan kondisi, kekhasan
dan potensi yang dimiliki, antara lain pertambangan, perikanan, pertanian,
perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.
Kaidah dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, bahwa kewenangan pemerintah Provinsi
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 4
dalam urusan pemerintahan di bidang pengelolaan pertambangan mineral dan
batubara antara lain meliputi :
1. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;
2. Penyusunan data dan informasi usaha pertambangan mineral dan
batubara serta panas bumi lintas kabupaten/kota.
3. Penyusunan data dan informasi cekungan air tanah lintas
kabupaten/kota.
4. Pemberian rekomendasi teknis untuk izin pengeboran, izin penggalian dan
izin penurapan mata air pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota
5. Pemberian izin usaha pertambangan mineral, batubara dan panas bumi
pada wilayah lintas kabupaten/kota dan paling jauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan.
6. Pemberian izin usaha pertambangan mineral, dan batubara untuk operasi
produksi, yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan
paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut
lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
7. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha pertambangan
mineral, batubara dan panas bumi pada wilayah lintas kabupaten/kota dan
paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut
lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
8. Pemberian izin badan usaha jasa pertambangan mineral, batubara, dan
panas bumi dalam rangka PMA dan PMDN lintas kabupaten/kota.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 5
9. Pengelolaan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha jasa
pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi dalam rangka
penanaman modal lintas kabupaten/kota.
10. Pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja,
lingkungan pertambangan termasuk reklamasi lahan pasca tambang,
konservasi dan peningkatan nilai tambah terhadap usaha pertambangan
mineral, batubara dan panas bumi, pada wilayah lintas kabupaten/kota
atau yang berdampak regional.
11. Pembinaan dan pengawasan pengusahaan KP lintas kabupaten/kota.
12. Pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja,
lingkungan pertambangan termasuk reklamasi lahan pascatambang,
konservasi dan peningkatan nilai tambah terhadap KP lintas
kabupaten/kota.
13. Penetapan wilayah konservasi air tanah lintas kabupaten/kota.
14. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha pertambangan
mineral, dan batubara untuk operasi produksi, serta panas bumi yang
berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota.
15. Penetapan nilai perolehan air tanah pada cekungan air tanah lintas
kabupaten/kota.
16. Pengelolaan data dan informasi mineral, batubara, panas bumi dan air
tanah serta pengusahaan dan SIG wilayah kerja pertambangan di wilayah
provinsi.
17. Penetapan potensi panas bumi dan air tanah serta neraca sumber daya
dan cadangan mineral dan batubara di wilayah provinsi.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 6
18. Pengangkatan dan pembinaan inspektur tambang serta pembinaan
jabatan fungsional provinsi.
Dengan 18 poin tersebut tampak jelas bahwa kewenangan
pemerintah provinsi di bidang energi dan sumber daya mineral atau
pertambangan cukup luas. Hal ini tentu menjadi suatu tantangan tersendiri
bagi daerah untuk dapat merealisasikan kewenangan tersebut. Tetapi yang
lebih penting untuk dipertimbangkan dalam merealisasikan kewenangan
tersebut adalah menyangkut urgensitas dan prioritas dari tiap-tiap persoalan
pertambangan untuk direalisasikan.
Selanjutnya kewenangan pemerintah provinsi tersebut secara
khusus dipertegas kembali dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara tersebut dinyatakan, bahwa kewenangan pemerintah provinsi dalam
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain meliputi:
1. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;
2. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;
3. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan zusaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya
berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4
(empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 7
4. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung
lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan
12 (dua belas) mil;
5. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam
rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sesuai
dengan kewenangannya;
6. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan
batubara, serta informasi pertambangan pada daerah/wilayah provinsi;
7. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada
daerah/wilayah provinsi;
8. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha
pertambangan di provinsi;
9. pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha
pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
10. pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak
di wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya;
11. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan
penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan bupati/walikota;
12. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta
ekspor kepada Menteri dan bupati/walikota;
13. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang;
dan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 8
14. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan.
Baik Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maupun Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah provinsi, yang pertama, dan
berarti pula yang utama, adalah kewenangan regulatif, yakni kewenangan
membuat peraturan perundang-undangan daerah di bidang pertambangan
mineral dan batubara. Hal ini berarti pemerintah provinsi berwenang
menetapkan suatu peraturan daerah maupun peraturan gubernur di bidang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang dan batubara. Atas dasar
pemikiran yuridis tersebut maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
berwenang menyusun peraturan daerah di bidang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Pascatambang dan batubara.
Meski demikian dari luas lingkup bidang pertambangan yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi untuk dikelola dan diatur dengan
peraturan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan
Timur memandang kegiatan reklamasi dan pascatambang merupakan
persoalan yang serius dan urgen untuk dibenahi sehingga dipandang
mendesak untuk diatur tersendiri dengan peraturan daerah. Hal ini lebih
disebabkan oleh kondisi kualitas lingkungan di Kalimantan Timur yang sudah
sedemikian merosot sebagai akibat dari penambangan sumber daya alam,
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 9
khususnya batubara, secara berlebihan dan tidak diikuti dengan kegiatan
reklamasi pada tahapan pascatambang.
Yang dimaksud dengan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan
memperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukannya. Sedangkan pascatambang merupakan
kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir dari sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan. Tujuannya, untuk memulihkan fungsi
lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah
penambangan. Jadi pemikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Kalimantan Timur ini sesungguhnya merupakan wujud kepedulian dan
sekaligus sebagai upaya pencegahan, pengendalian, penyelamatan dan
pelestarian fungsi dan/atau eksistensi sumber daya lingkungan, yang pada
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 10
gilirannya menyangkut pula upaya perlindungan umat manusia, khususnya
masyarakat Kalimantan Timur, terhadap dampak lingkungan.
Potensi sumberdaya alam, terutama batubara, yang dimiliki
Kalimantan Timur memang cukup besar. Di satu sisi hal itu membawa nilai
positif bagi perkembangan perekonomian daerah maupun nasional. Bahkan
menurut Andi Harun (Bahan Presentasi 2013), bahwa aktivitas ekonomi di
Kalimantan Timur ini berbasiskan Sumber Daya Alam (Ekonomi SDA),
memiliki konstribusi yang besar terhadap perkembangan ekonomi masyarakat
maupun ekonomi daerah. Pada sisi lain, pihak pengelolaan sumber daya alam
tersebut memerlukan kehati-hatian dari semua pihak dalam pelaksanaannya,
sebab bisa menimbulkan dampak lingkungan manakala pengelolaannya tidak
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan, dan tidak berwawasan
lingkungan berkelanjutan. Terdapat prinsip dalam pengelolaan lingkungan,
bahwa setiap pemanfaatan sumber daya alam (lingkungan) senantiasa
memiliki resiko lingkungan (environmental risk). Artinya, semakin intens kita
melakukan ekploitasi terhadap sumber daya alam, maka akan semakin besar
resiko yang bakal timbul, resiko itu adalah pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan (Emil Salim : 1991). Resiko yang dapat timbul atas pengelolaan
suatu sumberdaya alam sesungguhnya bukan semata resiko lingkungan,
tetapi juga memiliki dampak sosial atau resiko social tertentu.
Terkait dengan pengelolaan sumber daya tambang, banyak data
dan fakta yang menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan memiliki resiko
lingkungan dan sosial yang besar, merugikan masyarakat umum yang
dengan demikian juga merugikan pemerintah atau negara.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 11
Kondisi alam Indonesia uang pada umumnya dengan keterpadatan
bahan galian yang dangkal mengakibatkan sebagian besar kegiatan
pertambangan dilakukan dengan metode tambang terbuka, dimana pada
kegiatannya memerlukan aktivitas penggalian yang berakibat pada terjadinya
perubahan bentang.
Perubahan bentang alam pada area dengan curah hujan yang tinggi
berpotensi menurunkan fungsi lingkungan yang ditunjukkan dengan adanya
erosi dan sedimentasi, air asam tambang, penurunan kualitas air permukaan
dan air tanah, serta penurunan produktivitas lahan.
Selain berpotensi menurunkan fungsi lingkungan, kegiatan
penambangan juga dengan terpaksa akan menggali dan memindahkan
material yang tidak berharga dari penambangan dan sisa hasil pengolahan
(tailing) yang berpotensi menimbulkan perusakan, pencemaran lingkungan
dan bencana. Kegiatan pembukaan lahan di area hutan hujan tropis
berpotensi merusak ekosistem sebagai tempat hidupnya berjuta aneka ragam
hayati.
Sementara itu yang menyangkut resiko sosial terkait dengan
perubahan sosial budaya dalam struktur masyarakat, perubahan ekologis
yang berakibat pada perubahan sosial ekonomi dan budaya, misalnya banjir
hingga terjadinya kematian jiwa. Data yang diperoleh Jatam Kaltim
menunjukkan bahwa di Samarinda, dalam periode 2011-2012, terdapat 7
(tujuh) anak meninggal akibat lubang tambang dekat permukiman penduduk
yang tidak ditutup oleh penambangnya. Kasus sejenis ini diduga masih
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 12
banyak terjadi di beberapa lokasi bekas penambangan, tetapi nyaris tidak
terekpos karena tidak terliput oleh media dan/maupun tidak mendapat
pengawasan, baik dari instansi yang berwenang maupun dari pihak luar,
terutama lembaga swadaya masyarakat pemerhati pertambangan.
Resiko sosial yang muncul sesungguhnya bukan saja dirasakan
oleh warga di kawasan lokasi penambangan, namun juga warga di luar
kawasan. Terjadinya kasus banjir yang banyak disebabkan oleh pola
pengelolaan tambang yang tidak baik pada akhirnya menjadi tanggungan
pemerintah. Anggaran daerah yang mestinya bisa dialokasikan untuk
pelayanan publik dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat
lainnya, menjadi terserap untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh
perilaku segelintir pengusaha tambang (KOMPPAK : Kertas Posisi : 2013).
Kegiatan penambangan batubara di Kalimantan Timur
sesungguhnya telah berlangsung sejak akhir Abad XVIII, dan mengalami
ekskalasi sejak adanya kebijaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah
sebagai buntut dari gerakan reformasi Tahun 1998, dimana pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Dalam rangka pengelolaan pertambangan, terutama tambang
batubara, hingga saat ini di Kalimantan Timur telah diterbitkan izin usaha
pertambangan (IUP) oleh pemerintah daerah sebanyak 1.337 izin (Wagub
Kaltim, 7 Maret 2013), dan oleh pemerintah pusat sebanyak 33 PKP2B,
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 13
dengan jumlah keseluruhan lahan sekitar 5,2 juta Ha, atau 24% dari luas
daratan Kalimantan Timur. Luasan ini diperkirakan bakalan terus meningkat
mengingat data yang ada menunjukkan pertumbuhan pertahun yang terus
meningkat (Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim).
Dampak negatif yang paling nyata dari pelaksanaan izin-izin
pertambangan tersebut adalah timbulnya kerusakan lingkungan, termasuk
timbulnya lubang-lubang raksasa atas permukaan tanah sebagai akibat belum
dilakukannya reklamasi, atau pun dilakukan reklamasi tetapi tidak dijalankan
sebagaimana standar kegiatan reklamasi. Ada yang beralasan bahwa belum
dilakukannya reklamasi karena lubangan tersebut masih aktif sehingga kalau
ditutup malah akan bisa merusak proses reklamasi. Kegiatan pertambangan
yang tidak tereklamasi di Kalimantan Timur ini menjadi hal umum ditemukan,
sementara di sisi lain, fakta ini belum difahami dengan benar oleh para pihak
terkait (stakeholders), termasuk oleh yang berwenang. Banyak kasus
pertambangan yang menimbulkan dampak pascapenambangan batubara
setelah potensi sumber daya alamnya habis. Rusaknya lingkungan alam,
rusaknya sarana dan prasarana, bertambahnya angka pengangguran sebagai
dampak kehilangan pekerjaan, serta menurunnya kondisi kesehatan
masyarakat sebagai akibat adanya dampak lingkungan. Kondisi tersebut
sesungguhnya merupakan fakta hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar
tuntutan pertanggungjawaban hukum kepada pelaku usaha/kegiatan
pertambangan (Andi Harun : Bahan Presentasi: 2013).
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 14
Tambang belum/tidak tereklamasi, pada poros Balipapan-Samarinda (Foto: M. Muhdar. 12 Maret 2012, 8.18 wita)
Di Kalimantan Timur saat ini terdapat paling kurang 94 lubangan
lahan yang cukup besar sebagai bekas kegiatan penambangan, kata Kepala
Dinas Pertambangan Kalimantan Timur, Amrullah (Amir Sarifudin Okezone,
Kamis, 12 Januari 2012). Dari 94 lubang-lubang lahan pascatambang itu
diperkirakan luasnya mencapai ratusan ribu hektar, dan paling banyak
terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegara kemudian diikuti Kota Samarinda.
Kawasan pascatambang batubara merupakan kawasan yang telah
mengalami degradasi lingkungan dari fungsi lingkungan sebelumnya.
Pengelolaan dan pemanfaatannya tidak hanya meliputi aspek lingkungan
hidup, namun mencakup pula aspek ekonomi dan sosial. Proses
penambangan batubara itu membongkar bagian atas tanah (over burden) dan
memindahkan batuan. Pada penambangan secara terbuka, bahan non
tambang atau sisa hasil penambangan berupa batu liat, batu pasir, dan bahan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 15
tanah lapisan atas ditimbun di suatu tempat sehingga membentuk bukit yang
cukup besar dan tinggi menyerupai stupa, dengan lereng/tebing cukup terjal
(antara 15-20%). Timbunan ini kelak digunakan untuk menimbun kembali
lubang-lubang galian bekas tambang yang luasnya bisa mencapai ratusan
hektar (Soekardi dan Mulyani, 1997).
Tanah bekas tambang berbeda sifatnya dengan tanah yang
terbentuk dan berkembang secara alami, diantaranya: kualitas fisik jelek
karena berupa batuan; sifat kimia yang kurang baik, tingkat kesuburannya
sangat rendah, toksisitas, dan kemasaman tinggi, kualitas hidrologi yang jelek
dicirikan oleh rendahnya daya pegang air (water holding capacity), percepatan
aliran permukaan (run off) dan erosi, serta kualitas biologi tanah rendah
(Haigh, 2000).
Kondisi tanah yang memiliki sifat perpaduan fisik, kimia, dan biologi
tanah, merupakan satu faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi lahan
pascatambang. Diperlukan waktu cukup lama jika tanah pascatambang
batubara diharapkan kembali pada keadaan semula, maka intervensi melalui
kebijakan pengaturan reklamasi dan pascatambang menjadi pilihan penting
agar degradasi kualitas lahan dapat diminimalkan. Tujuan dari reklamasi ini
adalah untuk menstabilkan permukaan tanah sambil menyediakan kondisi fisik
yang menunjang agar dapat terbentuk kembali suatu komunitas spesies
tumbuhan asli yang beragam, atau dapat menyamai dengan kondisi
lingkungan hutan primer. Cara lain adalah dengan melakukan kegiatan
konservasi sebagai upaya memacu pelaksanaan reklamasi agar sebanding
dengan laju aktifitas penambangan, serta untuk mengoptimalkan upaya
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 16
pemulihan lingkungan pascatambang sesuai peruntukannya. Kegiatan
konservasi diantaranya meliputi konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, konservasi tanah, dan konservasi air. Hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sementara itu pelaksanaan
reklamasi terhadap kawasan pascatambang selama ini cenderung bersifat
sekedarnya, sekedar memenuhi persyaratan formal dan tuntutan prosedur
belaka.
Pengaturan mengenai kegiatan reklamasi dan pascatambang
sebenarnya pernah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun
2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, tetapi peraturan menteri ini
sifatnya cuma pedoman sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat. Saat ini peraturan menteri tersebut sudah tidak berlaku demi hukum
dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 17
reklamasi dan Pascatambang. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2010 itu sendiri merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Dengan demikian aturan hukum yang berlaku
mengenai reklamasi dan pascatambang saat ini adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tersebut
sesungguhnya sudah terdapat norma hukum yang mewajibkan pemegang izin
pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi
diwajibkan melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP dan IPUK
Operasi Produksi selain reklamasi juga diwajibkan untuk melakukan
pascatambang pada lahan terganggu. Disamping itu, peraturan pemerintah
tersebut juga mengatur ancaman sanksi administrasi bagi pengusaha yang
tidak memenuhi kewajibannya melakukan reklamasi dan pascatambang
sesuai aturan. Meski demikian, sesuai dengan nomenklaturnya, peraturan
pemerintah ini tidak memuat ancaman sanksi pidana atau denda, dan hal ini
menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
Pengalaman evaluasi terhadap kawasan/lingkungan pascatambang
yang dilakukan oleh Pusat Studi Reklamasi Tambang Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Masyakat Institut Pertanian Bogor menunjukkan fakta-
fakta sebagai berikut :
a. Tidak dilakukan pengelolaan stock pile tanah pucuk dengan baik, sehingga
mengakibatkan tanah pucuk hilang tererosi;
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 18
b. Penataan lahan tidak mengikuti kaidah konservasi;
c. Penanam cover crop sebagai mulsa sering terlambat, sehingga terjadi
erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi;
d. Tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah, seperti penyesuaian pH tanah,
penambahan bahan organik, pemupukan;
e. Tidak dilakukan pemeliharaan tanaman, seperti penyiangan, pemupukan,
pengendalian hama penyakit;
f. Pemeliharaan check dam, settling pond, dan lain-lain kurang diperhatikan;
g. Pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang kurang
maksimal; dan
h. Program pengelolaan timbunan batuan penutup sangat jarang dilakukan.
Kegiatan pertambangan yang tidak disertai atau disertai reklamasi
dan pascatambang tetapi tidak dilaksanakan sesuai standar kegiatan, dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, menyebabkan penurunan mutu dan
fungsi lingkungan, kerusakan ekosistem, yang selanjutnya dapat
mengancam dan membayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Gejala yang ditimbulkan antara lain : kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah
menjadi buruk, seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan tanah
(bulk density), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran
oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, penurunan populasi
mikroba tanah, riskan terjadi banjir, tanah longsor, erosi, dsb. Sebagai
ilustrasi, dalam APBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013 ini, telah
dianggarkan untuk penaggulangan banjir dan kerusakan lingkungan sebesar
Rp 602 milyar (KOMPPAK, Kertas Posisi, 2013).
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 19
Gambaran permasalahan lingkungan pertambangan di atas patutlah
menjadi keprihatinan semua pihak yang untuk selanjutnya perlu dicarikan
terobosan-terobosan sebagai solusi efektif. Sebagai wujud perhatian,
keprihatinan, dan kepedulian terhadap kepentingan ligkungan dan
kepentingan bersama umat manusia, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi
Kalimantan Timur berinisiatif membuat solusi dengan melakukan terobosan
pembuatan rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan reklamasi
dan pascatambang. Rancangan peraturan daerah tersebut didesain bukan
untuk menduplikasi ketentuan yang telah ada dalam peraturan perundang-
undangan, tetapi memilih dan memiliki beberapa isu-isu strategis berdasarkan
fakta sebagai bagian penguatan atas aturan yang telah ada saat ini,
diantaranya mengenai:
Efektifitas jaminan dana reklamasi dan pascatambang;
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 20
lembaga pengawasan yang efektif, responsiv, dan partisipatif terhadap
pelaksanaan reklamasi dan pascatambang;
penerapan sanksi yang efektif terhadap pelanggaran system reklamasi
dan pascatambang, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana;
dsb.
Dalam rangka penyusunan rancangan peraturan daerah Provinsi
Kalimantan Timur tentang penyelenggaraan reklamasi dan pascatabang
tersebut, maka terlebih dalu dilakukan kajian akademis guna memperoleh
dasar pembenar yang objektif serta demi kesempurnaan substansi rancangan
peraturan daerah tersebut. Kajian akademis tersebut dilakukan terhadap
segala dan semua permasalahan reklamasi dan pascatambang, baik terhadap
fakta-fakta, teori-teori, maupun norma-horma hukum yang ada, yang hasilnya
dituangkan dalam bentuk Naskah Akademik. Dengan demikian Naskah
Aklademik ini merupakan bentuk argumentasi objektif dan
pertanggungjawaban ilmiah terhadap urgensi pembentukan peraturan daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Tambang.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Dengan latar belakang masalah dan pemikiran sebagaimana terurai
di atas, maka untuk lebih mempertajam permasalahannya sebagai
argumentasi penyusunan rancangan peraturan daerah, berikut ini
dikemukakan identifikasi beberapa permasalahan yang merupakan kendala
dalam pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap kegiatan reklamasi dan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 21
pascatambang di Kalimantan Timur. Identifikasi permasalahan tersebut dapat
dijadikan rujukan dalam merumuskan materi muatan peraturan daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Pascatambang. Adapun permasalahan yang dimaksud dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1. Terjadi kerusakan lingkungan pada kawasan pascatambang batubara,
yatu : kemampuan fungsi lahan menurun, dan air menjadi bersifat asam.
2. Terdapat ribuan hektar lahan pascatambang berupa lubangan yang
membayakan keselamatan manusia dan lingkungan, sebagai akibat tidak
ditutup kembali oleh pengusaha tambang.
3. Munculnya dampak social-ekonomi pada masyarakat di sekitar kawasan
pascatambang batubara.
4. Implementasi terhadap aturan dan kebijakan kegiatan reklamasi dan
pascatambang batubara belum terlaksana secara optimal, aturan dan
kebijakan yang ada belum mengakomodasikan kebutuhan stakeholder.
5. Tidak adanya system pengawasan yang aktif dan efektif oleh yang
berwenang terhadap pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang.
6. Belum tersedianya disain strategi dan kebijakan untuk pengelolaan
kawasan pascatambang batubara yang berkelanjutan berbasis kebutuhan
stakeholder dengan mengakomodir dimensi ekologi, ekonomi dan sosial.
7. Belum adanya suatu peraturan perundang-undangan yang memuat
ancaman sanksi tegas terhadap penambang yang tidak melakukan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 22
reklamasi dan pascatambang, atau melakukannya tapi tidak sebagaimana
mestinya.
Sesungguhnya masih banyak permasalahan lainnya terkait dengan
permasalahan reklamasi dan pascatambang, tetapi apa yang telah
diidentifikasi di atas dipandang sebagai representasi permasalahan reklamasi
dan pascatambang yang patut diakomodasi dalam penyusunan rancangan
peraturan daerah yang hendak dibentuk nantinya.
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah
tersebut, maka output dari penyusunan naskah akademik ini adalah dalam
rangka menjawab rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah membentuk peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur
tentang reklamasi dan pascatambang yang responsif, akomodatif, dan
aplikatif?
b. Sejauhmanakah pembentukan peraturan daerah Provinsi Kalimantan
Timur ini memiliki landasan pembenar secara filosofis, sosiologis, yuridis,
maupun ekologis?
C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Pascatambang ini, pertama-tama adalah untuk memenuhi ketentuan
perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 23
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Produk
Hukum Daerah, bahwa setiap pembuatan peraturan perundang-undangan,
dalam hal ini adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur
tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang, terlebih dulu
dilakukan kajian akademis yang dituangkan dalam Naskah Akademis.
Yang kedua, pembuatan Naskah Akademik ini dimaksudkan untuk
memberi gambaran dan alasan yang objektif mengenai tingkat urgensitas
peraturan daerah ini dibuat. Secara objektif pelaksanaan reklamasi dan
pascatambang di Provinsi Kalimantan Timur ini sangat lemah, tidak berjalan
sebagaimana mestinya, dan hal ini telah membawa dampak yang cukup
membayakan terhadap pelestarian fungsi-fungsi komponen lingkungan
dan/maupun perlindungan kepentingan penghidupan masyarakat. Dampak
terhadap fungsi lingkungan dan penghidupan masyarakat tersebut makin hari
makin besar seiring dengan lajunya kegiatan pertambangan batubara di
Provinsi Kalimantan Timur.
Yang ketiga, pembuatan naskah akademik ini merupakan upaya
untuk mempertemukan persepsi ataupun pemikiran dari berbagai pihak
berkenaan dengan permasalahan reklamasi dan pascatambang, terutama
pihak Pemerintah Daerah sebagai yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan pertambangan, pihak pengusaha tambang sebagai pelaksana di
lapangan, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pihak lembaga-lembaga
kajian di berbagai perguruan tinggi, pihak lembaga swadaya masyarakat,
pihak pemerhati masalah pertambangan dan lingkungan, serta pihak
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 24
masyarakat umum lainnya, mengenai pentingnya reklamasi dan
pascatambang di Provinsi Kalimantan Timur ini diatur dan ditegakkan dengan
sebaik-baiknya agar masyarakat dapat terhindar dari bencana-bencana
lingkungan.
Dan yang keempat, pembuatan naskah akademik rancangan
peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Pascatambang ini dimaksudkan untuk memberi dasar
pertanggungjawaban objektif dan ilmiah , sehingga diharapkan dapat
meningkatkan sifat penerimaan oleh masyarakat, dan meningkatkan
efektivitas pelaksanaannya, serta memperkecil kemungkinan terjadinya
resistensi dari kelompok-kelompok masyarakat terhadap peraturan daerah ini.
2. Tujuan
Pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Pascatambang antara lain bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk memberi landasan pemikiran bagi penyusunan rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi
dan Pascatambang. Substansi peraturan daerah tersebut dapat
memperkuat dan menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat
dalam peraturan perudang-undanan yang ada tentang reklamasi dan
pascatambang.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 25
b. Memberi dasar argumentasi dan landasan pembenar secara filosofis,
sosiologis, ekologis, maupun secara yuridis terhadap penyusunan
rancangan peraturan daerah tersebut, sehingga keberadaannya lebih
dapat dipertanggung jawabkan.
c. Memberi arah dan pedoman didalam menuangkan pokok-pokok pikiran,
norma dan kaidah ke dalam rumusan pasal-pasal dalam Ranperda
tersebut berkenaan dengan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang
baik, optimal, efektif, transparan, dan berkeadilan.
d. Mempertajam pengertian, konsep, dan norma hukum sehingga dapat
menambah bobot kualitas rancangan peraturan daerah tentang
penyelenggaraan reklamasi dan pascatambang tersebut.
e. Pada akhirnya dengan naskah akademik ini dapat memberi penguatan
secara politis dan sosiologis terhadap rancangan peraturan daerah
tersebut.
D. Metode Penyusunan
Penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang penyelenggaraan reklamasi dan
pascatambang ini dilakukan dengan mengaji dan menguji kaidah-kaidah
hukum pertambangan, hukum lingkungan, dan hukum perizinan. Kajian
akademis tersebut dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan,
literatur-literatur, selanjutnya dilakukan kajian terhadap data, fakta, dan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 26
informasi-informasi lapangan (field) di Provinsi Kalimantan Timur guna
memperoleh gambaran yang lebih realistik.
1. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dimaksudkan untuk mengkaji persoalan kegiatan
reklamasi dan pascatambang, baik dikaji dari aspek filosofinya, aspek
sosiologi, aspek ekologi, aspek yuridisnya, maupun aspek efektivitasnya. Hal
ini dimaksudkan agar peraturan daerah yang dibentuk ini memiliki dasar
teoritik yang kuat.
Pertama-tama dilakukan kajian secara mendalam terhadap Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
untuk diketahui apa yang menjadi filosofi, politik hukum, kaidah-kaidah,
maupun substansi dari pengelolaan pertambangan secara umum. Selanjutnya
untuk mengetahui apa-apa yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi
di bidang pengaturan reklamasi dan pascatambang, maka disamping dikaji
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga dikaji Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Selanjutnya untuk memperkaya dan mempertajam kajian, serta
untuk memperluas wawasan mengenai teori-teori pertambangan dan
reklamasi, ditelusuri pula literatur-literatur, hasil penelitian, hasil
worshop/seminar, majalah-majalah, terbitan-terbitan resmi, koran, internet,
berita media elektronik, dan lain-lain sumber data terkait. Data dan informasi
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 27
yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut diinventarisasi, diverifikasi,
diidentifikasi sesuai jenis dan sifat permasalahannya, selanjutnya dianalisis
untuk diperoleh intisari pokok-pokok permasalahannya, dan selanjutnya
dirumuskan dalam suatu pokok pikiran untuk dijadikan bahan dalam
pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.
2. Kajian Lapangan (field)
Kajian lapangan (field) perlu dilakukan untuk bahan penyempurna
hasil kajian pustaka. Kajian lapangan dilakukan secara wawancara dan
diskusi-diskusi dengan pimpinan satuan kerja perangkat daerah Provinsi
Kalimantan Timur, beberapa anggota Dewan, para pakar (akademisi), praktisi
hukum, para tokoh masyarakat, para pengusaha tambang, dan beberapa
anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), untuk dapat menemukan
pokok permasalahan dan simpulan, serta upaya-upaya yang dapat ditempuh
oleh semua pihak sebagai masukan ataupun saran jalan keluar.
Beberapa tahapan kegiatan yang pernah dilakukan dalam rangka
penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah ini, diantaranya :
Pertama-tama dilakukan diskusi internal Pansus sebagai tahapan persiapan
dan kesiapan guna menentukan arah dan lingkup pengaturan.
Tahap berikutnya Pansus melakukan diskusi keluar dengan melibatkan
SKPD dalam lingkup Provinsi guna lebih memantapkan sunstansi dan
lingkup Pengaturan.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 28
Tim Pansus Dewan melakuan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten
Berau guna memperoleh data dan informasi awal berkenaan dengan
permasalahan reklamasi dan pascatambang.
Tim Pansus melakukan konsultasi ke Kementerian ESDM di Jakarta guna
memperoleh informasi mengenai kebijakan kementerian dan teknisnya
terkait dengan reklamasi dan pascatambang.
Tim Pansus juga sempat melakukan konsultasi dengan Kementerian
Lingkungan Hidup di Jakarta, guna memperoleh informasi dari segi
kebijakan lingkungan. Sebab persoalan reklamasi dan pascatambang ini
lebih dimunan sebagai aspek lingkungan hidup.
Konsultasi dengan Departemen Kehutanan RI di Jakarta guna memperoleh
informasi mengenai status pinjam pakai kawasan hutan dalam kegiatan
pertambangan.
Konsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta dimaksudkan
untuk memperoleh informasi berkenaan dengan harmonisasi peraturan
perundang-undangan, dan jangkauan pengaturan yang dimungkinkan
dalam rancangan peraturan daerah provinsi yang hendak dibentuk ini.
Tim Pansus juga melakukan konsultasi dan diskusi dengan beberapa
pakar/ akademisi, antara lain dengan UNHAS, IPB, dan GIZ, menyangkut
aspek content rancangan peraturan daerah, aspek legal drafting, dan
kriteria teknis dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
Rapat dengar pendapat dengan pengusaha tambang PKP2B (sebagai
pelaku reklamasi dan pascatambang) sempat dilakukan sebanyak 3x.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 29
Tim Pansus juga melakukan studi banding ke Pemerintah Provinsi Jambi
untuk memperoleh informasi pengalaman mereka dalam mengelola sistem
perizinan, reklamasi, dan pascatambang.
Studi banding juga dilakukan pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara,
sebab provinsi tersebut merupakan provinsi kedua di Indonesia yang
mengeluarkan IUP terbanyak, dan telah melakukan harmonisasi kebijakan
antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dari sisi aspek pengawasan
kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Juga sempat dilakukan pertemuan dengan para bupati/walikota se-
Kalimantan Timur guna membahas penyelenggaraan pengawasan dan
sistem perizinan pertambangan.
Akhirnya Pansus bekerjasama dengan Tim Pakar dari Universitas Muslim
Indonesia Makassar dalam penyusunan dan perampungan Naskah
Akademik rancangan Peraturan Daerah Kalimantan Timur tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.
Disamping tahapan di atas, berikut ini dikemukakan beberapa
kegiatan dalam rangka penyusunan naskah akademik tersebut, yaitu:
Waktu Kegiatan Tujuan Keterangan
04-04
Jam 10-12 Wita
Paparan Tim GIZ/ Jerman mengenai kriteria keberhasilan reklamasi dan pascatambang pada area Kaltim
Penguatan dari Aspek Teknis
Tenaga Ahli Pansus, GIZ, dan IPB
04-04 Jam 14-selesai
Paparan draft pembanding atau Naskah Akademik Tim
Penguatan sisi Konten dan aspek legal drafting
TA Pansus dan Tim UMI
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 30
UMI
05-04
Jam 10-11.30
Review Hasil diskusi Tenaga Ahli dan Pihak Ketiga (UMI, IPB/GIZ)
Draft untuk konsultasi Publik dengan Civil Sociaty Organization (CSO) dan SKPD
Tim Pansus, TA, GIZ/IPB, UMI, dan Staff Pansus
8-04
Jam 14-selesai
Sosialisasi draft
Melahirkan komunikasi diantara penyelenggara pemerintah daerah terhadap materi draft
Tim Pansus, TA, GIZ,/IPB, dan UMI
13-04
Jam 09-selesai
Diskusi dalam format pembahasan berdasarkan isu (kelembagaan, sistem perizinan, reklamasi, dan pascatambang
Mendapatkan masukan dari aliansi CSO di Kaltim dan Jakarta terhadap penyempurnaan Draft
Tim Pansus, TA, GIZ,/IPB, Prof. Abrar (UNHAS) dan Tim-UMI
Dalam pertemuan hari Sabtu tanggal 13 April 2013 tersebut, draft
rancangan peraturan daerah yang telah ada mendapat tanggapan dan
masukan dari kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi
Masyarakat Pemantau Pertambangan Kaltim (KOMPAKK). Tanggapan dan
masukan tersebut sangat bagus, dan sedapat mungkin akan diakomodasi
dalam penyempurnaan rancangan peraturan daerah tersebut.
E. Sistematika Penulisan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian mengenai permasalahan dan dasar pemikiran
yang melatarbelakangi pembuatan naskah akademik, identifikasi
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 31
permasalahan, tujuan dan manfaat, metode penulisan naskah
akademik, serta sistematika penulisan itu sendiri. Dengan
pendahuluan ini diharapkan dapat memberi gambaran yang objektif
mengenai pentingnya peraturan daerah ini dibuat. Disamping itu
juga digambarkan mengenai proses dan metode pengolahan dan
analisis atas segala informasi dan data yang digali dari sumbernya,
selanjutnya dirumuskan dan disusun dalam suatu naskah
rancangan peraturan daerah.
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS PENYELENGGARAAN
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pada bagian ini dikemukakan teori-teori keilmuan dan norma-norma
hukum yang terkait dengan penyelenggaraan reklamasi dan
pascatambang. Selanjutnya atas dasar kajian teori tersebut lantas
diperbandingkan dengan praktik empiris penyelenggaraan reklamasi
dan pascatambang di Kalimantan Timur selama ini. Dengan
komparasi itu maka dapat diketahui permasalahan dan solusinya,
serta segi pengembangan yang dapat diterapkan ke depan.
BAB III ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Dalam bab ini diuraikan mengenai analisis peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan yuridis penyelenggaraan
reklamasi dan pascatambang. Analisis yuridis dimakksudkan untuk
mencari dan menemukan keserasian, harmonisasi, dan sinkronisasi
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 32
antar-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengaturan reklamasi dan pascatambang, untuk diintrodusir dan
diserasikan substansinya satu sama lain, dan selanjutnya disusun
sebagai materi muatan peraturan daerah.
BAB IV LANDASAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN
DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TENTANG
PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pada bab ini berisi uraian telaah akademis terhadap teori-teori dan
norma-norma hukum yang terkait dengan hukum pertambangan,
pengelolaan pertambangan, maupun usaha pertambangan. Dalam
kajian ini dikelompokkan dalam empat landasan, yaitu landasan
filosofis, landasan sosiologis, landasan ekologis, dan landasan
yuridis. Hasil kajian akademis tersebut dimaksudkan untuk lebih
memperkuat argumentasi dan urgensi pembentukan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Pascatambang.
BAB V ARAH MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TENTANG
PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai pokok-pokok pikiran dan
maupun latar belakang pemikiran yang merupakan substansi dari
rancangan peraturan daerah tentang Penyelenggaraan Reklamasi
dan Pascatambang. Disamping itu, keseluruhan materi pokok-pokok
pikiran tersebut berfungsi sebagai argumentasi atas susunan dan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 33
sistematika materi muatan rancangan peraturan daerah tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.
BAB VI KESIMPULAN
Bab ini merupakan bagian penutup dari Naskah Akademik yang
berisi simpulan dari keseluruhan materi naskah akademik dan
rekomendasi sebagai tindak lanjut, serta dilengkapi dengan daftar
pustaka sebagai referensi pendukung.
LAMPIRAN : Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 34
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS PENYELENGGARAAN
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pada bagian ini dikemukakan teori-teori yang relevan dengan
persoalan reklamasi dan pascatambang. Teori-teori ini merupakan standar
keilmuan dan/maupun standar norma, sehingga dengan mengemukakan teori
ini maka dapat dijadikan dasar atau patokan dalam mengevaluasi seberapa
jauh kegiatan empirik reklamasi dan pascatambang selama ini sudah
bersesuaian dengan standar keilmuan dan standar norma tersebut.
Teori-teori yang dipandang relevan terkait dengan persoalan
reklamasi dan pascatambang ini, diantaranya adalah teori perizinan, kriteria
keberhasilan reklamasi dan pascatambang, teori pembanguan berkelanjutan,
maupun teori penegakan hukum (law enforcement).
A. Teor i Per i z inan
Relevansi teori perizinan dengan persoalan reklamasi dan
pascatambang adalah, bahwa rencana reklamasi dan pascatambang
itu pada hakekatnya juga lembaga izin, ia merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan izin pertambangan. Ketika seseorang
mengajukan permohonan izin pertambangan (IUP Ekplorasi dan IUP
Ekploitasi Produksi), maka bersamaan itu harus pula mengajukan
rencana reklamasi dan pascatambang. Di sini secara normativ harus
dipahami bahwa permohonan IUP tidak akan diproses manakala
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 35
tidak disertai dokumen rencana reklamasi dan pascatambang. Dan
justru pada dokumen rencana reklamasi dan pascatambang itulah
pertimbangan pemberian izin disandarkan.
Apakah sesungguhnya izin itu? Lembaga perizinan
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari pengaturan yang
bersifat pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat. Lembaga izin dipergunakan oleh pemerintah untuk
mengendalikan warganya agar dalam melaksanakan suatu kegiataan
atau usaha bersuaian dengan tata cara dan tata pola tertentu
dengan maksud untuk menghindarkan atau memperkecil terjadinya
hal-hal yang negative atau merugikan kepentingan bersama.
Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, pakar hukum
Belanda, bahwa izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa
yang berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan
perundang-undangan. Hal ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan
yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus
atasnya (J.B.J.M ten Berge, 1993, hlm 2).
Izin digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk
mempengaruhi (hubungan dengan) para warga agar mau mengikuti cara
yang dianjurkan guna mencapai tujuan konkretnya. Di sini fungsi izin adalah
sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Dengan
memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang bermohon tersebut
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 36
untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimohonkan, tetapi harus dilakukan
dengan cara-cara yang ditentukan oleh penguasa. Dalam keputusan izin yang
diberikan, biasanya tercantum batasan-batasan yang menjadi hak dan
kewajiban bagi pemegang izin tersebut. Berhubung dengan itu, pemegang izin
menjadi terikat secara hukum dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam keputusan izin. Jika ketentuan dalam izin itu tidak dipatuhi, maka
kepada pemohon atau pemegang izin dapat diberikan sanksi-sanksi sesuai
dengan peraturan-peraturan yang ada. Biasanya, sanksi-sanksi tersebut
dicantumkan secara tegas dalam izin yang diberikan, misalnya sanksi dalam
IMB, dapat berupa peringatan, perintah penghentian bekerja sementara,
penyegelan alat-alat tertentu, sampai pencabutan kembali izin.
Menurut Sjahran Basah, bahwa izin sebagai perbuatan administrasi
Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan ke dalam hal konkreto
berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaiana ditetapkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sementara menurut W.F. Prins, bahwa izin
( vegunning) adalah keputusan administrasi negara berupa peraturan
yang pada umumnya tidak melarang suatu perbuatan tapi masih juga
memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-
masing hal yang kongkret (Prins, 1987, hlm 50).
Terdapat beberapa fungsi dari setiap izin, yang utama adalah fungsi
pengendalian (sturen). Dalam pengetian ini, melalui instrumen izin segala
kegiatan atau usaha dikendalikan dan diarahkan sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan prosedur dan kriteria tertentu yang diatur dalam perundang-
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 37
undangan. Dalam hal ini Philipus M. Hadjon (1993, hlm 1) dengan tepat
menguraikan masalahanya sebagai berikut :
Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal menerbitkan izin mendirikan bangunan misalnya tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintahan senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan mendirikan bangunan tidak sesuai izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai.
Pandangan tersebut tidak dimaksudkan secara khusus menjelaskan
tentang IMB, melainkan menerangkan makna sturen dalam kaitannya dengan
pengertian pemerintahan yang dalam istilah Belanda adalah bestuur.
Fungsi izin berikutnya adalah fungsi perlindungan hukum. Pada satu
sisi izin merupakan bentuk tindakan preventif terhadap kemungkinan
timbulnya masalah yang dapat merugikan kepentingan orang perorang,
kelompok orang, maupun kepentingan umum. Tetapi pada sisi yang lain, izin
memberikan perlindungan bagi kegiatan atau usaha yang dimohonkan izin itu.
Dengan adanya izin, maka kegiatan atau usaha yang diberi izin tersebut
berarti legal atau sah, dengan demkian berhak memperoleh perlindungan
hukum dari pemerintah terhadap kemungkinan adanya gangguan ataupun
ancaman dari pihak manapun dan siapapun, termasuk dari pihak pemerintah
itu sendiri.
Fungsi yang ketiga dari izin adalah fungsi anggaran (budgetair),
yaitu sebagai instrument untuk mengisi kas daerah (PAD). Sebenarnya fungsi
ini bukan yang utama dalam setiap izin. Yang utama adalah, izin sebagai
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 38
instrumen pengendali kegiatan. Fungsi pemasukan keuangan dalam
pengurusan suatu izin, sekedar merupakan fungsi pelengkap (complementer),
namun dalam perkembangannya, fungsi komplementer itu justru kerap
menjadi semakin dominan.
Terkait dengan perizinan pertambangan, dalam teori dikelompokkan
sebagai jenis Konsesi, yaitu izin yang objeknya berkenaan dengan hak
kedaulatan negara. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
ditentukan, bahwa sumber daya pertambangan dikuasai oleh negara dan
diperuntukkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33). Karena itu
sesuai dengan fungsi sturen tersebut, pemberian izin pertambangan harus
diikuti dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin tercapainya tujuan
pemberian izin. Dalam pengawasan ini termasuk terhadap kegiatan reklamasi
dan pascatambang yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan izin
pertambangan.
B. Reklamasi dan Pascatambang
Dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (UU Minerba), tersirat tujuan pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan mutu kehidupan
secara menyeluruh, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi masa
mendatang. Pembangunan berwawasan lingkungan dalam aspek
pertambangan berkaitan dengan cara mempertahankan proses-proses ekologi
yang menjadi tumpuan kehidupan melalui kegiatan reklamasi dan
pascatambang.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 39
Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakanan secara tepat
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama gangguan
keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan yang
mungkin timbul akibat kegiatan pertambangan antara lain: penurunan
produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi,
terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna
(keanekaragaman hayati), terganggunya kesehatan masyarakat, serta
perubahan iklim mikro. Oleh karena itu, perlu dilakukan reklamasi dan
pascatambang yang tepat, sesuai peruntukannya, dengan menghormati nilai-
nilai sosial dan budaya setempat.
Keberhasilan pengelolaan pertambangan bergantung pada
pengenalan, pencegahan dan pengurangan dampak kegiatan terhadap
lingkungan. Perlindungan lingkungan membutuhkan perencanaan yang
cermat dan komitmen semua tingkatan & golongan perusahaan
pertambangan. Pengelolaan pertambangan yang baik menuntut proses yang
terus menerus dan terpadu pada seluruh tahapan pertambangan.
Pascatambang merupakan kegiatan untuk memulihkan fungsi
lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah
penambangan. Pascatambang dilakukan secara terencana, sistematis dan
berlanjut. Keberlanjutan ini meliputi kegiatan akhir sebagian (bila dalam tahap
operasi produksi ada sebagian wilayah yang diminta dan/atau akan
diserahkan) hingga akhir keseluruhan usaha pertambangan. Dalam Pasal 99
dan Pasal 100 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba ditentukan, bahwa
setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 40
rencana pascatambang dan melaksanakan reklamasi dan pascatambang.
Dalam rangka menjamin kesungguhan pelaksanaan reklamasi dan
pascatambang, setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menempatkan Jaminan
Reklamasi dan Jaminan Pascatambang.
1. Prinsip Reklamasi dan Pascatambang
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan
hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat. Prinsip pengelolaan
lingkungan hidup meliputi perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air
tanah, air laut, tanah, dan udara sesuai dengan standar baku mutu lingkungan
hidup dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berhubung
keanekaragaman hayati begitu kaya, maka reklamasi tambang wajib
mempertimbangkan perlindungan keanekaragaman hayati tersebut. Untuk
memastikan keamanan daerah timbunan bagi lingkungan sekitarnya,
reklamasi dan pascatambang juga harus menjamin stabilitas dan keamanan
timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur
buatan (man made structure) lainnya. Selanjutnya, reklamasi dan
pascatambang pun harus memiliki nilai manfaat sesuai peruntukannya, dan
menghormati nilai-nilai sosial & budaya setempat.
2. Tata Laksana Reklamasi dan Pascatambang
Dalam UU Minerba, reklamasi didefinisikan sebagai kegiatan yang
dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 41
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Karena itu kegiatan reklamasi
dilaksanakan sejak pada tahap eksplorasi sampai pada tahapan operasi
produksi.
Pemegang IUPK eksplorasi wajib melakukan reklamasi terhadap
lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi, meliputi reklamasi lubang
pengeboran, sumur uji, dan/atau parit uji. Pada tahap eksplorasi, pemegang
IUP dan IUPK harus menyiapkan rencana reklamasi yang akan dilaksanakan
pada tahap operasi produksi, diantaranya dengan membuat tata guna lahan
sebelum dan sesudah ditambang, rencana pembukaan lahan, program
reklamasi pada lahan bekas tambang dan di luar bekas tambang, kriteria
keberhasilan reklamasi dan rencana biaya reklamasi. Yang tercakup dalam
lahan di luar bekas tambang adalah timbunan tanah penutup, timbunan bahan
baku/produksi, jalan transportasi, instalasi pengolahan, instalasi pemurnian,
kantor dan perumahan, pelabuhan, lahan penimbunan dan pengendapan
tailing.
Sejak awal tahap eksplorasi, rencana pascatambang sudah
disiapkan, meski umur tambangnya masih beberapa puluh tahun yang akan
datang. Proses perencanaan tersebut dilakukan bersamaan dengan
penyusunan studi kelayakan dan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL). Isi rencana pascatambang tersebut harus memuat profil wilayah,
deskripsi kegiatan pertambangan, rona lingkungan akhir lahan pascatambang
program pascatambang, organisasi, kriteria keberhasilan pascatambang dan
rencana biaya pascatambang. Namun, dalam menyusun rencana
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 42
pascatambang, pemegang IUP dan IUPK harus berkonsultasi dengan instansi
pemerintah dan/atau instansi pemerintah daerah yang membidangi
pertambangan mineral dan/atau batubara, instansi terkait, dan masyarakat.
Hal itu dilakukan untuk mengakomodasikan kepentingan pemerintah dan
masyarakat.
Reklamasi dan pascatambang dinyatakan selesai bila telah berhasil
memenuhi kriteria keberhasilan. Keberhasilan reklamasi bisa dicapai apabila
berbagai tahapan dalam kegiatan reklamasi dipenuhi:
Penataan Lahan: Pengelolaan tanah pucuk, pengelolaan overburden,
stabilitas lereng, pencegahan erosi dan sedimentasi, rencana void akhir.
Revegetasi: penaburan tanah pucuk, perbaikan kualitas tanah, populasi
tanaman per ha, perawatan tanaman.
Pengkayaan tanaman.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 43
Pemantauan Lingkungan: pemantauan geoteknik, pemantauan kualitas
tanah, pemantauan erosi dan sedimentasi, kualitas air, air asam tambang,
keberhasilan revegetasi.
Namun, bila reklamasi berada di kawasan hutan, wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, maka pelaksanaan dan kriteria keberhasilannya disesuaikan
setelah berkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Jaminan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah menetapkan kebijakan bagi setiap pemegang IUP dan
IUPK wajib menempatkan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang.
Jaminan tersebut diperlukan sebagai wujud kesungguhan setiap pemegang
IUP dan IUPK untuk memulihkan lahan bekas tambang dan lahan di luar
bekas tambang sesuai peruntukan yang disepakati para pemangku
kepentingan dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
Besaran Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang dihitung
berdasarkan rencananya, dengan ketentuan harus cukup untuk menutup
seluruh biaya reklamasi dan pascatambang. Jika besaran dana jaminan
tersebut ternyata tidak mencukupi, maka hal itu menjadi kewajiban pemegang
UP/IUPK.
Penempatan jaminan yang dilakukan oleh pemegang IUP dan IUPK,
bukan berarti menghilangkan kewajiban perusahaan melaksanakan reklamasi
dan pascatambang. Penempatan jaminan reklamasi dimohonkan kepada
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 44
perusahaan beserta bentuk jaminannya. Bentuk jaminan reklamasi yang
diperbolehkan adalah deposito berjangka, bank garansi, atau cadangan
akuntansi. Dalam peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang, bentuk jaminan reklamasi
ditetapkan deposito berjangka.
Jaminan pascatambang ditempatkan setiap tahun sesuai dengan
umur tambangnya saat mulai menempatkannya. Bila kegiatan usaha
pertambangan berakhir sebelum masa yang telah ditentukan dalam rencana
pascatambang, perusahaan tetap wajib menyediakan jaminan pascatambang
sesuai dengan yang telah ditetapkan.
C. Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan
semula merupakan program yang mengintegrasikan kegiatan pembangunan
dengan konsep dan kepentingan lingkungan. Setiap kegiatan pembangunan
wajib mempertimbangkan aspek kelestarian kemampuan lingkungan hidup
yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan. Konsep tersebut pertama kali dikemukakan oleh Komisi
Dunia tentang Pembangunan dan Lingkungan Hidup World Commision on
Environment and Development (WCED) dalam sebuah Our Common Future
dengan pernyataannya : Development that meets of the present without
compromising the ability of the future generation to meet their own needs,
yang kurang lebih maknanya adalah, bahwa pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 45
akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan konsep tersebut lantas
berkembang dan dijadikan rujukan oleh berbagai kajian dan maupun kebijakan
pada berbagai Negara.
Menurut Koesnadi Hardjasoemantri (1990, Hal 127) pembangunan
berwawasan lingkungan yaitu pembangunan dengan memperhatikan
kepentingan lingkungan, atau tanpa merusak lingkungan. Pembangunan
berkesinambungan atau berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ini artinya, bahwa setiap kegiatan
pembangunan, termasuk kegiatan pertambangan, harus memperhitungkan
segala kemungkinan timbulnya dampak lingkungan, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang. Rencana reklamasi dan pascatambang merupakan
salah satu instrumen pertambangan dalam rangka mempertahankan dan
melindungi fungsi-fungsi lngkungan serta sebagai upaya pengendalian
terjadinya dampak.
Dalam dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World
Summit 2005, disebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak saja
berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, tetapi lebih luas daripada itu
mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan
sosial dan perlindungan lingkungan. Ketiga dimensi tersebut saling terkait dan
merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada Pasal 1 angka 3
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 46
dikemukakan bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tidak lagi mencantumkan kalimat berwawasan lingkungan, hal ini dapat
dimaknai bahwa pengertian berwawasan lingkungan sudah include dalam
makna berkelanjutan. Yang kedua, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
telah memadukan aspek lingkungan, ekonomi, dan pembangunan sosial,
sebagai kerangka dari pembangunan berkelanjutan.
Dalam kaitan dengan pertambangan, maka kegiatan reklamasi dan
pascatambang sesungguhnya merupakan instrument untuk mewujudkan
konsep pertambangan berwawasan lingkungan berkelanjutan, hal ini tercermin
dari prinsip-prinsip reklamasi dan pascatambang.
D. Teori Penegakan Hukum
Suatu ketentuan hukum yang tidak (dapat) dilaksanakan dan
ditegakkan dengan baik dalam kenyataan (law in action), tidak mempunyai
makna apa-apa. Salah satu tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian
dengan mewujudkan keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum dalam
masyarakat. Kepastian hukum menghendaki perumusan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku umum, yang berarti pula kaidah-kaidah tersebut harus
ditegakkan dan dilaksanakan dengan tegas.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 47
Penegakan hukum merupakan upaya untuk ditaatinya kaidah-
kaidah hukum dalam kenyataan, dilakukan sejak awal adanya kaidah hukum
sampai kepada timbulnya pelanggaran terhadap pelaksanaan kaidah hukum
tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, penegakan hukum sering dikaitkan
dengan adanya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).
Perbuatan melanggar hukum bisa terjadi atau dilakukan oleh orang atau
badan hukum perdata, atau oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
Karena itu, penegakan hukum dapat juga diarahkan kepada orang atau badan
hukum perdata, atau kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi
preventif dan represif. Secara konsepsional, inti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup (Soeryono Soekanto, 1983, hlm. 3).
Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, penegakan hukum tidak
selamanya harus dilakukan melalui Pengadilan, tetapi dapat dilaksanakan
melalui berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif,
sanksi perdata dan sanksi pidana (Koesnadi Hardjasoemantri, 1992, hal. 25)
Penegakan hukum sangat esensial dalam proses bekerjanya hukum
dalam kehidupan masyarakat. Hukum merupakan suatu instrument yang
ampuh guna mewujudkan ketertiban dalam tata kehidupan masyarakat.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 48
Esensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya-bahaya yang
dapat meresahkan kehidupan masyarakat, sehingga setiap anggota
masyarakat merasa aman dan tenteram karena memperoleh perlindungan
hukum (Wahyu Effandy, 1994, h 4).
Secara filosofi, penegakan hukum terkait dengan fungsi hukum
sebagai sarana pengendalian sosial. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Ronny Hanitijo (1984, 50), bahwa hukum sebagai mekanisme
pengendalian sosial merupakan suatu proses yang telah direncakan lebih
dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkan
memaksa anggota masyarakat supaya mematuhi norma-norma hukum atau
tata-tertib hukum yang sedang berlaku.
Selanjutnya oleh Soerjono Soekanto (Rajawali Pers, 1993, hal 5)
dikemukakan bahwa terdapat pula beberapa factor yang mempengaruhi
efektifitas penegakan hukum, yaitu:
a. Faktor hukumnya sendiri.
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
c. Faktor sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum.
d. Faktor masyrakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 49
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan
esensi dari penegkan hukum, serta merupakan tolok ukur dari efektivitas
penegakan hukum. Dengan adanya hukum yang baik, seyogianya telah
tersedia pula sarana yang baik. Namun, agar kebaikan terlaksana secara
nyata, maka sarana yang baik itu diterapkan dan digunakan setepat-tepatnya.
Oleh sebab itu, terlaksananya kebaikan secara nyata, ditentukan oleh
kehendak dan perbuatan nyata manusia yang dapat ditunjang oleh hukum.
Dalam kaitan dengan reklamasi dan pascatambang, penegakan
hukum dimaksudkan agar setiap rencana reklamasi dan pascatambang dari
suatu kegiatan penambangan, dapat dilaksanakan secara taat asas sesuai
dengan rencana yang telah disetujui oleh yang berwenang.
Dengan merujuk pada teori efektifitas penegakan hukum yang
dikemukakan Soerjono Soekanto, maka agar setiap rencana reklamasi dan
pascatambang dapat terlaksana sebaik-baiknya, paling tidak musti dipenuhi 2
(dua) factor pengaruh (indipenden), yaitu : 1) peraturan perundang-undangan
tentang reklamasi dan pascatambang yang baik, jelas, dan aplikatif, termasuk
ketentuan tentang sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana; 2) factor
kelembagaan yang jelas dan tegas kewenangannya dalam menegakkan
peraturan perundang-undangan tentang reklamasi dan pascatambang.
E. Empirik Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Substansi mengenai pentingnya reklamasi dan pascatambang bagi
pemegang IUP dan IUPK ini sudah ada pengaturan sebelumnya, yaitu
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 50
Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Reklamasi
dan Penutupan Tambang. Namun karena sifat Peraturan Menteri ESDM yang
hanya sebuah pedoman, akibatnya dalam praktek ketentuan ini cenderung
dianggap tidak pernah ada oleh para pemegang IUP dan IUPK. Maka sudah
bisa dipastikan, makin marak kegiatan pertambangan saat itu tanpa diikuti
atau disertai dengan reklamasi dan kegiatan pascatambang.
Selanjutnya dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batubara, pengaturan mengenai reklamasi dan pascatambang tersebut
dimunculkan secara lebih tegas. Reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan, dimaksudkan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki kembali kualitas lingkungan serta
ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Sementara itu
kegiatan pascatambang dimaknai sebagai kegiatan terencana, sistematis, dan
berlanjut setelah akhir dari sebagian atau seluruh kegiatan usaha
pertambangan. Tujuan dari kegiatan pascatambang adalah untuk memulihkan
fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayah penambangan. Dalam undang-undang tersebut ditentukan tegas,
bahwa pemegang IUP Ekplorasi dan IUPK Ekplorasi yang melakukan
kegiatannya wajib melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP Produksi
dan IUPK Produksi wajib melakukan reklamasi dan kegiatan pascatambang.
Jadi sebenarnya antara reklamasi dan pascatambang merupakan dua konsep
yang terintegrasi mengenai recovery lingkungan.
Hanya saja yang masih menjadi permasalahan saat itu, oleh karena
ketentuan reklamasi dan pascatambang dalam UU No. 4 Tahun 2009 tersebut
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 51
belum bisa efektif aplikatif karena sifatnya masih merupakan kebijakan umum
dan masih akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Maka kurang
lebih satu tahun berjalan, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun
2010 tentang Relamasi dan Pascatambang, sebagai implementasi dari
ketentuan Pasal 101 UU No. 4 Tahun 2009.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tersebut
ditegaskan kembali norma hukum yang mewajibkan pemegang izin
pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi
diwajibkan melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP dan IPUK
Operasi Produksi selain reklamasi juga diwajibkan untuk melakukan
pascatambang terhadap lahan terganggu. Bagi pengusaha yang tidak
memenuhi kewajibannya melakukan reklamasi dan pascatambang
sebagaimana mestinya, diancam dengan sanksi administrasi. Bagi sebagian
kalangan beranggapan, bahwa ancaman sanksi administrasi tersebut terlalu
ringan, dan tidak menimbulkan rasa jera. Seharusnya pengusaha yang tidak
melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang dengan benar juga
patut diberi sanksi pidana. Tetapi yang menjadi persoalan, sebuah peraturan
pemerintah tidak boleh memuat ancaman sanksi pidana. Hal inilah yang kelak
merupakan kendala tersendiri dalam pelaksanaan dan penegakan reklamasi
dan pascatambang.
Memang sampai saat ini belum terdapat data yang konprehensif
dan valid mengenai informasi pertambangan, termasuk data mengenai
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 52
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan
pertambangan, meski fakta itu semua pihak mengakuinya ada.
Sudah berapa jumlah izin usaha pertambangan yang telah terbit di
seluruh Kalmantan Timur, data itu belum jelas dan cenderung simpang siur.
Berapa luas lahan yang telah dioperasi produksi, berapa luas lahan bekas
penambangan yang telah dilakukan reklamasi dan pascatambang, berapa
luas lahan bekas tambang yang telantar dan membahayakan, dsb, itu semua
tidak terlalu jelas datanya. Hal ini merupakan sebuah kelemahan tersendiri
dalam pengelolaan pertambangan oleh pemerintah, khususnya pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pusat Studi Reklamasi
Tambang Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyakat Institut
Pertanian Bogor, dalam pengalamannya studi mereka menemukan bahwa
kegiatan reklamasi dan pascatambang kondisinya berlangsung sebagai
berikut :
Tidak dilakukan pengelolaan stock pile tanah pucuk dengan baik, sehingga
mengakibatkan tanah pucuk hilang terkena erosi.
Penataan lahan tidak mengikuti kaidah konservasi sebagaimana mestinya.
Penanam cover crop sebagai mulsa sering terlambat, sehingga terjadi erosi
dan sedimentasi yang cukup tinggi.
Tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah, seperti penyesuaian pH tanah,
penambahan bahan organik, pemupukan, dsb.
Tidak dilakukan pemeliharaan tanaman, seperti penyiangan, pemupukan,
pengendalian hama penyakit.
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 53
Pemeliharaan check dam, settling pond, dan lain-lain kurang diperhatikan.
Pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang kurang
maksimal; dan
Program pengelolaan timbunan batuan penutup sangat jarang dilakukan.
Lubangan bekas penambangan yang belum/tidak direklamasi, volume mencapai ribuan M
3.
Banyak kasus pertambangan yang menunjukkan adanya dampak
negatif pasca penambangan batubara setelah potensi sumberdaya alam yang
tidak dapat diperbaharui tersebut habis. Potret nyata yang terjadi diantaranya
adalah kerusakan lingkungan alam, rusaknya sarana dan prasarana, rentan
terjadinya banjir, tanah longsor, timbulnya lubang-lubang raksasa akibat
belum dilakukan reklamasi, dsb. Memang ada 94 lubang besar pada lahan
bekas tambang di seluruh Kaltim, karena masih aktif kalau ditutup bisa rusak
lagi nanti proses reklamasinya, kata Kadistambe Kaltim Amrullah di
Balikpapan, Rabu (11/1/2012). Luasan dari 94 lubang-lubang tambang itu
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 54
diperkirakan mencapai ratusan hektar dan paling banyak terdapat di
Kabupaten Kukar diikuti kota Samarinda.
Menurut Dyah (Peneliti ICEL), di daerah pertambangan di
Samarinda, Kalimantan Timur, dari sekitar 1,4 juta hektar lahan terbuka,
sekitar 839 ribu hektar belum direklamasi. Pernyataan ini didukung Carolus
Tuah (Peneliti lingkungan dari Pokja 30 Samarinda), banyak lokasi tambang
terbuka berupa lubang raksasa berdiameter ratusan meter dengan kedalaman
lebih dari seratus meter. Saat hujan, lubang tersebut berisi air dan
membentuk kolam raksasa. Hal ini menimbulkan penyakit, pencemaran, dan
kerusakan lingkungan serta membahayakan masyarakat sekitar, kata pria asli
Samarinda ini (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4de4f3e7b3a06/pengawasan-reklamasi-
pascatambang-lemah).
Persoalan lingkungan yang terjadi tersebut lebih disebabkan karena
tidak adanya pengawasan yang efektif atas kegiatan pertambangan. Padahal
seharusnya, pemerintah daerah tidak boleh dalam menjalankan
kewenangannya hanya sebatas menerbitkan perizinan belaka, tetapi harus
ditindaklanjuti dengan tindakan pengendalian dan pengawasan untuk
memastikan rambu-rambu dalam perizinan tersebut terlmplementasi dengan
baik.
Sementara itu Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan
Timur dalam pengawasannya tampaknya hanya mengandalkan tenaga pada
Instektur Tambang, padahal jumlah inspektur tambang saat ini masih sangat
terbatas. Saat ini Kaltim hanya terdapat sembilan Inspektur Tambang,
-
Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 55
sedangkan IUP yang dihadapi sekitar 1.400 izin, jelas tidak rasional dalam
perbandingan ini. Untuk menambah personil inspektur tambang ini Dinas
mengalami kesulitan karena terkait penambahan formasi pegawai dari pusat.
Ini juga menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah terhadap sistem
pengawasan pertambangan.
Akibat kurangnya jumlah inspektur pertambangan, pengawasan
terhadap sebuah perusahaan pertambangan sukar dilakukan secara seksama
dan menyeluruh. Pengawasan cenderung tidak efektif, tidak optimal,
cenderung sekenanya, semata-mata melaksanakan tugas formal. Seorang
inspektur pertambangan harus menangani ratusan perusahaan tambang yang
ada di Kaltim, padahal dia hanya bisa lakukan terhadap beberapa kawasan
tambang saja, kata Kadis Pertambangan. Sebagai ilustrasi rasio antara
petugas inspektorat tambang dengan jumlah perusahaan dan luasan yang
diawasi, dapat dilihat pada Kota Samarinda, bahwa ratsio yang ada sekitar 1
inspektur tambang : 26 perusahaan : 12.500 Ha. Artinya 1 orang inspektorat
tambang harus mengawasi 26 perusahaan dengan luasan 12.500 Ha.
Akibatnya frekuensi pengawasan sangat minim, mungkin hanya 1 kali dalam
setahun karena anggaran yang terbatas. Sementara itu di Kutai Timur, rasio
yang ada mencapai 1 inspektur tambang : 19 perusahaan dengan luas
mencapai 330.000 Ha (Data JATAM Kaltim 2013).
Pada sisi lain, lingkup tugas inspektur tambang itu cukup luas, yaitu
meliputi seluruh pengawasan kegiatan pertambangan, antara lain,
pengawasan teknis, konservasi bahan galian, keselamatan kesehatan kerja,
keselamatan operasi pertambangan, hingga pengawasan lingkungan,
-
Nas
top related