model2 mengajar

Post on 16-Jul-2015

101 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

saja memilih dari berbagai strategi mengajar yang ada seperti dikemukakan oleh D. Eggen dkk (1979:3) yang mengatakan bahwa "Joyce and Weil in their book Models of Teaching (1972) popularized the notion of alternate teaching strategies for different types of teaching goals". Pemilihan itu tentu didasarkan pada bentuk-bentuk tujuan yang hendak dicapai. Untuk memenuhi tuntutan kebuttthan itu khususnya dalam pengajaran IPS/SS model-model itu amat bermanfaat khususnya dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran IPS/SS tersebut. B. Model-model Mengajar Pembahasan model-model mengajar seperti dikemukakan di atas adalah untuk membantu guru dalam menciptakan lingktmgan pendidikan yang sesuai guna mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu maka jenisnya bervariasi yang ditentukan oleh somber dan juga penemunya. Dilihat dari sumbernya maka dari sekian banyak model itu S.S Chauhan telah melakukan seleksi dan membaginya ke dalam beberapa model pilihan yang dikemukakan oleh Chauhan (1979) sebagai berikut: Tabel 1 Model Mengaj ar dari Chauhan No Source Model 1 Social interaction Group investigation model 2 Social interaction Social inquiry model 3 Information Inductive teaching model 4 processing Information Concept attainment model 5 processing Information Developmental model processing 6 Information Advance organizer model 7 processing Person Non-directive teaching model 8 Person Classroom meeting model 9 Behavior modification Operant conditioning model Somber: Dikutip dari: S Chauhan, (1979), Innovations in Teaching Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD. h. 23. 58Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Vka Chathan cnen;elomyokkan model-model mengajar UerJasarkan sumbernya maka Eggen dkk. (1979) mengelompokkan Jiantaranya dengan melihat penemunya, namttn juga mengakui adanya model-model mengajar lain di luar itu yang pada dasarnya mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Chauhan di mana Chauhan senJiri mendasarkan klasifikasinya seperti dapat dilihat pada diagram di atas. Dalam pembahasan mengenai modelmodel mengajar dalam buku ini akan dikombinasikan antara pengelompokan menurut ,;Umber dan menurut penemttnya sebab

klasifikasi berdasarkan penemunya hanya Uerjttmlah tiga buah dan mungkin secara umum dapat masuk dalam klasifikasi seperti yang dikutip oleh Chauhan. Ketiga model yang dimaksud tersebut adalah: 1. The Taba Model: A Process Approach to Learning; The Ausubel Model: A Model for Organizing instruction; 3. The Suchman Inquiry Model: Developing Thinking Skills Through Inquiry. Untuk jelasnya model-model mengajar tersebut akan dibahas berturut-turut sebagai berikut: 1. Model yang Berorientasi pada Interaksi Sosial Model dari kategori ini menekankan pentingnya hubirngnn ,;osinl yang berkembang dalam proses interaksi sosial di antara individu. Hal ini dapat diperlakukan sebagai tujiinri pendidikan atauptul juga sebagai alat pendidiknri. Model yang berorientasi pada interaksi sosial adalah dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan memperbaiki huUungan-hubtmgan interpersonal melalui prosedur demokratis, yaitu demokrasi Pancasila yang menekankan pada musyawarah untuk mencapai mufakat. Secara filosofis model dari kategori ini Uerasumsi bahwa pendidikan dapat mengembangkan individu secara individual dengan merefleksikan cara-cara menangani berbagai informasi dalam konsep dan nilainilai. Suatu masyarakat yang memiliki pemikiran reflektif akan mampu meningkatkan dirinya dan memelihara ketmikan setiap individu. Proses demokrasi adalah serasi dari interaksi di antara dunia pribadi yang unik setiap individu.Model-model Mengajar 59

a. Model investigasi kelompok Model ini dikembangkan oleh John Dewey dan Herbert A. Thelen yang menggabimgkan pandangan-pandangan proses sosial yang demokratik dengan penggunaan strategi-strategi intelektual atau ilmiah untuk membantu manusia menciptakan pengetahuan dan masyarakat yang teratur dengan balk. John Dewey dalam bukunya "Deniocracy and Education" merekomendasikan bahwa keseluruhan sekolah merupakan miniatur demokrasi dalam mana siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan diharapkan melalui partisipasi itu secara bertahap, belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk kesempurnaan masyarakat manusia. Berdasarkan prinsip-prinsip itu Herbert A Thelen menarik prinsip-prinsip dasar John Dewey dan mengembangkan model mengajar investigasi kelompok. Melalui model yang dikembangkannya itu, ia mencoba menggabttngkan antara strategi mengajar bentuk dan dinamika proses demokrasi dengan proses inkuiri akademik. Hal yang ditetapkannya dalam model yang dikembangkan itu belajar yang didasarkan pada pengalaman (exp(,rienced-based learning situation) yang diharapkan dapat mengarah pada metodemetode ilmiah

dan memiliki kemungkinan pengembangan dan penerapan dalam situasi kehidupan. Model tersebut didasari pandangannya tentang citra sosial manusia. Manusia tidak berkembang secara harmonis tanpa merujuk manusia lainnya. Dalam hubttngannya dengan sekolah maka kelas menurut Herbert merupakan bentuk kecil masyarakat, yang memiliki keteraturan, dan budaya di mana para siswa memperhatikan dan memeliharanya dalam mengembangkan pandangan hidupnya yaitu ukuran dan harapan. Siswa mempelajari cara-cara ilmiah melalui berbagai pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai yang dapat digtmakan dalam pemecahan masalah. Di sinilah kiranya peranan model penelitian kelompok dalam pengajaran IPS/SS. Bagaimana penerapan model mengajar ini dalam mengajar, bahwa model ini berjalan dalam fase yang berbeda. Penerapan dimulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah, yang mttncul dari sumber-sumber yang berbeda. Masalah itu bisa dalam bentuk verbal ataupttn merupakan bagian dari suatu pengalaman. Hal itu60 Sosial UPS) Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

Japat disediakan oleh guru ataupttn muncul dari kelas. Jika siswa bereaksi terhadap masalah tersebut maka guru menarik perhatian mereka terhadap reaksi yang berbeda. Jika siswa telah menunjukkan minat terhadap reaksi-reaksi yang berbeda itu maka guru mendorong siswa untuk merumuskan masalah imtuk diri mereka. Setelah dirumuskan siswa mengkajinya dengan memperhatikan peranan dan mengorganisasi dirinya. Kemudian bertindak clan melaporkan hasilnya inilah yang mtulgkin merupakan cikal bakalnya pendekatan proses yang lazim digunakan dalam pengajaran IPA dan merupakan salah satu ciri kurikulum tahtm 1975. Akhimya kelompok menilai keputusan-keputusan dalam kaitannya dengan tujuan kelompok semula. Beberapa hal yang dapat ditarik dari model ini adalah: 1) Sistem sosial. Model tersebut adalah demokratik. Masalah dimunculkan oleh guru atau ditentukan oleh guru sebagai obyek pengajaran. Guru dan siswa mempunyai status yang sama. 2) Prinsip-prinsip reaksinya adalah guru bertindak sebagai konselor tanpa mengganggu struktur yang ada. 3) Sistem yang menttnjang. Dukungan yang diberikan guru bersifat ekstensif clan responsif terhadap kebutuhan siswa. Perpustakaan yang baik merupakan keperluan esensial bagi model tersebut. Di samping itu hubungan dan kontak-kontak dengan lembagalembaga di luar sekolah dan juga pribadi-pribadi diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalah yang menjadi fokus pelajaran. 4) Model yang dapat digttnakan untuk semua bidang pelajaran clan juga dapat digunakan sebagai aspek di dalam merumuskan clan memecahkan masalah. Dengan melihat bahwa ada berbagai ketultungan dari model ini maka juga dapat diterapkan dalam pengajaran IPS/SS yang sering menggunakan metode pemecahan

masalah misalnya. b. Model Inkuiri Sosial Bentuk kedua dari kelompok model yang berorientasi pada interaksi sosial ini dikembangkan oleh Byron Massialas dan Benyamin Cox. Istilah inkuiri belum lama mttncul dalam hilisan-hilisan tentang pendidikan khususnya dalam pengajaran di Indonesia. Pengertiannya berbeda menurut konteksnya. Sebagai contoh inkuiri misalnya dapat berarti sikap umum terhadap belajar yang berpusatModel-model Mengajar 61

I

1pada anak yang berarti bahwa perlu dikembangkan inkuiri yan_ bersifat alami pada anak. Pengertian lainnya adalah menggunakar. cara inkuiri dari disiplin ilmu pengetahuan sebagai model mengajar Secara umum yang dimaksud adalah mengembangkan kemampuar. siswa untuk memikirkan secara sungguhsungguh dan terarah dar. merefleksikan hakekat sosial kehidupan khususnya kehidupan sisti-a sendiri dan arah kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan masalah-masalah sosial. Menurut para pengembangnya, ftmgsi sekolah dalam masyarakat modern adalah tmtuk berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam menyusun kembali budaya masyarakat. Untuk itu mereka mengkaji tiga ciri-ciri esensial kelas yang reflektif. Pertama adalah model inkuiri tidak dapat digunakan dalam semua jenis kelas. Model inkuiri memerlukan iklim terbuka dalam diskusi di mana para siswa mengemukakan gagasannya tentang masalah tertentu. Kedua adalah kelas hanis menekankan pada jawaban yang bersifat sementara (hypothesis) karena itu diskusi kelas akan berorientasi di sekitar solusi-solusi yang bersifat hipotetik. Pengetahuan digambarkan seUagai hiporesis yang secara terus menerus diuji dan diuji kembali Siswa dan guru mengumpulkan data dari sumber yang berbeda melakukan analisis, merevisi pengetahuan mereka dan mencoba kembali. Ketiga kelas yang reflektif adalah menggunakan fakta-fakta sebagai bukti. Kelas dianggap sebagai tempat memUenhik dan tempat berlatih untuk melakukan inkuiri ilmiah. Validasi fakta-fakta dalam menggunakan model ini memperoleh tempat yang penting. Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri kelas yang reflektif tersebut maka dapat dikatakan harus ditempuh enam langkah dalam penerapan model

62 5osial (IPS)

tersebut yang meliputi: 1) Orientasi terhadap masalah 2) Menyusun hipotesis 3) Membuat perumusan dan pembatasan masalah 4) Melakukan eksplorasi 5) Mengumpulkan fakta-fakta dan data 6) Berdasarkan hasil analisis dirumuskan 7) Generalisasi atau pernyataan terhadap masalah

Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

Dalam penerapan model ini prinsip reaksi guru adalah membantu siswa dalam ber-inkuiri dan menjelaskan posisi. Juga membanhi siswa dalam memperbaiki metode kerjanya dan dalam melaksanakan rencananya. Sistem sosialnya adalah agak terstruktur, di mana guru sebagai pemrakarsa inkuiri dan melihat fase-fase yang dilalui siswa. Sistem yang dapat mendukung adalah keterbukaan dan tersedianya perpustakaan serta sumber-sumber yang kaya informasi di masyarakat merupakan salah satu kebutuhan dalam melaksanakan model ini. Mengenai keterlaksanaan model, paling tidak ada tiga hal yang dapat dikemukakan. Pertama model mengajarkan kepada siswa untuk berpikir reflektif tentang masalah sosial yang penting. Kedua, model tersebut menekankan pentingnya pelajaran ilmu-ilmu sosial dalam upaya mengembangkan pemecahan-masalah sosial yang penting. Ketiga dengan demikian maka struktur dan cara inkuiri dari disiplin ilmu-ilmu sosial dapat digunakan dalam bidangbidang yang menjadi kepentingan manusia. 2. Model-Model yang Berorientasi pada Pemrosesan Informasi Model-model tersebut mcnekankan pada cara siswa memproses informasi. Tujuan utama dari model-model kategori ini adalah membantu siswa mengembangkan metode atau cara-cara memproses informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Model-model ini juga menjelaskan cara memproses informasi dengan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh misalnya model mengajar induktif yang dikembangkan oleh Hilda Taba yang di dalam tulisan Paul D. Eggen dkk (1979) telah dikembangkan sebagai bab tersendiri yang berjudul 'Inductive and Deductive Models: Alternative irl Teaching Strategy'. Berpikir induktif adalah berpikir dari spesifik ke umum. Dalam berpikir induktif seseorang melakukan beberapa pengamatan yang kemudian berproses ke dalam sebuah konsep atau generalisasi. Di dalam berpikir induktif seseorang tidak mempunyai pengetahuan tentang abstraksi tetapi mencapainya setelah mengamati dan mengkaji hasilhasil pengamatannya.

Berpikir deduktif adalah sebaliknya dari berpikir induktif. Berpikir deduktif adalah suatu proses berpikir dari umum ke khusus. Salah satu benhik umum berpikir deduktif adalah syllogism yang dapat didefinisikan sebagai sebuah argumen yang berisi dua perModel-model Mengajar 63

1nyataan/proposisi yang dinamakan premise-premis dan kesimpulan. Sebagai contoh yang sudah dikenal secara umum dari sebuah silogisme adalah: Premis Mayor : Semua manusia mati Premis Minor : Socrates adalah manusia Kesimpulan: Karena itu, Socrates mati Model mengajar yang dikembangkan oleh Hilda Taba menekankan pada pentingnya mengajarkan kemampuan memecahkan masalah secara umum dan pentingnya mengajarkan kemampuan memecahkan masalah secara umum dan pengarah pada prosedur mengajarkan proses berpikir secara khusus. Berpikir induktif dan deduktif yang telah dicontohkan di atas merupakan contoh kongkret proses berpikir secara khusus. Konsep pengembangan model menekankan pentingnya pengembangan konsep model 'the Advance Organizer Model' oleh Ausubel yang hanya menekankan pada belajar secara verbal, dan pengembangan model mengajar oleh Piaget adalah didasarkan atas proses pengembangan intelektual pada siswa dan orang dewasa. Keseluruhan model dalam kelompok ini bertujuan mengembangkan konsep dan sistem inkuiri yang digtmakan oleh disiplin ilmu dengan asumsi bahwa siswa mempelajari proses dan pemikiran dari sebuah disiplin, kemudian menghubungkannya dengan sistem yang telah la miliki dan berperilaku berbeda sebagai hasilnya. a. Model mengajar induktif Berbagai penelitian besar yang telah dilakukan terhadap proses berpikir manusia sejak adanya pendidikan secara tertulis. Juga berbagai metode telah dikembangkan untuk menjelaskan dan meningkatkan caracara memproses informasi dan pemecahanpemecahan masalah. Model mengajar induktif telah dikembangkan oleh Hilda Taba di dalam studi eksperimennya yang dilakukan di Sekolah Centra Costa. Dalam eksperimennya itu ia berupaya menyediakan strategi mengajar yang memttngkinkan siswa menangani informasi. Dengan strategi itu kemampuan siswa untuk menangani informasi merupakan kemampuan yang akan dikembangkan.

64 Sosial (IPS)

Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

Dalam mengembangkan eksperimennya tmtuk mendukung model mengajar yang dikembangkannya itu dia mengemukakan tiga nnggapari dasar tentnng proses berpikir sebagai berikut: Anggapan dasarnya yang pertama adalah berpikir dapat diajarkan. Kedua, berpikir adalah transaksi aktif antara individu dengan data, sedangkan proses interaktif adalah belajar di kelas yang difasilitasi oleh guru dengan mengandalkan bahan-bahan belajar atas mana siswa melakukan proses kognitif dan mengorganisasikan fakta-fakta ke dalam konsep kemudian menarik generalisasi tertentu, sampai merumuskan jawaban sementara, meramalkan dan menjelaskan gejala-gejala yang tidak dikenali (urifamilinr phenomena). Memang cara kerja mental seperti itu (mwntnl operations) tidak dapat diajarkan secara langsung tanpa bahan-bahan mengajar. Dengan itu guru dapat membantu siswa dalam proses internalisasi clan konseptualisasi dengan menstimulasi siswa ttntuk menunjukkan proses mental yang rumit dengan bantuan pengarahan dan guru yang secara progresif semakin dikurangi. Anggapan dasar ketiga dalam proses berpikir mengembangkan dalam susunan urutan-urutan yang teratur dan urutan itu tidak dapat dilakukan secara sebaliknya. Oleh sebab itulah maka menurut Taba, "This concept of lawful consequences requires teaching strategies that observes these sequences." Dalam melaksanakan model tersebut kiranya kesimpulan Taba tersebut merupakan hal pokok dalam menggunakan model mengajar induktif tersebut. Guna memahami konsep model mengajar induktif tersebut, Chauhan menguraikannya dengan memperhatikan sintaks, sistem social, prinsip-prinsip reaksi, sistem pendukung bagi keterlaksanaannya dan keterlaksanaan model tersebut dalam mengajar. Model tersebut menggunakan tiga strategi yang satu sama lain berurutan dan saling berketerganhtngan satu dengan lainnya. Strategi-strategi tersebut misalnya jika siswa ingin mengetahui sesuatu secara intelektual tentang tipe belajar yang spesifik di mana urutan strategistrategi tersebut membentuk sintaks (pemahaman) terhadap model. Guru dapat membantu siswa mengembangkan kedua proses berpikir tersebut dengan menempatkan mereka dalam situasi di mana kedua cara berpikir tersebut memang diperlukan. Hal itu terutama dalam pengajaran IPS/SS di sekolah sebab guna memahami berbagaiModel-model Mengajar 65

konsep ilmu-ilmu sosial proses berpikir seperti itti amat diperlukan. Dilihat dari sistem sosialnya model tersebut didasari asumsi bahwa di dalam

ketiga strategi mengajar tersebut suasana kelas yang memungkinkan kerjasama melalui kegiatan terwujud. Guru adalah pengambil inisiatif tentang langkah-langkah yang akan ditempuh karena itu guru bertindak sebagai pengendali umum informasi. Urutan-urutan kegiatan ditentukan terlebih dahulu agar guru tetap sebagai pengendali tetapi dalam posisi yang sifatnya kerjasama. Menyangkut prinsip-prinsip reaksi dalam strategi mengajar seperti ini Taba mengemukakan secara jelas dengan pedoman yang pasti untuk mengajar dan merespon setiap tahapan. Tugas-tugas yang berkaitan dengan aspek kognitif tersebut dikemukakan pada saat yang tepat. Melalui proses pertanyaan guru diharapkan menetapkan fungsi-fungsi kognitif. Tugas utama guru adalah memonitor cara-cara siswa memproses informasi. Guru harus meyakinkan siswa tentang kesiapan mereka untuk pengalaman-pengalaman baru. Model tersebut memang mulanya dikembangkan untuk pengajaran IPS/SS tetapi strategi tersebut dapat pula diglulakan dalam bidangbidang pelajaran lainnya. Untuk berhasilnya pelaksanaan model tersebut, sejumlah besar data mentah yang dapat diorganisasikan siswa amat diperlukan. Tugas utama guru adalah membantu siswa memproses data dengan cara yang lebih kompleks dan meningkatkan kemamfntan umumnya dalam memproses data. Secara keseluruhan model ini dapat digunakan tultuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Model tersebut dapat pula diaplikasikan dalam berbagai mata pelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir produktif dan kreatif dan kegunaan model tersebut amat luas. b. Model Pemerolehan Konsep Model mengajar pemerolehan konsep (Concept Attainment Model) dikembangkan Jerome S, Bruner, Jacqueline Goodrow dan George Austin tahttn 1956. Model tersebut lahir dari studi tentang proses berpikir manusia. Model tersebut didasarkan pada penekanan bahwa lingkungan penuh dengan sejumlah besar hal-hal yang berbeda dan mustahil dapat menyesuaikan diri dengannya jika manusia tidak dilengkapi dengan kemampuan unhik membedakan dan meng66 Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IP3)

elompokkan segala sesuatu itu ke dalam kelompok-kelompok. Proses mengklasifikasi sesuatu itu ke dalam kelompokkelompok mengtmhmgkan manusia dengan tiga cara. Pertama cara itu mengurangi kerumitan lingktmgan, kedua memberi kemtmgkinan unhik mengenali obyek-obyek di sekeliling kita dan yang ketiga membuat belajar lebih efektif. Brtmer dan kelompok kerjanya mempersembahkan hasil kerja mereka berupa penguraian tentang sebuah proses dengan mana kita membedakan atribut-atribut sesuatu, manusia dan kejadiankejadian, clan mengkategorisasikannya. Pemerolehan konsep berproses melalui empat tahapan seperti berikut: 1) Fase pertama data dipreserztnsikari kepada pelajar

Data, mttngkin saja tentang kejadian-kejadian, manusia unit lain yang dapat dibedakan (discriminatable). Siswa menggambarkan bagian-bagian dari informasi dengan berbagai jenis atribut, dari mana konsep dikembangkan. Dalam hal ini siswa didorong tultuk menarik konsep atau prinsip-prinsip yang membedakan (discriminatory concept) yang digunakan atas dasar penyeleksian tmit-ttnit. 2) Fase kedua Tahapan tersebut dimulai dengan menganalisis strategistrategi untuk memperoleh konsep oleh siswa. Beberapa siswa akan mulai dengan gagasan/konsepsi umtun (broad construct) dan secara bertahap mempersempit ke bawah bidang atau menjadi lebih khusus dalam pernyataan konsepnya. 3) Fase ketiga Pada fase ini siswa mengkaji jenis-jenis konsep dan atributatributnya dalam berbagai jenis bahan yang sesuai dengan usia dan pengalamannya. Semakin meningkat usia siswa semakin meningkat pula kerumitan pengembangan konsep. Anak kecil misalnya mengkaji konsep-konsep sederhana seperti botol susu (feeding bottle), kucing, anjing dan keluarga, serta lain-lain. Anak yang lebih dewasa menguji konsep seperti status sosial dan konsep lain yang lebih rumit. Tujuan utama fase ini adalah meningkatkan pengetahuan tentang hakekat konsep dan bagaimana menggtmakannya.

1Model-model Mengajar 67

4) Fase keempat Pada tahapan ini , siswa mencoba membentuk konsep-konsep, sebab itu model ini disebut juga 'concept forrnntion' atau 'concept learning' dan mengajarkannya kepada yang lain untuk memperoleh konsep melalui bermain. Tahapan ini dimaksudkan untuk membanhi siswa lebih menyadari teknik-teknik pembentukan konsep dan mempertajam ketepatan dalam mengembangkan dan menggunakan konsep-konsep. Melalui model mengajar ini guru bertindak sebagai pengendali/pengarah belajar (director of learning), dengan menampilkan data dengan memberi tanda apakah itu merupakan bagian atau tidak merupakan bagian contoh dari sebuah konsep. Pelaksanaannya dilakukan dalam suasana kerjasama yang disesuaikan dengan perkembangan intelektual anak. Selama pelajaran guru mengharapkan dukttngan siswa melalui hipotesis tentang konsep dengan menekankan bahwa sifatnya adalah

hipotetikal dan menumbuhkan dialog dalam mana materi utamanya merupakan keseimbangan antara jawaban sementara yang satu dengan lainnya. Pada tahap akhir model, siswa menganalisis konsep dan strategi yang telah ditempuhnya. Model ini mensyaratkan bahwa bahan-bahan itu telah disustul sehingga konsep-konsep yang telah ada melekat pada bahan yang diajarkan. Bahan-bahan dapat disustul dalam bentuk contohcontoh yang positif atau negatif dan disampaikan kepada siswa atau menemukan konsep sendiri melalui bahan yang relevan. Perlu ditekankan bahwa dalam mengajar dengan menggttnakan model ini siswa tidak diminta untuk menemukan konsep baru tetapi menemukan sesuatu yang sudah ditemukan oleh guru atau ahli pendidikan lainnya. Oleh sebab itu penting bagi siswa untuk mengetahui lebih dahulu sumber-sumber datanya. Model mengajar ini banyak digunakan dalam mengajar bahasa walaupun Paul D. Eggen dkk menjelaskan bahwa model ini dikembangkan unhik pelajaran BS IPS/SS. Hal ini dimtmgkinkan oleh karena Ilmu-ilmu sosial sebagai sumber utama IPS/SS amat dikuasai oleh kata-kata bahkan kata-kata dalam ilmu-ilmu sosial itu bermakna ganda (tyranny of the words dan ambivalence). Di samping itu mengajarkan grammar/kalimat/ tata bahasa dari setiap bahasa biasanya dilakukan melalui meng68 Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan 3osial UPS)

ij

ajarkan konsep bahasa yang bersangkutan. Pengajaran dasar-dasar matematika juga diajarkan melalui model ini. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ini dapat digunakan pada semua disiplin ilmu. Ini dapat menjadi dasar perluasan sistem manusia mesin dalam proses mengajarbelajar. c. Model Mengajar Pengembangan Model tersebut telah dikembangkan oleh Piaget ahli psikologi dari Swiss yang melakukan studi secara intensif tentang perkembangan kognitif siswa untuk waktu kurang lebih lima puluh tahtul. Berdasarkan studi yang dilakukannya itu ia mencoba menggeneralisir prinsip-prinsip pengembangan intelekhial tertentu pada anak dan sesudah itu. Dia kemudian menyustm strategi mengajar berdasarkan penelitiannya tentang pengembangan kognitif. Ada dua strategi, yang pertama menggttnakan gambar perkembangan untuk mendorong segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan pendidikan tmtuk anak muda pada tingkatan pengembangannya setiap waktu. Yang kedua adalah menggunakan pola-pola pengembangan untuk menggerakkan strategi mengajar atau mempercepat (acceleratc) agar hal itu terjadinya lebih cepat dibandingkan dengan jika tidak diberikan intervensi. Model mengajar yang dikembangkan Piaget ini dilaksanakan dalam dua tahapan di kelas. Pada fase pertama guru menampilkan keadaan di

mana siswa dihadapkan dengan pikiran yang tidak logis atau dengan masalah yang membingungkannya. Situasi yang dihadapkan kepadanya secara relatif harus cocok dengan tingkattingkat perkembangafT siswa baik substnnsi maupun bentuknya. Situasi yang dihadapi harus dikenal oleh siswa agar memungkinkan ia melakukan asimilasi dengan sesuatu yang baru yang perlu diakomodasi. Pada tahapan kedua guru menyediakan pehtnjuk untuk memecahkan penyimpangan/masalah yang dihadapi. Yang terpenting dalam model ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif dalam kelas. Guru harus menyediakan lingkungan pisik dan sosial yang cocok dengan tingkat-tingkat perkembangan siswa. Siswa harus dapat secara bebas berinteraksi dengan siswa lainnya dan dengan guru. Agar percepatan pertumbuhan kognitif maka guru harus

IModel-model Mengajar 69

menilai tingkat kemampuan berpikir dan pengalaman belajarnya. Model pengembangan mengajar sistem sosial dapat digtmakan dengan memulai dari masalah-masalah yang paling sukar (highly structured) sampai pada yang paling minimal. Tugas guru adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Dia juga membimbing siswa untuk berinkuiri. Guru adalah sebagai pengambil inisiatif. Pendekatan yang amat terstruktur mtmgkin hanya cocok dengan tingkat usia tertentu dan terhadap masalah-masalah khusus. Penggunaan model mengajar tersebut memerlukan dukungan optimal lingkungan yang kaya dengan obyek dan sumber-sumber. Guru yang cukup kenal dengan urutan-urutan perkembangan dan seorang yang dapat menciptakan dan menerima lingkungan sosial yang bebas yang memungkinkan siswa memecahkan masalah-masalah kognitif yang berkembang dalam situasi yang dihadapi, merupakan bagian utama model. Model ini dapat digttnakan dalam pengembangan aspek kognitif dan sosial siswa bahkan juga dapat digtmakan dalam semua bidang studi di mana masalah berpikir muncul. Di samping itu dapat juga digtmakan untuk menilai dan mendiagnosis atau sebagai tujuan pengajaran. Dapat pula digunakan untuk meyakinkan siswa bahwa anak dapat bekerja secara halus dalam lingkungannya atau menekankan secara khusus kegiatan-kegiatan yang dapat mempercepat pertumbuhan kognitifnya. d. Model Menyusttn yang Lebih Maju (Advance Organizer Model) Model mengajar tersebut telah dikembangkan oleh David Ausubel, yang oleh Paul D. Eggen dkk. menyebutnya dengan Model Ausubel yaitu suaht model mengajar deduktif dalam memproses informasi yang didesain untuk mengajarkan kumpulan isi (body content) yang saling

berhubtmgan. Walaupun dikatakan sama dengan model deduktif namtm Model Ausubel ini ada tambahan seperti dikemukakan oleh Eggen (1979:258) mengatakan bahwa: "In deductive models the broader or more inclusive ideas are presented first and followed by less inchisive ideas. In addition, in the Ausubel Model an organizing statement called an advance organizer presented at the beginning of the lesson acts as a connection between the material to be learned and the70 Metnde dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial WS)

learner's cognitive structitre. This advance organizer acts as cognitive road map, guiding the student over the new content to be learned. " Model tersebut menampilkan sebuah teori tentang cara memproses informasi agar belajar verbal memheri makna. Menurut Ausubel, setiap disiplin memiliki susunan konsep-konsep yang membentuk dasar sistem pemrosesan informasi disiplin tersebut. Dia meyakini bahwa setiap disiplin berisi/mengandung seperangkat konsep-konsep yang susttnannya bersifat hirarkis. Konsep-konsep tersebut tersusun dari pemahaman sederhana (simple perceptual) sampai pada yang paling abstrak. Kesemua konsep tersebut berkaitan satu dengan lainnya. Ausubel meyakini bahwa susunan konsep-konsep setiap yang akan menjadi sebuah sistem pemroses informasi baginya. Peta intelektual dapat digunakan untuk menganalisis domain khusus dan untuk memecahkan masalah-masalah dalam domaindomain kegiatan tersebut. Menurutnya, tugas sekolah adalah mengenali secara jelas, stabil dam mengorganisasikan pengetahuan dalam disiplin tersebut. Jenis belajar yang paling utama yang dapat membantu perkembangan adalah menguasai body of knowledge tersebut. Guru diharapkan dapat mentransmit body of knowledge yang stabil/ mapan tersebut begitu rupa agar siswa dapat menggabtulgkannya dengan sistemnya sendiri sehingga menjadi miliknya yang berguna. Ada dua tahapan dalam menyampaikan pelajaran. Tahapan pertama adalah yang berkaitan dengan mengorganisasikan (Organizer) yang harus ada pada setiap tingkatan umum, dibandingkan jika bahan itu berdiri sendiri-sendiri. Bahan dan pengorganisasiannya haruslah lebih bersifat abstrak dibandingkan dengan yang mengikutinya yang lebih khusus dan dielaborasi dari yang sebelumnya. Sebagai contoh, seandainya dibahas tentang perang Kemerdekaan 1945, maka organizer yang pertama akan berhubungan dengan ide umum tentang perang dan baru pada tahap berikutnya dihubtulgkan secara khusus dengan topik yang relevan. Sistem sosial dari model ini amat terstruktur. Guru dalam kenyataannya adalah inisiator dan mengendalikan aturan-aturan. Nam-Lm dibalik tugasnya sebagai pengatur dalam belajar situasi belajar dapat juga agak bebas. Guru dan siswa dapat saling berMndel-model Mengajar 71

interaksi, dengan mengurangi pengawasannya terhadap sifat berpikir terstruktur. Hal ihi perlu oleh karena guru dalam menggttnakan model ini menghubttngkan materi siswa untuk membedakan antara bahan yang baru dengan yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan itu guru dapat menunjukkan hubungan antara materi baru, organizer dan materi pengajaran yang sedang disampaikan. Bahan dipilihkan unhik siswa dan guru mendorong mereka untuk berdiskusi tentang bahan yang telah dipilih itu. Agar proses tersebut terlaksana dengan baik maka bahan pelajaran yang tersusttn dengan baik merupakan hal yang utama. 'Advance organizer, ini bergantung pada keterpaduan hubungan antara pengatur konseptual (conceptual organizer) dengan bahan pengajaran lainnya. Penggunaannya mungkin akan lebih baik jika disiapkan kerangka (paradigma) tempat membangun bahan pengajaran sehingga diperoleh kejelasan hubungan antara bahan dengan organizer-nya. Namun, model tersebut dikembangkan unhik pengajaran tatap muka dan jika tersedia cukup waktu dapat pula disiapkan untuk mengajar sehari-hari yang bahannya dipersiapkan secara baik. Keterlaksanaan model ini pada mulanya adalah untuk bahan-bahan yang bersifat lisan (verbal) tetapi dapat pula digtmakan untuk bahanbahan yang digunakan secara intelektual. Juga dapat digunakan untuk mengkaji bahan-bahan/isi buku teks atau bahan belajar lainnya. 3. Model yang Berorientasi pada Pribadi Model ini didasarkan pada asumsi bahwa seseorang adalah sumber pendidikan. Model-model dalam kelompok ini memusatkan perhatiannya pada individu dan kebuttthannya. Individu dibantu melalui upaya menciptakan lingktulgan yang merangsang (stimulating) agar individu tersebut merasa nyaman tulhik melaksanakan tugas-tugasnya dan mengembangkan kemampuannya sampai pada tingkat yang optimum bagi kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan model tersebut berusaha memahami sifat-sifat individu gtula meningkatkan pribadi dan kemampuannya serta menghubungkannya dengan hal-hal produktif lainnya. Tesis utama dari model kategori ini adalah membanht individuindividu menciptakan pemecahan baru terhadap masalah individu dan masalah masyarakatnya. Tugas-tugas melalui model ini dirampungkan dengan membantu siswa dalam72 Social (IPS) Metode den Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

memilih kegiatan-kegiatan yang juga dapat berarti bahwa mereka sendirilah yang memilih tujuan pengarangnya. Model-model dalam kategori ini paling tidak, ada dua. Yang pertama adalah "NonDirective Teaching Model" dan "Class Rooni Meeting Model".

a. Model Mengajar Bebas Model ini dikembangkan oleh Carl Rogers. la pada mulanya tertarik dengan pengembangan teknik yang mengandung ttnsur pengobatan (therapeutic technique) guna mengobati penyakit mental tetapi kemudian ia memperluas penggttnaan terapinya kepada proses mengajar-belajar. Asumsi pokok yang mendasari modelnya adalah bahwa setiap individu dapat mengatasi sendiri masalah kehidupannya dengan cara-cara yang konstruktif, yang diungkapkannya sendiri seperti dikutip oleh Chauhan, (1979:37) dengan mengatakan bahwa: "Constructively with all those aspects of his life which can potentially come iflto conscious awareness. This means the creation of an interpersonal situation ini which material may come into the client's awareness, and a nnenningfnl denronstmtior2 of the counselor's acceptance of a client as a person which competent to direct himscaf. " Menurut Rogers hubungan interpersonal antara 'client' dengan 'therapist' akan memudahkan dia mereorganisasi dirinya sehingga dia akan lebih terpadu dan efektif, lebih memptmyai pandangan yang realistik tentang dirinya dan mengurangi sifat mempertahankan kemauannya sendiri, sehingga lebih terbuka (adaptive) terhadap situasi dan informasi baru. Model mengajar yang berorientasi pada siswa ini akan melalui dua tahapan dalam menerapkannya. Tahapannya pertama adalah menciptakan suasana Yang tepat di kelas oleh Guru. Tahapan kedua adalah mengembangkan tijuan-hijuan individual atau kelompok. Sebagai prasyarat bagi pengembangan iklim kelas yang dapat diterima adalah kepercayaan _?ada diri siswa dan kemampuan untuk mengimplementasikan nijuan-tujuan sebagai kekuatan pendorong di samping belajar. Se. _)agai pedoman umum untuk menciptakan iklim yang dapat diterima -idalah sebagai berikut: Encourage self-revelation rather than self-defense. Give each person a -_"'ling of belonging. Create the desirable. Encourage children to trust theirOodel-model Mengajar 73

own organism. Emphasis the existential, ongoing character of learning. Finally, acceptance requires the establishment of an atmosphere which is generally l2op(fid. Such an atmosphere gives the child the feeling that he can be more than he is the feeling of that he has something to bring to his business of education rather than the fteling that all education means acquiring something from somewhere else for some unpredictable time in the future." (Chauhnn, S.S; 1979:37) Iklim yang dapat diterima dapat diciptakan oleh guru dengan membantu siswa melahirkan masalah dan dibahas secara bersamasama dan menemukan pemecahannya, berkaitan dengan pelajaran. Dalam model mengajar bebas ini guru berupaya mendapatkan clan mengungkapkan tujuan dan membantu siswa mengenali tujuantujuan yang bersifat unik clan umum. Pada tahapan berikutnya individu clan kelompok mengenali tujuan atas mana mereka akan bekerja. Tujuannya adalah membentuk pengalaman belajar. Siswa kemudian mencapai clan menilai dan merumuskan kembali tujuantujuan pada kegiatan berikutnya. Tugas utama guru adalah menyediakan sumber-sumber untuk mencapai

tujuan-tujuan tersebut. Guru pun dapat berpartisipasi dalam kegiatan namun pandangannya adalah bersifat individual. Perilaku instruktur dalam model ini dikendalikan oleh dua prinsip. (1) Asumsi instruktur kecuali jika ikut berpartisipasi dalam kerangka pikir siswa, memahami tetapi tidak menilai reaksi-reaksi individu clan mengabaikan sendiri kepeduliannya. (2) mengungkap sikap-sikap siswa dengan merefleksikan kembali kepada siswa sehingga dapat mempertimbangkannya sendiri apa yang akan dilakukan kemudian. Guru dalam model yang menekankan pada siswa ini tidak membuat siswa terikat. Siswa memprakarsai sendiri kegiatankegiatan belajar yang muncul dari proses interaktif. Siswa memutuskan sendiri susunan kegiatan-kegiatan belajar sesuai dengan latar belakang siswa sendiri. Untuk meningkatkan ftmgsi-ftulgsi umum individu dan kemampuannya untuk mengembangkan diri menurut kehendaknya. Model ini direkomendasikan untuk mengajarkan mata-mata pelajaran akademik, meningkatkan efektifitas hubungan interpersonal dan mengembangkan kemampuan individu secara penuh.74 Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sasial (IPS)

U. Model Pertemuan Kelas Model ini dikembangkan oleh Robert Glaser. Dia mengembangkan teknik pengobatan yang dikenal dengan Pengobatan Nyata (Reality Therapy). Dia menduga bahwa manusia gagal di dalam upayanya mencapai tujuan tidak hanya disebabkan oleh dirinya tetapi pada tingkat hubungan antar pribadi atau pada tingkat masyarakat. Lingkungan sosial adalah salah satu faktor penyebab kegagalan itu. Untuk itulah maka Lultuk meningkatkan kemungkinan berhasilnya individu harus disalurkan melalui medium masyarakat. Secara praktis ia mempraktekkan pengobatan nyatanya melalui pertemuan kelas dimana kelas sebagai mediumnya. la meyakini bahwa seseorang memptuzyai masalah karena gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk saling UerhuUtulgan (LOVE) dan penghargaan (SELF-WORTH). Kedua kebutuhan ini mendorong manusia unhtk bertindak. Manusia menghubungkan dirinya dengan berbagai kegiatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut di dalam hidupnya. Ada enam tahapan yang dilalui dalam model ini. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Menciptakan suasana ttntuk terlibat 2) Mengajukan masalah tuztuk didiskusikan 3) Melakukan penilaian dan pertimbangan tentang perilaku mereka 4) Guru clan Siswa secara bersama menetapkan alternatif pemecahan 5) Guru mendorong siswa untuk bertanggung jawab (commitment) 6) Menindaklanjuti keputusan yang telah diambil. Dalam melaksanakan model ini di kelas, perilaku guru paling tidak dipandu oleh tiga dasar; pertama adalah prinsip keterlibatan secara aktif yang berarti bahwa guru harus menampilkan kehangatan, mentmjukkan perhatian dan hubtuzgan yang peka dengan siswanya. Prinsip kedua adalah guru harus mendorong siswanya tultttk menerima tanggtmgjawaU

tmhtk mendiagnosis perilakunya sendiri dan teman kelasnya. Guru sendiri tetap tidak memberikan penilaiannya. Siswa sendiri memUuat pertimbangan dan sesudah itu mulai bekerja ke arah pemecahan yang positif terhadap masalah. Prinsip ketiga adalah upaya kerjasama guru dan siswa untuk mengModel-model Mengajar 75

enali, memilih clan mengikuti dengan perilaku yang berorientasi pada alternatif. Model ini lebih bersifat moderat. Siswa memprakarsai masalah clan mendiskusikannya secara bersama-sama dan mencari pemecahannya. Guru tidak diragukan lagi sebagai pemimpin namun tetap tanpa penilaian (non-judgmental). Dia membimbing dan memimpin kelompok melalui tahapan yang berbeda. Kepemimpinan tetap pada guru, sedangkan wewenang moral tetap pada siswa. Keberhasilan model ini amat bergantung pada kualifikasi tertentu guru kelas. Guru harus memiliki kepribadian yang hangat dan bersahabat dalam hubungan baik, baik antara pribadi mauptm dalam teknik diskusi kelompok. la harus menciptakan suasana keterbukaan dan menang sendiri dan pada saat yang bersamaan ia harus membimbing siswa clan kelompok ke arah "behavioral cvaltiation, commitment don follozv up". Model tersebut telah dikembangkan secara khusus untuk membantu seseorang memahami perilaku dan menumbuhkan tanggung jawab untuk pengembangannya sendiri. Kedua tmtuk mendorong fungsi diri (personal functioning) sebagai tujuan utama model. Ketiga, model berupaya untuk menumbuhkan tanggungjawab, keterbukaan dan mengarahkan diri sendiri bagi perkembangan yang seimbang. C. Memodifikasi Perilaku Model mengajar memodifikasi perilaku yang muncul dari penelitianpenelitian teori 'operant conditioning' yang dilaksanakan oleh B.F. Skinner di universitas Harvard pada tahun lima puluhan. la mengembangkan ilmu perilaku dengan asumsi bahwa perilaku itu adalah sesuatu yang alami clan sah yang dipenganthi variabelvariabel eksternal tersebut. la juga meyakini bahwa perubahan perilaku pada organisme dapat diamati clan diukur. Perilaku dapat dibentuk sesuai dengan perilaku 'operant conditioning'. Tugas guru adalah menetapkan perilaku kelas yang kompleks clan menempatkan perilaku kelas tersebut di bawah pengendalian gambaran khusus lingkungan. Sebagai contoh, B.F. Skinner telah mengembangkan pengajaran berprograma (Programmed Instruction) sebagai metode mengajar, yaitu menyusun bahan pengajaran secara terprogram.76 Sosial (IPS) ' Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan

Menggtmakan langkah-langkah kecil sebagai salah satu prinsip belajar,

yang diikuti dengan reinforcement (penguatan) yang segera. Teori ini telah diaplikasikan dalam pengajaran di kelas dan juga dalam pengembangan bahan-bahan pengajaran. Metode ini telah dengan sukses mempengaruhi perubahan penampilan para pelajar. Penggunaan model dalam mengajar di kelas didasari oleh langkah-langkah sebagai berikut. Langkah pertama adalah memberikan rangsangan (stirnulus) yang teks juga disebut 'Frrznu". Stimulus dapat disampaikan kepada siswa melalui pengajaran berprograma, atau mesin mengajar baik secara verbal atau pisik. Prompt digunakan sebagai langkah awal semakin dikurangi. Jadi dalam teks bahan pengajaran ada disertai dengan jawaban sebagai prompt. Setiap jawaban yang disebut bingkai (francs) diikuti dengan pertanyaan segera memperoleh penguatan dalam bentuk melanjutkan atau mengulangi kembali pada frame sebehimnya. Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa belajar ihi dilakukan secara bertahan dengan langkah-langkah kecil dan respon terhadap stimulus itu akan mempengaruhi perilaku si belajar. Hal yang penting adalah di dalam penerapannya kejujuran dan tanggung jawab pebelajar akan sangat menentukan terjadinya perubahan perilaku seperti yang diharapkan sebagai hasil belajar. Bingkai-bingkai tersebut disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan tingkat kesukaran bahan. Pada fase kedua siswa merespon bahan pengajaran yang terdapat pada fase pertama. Siswa membaca bingkai dan merespon dengan menyusun sendiri responnya. Dengan segera siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar. Dalam tahapan ketiga, respon (jawaban) siswa adalah penguatan dan memmjukkan dengan segera respon yang benar. Penguatan ihi dapat juga digunakan dengan tempo yang bervariasi berganhtng pada bentuk belajar. Dalam pelaksanaannya guru adalah pemrakarsa dan pengendali prose pengajaran. Penguatan adalah bersifat intrinsik pada model tersebut dalam bentuk merespon (feedback). Prinsip yang digtmakan guru untuk mereaksi ditentukan oleh prinsip operant conditioning dengan menggunakan tempo tmtuk penguatan. Sebelum menampilkan program dalam bentuknya yang final guruModel-model Mengajar 77

( harus melakukan berbagai tugas dalam merencanakan bahan pengajaran berprograma mengemukakan saran dalam menulis program. 1) Mengenali perilaku terminal 2) Mengenali kesiapan perilaku 3) Merumuskan kriteria Tes 4) Menganalisis isi

5) Mengurutkan langkah-langkah ke dalam langkahlangkah kecil 6) Mendesain bingkai-bingkai terminal Jika dengan menggunakan model tersebut siswa tidak dapat belajar maka kesalahannya tidak terletak pada model tetapi pada manusia yang mengembangkan program tersebut. Ada mata pelajaran yang memerlukan program yang panjang misalnya IPS/SS. Program-program seperti itu amat mahal dan memerlukan waktu yang banyak dan oleh sebab itu hanya sedikit orang yang mau mengembangkan program dalam bentuk ini. Berbagai kritik telah dilontarkan kepada model pengajar seperti ini menurut kritik-kritik tersebut mengorbankan upaya mandiri, kreativitas dan kecerdasan (ingenuity). Namun demikian jika guru bermaksud mengembangkan program hal itu tepat untuk mengajar siswa dengan kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya, juga cocok untuk pembentukan konsep, keterampilan-keterampilan dasar dan kerja yang memerlukan mengingat guna melengkapi kegiatan mengajarnya. D. Rangkuman Dengan membahas model-model mengajar seperti di atas memberi kemungkinan ttntuk memahami bagaimana penerapannya dalam pengajaran IPS/SS, sebab model-model tersebut pada umumnya cocok ttrthtk keperluan pengajaran IPS/SS. Namun keberhasilannya amat bergantung pada filosofi guru, karakteristik mata pelajaran, kemampuan ratarata siswa dalam belajar. Model mengajar merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang mengembangkan proses yang akan ditempuh dalam proses belajar-mengajar agar dicapai perilaku seperti yang diharapkan. Model-model mengajar tersebut didasari oleh beberapa asumsi di antaranya adalah: mengajar adalah upaya menciptakan78 Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

il

lingkungan yang sesuai, dalam mengajar terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya belajar atau sebaliknya. Sebuah model akan meliputi fokus sebagai aspek sentral sebuah model, sintaks yang melambangkan lingkungan pendidikan (model dalam tindakan) meliputi kegiatan-kegiatan yang disusun berdasarkan tahapantahapan, juga sistem sosial yaitu hubungan antara guru dan siswa, bagi berhasilnya dengan baik penerapan strategi-strategi mengajar. Berdasarkan sumbersumber utamanya maka paling tidak dapat ,likelompokkan empat sumber utama model yaihi: (1) Interaksi Sosial ~ 2) Proses Informasi, (3) Personal dan (4) Modifikasi Perilaku. E. Daftar Kepustakaan untuk Studi Lebih Lanjut Lhauhan,S.S., (1979) Innovation in Teaching and Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT.LTD. ~ggen, Paul d., (et al.), (1979) Strategies for Teachers: Information Processing Models In The Classroom. New Jersey: Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs. ~aths, et al. (Eds.), (1971) Studying Teaching. New Jersey: PrenticeHall. Inc. Englewood Cliffs.::al-model Mengajar 79

top related