model neraca air pola padi-padi dan padi-kedelai di...
Post on 09-Sep-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
58 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan RawaPasang Surut
Muhammad Noor, Khairil Anwar, Sudirman Umar, dan Vika MayasariBalai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara BanjarbaruE-mail: m_noor_balittra@yahoo.co.id
Abstrak
Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa terletak pada teknologi pengelolaanair. Penyusunan neraca air dilaksanakan dalam bentuk survei, monitoring melalui cek lapang(ground check) dan modeling. Parameter yang dikumpulkan dan diamati meliputi dinamika tinggimuka air dan komponen iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran radiasi.Penyusunan model neraca air didasarkan pada pola pertanaman padi-padi dan padi-kedelai. Tujuandari penelitian ini adalah penyusunan model neraca air pada pola tanam padi-padi dan padi-palawija (kedelai) di lahan rawa pasang surut pada lokasi daerah Talaran sebagai wakil daerah tipeluapan C dan Bambangin sebagai wilayah tipe luapan B. Hasil penelitian menunjukkan pada polatanam padi-padi pada daerah pasang surut mengalami defisit pada bulan Oktober dan Agustusmasing-masing sebesar 137 mm dan 74 mm, sedangkan untuk pola tanam padi-kedelai defisitmasing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm. Model hubungan antara neraca air pada pola padi-padidengan tinggi muka air mengikuti persamaan polimonial atau kuadratik pada daerah Bambanginmengikuti persamaan Ybb = - 0,001X2 + 0,15 X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerahTalaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69). sedangkan pada polapadi-kedelai dengan tinggi muka air juga mengikuti pola polimial atau kuadratik pada daerahBambangin mengikuti persamaam Ybb = 0,001X2 + 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan padadaerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y=tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm).
Kata kunci: Model, neraca air, pasang surut, pola tanam
Pendahuluan
Lahan rawa merupakan lahan alternatif dalam memasok produksi beras nasional. Secara
nasional sumbangan lahan rawa, khususnya rawa pasang surut terhadap produksi padi baru
mencapai sekitar 0,9-1,0 juta ton/tahun yang apabila dilakukan optimalisasi dapat diperoleh
tambahan sekitar 3,0-3,5 juta ton/tahun. Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan
rawa ini terletak pada teknologi pengelolaan air yang didasarkan pada karekteristik hidrologi atau
neraca air setempat (Haryono, 2013).
Reklamasi atau pembuatan jaringan tata air dapat merubah tipe luapan wilayah rawa dari
awalnya tipe luapan C dapat menjadi tipe luapan B. Sebaliknya, jika yang terjadi drainase akibat
dibangunnya jaringan tata air, maka wilayah yang awalnya tipe luapan B dapat menjadi tipe luapan
C karena muka air tanah semakin dalam dari permukaan tanah. Hampir semua wilayah tipe luapan
B setelah reklamasi berubah menjadi tipe luapan C, seperti Barambai, Sakalagun, Belawang, Sei
Seluang, Sei Muhur, yang termasuk dalam kawasan Pulau Petak, Kalimantan Selatan. Jadi
kemampuan jaringan tata air untuk memasukan air pada lahan tipe luapan B, tergantung pada
keterandalan jaringan tata airnya, selain curah hujan di wilayah dan sekitarnya (di bagian hulu).
Selisih tinggi muka air pada pasang tunggal antara musim hujan dengan musim kemarau pada
lahan tipe luapan A mencapai 30 cm dan pada tipe luapan B mencapai 40 cm. Selisih tinggi muka
air pada saat pasang ganda antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe luapan B
mencapai 70 cm. Tinggi muka air pada musim hujan di lahan tipe luapan C mencapai 65 cm,
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 59Banjarbaru, 20 Juli 2016
tetapi pada musim kemarau terjadi kekeringan dengan muka air tanah mencapai > 70 cm di bawah
permukaan tanah. Selisih tinggi muka air antara saat pasang dengan surut pada saluran sekunder
dapat mencapai 1,5-2,5 m (AARD & LAWOO, 1992; Aribawa et al, 1990; Noor, 2004). Selisih
tinggi muka air antara saat puncak pasang (pasang tertinggi) dengan surut minimal (surut terendah)
dipengaruhi oleh jarak dari muara laut/sungai/saluran dan bervariasi antar waktu, baik antar jam,
maupun antara hari. Kondisi tersebut di atas akan mempengaruhi kualitas air pasang yang
memasuki/meluapi areal pertanian (Anwar et al. 1994 dan Anwar dan Mawardi, 2012).
Pengukuran tinggi muka air di lahan rawa pasang surut kawasan Delta Pulau Petak yang
meliputi UPT. Talaran, Tabunganen, Belawang (Bambangin), Barambai pernah dilakukan pada
tahun 2002, 2010 dan 2011 dapat dijadikan dasar dalam penyusunan model neraca air di lahan
rawa. Tujuan dari penelitian ini adalah penyusunan model neraca air pada pola tanam padi-padi
dan padi-palawija (kedelai) di lahan rawa pasang surut pada lokasi daerah Talaran sebagai wakil
daerah tipe luapan C dan Bambangin sebagai wilayah tipe luapan B.
Metodologi
Lokasi atau daerah penelitian di lahan rawa pasang surut meliputi daerah (UPT) Talaran
sebagai wakil wilayah tipe luapan C dan Bambangin sebagai wakil wilayah tipe luapan B. Rumus
berikut menunjukan neraca air secara umum daerah pasang surut :
P + QSL= QO + Ea + ▲S
Keterangan :
P = Presipitasi yang jatuh kedalam lokasi penelitian
QSi = Aliran air yang masuk ke lokasi penelitian pada saat pasang purnama (inlet) atau pasang
ganda (inlet)
QO = Aliran air yang ke luar lokasi penelitian pada saat surut (outlet)
▲S = Perubahan kandungan air tanah pada pasang dan surut (volume air)
Ea = Evapotranspirasi
Dalam perhitungan neraca air digunakan metode Penman yang dimodiifikasi (Hansen et
al, 1992; Chandrawidjaja, 2010) yang menyatakan bahwa neraca air adalah hasil selisih antara
ketersedian air dari hujan efefktif dengan evapotranspirasi. Analisis hidrometri berupa hubungan
antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam
bentuk persamaan Power sebagai berikut:
Q= aHb, dimana
Q = debit aliran (m3/detik)
H = tinggi muka air (cm)
a & b = konstante regresi
Data hidrologi dan klimatologi yang diamati atau dianalisis adalah data yang
dikumpulkan pada tahun 2010 sampai dengan 2015 (Tabel Lampiran).
60 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Hasil dan Pembahasan
Penyusunan Model Neraca Air Pola Padi-padi di Lahan Rawa Pasang Surut
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman (consumptive use) dihitung berdasarkan rumus Etc = Kc. Eto,
dimana Etc = kebutuhan air untuk tanaman, Kc= koefisien tanaman, dan Eto = evapotranspirasi
potensial. Eto dihitung berdasarkan data iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama
penyinaran dan radiasi matahari) selama kurun 2010-2014 (Tabel 1). Koefisien tanaman dikutip
dari Hansen et al. (1992). Tabel 2 menunjukkan kebutuhan air tanaman untuk pola padi-padi.
Tabel 1. Hasil perhitungan evaporasitranspirasi potensial (Eto) bulanan tahun 2010-2014
BulanTahun
Rataan2010 2011 2012 2013 2014
Jan 93.93 95.79 95.79 88.04 93.31 93.37
Feb 98.02 93.38 81.78 91.93 96.28 92.28
Mar 99.51 94.86 104.47 107.88 100.75 101.49
Apr 102.30 98.10 103.50 102.90 103.80 102.12
Mei 100.13 94.55 107.88 93.62 101.37 99.51
Juni 81.00 99.60 96.30 97.80 86.70 92.28
Juli 76.57 110.67 88.04 82.77 101.37 91.88
Agus 91.76 124.62 119.97 107.88 121.21 113.09
Sept 87.90 107.10 126.00 106.50 130.80 111.66
Okt 104.16 115.94 123.69 128.34 145.08 123.44
Nop 95.40 104.40 15.30 101.40 107.40 84.78
Des 91.45 84.01 96.10 89.90 100.13 92.32
Tabel 2. Kebutuhan air tanaman (Etc) untuk pola pertanaman padi-padi bulanan (mm)
BulanTahun
Rataan2010 2011 2012 2013 2014
Jan 85.48 87.17 87.17 80.12 84.91 84.97
Feb 109.19 104.03 91.10 102.41 107.26 102.80
Mar 127.37 121.42 133.72 138.09 128.96 129.91
Apr 114.47 109.77 115.82 115.15 116.15 114.27
Mei 32.04 30.26 34.52 29.96 32.44 31.84
Juni 32.40 39.84 38.52 39.12 34.68 36.91
Juli 69.68 100.71 80.12 75.32 92.25 83.62
Agus 102.77 139.57 134.37 120.83 135.76 126.66
Sept 109.88 133.88 157.50 133.13 163.50 139.58
Okt 129.16 143.77 153.38 159.14 179.90 153.07
Nop 103.99 113.80 16.68 110.53 117.07 92.41
Des 32.01 29.40 33.64 31.47 35.05 32.31
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 61Banjarbaru, 20 Juli 2016
Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif ditetapkan sebagai jumlah curah hujan bulanan dengan probabilitas
terlampaui sebesar 80% (Candrawidjaja, 2010) mengikuti rumus Pm = m/(n+1).100%, dimana
Pm=probabilitas terlampaui hujan bulan pada urutan ke m, m = urutan dta curah hujan bulan dari
besar ke kecil dan n = jumlah data curah hujan bulanan. Tabel 3 menunjukkan distribusi
probabilitas curah hujan bulanan setempat dan Tabel 4 menunjukkan distribusi curah hujan efektif
(R80).
Tabel 3. Distribusi curah hujan bulanan Stasiun Sei Tabuk, 2010-2014
BulanTahun
2010 2011 2012 2013 2014
Jan 324.30 418.90 223.70 355.20 443.00
Feb 320.60 211.80 258.40 414.60 220.00
Mar 285.10 337.10 313.00 308.30 332.00
Apr 243.00 250.50 319.10 305.50 223.00
Mei 171.00 210.50 149.10 346.50 159.00
Juni 365.70 83.10 58.40 140.70 221.00
Juli 171.70 21.30 193.50 125.70 113.00
Agus 240.40 26.80 70.30 81.50 53.00
Sept 338.20 77.30 58.20 33.60 5.00
Okt 256.50 133.50 157.00 106.00 16.00
Nop 317.50 276.40 297.80 439.10 199.00
Des 354.70 856.40 409.80 349.40 387.00
Rataan 282.39 241.97 209.03 250.51 197.58
Tabel 4. Ketersediaan air dari curah hujan efektif bulanan Stasiun Sei Tabuk, 2010-2014
BulanUrutan
R80 (5)1 2 3 4
Jan 324.30 355.20 418.90 223.70 443.00
Feb 320.60 414.60 211.80 258.40 220.00
Mar 285.10 308.30 337.10 313.00 332.00
Apr 243.00 305.50 250.50 319.10 223.00
Mei 171.00 346.50 210.50 149.10 159.00
Juni 365.70 140.70 83.10 58.40 221.00
Juli 171.70 125.70 21.30 193.50 113.00
Agus 240.40 81.50 26.80 70.30 53.00
Sept 338.20 33.60 77.30 58.20 5.00
Okt 256.50 106.00 133.50 157.00 16.00
Nop 317.50 439.10 276.40 297.80 199.00
Des 354.70 349.40 856.40 409.80 387.00
Pm (%) 16.67 33.33 50.00 66.67 83.33
62 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Neraca Air
Neraca air dihitung dari ketersediaan air dikurangi oleh kebutuhan tanaman berdasarkan
pola pertanaman padi-padi. Kebutuhan air untuk tanaman disajikan Tabel 3. Ketersediaan air
dihitung dari curah hujan efektif yang diperoleh dari curah hujan setempat (Tabel 5). Dari Tabel 5
atau Gambar 1 di atas diperoleh ketersedian air selama setahun untuk dua kali tanam pola padi-
padi terjadi defisit pada bulan Oktober dan Agustus masing-masing sebesar 137 mm dan 74 mm.
Tabel 5. Neraca air untuk pola pertanaman padi-padi di lahan rawa pasang surut
Bulan
Keterangan
R80 (mm) Etc (mm) Neraca Air (mm) Status
Okt 16.00 153.07 -137.07 Defisit
Nop 199.00 92.41 106.59 Surplus
Des 387.00 32.31 354.69 Surplus
Jan 443.00 84.97 358.03 Surplus
Feb 220.00 102.80 117.20 Surplus
Mar 332.00 129.91 202.09 Surplus
Apr 223.00 114.27 108.73 Surplus
Mei 159.00 31.84 127.16 Surplus
Juni 221.00 36.91 184.09 Surplus
Juli 113.00 83.61 29.39 Surplus
Agus 53.00 126.66 -73.66 Defisit
Sept 409.80 139.58 270.23 Surplus
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 63Banjarbaru, 20 Juli 2016
Gambar 1. Neraca air pola padi-padi dan tinggi muka air sekunder
pada lokasi Bambangin dan Talaran
Model Neraca air dengan Tinggi Muka Air
Hasil pengukuran tinggi muka air pada daerah Talaran dan Bambangin disajikan pada
Tabel 6. Analisis hidrometri berupa hubungan antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran
tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam bentuk persamaan Power disajikan pada Gambar 2.
Tabel 6. Pengukuran tinggi muka air pada saluran sekunder daerah Talaran dan Bambangin
Lokasi Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep
Talaran 74.11 66.49 60.74 63.24 51.1 46.38 37.1 27
Bambangin 76.38 76.49 71.46 74.92 66.11 62.63 53.94 49.85
64 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Keterangan : Merah : Daerah Bambangin; Biru = Daerah Talaran
Gambar 2. Model hubungan antara debit neraca air pola padi-padi dengan tinggi muka air di
saluran sekunder
Dari hasil analisis neraca air untuk pola pertanaman padi-padi diperoleh hubungan yang
polimonial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaam Ybb = - 0,001X2 + 0,15
X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 +
0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69) dimana Y= tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm)
Penyusunan Model Neraca Air Pola Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang surut
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman (consumptive use) dihitung berdasarkan rumus Etc = Kc. Eto,
dimana Etc = kebutuhan air untuk tanaman, Kc = koefisien tanaman, dan Eto = evapotranspirasi
potensial. Eto dihitung berdasarkan data iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama
penyinaran dan radiasi matahari) selama kurun 2010-2014 (Tabel 1). Tabel 7 menunjukkan
kebutuhan air tanaman untuk pola padi-kedelai.
y = -0.0011x2 + 0.2123x + 53.693R² = 0.69
Ybb = -0.0007x2 + 0.1487x + 65.843R² = 0.7409
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-100.00 0.00 100.00 200.00 300.00
Hubungan Neraca Air dengan Tinggi Muka Air diLahan Pasang Surut Pola Padi-Padi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 65Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 7. Kebutuhan air tanaman untuk pola padi-kedelai (Etc) bulanan tahun 2010-2014
Bulan
Tahun
Rata-rata2010 2011 2012 2013 2014
Jan 77.78 79.32 79.32 72.91 77.27 77.32
Feb 122.30 116.51 102.04 114.70 120.13 115.14
Mar 159.22 151.78 167.15 172.61 161.20 162.39
Apr 141.95 136.12 143.61 142.78 144.03 141.70
Mei 34.93 32.98 37.63 32.65 35.36 34.71
Juni 11.34 13.94 13.48 13.69 12.14 12.92
Juli 27.87 40.28 32.05 30.13 36.90 33.45
Agus 61.66 83.74 80.62 72.50 81.45 75.99
Sept 98.89 120.49 141.75 119.81 147.15 125.62
Okt 77.50 86.26 92.03 95.48 107.94 91.84
Nop 51.99 56.90 8.34 55.26 58.53 46.20
Des 12.80 11.76 13.45 12.59 14.02 12.92
Neraca Air
Neraca air dihitung sama seperti pada pola padi-padi dari ketersediaan air dikurangi oleh
kebutuhan tanaman berdasarkan pola pertanaman padi-kedelai. Kebutuhan air untuk tanaman
disajikan Tabel 7. Ketersediaan air dihitung dari curah hujan efektif yang diperoleh dari curah
hujan setempat (Tabel 4). Dari Tabel 8 diperoleh kekurangan air (defisit) terjadi pada bulan
Oktober dan Agustus masing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm. Hubungan antara neraca air pola
pertanaman padi-kedelai dengan tinggi muka air disajikan pada Gambar 3.
Tabel 8. Neraca air untuk pola pertanaman padi-padi di lahan rawa pasang surut
Bulan
Keterangan
R80 (mm) Etc(mm)Neraca Air
(mm)Status
Okt 16.00 91.84 -75.84 Defisit
Nop 199.00 46.21 152.79 Surplus
Des 387.00 12.92 374.08 Surplus
Jan 443.00 77.32 365.68 Surplus
Feb 220.00 115.13 104.87 Surplus
Mar 332.00 162.39 169.61 Surplus
Apr 223.00 141.70 81.30 Surplus
Mei 159.00 34.71 124.29 Surplus
Juni 221.00 12.92 208.08 Surplus
Juli 113.00 33.45 79.55 Surplus
Agus 53.00 76.00 -23.00 Defisit
Sept 409.80 125.62 284.18 Surplus
66 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Gambar 3. Neraca air pola padi-kedelai dan tinggi muka air sekunder
pada lokasi Bambangin dan Talaran
Model Neraca air dengan Tinggi Muka Air
Hasil pengukuran tinggi muka air pada daerah Talaran dan Bambangin disajikan pada
Tabel 6. Analisis hidrometri berupa hubungan antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran
tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam bentuk persamaan Power disajikan pada Gambar 4.
Hubungan neraca air dengan tingi muka air pada pola pertanaman padi-kedelai diperoleh
berbentuk polimial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaam Ybb = 0,001X2
+ 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal
=0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y= tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 67Banjarbaru, 20 Juli 2016
Keterangan : Merah : Dearah Bambangin; Biru = Daerah Talaran
Gambar 4. Hubungan antara debit neraca air pola padi-kedelai
dengan tinggi muka air di saluran sekunder
Kesimpulan dan Saran
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Nereca air pada daerah pasang surut untuk penyusunan pola tanam padi-padi berada pada
status surplus, kecuali pada bulan Oktober dan Agustus status defisit masing-masing
sebesar 137 mm dan 74 mm, sedangkan untuk pola tanam padi-kedelai terjadi defisit pada
bulan Oktober dan Agustus, tetapi lebih kecil masing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm.
2. Model hubungan antara neraca air pada pola tanamam padi-padi dengan tinggi muka air
mengikuti persamaan polimonial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti
persamaam Ybb = - 0,001X2 + 0,15 X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerah Talaran
mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69) dimana Y= tinggi muka
air (cm) dan X=neraca air (mm).
3. Model hubungan antara neraca air pada pola tanamam padi-kedelai dengan tinggi muka air
mengikuti persamaan berbentuk polimial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti
persamaam Ybb = 0,001X2 + 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan pada daerah Talaran
mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y= tinggi muka
air (cm) dan X = neraca air (mm).
68 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Daftar Pustaka
AARD & LAWOO. 1992. Acid Sulphate Soils in The Humid Tropics: Water Management andSoil Fertility. Final Report. Bogor-Jakarta-the Netherlands.
Adnyata, M.O. IGM. Subiksa, DKS Swastika, dan H. Pane. 2005. Analisis KebijakanPengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marginal : Lahan Rawa. LaporanPuslibangtan. Bogor.
Anwar, K. Sarwani, M. Dan Itjin. 1994. Pengembangan pengelolaan air di lahan pasang surut:pengalaman dari Kalimantan Selatan. Dalam M. Sarwani, M. Noor, dan M. YusufMaamun (eds). Pengelolaan Air dan Peningkatan produktivitas Lahan Rawa PasangSurut. Balittan. Banjarbaru.
Anwar K dan Mawardi. 2012. Dinamika tinggi muka air dan kemasaman air pasang surut saluransekunder sepanjang sungai Barito. Jurnal Tanah dan Iklim. Edisi Khusus: 1-12.
Arifin, M.Z. dan M.A. Susanti. 2005. Inventarisasi dan karakterisasi potensi sumberdaya lahanrawa. Dalam Laporan Tahunan Penelitian Pertanian Lahan Rawa Tahun 2004. BalittraBanjarbaru. Hlm 2-6
Aribawa, I.B. Suping, S., W. Adhi, IPG, dan Konstent, JM.C. 1990. Relation between hydrologyand redox status of Acid sulpahte soils in Pulau Petak, Indonesia. Paper Workshop onAcid Sulphate Soils in The Humid Tropics. 88-109 pp..
Chandrawidjaja, R. 2010. Bahan Ajar: Hidrologi Rawa. Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru. 126 hlm.
Ismail, G.I., Alihamsyah, T., Widjaja Adhi, IPG., Suwarno, Herawati, T., Tahir, R. dan Sianturi,D.E. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa 1985-1993. Proyek SWAMPSII. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor/Jakarta. 128 hlm.
Hansen, V. E. O.W. Israelsen, G.E. Stringham, 1992. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi(terjemahan). Edisi ke 4. Erlangga. Jakarta.407 hlm.
Haryono, 2013. Lahan Rawa: Lumbung Pangan Masa Depan. ARRD Press. Jakarta. 142 hlm.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. RajawaliPers. Jakarta. 241 hlm.
Noor, M. dan Achmadi, 2006. Potensi, kendala, dan peluang pengembangan teknologi budidayapadi di lahan rawa pasang surut. Dalam Buku 2 Padi : Inovasi Teknologi Produksi.Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.
WACLIMAD, 2012. Macrozoning dalam rangka Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan.Sekretariat Tim Koordinasi Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan RawaBerkelanjutan. WACLIMAD. Jakarta
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 69Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tab
elL
ampi
ran
1. T
ingg
iMuk
a A
ir p
ada
UPT
Tal
aran
Jam
FE
BR
UA
RI
MA
RE
TA
PR
ILM
EI
Tin
ggi M
uka
Air
Tin
ggi M
uka
Air
Tin
ggi M
uka
Air
Tin
ggi M
uka
Air
12
34
51
23
45
12
34
51
23
45
610
056
-65
-82
4765
--
5844
31-
-80
-50
.5-
35
795
61-
63-
8749
59-
-90
44.5
50-
-10
3-
59.5
-53
890
64-
61-
7951
.557
--
9845
66-
-11
5-
67-
61
985
70-
58-
7550
53-
-11
146
70-
-11
9-
71-
65
1070
69-
54-
5853
49-
-10
546
.575
--
115
-72
-66
1160
67-
50-
4854
.545
--
117
4769
--
123
-72
.5-
65
1255
59-
46-
4156
40-
-99
4867
--
120
-73
-62
1345
51-
42-
3557
.536
--
9248
.564
--
110
-72
-61
1440
47-
37-
3459
33-
-87
5061
--
100
-71
.5-
58
1585
50-
34-
3661
36-
-85
5159
--
90-
69-
56
1650
58-
41-
5862
.550
--
7551
.558
--
99-
67.5
-55
1795
63-
63-
7164
65-
-98
5357
--
98-
66-
55
1811
568
-70
-10
965
.573
--
9754
.547
--
96-
64.5
-55
1912
071
-76
-11
969
78-
-91
5658
--
95-
63-
55
2012
576
-80
-11
866
80-
-91
5849
--
85-
61.5
-54
2112
774
-84
-11
464
80-
-86
6057
--
78-
59.5
-47
2212
367
.5-
85-
107
6682
--
7762
.555
--
63-
58-
38
2312
060
-85
-10
065
74-
-65
6153
--
49-
57.5
-35
2412
559
-74
-94
6772
--
5259
44-
-39
-55
.5-
30
111
058
.5-
73-
8969
71-
-43
57.5
40-
-35
-54
-25
215
257
-72
-83
7165
--
3056
36-
-25
-52
.5-
23
312
758
-71
-82
7363
--
3454
.532
--
29-
50-
20
413
154
-70
-81
7061
--
3853
29-
-26
-48
.5-
16
510
049
-70
-80
5060
--
4350
27-
-73
-49
.5-
13
top related