mhn030209.pdf
Post on 01-Mar-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
1/6
SURAT KETERANGAN DOKTER
TINJAUAN
DARI ASPEK KEDOKTERAN
Oleh:
artono Mohamad
Salah satu bidang yang sering membuat pekerjaan dokter bersentuhan
dengan hukum adalah ketika dokter harus membuat surat keterangan
mengenai pasien yang diperiksanya. Surat keterangan itu dapat untuk:
I.
Kepentingan
pengadilan pidana ketika pasiennya sebagai terdakwa.
2
Kepentingan
pengadilan
ketika pasiennya menjadi korban tindak
pidana.
3.
Kepentingan
perdata.
a
An tara
pasiennya dengan
tempatnya bekerja.
b
An tara pasiennya
dengan
tempatnya bersekolah.
c.
An tara pasiennya
dengan
perusahaan asuransi.
Surat keterangan itu dapat menyatakan apakah pasiennya itu cukup
sehat untuk memenuhi hal-hal yang dipersyaratkan ataukah tidak cukup
sehat untuk hal-hal tersebut.
Akhir-akhir ini Surat Keterangan Dokter dipermasalahkan dalam
beberapa kasus yang akan diajukan atau sedang diajukan ke pengadilan
karena sering antara pemyataan dokter dengan kenyataan yang dilihat
oleh awam berbeda sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa dokter
telah membuat pemyataan yang tidak benar, yang kemudian memunculkan
gagasan pembentukan tim dokter independen bahkan sampai beberapa
tim dokter independen untuk satu kasus.
Dalam hal Surat Keterangan Dokter ini ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
I. Surat keterangan tersebut pada dasamya merupakan potret sesaat
yang menggambarkan kondisi kesehatan pasien pada hari ia diperiksa.
Ini berlaku terutama untuk sural keterangan sehat atau sakit
yang dibuat secara ringkas (sumir). Hal-hal yang hari itu ditemukan
sebagai sehat dapat saja besoknya berubah menjadi tidak sehat.
90
Disampaikan pada Diskusi Panel Tentang Aspek Hokum Surat Keterangan Dokter
dalam Sistem Peradilan Pidana, diselenggarakan oleh BPHN Departemen Kehakiman
dan HAM Tanggal 3 Oktober 2002.
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
2/6
2. Pengertian sehat atau memenuhi syarat dalam keterangan tersebut
bersifat spesifik sesuai dengan kepentingan pembuatan surat tersebut.
Surat keterangan sehat untuk kepentingan bekerja di bidang
pekerjaan tertentu harus disesuaikan dengan persyaratan yang ditemukan
pada bidang pekerjaan tersebut.
Adalah menjadi kewajiban dokter untuk melakukan pemeriksaan
yang benar-benar cermat sebelum membuat pemyataan atau keterangan
semacam itu sesuai dengan kode etik dokter yang menyatakan bahwa
seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat
dibuktikan kebenarannya . Di negara-negara yang sudah memiliki lembaga
penjaga mutu profesi dokter seperti General Medical Council (GMC)
di negara-negara persemakmuran commonwealth), lembaga ini dapat
menindak dokter yang membuat surat keterangan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya semacam itu. Tindakan itu dapat berupa
pencabutan dari register atau pencabutan ijin praktek secara sementara.
Pencabutan dari register berarti bahwa ia tidak lagi dapat berpraktek
di negara itu tanpa mendaftarkan diri kembali dan mengikuti ujian yang
diselenggarakan oleh GMC.
i
Indonesia kita belum memiliki lembaga seperti itu dan
perijinan praktek yang diberikan oleh instansi departemen kesehatan saat
ini masih lebih bersifat sebagai persyaratan administratif semata.
Pengertian
Sehat atau
Memenuhi Syarat
Harus diakui bahwa selama ini surat keterangan dokter untuk
kasus-kasus pengadilan, terutama bila pasien akan diajukan ke pengadilan
sebagai terdakwa, seringkali pengadilan bersikap take it for granted
terhadap surat keterangan dokter. Dulu sebelum ada keterbukaan informasi
mungkin hal-hal semacam itu tidak banyak dipersoalkan orang dan
hilang di bawah permukaan. Sekarang hal-hal semacam itu mudah untuk
menjadi sorotan masyarakat dan menjadi persoalan publik yang menjadikan
kepercayaan publik kepada lembaga profesi kedokteran dan lembaga
peradilan menjadi turun. Apalagi dengan kenyataan bahwa sistem
pelayanan yang mengharuskan pasien membayar langsung dari kocek
sendiri kepada dokter ikut meningkatkan kecurigaan bahwa surat keterangan
semacam itu dapat dibuat sesuai pesanan pasien. Tidak dapat disangkal
bahwa sebagian dokter
di
Indonesia memang ada yang berperilaku
9
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
3/6
seperti itu yang diperparah dengan sikap pihak yang memerlukan
keterangan tersebut yang melihat bahwa hal itu hanyalah untuk kelengkapan
administratif belaka.
Kemudian pengertian sehat itu sendiri juga belum pernah
dirumuskan secara jelas oleh lembaga-lembaga yang berkaitan dengan
peradilan, baik dari kalangan penyidik maupun pengadilan. Pengertian
sehat atau memenuhi syarat di peradilan tentu berbeda dengan sehat
atau memenuhi syarat untuk misalnya menjadi penerbang. Dalam
bahasa lnggris pengertian sehat bagi seseorang yang akan diajukan
sebagai saksi atau terdakwa di pengadilan diistilahkan sebagai capacity
atau competence . Dalam hal physical capacity atau competence ,
misalnya pasien dalam keadaan lumpuh, cacat fisik, demam tinggi, dan
sebagainya, jaksa atau hakim akan mudah melihatnya. Yang sering
menjadi masalah adalah mental incapacity atau mental incompetence.
Ada beberapa hal yang membuat hal ini menjadi masalah:
I. Hukum Indonesia hingga saat ini belum membuat definisi yang jelas
mengenai mental incapacity yang dapat membuat seseorang dapat
dibebaskan dari hak dan kewajiban hukum.
2 Diagnosis gangguan jiwa oleh psikiater pun masih sering ambigu
ous'', apalagi jika hal itu berkaitan dengan kelainan yang ditampilkan
dalam perubahan mood (misalnya manic depressive syndrome).
3. Pasien yang cerdas akan dengan mudah bersandiwara untuk dapat
berpura-pura mengalami gangguan jiwa untuk membebaskan dirinya
dari kewajiban hukum. Di banyak negara, untuk mengurangi hal
ini terdakwa yang dianggap mengalami gangguan
jiwa
diwajibkan
dirawat di lembaga perawatan gangguan jiwa (assylum) atas biaya
negara.
4. Perlu disepakati oleh hukum bahwa perilaku irasional seseorang
belum tentu identik dengan mental incapacity . Untuk merumuskan
hal ini secara lebih jelas mungkin perlu dikaji jurisprudensi untuk
kasus-kasus semacam ini.
Kewajiban okter
Dalam memberikan surat pemyataan atau keterangan mengenai
seorang pasien yang akan diajukan sebagai terdakwa atau saksi dalam
92
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
4/6
pengadilan, dokter mempunyai kewajiban untuk mendasari pernyataannya
dengan bukti-bukti ilmiah. Dalam kalangan kedokteran sekarang dikenal
sebagai evidence based medicine . Pengertian bukti-bukti ilmiah di sini
bukan hanya menunjukkan hasil laboratorium atau pemeriksaan dengan
imaging (ronsen, CT-Scan, MRI, dsb) tetapi juga pada rujukan-rujukan
ilmiah yang sahih yang membuat ia mengambil simpulan seperti yang
diajukan.
Pengadilan mempunyai wewenang untuk meminta bukti-bukti
semacam itu dan bila perlu mengkaji rujukan ilmiah
yang
digunakan
oleh dokter. Hakim dapat mencari atau meminta naskah yang dijadikan
rujukan untuk dijadikan bahan pertimbangan. Tentu saja naskah itu pada
umumnya bersifat sangat teknis medis, tetapi hakim (secara diskret)
dapat pula mencari penerjemah terhadap naskah yang teknis medis itu
dari sumber lain. Di sisi lain dokter mempunyai kewajiban untuk
menyerahkan hasil-hasil temuannya, simpulannya, dan rujukan
yang
ia
pakai kepada hakim sebagai bukti bahwa ia telah membuat surat
keterangan yang sebenarnya. Jika dipandang perlu hakim dapat saja
tetap mengharuskan pasien dihadirkan untuk menguji sendiri apakah
pernyataan dokter tersebut benar atau tidak, terutama jika hal itu lebih
menyangkut mental incapacity . Dalam kasus HM Suharto misalnya,
seharusnya dapat saja hakim mewajibkan yang bersangkutan dihadirkan
di depan hakim, pengacara, dokter, dan
jaksa
untuk meyakini kebenaran
pernyataan dokter, jika perlu dalam sidang terbatas dan tertutup daripada
membentuk tim dokter independen yang kemudian disusul dengan
tim independen berikutnya, dan berikutnya.
Pengertian bahwa keterangan tentang kondisi pasien harus dirahasiakan
oleh dokter tidak berlaku di depan pengadilan. Pengertian pengecualian
semacam ini pada umumnya berlaku i negara mana pun juga pada
umumnya sudah diketahui oleh dokter.
Penunjukan okter
Salah satu kelemahan kita dalam menunjuk dokter, terutama
dokter rumah tahanan, adalah melihat kapasitas
dokter
itu
sekadar
sebagai penyembuh kalau ada orang tahanan jatuh sakit. Belum ada
kebijaksanaan yang tegas mengenai job descrip tion dokter rumah
tahanan dan proses penunjukannya. Yang berlangsung sekarang adalah
93
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
5/6
semacam perusahaan yang menunjuk dokter untuk karyawannya. Ditambah
agi dengan sistem fee for service dan sering dokter menggantungkan
nafkahnya dari pembayaran dari pasien secara Jangsung, ditambah
dengan sistem pengawasan dokter yang masih Jemah, membuat surat
keterangan dokter sesuai pesanan mudah diperoleh asal membayar.
Apalagi jika yang meminta surat keterangan itu pejabat tinggi yang kaya
atau konglomerat, terkesan hal-hal semacam itu mudah mereka peroleh.
Akan dengan mudah dokter menetapkan seorang tersangka masuk
ke ICU meskipun mungkin indikasi masuk ICU (bahwa ia memerlukan
ventilator dan pengawasan ketat untuk fungsi vitalnya) tidak jelas.
Misalnya seorang yang ketika datang ke rumah sakit tampak gagah dan
jug
ketika disorot televisi tampak gagah, dinyatakan perlu masuk ICU
agar ia terbebas dari penyidikan jaksa.
Tim Dokter lndependen
Pada dasarnya semua dokter seharusnya independen dalam membuat
simpulan klinis atau diagnosis terhadap pasiennya. Sebagai tenaga
profesi ia tidak dapat dipengaruhi atau ditekan oleh siapa pun, termasuk
negara, untuk membuat diagnosis dan menentukan nasib pasiennya.
Tetapi dalam kenyataan memang sering hal itu berbeda dari harapan.
Negara-negara totaliter mewajibkan dokternya mengikuti perintah negara
atau partai dalam membuat diagnosis, terutama terhadap lawan-lawan
politik pemerintah. Hal ini pernah terjadi di Jerman Nazi, dan negara
negara komunis.
Di negara-negara demokratis dokter mempunyai independensi yang
kuat tetapi
jug
dikekang melalui pengawasan yang jelas dan dapat
dipercaya, seperti negara-negara persemakmuran (dan Thailand) yang
mempunyai General Medical Council, sementara di Amerika Serikat
melalui berbagai lembaga dari pengadilan judicial committee yang
dibentuk organisasi profesi, joint committee antara asosiasi rumah
sakit, asosiasi lembaga pendidikan, dan asosiasi profesi, dan juga oleh
perusahaan asuransi kesehatan. Di Indonesia semua itu belum ada
sehingga praktis kita sangat liberal dibanding negara-negara yang senng
kita tuduh sebagai negara liberal.
Karena belum ada lembaga-lembaga pengawas sepertt ttu maka
ketidakpercayaan pada dokter diakali dengan menunjuk tim dokter
9
-
7/25/2019 mhn030209.pdf
6/6
independen satu, dua, dan seterusnya. Anehnya itupun masih belum
dapat menghilangkan kecurigaan publik atau bahkan pengadilan. Kecurigaan
semacam itu dapat dipahami karena adakalanya
dua
tim
dokter
yang
berbeda memberikan simpulan yang berbeda, seperti tim dokter mantan
presiden Abdurraham Wahid yang menyatakan bahwa meskipun sudah
mengalami stroke beberapa kali beliau masih memiliki physical and
mental capacity untuk menjadi presiden sementara tim
dokter HM
Suharto menyatakan bahwa beliau mengalami mental incapacity untuk
diajukan ke pengadilan. Bagi orang awam yang tidak
memahami
masalah
stroke
dan dampak-dampak yang ditimbulkan, hal itu
mengesankan bahwa dokter mengambil simpulan berdasarkan kepentingan
atau keinginan pasiennya. Dalam hal ada kecurigaan berkelanjutan
semacam itu seharusnya pengadilan mengambil keputusan terakhir
(seperti juga di negara-negara lain) setelah melakukan kajian terhadap
evidence yang dijadikan landasan para dokter dalam menyimpulkan
pendapatnya.
Yang
juga
perlu dipahami dalam hal ini adalah adanya perbedaan
penafsiran antara dokter pengadilan terhadap keterangan dokter. Diag
nosis dokter pada umumnya bersifat perspektif, yaitu melihat kemungkinan
ke depan, sementara hakim pada umumnya memperlakukan keterangan
dokter sebagai fakta final.
9
top related