membaca iklan "gokil" indonesia

Post on 30-Jun-2015

1.294 Views

Category:

Education

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Presentasi sederhana tentang iklan-iklan tv "unik" (kalau tidak dibilang "gokil") di Indonesia, dibaca dengan pendekatan intertekstualitas.

TRANSCRIPT

MEMBACA IKLAN,MEMAKNAI TONTONAN

Oleh : Hesti Rahayu, S.Sn., MA.

Iklan sebagai teks kebudayaan

• Model yang digunakan bahasa• Asumsinya : bahasa sebagai alat komunikasi,

bahasa sebagai “teks yang dibaca”• Iklan diasumsikan sebagai “teks yang

digunakan untuk berkomunikasi dan untuk dibaca”

Membaca Iklan• Ada beberapa cara yang dapat ditawarkan dalam

pembacaan teks kebudayaan :– Semiotika– Hermeneutika– Intertekstualitas– Strukturalisme– Dekonstruksi

• Dalam pemaparan ini, karena terbatasnya waktu, saya hanya akan membahas dalam 2 sisi saja, yaitu tinjauan secara intertekstualitas dan maknanya sebagai tontonan

Intertekstualitas Iklan Gokil• Sebenarnya semua gambar ’dikutip’ dari, dipinjam

dari, bersinggungan dengan gambar-gambar lain secara historis atau kontemporer. Hubungan teks dengan teks tersebut disebut dengan ’intertekstualitas’ oleh teoritisi sastra.

• Intertekstualitas merupakan konsep semiotik era tahun 80-an yang dikemukakan oleh Julia Kristeva.

• Dia melihat teks sebagai rangkaian/ jaringan intertekstualitas. Setiap teks mengutip teks2 yang lain. Setiap teks adalah jaringan tanda2, tidak ada teks yang berdiri sendiri.

• Setiap teks merupakan “a tissue of quotation”.

• Dengan munculnya konsep ini, yang digugat adalah ilusi kita tentang originalitas. Tak ada lagi yang origin/ asli. Semuanya adalah salinan/ kutipan.

• Iklan2 gokil yang kita bahas pada hari ini :– Iklan Tori-tori Cheese Cracker– Iklan Telkom gaya 80-an– Iklan Roncar– Iklan permen Mintz

• Bermain2 dengan “jaring2 kutipan2 visual”. Justru ketidak-orisinalan inilah yang sengaja dimain2kan.

• Iklan Tori-tori, selain merupakan plagiasi dari iklan Spreetz Stick dari Jepang, iklan ini sukses mempermainkan persepsi penonton dengan jaring2 “kutipan” visual yang sengaja dirajutnya.

• Iklan Telkom juga dengan sengaja mengutip citra2 visual era 80-an.

• Analisis yang lengkap menggunakan cara intertekstualitas, dapat dilakukan dengan menguraikan satu-persatu jaring-jaring kutipan visual tersebut dan penafsiran maknanya.

• Tetapi secara sederhana, secara komunikatif yang diharapkan dari iklan tsb, penonton yang “sebel” justru akan menggunjingkan iklan ini dimana-mana.

• Disitulah letak kesuksesan iklan ini.

Iklan sebagai TontonanSuatu Simulakrum (Menurut Baudrillard)

• Budaya tontonan yang sangat kuat di tengah masyarakat terciptanya opini publik yang dibentuk oleh media, media sebagai referensi terhadap realita.

• Opini publik dibentuk oleh suatu simulasi realitas (kebenaran dan fakta) yang disuguhkan oleh media, yang semuanya sesungguhnya tak lebih dari realitas artifisial simulakrum

• Iklan seperti Tori2 misalnya berusaha menciptakan simulakrum di tengah penontonnya.

• Yang tadinya tidak ada referensi real bahwa makan cracker sambil jalan mengangkang, kini berlaku sebaliknya, yaitu penonton disetir oleh perilaku dalam media.– Bukti : video ttg anak2 sekolah yang dihukum gurunya dengan disuruh

menirukan adegan iklan Tori2– Olok2 anak sekolah/ di kampus2 terhadap orang2 tertentu yang agak

gemuk dengan proporsi kaki yang pendek.

Kritik terhadap Iklan2 Gokil• Orisinalitas memang hanyalah ilusi, tetapi bila kemudian yang

terjadi adalah plagiasi, maka hal itu sama saja dengan menghancurkan kreativitas.

• Hiperealitas media (salah satu indikasinya dengan adanya simulakrum), mengandung konsekuensi (Piliang, 2004) banalitas informasi. Iklan, dan juga berbagai informasi yang disajikan tanpa interupsi oleh berbagai media kontemporer adalah informasi remeh-temeh, informasi yang tidak ada yang dapat diambil hikmah darinya (banality of information).

• Akan tetapi ironisnya, informasiitu terus saja diproduksi, meski setiap orang tahu bahwa informasi tersebut tidak berguna, karena tidak mempunyai kredibilitas.

• Ironisnya, apa yang kini dikejar setiap orang dari media tidak lagi makna tersebut, melainkan ekstasi menonton media itu sendiri.

• Bila demikian adanya…alangkah menyedihkan !

SEKIAN

TERIMA KASIH

top related