mechanotransduction - eka.doc
Post on 26-Oct-2015
75 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mekanotransduksi adalah proses dimana tubuh mengkonversi rangsangan mekanik
menjadi respon seluler. Tulang yang lemah dapat menjadi lebih kuat dan besar dengan
merespon beban yang sesuai melalui mekanotransduksi. Penyembuhan patah tulang diatur
sebagiannya oleh faktor mekanis. Studi dari proses di mana lingkungan mekanis patah tulang
dapat memodulasi penyembuhan dapat menghasilkan strategi-strategi baru untuk pengobatan
cedera tulang. Tulisan ini memusatkan pada beberapa pertanyaan belum terjawab yang
menjadi kunci dalam studi mekanotransduksi dan perbaikan fraktur. Ini menyangkut
pertanyaan mengidentifikasi rangsangan mekanik yang mendorong penyembuhan-tulang,
mendefinisikan mekanisme yang terlibat dalam proses ini, dan memeriksa potensi untuk
cross-talk antara investigasi mekanotransduksi dalam penyembuhan-tulang dan dalam
penyembuhan jaringan berasal-mesenkhim lainnya.
Mekanotransduksin pada tulang dibagi menjadi 4 fase: mekanokopling, kopling
biokimia, transmisi sinyal dari sel sensor ke sel efektor, dan respon sel efektor. Elemen-
elemen ini dapat diperjelas menjadi sebuah proses yang didahului oleh tercetusnya
rangsangan mekanik atau adanya katalis, komunikasi lewat jaringan untuk mendistribusikan
pesan dari rangsangan mekanik yang ada dan respon di tingkat seluler.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang merupakan jaringan tubuh yang berfungsi untuk menopang tubuh dan bagian-
bagiannya. Karena fungsi untuk menopang maka tulang mempunyai struktur yang kaku
Tulang manusia terdiri dari tulang pipih, tulang pipa, dan tulang tak beraturan. Tulang pipih
dan tulang tak beraturan di bagian dalamnya diisi dengan sumsum tulang merah yang turut
berfungsi dalarn pembentukan darah merah; tulang pipa dilubang pipanya terisi sumsum
tulang kuning yang mengandung banyak lemak. Karena fungsinya membentuk sel darah,
pengambilan sumsum tulang untuk diagnosis penyakit darah sering dilakukan pada tulang
panggul (crista iliaca); dan pemeriksaan sumsum tulang untuk mendiagnosis kemungkinan
penyakit malaria pada orang dewasa dapat menggunakan sumsum dari tulangdada
Struktur Tulang terbagi menjadi:
A.Tulang Kortikal
Lapisan luar yang keras dari tulang terdiri dari jaringan tulang kompak. Porositas sekitar 5-
30%. Jaringan tulang ini tampak halus, putih, dan padat, dan menyumbang 80% dari massa
total tulang dari kerangka dewasa. Tulang kompak juga dapat disebut sebagai tulang padat
B.Tulang Trabekular (kanselus)
Mengisi bagian dalam tulang adalah jaringan tulang trabekular (jaringan sel terbuka berpori
juga disebut tulang cancellous atau spons), yang terdiri dari jaringan batang dan piring-seperti
elemen yang membuat organ keseluruhan lebih ringan dan memungkinkan ruang untuk
pembuluh darah dan sumsum tulang. Trabecular tulang menyumbang 20% sisanya dari massa
tulang total tetapi telah hampir sepuluh kali luas permukaan tulang kompak. Porositas tulang
30-90%. Perbedaan mikroskopis antara tulang kompak dan kanselus adalah bahwa tulang
kompak terdiri dari situs haversian dan osteons, sementara tulang cancellous tidak.
Struktur tulang pada dasarnya tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar—osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Lanjut ke sel struktur
atau susunan tulang yang terbagi menjadi tiga.
2
A. Osteoblas
Osteoblas berasal dari jalur sel mesenkim stroma sumsum tulang. Osteoblas memproduksi
osteoid atau matriks tulang, berbentuk bulat, oval atau polihedral, terpisah dari matriks yang
telah mengalami mineralisasi. Osteoblas berfungsi mensintesis dan mensekresi matriks
organik tulang, mengatur perubahan elektrolit cairan ekstraselular pada proses mineralisasi.
Osteoblas mengandung retikulum endoplasmik, membran golgi dan mitokondria.
Pematangan osteoblas memerlukan fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic
proteins (BMPs), core binding factor-1 (CBFA-1) dan osteoblast specific cis acting element
(OSE-2). Osteoblas memiliki reseptor estrogen, sitokin, paratiroid hormon (PTH),insulin
derivated growth factor (IGF), dan Vitamin D3. Osteoblas saling berhubungan melalui gap
junction.. Osteoblas yang menetap pada permukaan tulang bentuknya pipih yang dinamakan
bone lining cells / resting osteoblast
B. Osteosit
Osteosit berasal dari osteoblas dimana pada akhir proses mineralisasi akan tersimpan pada
matriks tulang. Osteosit mempunyai satu inti, jumlah organela 16 bervariasi dan sel ini
menjangkau permukaan luar dan dalam tulang, membuat tulang menjadi sensitif terhadap
tekanan, mengontrol pergerakan ion serta mineralisasi tulang (Compston, 2001; Drajad,
2002). Osteosit merupakan 90% dari sel tulang terletak diantara matriks tulang yang
mengalami mineralisasi. Osteosit mempunyai satu inti, jumlah organela bervariasi. Jaringan
sel ini menjangkau permukaan luar dan dalam tulang, membuat tulang menjadi sensitif
terhadap pengaruh tekanan, mengontrol pergerakan ion serta mineralisasi tulang. Osteosit
berasal dari osteoblas yang pada akhir proses mineralisasi terhimpit oleh ekstraselular
matriks. Osteosit merupakan sel yang sensitif terhadap tekanan mekanik.Osteosit merupakan
sel yang sensitif terhadap tekanan mekanik, berperan dalam pemeliharaan struktur tulang.
B. Osteoklast
Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang juga membuat makrofag dan monosit. Sel ini
berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi direk. Sel prekursor osteoklas
terdapat pada sumsum tulang dan sirkulasi darah. Sel ini ditemukan pada permukaan tulang
yang mengalami resorpsi dan kemudian membentuk cekungan yang dikenal sebagai lakuna
Howship. Osteoklas dalam sitoplasmanya akan terisi oleh mitokondria guna menyediakan
3
energi untuk proses resorpsi tulang. Osteoklas merusak matriks tulang, melekat pada
permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks, menurunkan pH7 menjadi pH4.
Keasaman ini akan melarutkan mineral dan merusak matriks sel sehingga protease keluar.
Osteoklas memiliki reseptor yaitu RANK-ligand (RANK-L) untuk maturasi sel dan
mengalami apoptosis
MEKANOTRANSDUKSI
Mekanotransduksi adalah proses dimana tubuh mengkonversi rangsangan mekanik
menjadi respon seluler. Mechanotransduksi memainkan peran penting dalam fisiologi
jaringan, termasuk tulang. Beban mekanis dapat menghambat resorpsi tulang dan
meningkatkan pembentukan tulang in vivo.
Mekanotransduksi pada tulang dibagi menjadi 4 fase:
1. Mekanokopling
Dalam mekanokopling, beban mekanis dalam deformasi menyebabkan vivo pada tulang yang
meregangkan sel-sel tulang di dalam dan lapisan matriks tulang dan membuat gerakan fluida
dalam canaliculae tulang. Pembebanan dinamis, yang berhubungan dengan aliran fluida
ekstraseluler dan penciptaan streaming potensi dalam tulang, yang paling efektif untuk
merangsang pembentukan tulang baru di vivo. Sel-sel tulang secara in vitro yang dirangsang
untuk memproduksi second messenger bila terkena aliran cairan atau peregangan mekanis.
Kunci dari mekanokopling adalah rangsangan mekanik langsung atau tidak terhadap sel, yang
akan ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk sinyal kimia baik di dalam sel maupun
antar sel.
2. Kopling biokimia
Dalam kopling biokimia, mekanisme yang mungkin untuk kopling sel-tingkat sinyal mekanik
menjadi sinyal biokimia intraseluler termasuk transduksi memaksa melalui struktur matriks
integrin-sitoskeleton-nuklir, saluran kation stretch diaktifkan dalam membran sel, protein-
tergantung jalur G, dan hubungan antara sitoskeleton dan fosfolipase C atau fosfolipase A
jalur. Interaksi yang ketat dari masing-masing jalur akan menyarankan bahwa sel seluruh
mekanosensor dan ada jalur yang berbeda yang tersedia untuk transduksi sinyal mekanik
4
3. Transmisi sinyal dari sel sensor ke sel efektor
Dalam transmisi sinyal, osteoblas, osteosit, dan sel-sel tulang lapisan dapat bertindak sebagai
sensor sinyal mekanik dan dapat berkomunikasi sinyal melalui proses sel dihubungkan
dengan gap junction. Sel-sel ini juga memproduksi faktor parakrin yang mungkin sinyal
osteoprogenitors untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas dan menempel pada permukaan
tulang. Insulin-seperti faktor pertumbuhan dan prostaglandin adalah kandidat yang mungkin
untuk perantara dalam transduksi sinyal.
4. Respon sel efektor
Dalam respon sel efektor, efek dari beban mekanis tergantung pada besarnya, durasi, dan
tingkat beban yang diterapkan. Durasi yang lebih lama, loading amplitudo yang lebih rendah
memiliki efek yang sama pada pembentukan tulang sebagai beban dengan durasi pendek dan
amplitudo tinggi. Dan untuk merangsang pembentukan tulang baru. Penuaan sangat
mengurangi efek osteogenic loading mekanik in vivo. Juga, beberapa hormon dapat
berinteraksi dengan sinyal mekanik lokal untuk mengubah sensitivitas dari sensor atau sel
efektor untuk beban mekanik.
Ada beberapa pendapat tentang peranan rangsangan mekanik dalam mengatur diferensiasi
jaringan mesenkim berpotensi majemuk ke dalam tulang, tulang rawan, tulang rawan fibrosa,
dan jaringan fibrosa, yaitu :
1. kombinasi yang berbeda dari tekanan hidrostatik dan regangan tarik mendorong
pembentukan jaringan tulang yang berbeda (Carter et al. )
2. tekanan hidrostatik dan rengangan tarik mengatur pengerasan intramembran versus
endokhondral (Claes dan Heigele)
3. regangan geser dan aliran fluida (Prendergast et al)
Namun prediksi yang paling akurat adalah yang didasarkan pada regangan geser dan aliran
cairan fluida
Struktur sel dalam proses mekanotrasduksi
Osteosit dalam mendeteksi sinyal yang diinduksi beban mekanik (mechanical
loading) berlaku jika sel di dalam jaringan memodulasi aktivitasnya terhadap beban
5
(loading). Untuk adaptasi terhadap stimulus mekanik, sel harus melakukan perubahan pada
transkripsi gen. Osteosit mendeteksi beban mekanik dan mentranslasi sel-sel efektor
Beberapa protein adhesi; contoh: Integrin memediasi regangan (strain) matriks
ekstraseluler terhadap jalur sinyal intraseluler. Sel-sel osteosit juga mendeteksi aliran fluida
melalui induksi stress kanal ion, gap junctions, dan silia primer. Sel menggunakan reseptor
transmembran spesifik seperti integrin untuk tambahan mekanis jaringan sitoskeletalnya
dengan matriks ekstraseluler.
Integrin, suatu protein transmembran yang dibentuk oleh 2 heterodimer α dan β, yang
mengikat matriks ekstraseluler di bagian luar sel dan terhubung dengan sitoskeleton aktin
melalui subunit β intraseluler pada area spesial yaitu fokal adhesi.
Cell-stimulating forces dimediasi melalui kompleks integrin-sitoskeleton dan ditransduksi
melalui membran sel dengan cara :
1.pengikatan ligand kepada integrin
2.transmisi sinyal ke dalam sel
Hasilnya, terjadi reorganisasi sitoskeleton, ekspresi gen, dan diferensiasi seluler.
Selain itu, sinyal dari sel juga bisa diteruskan melalui integrin dan regulasi afinitas integrin
pengikatan ligand dan adhesi sel. Dari sekian banyak integrin, αvβ3 yang dilaporkan
meregulasi regangan mekanik pada osteoblas. Integrin ini juga banyak diekspresi di osteosit
manusia.
Aliran fluida juga bisa menginduksi aktivitas seluler melalui silia primer. Silia primer
adalah proyek pemanjangan mikrovillar yang ditemukan pada permukaan, kebanyakan
didapat dari sel-sel seperti osteoblas dan osteoklas. Sel osteosit mendefleksi silia primernya
saat adanya aliran fluida dan meningkatkan ekspresi gen siklooksigenase 2 (COX2) walaupun
tanpa adanya Ca2+ fluks dan aktivasi regangan dari kanal ion. Stimulasi mekanik telah
terbukti secara in vivo dan in vitro dapat meningkatkan ekspresi Connexins ,komponen
molekular mayor pada gap junctions yang mana apabila ada suatu stimulasi mekanik dapat
meningkatkan komunikasi sel-sel melalui gap junctions.
6
Bagaimana osteosit meregulasi metabolisme tulang?
Aktivasi jalur sinyal di osteosit bisa menyebabkan respons cepat (immediate) atau
lambat (delayed) pada osteosit. Kedua mekanisme ini penting dalam regulasi osteoklas dan
osteoblas. Respon cepat bisa mengambil alih dan digunakan untuk mentransmisi efek tekanan
pada sel efektor tanpa aktivitas transkripsi yang cepat di dalam osteosit. Efek ini bisa
dimediasi melalui gap junctions, sebagai contoh : melalui aliran Kalsium interseluler yang
cepat. Aktivasi sel-sel efektor lain juga bisa terjadi dengan mensekresi substansi yang dapat
dibentuk tanpa aktivitas transkripsi seperti NO dan prostaglandin yang kedua-duanya
merupakan regulator poten terhadap aktivitas osteoblas dan osteoklas.
Transduksi sinyal yang direk melalui gap junctions juga merupakan contoh
mekanisme tipe parakrin. Dalam meregulasi komunikasi antara sel-sel osteosit, Connexin
membentuk peraturan hemichannels ( hemikanal ) di antara osteosit dan sekitar ekstraseluler.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak gen baik pengaturannya keatas
ataupun kebawah di dalam osteocytes terjadi setelah adanya suatu beban mekanis. Ekspresi
gen yang diubah merupakan regulator transkripsi penting c-jun dan c-FOS yang diamati
dalam merespon stimulus mekanik. Hal ini juga telah menunjukkan bahwa ekspresi DMP1
(promotor mineralisasi), dan MEPE (penghambat mineralisasi), meningkat secara bertahap
akibat beban. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah juga seluruh mineral metabolisme
tubuh bisa diatur dengan beban mekanis.
Mekanisme seluler.
Mekanotransduksi tulang melibatkan kanal ion (Mechanosensitive dan L-type),
adhesi fokal , dan diduga melibatkan G protein-coupled mechanotransducer. Kunci protein
adhesi fokal yang terlibat dalam mekanotransduksi belum teridentifikasi. Ada kemungkinan
bahwa matriks ekstraseluler yang berkoneksi pada gerakan sitoskeleton, terutama sebagai
penguat dari sinyal mekanik, berperan bukan sebagai mechanotransducers yang aktual.
Reseptor P2Y2 ATP merupakan calon mechanotransducer G protein-coupled. Reseptor ini
dilepaskan dari sel-sel tulang, yang terjadi dalam satu menit setelah stimulasi mekanis,
dengan sinyal kalsium intraseluler. Reseptor P2X7 adalah
ATP-gated ion channel yang mungkin lintasan sinyal kedua paling utama untuk
7
mekanotransduksi. Sinyal P2X7 secara direk terkait dengan pelepasan prostaglandin pada
sel-sel tulang.
Prostaglandin dan Nitric Oxide (NO) adalah mediator biokimia penting dari
pembebanan mekanik (mechanically loading) dalam tulang. Prostaglandin tertentu, terutama
PGE2, yang secara anabolik merangsang aktivitas osteoblas dan pembentukan tulang baru.
Efek anabolik dari PGE2 dimediasi melalui reseptor prostaglandin EP4, menunjukkan bahwa
aliran sinyal dari EP4 penting dalam sintesis matriks tulang.
NO adalah inhibitor kuat resorpsi tulang, yang bekerja sebagian dengan menekan
ekspresi RANK-L dan ekspresi kenaikan OPG yang pada akhirnya dapat menyebabkan
penurunan perekrutan osteoklas.
Ada beberapa contoh hormon yang dapat memperkuat atau mentransduksi pengaruh
pembebanan mekanik (mechanical loading); termasuk hormon paratiroid (PTH) atau fragmen
1 - 34 PTH, estrogen, dan insulin-like Growth Factor.
Salah satu peristiwa utama yang menghubungkan beban mekanis dalam pembentukan
tulang adalah Wnt signaling ( pensinyalan Wnt) melalui reseptor LRP5. Orang dengan
mutasi aktifasi LRP5 memiliki massa tulang yang tinggi dan meningkatkan kekuatan tulang.
Adanya mutasi pada reseptor dianggap menghambat pengikatan antagonis yang disebut
Dickkopf related-protein (DKK). Langkah penting dalam kaskade aliran sinyal dari reseptor
LRP5 adalah glikogen sintase kinase 3 (GSK3), yang harusnya tidak diaktifkan sebelum
isyarat nukleus dan ekspresi gen dapat terjadi. Obat yang menekan GSK3, menstimulasikan
efek dari sinyal melalui reseptor LRP5, meningkatkan pembentukan tulang. Secara ringkas,
proses biologi yang terlibat dalam mekanotransduksi tulang tetap kurang dipahami, tetapi
beberapa jalur muncul melalui penelitian-penelitian saat ini,
termasuk saluran ion membran, sinyal ATP, dan second messenger seperti prostaglandin dan
Nitric Oxide.
Model mekanotransduksi dalam tulang. Geseran fluida pada osteosit (Ocy) menginduksi
masuknya Ca²⁺ ekstraseluler melalui voltage-sensitive channel (V) dan mungkin
mechanosensitive (M) channel. Tegangan juga meningkatkan pelepasan ATP, yang mengikat
pada reseptor purinergic P2X (ionotropic) dan P2Y (metabotropic). Sinyal melalui P2Y
diperlukan untuk pelepasan Ca²⁺ dari intraseluler melalui GQ - PLC - jalur IP3 - PIP2.
8
Pelepasan ATP menyebabkan pelepasan PGE2 melalui aliran sinyal dari reseptor P2X7.
PGE2 mengikat dan memberi sinyal melalui salah satu EP
reseptor, umumnya EP4 dan / atau EP2, dan akhirnya hasil dalam pembentukan tulang
ditingkatkan.
PTH signaling (Pensinyalan Hormon Paratiroid) juga tampaknya diperlukan untuk
terjadinya suatu mekanotransduksi, tetapi jalur intraseluler yang terlibat tidak dipahami
( masih dipertanyakan).
Wnt signaling (Pensinyalan Wnt) melalui reseptor LRP5, yang bertindak melalui beta-
katenin (β-cat) yang bertranslokasi dengan inti, juga tampaknya penting dalam pembentukan
tulang yang diinduksi secara mekanis. Tekanan dalam rongga sumsum dan / atau gaya geser
cairan (fluid shear forces) pada sel stroma sumsum (MSC) dapat merangsang aktivitas Nitric
Oxide Syntase (NOS) dan pelepasan NO. NO merupakan inhibitor kuat resorpsi tulang dan
mungkin bertindak dengan menghambat ekspresi RANK-L, sambil meningkatkan produksi
osteoprotegerin (OPG).
Pembebanan mekanis memerlukan sinyal melalui reseptor LRP5 untuk menginisiasi formasi
tulang. Sinyal ini diinisiasikan oleh Wnt yang akan berikatan dengan kompleks reseptor yang
terdiri dari LRP5 dan Frizzled. Sinyal Wnt bisa dihambat oleh Dickkopf related protein (Dkk)
apabila ia berikatan dengan LRP5 dan Kremen. Sclerostin (Sclr) menghambat sinyal Wnt
dengan mengikat LRP5 dan secreted Frizzled-related protein (sFrp). Setiap inhibitor ini
menghalangi proses mekanotransduksi dan mengurangi formasi tulang.
FRAKTUR TULANG
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang
patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di
9
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi.
PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai
keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa
fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak
seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka
dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya
segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan
disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang
yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
10
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari
periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang
tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini
terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat
pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan
seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan
osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga
merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang
yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus
akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini,
perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
11
tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
KOMPLIKASI FRAKTUR
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi
pernafasan.
b. Komplikasi Lokal
Komplikasi dini
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non
union
3. Terputusnya serabut Otot
Komplikasi lanjut
Delayed union, Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada
ujung-ujung fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal
dilakukan Osteotomi. Bila > 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union,dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Mal union, penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Osteomielitis dan Kekakuan sendi
KESIMPULAN
Saat ini, pengaruh faktor mekanik pada perbaikan fraktur telah ditunjukkan dengan
meyakinkan namun proses melalui mana faktor-faktor ini mempengaruhi penyembuhan
belum sepenuhnya ditetapkan. Identitas dari rangsangan mekanik kunci masih perlu 12
dibuktikan, dan mekanisme mekanotransduksi perlu diperjelas. Untungnya, terdapat banyak
bantuan peralatan dalam perekayasaan dan biologi molekuler yang tersedia untuk aplikasi
dikedua wilayah studi ini. Banyak kemajuan sampai saat ini telah datang dari kombinasi in
vivo dan uji in vitro, dan menyikapi tantangan yang masih ada di dalam memahami peran
mekanotransduksi dalam perbaikan fraktur akan terus memerlukan pendekatan yang beragam
dan multidisiplin. Meskipun penelitian ini dapat paling langsung diterapkan pada pengobatan
fraktur yang menunjukkan ketertundaan (delayed) atau gangguan penyembuhan, pemahaman
yang lebih baik tentang pengaruh faktor mekanik pada penyembuhan tulang juga akan tidak
diragukan lagi manfaatnya bagi penyembuhan, regenerasi, dan perekayasaan dari jaringan
skelet lainnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Chenyu Huang*., Rei Ogawa**Department of Plastic, Reconstructive and Aesthetic
Surgery, Nippon Medical School, Tokyo, Japan, and †Department of Plastic Surgery,
Meitan General Hospital, Beijing, China, 2010, The FASEB Journal,review :
Mechanotransduction in bone repair and regeneration.
2. Fx Hendroyono, RSUD Kota Bekasi, 2009, Mechanotransduction, ,Modelling and
Remodelling
3. http://seekerofthetruth12.wordpress.com/2010/12/14/bone-healing-komplikasi-dan-prognosis-
fraktur /
4. Loudon JK, Santos MJ, Franks L, et al. The effectiveness of active exercise as anintervention for functional ankle instability: A systematic review. Sports Med2008;38:553–63.
14
15
16
top related