managemen syok

Post on 22-Dec-2015

123 Views

Category:

Documents

10 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Bedah Orthopedi

TRANSCRIPT

MANAGEMEN SYOK

Patofisiologi

Perfusi jaringan tergantung 3 faktor :• Kardiak output• Volume darah• Tekanan perifer (peripheral vasomotor tone)

Apabila salah satu faktor terganggu (kacau) dan yang lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok.

Apabila terjadi syok kardiak output , Tekanan perifer (vasokontriksi) hipotensi, hipoperfusi, memicu laktik asidosis, oliguria, ileus.

Apabila tekanan ateri rendah sekali disfungsi serebral maupun miokard.

Diagnosis

• Tekanan sistole kurang dari 100 mmHg atau 10% dari rata-rata sebelumnya.

• Hipoperfusi sistim saraf sentral dengan manifestasi konfuse, letargi, agitasi atau koma.

• Hipoperfusi perifer dengan manifestasi terasa dingin akral, sianotik pada kulitnya.

• Produksi urine kurang dari 0,5 ml/kg/jam

HIMODINAMIK MONITORING

A. Artireal Blood Pressure

Dengan sphygnomonometer biasanya tidak adekuat

maka segera pasang intra arterial blood pressure bisa di

radial, brachial femoral, dorsalis Pedis (resiko infeksi

dan iskemi)

B. Central Vinous Pressure (CVP)

CONTINUING MONITORING

C. Pulmonary Artery Pressure Monitoring

Dengan Swan-Gan cateter, secara tidak langsung juga mengukur LVEDP (Left Ventriculer End Diastolik Pressure) sekaligus mengukur tekanan atrium, ventrikel kanan dan arteri pulmonal, saturasi oksigen campuran vena dan kardiak output dengan bantuan fluoroscopy.

Tapi ingat bahayanya :

Disritmia, RBBB, infark pulmonal ruptur arteri pulmonal, ruptur balon endocardial damage, chordae tindineae, muskulus papiler dan cateter “Knotting”.

CONTINUING MONITORING

D. Ukuran Tambahan

Monitor sensorium, produksi urin, suhu kulit, serebral,

renal, aliran darah kutan, dll.

Managemen

A. Pada saat belum terdiagnosa jenisnya :

1. Usahakan terjamin jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.

a. Usahakan tekanan PaO2 minimal 60 mmHg.

b. Inkubasi perlu dilakukan bila tekanan udara terlihat hampa, terutama PaO2 kurang dari 60 mmHg dengan “face mask” Fl O2 atau pada tekanan PaO2 lebih dari 55 mmHg.

c. Semua pasien diberikan suplemen oksigen sampai adekuat oksigenasinya.

2. Pemasangan infus i.v

a. Pasang infus (bisa) terutama bila hipovolemik syok.

b. CVP (central venous pressure) line, bila syok berat untuk monitor cairan masuk.

c. Pemasangan Swan-Ganz kateter pada kasus kardiogenik syok yang dicurigai.

3. Perbaiki status volume cairan

a. Beri cairan bolus 250-500 ml dlm 15 menit, awasi : tekanan darah, denyut nadi, tekanan vena leher dan awasi edema paru. Bila tidak ada overload paru, beri 1-2 liter normal saline i.v. dalam 30-60 menit dan lanjutkan kebutuhan cairan ini dengan pengawasan vital sign, CVP, pemeriksaan parunya.

b. Apabila masih terjadi hipotensi walaupun cairan sudah tercukupi, berikan dopamine 400 mg dalam 500 ml 5% dektrose dimulai 2-5 g/kg/menit, ditritasi sampai tekanan darah > 90 mmHg.

c. Usahakan produksi urine lebih dari 0,5 ml/kg/jam.

Managemen penyebab spesifik

B. Pada hipovolemik syok :

1. Perdarahan akut

a. Pasang 2 alur i.v. infus besar. Beri 1-2 liter normal saline i.v 30-60 menit, monitor edema paru.

b. Beri “packed red blood cell” secukupnya untuk mencapai hematokrit 30%. Berikan 1-2 unit “fresh-frozen plasma” setiap pemberian 4 unit darah.

c. Identifikasi tempat perdarahan dan obati sebaik mungkin.

2. Kehilangan cairan lewat gastrointestinal

a. Beri 1-2 liter normal saline i.v. 30-60 menit dan cairan dosis pemeliharaan, monitor vital sign, CVP, edema paru.

b. Cek elektrolit dan koreksi yang abnormal.

c. Tentukan penyebab diarhe dan obati.

C. Distributive syok

1. Sepsis

a. Beri 1-2 liter normal saline i.v 30-60 menit, monitor tekanan darah, nadi, cek paru terhadap resiko edema.

b. Bila tetap hipotensi walaupun penggantian cairan sudah adekuat, beri dopamine 500 mg dalam 500 ml D5 dimulai 2-5 g/kg/menit dan dosis ditritasi sampai tekanan darah mencapai diatas 90 mmHg.

c. Beri antibiotika yang sesuai penyebab kuman.

d. Glucocorticoid (hidrocortison 100 mg i.v. tiap 6 jam) sangat diperlukan apabila syok disertai tanda-tanda adrenal insufisiensi, atau hipotiroid

2. Anapilasi

a. Epinephrine (pada suspek syok dan edema laringeal) dosis : 0,3-0,5 ml of 1 : 1000 solution, bisa subkutan/im. Apabila hipotensi berat : berikan i.v. lewat drip (establish intravenous access 3-5 ml of 1 : 1000 solution)

b. Apabila pasien tetap hipotensi, posisi trendelenburg dan beri bolus 250-500 ml normal saline dan dapat dimulai dopamine bila tidak ada respon.

c. Apabila pasien menggunakan bloker sebelumnya dan kondisi seperti di atas, maka beri glukagon 5-10 mg i.v

d. Apabila jelas ada terlihat tempat gigitan serangga, bekas suntikan penyebab anapilaksi, injeksikan epinephrin dekat lokasi diatas dan pasang tourniquet pada ekstremitas untuk mengurangi absorbsi alergen. Kalau diduga penyebab anapilaksi alergen lewat oral, maka oral charcoal 100 mg dapat diberikan.

e. Diphenhydramine (antihistamin) 1 ml/kg, ranitidine 1 mg/kg dan hidrocortison 1,5 mg/kg i.v.

f. Bila terjadi bronchospasme, beri inhaled apinephrine dan i.v aminophylline 4 mg/kg selama diatas 20 menit.

g. Bila sudah terjadi respon dini, aerasi 6-8 jam oleh karena bisa serangan lagi setelah terapi pertama.

D. Cardiogenik syok

1. Bila hipotensi berat, infus dopamine segera.

2. Beri i.v normal saline kontinyu bila PCWP (pulmonary catheter wedge pressure) kurang dari 15 mmHg dan dipertahankan dibawah 18 mmHg.

3. Bila kardiak output menurun, infuse dobutamine 250 mg dalam 250 ml D5 dalam cairan dengan dosis 2,5-20 g/kg/menit.

4. Apabila tahanan sistemik vaskuler perifer meningkat, maka after load diturunkan dengan netroprusside agar pasien tidak hipotensi berat. 50 mg nitroprusside dalam 500 ml D5 mulai 0,5-0,8 g/kg/menit variasi antara 20 sampai 200 g/menit, jaga PCWP diatas 15 mmHg.

5. Hipotensi refrakter dengan terapi diatas mungkin perlu “intra aortic ballon pump” atau pembedahan untuk mengatasi problem mekanis seperti ruptura valve atau septum.

E. Obstruksi syok

Emboli paru Adalah obstruksi bagian arteri pulmonal oleh trombus atau material asing.

Predisposisi status vena dan emboli :

1. Obesitas2. Immobilisasi3. Trauma4. “venous disease”5. Penyakit jantung6. Neoplasma7. Kehamilan8. Umur > 60 tahun

Subtan-subtan dapat menjadi emboli“tumor cells”, fat, sumsum tulang, cairan amnion, udara cotton fiber

Paling cepat dapat menimbulkan emboli adalah daerah yang lambat aliran venanya yaitu daerah “deep venous system” pada ekstremitas bawah.

Tetapi dapat juga dari vena-vena di pelvik, vena cava, atrium maupun ventrikel kanan.

Terapi :

Non farmakologi : oksigen inth koreksi hipoksemia.

Farmakologi : 1. i.v hepatin terapi2. Trombolitik terapi : streptokinase inj. i.v3. Kronik managemen : bisa warfarin (oral)/heparin

subkutan.

Tindakan / surgical terapi :4. Vena caval interruption5. Embolectomy.

Rujukan :

Stein J.H Lange, Clinical Manual, Internal Medicine, Diagnosis & Therapy 3rd edition.

Terima Kasih

top related