makalah wacana penghapusan pbb
Post on 18-Aug-2015
155 Views
Preview:
TRANSCRIPT
WACANA PENGHAPUSAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus Penghapusan PBB pada Kabupaten Manokwari)
Oleh :
Alfred I. Stefanus 2012-66-066
JURUSAN MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAPUA2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul Wacana Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan. Tugas makalah ini
saya susun guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Perpajakan. saya
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat dan nantinya dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi saya. Harapan saya, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi saya
dan juga bagi para pembaca. Akhir kata saya ucapkan Terima kasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
BAB II. Landasan Teori
2.1 Pengertian Pajak 7
2.2 Pajak Bumi dan Bangunan 7
2.3 Asas Pemungutan Pajak 9
2.4 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan 10
BAB III. Pembahasan 11
3.1 Wacana Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 11
3.2 Tanggapan Pengamat tentang Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 15
3.3 Upaya-upaya pemerintah dalam mengatur kebijakan
Penghapusan PBB melalui Analisis SWOT 18
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan 21
4.2 Saran 22
BAB V
Daftar Pustaka 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang menggantungkan pendapatannya
pada penghasilan pajak, salah satunya pajak bumi dan bangunan.Peran pajak
dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai basis material dan darah kehidupan
(lifeblood) bagi negara dan roda kekuasaanya.Dalam catatan sejarah, tidak ada
negaraotoriter maupun demokratis yang dapat bertahan hidup dan menjalankan
roda kekuasaannya tanpa adanya pajak dari rakyat. Sehingga dapat diteorikan,
apabila basis material dan darahkehidupan ini “pajak” bisa berjalan dengan lancar
baik dari segi penganggaran maupunpembelanjaannya, akan tercipta suatu negara
yang sejahtera. Pajak dibayar, negara tegak; pajak diboikot negara ambruk.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.Mengisyaratkan bahwa diperlukan adanya pembaruan sistem perpajakan
guna meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai
pembangunan yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri, karena semakin
meningkatnya penerimaan yang bersumber dari dalam negeri akan semakin
meningkat pula kemandirian dalam pembiayaan pelaksanaan pembangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan bagian terpenting dari denyut nadi
perekonomian suatu Negara, dengan pemungutan pajak Negara dapat
memakmurkan rakyat dan dapat membiayai rumah tangga Negara itu sendiri,
namun kendalanya selama ini pajak masih di andalkan untuk pendapatan Negara
yang paling banyak dan menempatai urutan pertama dalam APBN. Potensi Pajak
Bumi dan Bangunan di Indonesia sangat luar biasa, tetapi pemanfaatannya kurang
maksimal sehingga kesejahtraan masyarakat tidak bisa terjamin dan masih banyak
4
rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.Peran Pajak Bumi dan Bangunan
dalam mewujudkan perekonomian serta untuk membangun Negara sangat
potensial sehingga diperlukan suatu kesadaran dalam membayar pajak. Pajak
bumi dan bangunan dalam hal ini juga dapat merangsang pertumbuhan dan
pemberdayaan daerah, dengan hasil yang didapatkan dari Pajak Bumi dan
Bangunan harapan besar ketika dikembalikan ke daerah dapat dimanfaatkan
dengan baik dan sesuai keinginan rakyatnya.
Proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sudah menjadi kerangka
yang sangat ideal, apali sebagian besar dari dana pendapatan di kemabalikan lagi
ke daerah dalam bentuk DAK, DAU, dsb. Walaupun sebenarnya banyak sekali
sektor pendapatan negara ini yang telah dikembangkan untuk meningkatkan
anggaran negara.Mulai dari pemanfatan sumber daya alamyang melimpah sampai
penyelenggaraan usaha-usaha perusahaan negara.Akan tetapi sektorsektortersebut
masih belum bisa membawa negara ke jenjang yang lebih baik seperti yang
diharapkan.Pajak ditinjau dari prespektif ekonomi dapat dipahami sebagai
paralihan sumber dayadari sektor privat (swasta) ke sektor publik (pemerintah).
Pemahaman seperti ini paling tidak memberikan gambaran bahwa dengan
adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.Pertama, berkurangnya
kemampuan individu atau perusahaan dalam menguasai sumber daya untuk
penguasaan barang dan jasa.Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara
dan daerah dalam penyediaan barang dan jasa untuk menuju kesejahteraan
masyarakat. Namun sekarang telah munculnya berita tentang penghapusan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Indonesia.Pertanyaannya adalah, “bagaimana
Negara Indonesia membiayai kebutuhan yang telah dianggarkan dalam APBN?”
dan “Bagaimana nanti Pemerintah Daerah membiayai kebutuhan yang harus di
pesuhi dalam sebuah Propinsi secara khusus Propinsi Papua Barat dan Kabupaten
Manokwari?”
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan pokok dalam penulisan tugas ini adalah sebagai berikut:
a. Apa itu Pajak.?
b. Wacana Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten
Manokwari.
c. Upaya-upaya pemerintah dalam mengatur kebijakan agar meningkatkan
kesejahteraan rakyat berdasarkan Analisis SWOT.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir mengenai wacana
penghapusan PBB bagi wajib pajak di Kabupaten Manokwari adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui apa sebenarnya pajak itu dan kegunaanya.
b. Mensosialialisasikan Wacana Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten Manokwari.
c. Mengetahui upaya-upaya pemerintah dalam mengatur kebijakan agar
meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui Analisis SWOT.
1.4. Manfaat Penulisan
Penelitian dalam tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kegunaan berupa:
1.4.1 Kegunaan teoritis
Penulis berharap hasil penulisan tugas ini mampu memenuhi tugas mata
kuliah dari dosen mata kuliah perpajakan.
1.4.2 Kegunaan praktis
Selain kegunaan teoritis, hasil penulisan yang dilakukan penulis diharapkan
juga mampu menghasilkan sumbangan praktis yaitu memberikan wacana
akademis kepada semua pihak yang terkait dengan masalah perpajakan
khususnya bagi wajib pajak tentang wacana penghapusan PBB.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yang
dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah :
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani:
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Kemudian menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas
Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment”.
2.2 Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan dan/atau dapat dikatakan PBB adalah pajak
atas harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax).
Jadi sudah jelas bagi kita bahwa Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
adalah tanah dan atau bangunan sedangkan yang dimaksud dengan Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan yang
menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau
7
bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa). Pajak bumi dan bangunan terdiri
dari beberapa instrument yaitu :
1. Bumi
Bumi sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994 tanggal 9 November 1994 adalah
permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang,
dan lain-lain.
2. Bangunan
Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994 tanggal 9
November 1994 adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.
Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai,
dan lain-lain.
Bangunan menurut PSAP no.7 mengenai akuntansi aset tetap
gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang
diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah dalam kondisi siapa dipakai.
3. Tanah
Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam PSAK no.47 mengenai
akuntansi tanah, terdiri atas tanah dalam negeri dan tanah luar negeri.
Tanah dalam negeri adalah tanah yang berada di wilayah geografis
Indonesia, terbagi menjadi tiga wilayah: yaitu wilayah kawasan berikat,
wilayah yurisdiksi negara perwakilan, dan wilayah pabean. Hukum
pertanahan mengatur secara umum hak-hak atas tanah kedua wilayah
tersebut, dan mengatur secara khusus wilayah berikat. Wilayah yurisdiksi
8
negara perwakilan terkait dengan kantor perwakilan negara asing atau
wilayah kedutaan, sedangkan tanah luar negeri adalah tanah yang berada di
luar wilayah Indonesia, berada pada wilayah hukum pertanahan lain di luar
hukum pertanahan Indonesia. Substansi aktiva tetap tanah dalam kaidah
hukum tersebut adakalanya menyebabkan pencatatan manfaat ekonomik
dari kepemilikan absolut dan penggunaannya ke dalam kelompok aktiva
tetap.
2.3 Asas Pemungutan Pajak
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi
wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya di saat wajib pajak baru
menerima penghasilannya atau di saat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan
pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
9
2.4 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam mewujudkan atau merealisasikannya, Pajak Bumi dan Bangunan juga
diatur oleh Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri Keuangan. Jadi
sebagai acuan untuk pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai
berikut:
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya
Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara
Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/1985 tentang Tata Cara
Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dan penunjukan Pejabat yang
berwenang mengeluarkan surat paksa.
5. Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK/1985 tentang pelimpaham
wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan / Bupati/ Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II.
6. Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK. 04/1998 tentang penentuan
Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
7. Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian
besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai dasar
penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
8. Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK. 04/2002 sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan No. 552/KMK. 03/2002 tentang Pembagian Hasil
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Wacana Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
1. Mulai 2016 Pajak Bumi dan Bangunan dihapus
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menargetkan pemberlakuan bebas pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) bagi rumah huni, tempat ibadah dan bangunan sosial mulai 2016.
"Kemungkinan diberlakukan pada 2016 untuk dilakukan kajian terlebih
dahulu," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan
Baldan.Menurut Ferry pembayaran PBB setiap tahun hanya dikenakan
terhadap bangunan komersial seperti rumah toko, pusat perbelanjaan,
gedung perkantoran dan restoran.Dia menyatakan, seperti dikutip Antara,
pembayaran PBB setiap tahun membebani masyarakat penghuni rumah
nonkomersial.Ferry menjelaskan pemerintah hanya akan memungut biaya
PBB terhadap masyarakat saat awal pembelian lahan tanah atau rumah huni.
Selain itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan menghapus
pencantuman komponen Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lembaran
pembayaran PBB.Terkait potensi kehilangan pendapatan pajak dari PBB,
Ferry menyatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan Bambang
Brodjonegoro. "Saya sudah sampaikan kepada Menteri Keuangan untuk
membahas rencana penghapusan PBB," ujar Ferry. Menurutnya, Menteri
Keuangan siap berkonsultasi mengenai bebas pungutan PBB bagi rumah
huni setiap tahun itu namun menunggu waktu yang tepat karena sibuk
mempersiapkan RAPBN.Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN juga
telah memberitahukan kepada pengusaha properti terkait rencana
penghapusan komponen NJOP pada komponen harga jual rumah.
11
2. Wacana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Depok.
Wacana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Depokmengancam kurangnya
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Depok. Bila ini direalisasikan maka
Pemkot Depok akan kehilangan pendapatan sekitar Rp355 miliar.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan, sebelum diberlakukan
seharusnya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Karena PBB dan BPHTB
merupakan pos pemasukan strategis bagi kota yang tak punya sumber daya
alam seperti Depok. "PAD Depok saat ini sekitar Rp600 miliar per
tahun.Sebanyak 50% berasal dari PBB dan BPHTB.Kalau dua sumber ini
dihapus, tentunya kita kehilangan PAD sangat besar," ungkap Nur Mahmudi
di Depok, Selasa 17 Februari kemarin.Nur Mahmudi mengaku tak bisa
berbuat apa-apa jika itu sudah menjadi keputusan pusat.Tapi diingatkan dia,
pemerintah pusat harus siap jika nantinya pembangunan di daerah jadi
terlambat.
3. Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta akan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD)
sebesar Rp13 triliun bila rencana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
direalisasikan. Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang
Setyowidodo mengungkapkan, bila benar-benar teralisasi penghapusan PBB
dan BPHTB tentunya akan berimbas kepada PAD Jakarta."Kalau terealisasi
potensi kehilangan PAD bisa mencapai Rp13 triliun," ungkap Agus
Bambang Setyowidodo, di Balai Kota, Jumat (6/2/2015).
Dia menjelaskan, pada APBD DKI 2015 ini ditargetkan PAD dari PBB-P2
sebesar Rp7,5 triliun. Sedangkan, BPHTB ditargetkan mencapai Rp5,5
triliun. Target PAD dari dua sektor ini meningkat dibandingkan 2014 lalu,
sebesar Rp6,5 triliun untuk PBB-P2 dan Rp5 triliun dari BPHTB.
12
"Bila penghapusan PBB dan BPHTB direalisasikan kemungkinan akan ada
evaluasi kembali pada APBD dari sektor pendapatan dan juga belanja,"
ujarnya.Meski demikian, Agus mengaku optimis pemerintah pusat memiliki
kebijakan alternatif untuk menutupi penghapusan PBB dan BPHTB.
4. Bandung terancam kehilangan 70 Miliar dari PBB.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Barat, Sunatra menyebutkan
Kabupaten Bandung akan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) Rp 70
miliar jika pajak bumi dan bangunan (PBB) dihapuskan oleh pemerintah.
"Sebagai contoh, jika PBB jadi dihapuskan maka Kabupaten Bandung bisa
kehilangan pendapatan asli daerah sebanyak Rp 70 miliar.Karena 80 persen
PBB ini disalurkan ke desa," katanya di Bandung.
Sehingga, ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali
rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Ferry Mursyidan Baldan yang akan menghapus PBB untuk rumah
hunian/tinggal menengah ke bawah. "Dihapus sama sekali PBB, maka PAD
di kabupaten/kota akan terkoreksi signifikan bagi pembiayaan
pembangunan, terutama pembangunan desa dan bagi rakyat bentuk
partisipasi bagi pembangunan akan tidak ada," katanya.Ia menuturkan, jika
PBB ini dihapuskan maka hal tersebut akan membuat koreksi pada APBD
kabupaten/kota di Indonesia. "Maka hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas pembangunan di daerah tersebut," kata dia.Ia malah menyarankan
agar pemerintah tidak jadi menghapus PBB namun menurunkan nilai jual
objek pajak (NJOP). "Lima kota besar Indonesia, salah satunya
Bandung.Sebanyak 2/3 tanahnya sudah dikuasi golongan tertentu.Kami
meminta menteri membenahi masalah tanah itu.
5. Penghapusan PBB di Nusa Tengara Timur Picu Permasalahan Baru
Rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai wujud nyata
memperkokoh kehadiran negara dalam masalah pertanahan akan
memunculkan persoalan baru di daerah."Daerah akan kehilangan banyak
13
penghasilan yang diperoleh untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan," kata Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Frans Salem di Kupang.Dia mengatakan sebagian besar pendapatan asli
daerah (PAD) yang selama ini dijadikan sebagai salah satu sumber
pembiayaan pelaksanaan pembangunan masyarakat di daerah, berasal dari
pajak termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PPB).Kerana itu, katanya, jika
kebijakan menghapus pajak diterapkan maka hal itu menjadi ancaman
menurunnya PAD disetiap daerah."Dan ini akan timbul persoalan baru.
Mantan Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur itu menjelaskan bahwa sumber penerimaan pajak adalah
PBB dan bea atas tanah dan bangunan. Berapa pun PAD di suatu daerah,
sebagian besar dipastikan dari pajak sehingga perlu dilakukan kajian rencana
penghapusan pajak oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, katanya."Pajak itu dijemput langsung dari rakyat baik
di derah pedesaan maupun perkotaan sehingga harus dikaji dengan baik
rencana penghapusan pajak karena dampaknya pasti PAD menurun,"
katanya.Pajak merupakan salah satu sumber PAD yang besar karena ada
kaitan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).Semakin tinggi NJOP,
semakin tinggi pula pajak di suatu daerah.Karena itu, rencana penghapusan
pajak harus dikaji lebih baik sebab setiap orang yang memiliki lahan pasti
dikenakan pajak.Menurut dia, umumnya pajak di setiap kabupaten/kota
sangat menjanjikan.Khususnya di daerah pariwisata, PAD-nya sering
meningkat dari tahun ke tahun karena adanya pajak hotel dan restoran.
Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kota Kupang Jefry
Pelt, terpisah mengatakan, Pemerintah Kota Kupang akan kehilangan
pendapatan asli daerah (PAD) sektor pajak sebesar Rp7,6 miliar, jika
Pemerintah Pusat menerapkan kebijakan penghapusan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Dia menyebutkan bahwa pada tahun 2014, PAD Kota
Kupang sebesar Rp112,5 miliar, sebagian di antaranya berasal dari pajak
sebesar Rp56,3 miliar dan retribusi sebesar Rp22,6 miliar. Pendapatan
14
lainnya berasal dari perusahaan daerah dan penerimaan lain dari pihak
ketiga. Kendati dinilai kecil, kehilangan pendapatan sebesar itu
mempengaruhi struktur dan postur pendapatan bagi daerah, yang nantinya
akan berujung kepada pelaksanaan pembangunan di daerah.
3.2 Tanggapan Pengamat tentang Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).a. Yustinus Prastowo
Lahir di Gunungkidul, Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan di STAN
Jakarta, Magister Ilmu Filsafat STF Driyarkara, dan Magister Administrasi
dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia.
Pernah bekerja di Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan RI (1977-
2010), Recearch Associate Perkumpulan Prakarsa, Peneliti Senior Komisi
Anggaran Independen (KAI), Tax Partner RSM AAJ, dan kini sebagai
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta.
Dia juga menjadi pengajar di beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta
dan pendidikan kurator di Asosiasi Kurator dan Pengurusan Indonesia
(AKPI) Kemenkumham, narasumber berbagai seminar dan pelatihan pajak,
talkshow di televisi, dan penulisan. Artikelnya tersebar di Kompas, Koran
Tempo, Indonesia Tax Review, Majalah Pajak, Majalah Basis, Jurnal
Response. Beliau berpendapat bahwa jika Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dihapuskan, maka pemerintah harus segera memikirkan penggantinya.
Kendati demikian, dia menilai bahwa penghapusan PBB tak akan terjadi.
Pasalnya, jika sampai terjadi, pemerintah akan bekerja keras untuk
melakukan amandemen Undang-undang (UU) tentang PBB. "Saya kira
tidak (dihapus) karena ini akan mengubah undang-undang, termasuk
mengubah undang-undang retribusi daerah.Sementara kalau dilihat di 2015,
tidak ada dalam ketetapan UU itu masuk ke program legislasi nasional.
Karena itu, dia menuturkan, amandemen UU tidak akan selesai tahun depan
selesai.
15
"Karena itu secara ide masih dipertanyakan, dan juga secara teknis
operasioanal tidak mungkin direalisasikan dalam waktu dekat.Karena itu, dia
menilai bahwa pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry M Baldan
soal penghapusan PBB adalah suatu bentuk kurangnya koordinasi antar
pemerintahan.Pasalnya, tak seharusnya menteri teknis mengumbar kepada
publik soal pernyataan tersebut.Apalagi menjadi konsumsi di ranah media
sebelum dikoordinasikan dengan kementerian internal."Pemerintah tampak
kurang koordinasi.Seharusnya menteri teknis tidak mengusulkan ini kepada
publik, sehingga ada pembicaraan panjang di ranah media karena soal
pemungutan pajak dan PBB domainnya Kemenkeu dan Kemendagri,"
Menurut Prastowo, menteri teknis hanya mengusulkan dan tidak
mempublikasikan seolah-olah penghapusan ini menggalang dukungan untuk
menekan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
b. Prof.Dr.I Wayan Windia,SH,M.SiBeliau adalah Ketua Pusat Penelitian Subak dan juga Guru Besar Universitas
Udayana.Beliau mengataan bahwa pajak bumi dan bangunan (PBB) sudah
lama mengundang kontroversi, karena petani menganggap sebagai "hantu"
yang secara perlahan mematikan sektor pertanian."Hal itu karena PBB
hampir setiap dua tahun nilainya dinaikkan, sesuai dengan perkembangan
inflasi,".Ia mengatakan, kenaikan nilai PBB juga akibat dasar pengenaan
pajak adalah lokasi sawah atau nilai jual objek pajak (NJOP). Tampaknya,
inilah UU pajak yang paling diskriminatif, memihak investor, dan
mematikan kaum tani."Padahal petani kini sudah berada dalam kondisi
setengah-hidup," ujar mantan anggota DPR RI dengan melontarkan nada
tanya, kenapa kaum tani dikenakan pajak atas dasar nilai asset-nya.
Padahal kaum pegawai negeri sipil (PNS), sektor sekunder dan tersier, justru
dikenakan pajak atas dasar produktivitas dan pendapatannya.
"Kalau begini, percuma saja kaum birokrat berkaok-kaok untuk mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan juga percuma saja ada UU No.41,
16
tentang lahan pertanian yang berkelanjutan," katanya.Windia menjelaskan,
kenyataan di lapangan banyak petani terpaksa harus menjual sawahnya,
karena tekanan pajak PBB yang mematikan."Dalam hal pajak PBB, saya
pernah adu pendapat dengan mantan Mentan Prof Bungaran Saragih di Bank
Indonesia. Dikatakan bahwa porsi pajak PBB dalam total biaya usahatani
sangat kecil," katanya. "Oleh karenanya, tidak ada pengaruh apa-apa
terhadap proses usahatani. Lalu saya katakan bahwa tidak selamanya porsi
pajak PBB sangat kecil seperti itu. Bahkan kalau di perkotaan, porsi pajak
PBB hampir 1000 persen dari total biaya usahatani,".Namun di pedesaan
bisa mencapai 10 persen, meskipun kecil namun petani harus punya uang
kontan untuk membayar pajak tersebut.Padahal mereka nyaris tidak punya
uang kontan, karena uangnya sudah habis untuk keperluan konsumsi.
Sementara itu, tagihan pajak PBB umumnya dilaksanakan pada waktu petani
sedang melakukan pengolahan tanah.Akibatnya, mereka tidak bisa
membayar pajak PBB tepat waktu, dan akhirnya kena denda.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dihapuskan, maka pemerintah harus
segera memikirkan penggantinya.Kendati demikian, dia menilai bahwa
penghapusan PBB tak akan terjadi. Pasalnya, jika sampai terjadi, pemerintah
akan bekerja keras untuk melakukan amandemen Undang-undang (UU)
tentang PBB. "Saya kira tidak (dihapus) karena ini akan mengubah undang-
undang, termasuk mengubah undang-undang retribusi daerah. Sementara
kalau dilihat di 2015, tidak ada dalam ketetapan UU itu masuk ke program
legislasi nasional.Karena itu, dia menuturkan, amandemen UU tidak akan
selesai tahun depan selesai.
17
3.3 Upaya-upaya pemerintah dalam mengatur kebijakan Penghapusan PBB
melalui Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis maupun kebijakan-kebijakan. Keempat faktor itulah yang membentuk
akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis maupun
kebijakan- kebijakan dalam proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan
(strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset
pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan
menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.
18
Tujuan analisis SWOT adalah untuk mengetahui dan melakukan pembenahan
sistem administrasi pemungutan pajak daerah agar lebih efektif dan efisien.
1. Keunggulan (Strenghts)
a. Kantor Pelayanan Pajak Daerah mempunyai dasar hukum yang kuat
karena pemungutannya berdasarkan undang-undang No. 34 tahun 2000
tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta berbagai peraturan daerah
tentang pajak daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah.
b. Adanya dana operasional dalam memungut pajak daerah termasuk dana
insentif karyawan.
c. Pembagian tugas karyawan yang jelas dan terstruktur.
2. Kelemahan (weaknesses)
a. Ketetapan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah tentang Penghapusan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun 2016.
b. Rendahnya kesadaran para wajib pajak untuk menyetorkan pajak yang
telah dibayar oleh konsumen.
c. Jumlah sumber daya manusia yang berkualitas masih terbatas.
d. Masih banyak usaha masyarakat yang belum berizin sehingga sulit untuk
memungut pajaknya.
3. Ancaman (threats)
a. Akan lebih menguntungkan bagi Perusahaan yang besar yang nantinya
akan menaikan Harga Pokok Produksi sehingga Masyarakan akan
mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi Barang / Jasa.
b. Kurangnya pengertian wajib pajak tentang arti pentingnya pajak dalam
pembangunan daerah.
c. Wajib pajak tidak memberi keterangan yang jelas dan benar mengenai
jumlah penerimaan dari usaha yang dijalankan.
d. Wajib pajak yang dengan sengaja atau tidak sengaja menghindari
pemungutan pajak, misal wajib pajak tidak mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak.
19
e. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam
membayar pajak, misalnya keterlambatan waijb pajak dalam
mengembalikan SPTPD atau tidak menyetor SPTPD.
4. Peluang (opportunities)
a. Meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.
b. Melakukan penertiban bagi yang belum mendaftarkan diri dan member
sanksi kepada wajib pajak.
c. Kerjasama dengan instansi-instansi lain yang terkait serta dengan
asosiasiasosiasi para pengusaha.
d. Memberi motivasi kepada wajib pajak untuk melunasi pajak dengan cara
pembinaan peningkatan pajak daerah.
e. Mengikuti perkembangan teknologi di bidang perpajakan. Perbaikan
mekanisme pemungutan pajak daerah tersebut dapat dilakukan dengan
mempertahankan kekuatan yang ada dan memanfaatkan peluang yang
dimiliki secara optimal.
Sedangkan terhadap kelemahan dan ancaman pemungutan pajak
daerah harus diatasi dengan perbaikan mekanisme pemungutan pajak daerah
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengertian efektif dan efisien disini
adalah dapat mencapai tujuan dengan target yang ditetapkan atau bahkan
melebihi target yang telah ditetapkan serta biaya yang dikeluarkan sehemat
mungkin. Apabila akan ditetapkanya Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan
pada Kabupaten Manokwari maka mekanisme pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan tidak akan efektif dan efisien.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan dan/atau dapat dikatakan PBB adalah pajak
atas harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax). Jadi
sudah jelas bagi kita bahwa Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB adalah
tanah dan atau bangunan sedangkan yang dimaksud dengan Subjek Pajak Bumi
dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan yang menikmati,
memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau bangunan
tersebut (Pemilik atau Penyewa).Penerpan Penghapusan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kabupaten Manokwari kurang efektif, hal ini di karenakan banyak
hal harus dibenahi. Pajak Bumi dan Bangunan di Manokwari Ia mengatakan,
kenaikan nilai PBB juga akibat dasar pengenaan pajak adalah lokasi sawah atau
nilai jual objek pajak (NJOP). Tampaknya, inilah UU pajak yang paling
diskriminatif, memihak investor, dan mematikan kaum tani. "Padahal petani kini
sudah berada dalam kondisi setengah-hidup," ujar mantan anggota DPR RI
dengan melontarkan nada tanya, kenapa kaum tani dikenakan pajak atas dasar
nilai asset-nya. Padahal kaum pegawai negeri sipil (PNS), sektor sekunder dan
tersier, justru dikenakan pajak atas dasar produktivitas dan pendapatannya.
"Kalau begini, percuma saja kaum birokrat berkaok-kaok untuk mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan juga percuma saja ada UU No.41,
tentang lahan pertanian yang berkelanjutan," katanya.Windia menjelaskan,
kenyataan di lapangan banyak petani terpaksa harus menjual sawahnya, karena
tekanan pajak PBB yang mematikan.Kenaikan nilai PBB juga akibat dasar
pengenaan pajak adalah lokasi sawah atau nilai jual objek pajak
(NJOP).Tampaknya, inilah UU pajak yang paling diskriminatif, memihak
investor, dan mematikan kaum tani. "Padahal petani kini sudah berada dalam
kondisi setengah-hidup," ujar mantan anggota DPR RI dengan melontarkan nada
tanya, kenapa kaum tani dikenakan pajak atas dasar nilai asset-nya.
21
Padahal kaum pegawai negeri sipil (PNS), sektor sekunder dan tersier,
justru dikenakan pajak atas dasar produktivitas dan pendapatannya.
"Kalau begini, percuma saja kaum birokrat berkaok-kaok untuk mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan juga percuma saja ada UU No.41,
tentang lahan pertanian yang berkelanjutan," katanya.Windia menjelaskan,
kenyataan di lapangan banyak petani terpaksa harus menjual sawahnya, karena
tekanan pajak PBB yang mematikan.
4.2 Saran
Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Manokari perlu dikaji
kembali karena kurang efesien di daerah Manokwari.Sebab, jika terus menerus
dikenakan pajak, tak sedikit penduduk yang merasa hidup numpang di negeri
sendiri.
22
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
http://metro.sindonews.com/read/961064/31/pbb-dihapus-dki-terancam-kehilangan-rp13-triliun-1423211303(diakses
http://ekbis.sindonews.com/read/959132/33/pemerintah-akan-hapus-pbb-rumah-tinggal-1422888364
http://metro.sindonews.com/read/965719/31/pbb-dihapus-depok-kehilangan-rp355-miliar-1424183485
http://ekbis.sindonews.com/read/961476/33/tanggapan-pengamat-soal-penghapusan-pbb-1423306013
http://nasional.inilah.com/read/detail/2178569/penghapusan-pbb-masih-membingungkan
http://makassar.antaranews.com/berita/62245/ntt--penghapusan-pbb-picu-persoalan-baru
https://yustinusprastowo.wordpress.com/profil-yustinus-prastowo/
Dian Purnama et al.2013.Kebijakan Pengalihan PBB P2 dan BPHTB Sebagai Pajak Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Mardiasmo.2013.Perpajakan, Yogyakarta: Penerbit Andi,
Safitri, Dian; Nursasmita, H. Irfan. 2009. Analysis Of Effectiveness, Efficiency And Contribution To Increase Tax Revenue In The Original Regional (A Case Study In Kppd Of Yogyakarta), e journal nmk. Vol. 1 No 1
23
top related