makalah mar
Post on 14-Dec-2014
35 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Makalah MAR (Malformasi Anorektal)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini
memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada.
Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering
terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau
intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih
defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode
neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang
paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah
sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya,
diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan
bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
Oleh karena pernyataan diatas, membuat kami tertarik untuk mengangkat dan membahas
materi tentang asuhan keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal. Sehingga kita
sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
anak dengan malformasi anorektal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal.
1.2.2 Tujuan Khusus
Penyusun diharapkan dapat memahami:
1. Konsep dasar penyakit MAR
2. Konsep asuhan keperawatan MAR
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
3) Perencanaan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Pengertian
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnua anus secara abnormal
atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. (Hidayat , A.Aziz
Alimul.2006:26)
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital dimana rectum
tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal
umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan
tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan
pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer Arif, dkk. 2003:379)
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah suatu
kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.
2.1.2 Embriologi
Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut, midgut dan
Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system pernafasan bagian bawah, esophagus,
lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier serta pancreas. Midgut membentuk usus
halus, sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari Midgut hingga ke membrane kloaka, membrane ini terusun
dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomaly letak
rendah atau infra levator berasal dari efek perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada
anomaly letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter
eksetrnus dan tidak ada atau rudimeter.
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum dan Anus
2.1.3.1 Rectum
Rektum adalah bagian terminal dari saluran pencernaan bawah yang merupakan tabung
berongga sepanjang 10-15 cm dan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementeara feses. Biasanya rectum ini kosong karenea tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rectum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rectum karena
penumpukan material di dalam rectum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usu besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakuakan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yahng penting untuk menunda BAB.
2.1.3.2 Anus
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui. Namun para
ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan anomaly gastrointestinal dan
genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi dan Rita yuliani. 2001 : 198)
2.1.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam
perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan
berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena
tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan
abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Malformasi
anorektal dapat terjadi karena tida adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004 : 520
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak ujung
atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe rendah, tipe
intermediate, dan tipe tinggi.
Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :
1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinaius.
2. Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria) atau rektovaginal (wanita).
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wingspraad, 1981
Penggolongan anatomis malformasi anorektal:
Laki – laki
Golongan I :
1. Fistel urine
2. Atresia rekti
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada
invertogram
Tindakan :
Kolostomi neonatus pada usia
4-6 bulan
Golongan II :
1. Fistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit
pada invertogram
Tindakan :
Operasi definitif neonatus
tanpa kolonostomi
Perempuan
Golongan I :
1. Kloaka
2. Fistel vagina
3. Fistel vestibulo ano
Tindakan :
Kolostomi neonatus pada usia 4-6
bulan
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel udara> 1cm dari
kulit pada invertogram
Golongan II :
1. Fistel perineum
2. Stenosis ani
3. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari
kulit pada invertogram
Tindakan :
Operasi definitif neonatus tanpa
kolonostomi
Gambaran kelainan anorektum
A. Membran anal
1. Udara direktum
2. Tulang belakang sakrum
B. Atresia ani letak rendah (mungkin dengan fistel keperineum anterior)
C. Atresia ani letak tinggi (mungkin sekali dengan fistula ke uretra atau buli – buli)
D. Atresia rectum
1. Udara direktum
2. Tulang belakang sakrum
3. Atresia rectum
4. Anus
Gambar atresia ani letak tinggi
A. Fistula rektovesikal
1. Udara didalam rektum
2. Tulang belakang sakrum
3. Kandung kemih
4. Simpisis
5. Uretra
6. Fistula rektovesikal
B. Fistula rektouretra
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1). Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap muara anus
di kulit peritoneum.
2). X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.
3). Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya sistouretogram mikturasi
akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius dan kelainan urinarius.
4). Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5). Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut ke sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6). Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakuakan pada
gangguan ini.
Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke
vestibulum atau vagina (80%-90%).
Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum,
muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila
terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan
cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat
masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu
segera dilakukan kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini
umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang
seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera
dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari
kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga
perlu dilakukan kolostomi.
Pemeriksaan khusus pada laki-laki
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada
tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok
dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan
urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine
mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama dengan
perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat anterior
dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin.
Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada
fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan
pertolongan bedah.
2.1.8 Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak
jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah
pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah,
anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun
akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira
90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula
ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki
dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus
imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Komplikasi jangka panjang
4. Eversi mukosa anal
5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
(Cecily., 2009:294)
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur
penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 3-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong
rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut
dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap
tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat
diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat
umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan
pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase
feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau
colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding
anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini
dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam
kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi
anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy).
Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan
ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini
mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.
2.1.9.1 Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan
awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya dekomprasi, diversi, dan
sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon
desendens mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens
atau transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi
karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan
mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya
diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika
kolostomi terletak di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi
distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon
proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko
terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma
proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum.
Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai
dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi
di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekomprasi dan
diversi memiliki keuntungan antara lain :
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan
kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal
4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena pembusukan
feses.
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
2.1.9.2 Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini
memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria maupun
rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga
yaitu minimal, limited, dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator
dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat
sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis,
lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak
dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel
dibebaskan juga, rectum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan
jahitan, rectum ditarik melewati otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian
dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical fibre,
yang penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan
dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter
eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting
melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai
indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianal, anal stenosis, anal
membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari
kuit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP
dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1
cm dari kulit, pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam medic, alamat.
b) Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal),
tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau
pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi
perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
1) Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT), imunisasi TT,
nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum
minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.
2) Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan, berat badan
lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan
khusus.
3) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan paralisis,
konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau
ASI.
c) Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan seperti yang
dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan system
gastrointestinal.
3) Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a) Daerah perineum dan
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke
kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka
panjang untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine)
untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.
b) Abdomen
- Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
- Amati adanya distensi abdomen.
- Ukur lingkar abdomen.
- Dengarkan bising usus (4 kuadran).
- Perkusi abdomen
- Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c) Kaji hidrasi dan status nutrisi
- Timbang berat badan tiap hari
- Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
d) TTV
- Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus. Tindakan ini
tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforata atau tidak.
- Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
- Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan, tinggi badan.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c) System pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e) Sistem Pencernaan
Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau menghilang. Adanya nyeri
tekan dan lepas pada daerah abdomen karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post
operasi PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink seperti
cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses.
Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau
massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya
pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah
terdapat bunyi timpani atau danles.
f) System endokrin
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
g) Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada laki-laki bentuk
genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya,
adanya fistula.
h) Sistem Muskuloskeletal
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan
otot, dan reflex.
i) Sistem Integumen
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya
penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.
j) Sistem persarafan
Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4) Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin, leukosit,
hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan
adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh
mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan
yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang
lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga normal.
B. Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang dihubungkan
dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian, mengintreprastasikan data atau
membandingkan dengan standar fsiologi setelah dianalisa maka akan didapat penyebab
terjadinya masalah pada klien.
Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan standar
criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang standar keperawatan
sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien sesuai atau tidak dengan standar
yang ada.
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien mengalami
permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria permasalahannya, setelah data
dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan
merumuskannya.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pra Operatif
1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap distensi abdomen
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah
3) Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan
Post Operatif
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder terhadap
pemberian anestesi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan
3) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
4) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat
5) Ganguan eliminasi berhubungan dengan …..
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
7) Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya
kemampuan fisik dan proses hospitalisasi
8) Kurang pengetahuan berhubungan pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi
2.2.3 Perencanaan
Pra Operatif
No. Diagnosa
Keperawatan
Prencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan pola
nafas
berhubungan
dengan penekanan
torakal sekunder
terhadap distensi
abdomen
Setelah dilakukan
perawatan selama 3x24
jam pola nafas efektif,
dengan kriteria :
RR normal (30-60x/menit)
Bunyi nafas regular
Tidak menggunakan otot
bantu pernafasan
Tidak ada pernafasan
cuping hidung
1. Posisikan anak pada
posisi yang nyaman
dengan pengguanan
bantal 300
2. Catat TTV dan irama
jantung
3. Berikan O2 sesuai
dengan kebutuhan
4. Auskultasi bunyi nafas
catat adanya bunyi
nafas adventisius
seperti : krekel,
mengi
5. Inpeksi adanya sianosis
1. Untuk efisiensi ventilasi
maksimum
2. Tachikardi, disritmia dan
perubahan tekanan dapat
menunjukan efek
hipoksia sistemik pada
fungsi jantung
3. Dapat memperbaiki dan
mencegah hipoksia
4. Biasanya bunyi nafas
menurun
5. Mengindikasikan adanya
kekurangan oksigen ke
jaringan.
2. Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit
berhubungan
dengan muntah
Setelah dilakukan
perawatan selama 2x24
jam, klien menunjukkan
keseimbangan cairan
elektrolit, dengan
kriteria:
Keseimbangan jumlah
1. Ukur Jumlah Input
output cairan
2. Inspeksi turgor kulit
3. Ukur tanda-tanda vital
1. Mengidentifikasi adanya
ketidak seimbangan
2. Pada keadaan dehidrasi
turgor kulit tidak elastic
3. Keadaan dehidrasi
diidentifikasik dg
adanya perubahan TTV :
input dan output
Turgor kulit elastic
TTV normal (suhu:36,5 –
37, RR: 35x/menit)
Tidak didapatkan distensi
abdomen.
4. Inspeksi adanya
distensi abdomen
5. Kolaborasi berikan
cairan IV
takikardi, hipotensi,
peningkatan suhu
4. Peningkatan tekanan
abdomen ditandai
dengan adanya distenai
abdomen
5. Mengganti caiaran dan
elektrolit yang hilang
3. Ansietas pada
orang tua
berhubungan
dengan tindakan /
prosedur
pembedahan
Setelah dilakukan
perawatan selama 1x24
jam, ansietas pada orang
tua berkurang dengan
kriteria:
Keluarga mampu
mengungkapkan rasa
sakit, penerimaan atas
pembedahan, dan
memahami prosedur
pembedahan.
1. Identifikasi ketidak
tahuan
2. Peningkatan support
terhadap keluarga
“tindakan atu
prosedur tsb tindakan
tepat”
3. Jelaskan tentang
prosedur tepat waktu
1. Dengan memberikan
kejelasan dari keluarga
agar sedikit tenang.
2. Dengan support akan
menurunkan cemas
3. Meningkatkan rasa
optimis dengan
pembedahan
Post Operatif
No. Diagnosa
Keperawatan
Prencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan penurunan
kapasitas paru
sekunder terhadap
pemberian
Setelah dilakukan
perawatan selama 3x24
jam, pola nafas klien
efektif, dengan kriteria:
Klien tidak mengalami
sianosi
1. Catat
kecepatan/kedalama
n pernafasan,
auskultasi bunyi
nafas, amati adanya
pucat, sianosis,
2. Posisikan klien
1. Pernafasan mengorok/
pengaruh anestesi
menurunkan ventilasi dan
dapat mengakibatkan
hipoksia
2. Dapat mendorong ekspansi
anestesi. Tidak ada hipoksia
Respirasi rate normal (30-
60 x/menit) dan regular
Tidak ada suara ngorok
dengan meninggikan
kepala 300
3. Ubah posisi secara
periodic
4. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
paru optimal dan
memininmalkan tekanan isi
ke abdomen pada rongga
thorak.
3. Meningkatkan pengisian
udara seluruh segmen paru
4. Memaksimalkan sediaan O2
untuk pertukaran gas dan
penurunan kerja pernafasan.
2. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan perlukaan
jaringan pada
pembedahan
Setelah dilakukan
perawtan selama 3x24
jam, tidak terdapat
infeksi, dengan kriteria:
Suhu normal : 36,50C –
370C
tidak ada tanda-tanda
radang (merah,
bengkak, panas area
luka)
balutan kering dan bersih.
1. Ukur suhu tubuh
setiap 4 jam
2. Gunakan teknink
septic dan aseptic
medic
3. Lakukan perawatan
luka dengan hati-hati
agar luka tetap
bersih
4. Ganti balutan luka
setelah 3 hari post
operasi
5. Kolaborasi pemberian
antimicrobial /
antibiotic sesuai
kebutuhan
1. Peningkatan suhu tubuh
menunjukna terjadinya
infeksi sistemik.
2. Mencegah terjadinya infeksi
dan sepsis
3. Untuk meminimalkna resiko
infeksi
4. Dengan balutan dapat
menngkatkan kelembaban
dan memperlambat
penyembuhan luka
5. Digunakan untuk penvegahan
infeksi secara sistemik.
3. Nyeri
berhubungan
dengan
terputusnya
kontinuitas
Setelah dilakukan
perawatan selama 3x24
jam, nyeri berkurang,
dengan kriteria:
Klien tidak menangis
1. Kaji dan catat adanya
peningkatan nyeri
2. Hindari palpasi area
1. Digunakan untuk mengetahui
keadaan nyeri klien untuk
menentukan tindakan
pengurangna nyeri
2. Agar terhindar dari
jaringan terus, ekspresi wajah
wajar (tidak menahan
nyeri).
pembedahan kecuali
jika diperlukan
3. Berikan lingkungn
yang nyaman dan
tenang
4. Kolaborasi pemberian
analgesi sesuai dan
pantau
keefektifannya
peningkantan rasa nyeri
pasca operasi
3. Berkurangnya stimulus nyeri
4. Digunakan untuk
farmakoterapi untuk nyeri
4. Gangguan
pemenuhan nutrisi
: kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan. intake
tidak adekuat
Setelah dilakukan
perawatan selama 3x24
jam, kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan
kriteria:
BB klien naik
Hasil pemeriksaan
laboratorium seperti
Hb, Ht, dan elektrolit
dalam keadaan normal
1. Pertahankan potensi
selang Naso-gastrik.
Jangan
mengembalikan
posisi selang bila
terjadi perubahan
posisi.
2. Berikan perawatan
oral secara teratur
3. Kolaborasi pemberian
cairan IV
4. Awasi pemeriksaan
laboratorium.
Misalnya Hb / Ht
dan elektrolit.
1. Memberikan istirahat pada
traktus GI. Selama fase
pasca operasi akut sampai
kembali berfungsi normal
2. Mencegah ketidaknyamanan
karena mulut kering dan
bibir pecah
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
sampai masukan oral dapat
dimulai
4. Indikator kebutuhan cairan /
nutrisi dan keaktifan terapi
dan terjadinya konstipasi.
5. Ganguan
eliminasi
berhubungan
dengan …..
Setelah dilakukan
perawatan selama 2x24
jam, klien dapat
beradaptasi terhadap
terpasangnya kantong
kolostomi, dengan
kriteria:
1. Berikan penjelasan
pada keluarga
tentang indikasi
terpasangnya
kantung kolostomi
2. Kaji mengenai
keadaan,
1. Menambah pengetahuan
keluarga dan mendorong
keluarga dalam penerimaan
perubahan eliminasi fekal
pada anaknya
2. Sebagai indicator
keberhasilan intervensi yang
Aliran pengeluaran feces
baik dengan konsistensi
feces yang keluar
lembek
Klien tampak nyaman dan
tidak rewel akibat
terpasangnya kantung
kolostomi
karakteristik, dan
konsistensi feces
yang keluar
3. Ganti kantong
kolostomi jika sudah
penuh
4. Pertahankan
pemberian cairan IV
dilakukan
3. Supaya klien tetap nyaman
dan menekan terjadinya
infeksi
4. Mencegah terjadinya
konstipasi (feces mengeras)
6. Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan adanya
perlukaan
jaringan
Setelah dilakukan
perawatan selama 4x24
jam tidak terdapat
kerusakan integritas
kulit, dengan kriteria :
Meningkatnya
persembuhan luka dan
bebas tanda-tanda
infeksi.
1. Inspeksi warna ukuran
luka
2. Bersihkan permukaan
kulit dengan
mengguanakna
hydrogen/air dengan
sabun lunat/
petrolatum
3. Gunakan balutan
teknik aseptic
1. Kemerahan bengkak
mengidentifikasi adanya
kerusakan integritas kulit
2. Petrolatum membersihkan
feses yang menempel
3. Menurunkan iritasi kulit
7. Perubahan
terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan
berhubungan
dengan
melemahnya
kemampuan fisik
dan proses
hospitalisasi
Setelah dilakukan
perawatan selama 2x24
jam tumbang tercapai
sesuai usia, dengan
kriteria:
pasien memperlihatkan
peningkatan
karakteristik fisik,
perkembangan sensoris,
perilaku sosialisasi,
perkembangan kognitif.
1. Kaji tingkat
perkembangan anak
dalam seluruh area
fungsi.
2. Ajarkan orang tua
tentang tugas
perkembngan normal
anak sesuai
kelompok usianya.
3. Berikan kesempatan
bagi seorang anak
sakit untuk
1. Penting untuk mengetahui
apakah anak sudah
mencapai tumbangnya.
2. Keluarga (ibu ) menjadi
perawat anak selama
dirumah, diharapkan
mampu memantau
perkembangan anak setiap
waktu.
3. Mencegah terjadinya regresi
karena proses hospitalisasi.
memenuhi tugas
perkambangan
sesuai kelompok
usia.
8. Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
pendidikan
kesehatan tentang
perawatan
kolostomi
Setelah dilakukan
perawatan selama 1x24
jam, keluarga
mengetahui dan
mengerti tentang
perawatan kolostomi
dengan kriteria:
1. klien dapat mengganti
kolostomi secara
mendiri
2. klien dapat mengetahui
tanda – tanda iritasi
pada kolostomi
3. klien dapat klien dapat
mencegah terjadinya
iritasi pada colostomi
1. Jelaskan dan
demonstrasikan
perawatan stoma
tahap demi tahap
2. Jelaskan peralatan
yang di gunakan
3. Jelaskan informasi
tentang
penatalaksanaan diit
makan diet rendah
residu, tinggi protein
dan tinggi kalori
4. Jelaskan tanda- tanda
iritasi pada stoma
5. Jelaskan cara
mencegah agar
stoma tidak terjadi
iritasi
1. Dengan menjelaskan dan
mendemonstrasikan
perawatan stoma akan
memudahkan keluarga klien
melakukan perawatan stoma
selanjutnya secara mandiri
dan merupakan bekal nanti
ketika klien sedah pulang ke
rumah
2. Untuk memudahkan alat-alat
apa yang di gunakan
keluarga klien dalam
perawatan colostomy secara
mandiri di rumah
3. Untuk memberikan
penggetahuan kepada klien
nutrisi apa saja yang
dianjurkan dan tidak
dianjurkan, dan hal ini juga
dapat mencegah klien
mengalami konstipasi
ataupun diare
4. Agar keluarga klien selalu
mengantisipasi dan selalu
siap siaga apabila
ditemukan kelainan ataupun
iritasi pada stoma
5. Agar keluarga klien tetap
menjaga dan berusaha agar
tidak terjadi iritasi atau
kelainan yang tidak
diinginkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang relatif sering dan
seringkali disertai dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-kelainan inilah
yang seringkali bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas penderita
MAR. Oleh karena itu, evaluasi yang seksama harus dilakukan terhadap bayi
penderita MAR untuk meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.
Penyebab kasus MAR belum diketahui secara pasti, dan tindakan
pembedahan pada Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan tingkat keparahan. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur
pengobatannya. Untuk kelainan tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari
setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui
sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada, harus ditutup. Defek
membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
3.2 Saran
Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi
baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan
sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai
sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus
terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum bab dalam waktu 24-48
jam, agar segera datang kepusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan bayinya atau
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.
top related