makalah intergal
Post on 22-Dec-2015
20 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
INTEGRAL RIEMANN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Analisis Real
Disusun Oleh:
SOPWATILLAH
3136149169
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Matematika banyak sekali dikenal cabang ilmu. Salah satu
cabangnya adalah Analisis Real. Analisis sendiri merupakan proses mengurai
sesuatu hal menjadi berbagai unsur yang terpisah untuk memahami sifat, hu-
bungan, dan peranan masing-masing unsur. Analisis secara umum sering juga
disebut dengan pembagian. Dalam logika, analisis atau pembagian berarti
pemecah-belahan atau penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari
suatu keseluruhan.
Selain Analisis dalam Matematika kita juga mengenal ilmu Kalkulus
yang merupakan ilmu dasar Matematika. Kalkulus (dari Bahasa Latin calcu-
lus yang artinya ”batu kecil”) adalah cabang ilmu matematika yang mencakup
limit, turunan, integral, dan deret takterhingga. Kalkulus mempunyai aplika-
si yang luas dalam bidang sains dan teknik. Kalkulus memiliki dua cabang
utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral yang saling berhubungan me-
lalui teorema dasar kalkulus. Pada periode zaman kuno beberapa pemikiran
tentang integral kalkulus telah muncul, namun tidak dikembangkan dengan
baik dan sistematis(Cennapedia;2000:1). Perhitungan volume dan luas yang
merupakan fungsi utama dari kalkulus integral bisa ditelusuri kembali pada
Papirus Moskow Mesir (1800 SM) di mana orang Mesir menghitung volume
dari frustrum piramid.
1
Archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh dan menciptak-
an heuristik yang enyerupai kalkulus integral. Sekitar tahun 1000, matemati-
kawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang pertama yang menurunk-
an rumus perhitungan hasil jumlah pangkat empat, dan dengan menggunakan
induksi matematika, dia mengembangkan suatu metode untuk menurunkan
rumus umum dari hasil pangkat integral yang sangat penting terhadap per-
kembangan kalkulus integral.
Teorema fundamental kalkulus menyatakan bahwa turunan dan in-
tegral adalah dua operasi yang saling berlawanan. Lebih tepatnya, teorema
ini menghubungkan nilai dari anti derivatif dengan integral tertentu. Karena
lebih mudah menghitung sebuah anti derivatif daripada mengaplikasikan defi-
nisi dari integral, teorema fundamental kalkulus memberikan cara yang praktis
dalam menghitung integral tertentu. Teorema fundamental kalkulus menya-
takan: Jika sebuah fungsi f adalah kontiniu pada interval [a, b] dan jika F
adalah fungsi yang mana turunannya adalah f pada interval (a, b), maka∫ b
a
f(x)dx = F (b)− F (a)
Dalam perkembangannya Kalkulus mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Demikian juga dengan Integral mengalami perkembangan yang
cukup signifikan dengan sumbangan pemikiran dari tokoh-tokoh matemati-
ka. Sir Isac Newton adalah orang yang mempunyai kontribusi besar dalam
Kalkulus. Begitu juga Leibniz. Hanya saja Newton memulai dari Turunan
sedangkan Leibniz sebaliknya. Ia lah yang pertama kali mencetuskan notasi
Integral yang dipakai hingga sekarang.
Kalkulus dikembangkan lebih lanjut oleh Jacob dan Johann Bernoulli
disusul oleh LHopital sehingga makin lengkap. Suatu definisi integral mate-
matika juga diberikan oleh Bernhard Riemann. Yang didasarkan pada suatu
2
prosedur pembatasan yang mendekati area suatu daerah kurva linier dengan
patahan daerah ke dalam papan-papan vertikal.
Integral Riemann merupakan salah satu materi dalam mata kuliah
Analisis Real. Pada buku Introduction to Real Analysis (Bartle dan Sherbert,
Third Edition) materi Integral Riemann diuraikan pada Bab 7 yang terbagi
dalam 4 bagian pembahasan. Pada bagian 7.1, pembahasan Integral Riemann
mengenai pendefinisian fungsi pada satu interval tutup di R menggunakan
jumlah Riemann. Bagian 7.2, dibahas mengenai pengintegralan Riemann dari
beberapa pengklasifikasian penting dari fungsi: fungsi tangga, fungsi kontinu
dan fungsi monoton, meskipun ditemukan terdapat fungsi yang tidak dapat
diselesaikan dengan Integral Riemann. Kemudian pada bagian 7.3 dibahas
mengenai teorema fundamental Kalkulus. Dalam penggunaan integral Rie-
mann, teorema fundamental ini menghasilkan metode efektif dari perhitungan
integral∫ baf yang diberikan, sehingga diperoleh suatu antiderivative F sede-
mikian sehingga F ′(x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b]. Ketika kita tidak dapat
menemukan antiderivative-nya maka kita tidak mungkin dapat menggunakan
teorema fundamental. Meskipun demikian ketika f kontinu, terdapat bebe-
rapa teknik pendekatan Integral Riemann∫ baf dengan menggunakan jumlah
yang serupa dengan jumlah Riemann.Pada makalah ini, secara khusus dibahas
mengenai Jumlah Riemann atas dan jumlah Riemann bawah.
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, makalah ini disusun
dengan tujuan umum untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Real Pro-
gram Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jakarta dengan
menyajikan pembahasan Integral Riemann yaitu mengenai Jumlah Riemann
3
atas dan Jumlah Riemann bawah.
Selain itu, tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Memahami konsep dalam pengintegalan.
2. Memahami mengenai jumlah Riemann atas dan jumlah Riemann bawah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jumlah Riemann Atas dan Jumlah Rie-
mann Bawah
Jika kita mengasumsikan bahwa f kontinu pada [a, b] dan mendefini-
sikan Integral∫ baf(x)dx sebagai supremum dari himpunan semua jumlah luas
daerah persegi-panjang kecil di bawah kurva y = f(x). Sesungguhnya, kita
dapat pula mendefinisikan integral∫ baf(x)dx sebagai infimum dari himpunan
semua jumlah luas daerah persegi-panjang kecil di atas kurva y = f(x). Dalam
hal f kontinu pada [a, b], kedua definisi tersebut akan menghasilkan nilai yang
sama. Pada bahasan ini, kita akan memperluas definisi integral untuk fung-
si f : [a, b] → R yang terbatas, sebagaimana yang dilakukan oleh Bernhard
Riemann pada 1850-an. Pada materi integral Riemann,diberikan sembarang
partisi P := {x0, x1, ..., xn−1, xn} dari [a, b], kita dapat mendefinisikan
L(P, f) :=n∑k=1
mk(xk−1, xk)
dengan mk := inff(x), k = 1, 2, ..., n. Pada saat yang sama, kita juga dapat
mendefinisikan
U(P, f) :=n∑k=1
Mk(xk−1, xk)
dengan Mk := supf(x), k = 1, 2, ..., n.
L(P, f) dan U(P, f) disebut sebagai jumlah Riemann bawah dan jumlah Rie-
5
mann atas dari f yang berkaitan dengan partisi P . Perhatikan bahwa
L(P, f) ≤ U(P, f)
untuk sembarang partisi P .
Selanjutnya, Jika P := {x0, x1, ..., xn−1, xn} danQ := {y0, y1, ..., yn−1, yn}
adalah partisi dari [a, b], maka Q disebut sebagai suatu perhalusan dari P apa-
bila setiap titik partisi xk ∈ P merupakan titik partisi di Q, yakni P ⊆ Q.
Dalam hal ini, setiap sub-interval yang terkait dengan partisi P dapat dinya-
takan sebagai gabungan dari beberapa subinterval yang terkait dengan partisi
Q, yakni
[xk−1, xk] = [yi−1, yi] ∪ [yi, yi+1] ∪ ... ∪ [yj−1, yj]
Catat bahwa kita dapat memperoleh suatu perhalusan dari sembarang partisi
P dengan menambahkan sejumlah titik ke P .
Proposisi 2.1.1. Jika Q merupakan perhalusan dari P , maka L(P, f) ≤
L(Q, f) dan U(Q, f) ≤ U(P, f)
Akibat 2. Jika P1 dan P2 adalah dua partisi sembarang dari [a, b], maka
L(P1, f) ≤ U(P2, f).
2.2 Integral Riemann
Jika diasumsikan bahwa f : [a, b]→ R terbatas. Menurut Akibat 2,
himpunan {L(P, f) : P partisi dari [a, b]} terbatas di atas (oleh suatu jumlah
Riemann atas), sementara himpunan {U(P, f) : P partisi dari [a, b]} terbatas
di bawah (oleh suatu jumlah Riemann bawah). Karena itu kita dapat mende-
finisikan
L(f) := sup{L(P, f) : P partisi dari [a, b]}
6
dan
U(f) := inf{U(P, f) : P partisi dari [a, b]}.
L(f) disebut sebagai integral Riemann atas dari f , sementara U(f) disebut
sebagai integral Riemann bawah dari f .
Proposisi 2.2.1. L(f)leqU(f).
Bukti. Untuk setiap partisi P0 dari [a, b], U(P0, f) merupakan batas
atas dari {L(P, f) : P partisi dari [a, b]}, sehingga
L(f) = sup{L(P, f) : P partisi dari [a, b]} ≤ U(P0, f).
Karena ini berlaku untuk sembarang partisi P0, maka L(f) merupakan batas
bawah dari {U(P0, f) : P0 partisi dari [a, b]}. Akibatnya
L(f) ≤ inf{U(P0, f) : P0 partisi dari [a, b]} = U(f)
sebagaimana yang diharapkan.
Secara umum, L(f) 6= U(f). Sebagai contoh, jika f : [0, 1] → R didefinisikan
sebagai
f(x) =
0, x rasional
1, x rasional
maka L(f) = 0 sementara U(f) = 1.
Jika L(f) = U(f), maka f dikatakan terintegralkan Riemann dan nilai yang
sama tersebut didefinisikan sebagai integral Riemann dari f pada [a, b], yang
dilambangkan Dengan∫ baf(x)dx.
Sebagai contoh, jika f bernilai konstan pada [a, b], katakan f(x) = c
untuk setiap x ∈ [a, b], maka L(f) = U(f) = c(ba) dan karenanya f terinte-
gralkann Riemann pada [a, b] dengan∫ b
a
f(x)dx = c(b− a)dx
7
Teorema berikut memberikan suatu kriteria untuk keterintegralan f pada [a,
b]. (Untuk selanjutnya, terintegralkan berarti terintegralkan Riemann dan
integral berarti integral Riemann.)
Teorema 2.2.2. f terintegralkan pada [a, b] jika dan hanya jika untuk setiap
ε > 0 terdapat suatu partisi P ∈ dari [a, b] sedemikian sehingga
U(Pε, f)− L(Pε, f) < ε
Bukti . Misalkan f terintegralkan pada [a, b]. Ambil ε > 0 sembarang. Dari
definisi supremum, terdapat suatu partisi P1 dari [a, b] sehingga
L(f)− ε
2< L(P1, f).
Dari definisi infimum, terdapat pula suatu partisi P2 dari [a, b] sehingga
U(P2, f) < U(f)− ε
2.
Sekarang misalkan Pε = P1 ∪ P2. Maka Pε merupakan perhalusan dari P1 dan
P2. Akibatnya,
L(f)− ε
2< L(P1, f) ≤ L(Pε, f) ≤ U(Pε, f) ≤ U(P2, f) < U∀(f) +
ε
2
Namun L(f) = U(f), sehingga kita peroleh
U(Pε, f)− L(Pε, f) < ε
Sebaliknya misalkan untuk setiap ε > 0 terdapat suatu partisi Pε dari
[a, b] sedemikian sehingga
U(Pε, f)− L(Pε, f) < ε
Maka, untuk setiap ε > 0, berlaku
0 ≤ U(f)− L(f) ≤ U(Pε, f)− L(Pε, f) < ε.
8
Dari sini kita simpulkan bahwa U(f) = L(f) atau f terintegralkan pada [a, b]
Akibat 7. Misalkan terdapat barisan partisi < Pn > dari [a, b] sedemikian
sehingga
limn→∞
[U(Pn, f)− L(Pn, f)] = 0
Maka f terintegralkan pada [a, b] dan
limn→∞
L(Pn, f) =
∫ b
a
f(x)dx = limn→∞
U(Pn, f)
dan karenanya f terintegralkan pada [a, b].
Selain fungsi kontinu, teorema berikut menyatakan bahwa fungsi mo-
noton juga terintegralkan.
Teorema 2.2.3. Jika f monoton pada [a, b], maka f terintegralkan pada [a, b].
Bukti . Tanpa mengurangi keumuman, asumsikan f naik pada [a, b]. Untuk
tiap n ∈ N ditinjau partisi
2.3 Keterintegralan Fungsi Kontinu dan Fung-
si Monoton
Telah dibahas sebelumnya bahwa fungsi yang kontinu pasti terintegralkan.
Teorema 2.3.1. Jika f kontinu pada [a, b], maka f terintegralkan pada [a, b].
Bukti. Fungsi yang kontinu pada [a, b] mestilah kontinu seragam
pada [a,b]. Karena itu, diberikan ε > 0 sebarang, terdapat δ > 0 sedemikian
sehingga untuk x, y ∈ [a, b] dengan |x− y| < δ berlaku
|f(x)− f(y)| < ε
b− a
Selanjutnya, untuk tiap n ∈ N dengan n > b−aδ
, ditinjau partisi Pn :=
{x0, x1, ..., xn} dengan xk = a + k. b−1n, k = 0, 1, 2, ..., n. (Di sini, interval
9
[a, b] terbagi menjadi n sub-interval sama panjang.) Pada setiap sub-interval
[xk−1, xk], f mencapai nilai maksimum Mk dan minimum mk katakanlah
f(uk) = Mk dan f(vk) = mk.
Dalam hal ini kita peroleh
Mk −mk = f(uk)f(vk) <ε
b− a
dan akibatnya
0 ≤ U(Pn, f)− L(Pn, f =n∑k=1
(Mk −mk)(xk−1, xk) ≤n∑k=1
ε
b− a.b− aδ
= ε
Dari sini kita simpulkan bahwa limn→∞
[U(Pn, f)− L(Pn, f)] = 0 dan karenanya
f terintegralkan pada [a, b].
Selain fungsi kontinu, teorema berikut menyatakan bahwa fungsi mo-
noton juga terintegralkan.
Teorema 2.3.2. Jika f monoton pada [a, b], maka f terintegralkan pada [a, b].
Bukti . Tanpa mengurangi keumuman, asumsikan f naik pada [a, b]. Untuk
tiap n =∈ N ditinjau partisi Pn := {x0, x1, ..., xn} dengan xk = a+ k. b−1n, k =
0, 1, 2, ..., n. Karena f naik pada [xk−1, xk] maka maka mk = f(xk−1) dan
Mk = f(xk). Dalam hal ini kita peroleh suatu deret teleskopis
n∑k=1
(Mk −mk)(xk−1, xk) =b− an
n∑k=1
[f(xk)− f(xk−1)] =b− an
[f(b)− f(a)]
Sekarang, jika ε > 0 diberikan, maka untuk tiap n ∈ N dengan n > b−aε
[f(b)−
f(a)] berlaku
0 ≤ U(Pn, f)− L(Pn, f) =n∑k=1
(Mk −mk)(xk−1, xk) < ε
Dengan demikian f mestilah terintegralkan pada [a, b].
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa:
jika P := {x0, x1, ..., xn−1, xn} dan Q := {y0, y1, ..., yn−1, yn} adalah partisi
dari [a, b], maka Q disebut sebagai suatu perhalusan dari P apabila setiap
titik partisi xk ∈ P merupakan titik partisi di Q, yakni P ⊆ Q. Dalam hal
ini, setiap sub-interval yang terkait dengan partisi P dapat dinyatakan sebagai
gabungan dari beberapa subinterval yang terkait dengan partisi Q
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankankan agar
kita memperluas definisi integral untuk fungsi f : [a, b] → R yang terbatas,
sebagaimana yang dilakukan oleh Bernhard Riemann pada 1850-an.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert G. dan Shebert, Donald R. 1999. Introduction To Real Analysis
(Third Edition). USA: John Wiley & Sons, Inc.
http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/files/2008/08/fr-bab-13-
riemann.pdf
12
top related