long life education in islam
Post on 02-Jul-2015
335 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LONG LIFE EDUCATION IN ISLAM
By Umdatul Mufiidah
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi
tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi
hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat
hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah,
berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan
penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan
memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa
ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik
dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para
guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para
peserta didik..
Islam mengajarkan menuntut ilmu itu berlangsung seumur hidup dan tidak ada
batasan waktu dalam mencarinya, muslim yang tua, muda, pria atau wanita, kaya dan
miskin wajib atasnya untuk menuntut ilmu, karena ''Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi
setiap Muslim.'' (HR Thabrani).
Dan bahkan wahyu yang pertama kali turun kepada Rasulullah merupakan uswah
pertama dalam menuntut ilmu, wahyu pertama yang beliau terima adalah perintah untuk
menjadi orang berilmu melalui membaca (iqro’) , hal ini benar-benar menunjukan bahwa
Islam mengajak dan memerintahkan kita untuk menjadi orang yang berilmu, yang salah
sau jalannya adalah dengan terus belajar, sabda Rasulullah: "Barangsiapa melalui suatu
jalan untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga."
B. Keutamaan Menuntut Ilmu
Sungguh Islam menghargai ilmu pengetahuan dan mewajibkan seluruh ummat
Islam untuk mempelajarinya. “ Menuntut ilmu wajib bagi muslimin dan muslimah”
begitulah sabda Rasulullah S.a.w, beliau juga sangat menghargai orang yang berilmu, dan
mengatakan bahwa orang yang berilmu (ulama) adalah pewaris para Nabi” .
Di dalam menuntut ilmu Nabi SAW menyuruh ummat Islam menuntut ilmu secara
berkelanjutan hingga ajalnya, dengan kata lain, seorang muslim haruslah berusaha untuk
terus belajar setinggi-tingginya. Jangan sampai kalah dengan orang kafir. Ummat Islam
jangan hanya mencukupkan belajar sampai SMA saja, tapi berusahalah hingga Sarjana,
Master, bahkan Doktor jika mampu. Dan jika ada yang tak mampu secara finansial, maka
menjadi kewajiban kaum muslimin yang berkecukupan untuk membantunya.
Apabila kita mengamati kondisi sekarang ini, ternyata tingkat pengetahuan
ummat Islam kalah telak dibandingkan dengan orang-orang kafir, hal ini boleh jadi
disebabkan karena umat Islam sekarang tidak mengamalkan ajaran Islam dengan
sungguh-sungguh, dan mengabaikan wasiat Rasulullah untuk terus menuntut ilmu.
Sementara, orang-orang kafir memiliki tingkat keilmuan yang lebih baik, karena justru
merekalah yang mengamalkan ajaran Islam, yakni kewajiban menuntut ilmu setinggi-
tingginya.
Dewasa ini akan sangat jarang kita menemukan ilmuwan muslim, sebaliknya,
tingkat buta huruf sangat tinggi di negara-negara Islam maupun di Negara-negara yang
mayoritas penduduknya Islam,Indonesia misalnya. Hal itu jelas menunjukkan bahwa
kemunduran ummat Islam bukan karena ajaran Islam, tapi karena ulah ummat Islam
sendiri yang tidak mengamalkan perintah agamanya.
Jika kita menengok sejarah silam pada awal perkembangan Islam, dimana ketika
itu ummat Islam bersedia melaksanakan ajaran untuk menuntut ilmu dengan sungguh-
sungguh, giat dan pantang menyerah dalam menuntut ilmu, maka banyak terlahirkan
ilmuwan-ilmuwan muslim yang handal, dimana hasil karyanya masih menjadi referensi
utama, baik oleh kaum muslim sendiri dan non muslim diseluruh belahan dunia.
Tercatat dalam sejarah, bahwa observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun
707 oleh Khalifah Amawi Abdul Malik. Universitas Eropa 2 atau 3 abad kemudian
seperti Universitas Paris dan Univesitas Oxford semuanya didirikan menurut model
Islam. Ketika itu juga lahir ilmuwan muslim, seperti Al-Khawarizmi yang
memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan
Romawi yang kaku, yang juga memperkenalkan ilmu Algorithma (yang diambil dari
namanya) dan juga Aljabar (Algebra).
Omar Khayam menciptakan teori tentang angka-angka “irrational” serta menulis suatu
buku sistematik tentang Mu’adalah (equation). Di dalam ilmu Astronomi ummat Islam
juga maju, Al Batani menghitung enklinasi ekleptik: 23.35 derajad (pengukuran sekarang
23,27 derajad).
Dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya “Al Qanun fit Thibbi”
diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (tahun 1187), yang sampai
zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa. Ar Razi (Razes)
adalah seorang jenius multidisiplin. Dia bukan hanya dokter, tetapi juga ahli fisika,
filosof, ahli teologi, dan ahli syair.
Di Eropa juga mengenal Ibnu Rusydi (Averroes) yang ahli dalam filsafat. Dan masih
banyak lagi kemajuan yang dicapai oleh ummat Islam di bidang ilmu pengetahuan.
Tapi sekarang semua itu hanya tinggal kenangan.Ummat Islam sekarang tidak lagi
menghargai ilmu pengetahuan, malas untuk belajar, perintah Allah dan motivasi Rasul
untuk terus mencari ilmu, hanya sekedar retorika belaka, sehingga tidak mengherankan
jika umat Islam kini menjadi bangsa yang terbelakang dan selalu tersingkirkan dalam
persaingan global.
Kondisi yang demikian ini tidak boleh terus terjadi, ummat Islam kini harus
bangkit.Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya milik kita harus diambil kembali, yakni
dengan cara terus belajar, belajar sepanjang hayat, dari lahir hingga liang lahat.
Dalam pandangan Al Ghazali, sesungguhnya menuntut ilmu itu ada yang fardu ‘ain
(wajib bagi setiap Muslim) ada juga yang fardu kifayah (paling tidak ada segolongan
ummat Islam yang mempelajarinya). Ilmu agama tentang mana yang wajib dan mana
yang halal seperti cara shalat yang benar itu adalah wajib bagi setiap muslim. Jangan
sampai ada seorang ahli Matematika, tapi cara shalat ataupun mengaji dia tidak tahu.
Adapun ilmu yang memberikan manfaat bagi ummat Islam seperti kedokteran yang
mampu menyelamatkan jiwa manusia, ataupun ilmu teknologi persenjataan seperti
pembuatan tank dan pesawat tempur agar ummat Islam bisa mempertahankan diri dari
serangan musuh adalah fardu kifayah. Paling tidak ada segolongan muslim yang harus
menguasainya.
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan
ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa
pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa
selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai
kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya
ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab,
“Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan
cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang
bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena
kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
C. Kedudukan Ilmu Dalam Islam
Islam memberikan perhatian dan penghargaan yang besar terhadap masalah ilmu,
orang-orang yang menuntut ilmu (tholabul ilmi) dan para ahlinya (orang-orang yang
berilmu laiknya ulama). Dalam konsepsi Islam orang berilmu itu berbeda dengan orang
yang tidak berilmu,Dikatakan dalam Alquran bahwa orang yang berilmu itu lebih baik
dan lebih terhormat daripada orang yang tidak memiliki ilmu (bodoh), bagi orang yang
berilmu (ahli ilmu/ulama) maka Allah ta’ala akan mengangkat derajatnya pada
kedudukan yang tinggi dan terhormat, firman-Nya : “Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” .
Dalam sebuah hadist shahih riwayat Bukhari dan Muslim juga disebutkan bahwasanya.
Baginda Nabi SAW mengatakan bahwa kita (umat Islam) tidak boleh ber-iri hati
terkecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap seseorang yang dikaruniai Allah harta
kekayaan tapi dia memanfaatkannya untuk urusan kebenaran (kebaikan) dan seseorang
yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah lalu dia memanfaatkannya (untuk
kebenaran) serta mengajarkannya kepada orang lain. Yang demikian ini sungguh-
sungguh menunjukan pada kita akan betapa tinggi dan luhurnya kedudukan ilmu, orang-
orang yang menuntut ilmu (tholabul ilmi) dan orang-orang yang berilmu (ulama).
Ilmu adalah hal terpenting dan paling berharga bagi kehidupan manusia, dan tidak ada
yang lebih penting dan berharga daripada-Nya, sebab ilmu selain sebagai syarat mutlak
bagi kita untuk dapat mencapai kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat, ilmu juga dapat meluruskan hati dan memberikan petunjuk pada jalan yang lurus.
Sehubungan dengan anjuran untuk terus menuntut ilmu ini terdapat beberapa
hadist yang cukup populer di kalangan umat Islam, yang juga menjadi landasan teologis
konsep “long life education”.
1.
Artinya: “Tuntutlah Ilmu Dari Buaian Sampai Liang Lihat”.
2.
Artinya: “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina."
3. “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah
orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat
kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan
ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
D. Pendidikan Islam Berkelanjutan
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah
(membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah
(mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah
menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan
mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh,
pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya
dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang
tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah
(pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu
membutuhkan tahapan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di
segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan
kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali
Imran (3) : 103).
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al
Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk
masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Illah saja.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan
beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata
tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya
salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita
sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan
tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering
membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat
tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman.
Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.
E. Dari Penulis
Kita harus mengakui kalau selama ini tanpa sadar kita sudah melakukan
kesalahan dalam proses pendidikan. Betapa sering kita meniatkan proses belajar hanya
untuk keuntungan duniawi saja. Betapa sering kita punya motivasi dalam belajar yang
keliru dan kadang untuk mengejar prestige (strata sosial) semata. Dan betapa sering kita
belajar dengan tujuan yang tidak jelas juntrungannya. Lalu, hendak dibawa ke manakah
diri dan hidup kita?
Seringkali ketika saya bertanya kepada teman-teman,’untuk apa kamu
kuliah?’.Jawaban yang paling banyak saya dapati adalah bahwa mereka ingin nantinya
‘mudah’ dalam mendapatkan pekerjaan atau agar mendapat kedudukan nantinya di
masyarakat.Ini dan itu.
Suatu ketika saya ‘dimarahi’ dan ‘diceramahi’ oleh teman dekat saya.
“Universitas utama bukan kampus, tapi hidup kita. Jalani apa yang sekarang ada. Tapi
ingat bukan karena cita-cita, ambisi, dunia.Perbuatan dunia apabila diniati karena Allah
akan bernilai akhirat.Tapi sebaliknya,kegiatan akhirat jika dilakukan karena niat dunia
akan berganjar dunia” begitu katanya.Saya terus-terang dibuatnya melongo.Saya yang
sejak kecil ‘akrab’ dengan dunia ‘pendidikan’,bangku sekolah’,tak lebih bijak dari pada
teman saya ini yang ia sendiri bilang (dan banyak orang sudah mengatakan hal serupa) ia
adalah ‘anak jalanan’.Masa remajanya dihabiskannya ‘bergoyang reggae dan segala tetek
bengeknya’.Masya Allah.
Saya kemudian teringat syair dari Rabi’ah Al-Adawiyah yang berbunyi sebagai
berikut:
\
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku
Niat, motivasi, dan tujuan yang salah sudah pasti akan menghasilkan suatu
kesalahan. Begitu pun bila sebaliknya. Hati-hatilah terhadap ketiga hal ini. Karena Nabi
Saw. mengingatkan: “Segala sesuatu tergantung dari niat. Dan tiap-tiap orang akan
mendapatkan sesuatu dari apa yang diniatkan…” (HR Bukhari dan Muslim)
Idealnya sebagai muslim dalam mengenyam pendidikan selalu bermuara pada
ridho Allah semata. Niat, motivasi, dan tujuan belajar hanya untukNya. Di sinilah konsep
Islam mengenai iman-ilmu-amal harus kita aplikasikan secara nyata. Seorang bijak
pernah berkata, jangan belajar untuk mencapai sukses tapi belajarlah untuk membesarkan
jiwa. Ya, sekolah adalah tempat untuk kita dapat menemukan jati diri kemanusiaan agar
memiliki jiwa besar dengan keyakinan penuh kepada Allah Rabbul ‘Izzati dengan proses
pembelajaran yang bermakna. Lalu kedewasaan pun akan menghampiri kita.
Sekarang saatnya menata diri, hati, dan hari dengan rencana dan aktivitas
bermanfaat dan terarah. Nikmati perjalanan pencarian makna hidup kita dengan Islam
sebagai guide-nya. Jangan lewatkan setiap momen hidup kita untuk terus dicari plus
ditemukan hikmahnya. Dan songsong keberhasilanmu dalam naungan rahmat, berkah,
dan ridhoNya selalu.Dengan begitu bukan tidak mungkin akan lahir ilmuwan muslim
yang ‘mendadak’ hilang saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://myblog-h2ry.blogspot.com/2009/08/long-life-education.html diakses
pukul 12.00 Kamis,23 Desember 2010
http://titianilahi.wordpress.com/2009/11/02/syair-cinta-rabiah-al-adawiyah
diakses pukul 17.05 Selasa,28 Desember 2010
http://madtauhid.wordpress.com/2010/01/26/kumpulan-syair-cinta-rabiah-al-
adawiyah/ diakses pukul 17.07 Selasa,28 Desember 2010
top related