laporan pendahuluan 1.docx
Post on 06-Feb-2016
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HERNIA INGUINALIS
DIRUANG C1 RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA
Oleh :HANA LIDYAH SARI (122.0053)
Program studi DIII keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan hang tuah surabaya
Tahun 2015
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HERNIA INGUINALIS
DIRUANG C1 RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA
Oleh :HANA LIDYAH SARI (122.0053)
Surabaya ,Mengetahui,
Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik
KONSEP PENYAKIT
A. DefinisiHernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga
dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup
(Nanda,2006).
Hernia merupakan kelemahan atau defak di dinding rongga peritoneum
dapat menyebabkan peritoneum menonjol membentuk kantung yang dilapisi oleh
serosa dan disebut kantung hernia (robbins & cotran : 2010)
Hernia inguinalis merupakan suatu kondisi keluarnya suatu organ atau
struktur organ dari tempatnya yang normal melalui suatu defek pada area inguinal
yang tidak bisa kembali ke tempat semula secara manual dan akan memberikan
implikasi tindakan invasif bedah dengan mengembalikan struktur organ terebut
secara pembedahan dengan menutup defek di inguinal. (Muttaqin Arif, 2009).
Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh
melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).
Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga
peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika
cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat,
2004). Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus
( Mansjoer, 2002 ).
B. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi hernia Inguinal
Anatomi
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus
yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis
muskulo-tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum, kanal ini
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus,bagian terbuka dari aponeurosis
muskulo-oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis muskulo-oblikus
eksternus, dan di dasarnya terdapat 10 ligamentum inguinal. Kanal berisi tali
sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan. Hernia
inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari
peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika
cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis
(Sjamsuhidayat, 2004).
Fisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang
sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga
perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali
kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya
yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2002).
C. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia inguinalis lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai
akibat proses penurunan testis ke skrotum. Insiden hernia meningkat dengan
bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut, kelemahan otot dinding perut karena
usia (Sjamsuhidayat, 2004).
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan intraabdominal adalah
kehamilan, obesitas, peningkatan berat badan, dan tumor. Selain itu, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi, dan mengejan
pada saat miksi, misalnya hipertrofi prostat dapat pula meningkatkan tekanan intra
abdomen yang bisa menyebabkan hernia (Mansjoer, 2002).
D. Patofisiologi
Aktivitas mengangkat benda berat, batuk kronis, dan mengejan pada saat
defekasi dapat memacu meningkatnya tekanan intraabdominal yang menyebabkan
defek pada dinding otot ligament inguinal akan melemah sehingga akan terjadi
penonjolan isi perut pada daerah lateral pembuluh epigastrika inferior fenikulus
spermatikus. Hal ini yang menyebabkan terjadinya hernia. Mengangkat berat juga
menyebabkan peningkatan tekanan, 12 seperti pada batuk dan cedera traumatik
karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada disertai dengan kelemahan otot,
maka individu akan mengalami hernia. Bila isi kantung hernia dapat dipindahkan
ke rongga abdomen dengan manipulasi, hernia disebut redusibel ( Doenges, 2000)
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungandengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat
dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
E. Pathway
F. Tanda Dan Gejala
a. Terdapat benjolan didaerah vaginal dan atau scrotal yang hilang dan timbul.
Timbul bila terjadi peningkatan tekanan peritonela misalnya mengedan, batuk-
batuk, menangis. Jika pasien tenang dan berstirahat, maka benjolan akan
hilang secara spontan.
b. Pada pemeriksaan terdapat benjolan dilipat paha atau sampai scrotum, pada
bayi bila menangis atau mengedan. Benjolan menghilang atau dapat
dimaksudkan kembali rongga abdomen.
c. Isi Hernia dapat kembali kerongga peritorium disebut Hernia Inguinal
reponibilitas, bila tidak dapat kembali disebut Hernia Inguinal ireponbilitis.
Bila usus tidak kembali karena jepitan oleh Annulus Inguinali, maka
akan terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang
terjepit. Keadaan ini disebut HerniaStrangulata.
d. Hernia strangulata lebih sering terjadi Hernia sebelah kanan. Insiden tertinggi
pada usia sekolah dibawah 1 tahun (31 %), namun rata-rata terjadi pada 12
% kasusHernia.
e. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai
perasaan mual. Bila terjadi Hernia Inguinalis Stragulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi.
Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius
yang menyebabkan nyeri lipat paha.
2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat
paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan
testis.Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa
terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan
Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana
berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
extraperitoneal.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medical
Hernia yang tidak terstrangulata atau inkarserata dapat secara mekanis
berkurang. Suatu penyokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia
berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan
sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan
dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dari kekambuhan. Klien harus
secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk
memanifestasikan kerusakan ( Ester, 2002).
2. Penatalaksanaan bedah
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri dari herniotomy, 14 hernioplastik, dan herniorafi. Pada
herniotomy, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi.
Kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik,
dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis ( Sjamsuhidayat, 2004). Herniorafi
dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang
lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perineal, kantung hernia
dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Laparoscopic
Extraperitoneal (LEP) herniorafi merupakan tehknik terbaru yang angka
keberhasilannya lebih tinggi dengan meminimalisasi kekambuhan, nyeri, dan
periode recovery post operasi lebih pendek (Black, 2006).
I. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain :
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia sehingga isi
kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut hernia
inguinalis lateralis ireponibilis. Pada keadaan ini belum gangguan penyaluran
isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah
omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi
lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan
ireponibilis daripada usus halus.
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang masuk.
Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan
vascular ( proses strangulasi ). Keadaan ini di sebut hernia inguinalis
strangulata ( Mansjoer, 2002).
Konsep asuhan keperawatan
A. Pengkajian fokus
Pengkajian merupakan dasar utama dan yang penting didalam melakukan asuhan
keperawatan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit ataupun selama
pasien dirawat di rumah sakit.
1. Pengkajian demografi sangat berekaitan dengan masalah kesehatan klien dengan
hernia inguinalis meliputi :
a.Umur Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Untuk hernia inguinalis lateralis,
insiden tertinggi pada anak muda. Insiden tinggi pula terjadi pada klien dengan
usia 50 – 60 tahun dan berangsur-angsur menurun pada kelompok lansia (Black,
2006).
b. Jenis kelamin Laki-laki lebih banyak menderita hernia inguinalis lateral daripada
perempuan. Hal ini disebabkan pada laki - laki saat perkembangan janin terjadi
penurunan testis dari rongga perut. Sehingga jika saluran testis ini tidak menutup
dengan sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Oswari,
2005)
c.Pekerjaan Pekerjaan mengangkat berat dalam jangka waktu yang lama dapat
melemahkan dinding perut (Oswari, 2005). 16 Aktivitas mengejan dan sering
mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama bisa memicu
timbulnya hernia.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama Keluhan utama klien post herniotomi adalah merasakan nyeri
daerah operasi diarea inguinal
b. Riwayat kesehatan dahulu Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk
rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja
mengangkat benda-benda berat, riwayat penyakit menular dan atau penyakit
keturunan, serta riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi
hernia yang pernah dialami klien sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan sekarang Dimulai sejak kapan keluhan dirasakan, berapa
lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan
timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan pada pasien
hernia inguinalis.
3. Pemeriksaaan fisik
a.Keadaan umum Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan,
dan periksa status gizinya serta tingkat kesadaran composmentis.
b.Tanda-tanda vital 17 Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan vital sign.
Biasanya pada pasien dengan post herniotomy terjadi penurunan tekanan darah,
peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal.
c.Inspeksi Pada kondisi post operasi luka tertutup balutan steril untuk mencegah
masuknya mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi. Tanda infeksi perlu
diperhatikan seperti ada lesi/ kemerahan pada luka insisi.Pada hernia inguinalis
tampak adanya benjolan di lipat paha. Benjolan tersebut bisa mengecil atau
menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan, batuk, mengangkat
benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali ( Sjamsuhidayat,
2004).
d. Perubahan pola fungsi
1. Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, gagal jantung kongestif (GJK),
edema pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau stasis vaskular
(peningkatan risiko pembentukan trombus).
2. Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
3. Integritas ego 18 Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor
stress multiple, misalnya finansial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak
dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang, stimulasi
simpatis.
4. Makanan / cairan Gejala: insufisiensi pankreas/ diabetes mellitus (DM),
(predisposisi untuk /ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membran
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa hipoglikemia
pra operasi).
5. Aktivitas atau istirahat Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan
rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot,
gangguan dalam berjalan.
6. Keamanan Gejala : alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi imun (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan), Riwayat transfusi darah/ reaksi transfusi.
7. Neurosensori Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki,
penurunan reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen. 19
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
8. Kenyamanan Gejala: nyeri seperti di tusuk-tusuk, fleksi pada kaki,
keterbatasan mobilisasi. )
9. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala: penggunaan
antikoagulasi, steroid, antibiotik, antihipertensi, kardiotonik glikosid,
antidisritmia, bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgesik,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual
bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan ditandai dengan luka
pada abdomen.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post
operasi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai
dengan ketidaknyamanan keterbatasan gerak.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit
cairan ditandai dengan penuruna fungsi usus.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi / drainage
ditandai dengan keseimbangan cairan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman ditandai dengan
perawatan luka yang kurang (NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)
d. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang,
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0-10)
Rasional : Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan
analgesic atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi.
b. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Respons autoromik meliputi perubahan pada TD, nasi dan pernafasan
yang berhubungan dengan keluhan / penghilangan nyeri.
c. Dorong Ambulasi diri
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flaktus.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi
Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat
meningkatkan koping.
e. Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik
Rasional : Memberikan penurunan nyeri hebat
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post operasi.
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
Kriteria hasil : Menunjukkan mobilitas yang aman dan Meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang sakit.
a. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional : Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien
Rasional : Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.
c. Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien
Rasional : Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi
biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional : Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien
selama melakukan aktivitas.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menunjukkan penyembuhan luka cepat dan menunjukkan perilaku
atau teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi.
Intervensi :
a. Lihat semua insisi.
Rasional : mencegah komplikasi
b. Evaluasi proses penyembuhan.
Rasional : mengetahui peningkatan penyembuhan.
c. Kaji ulang penyembuhan terhadap pasien
Rasional : menunjukkan penyembuhan luka.
d. Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltik usus
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltic usus merupakan tanda bahwa
fungsi defekasi hilang.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan.
tujuan : Nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu dan menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat,
menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
a. Berikan porsi kecil tapi sering.
Rasional : meningkatkan nafsu makan.
b. Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal.
Rasional : adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi.
c. Evalusai status dan ukur berat badan setiap harinya.
Rasional : mengetahui adanya perubahan status gizi.
Daftar pustaka
Darmawan Kartono,dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
dr. Jan Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
dr. Taufan Nugroho, 2011. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah
dan Penyakit Dalam. Jakarta:
Ignatavicius, Donna, et.All. 2000. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B
SaundersCompany.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC
Seymour I. Schwartz, et.All 2000. Principles of Surgery. Companion
handbook. Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat, et.al. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Jakarta: EGC
Wong, 2004. Wong’s nursing care of infant and children. St. Louis
top related