laporan pemantauan pemilu 2014
Post on 11-Jan-2017
272 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
# Bagian 1 : Pendahuluan
LAPORAN PEMANTAUAN PEMILU 2014
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk RakyatJl. Manggarai Utara I Jakarta Selatan
Jakarta Selatan, Indonesia, 12850Phone 6221 83706467 Fax 6221 837 80308
-
Daftar IsiDaftar Singkatan
Pengantar
Bagian 1: Pendahuluan
Bagian 2 : Executive Summary
Bagian 3 : Sejarah JPPR dalam Pemilu di Indonesia
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
Pemantauan Berbasis Teknologi Informasi dan
Media Sosial
Pemantauan Intensif
Pemantauan Efek Pencegahan Pelanggaran
dalam Pemilu
Bagian 5 : Hasil Pemantauan
Bagian 6 : MenindakLanjuti Hasil Pemantauan
Interaksi Strategi dalam Pemantauan
Bagian 7 : Kajian Regulasi Berbasis Pemantauan
Bagian 8 : Tantangan dan Pembelajaran
Rekomendasi
ii
iv
1
14
5
17
17
20
24
27
100
100
106
113
115
Daftar Isi
-
Daftar IsiDaftar Singkatan
Pengantar
Bagian 1: Pendahuluan
Bagian 2 : Executive Summary
Bagian 3 : Sejarah JPPR dalam Pemilu di Indonesia
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
Pemantauan Berbasis Teknologi Informasi dan
Media Sosial
Pemantauan Intensif
Pemantauan Efek Pencegahan Pelanggaran
dalam Pemilu
Bagian 5 : Hasil Pemantauan
Bagian 6 : MenindakLanjuti Hasil Pemantauan
Interaksi Strategi dalam Pemantauan
Bagian 7 : Kajian Regulasi Berbasis Pemantauan
Bagian 8 : Tantangan dan Pembelajaran
Rekomendasi
ii
iv
1
14
5
17
17
20
24
27
100
100
106
113
115
Daftar Isi
-
Bawaslu Badan Pengawas Pemilu
BBM Blackberry Messenger
DPS Daftar Pemilih Sementara
DPT Daftar Pemilih Tetap
DPK Daftar Pemilih Khusus
DPKTb Daftar Pemilih Khusus Tambahan
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPD Dewan Perwakilan Daerah
Demokrat Partai Demokrat
Gerindra Partai Gerakan Indonesia Raya
Golkar Partai Golongan Karya
Hanura Partai Hati Nurani Rakyat
JPPR Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
KPU Komisi Pemilihan Umum
KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah
KTP Kartu Tanda Penduduk
KTA Kartu Tanda Anggota
KPPS Kelompok Petugas Pemungutan Suara
LAPAS Lembaga Pemasyarakatan
MK Mahkamah Konstitusi
NASDEM Partai Nasional Demokrat
PPL Pengawas Pemilu Lapangan
PERLUDEM Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi
Panwaslu Panitia Pengawas Pemilu
PPS Panitia Pemilihan Suara
PPK Panitia Pemilihan Kecamatan
Pileg Pemilihan Umum Legislatif
Pilpres Pemilihan Umum Presiden
PNS Pegawai Negeri Sipil
POLRI Kepolisian Republik Indonesia
Daftar Singkatan
PKB
PKS
PKPI
PDIP
PBB
PPP
PDA
PNA
PA
SMS
SLTA
TNI
PKPU
PAN
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Bulan Bintang
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Damai Aceh
Partai Nasional Aceh
Partai Aceh
Short Message Service (Pesan Singkat)
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Tentara Nasional Indonesia
Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Partai Amanat Nasional
ii iii
-
Bawaslu Badan Pengawas Pemilu
BBM Blackberry Messenger
DPS Daftar Pemilih Sementara
DPT Daftar Pemilih Tetap
DPK Daftar Pemilih Khusus
DPKTb Daftar Pemilih Khusus Tambahan
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPD Dewan Perwakilan Daerah
Demokrat Partai Demokrat
Gerindra Partai Gerakan Indonesia Raya
Golkar Partai Golongan Karya
Hanura Partai Hati Nurani Rakyat
JPPR Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
KPU Komisi Pemilihan Umum
KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah
KTP Kartu Tanda Penduduk
KTA Kartu Tanda Anggota
KPPS Kelompok Petugas Pemungutan Suara
LAPAS Lembaga Pemasyarakatan
MK Mahkamah Konstitusi
NASDEM Partai Nasional Demokrat
PPL Pengawas Pemilu Lapangan
PERLUDEM Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi
Panwaslu Panitia Pengawas Pemilu
PPS Panitia Pemilihan Suara
PPK Panitia Pemilihan Kecamatan
Pileg Pemilihan Umum Legislatif
Pilpres Pemilihan Umum Presiden
PNS Pegawai Negeri Sipil
POLRI Kepolisian Republik Indonesia
Daftar Singkatan
PKB
PKS
PKPI
PDIP
PBB
PPP
PDA
PNA
PA
SMS
SLTA
TNI
PKPU
PAN
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Bulan Bintang
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Damai Aceh
Partai Nasional Aceh
Partai Aceh
Short Message Service (Pesan Singkat)
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Tentara Nasional Indonesia
Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Partai Amanat Nasional
ii iii
-
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) telah melakukan
sejumlah aktivitas pendidikan pemilih dan pemantauan dalam setiap
proses Pemilu yang berlangsung di Indonesia sejak tahun 1998.
Semua aktivitas tersebut dilakukan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sadar, terdidik, dan ikut berperan aktif dalam
kehidupan sosial politik yang berlangsung di Indonesia.
Pemantauan Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi yang
bisa dilakukan oleh masyarakat dalam Pemilu. Lambat laun, peran-
peran relawan dan lembaga pemantau yang terlibat memantau Pemilu
semakin minim. Hal ini juga terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2014.
Tidak banyak lagi aktor yang mau melakukan pemantaauan Pemilu,
untuk memastikan kualitas Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis
tetap terjaga. Di tengah minimnya minat masyarakat untuk melakukan
pemantauan dalam Pemilu 2014, JPPR tetap berupaya sekuat tenaga
untuk melakukan aktivitas pemantauan.
Pemilu 2014 dilakukan bersamaan dengan munculnya tradisi baru
dalam masyarakat, yaitu antusiame dalam menggunakan teknologi
informasi dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Facebook,
twitter, BBM, WA, Youtube, menjadi beberapa media yang sangat
banyak dimintai masyarakat untuk melakukan komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Cepat dan esien, itulah diantara manfaat
penggunaan sarana media sosial tersebut. Untuk menjembatani
tradisi baru masyarakat dengan aktivitas pemantauan, JPPR
mengembangkan pemantauan dengan menggunakan media sosial dan
teknologi informasi. Tujuan kami sangat sederhana yaitu bagaimana
menumbuhkan jiwa kesukarelawanan dalam memantau Pemilu
dengan memanfaatkan media sosial dan perkembangan teknologi
informasi.
Pengantar
Pengantar
iv
-
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) telah melakukan
sejumlah aktivitas pendidikan pemilih dan pemantauan dalam setiap
proses Pemilu yang berlangsung di Indonesia sejak tahun 1998.
Semua aktivitas tersebut dilakukan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sadar, terdidik, dan ikut berperan aktif dalam
kehidupan sosial politik yang berlangsung di Indonesia.
Pemantauan Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi yang
bisa dilakukan oleh masyarakat dalam Pemilu. Lambat laun, peran-
peran relawan dan lembaga pemantau yang terlibat memantau Pemilu
semakin minim. Hal ini juga terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2014.
Tidak banyak lagi aktor yang mau melakukan pemantaauan Pemilu,
untuk memastikan kualitas Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis
tetap terjaga. Di tengah minimnya minat masyarakat untuk melakukan
pemantauan dalam Pemilu 2014, JPPR tetap berupaya sekuat tenaga
untuk melakukan aktivitas pemantauan.
Pemilu 2014 dilakukan bersamaan dengan munculnya tradisi baru
dalam masyarakat, yaitu antusiame dalam menggunakan teknologi
informasi dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Facebook,
twitter, BBM, WA, Youtube, menjadi beberapa media yang sangat
banyak dimintai masyarakat untuk melakukan komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Cepat dan esien, itulah diantara manfaat
penggunaan sarana media sosial tersebut. Untuk menjembatani
tradisi baru masyarakat dengan aktivitas pemantauan, JPPR
mengembangkan pemantauan dengan menggunakan media sosial dan
teknologi informasi. Tujuan kami sangat sederhana yaitu bagaimana
menumbuhkan jiwa kesukarelawanan dalam memantau Pemilu
dengan memanfaatkan media sosial dan perkembangan teknologi
informasi.
Pengantar
Pengantar
iv
-
2 Bagian 1 : Pendahuluan 3
berbeda, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Pada Pemilu 2014, terdapat dua belas partai politik ditingkat
nasional dan tiga partai politik lokal di Aceh yang menjadi peserta
Pemilu, yaitu: 1. Nasdem (Partai Nasional Demokrat), 2. PKB
(Partai Kebangkitan Bangsa), 3. PKS (Partai Keadilan Sejahtera), 4.
PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), 5. Golkar (Partai
Golongan Karya), 6. Gerindra (Partai Gerakan Indonesia Raya), 7.
PD (Partai Demokrat), 8. PAN (Partai Amanat Nasional), 9.
PPP (Partai Persatuan Pembangunan), 10. Hanura (Partai Hati
Nurani Rakyat), 11. PDA (Partai Damai Aceh), 12. PNA (Partai
Nasional Aceh), 13. PA (Partai Aceh), 14. PBB (Partai Bulan
Bintang), 15. PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
Pemilu dan Pemantaun.
Penyelenggaraan Pemilu selain sebagai wahana pergantian
pemimpin, juga merupakan saluran partisipasi masyarakat yang
memadai bagi dihimpunnya pilihan publik yang luas terhadap calon
pemimpin. Pemilu juga menjadi sarana untuk menguji kebenaran
klaim-klaim partai politik dan pihak tertentu tentang kedekatan
mereka dengan masyarakat. Dengan demikian aktivitas pemantauan
untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas, jujur, adil,
bersih, dan transparan serta hasilnya bisa diterima oleh semua
pihak; baik peserta Pemilu maupun masyarakat luas, menjadi
sangat penting.
Pemantauan Pemilu pada prinsipnya adalah aktivitas memantau
proses tahapan-tahapan Pemilu dengan cara mengumpulkan data,
temuan dan informasi mengenai pelaksanaan Pemilu yang dilakukan
oleh individu, kelompok masyarakat, atau organisasi yang independen
dan non partisan. Penghormatan terhadap hak-hak pemilih menjadi
perhatian kegiatan pemantauan yaitu hak terdaftar sebagai pemilih,
hak menentukan pilihan secara mandiri, hak atas kerahasiaan pilihan,
hak bebas dari intimidasi, hak memperoleh informasi mengenai
tahapan-tahapan Pemilu secara benar, hak memantau dan
melaporkan adanya pelanggaran Pemilu.
Pemantauan Pemilu oleh masyarakat sipil di Indonesia masih menjadi
tradisi penting dalam penciptaan iklim Pemilu yang jurdil dan
demokratis. Meskipun terjadi perbaikan aturan dalam Pemilu 2014
diatur fungsi kontrol di bidang penyelenggaraan Pemilu oleh KPU,
pengawasan Pemilu oleh Bawaslu, dan pengawasan eteknologi
informasi dan media sosiala profesionalisme penyelenggara Pemilu
oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Namun
masyarakat sipil menjadi salah satu pilar penting dalam pengawalan
proses dan hasil Pemilu.
Penurunan Animo dan Kreatifitas Pemantauan
Merujuk pada Bangkok Deklarasi untuk Pemilu yang bebas, JPPR
merumuskan kualitas Pemilu diukur dari lima aspek; Pertama, adil
dalam aturan main dan memberi kesempatan sama kepada semua
pihak yang terlibat; Kedua, adanya partisipasi pemilih yang tinggi
disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan pilihannya
dengan rasa tanggung jawab dan tanpa paksaan; Ketiga, peserta
Pemilu melakukan penjaringan bakal calon secara demokratis dan
tidak menggunakan politik uang dalam semua tahapan Pemilu;
Keempat, terpilihnya legislatif dan eksekutif yang memiliki legitimasi
kuat dan berkualitas; Kelima, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu,
DKPP), pemerintah dan jajaran birokrasi bersikap independen.
Dari kelima ukuran tersebut, salah satu kunci penting pelaksanaan
Pemilu jurdil adalah tingginya keterlibatan masyarakat untuk aktif,
kritis, dan rasional dalam menyuarakan kepentingan politiknya. Karena
tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat akan sangat
berhubungan dengan tingkat kepercayaan publik (public trust),
-
4 Bagian 1 : Pendahuluan 5
legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability), kualitas
layanan publik (public service quality), dan mencegah gerakan
pembangkangan publik (public disobidience).
Bercermin dari pengalaman Pemilu ke Pemilu, tingkat partisipasi
masyarakat yang tergambar dari jumlah organisasi dan relawan
pemantau semakin menurun. Penurunan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemantauan ini menurun seiring dengan rendahnya
angka partisipasi dalam Pemilu/Pilkada. Data internal JPPR
menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah relawan JPPR semakin
menurun yaitu:
Jumlah lembaga pemantau juga terus menurun, dalam Pemilu
Legislatif tahun 2014, hanya ada 19 lembaga pemantau dalam negeri,
1 pemantau diplomatik dari luar negeri. Sementara dalam Pilpres
2014 hanya terdapat 15 lembaga pemantau di Indonesia yang
terdaftar dan visitor dari luar negeri. Hal ini jauh berbeda jika
dibandingkan dengan jumlah lembaga pemantau pada Pemilu 2004
dan Pemilu 2009 dimana terdaftar 38 lembaga pemantau dengan
rincian; 14 lembaga pemantau dari Indonesa, 7 lembaga pemantau
luar negeri dan 7 lagi pemantau diplomatik atau kedutaan.
Penurunan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan ini
diantaranya disebabkan kondisi politik Indonesia yang relatif stabil
dibandingkan tahun-tahun awal paska reformasi, di samping faktor-
faktor lain seperti masyarakat pemilih yang terpolarisasi menjadi tim
sukses partai politik atau kandidat. Hal lain juga menyebabkan fokus
dan intensitas advokasi pemilu berkurang dalam prioritas kebijakan
donor yang ada di Indonesia. Sedangkan sosiologis masyarakat
cendrung menjadi pragmatis dan memilih menjadi relawan lembaga
survei dengan kompesasi yang lebih besar dibandingkan menjadi
relawan pemantau, serta tidak adanya dukungan pendanaan dari
negara. Lembaga pengawas Pemilu sebagai penanggungjawab
penanganan pelanggaran Pemilu mempunyai kelemahan sistemik
yang turut berkontribusi terhadap penurunan partisipasi masyarakat
dalam pemantauan Pemilu. Kerumitan proses penanganan
pelanggaran Pemilu yang dilaporkan pada umumnya dianggap gugur
dan tidak bisa diteruskan ke KPU maupun Kepolisian karena
kurangnya bukti pemenuhan salah satu unsur pelanggaran.
Dalam situasi tersebut, JPPR berupaya menerapkan konsep dan
aktivitas pemantauan Pemilu dengan memadukan pola pemantauan
konvensional dan inovatif. Model pemantauan JPPR yang lama
dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan media
sosial. ini dilakukan untuk mempermudah masyarakat memperoleh
pengetahuan mengenai tata cara pemantauan Pemilu.
Pemantauan berbasis teknologi informasi dan media sosial diharapkan
dapat menjadi jalan keluar terhadap tantangan aktivitas pemantauan
untuk memperluas cakupan keterlibatan banyak pihak. Pilihan ini
dilakukan karena media sosial mempunyai karakteristik yang
bercirikan; a) Partisipasi; Media sosial mendorong kontribusi dan
JUMLAH RELAWAN JPPR
Tahun Jumlah
1999 220.000
2004 140.000
2005-2008 80.000
2009 13.500
2010 1.200
2011 150
2012 1.500
2013 600
2014 1.200
-
4 Bagian 1 : Pendahuluan 5
legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability), kualitas
layanan publik (public service quality), dan mencegah gerakan
pembangkangan publik (public disobidience).
Bercermin dari pengalaman Pemilu ke Pemilu, tingkat partisipasi
masyarakat yang tergambar dari jumlah organisasi dan relawan
pemantau semakin menurun. Penurunan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemantauan ini menurun seiring dengan rendahnya
angka partisipasi dalam Pemilu/Pilkada. Data internal JPPR
menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah relawan JPPR semakin
menurun yaitu:
Jumlah lembaga pemantau juga terus menurun, dalam Pemilu
Legislatif tahun 2014, hanya ada 19 lembaga pemantau dalam negeri,
1 pemantau diplomatik dari luar negeri. Sementara dalam Pilpres
2014 hanya terdapat 15 lembaga pemantau di Indonesia yang
terdaftar dan visitor dari luar negeri. Hal ini jauh berbeda jika
dibandingkan dengan jumlah lembaga pemantau pada Pemilu 2004
dan Pemilu 2009 dimana terdaftar 38 lembaga pemantau dengan
rincian; 14 lembaga pemantau dari Indonesa, 7 lembaga pemantau
luar negeri dan 7 lagi pemantau diplomatik atau kedutaan.
Penurunan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan ini
diantaranya disebabkan kondisi politik Indonesia yang relatif stabil
dibandingkan tahun-tahun awal paska reformasi, di samping faktor-
faktor lain seperti masyarakat pemilih yang terpolarisasi menjadi tim
sukses partai politik atau kandidat. Hal lain juga menyebabkan fokus
dan intensitas advokasi pemilu berkurang dalam prioritas kebijakan
donor yang ada di Indonesia. Sedangkan sosiologis masyarakat
cendrung menjadi pragmatis dan memilih menjadi relawan lembaga
survei dengan kompesasi yang lebih besar dibandingkan menjadi
relawan pemantau, serta tidak adanya dukungan pendanaan dari
negara. Lembaga pengawas Pemilu sebagai penanggungjawab
penanganan pelanggaran Pemilu mempunyai kelemahan sistemik
yang turut berkontribusi terhadap penurunan partisipasi masyarakat
dalam pemantauan Pemilu. Kerumitan proses penanganan
pelanggaran Pemilu yang dilaporkan pada umumnya dianggap gugur
dan tidak bisa diteruskan ke KPU maupun Kepolisian karena
kurangnya bukti pemenuhan salah satu unsur pelanggaran.
Dalam situasi tersebut, JPPR berupaya menerapkan konsep dan
aktivitas pemantauan Pemilu dengan memadukan pola pemantauan
konvensional dan inovatif. Model pemantauan JPPR yang lama
dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan media
sosial. ini dilakukan untuk mempermudah masyarakat memperoleh
pengetahuan mengenai tata cara pemantauan Pemilu.
Pemantauan berbasis teknologi informasi dan media sosial diharapkan
dapat menjadi jalan keluar terhadap tantangan aktivitas pemantauan
untuk memperluas cakupan keterlibatan banyak pihak. Pilihan ini
dilakukan karena media sosial mempunyai karakteristik yang
bercirikan; a) Partisipasi; Media sosial mendorong kontribusi dan
JUMLAH RELAWAN JPPR
Tahun Jumlah
1999 220.000
2004 140.000
2005-2008 80.000
2009 13.500
2010 1.200
2011 150
2012 1.500
2013 600
2014 1.200
-
6 Bagian 1 : Pendahuluan 7
umpan balik (feedback) dari siapapun. Setiap orang dapat
mengaksesnya secara bersama-sama berdasarkan kesadaran sendiri;
b) Keterbukaan; Setiap kata/ungkapan/ informasi yang dipublikasikan
berpeluang untuk ditanggapi orang lain karena pada dasarnya media
sosial bersifat terbuka bagi siapa saja; c) Saling terhubung; Sifat media
sosial adalah berjejaring. Media sosial dapat melakukan percakapan
dua arah atau lebih, antara satu dengan lainnya akan saling terhubung.
Ke leb ihan media sos ia l te r le tak pada l ink- l ink yang
menghubungkannya dengan berbagai situs antar media sosial maupun
perorangan; d) Advokasi; Media sosial memungkinkan siapa saja
mampu menjangkau orang banyak serta mendapat dukungan
terhadap satu isu yang sedang mereka perjuangkan. Media sosial juga
memudahkan suatu komunitas/lembaga nirlaba untuk menyebarkan
pesan sosial ke jaringan mereka masing-masing. (Sandiago S. Uno,
Dari Maya ke Karya Nyata dalam Sosial Media Nation, 15 Inspirasi
Berjejaring Sosial; bertumbuh besar bersama komunitas onlie dan
sukses berbisnis, hal. xvii-xix)
Walhasil, pada Pemilu 2014 dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan media sosial, JPPR mengembangkan model
pengorganisiran pemantauan yang kreatif, mudah dan efektif sejak dari
rekrutmen relawan pemantau, pelatihan relawan pemantau,
pemantauan dan pelaporan.
Buku ini merupakan laporan hasil pemantauan Jaringan Pendidikan
Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dalam tahapan Pemilu 2014. Hasil
pemantauan ini setidaknya dapat memotret proses seberapa jujur dan
adil pelaksanaan Pemilu 2014. Hasil pemantauan berasal dari
sejumlah temuan para relawan yang telah berpartisipasi aktif di seluruh
lokasi pemantauan.
Apresiasi kami persembahkan kepada seluruh relawan partisipatif yang
dengan suka rela telah mendukung seluruh program pemantauan di
kedua Pemilu baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden.
Kehadiran dan kesukarelaan yang ditunjukkan para relawan
merupakan wujud pembuktian partisipasi masyarakat dalam proses
demokrasi ini. Penghargaan setinggi-tingginya kepada KPU RI yang
telah memberikan akreditasi, dukungan data, akses di setiap tahapan
Pemilu, serta atas diskusi yang kritis dan membangun. Kepada
Bawaslu Ri, kami juga ingin mengucapkan terima kasih atas
kerjasamnya dan kesediaanya menerima sejumlah laporan
pemantauan.
-
6 Bagian 1 : Pendahuluan 7
umpan balik (feedback) dari siapapun. Setiap orang dapat
mengaksesnya secara bersama-sama berdasarkan kesadaran sendiri;
b) Keterbukaan; Setiap kata/ungkapan/ informasi yang dipublikasikan
berpeluang untuk ditanggapi orang lain karena pada dasarnya media
sosial bersifat terbuka bagi siapa saja; c) Saling terhubung; Sifat media
sosial adalah berjejaring. Media sosial dapat melakukan percakapan
dua arah atau lebih, antara satu dengan lainnya akan saling terhubung.
Ke leb ihan media sos ia l te r le tak pada l ink- l ink yang
menghubungkannya dengan berbagai situs antar media sosial maupun
perorangan; d) Advokasi; Media sosial memungkinkan siapa saja
mampu menjangkau orang banyak serta mendapat dukungan
terhadap satu isu yang sedang mereka perjuangkan. Media sosial juga
memudahkan suatu komunitas/lembaga nirlaba untuk menyebarkan
pesan sosial ke jaringan mereka masing-masing. (Sandiago S. Uno,
Dari Maya ke Karya Nyata dalam Sosial Media Nation, 15 Inspirasi
Berjejaring Sosial; bertumbuh besar bersama komunitas onlie dan
sukses berbisnis, hal. xvii-xix)
Walhasil, pada Pemilu 2014 dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan media sosial, JPPR mengembangkan model
pengorganisiran pemantauan yang kreatif, mudah dan efektif sejak dari
rekrutmen relawan pemantau, pelatihan relawan pemantau,
pemantauan dan pelaporan.
Buku ini merupakan laporan hasil pemantauan Jaringan Pendidikan
Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dalam tahapan Pemilu 2014. Hasil
pemantauan ini setidaknya dapat memotret proses seberapa jujur dan
adil pelaksanaan Pemilu 2014. Hasil pemantauan berasal dari
sejumlah temuan para relawan yang telah berpartisipasi aktif di seluruh
lokasi pemantauan.
Apresiasi kami persembahkan kepada seluruh relawan partisipatif yang
dengan suka rela telah mendukung seluruh program pemantauan di
kedua Pemilu baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden.
Kehadiran dan kesukarelaan yang ditunjukkan para relawan
merupakan wujud pembuktian partisipasi masyarakat dalam proses
demokrasi ini. Penghargaan setinggi-tingginya kepada KPU RI yang
telah memberikan akreditasi, dukungan data, akses di setiap tahapan
Pemilu, serta atas diskusi yang kritis dan membangun. Kepada
Bawaslu Ri, kami juga ingin mengucapkan terima kasih atas
kerjasamnya dan kesediaanya menerima sejumlah laporan
pemantauan.
-
8 Bagian 1 : Pendahuluan 7
Bagian 2Executive Summary
-
9 Bagian 2 : Executive Summary 8
aporan pemantauan ini disampaikan oleh Jaringan
LPendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) berdasarkan hasil pemantauan di dua Pemilu, yakni Pemilu legislatif dan Pemilu presiden yang diselengarakan secara paralel pada tanggal 9
April 2014 dan 9 Juli 2014. Pada kedua Pemilu tersebut, JPPR
melakukan aktivitas pemantauan dengan menggunakan dua metode
yakni; Pertama, pelibatan partisipasi masyarakat dengan
penggunaan teknologi informasi dan media sosial pada Pemilu
legislatif dan Kedua mekanisme pemantuan intensif pada tahapan
Pemilu Presiden 2014.
Pemantauan Pemilu yang dilakukan JPPR didukung oleh 1.308
relawan yang direkrut dari jaringan lembaga JPPR yang mendaftar
secara online. Di tengah kondisi saling dukung masyarakat dalam
Pemilu dan banyak diantara mereka bekerja sebagai anggota tim
kampanye partai politik maupun calon anggota legislatif, maka
kehadiran para relawan layak mendapatkan apresiasi yang tinggi
karena turut berkontribusi terhadap pemantauan Pemilu oleh
masyarakat sipil yang nonpartisan.
Terdapat beberapa aspek positif dari penyelenggaran Pemilu 2014.
Di mana terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses
Pemilu dan adanya. peningkatan kinerja penyelenggara Pemilu yakni
KPU dalam melakukan verikasi partai politik dan peserta Pemilu.
Perubahan positif yang signikan juga dilakukan oleh KPU, terkait
keterbukaan informasi dan partipasi Pemilu dalam proses Pemilu
2014. Yaitu; Pertama, proses pendaftaran pemilih. KPU
Bagian 2Executive Summary
-
9 Bagian 2 : Executive Summary 10
mengeluarkan informasi berbasis teknologi berupa Sidalih serta
kebijakan yang mampu mengurangi potensi warga negara supaya
tidak kehilangan hak politik. Kedua, KPU berhasil menekan tingkat
kecurangan, penggelembungan dan manipulasi suara dengan cara
memindai formulir C1 asli dan mengunggahnya ke laman resmi KPU
yang dapat diakses masyarakat sehingga kontrol publik bisa
dilakukan oleh siapapun.
Meskipun begitu, masih juga ditemukan fakta adanya
ketidaksingkronan antar data yang dipublikasi dalam website KPU
dengan berita acara diTPS. KPU juga masih kurang efektif dalam
penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan peserta Pemilu
dan lambannya dalam pembuatan peraturan tentang tahapan
Pemilu.
Hasil Pemantauan
Hasil pantauan JPPR pada Pemilu legislatif dan Pemilu presiden
dijelaskan dalam ringkasan di bawah ini, yang mencakup periode
pra-Pemilu, pemungutan suara, penghitungan suara dan pasca
Pemilu.
1. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu; Angka
partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif mencapai 75,11%. Ini
menunjukkan antusias masyarakat dalam Pemilu. Sementara itu,
pada Pemilu presiden partisipasi pemilih relatif tinggi yaitu
sebesar 69,58%. Trend peningkatan partisipasi pemilih ini tidak
lepas dari efek sosialisasi Pemilu yang dilakukan lebih awal dan
berbagai variasi kebijakan program penyelenggaraan Pemilu.
Masyarakat sendiri tertarik dengan kehadiran partai baru dan
fenomena beberapa kandidat yang mereka anggap bisa
membawa harapan, hingga memutuskan untuk menggunakan
hak pilihnya setelah sekian lama mereka tidak peduli dan memilih
menjadi golongan putih (golput). Teknologi informasi dan media
sosial juga berperan penting dalam menumbuhkan kepedulian
masyarakat terhadap Pemilu.
2. Profesionalisme Penyelenggara Pemilu; Berkaitan dengan
mekanisme perekrutan, persyaratan pendidikan minimum SLTA
bagi penyelenggara Pemilu masih sering tidak dipenuhi.
Realitanya, di daerah pedalaman persyaratan ini sulit dipenuhi,
mengingat terbatasnya sumber daya manusia. Pemahaman
KPPS dalam proses pemungutan suara, PPS dalam melakukan
rekapitulasi suara juga belum sampai pada level yang
memuaskan. Persoalan bimbingan teknis (BIMTEK) dan
perekrutan KPPS, PPS dan PPK masih belum mengakomodir
keterwakilan perempuan. Meskipun keterwakilan perempuan
tidak diwajibkan, namun hal itu menunjukkan kesadaran akan
kesetaraan gender yang masih rendah.
3. Proses Verikasi Faktual Partai Politik di Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota Relatif Kredibel Meskipun Masih Terdapat
Kelemahan pada Transparansi Akses Data. Proses verikasi partai
politik dan kandidat dilakukan dengan lebih terstruktur.
Keberadaan Bawaslu dan jajarannya di tingkat provinsi,
kabupaten/kota dan kecamatan (PPK) merupakan bagian dari
pengawasan terhadap pelaksanaan aspek keterbukaan data.
Temuan JPPR menunjukkan, secara umum seluruh proses
verikasi berjalan baik meskipun masih ditemukan perbedaan
pendapat di KPU provinsi dan kabupaten/kota mengenai
keterbukaan data. Beberapa KPU tidak mengizinkan pemantau
untuk mengakses data berkaitan dengan informasi hasil verikasi
yang disimpan KPU. Data yang disajikan partai politik pun sangat
beragam. Beberapa data ditemukan dengan kualitas rendah dan
informasi data seadanya. Kepengurusan partai politik yang masih
lama dan belum di update, bahkan terdapat data yang ktif atau
palsu.
-
9 Bagian 2 : Executive Summary 10
mengeluarkan informasi berbasis teknologi berupa Sidalih serta
kebijakan yang mampu mengurangi potensi warga negara supaya
tidak kehilangan hak politik. Kedua, KPU berhasil menekan tingkat
kecurangan, penggelembungan dan manipulasi suara dengan cara
memindai formulir C1 asli dan mengunggahnya ke laman resmi KPU
yang dapat diakses masyarakat sehingga kontrol publik bisa
dilakukan oleh siapapun.
Meskipun begitu, masih juga ditemukan fakta adanya
ketidaksingkronan antar data yang dipublikasi dalam website KPU
dengan berita acara diTPS. KPU juga masih kurang efektif dalam
penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan peserta Pemilu
dan lambannya dalam pembuatan peraturan tentang tahapan
Pemilu.
Hasil Pemantauan
Hasil pantauan JPPR pada Pemilu legislatif dan Pemilu presiden
dijelaskan dalam ringkasan di bawah ini, yang mencakup periode
pra-Pemilu, pemungutan suara, penghitungan suara dan pasca
Pemilu.
1. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu; Angka
partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif mencapai 75,11%. Ini
menunjukkan antusias masyarakat dalam Pemilu. Sementara itu,
pada Pemilu presiden partisipasi pemilih relatif tinggi yaitu
sebesar 69,58%. Trend peningkatan partisipasi pemilih ini tidak
lepas dari efek sosialisasi Pemilu yang dilakukan lebih awal dan
berbagai variasi kebijakan program penyelenggaraan Pemilu.
Masyarakat sendiri tertarik dengan kehadiran partai baru dan
fenomena beberapa kandidat yang mereka anggap bisa
membawa harapan, hingga memutuskan untuk menggunakan
hak pilihnya setelah sekian lama mereka tidak peduli dan memilih
menjadi golongan putih (golput). Teknologi informasi dan media
sosial juga berperan penting dalam menumbuhkan kepedulian
masyarakat terhadap Pemilu.
2. Profesionalisme Penyelenggara Pemilu; Berkaitan dengan
mekanisme perekrutan, persyaratan pendidikan minimum SLTA
bagi penyelenggara Pemilu masih sering tidak dipenuhi.
Realitanya, di daerah pedalaman persyaratan ini sulit dipenuhi,
mengingat terbatasnya sumber daya manusia. Pemahaman
KPPS dalam proses pemungutan suara, PPS dalam melakukan
rekapitulasi suara juga belum sampai pada level yang
memuaskan. Persoalan bimbingan teknis (BIMTEK) dan
perekrutan KPPS, PPS dan PPK masih belum mengakomodir
keterwakilan perempuan. Meskipun keterwakilan perempuan
tidak diwajibkan, namun hal itu menunjukkan kesadaran akan
kesetaraan gender yang masih rendah.
3. Proses Verikasi Faktual Partai Politik di Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota Relatif Kredibel Meskipun Masih Terdapat
Kelemahan pada Transparansi Akses Data. Proses verikasi partai
politik dan kandidat dilakukan dengan lebih terstruktur.
Keberadaan Bawaslu dan jajarannya di tingkat provinsi,
kabupaten/kota dan kecamatan (PPK) merupakan bagian dari
pengawasan terhadap pelaksanaan aspek keterbukaan data.
Temuan JPPR menunjukkan, secara umum seluruh proses
verikasi berjalan baik meskipun masih ditemukan perbedaan
pendapat di KPU provinsi dan kabupaten/kota mengenai
keterbukaan data. Beberapa KPU tidak mengizinkan pemantau
untuk mengakses data berkaitan dengan informasi hasil verikasi
yang disimpan KPU. Data yang disajikan partai politik pun sangat
beragam. Beberapa data ditemukan dengan kualitas rendah dan
informasi data seadanya. Kepengurusan partai politik yang masih
lama dan belum di update, bahkan terdapat data yang ktif atau
palsu.
-
11 Bagian 2 : Executive Summary 12
4. Dominasi Kepentingan Politik Media Massa Untuk Keperluan
Kampanye. Media massa mainstream digunakan sebagai alat
hanya meningkatkan transparansi terhadap hasil Pemilu,
namun juga strategi yang efektif dalam mengurangi potensi
kecurangan (penggelembungan suara dan manipulasi) suara di
tingkat PPS, PPK, kab/kota dan provinsi. Meskipun dalam
Pemilu legislatif masih banyak ditemukan usaha para kandidat
dengan bantuan penyelenggara Pemilu di tingkat bawah yang
mencoba mengubah hasil penghitungan suara di TPS Pemilu
legislatif.
9. Pendidikan pemilih dan sosialisasi tentang tahapan Pemilu
tidak menjangkau sampai kepada pelosok. Lemahnya
pendidikan pemilih yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu
dalam hal ini KPU dan Bawaslu, seluruhnya masih bersifat
sosialisasi dan itu pun tidak sampai menyentuh masyarakat di
pelosok. Dalam hal koordinasi antara sesama penyelenggara
KPU dan Bawaslu, juga sangat terlihat masih tidak akur dan
tidak melengkapi satu sama lain. Dalam hal penanganan hasil
laporan masyarakat Bawaslu dinilai masih kurang maksimal
karena masih tertutup.
-
11 Bagian 2 : Executive Summary 12
4. Dominasi Kepentingan Politik Media Massa Untuk Keperluan
Kampanye. Media massa mainstream digunakan sebagai alat
hanya meningkatkan transparansi terhadap hasil Pemilu,
namun juga strategi yang efektif dalam mengurangi potensi
kecurangan (penggelembungan suara dan manipulasi) suara di
tingkat PPS, PPK, kab/kota dan provinsi. Meskipun dalam
Pemilu legislatif masih banyak ditemukan usaha para kandidat
dengan bantuan penyelenggara Pemilu di tingkat bawah yang
mencoba mengubah hasil penghitungan suara di TPS Pemilu
legislatif.
9. Pendidikan pemilih dan sosialisasi tentang tahapan Pemilu
tidak menjangkau sampai kepada pelosok. Lemahnya
pendidikan pemilih yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu
dalam hal ini KPU dan Bawaslu, seluruhnya masih bersifat
sosialisasi dan itu pun tidak sampai menyentuh masyarakat di
pelosok. Dalam hal koordinasi antara sesama penyelenggara
KPU dan Bawaslu, juga sangat terlihat masih tidak akur dan
tidak melengkapi satu sama lain. Dalam hal penanganan hasil
laporan masyarakat Bawaslu dinilai masih kurang maksimal
karena masih tertutup.
-
13 Bagian 2 : Executive Summary 14
ejak didirikan pada tahun 1999, JPPR melakukan program
Spendidikan pemilih dengan melibatkan jaringan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Perguruan Tingggi, LSM dan organisasi lintas iman. JPPR aktif menyelenggarakan
pemantuan, pendidikan pemilih, penelitian, focus group discussion
(FGD), diskusi media, seminar dan advokasi. JPPR telah aktif
menyelenggarakan sejumlah aktivitas tersebut sebagai bagian dari
upaya menjaga proses demokrasi.
Dalam pendidikan pemilih, JPPR memiliki pengalaman dalam
mengorganisir debat calon kandidat pada Pemilu lokal di TV dan
radio, atau melakukan pertemuan konstituen (Forum Warga) dengan
melibatkan para kandidat untuk membuat kontrak politik dengan
rakyat. JPPR juga seringkali melibatkan pemimpin agama dalam
melakukan pendidikan pemilih di pengajian-pengajian. Sebagai
bagian dari strategi pendidikan pemilih, JPPR juga membuat brosur
yang berisi visi misi dari calon, poster, spanduk, dan iklan layanan
masyarakat dalam Pemilu.
Selama periode 1999 - 2014, JPPR telah mengerahkan 458,150
relawan untuk mengawal empat Pemilu nasional (1999, 2004,
Sejarah JPPR dalam Pemilu di Indonesia
Bagian 3
-
13 Bagian 2 : Executive Summary 14
ejak didirikan pada tahun 1999, JPPR melakukan program
Spendidikan pemilih dengan melibatkan jaringan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Perguruan Tingggi, LSM dan organisasi lintas iman. JPPR aktif menyelenggarakan
pemantuan, pendidikan pemilih, penelitian, focus group discussion
(FGD), diskusi media, seminar dan advokasi. JPPR telah aktif
menyelenggarakan sejumlah aktivitas tersebut sebagai bagian dari
upaya menjaga proses demokrasi.
Dalam pendidikan pemilih, JPPR memiliki pengalaman dalam
mengorganisir debat calon kandidat pada Pemilu lokal di TV dan
radio, atau melakukan pertemuan konstituen (Forum Warga) dengan
melibatkan para kandidat untuk membuat kontrak politik dengan
rakyat. JPPR juga seringkali melibatkan pemimpin agama dalam
melakukan pendidikan pemilih di pengajian-pengajian. Sebagai
bagian dari strategi pendidikan pemilih, JPPR juga membuat brosur
yang berisi visi misi dari calon, poster, spanduk, dan iklan layanan
masyarakat dalam Pemilu.
Selama periode 1999 - 2014, JPPR telah mengerahkan 458,150
relawan untuk mengawal empat Pemilu nasional (1999, 2004,
Sejarah JPPR dalam Pemilu di Indonesia
Bagian 3
-
15 Bagian 2 : Executive Summary 16
2009 dan 2014) dan beberapa pemilihan kepala daerah. JPPR
adalah satu-satunya organisasi yang memantau proses Pilkada
dimasa-masa awal pelaksanaannya di Indonesia pada tahun 2005.
Dengan pengalaman yang panjang dibidang kepemiluan, JPPR
memiliki hubungan yang sangat baik dengan penyelenggara Pemilu,
baik KPU dan Bawaslu di tingkat nasional dan daerah, para anggota
legislatif, dan ahli-ahli Pemilu. Pada tahun 2009, JPPR adalah satu-
satunya organisasi yang diundang oleh panitia khusus (pansus) dari
daftar pemilih tetap yang dibentuk oleh DPR RI, untuk memaparkan
temuan JPPR atas kasus pemilih yang tidak terdaftar dalam Pemilu
2009.
JPPR juga memiliki keahlian konstituasi dalam melakukan tinjauan
kompleks dan analisis reformasi hukum Pemilu serta memiliki
pemahaman yang baik tentang praktek Pemilu di Indonesi. JPPR
selalu terlibat dalam advokasi penyusunan undang-undang Pemilu.
Salah satu kekuatan JPPR adalah dalam memberikan rekomendasi
perbaikan penyelenggaraan pemilu selalu berdasarkan temuan
pemantauan JPPR atas proses dan tahapan pemilu.
Pada tahun 2012 sampai sekarang, JPPR fokus pada advokasi hak
penyandang disabilitas dalam Pemilu. Selain melakukan
peningkatan akses politik bagi pemilih penyandang disabilitas.
Selain melakukan pemantauan di beberapa Pilkada di Indonesia,
JPPR juga melakukan riset terkait hak politik penyandang disabilitas
di beberapa negara ASEAN.
Tahun 2013 hingga 2014, JPPR melakukan pemantauan dana
kampanye dan poltiik uang dalam Pemilu 2014. Mendorong
akuntabilitas pelaporan dana kampanye dan pemerataan kesamaan
peluang dari setiap peserta Pemilu dalam menggunakan dana
kampanyenya. JPPR giat dalam mengkampanyekan anti
polteknologi informasi dan media sosial uang yang dilakukan oleh
peserta Pemilu.
Pada Pemilu 2014, JPPR berperan dalam meningkatkan partisipasi
pemilih melalui pendidikan pemilih, diantaranya dengan membantu
penyelenggara Pemilu mensosialiasikan proses tahapan Pemilu dan
mendorong Pemilu yang jujur dan adil. JPPR juga melakukan
terobosan baru dalam akvititas pemantauan Pemilu di Indonesia
dengan menggunakan teknologi informasi dan media sosial
-
15 Bagian 2 : Executive Summary 16
2009 dan 2014) dan beberapa pemilihan kepala daerah. JPPR
adalah satu-satunya organisasi yang memantau proses Pilkada
dimasa-masa awal pelaksanaannya di Indonesia pada tahun 2005.
Dengan pengalaman yang panjang dibidang kepemiluan, JPPR
memiliki hubungan yang sangat baik dengan penyelenggara Pemilu,
baik KPU dan Bawaslu di tingkat nasional dan daerah, para anggota
legislatif, dan ahli-ahli Pemilu. Pada tahun 2009, JPPR adalah satu-
satunya organisasi yang diundang oleh panitia khusus (pansus) dari
daftar pemilih tetap yang dibentuk oleh DPR RI, untuk memaparkan
temuan JPPR atas kasus pemilih yang tidak terdaftar dalam Pemilu
2009.
JPPR juga memiliki keahlian konstituasi dalam melakukan tinjauan
kompleks dan analisis reformasi hukum Pemilu serta memiliki
pemahaman yang baik tentang praktek Pemilu di Indonesi. JPPR
selalu terlibat dalam advokasi penyusunan undang-undang Pemilu.
Salah satu kekuatan JPPR adalah dalam memberikan rekomendasi
perbaikan penyelenggaraan pemilu selalu berdasarkan temuan
pemantauan JPPR atas proses dan tahapan pemilu.
Pada tahun 2012 sampai sekarang, JPPR fokus pada advokasi hak
penyandang disabilitas dalam Pemilu. Selain melakukan
peningkatan akses politik bagi pemilih penyandang disabilitas.
Selain melakukan pemantauan di beberapa Pilkada di Indonesia,
JPPR juga melakukan riset terkait hak politik penyandang disabilitas
di beberapa negara ASEAN.
Tahun 2013 hingga 2014, JPPR melakukan pemantauan dana
kampanye dan poltiik uang dalam Pemilu 2014. Mendorong
akuntabilitas pelaporan dana kampanye dan pemerataan kesamaan
peluang dari setiap peserta Pemilu dalam menggunakan dana
kampanyenya. JPPR giat dalam mengkampanyekan anti
polteknologi informasi dan media sosial uang yang dilakukan oleh
peserta Pemilu.
Pada Pemilu 2014, JPPR berperan dalam meningkatkan partisipasi
pemilih melalui pendidikan pemilih, diantaranya dengan membantu
penyelenggara Pemilu mensosialiasikan proses tahapan Pemilu dan
mendorong Pemilu yang jujur dan adil. JPPR juga melakukan
terobosan baru dalam akvititas pemantauan Pemilu di Indonesia
dengan menggunakan teknologi informasi dan media sosial
-
17 Bagian 2 : Executive Summary 16
Bagian 4Metodologi Pemantauan
-
26 17
Bagian 4Metodologi Pemantauan
alam proses pemantauan Pemilu Legislatif dan Presiden
D2014, JPPR menggunakan kombinasi dua metode pemantauan yakni; pemantauan berbasis teknologi informasi dan media social; dan pemantauan intensif. Kedua metode
tersebut dibahas dalam sub bagian berikutnya.
Pemantauan Berbasis Teknologi Informasi dan
Media Sosial
Pemantauan berbasis teknologi Informasi dan media sosial
merupakan metode yang baru diterapkan JPPR pada PEMILU
2014, hal ini bertujuan untuk membuka ruang yang lebih luas untuk
mengakomodasi partisipasi warga dengan menggunakan media
yang tersedia dan terjangkau oleh mereka.
Sebelum menerapkan pendekatan teknologi informasi dan media
sosial dalam pemantauan, JPPR terlebih dahulu melakukan
assessment kesiapan pemanfaatan teknologi infromasi dan media
sosial pada pemilihan kepala daerah di provinsi Jawa Timur pada
tahun 2013. Tujuan assessment ialah untuk mengetahui efektivitas
teknologi informasi dan media sosial dalam mendukung aktivitas
pemantauan. Dalam assessment tersebut, terdapat 1003 anggota
jaringan JPPR terlibat sebagai responden. Sementara, tipe teknologi
informasi dan media sosial yang disertakan meliputi telepon, SMS
(short message system), e-mail, instant messaging (blackberry
messenger dan whats'app), situs jejaring sosial (facebook dan
twitter). Dari Hasil uji coba ini menunjukkan bahwa Facebook
-
18 19
merupakan media sosial yang paling banyak dimiliki responden
(87%), yang kemudian diikuti dengan Twitter (35%).
Berdasarkan jenis piranti, telepon seluler merupakan piranti yang
paling sering digunakan untuk mengakses internet (70%). Berdasarkan
penggunaan, akses internet paling sering diperuntukkan untuk
mengunjungi laman Facebook (32%), dan browsing (18%).
Dibandingkan Facebook, Twitter tampak tidak popular diantara
responden (5%). Sementara frekuensi pengguna aplikasi instant
messaging lebih tinggi untuk BBM (8%), dibandingkan dengan
WhatsApp (4%). Adapun akses terhadap e-mail, Skype, Youtube
sangat rendah, dengan persentase kurang dari 5%.
Mempertimbangkan Facebook sebagai media sosial yang paling sering
diakses responden, uji coba kemudian menelisik lebih jauh
penggunaan Facebook dalam konteks Pemilu. Hasil assessment
menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan Facebook masih
bersifat pasif, yakni membaca posting teman tentang Pemilu (36%).
Adapun kebutuhan lainnya adalah Mengundang teman untuk peduli
Pemilu (15%), Mengomentari status teman tentang Pemilu (13%),
Menyukai status teman terkait Pemilu (11%), dan Memperbaharui
status terkait Pemilu (10%), serta Mengunggah gambar terkait
Pemilu (10%).
Serupa dengan Facebook, penggunaan Twitter di kalangan responden
cenderung pasif yakni membaca tweet tentang Pemilu (40%). Adapun
penggunaan lainnya yang bersifat lebih proaktif cenderung rendah.
Sebagai contoh, tujuan untuk: Retweet tweet tentang Pemilu (14%),
Mengajak teman untuk peduli Pemilu (12%), Mengomentari tweet
tentang Pemilu (11%), dan Mengunggah gambar terkait Pemilu
(5%). Sementara terdapat 18% responden yang tidak menjawab dari
semua opsi yang tersedia.
Hasil Assessment Pilkada Jawa Timur dan pengalaman Pemilu 2014
terdapat potensi yang bisa dilakukan untuk pemantauan:
1. Aspek kecepatan yang merupakan keunggulan dari media baru,
berperan dalam pelaporan hasil pemantauan. Namun, bersama
dengan kecepatan lalu lintas data, akurasi temuan yang
dilaporkan perlu diantisipasi.
2. Strategi teknologi informasi dan media sosial yang disinergikan
dengan partisipasi pemantauan di lapangan harus terus
dikembangkan. Salah satu cara ialah mengidentikasi jenis
tahapan dengan tingkat partisipasi tinggi dengan jenis
piranti/platform yang tepat. Berdasarkan pengalaman pada
Pemilu kemarin, beberapa isu yang meraih perhatian warga
awam adalah: kemurnian suara dari proses penghitungan suara di
TPS hingga di tingkat kabupaten/kota, independensi
penyelenggara Pemilu, dan politik uang. Secara terpisah hasil uji
coba di Jawa Timur menunjukkan bahwa hasil pemantauan
terhadap objek visual, seperti alat peraga, DPT, dan situasi
pemungutan suara di TPS, lebih besar dibandingkan objek
pemantauan yang lain.
3. Kapasitas JPPR menggunakan teknologi informasi dan media
sosial, terutama media sosial, dalam aktivitas pemantauan dan
pelaporan Pemilu. Hasil penelitian Pusat Kajian Komunikasi UI
(20014), menunjukkan bahwa relawan pemantau JPPR pada
Pemilu 2014 lalu didominasi oleh kelompok warga muda (17-25
tahun), yang minim pengalaman memantau (
-
18 19
merupakan media sosial yang paling banyak dimiliki responden
(87%), yang kemudian diikuti dengan Twitter (35%).
Berdasarkan jenis piranti, telepon seluler merupakan piranti yang
paling sering digunakan untuk mengakses internet (70%). Berdasarkan
penggunaan, akses internet paling sering diperuntukkan untuk
mengunjungi laman Facebook (32%), dan browsing (18%).
Dibandingkan Facebook, Twitter tampak tidak popular diantara
responden (5%). Sementara frekuensi pengguna aplikasi instant
messaging lebih tinggi untuk BBM (8%), dibandingkan dengan
WhatsApp (4%). Adapun akses terhadap e-mail, Skype, Youtube
sangat rendah, dengan persentase kurang dari 5%.
Mempertimbangkan Facebook sebagai media sosial yang paling sering
diakses responden, uji coba kemudian menelisik lebih jauh
penggunaan Facebook dalam konteks Pemilu. Hasil assessment
menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan Facebook masih
bersifat pasif, yakni membaca posting teman tentang Pemilu (36%).
Adapun kebutuhan lainnya adalah Mengundang teman untuk peduli
Pemilu (15%), Mengomentari status teman tentang Pemilu (13%),
Menyukai status teman terkait Pemilu (11%), dan Memperbaharui
status terkait Pemilu (10%), serta Mengunggah gambar terkait
Pemilu (10%).
Serupa dengan Facebook, penggunaan Twitter di kalangan responden
cenderung pasif yakni membaca tweet tentang Pemilu (40%). Adapun
penggunaan lainnya yang bersifat lebih proaktif cenderung rendah.
Sebagai contoh, tujuan untuk: Retweet tweet tentang Pemilu (14%),
Mengajak teman untuk peduli Pemilu (12%), Mengomentari tweet
tentang Pemilu (11%), dan Mengunggah gambar terkait Pemilu
(5%). Sementara terdapat 18% responden yang tidak menjawab dari
semua opsi yang tersedia.
Hasil Assessment Pilkada Jawa Timur dan pengalaman Pemilu 2014
terdapat potensi yang bisa dilakukan untuk pemantauan:
1. Aspek kecepatan yang merupakan keunggulan dari media baru,
berperan dalam pelaporan hasil pemantauan. Namun, bersama
dengan kecepatan lalu lintas data, akurasi temuan yang
dilaporkan perlu diantisipasi.
2. Strategi teknologi informasi dan media sosial yang disinergikan
dengan partisipasi pemantauan di lapangan harus terus
dikembangkan. Salah satu cara ialah mengidentikasi jenis
tahapan dengan tingkat partisipasi tinggi dengan jenis
piranti/platform yang tepat. Berdasarkan pengalaman pada
Pemilu kemarin, beberapa isu yang meraih perhatian warga
awam adalah: kemurnian suara dari proses penghitungan suara di
TPS hingga di tingkat kabupaten/kota, independensi
penyelenggara Pemilu, dan politik uang. Secara terpisah hasil uji
coba di Jawa Timur menunjukkan bahwa hasil pemantauan
terhadap objek visual, seperti alat peraga, DPT, dan situasi
pemungutan suara di TPS, lebih besar dibandingkan objek
pemantauan yang lain.
3. Kapasitas JPPR menggunakan teknologi informasi dan media
sosial, terutama media sosial, dalam aktivitas pemantauan dan
pelaporan Pemilu. Hasil penelitian Pusat Kajian Komunikasi UI
(20014), menunjukkan bahwa relawan pemantau JPPR pada
Pemilu 2014 lalu didominasi oleh kelompok warga muda (17-25
tahun), yang minim pengalaman memantau (
-
20 21
mengelompokkan diri dalam 700 grup kerja dengan seorang
koordinator di setiap kelompoknya. Pada Pemilu legislatif, JPPR
mencatat 1,005 relawan memberikan laporan pemantauan ke
Seknas. Adapun ragam teknologi yang digunakan dalam pendekatan
ini adalah telepon, SMS, website, media sosial (facebook, skype,
twitter, youtube), dan instant messaging (whatsapp dan BBM).
Dalam rangka membekali relawan dengan pengetahuan akan tata
cara pemantauan, JPPR menyediakan kanal informasi berupa portal
www.pantaupemilu.org. Selain berfungsi sebagai media utama
yang menghubungkan Seknas JPPR dengan relawan, portal ini diisi
dengan materi pemantauan Pemilu, tata cara pemantauan, form
pendaftaran dan cara pengisiannya, teknis pemantaun tahapan-
tahapan Pemilu serta pelaporan, yang dikemas dalam bentuk modul
dan rekaman video youtube. Semua materi tersebut dapat dibuat
dengan format sederhana agar mudah diakses oleh para relawan.
Seknas kemudian menentukan fokus dan mendesain form
pemantauan meliputi tahapan; sosialisasi Pemilu, alat peraga
kampanye; rekrutmen petugas TPS, pelaporan dana kampanye,
bimbingan teknis pemungutan suara, kampanye terbuka, data
pemilih, logistik, politik uang, surat pemberitahuan memilih, hari
pemungutan suara, dan rekapitulasi suara.
Pemantauan Intensif
Pemantauan Intensif (PI) atau monitoring intensif merupakan model
pemantauan kualitatif yang dilakukan JPPR dalam Pemilu Presiden
2014. Metode pemantauan ini dilakukan melalui pemantauan
organik oleh 303 pemantauan Pemilu yang direkrut, dilatih dan
disebar untuk melakukan pemantauan secara intensif di 303
kecamatan yang tersebar di 26 kabupaten/kota di sepuluh provinsi
yang telah di seleksi. (daftar provinsi, kab/kota dan kecamatan dapat
diihat dalam lampiran).
Metode pengumpulan data dan informasi dalam Pemantaun intensif
dilakukan melalui:
1. Koordinasi dengan KPU: memberitahu kepada KPU tentang
proses pelaksanaan pemantauan di wilayah terkait. Berkoordinasi
dalam setiap proses pelaksanaan tahapan pelaksanaan pemilihan
umum untuk mendapatkan informasi berkaitan kegiatan dan
proses pemilu yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya ke bawah
2. Koordinasi dengan Bawaslu: memberitahu kepada Bawaslu
tentang proses pelaksanaan pemantauan di wilayah terkait.
Berkoordinasi dengan Bawslu kabupaten/kota dan jajaran
kebawahnya hingga panitia pengawas lapangan (PPL) untuk
mendaptkan informasi mengenai pelanggaran yang terjadi
diwilayah provinsi, kabupaten/kota hingga pada tingkat desa dan
melaporkan seluruh hasil temuan pelanggaran kepada Bawaslu di
setiap tingkatan.
3. Mengajak Masyarakat: pemantau mengajak sebanyak-banyaknya
teman, saudara, keluarga untuk memantau dan berperan serta
dengan media sosial yang mereka miliki agar peduli terhadap
proses tahapan Pemilu yang berlangsung. Dengan cara
memantau, membuat status di media sosial atau mengomentari
dan mengupload proses tahapan pemilihan umum.
4. Pemantauan Lapangan: Pengumpulan data, informasi dan
laporan didapatkan berdasarkan temuan kasus dan analisa situasi
Pemilu di daerahnya masing-masing.
5. Pemantauan Media: Pengumpulan data dilakukan melalui
pemberitaan media. Pemantauan ini akan menghasilkan data
sekunder untuk ditindaklanjuti oleh pemantau dalam investigasi
lebih jauh.
6. Laporan Masyarakat: Pengumpulan data dilakukan melalui
informasi dari masyarakat. Pemantauan ini akan menghasilkan
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
20 21
mengelompokkan diri dalam 700 grup kerja dengan seorang
koordinator di setiap kelompoknya. Pada Pemilu legislatif, JPPR
mencatat 1,005 relawan memberikan laporan pemantauan ke
Seknas. Adapun ragam teknologi yang digunakan dalam pendekatan
ini adalah telepon, SMS, website, media sosial (facebook, skype,
twitter, youtube), dan instant messaging (whatsapp dan BBM).
Dalam rangka membekali relawan dengan pengetahuan akan tata
cara pemantauan, JPPR menyediakan kanal informasi berupa portal
www.pantaupemilu.org. Selain berfungsi sebagai media utama
yang menghubungkan Seknas JPPR dengan relawan, portal ini diisi
dengan materi pemantauan Pemilu, tata cara pemantauan, form
pendaftaran dan cara pengisiannya, teknis pemantaun tahapan-
tahapan Pemilu serta pelaporan, yang dikemas dalam bentuk modul
dan rekaman video youtube. Semua materi tersebut dapat dibuat
dengan format sederhana agar mudah diakses oleh para relawan.
Seknas kemudian menentukan fokus dan mendesain form
pemantauan meliputi tahapan; sosialisasi Pemilu, alat peraga
kampanye; rekrutmen petugas TPS, pelaporan dana kampanye,
bimbingan teknis pemungutan suara, kampanye terbuka, data
pemilih, logistik, politik uang, surat pemberitahuan memilih, hari
pemungutan suara, dan rekapitulasi suara.
Pemantauan Intensif
Pemantauan Intensif (PI) atau monitoring intensif merupakan model
pemantauan kualitatif yang dilakukan JPPR dalam Pemilu Presiden
2014. Metode pemantauan ini dilakukan melalui pemantauan
organik oleh 303 pemantauan Pemilu yang direkrut, dilatih dan
disebar untuk melakukan pemantauan secara intensif di 303
kecamatan yang tersebar di 26 kabupaten/kota di sepuluh provinsi
yang telah di seleksi. (daftar provinsi, kab/kota dan kecamatan dapat
diihat dalam lampiran).
Metode pengumpulan data dan informasi dalam Pemantaun intensif
dilakukan melalui:
1. Koordinasi dengan KPU: memberitahu kepada KPU tentang
proses pelaksanaan pemantauan di wilayah terkait. Berkoordinasi
dalam setiap proses pelaksanaan tahapan pelaksanaan pemilihan
umum untuk mendapatkan informasi berkaitan kegiatan dan
proses pemilu yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya ke bawah
2. Koordinasi dengan Bawaslu: memberitahu kepada Bawaslu
tentang proses pelaksanaan pemantauan di wilayah terkait.
Berkoordinasi dengan Bawslu kabupaten/kota dan jajaran
kebawahnya hingga panitia pengawas lapangan (PPL) untuk
mendaptkan informasi mengenai pelanggaran yang terjadi
diwilayah provinsi, kabupaten/kota hingga pada tingkat desa dan
melaporkan seluruh hasil temuan pelanggaran kepada Bawaslu di
setiap tingkatan.
3. Mengajak Masyarakat: pemantau mengajak sebanyak-banyaknya
teman, saudara, keluarga untuk memantau dan berperan serta
dengan media sosial yang mereka miliki agar peduli terhadap
proses tahapan Pemilu yang berlangsung. Dengan cara
memantau, membuat status di media sosial atau mengomentari
dan mengupload proses tahapan pemilihan umum.
4. Pemantauan Lapangan: Pengumpulan data, informasi dan
laporan didapatkan berdasarkan temuan kasus dan analisa situasi
Pemilu di daerahnya masing-masing.
5. Pemantauan Media: Pengumpulan data dilakukan melalui
pemberitaan media. Pemantauan ini akan menghasilkan data
sekunder untuk ditindaklanjuti oleh pemantau dalam investigasi
lebih jauh.
6. Laporan Masyarakat: Pengumpulan data dilakukan melalui
informasi dari masyarakat. Pemantauan ini akan menghasilkan
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
22 23
data awal untuk ditindaklanjuti PMO dalam melakukan
pengecekan dan verikasi atas laporan sebelum dijadikan
laporan valid.
7. Wawancara Mendalam : Pengumpulan data dihasilkan dari
wawancara para pelaku utama (key-stakeholder) Pemilu di
lokasi masing-masing. Informasi yang dihasilkan dapat
dijadikan bahan dasar dalam menyusun laporan situasi Pemilu,
ahli dan opini publik. Lebih jauh, dapat ditindaklanjuti apabila
terdapat informasi yang berkaitan dengan isu-isu penting.
Beberapa target interview adalah:
a. Penyelenggara Pemilu: Interview ditujukan kepada
penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu di tingkat provinsi,
kab/kota, kecamatan) untuk mengetahui segala informasi
dan update pekerjaan serta berbagai isu yang menjadi
perhatian di wilayah masing-masing. Interview juga
dilakukan untuk mengumpulkan berbagai data statistik
seperti data pemilih, data komplen, laporan pelanggaran
Pemilu, jumlah logistik, dll.
b. Partai Politik dan Tim Sukses: Partai politik atau tim sukses di
masing-masing wilayah. Penggalian informasi ditujukan
untuk mencari perhatian dan isu utama partai politik dan tim
sukses berkaitan dengan pelaksanaan kampanye atau proses
Pemilu.
c. Pemerintah: Satuan kerja pemerintah daerah di tingkat
provinsi, kab/kota yang ikut dalam membantu KPU dan
Bawaslu dalam proses pelaksaaan dan pengawasan tahapan
Pemilu, menjadi target utama untuk mengecek sejauh mana
persiapan yang dilakukan pemerintah.
d. Aparat Keamanan: Seluruh aparat keamanan polisi tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Termasuk
kelompok sipil maupun non-sipil yang terlibat dalam skenario
pengamanan Pemilu.
e. Media dan Oragnisasi Kemasyarakatan: Seluruh media
massa menjadi target utama. Interview bisa dilakukan
dengan memilih beberapa media yang paling berpengaruh di
TV, media cetak dan radio.
f. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Akademisi: interview
ini sangat penting untuk menyerap informasi dari masyarakat
yang partisan dan independen.
g. Metode pemantauan partisipatif (PP) yang digunakan pada
Pemilu legislatif diperkuat dengan relawan yang
mendaftarkan diri secara sukarela untuk melakukan
pemantauan di daerahnya masing-masing. PP mendapatkan
pengetahuan tentang pemantauan melalui materi dan
checklist pemantauan yang terdapat dalam web, youtobe
dan media sosial JPPR. Laporan checklist pemantauan
dikirmkan ke Seknas JPPR. Koordinasi lebih jauh dilakukan
dengan jaringan pemantau organik apabila diperlukan tindak
lanjut secara cepat.
h. Secara prinsipil, seluruh unsur pemantau JPPR, relawan dan
koordinator di berbagai jenjang melakukan tugas
pemantauan dan memiliki peran sebagai informan atau
pengumpul data terkait proses Pemilihan Presiden 2014.
Seluruh informasi hasil pemantauan dan wawancara para
pemantau dikelola oleh tim olah data (TOD). Seluruh laporan
dijadikan sebagai bahan dan materi publikasi JPPR kepada
lembaga pengawas negara, media, kelompok masyarakat
sipil, dan publik.
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
22 23
data awal untuk ditindaklanjuti PMO dalam melakukan
pengecekan dan verikasi atas laporan sebelum dijadikan
laporan valid.
7. Wawancara Mendalam : Pengumpulan data dihasilkan dari
wawancara para pelaku utama (key-stakeholder) Pemilu di
lokasi masing-masing. Informasi yang dihasilkan dapat
dijadikan bahan dasar dalam menyusun laporan situasi Pemilu,
ahli dan opini publik. Lebih jauh, dapat ditindaklanjuti apabila
terdapat informasi yang berkaitan dengan isu-isu penting.
Beberapa target interview adalah:
a. Penyelenggara Pemilu: Interview ditujukan kepada
penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu di tingkat provinsi,
kab/kota, kecamatan) untuk mengetahui segala informasi
dan update pekerjaan serta berbagai isu yang menjadi
perhatian di wilayah masing-masing. Interview juga
dilakukan untuk mengumpulkan berbagai data statistik
seperti data pemilih, data komplen, laporan pelanggaran
Pemilu, jumlah logistik, dll.
b. Partai Politik dan Tim Sukses: Partai politik atau tim sukses di
masing-masing wilayah. Penggalian informasi ditujukan
untuk mencari perhatian dan isu utama partai politik dan tim
sukses berkaitan dengan pelaksanaan kampanye atau proses
Pemilu.
c. Pemerintah: Satuan kerja pemerintah daerah di tingkat
provinsi, kab/kota yang ikut dalam membantu KPU dan
Bawaslu dalam proses pelaksaaan dan pengawasan tahapan
Pemilu, menjadi target utama untuk mengecek sejauh mana
persiapan yang dilakukan pemerintah.
d. Aparat Keamanan: Seluruh aparat keamanan polisi tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Termasuk
kelompok sipil maupun non-sipil yang terlibat dalam skenario
pengamanan Pemilu.
e. Media dan Oragnisasi Kemasyarakatan: Seluruh media
massa menjadi target utama. Interview bisa dilakukan
dengan memilih beberapa media yang paling berpengaruh di
TV, media cetak dan radio.
f. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Akademisi: interview
ini sangat penting untuk menyerap informasi dari masyarakat
yang partisan dan independen.
g. Metode pemantauan partisipatif (PP) yang digunakan pada
Pemilu legislatif diperkuat dengan relawan yang
mendaftarkan diri secara sukarela untuk melakukan
pemantauan di daerahnya masing-masing. PP mendapatkan
pengetahuan tentang pemantauan melalui materi dan
checklist pemantauan yang terdapat dalam web, youtobe
dan media sosial JPPR. Laporan checklist pemantauan
dikirmkan ke Seknas JPPR. Koordinasi lebih jauh dilakukan
dengan jaringan pemantau organik apabila diperlukan tindak
lanjut secara cepat.
h. Secara prinsipil, seluruh unsur pemantau JPPR, relawan dan
koordinator di berbagai jenjang melakukan tugas
pemantauan dan memiliki peran sebagai informan atau
pengumpul data terkait proses Pemilihan Presiden 2014.
Seluruh informasi hasil pemantauan dan wawancara para
pemantau dikelola oleh tim olah data (TOD). Seluruh laporan
dijadikan sebagai bahan dan materi publikasi JPPR kepada
lembaga pengawas negara, media, kelompok masyarakat
sipil, dan publik.
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
24 25
Pemantauan Efek Pencegahan Pelanggaran
dalam Pemilu
Pemantauan yang dilakukan secara teroganisir atau pun
pemantauan yang dilakukan secara mandiri keduanya akan
berimplikasi pada proses pelaksanaan pemilihan umum.
Pemantauan dilaksanakan untuk 1. Mengetahui pelanggaran, 2.
Mengantisipasi kecurangan, 3. Menjamin pelaksanaan hak politik
rakyat, 4. Meminimalisir potensi penyelenggaran Pemilu.
Pemantauan yang dilakukan pada setiap tahapan atau salah satu
dari tahapan Pemilu yang berlangsung dapat menjadi pelengkap dari
proses pelaksanaan pemilihan umum yang harus berjalan LUBER
dan Jurdil. Meskipun terdapat peran lembaga pengawas yang
bertugas untuk mengawasi proses pelaksanaan tahapan Pemilu,
tetap keberadaan pemantau sangat diperlukan. Pemantau dengan
tugas dilapangan lebih bebas dan tidak terikat akan kepentingan
siapapun, dengan landasan sukarela dan profesionall membuat
pemantau lebih dapat berperan.
Sejauh mana kegiatan pemantauan Pemilu yang anda lakukan
berhasil mengurangi berbagai pelanggaran atau kecurangan yang
dilakukan peserta Pemilu, misalnya dalam hal dalam bentuk
pemasangan alat praga di tempat terlarang, politik uang, intimidasi,
kekerasan, kampaye berbau sara atau lainnya? Pemantauan menjadi
sebuah tanda bahaya bagi peserta Pemilu yang ingin curang atau
melanggar aturan. Secara otomatis ketika dimana ada pemantau
berada, akan membuat peserta Pemilu berhati-hati. Atas dasar hal
ini, dengan keberadaan pemantau akan dapat mengurangi
pelanggaran yang akan dilakukan oleh peserta Pemilu. Misalnya bila
ada nya intimidasi pada saat pemungutan suara dI TPS, dengan
adanya keberadaan pemantau akan membuat peserta Pemilu tidak
jadi melakukan intimidasi tersebut.
Pemantauan dapat memicu kesadaran dan pendidikan politik bagi
pemantau khususnya dan orang disekiling pemantau pada umumnya.
Pemantau dapat membedakan yang mana pelanggaran dan yang
bukan pelanggaran. Bila mana pemantau menemukan adanya
pelanggaran harus melaporkan kepada lembaga pengawas, misalnya:
dalam hal pemasangan alat praga di tempat terlarang seperti di jalan
protokeler atau di rumah sakit dan tempat pendidikan, laporan
pelanggaran tersebut bisa dilaporkan langsung kepada lembaga
pengawas atau mentwit dan memension akun lembaga pegawas untuk
segera mencopot alat praga tersebut. Dan bila mana pemantau tidak
mau melaporkan pemantau juga akan bersikap untuk mengatakan
tidak pada pelanggaran yang terjadi. Misalnya apabila ditawari uang,
pemantau akan menolaknya atau menerima barang dan uang tersebut
sebagi bukti adanya politik uang.
Tabel (1) Ilustrasi: Jalur Pelaporan
RelawanKoordinator KecamatanKoordinator KabupatenKoordinator Provinsi
Koordinator Provinsi meneruskan laporan dari hasil turun lapangan pribadi, dan dari hasil pemantauan Relawan, Koordinator Kecamatan, Koordinator Kabupaten kepada Tim Olah Data/TOD (Pusat)
Pelaporan disampaikan via telepon dan/atauemail, dan disesuaikan dengan prosedur pelaporan yang ditetapkan.
PELAPORANTURUN LAPANGAN
PENGUMPULAN DATA
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
24 25
Pemantauan Efek Pencegahan Pelanggaran
dalam Pemilu
Pemantauan yang dilakukan secara teroganisir atau pun
pemantauan yang dilakukan secara mandiri keduanya akan
berimplikasi pada proses pelaksanaan pemilihan umum.
Pemantauan dilaksanakan untuk 1. Mengetahui pelanggaran, 2.
Mengantisipasi kecurangan, 3. Menjamin pelaksanaan hak politik
rakyat, 4. Meminimalisir potensi penyelenggaran Pemilu.
Pemantauan yang dilakukan pada setiap tahapan atau salah satu
dari tahapan Pemilu yang berlangsung dapat menjadi pelengkap dari
proses pelaksanaan pemilihan umum yang harus berjalan LUBER
dan Jurdil. Meskipun terdapat peran lembaga pengawas yang
bertugas untuk mengawasi proses pelaksanaan tahapan Pemilu,
tetap keberadaan pemantau sangat diperlukan. Pemantau dengan
tugas dilapangan lebih bebas dan tidak terikat akan kepentingan
siapapun, dengan landasan sukarela dan profesionall membuat
pemantau lebih dapat berperan.
Sejauh mana kegiatan pemantauan Pemilu yang anda lakukan
berhasil mengurangi berbagai pelanggaran atau kecurangan yang
dilakukan peserta Pemilu, misalnya dalam hal dalam bentuk
pemasangan alat praga di tempat terlarang, politik uang, intimidasi,
kekerasan, kampaye berbau sara atau lainnya? Pemantauan menjadi
sebuah tanda bahaya bagi peserta Pemilu yang ingin curang atau
melanggar aturan. Secara otomatis ketika dimana ada pemantau
berada, akan membuat peserta Pemilu berhati-hati. Atas dasar hal
ini, dengan keberadaan pemantau akan dapat mengurangi
pelanggaran yang akan dilakukan oleh peserta Pemilu. Misalnya bila
ada nya intimidasi pada saat pemungutan suara dI TPS, dengan
adanya keberadaan pemantau akan membuat peserta Pemilu tidak
jadi melakukan intimidasi tersebut.
Pemantauan dapat memicu kesadaran dan pendidikan politik bagi
pemantau khususnya dan orang disekiling pemantau pada umumnya.
Pemantau dapat membedakan yang mana pelanggaran dan yang
bukan pelanggaran. Bila mana pemantau menemukan adanya
pelanggaran harus melaporkan kepada lembaga pengawas, misalnya:
dalam hal pemasangan alat praga di tempat terlarang seperti di jalan
protokeler atau di rumah sakit dan tempat pendidikan, laporan
pelanggaran tersebut bisa dilaporkan langsung kepada lembaga
pengawas atau mentwit dan memension akun lembaga pegawas untuk
segera mencopot alat praga tersebut. Dan bila mana pemantau tidak
mau melaporkan pemantau juga akan bersikap untuk mengatakan
tidak pada pelanggaran yang terjadi. Misalnya apabila ditawari uang,
pemantau akan menolaknya atau menerima barang dan uang tersebut
sebagi bukti adanya politik uang.
Tabel (1) Ilustrasi: Jalur Pelaporan
RelawanKoordinator KecamatanKoordinator KabupatenKoordinator Provinsi
Koordinator Provinsi meneruskan laporan dari hasil turun lapangan pribadi, dan dari hasil pemantauan Relawan, Koordinator Kecamatan, Koordinator Kabupaten kepada Tim Olah Data/TOD (Pusat)
Pelaporan disampaikan via telepon dan/atauemail, dan disesuaikan dengan prosedur pelaporan yang ditetapkan.
PELAPORANTURUN LAPANGAN
PENGUMPULAN DATA
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
26 25
Dengan adanya pemantaun juga dapat meningkatkan netralitas
penyelenggara Pemilu, dari aspek kehadirannya terjadilah
meningkatkan netralitas para penyelenggaranya. Hal ini terjadi di
penyelenggara Pemilu di tingkat TPS. Jumlah pengawas Pemilu di
tingkat desa tidak memadai dengan jumlah TPSnya, sehingga
pemantau kita mengisi ruang kosong yang tidak diawasi oleh
pengawas. Karena Bawaslu tahu betul pelanggaran ada di setiap
TPS, maka dia mengajukan semua TPS ada pengawasnya tapi tidak
terjadi, kemudian kita menutupi ruang kosong itu. Aspek netralitas
terjadi di TPS itu
Atas dasar hal diatas prinsipnya aktitas pemantauan yang
dilakukan punya pengaruh terhadap berkurangnya pelanggaran atau
kecurangan. dengan adanya pemantauan jug dapat meningkatkan
kinerja dan netralitas penyelenggara Pemilu. meskipun tidak bisa di
hitung secara kuantitatif.
Bagian 4 : Metodologi Pemantauan
-
# Bagian 5 : Hasil Pemantauan 27
Hasil PemantauanBagian 5
-
28 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 29
Grak 1 Prosentase Rekrutment Petugas TPS
Rekrutment KPPS tidak sesuai Rekrutment KPPS sesuai
33%67%
-
28 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 29
Grak 1 Prosentase Rekrutment Petugas TPS
Rekrutment KPPS tidak sesuai Rekrutment KPPS sesuai
33%67%
-
30 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 31
No Temuan Lokasi
1 Nepotisme KPPS Terdapat tiga TPS yang anggota KPPS-nya terdiri dari satu keluarga (suami, istri, anak dan kakak) yaitu TPS 11, 12 dan 13 di Kelurahan Sigambal, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara
2 KPPS tidak cukup umur (di bawah 25 tahun)
Kecamatan Ciparay, Bandung, Jawa Barat; Kecamatan Harjamukti, Cirebon, Jawa Barat; Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Kecamatan Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Kecamatan Sidamulya, Cilacap, Jawa Tengah.
3 Tidak ada rekrutmen
anggota KPPS(menggunakan komposisi KPPS lama)
Lilirialau, Soppeng, Sulawesi Selatan; Sempu, Banyuwangi, Jawa timur; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sidamulya, Cilacap, Jawa Tengah; Pare, Kediri; Tlogomas, Lowok Waru, Kota Malang; Jemur, Wonosari, Surabaya; Pisang Nganjuk, Jawa Timur.
4 KPPS tidak lulus SLTA Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sridadi, Rembang, Jawa Tengah; Cisaranten Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat; Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur; Sumbergondo, Glenmore, Banyuwangi.
Tabel 2 Kondisi Proses Rekrutmen KPPS
Table 3 Data Temuan Keterlibatan Perempuan di KPPS
No Daerah TemuanJenis Kelamin
% PerempuanLaki-Laki Perempuan
1Desa Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat
329 28 8%
2Desa Solok Pandan, Kab. Cianjur, Jawa Barat
202 22 10%
3Desa Brenggong, Kab. Purworejo, Jawa Tengah
32 3 9%
4Desa Karangmojo, Kab. Gunung Kidul, Yogyakarta
149 5 3%
5Desa Tlogo Mas, Lowok Waru, Kota Malang
178 11 6%
6Desa Tuntang, Semarang, Jawa Tengah
60 10 14%
7 Pare, Kediri, Jawa Timur 256 31 11%
-
30 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 31
No Temuan Lokasi
1 Nepotisme KPPS Terdapat tiga TPS yang anggota KPPS-nya terdiri dari satu keluarga (suami, istri, anak dan kakak) yaitu TPS 11, 12 dan 13 di Kelurahan Sigambal, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara
2 KPPS tidak cukup umur (di bawah 25 tahun)
Kecamatan Ciparay, Bandung, Jawa Barat; Kecamatan Harjamukti, Cirebon, Jawa Barat; Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Kecamatan Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Kecamatan Sidamulya, Cilacap, Jawa Tengah.
3 Tidak ada rekrutmen
anggota KPPS(menggunakan komposisi KPPS lama)
Lilirialau, Soppeng, Sulawesi Selatan; Sempu, Banyuwangi, Jawa timur; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sidamulya, Cilacap, Jawa Tengah; Pare, Kediri; Tlogomas, Lowok Waru, Kota Malang; Jemur, Wonosari, Surabaya; Pisang Nganjuk, Jawa Timur.
4 KPPS tidak lulus SLTA Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sridadi, Rembang, Jawa Tengah; Cisaranten Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat; Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur; Sumbergondo, Glenmore, Banyuwangi.
Tabel 2 Kondisi Proses Rekrutmen KPPS
Table 3 Data Temuan Keterlibatan Perempuan di KPPS
No Daerah TemuanJenis Kelamin
% PerempuanLaki-Laki Perempuan
1Desa Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat
329 28 8%
2Desa Solok Pandan, Kab. Cianjur, Jawa Barat
202 22 10%
3Desa Brenggong, Kab. Purworejo, Jawa Tengah
32 3 9%
4Desa Karangmojo, Kab. Gunung Kidul, Yogyakarta
149 5 3%
5Desa Tlogo Mas, Lowok Waru, Kota Malang
178 11 6%
6Desa Tuntang, Semarang, Jawa Tengah
60 10 14%
7 Pare, Kediri, Jawa Timur 256 31 11%
-
32 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 33
Grak 2 Latar Belakang Pendidikan Petugas KPPS
Grak 3Petugas KPPS yang Mengikuti Bimbingan Teknis
SD SMP SMA D1/D2/D3 S1
BIMTEK 82%MengikutiBIMTEK
18%Tidak mengikutiBIMTEK
3% 11% 55% 7% 24%
Tabel 4 Data Bimbingan Teknis KPPS
No Temuan Lokasi
1. Tanpa buku panduan Kelurahan Tuak Daun Merah, Kota Kupang
2. Tidak diikuti oleh Ketua KPPS
Desa Sumberagung, Kecamatan Brondong Lamongan Jawa Timur
3. Tidak membahas tata cara pencoblosan
Tawangrejo, Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur
-
32 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 33
Grak 2 Latar Belakang Pendidikan Petugas KPPS
Grak 3Petugas KPPS yang Mengikuti Bimbingan Teknis
SD SMP SMA D1/D2/D3 S1
BIMTEK 82%MengikutiBIMTEK
18%Tidak mengikutiBIMTEK
3% 11% 55% 7% 24%
Tabel 4 Data Bimbingan Teknis KPPS
No Temuan Lokasi
1. Tanpa buku panduan Kelurahan Tuak Daun Merah, Kota Kupang
2. Tidak diikuti oleh Ketua KPPS
Desa Sumberagung, Kecamatan Brondong Lamongan Jawa Timur
3. Tidak membahas tata cara pencoblosan
Tawangrejo, Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur
-
34 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 35
Tabel 5Prosentase Kondisi Surat Pemberitahuan Memilih
Pemilu Menerima Tidak
Menerima Jumlah
Legislatif 367 98 465
79% 21% 100%
Presiden 260 43 303
86% 14% 100%
No Temuan Lokasi 1 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d 13.00 Kabupaten Gresik, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Boyolali
2 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d selesai Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kabuoaten Bolaang Mongondow, Kota Jakarta Selatan, Kota Banda Aceh dan Kabupaten Bogor
3 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d selesai (kata selesai dicoret dengan garis lurus diganti dengan 13.00)
Kabupaten Kulonprogo, Kota Depok dan Kabupaten Banyuwangi
Table 6Data Keterangan Waktu dalam Formulir C6
Tabel 7Wilayah Yang Tidak Menerima Surat Pemberitahuan Memilih
No Keterangan
1. RT 026/RW 07, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang
2. RT 1, RW 2, Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
3. RT 01, RW 2, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat.
4. RT 4, RW 3, Kelurahan Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
5. RT 2, RW 2, Kelurahan Nguruan, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.
6. RT 1-3, RW 07, Kelurahan Solokpandan, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
7. RT 01, RW 02, Kelurahan Tallunglipu, Kecamatan Tallunglipu, Kabupaten Toraja Utara.
8. RT 28, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
-
34 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 35
Tabel 5Prosentase Kondisi Surat Pemberitahuan Memilih
Pemilu Menerima Tidak
Menerima Jumlah
Legislatif 367 98 465
79% 21% 100%
Presiden 260 43 303
86% 14% 100%
No Temuan Lokasi 1 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d 13.00 Kabupaten Gresik, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Boyolali
2 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d selesai Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kabuoaten Bolaang Mongondow, Kota Jakarta Selatan, Kota Banda Aceh dan Kabupaten Bogor
3 Formulir C6 tertulis 07.00 s/d selesai (kata selesai dicoret dengan garis lurus diganti dengan 13.00)
Kabupaten Kulonprogo, Kota Depok dan Kabupaten Banyuwangi
Table 6Data Keterangan Waktu dalam Formulir C6
Tabel 7Wilayah Yang Tidak Menerima Surat Pemberitahuan Memilih
No Keterangan
1. RT 026/RW 07, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang
2. RT 1, RW 2, Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
3. RT 01, RW 2, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat.
4. RT 4, RW 3, Kelurahan Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
5. RT 2, RW 2, Kelurahan Nguruan, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.
6. RT 1-3, RW 07, Kelurahan Solokpandan, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
7. RT 01, RW 02, Kelurahan Tallunglipu, Kecamatan Tallunglipu, Kabupaten Toraja Utara.
8. RT 28, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
-
36 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 37
Grak 4Data Kpu yang Memiliki Website dan Tidak Memiliki Website
Memiliki Web Tidak memiliki Web
88% 12%29 KPU 4 KPU
NO WEB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Provinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Kalimantan Tengah
kalimantan selatan
kalimantan timur
Link Web
http://kip-acehprov.go.id/
-
http://www.kpu-sumbarprov.go.id/
http://kpu-riauprov.go.id/
-
http://kpusumsel.blogspot.com/
-
http://www.kpud-lampungprov.go.id/
http://kpud-sultraprov.go.id/
http://kpud-gorontaloprov.go.id/
http://www.kpu-sulbarprov.go.id/
http://kpu-malukuprov.go.id/
http://kpu-kaltengprov.go.id/
http://kpu-kalselprov.go.id/
http://www.kpu-kaltimprov.go.id/
Link KPU Pusat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
36 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 37
Grak 4Data Kpu yang Memiliki Website dan Tidak Memiliki Website
Memiliki Web Tidak memiliki Web
88% 12%29 KPU 4 KPU
NO WEB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Provinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Kalimantan Tengah
kalimantan selatan
kalimantan timur
Link Web
http://kip-acehprov.go.id/
-
http://www.kpu-sumbarprov.go.id/
http://kpu-riauprov.go.id/
-
http://kpusumsel.blogspot.com/
-
http://www.kpud-lampungprov.go.id/
http://kpud-sultraprov.go.id/
http://kpud-gorontaloprov.go.id/
http://www.kpu-sulbarprov.go.id/
http://kpu-malukuprov.go.id/
http://kpu-kaltengprov.go.id/
http://kpu-kalselprov.go.id/
http://www.kpu-kaltimprov.go.id/
Link KPU Pusat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
38 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 39
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Sulawesi utara
Sulawesi tengah
sulawesi selatan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
http://www.kpu.kepriprov.go.id/web/
http://kpusulut.blogspot.com/
http://www.kpu-sultengprov.go.id/
-
http://kpubabel.com/
http://kpujakarta.go.id/
http://kpu.jabarprov.go.id/
http://www.kpu-jatengprov.go.id/
http://kpu-bantenprov.go.id/
http://www.kpujatim.go.id/
http://www.kpud-diyprov.go.id/
http://kpud-baliprov.go.id/
http://kpud-ntbprov.go.id/
http://www.kpud-nttprov.go.id/
http://kpu-kalbarprov.go.id/depan
http://www.kpu-malutprov.go.id/
-
-
-
-
http://sulselprov.kpu.go.id/
-
-
-
-
-
-
http://jatimprov.kpu.go.id/
-
-
-
-
-
-
-
http://papuabaratprov.kpu.go.id/
Tabel 8 Data KPU Provinsi yang Memiliki Website dan Tidak Memiliki Website
Grak 5Data KPU Kabupaten/Kota yang memiliki website dan tidak memiliki website
Memiliki Web Tidak memiliki Web
64% 36%29 Kabupaten/ Kota
316 Kabupaten/ Kota
NO WEB
-
38 Bagian 5 : Hasil Pemantauan 39
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Sulawesi utara
Sulawesi tengah
sulawesi selatan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
http://www.kpu.kepriprov.go.id/web/
http://kpusulut.blogspot.com/
http://www.kpu-sultengprov.go.id/
-
http://kpubabel.com/
http://kpujakarta.go.id/
http://kpu.jabarprov.go.id/
http://www.kpu-jatengprov.go.id/
http://kpu-bantenprov.go.id/
http://www.kpujatim.go.id/
http://www.kpud-diyprov.go.id/
http://kpud-baliprov.go.id/
http://kpud-ntbprov.go.id/
http://www.kpud-nttprov.go.id/
http://kpu-kalbarprov.go.id/depan
http://www.kpu-malutprov.go.id/
-
-
-
-
http://sulselprov.kpu.go.id/
-
-
-
-
-
-
http://jatimprov.kpu.go.id/
-
-
-
-
-
-
-
http://papuabaratprov.kpu.go.id/
Tabel 8 Data KPU Provinsi yang Memiliki Website dan Tidak Memiliki Website
Grak 5Data KPU Kabupaten/Kota yang memiliki website dan tid
top related