laporan kasus oa genu dextra opa ton
Post on 24-Dec-2015
172 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
OSTEOARTHRITIS
BOBBY YANDHIKA
02111106
Lahan Praktek :
SASANA TRESNA WERDHA
BINAWAN
INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendahuluan
Osteoartritis (OA) merupakan sindrom klinis nyeri persendian yang seringkali
menyebabkan gangguan fungsional dan penurunan kualitas hidup (Birrell et al., 2008).
Penyakit ini ialah gangguan sendi tersering dan merupakan penyebab utama nyeri
muskuloskeletal kronik serta gangguan mobilitas pada populasi lanjut usia di seluruh
dunia (Zhang et al., 2008), yang akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien OA.
Meskipun OA memiliki kecenderungan prevalensi meningkat seiring dengan
pertambahan usia, penyakit ini juga dapat diderita pasien usia kerja dengan beberapa
faktor risiko seperti obesitas dan kurangnya kondisi kebugaran fisik .
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002
hal 1087).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di
atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan
frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Osteoartritis (AO) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan
tulang dan sendi berupa disentegrasi dan pelunakan progresif yang diikuti dengan
pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut
osteofit, dan fibrosis dan kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal
proses penuaan, trauma atau kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan
sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan faktor sistemik atau infeksi. Osteoartritis
merupakan penyakit sendi degenaritif yang berkaitan dengan kerusakan kartiloago
sendi. Lutut, punggung, tangan, dan pergelangan kaki paling sering terkena
B. Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Usia/Umur
Umumnya ditemukan pada usia lanjut (diatas 50tahun). Karena pada lansia
pembentukkan kondrotin sulfat (substansi dasar tulang rawan) berkurang dan terjadi
fibrosis tulang rawan.
2. Jenis Kelamin
Kelainan ini ditemukan pada pria dan wanita, tetapi sering ditemukan lebih banyak pada
wanita pascamenopause (osteoartritis primer). Osteoartritis sekunder lebih banyak
ditemukan pada pria.
3. Ras
Lebih sering ditemukan pada orang Asia, khususnya cina, Eropa, dan Amerika daripada
kulit hitam.
4. Faktor Keturunan
Faktor genetik juga berperang timbulnya OA. Bila ibu menderita OA sendi interfalang
distal, anak perempuannya mempunyai kecenderungan terkena OA 2-3 kali lebih
sering.
5. Faktor Metabolik/Endokrin
Klien hipertensi, hiperurisemia, dan diabetes lebih rentan terhadap OA. Berat badan
berlebihan akan meningkatkan resiko OA, baik pada pria maupun wanita.
6. Faktor Mekanis
· Trauma dan Faktor Predisposisi
Trauma yang hebat terutama fraktur intraartikular atau dislokasi sendi merupaan
predisposisi OA. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga yang menggunakan sendi
berlebihan, dan gangguan kongruensi sendi akan meningkatkan OA.
· Cuaca dan Iklim
OA lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau lembab.
7. Diet
Salah satu tipe OA yang bersifat umum di Siberia disebut penyakit Kashin-Beck yang
mungkin disebabkan oleh menelan zat toksin yang disebut fusaria.
C. Patofisiologi
Selama ini OA sering di pandang sebagai proses penuaan yang tidak dapat
dihindari. Ternyata OA merupakan penyakit gangguan hemeostasis metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum
jelas diketahui.
Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi terjadi multifokal,antara lain faktor
usia, strees mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomis,
obesitas, genetik, humoral, dan faktor kebudayaan. Pemeriksaan biopsi sinovial klien
OA menunjukkan adanya sinovitis. Pada level seluler, terjadi peningkatan aktivitas
sitokin yang menyebabkan dikeluarkannya mediator inflamasi dan matriks
metelloproteinase (MMP). Akibatnaya, ada gangguan sintesis proteoglikan. Selain itu
ditemukan nitrogen monoksida yang berhubungan dengan transmisi neurogenik dari
mediator inflamsi yang menyebabkan kerusakan kartilago jauh dari lokasi peradangan.
Proses OA terjadi karena adanya gangguan fungsi kondrosit. Kondrosit
merupakan satu-satunya sel hidup dalam tulang rawan sendi. Kondrosit akan
dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan
sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitoksin interkoukin 1β
(iL-β) dan tumor necrosis factor α (TNF α), sedangkan faktor anabolik diperankan oleh
transforming growth factor (TNF β) dan insulin-like growth factor 1 (IGF 1).
Secara anatomi fisiologi, sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit, dan osteoklas
yang dalam aktivitasnya mengatur hemeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada tingkat seluler didahului
penyerapan tulang oleh osteoklas yang memerlukan waktu 40 hari, disusul fase
istiraahat, dan kemudian disusul fase pembentukkan tulang kembali oleh osteoblas
yang memerlukan waktu 120 hari. Dalam penyerapannya, osteoklas melepaskan
transforming growth factor yang meransang aktivitas awal osteoklas. Dalam keadaan
normal, kuantitas dan kualitas pembentukkan tulang baru osteoblas. Pada
osteoporosis, penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukkan baru.
D. Klasifikasi
Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis yaitu:
1. Osteoartritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau
beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia
baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus
heberden).
2. Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada
sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
· Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi,
tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas, instabilitas sendi,
ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
· Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia epifisial,
displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan,
tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.
· Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit okronosis,
akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi pada sendi.
(misalnya, OA atau artropati karena inflamasi).
Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan
menjasi:
1. Grade 0 : Normal
2. Grade 1 : Meragukan, dengan gambaran sendi normal, terdapat osteofit minim
3. Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi
menyempit asimetris.
4. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat, permukaan
sendi menyepit, dan tampak sklerosis subkondral.
5. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit secara
komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan sendi.
E. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang
melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi
akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit
yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada
sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat
dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada
waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
BAB 2
A. Anatomi, Fisiologi, dan Biomekanik Regio Lutut
1. Anatomi, Fisiologi Lutut
a. Tulang pembentuk sendi lutut
Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain: Tulang femur distal, tibia proksimal,
tulang fibula, tulang patella.
1) Tulang femur (Tulang paha)
Tulang femur termasuk tulang panjang yang bersendi ke atas dengan pelvis dan ke
bawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis
dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian
lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan sepanjang
yang disebut condylus femoralis lateralis dan medialis. Di bagian proksimal
tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut epicondylus lateralis
dan medialis.Pandangan dari depan, terdapat dataran sendi yang melebar ke
lateral yang disebut facies patellaris yang nantinya bersendi dengan tulang patella.
Dan pandangan dari belakang, diantara condylus lateralis dan medialis terdapat
cekungan yang disebut fossa intercondyloideal (Aswin, 1989).
2) Tulang patella (Tulang tempurung lutut)
Tulang patella merupakan tulang dengan bentuk segitiga pipih dengan apeks
menghadap ke arah distal. Pada permukaan depan kasar sedangkan permukaan
dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi yaitu facies articularis medialis yang
sempit (Aswin, 1989).
3) Tulang Tibia (Tulang kering)
Tulang tibia terdiri dari epiphysis proxsimalis, diaphysis, epiphysis diatalis. Epiphysis
proxsimalis pada tulang tibia terdiri dari dua bulatan yang disebut
condylus lateralis dan condylus medialis yang atasnya terdapat dataran sendi yang
disebut facies artikularis lateralis dan medialis yang dipisahkan oleh ementio
intercondyolidea. Lutut merupakan sendi yang bentuknya dapat dikatakan tidak
ada kesusaian bentuk, kedua condylus dari femur secara bersama-sama
membentuk sejenis katrol (troclea), sebaliknya dataran tibia tidak rata
permukaannya, ketidaksesuaian ini dikompensasikan oleh bentuk meniscus (Aswin,
1989). Hubungan - hubungan antara tulang tersebut menbentuk suatu sendi yaitu:
antara tulang femur dan patella disebut articulation patella femorale, hubungan
antara tibia dan femur disebut articulatio tibia femorale. Yang secara keseluruhan dapat
dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint.
4) Tulang fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari tibia
juga terdiri dari tiga bagian yaitu: epiphysis proximal, diaphysis, dan epiphysis
distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang ke proximal
meruncing menjadi apex capitulis fibula. Pada capitulum terdapat dua dataran
yang disebut facies articularis capituli fibula untuk bersendi dengan tibia. Diaphysis
mempunyai empat crista lateralis, crista medialis, crista lateralis dan facies posterior.
Epiphysis distalis ke arah lateral membulat disebut malleolus lateralis (mata kaki luar)
(Aswin, 1989)
B. Patologi
1. Etiologi
Pada umumnya disepakati bahwa etiologi yang pasti dari OA tidak diketahui.
Namun beberapa faktor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya OA
antara lain:
a. Umur
OA umumnya terjadi pada usia lanjut, namun belum jelas benar apakah OA
memang terjadi sebagai konsekwensi dari proses penuaan (Isbagio, 2001).
b. Obesitas
Hubungan antara obesitas dan OA masih tetap membingungkan, karena OA sering
ditemukan juga pada sendi yang tidak menahan beban. Sebaliknya sendi
pergelangan kaki yang merupakan sendi penahan beban (weight bearing joint)
biasanya bebas dari kelainan ini (Hudaya, 1996).
c. Aktifitas fisik dan kerusakan sendi sebelumnya
Seseorang yang sangat banyak melakukan aktifitas fisik dan sering mengalami
trauma yang berulang (misal: para olahragawan) mempunyai resiko yang tinggi
untuk terkena OA (Isbagio, 2001).
d. Faktor genetik (herediter)
Mungkin ada hubungannya dengan defek pembentukan serabut collagen, defek
pembentukan proteoglicane atau hiperaktivitas chondrocyte, yang kesemuanya
mempermudah timbulnya kerusakan sendi (Hudaya,1996).
e. Faktor hormoral atau penyakit metabolik
Hal ini sering dihubungkan dengan kenyataan bahwa OA sering terjadi pada
penderita diabetes mellitus (Isbagio, 2001).
f. Faktor makanan
Memakan makanan yang mengandung furasium sporotic hiella.
g. Penyakit endokrin
Pada hipotiroidisme terjadi produksi air dan garam-garam proteoglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong, sehingga akan merusak sifat fisik
rawan sendi, ligament, tendon, synovial dan kulit pada diabeties meillitus, glukusa
akan menyebabkan produksi proteoglikan menurun (Soepratiman, 1987).
h. Jenis kelamin
Sebelu usia 40 tahun kemungkinan laki-laki maupun perempuan yang terkena
penyakit ini sama. Namun setelah menopause frekuensi OA meningkatkan pada
perempuan (Setiyawan, 2001). Faktor-faktor tersebut di atas secara bersama-sama
akan menimbulkan faktor predis posisi umum yang kemudian ditambah dengan
faktor-faktor biomekanik lokal dari sendi yang bersangkutan, khususnya
biomekanik rawan sendi, akan menyebabkan timbulnya proses OA.
2. Perubahan patologi
Dalam perubahan patologis dalam kasus OA ada yang akut dan kronis. Di mana
pengertian dari akut adalah suatu kondisi yang terjadi saat itu atau yang terjadi
suatu gejala kurang dari 2X/24 jam dan diawali dengan pembengkakan.
Sedangkan pada kondisi kronis adalah suatu kondisi yang terjadi setelah masa
akut atau setelah gejala 2X/24 jam. Pada kondisi OA terjadi perubahan local pada
kartilago (tulang rawan) dimana kartilago yang mengalami degenerasi akantampak
suram, tidak kenyal dan rapuh. Di sekitar sendi dibentuk tulang baru yang sering kali
menyerupai duri disebut osteopyte atau spur atau taji yang sifatnya lebih rapuh
dari tulang aslinya (Hudaya,1996). Pada aktivitas normal, robekan tulang rawan sendi
lama baru terjadi. Pada tingkat awal OA ditandai dengan timbulnya perubahan lokal
pada cartilage yang berupa timbulnya bila akibat adanya penambahan jumlah air
setempat. Akibat adanya penambahan jumlah air ini, akan menyebabkan serabut
collagen setempat terputus-putus dan proteoglican mengalami pembengkakan
(Hudaya, 1996). Pada tingkat selanjutnya, akan terjadi perubahan air dan
proteoglican dan tercerai-cerai, sehingga struktur normal tulang rawan sendi rusak.
Kemudian kerusakan diperluas, hal ini akan terus berlangsung dan akhirnya seluruh
tulang rawan sendi akan rusak (Hudaya, 1996).
C. Objek yang Dibahas
Di kita akan membahas masalah yang terjadi pada osteoarthrosis knee dextra.
1. Nyeri
a. Definisi
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang cenderung rusak
(Widiastuti, 1991).
b. Macam-macam nyeri
Macam-macam nyeri dilihat dari sumber penyebab nyeri antara lain:
1) nyeri neuromuscolosceletal non neurogenik yang dirasakan pada anggota gerak
yang timbul akibat proses patologik jaringan yang diliengkapi serabut nyeri.
2) Nyeri neuromuscolo societal neurogenik yaitu nyeri akibat iritasi langsung
terhadap sensoris perifer dengan ciri khas nyeri menjalar sepanjang kawasan distal
saraf yang bersangkutan dan penjalaran nyeri tersebut berpangkal pada bagian saraf
yang mengalami iritasi. 3) nyeri ridiculer yaitu nyeri yang timbul akibat adanya
iritasi pada serabut sensorik dibagian radiks posterior maupun saraf spinal
(Sidharta, 1999)
c. Pengukuran derajat Nyeri
Nyeri dapat diukur dengan berbagai skala adalah skala VAS, VDS, Skala 5 tingkat yaitu
berjalan 15 meter, jongkok berdiri, toileting, naik dan turun tangga. Penulis melakukan
pemeriksaan derajat nyeri dengan menggunakan skala VAS (Visual Analog Scale)
yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan menunjukkan satu titik pada garis
skala (0 -
10). Cara penulisan nyeri dengan
skala VAS yaitu: Salah satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain
menunjukkan nyeri yang hebat. Panjang garris mulai dari titik tidak nyeri sampai titik
yang menunjukkan besarnynya nyeri.
2. LGS (Lingkup Gerak Sendi)
Lingkup Gerak Sendi adalah luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu
sendi (DP3fT). Alat ukur yang digunakan adalah goneometer. Posisi awal biasanya
posisi anatomi yang disebut NZSP (Neutral Zero Starting Position). Pengukuran
LGS dilakukan pada tiga bidang gerak dasar, yaitu:
a Bidang Sagital (S) untuk gerak flexi dan extensi
b Bidan Frontal (F) untuk gerakan abduksi - adduksi dan side flexi
c Bidang Transversal (T) untuk gerakan horizontal abduksi - adduksi
LGS yang diukur pada sendi lutut hanya pada bidang frontal. Diukur sesuai
dengan ISOM (International Standar Orthopedic Measurement). penulisan
menggunakan system SFTR dengan tiga kelompok angka mulai dari extensi
(semua gerakan yang menjauhi tubuh) ditulis pertama posisi awal dituliskan
ditengah. Flexi (semua garakan yang mendekati tubuh) ditulis terakhir. Semua gerajkan
diukur dari posisi awal/anatomis (Creapy, 1994).
3. Antropometri (pengukur lingkar segmen tubuh)
Pengukuran lingkar segmen sangat penting artinya dalam pemeriksaan fisioterapi.
Dengan mengukur lingkar angota gerak kita bisa mengetahui adanya atropi otot,
odema dan lainnya. Alat ukur yang digunakan Mid line (meteran). Pelaksanaan
pengukuran lingkar anggota gerak ini menggunakan patokan-patokan tertentu. Pada
kasus OA sendi lutut patokan dimulai dari tuberositas tibia (kemudian ukur 5 cm
diatas tuberositas tibia,10 cm diatas tuberositas tibia, 5 cm dibawah tuberasitas tibia,
10 cm dibawah tuberositas tibia (Creapy, 1994).
4. Kemampuan Fugsional dengan skala Jette
Untuk menilai kemampuan bangkit dari posisi duduk, berjalan (15 m) dan naik tangga,
dapat digunakan indeks status fungsional jette (modifikasi fisher)
(Jette AM, 1980). Indeks ini pertama kali digunakan dalam The Pilot Geriatric
Arthiris Program, Wilconsin USA tahun 1977 berdasarkan indeks ini, status
fungsional mempunyai tiga dimensi yang saling berkaitan yaitu: (1) Nyeri, derajat nyeri
saat melakukan aktifitas terdiri dari 1 = tidak nyeri, 2 = nyeri, 3 = nyeri sedang, 4 =
sangat nyeri, (2) Kesulitan, derajat kesukaran untuk melakukan aktifitas, terdiri dari
1 = sangat mudah, 2 = agak mudah, 3 = tidak mudah tetapi juga tidak sulit, 4 = agak
sulit, 5 = sangat sulit, (3) Ketergantungan, derajat ketergantungan seseorang
untuk melakukan aktifitas terdiri dari 1 = tanpa bantuan, 2 = bantuan alat, 3 = butuh
bantuan orang, 4 = butuh bantuan alat dan orang, 5 = tidak dapat melakukan aktifitas
(Parjanto, 2000).
5. MMT (Manual Muscule Testing)
MMT adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang
dalam mengontraksikan otot atau grup secara voluntary. Untuk pemeriksaan MMT
ini dengan system manual yaitu dengan cara terapis memberikan tahanan
kepada pasien dari pasien disuruh melawan tahanan dari terapis dan saat itu
terapis menilai sesuai dengan criteria nilai kekuatan otot (Sujatno et al., 1993).
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Assesment
a) Anamnesa
Nama : Opa S
Usia : 80 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Tidak menikah
Alamat : Jl. Cabe V PKT Kav-32, Pondok Cabe Tangerang
Pekerjaan : Staf duta besar
Hobby : Menyanyi, Sepak bola
Keluhan utama
Pasien mengeluh sakit pada lutut kanan saat berjalan
b) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang :
Osteoatritis Genu Dextra, Parkinson, Glukoma, DM.
Riwayat Penyakit dahulu :
Orang tua pasien menderita Parkinson, Glukoma, dan katarak
2. Pemeriksaan
a) Pemeriksaan umum
- Cara datang : Pasien datang mengunakan tongkat dan ditemani seorang
pendamping
- Kesadaran : Composmentis
- Tensi : 100/70 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- RR : 21x/mnt
- Status gizi : Baik
b) Pemeriksaan Khusus
i. Inspeksi
Cara datang : Berjalan menggunakan tongkat
ii. Palpasi : Perbedaan suhu antara lutut kana dan kiri, Nyeri pada Ilio tibial
iii. Quick test : nyeri saat menekuk dan meluruskan kaki
iv. Pemeriksaan gerak :sakit saat menggerakan lutut fleksi dan ekstensi
c) Pemeriksaan Psikososial
- Kognitif
Pasien mampu memberikan informasi
-Intrapersonal
Pasien memahami instruksi terapis
-Interpersonal
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
3) Diagnosa
a) Problem
- Ada nyeri pada lutut kanan saat bergerak
- gangguan fungsional saat berjalan karena ada nyeri di lutut kanan
- kelemahan otot
b) OA Genu Dextra
4) Planning
a) Jangka Pendek :
- Mengurangi Nyeri saat gerak
- Mengurangi spasme otot
b) Jangka Panjang :
- Full ROM
- Meningkatkan LGS
c) Modalitas :
- US
5) Intervensi
US
- Intensitas : 1mHz
- Waktu : 7 menit
- Frekuensi : 2 hari sekali
Streatching
Quadriceps setting,
ABD Hip
Active resisted Fleksi Knee
Bringing exercise
6) Evaluasi : Pengukuran ROM dan LGS
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degenerative yang menegenai kartilago
sendi yang sangat sering terjadi. Terjadinya penyakit ini dipengaruhi oleh genetic, usia
metabolism, dan gerakan gerakan pada sendi. OA pada lutut sering terjadi karena lutut
merupakan sendi penyangga berat tubuh yang utama.
Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pada pasien dengan OA
lutut. Tujuan program latihan pada pasien OA adalah mengurangi nyeri dan
memperbaiki fungsi, melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah
disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi karena inaktivitas dengan
meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Penelitian menunjukan pada latihan OA relative aman tetapi harus disusun
secara individual dengan mempertimbangkan usia dan mobilitas pasien secara umum.
Cochrane Database of System Review dan Philadelpia Panel Evidence Based Clinical
Practice Guidelines menyimpulkan bahwa latihan penguatan, peregangan, latihan
aerobic dan latihan fungsional terbukti mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi fisik
pada penderita OA. Latihan juga dapat meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki aliran
darah dan kerja jantung, menjaga/menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan
meningkatkan daya tahan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23462/5/Chapter%20I.pdf,
Universitas Sumatra Utara
2. http://digilib.unimus.ac.id
3. Elyas E.Pendekatan terapi fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan ilmiah tahunan
PERDOSRI 2002. Bidang pendidikan dan latihan pengurus besar PERDOSRI. Jakarta,
2002
4. Pain exercise. Knee Pain exercise
top related