laporan kasus ika hipotiroid subklinis
Post on 14-Jul-2016
237 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
HIPOTIROID SUBKLINIS
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin, BandaAceh
Disusun oleh:
RIFAN EKA PUTRA NASUTION1407101030095
Pembimbing:
dr. Rusdi Andid, Sp. A
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Hipotiroid Subklinis”. Shalawat berangkaikan salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin,
Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah
banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Rusdi Andid, Sp.A selaku
pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima dr. Rusdi Andid,
Sp.A karena telah membantu penulis menyelesaikan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya Laporan Kasus ini masih sangat banyak
kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran agar Laporan Kasus ini dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Penulis juga berharap penyusunan Laporan Kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya Laporan
Kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu,
serta menjadi inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi ke depannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Banda Aceh, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iiiBAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3
2.1 Identitas Pasien..........................................................................................32.2 Identitas Keluarga......................................................................................32.3 Anamnesis.................................................................................................42.4 Pemeriksaan fisik......................................................................................62.5 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................122.6 Diagnosis.................................................................................................152.7 Penatalaksanaan.......................................................................................152.8 Planning...................................................................................................152.9 Prognosis.................................................................................................152.10 Follow Up Pasien....................................................................................16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................193.1 Fisiologi dan Patofisiologi pada Hormon Tiroid.....................................193.2 Definisi Hipotiroid Subklinis..................................................................283.3 Epidemiologi...........................................................................................283.4 Etiologi....................................................................................................293.5 Manifestasi Klinis....................................................................................303.6 Diagnosis.................................................................................................313.7 Perjalanan Penyakit (Natural History)....................................................323.8 Tatalaksana..............................................................................................33
BAB IVANALISA KASUS..................................................................................36BAB V KESIMPULAN.......................................................................................39KESIMPULAN.....................................................................................................39DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
BAB IPENDAHULUAN
Manajemen fetus, neonatus dan bayi dengan gangguan fungsi tiroid telah
memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan. Manfaat ini terjadi karena
perkembangan kedokteran sejak tahun 1970 memungkinkan pengukuran hormon
dalam waktu singkat dari berbagai cairan biologis. Khususnya, skrining biokimia
untuk hipotiroid kongenital pada neonatus yang saat ini rutin dilakukan. Skrining
tersebut menurunkan jumlah kejadian hendaya intelektual hingga 8 sampai 28%
lebih rendah dari pada era tanpa skrining hipotiroid.1
Hipotiroid subklinis (HS) didefinisikan sebagai suatu kondisi kadar
konsentrasi serum thyroid-stimulating hormone (TSH) lebih tinggi dari nilai
normal sedangkan kadar konsentrasi serum tiroksin bebas (FT4) dalam batas
normal.1, 2 Kadar hormon TSH bervariasi sepanjang waktu pada populasi sehat
maka pemeriksaan hormon TSH dan FT4 harus diulang setiap 3 sampai 4 bulan.2
Jika pada pemeriksaan ulang ditemukan kadar konsentrasi serum TSH meningkat
sedangkan kadar FT4 normal maka diagnosis HS dapat ditegakkan.2
Diagnosis HS pada umumnya dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia
meskipun tanpa gejala klinis yang jelas. Angka kejadian HS pada anak-anak lebih
rendah dari 2% pada populasi di seluruh dunia. Sekitar 60% dari seluruh kejadian
HS hanya mengalami peningkatan TSH lalu kemudian kembali normal. Hanya
3% dari seluruh kejadian HS yang mengalami progresivitas menjadi hipotiroid
yang jelas dengan kadar TSH > 10 mIU/L.3
Risiko progresivitas yang lebih tinggi dimiliki oleh anak-anak dengan
peningkatan antibodi anti tiroid dan derajat hipoekogenitas yang lebih tinggi pada
pemeriksaan USG tiroid. Peningkatan prevalensi dari HS juga dijelaskan pada
anak dengan obesitas, sindrom Down, diabetes mellitus tipe 1 dan pada anak
perempuan dengan sindrom Turner.3 Bayi yang lahir prematur juga merupakan
faktor risiko terjadinya hipotiroid primer.4
Pada neonatus, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dalam 3.000 sampai
3.500 kelahiran hidup. Jika tidak diobati kondisi ini dapat menyebabkan retardasi
mental yang berat dan irreversibel. Kesulitan untuk mengenali kondisi hipotiroid
2
pada neonatus disebabkan oleh sukarnya untuk mengenali gejala dan tanda
hipotiroid.5 Sebagian besar neonatus (60-70%) akan memiliki kadar TSH yang
tinggi pada skrining awal. Sekitar 30% dari semua neonatus yang memiliki kadar
TSH tinggi pada skrining awal akan terdiagnosa sebagai hipotiroid pada
pemeriksaan berikutnya (baik kadar TSH tinggi dan kadar FT4 normal atau
rendah).6
Definisi HS adalah murni secara biokimia.5 Penentuan batas atas kadar
TSH normal pada kelompok usia yang berbeda merupakan tantangan tersendiri.7
Selain itu, tantangan lainnya dalam manajemen HS adalah tidak adanya konsensus
tentang berapa kadar konsentrasi TSH dimana pengobatan harus dipertimbangkan.
Dalam sebagian besar publikasi, kadar serum TSH lebih 4,2 mUI/L digunakan
sebagai titik acuan untuk memulai terapi pada HS. Pemberian terapi L-tiroksin
juga masih menjadi kontroversi. Skrining untuk gangguan tiroid telah menjadi
lebih umum dalam beberapa tahun terakhir, sehingga diagnosis yang mengarah
pada HS lebih sering, terutama pada subjek dengan usia yang lebih muda.8
Pada laporan kasus ini, penulis melaporkan satu kasus HS pada bayi yang
lahir prematur dengan berfokus pada tinjauan manifestasi klinis, hasil
laboratorium, dan terapi.
BAB IILAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Najwa Putri Morgana
No. CM : 1-07-91-23
Tanggal Lahir : 07 Desember 2015
Usia Kronologis : 0 tahun 1 bulan 27 hari
Usia Koreksi : 0 tahun 0 bulan 27 hari
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang,
Aceh Tamiang
Tanggal Masuk RS : 29 Januari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 2 sampai 4 Februari 2016
Tanggal Pulang : 4 Februari 2016
2.2 Identitas Keluarga
Nama ayah : Morgan Morgana
Umur : 28 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang
Nama ibu : Miftahul Jannah
Umur : 21 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang
4
2.3 Anamnesis
Keluhan utama : badan dan anggota gerak kaku
Keluhan tambahan : Demam, batuk, terdengar bunyi saat bernapas,
malas minum
Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari rumah sakit umum daerah kabupaten Aceh Tamiang
dengan diagnosis sangkaan hipotiroid + penyakit metabolik + bronkopneumonia +
xerosis. Ibu pasien mengeluhkan bahwa pada awalnya pasien tampak kaku baik
pada badan dan anggota gerak yang terjadi sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pada hari pertama kaku ibu pasien beranggapan bahwa kaku tersebut
disebabkan oleh pertambahan berat badan pada pasien. Akan tetapi pada hari
kedua kaku menjadi semakin berat sehingga orang tua pasien membawa pasien ke
rumah sakit. Kaku juga menyebabkan persendian sulit digerakkan. Pasien
mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus
menerus akan tetapi tidak tahu berapa suhu tertinggi pada saat pasien demam.
Tidak ada waktu tertentu munculnya demam seperti demam pada sore atau malam
hari. Ibu pasien tidak ada memberikan obat demam saat pasien di rumah. Pasien
juga mengalami batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak
berdahak dengan frekuensi batuk sekitar 10 kali setiap kali batuk. Ibu pasien
mendengar bunyi setiap kali pasien bernapas setelah batuk. Ibu pasien juga
melihat tampak ada cekungan di dada pasien setiap kali menarik napas. Semenjak
badan dan anggota gerak pasien kaku, pasien menjadi malas minum ASI dan tidak
mau disusui. Pasien juga tampak lebih sering mengantuk. Selain itu, kulit pasien
juga tampak kering. Tidak ada keluhan terkait dengan pembengkakan dan nyeri
sendi. Tidak ada perubahan warna kulit menjadi lebih kuning serta tidak ada
keluhan sering tersedak. Pasien buang air besar setiap tiga hari sekali. Tidak ada
gangguan buang air kecil pada pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Prenatal
5
Selama hamil ibu melakukan ANC teratur pada bidan di Puskesmas
kurang lebih sebanyak 6 kali selama kehamilan. Hari pertama haid terakhir ibu
adalah 28 Maret 2015, taksiran tanggal persalinan adalah 5 Januari 2016. Selama
kehamilan tidak ada gangguan dan penyakit yang dialami ibu. Ibu tidak memiliki
riwayat kelainan tiroid dan kelainan metabolik lainnya.
Natal
Pasien merupakan anak pertama, lahir prematur pada usia kehamilan 36
minggu secara sectio caesaria atas indikasi ketuban pecah dini dengan berat badan
lahir 1580 gram. Pasien tidak segera menangis, badan dan ekstremitas tampak
kebiruan.
Postnatal
Setelah pasien lahir dan sempat dirawat di NICU beberapa hari setelah
kelahiran atas indikasi berat badan lahir rendah dan bayi prematur dan sangkaan
infeksi intrauterin. Pasien tidak pernah mengalami sakit yang mengharuskan
pasien dirawat di rumah sakit.
Riwayat pemakaian obat
Sebelum dirujuk ke RSUDZA pasien sudah dirawat selama satu hari satu
malam di rumah sakit umum daerah Aceh Tamiang. Selama perawatan pasien
mendapatkan pengobatan sebagai berikut:
o IVFD N5 8 tetes/menit (mikro)
o Injeksi Meropenem 100 mg/12 jam
o Cetirizine dihydrochloride (Lerzin) 2x2,5 mg
o Hidrokortison zalf
o ASI ad libitum
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat gangguan hormon tiroid dan
penyakit metabolik lainnya. Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit
alergi, autoimun dan keganasan.
6
Riwayat imunisasi
Pasien diimunisasi sebanyak dua kali yaitu Hb-0 dan DPT
Riwayat pemberian makanan
0 - sekarang : ASI dan susu formula
2.4 Pemeriksaan fisik
Status Present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Denyut nadi : 141 x/i
Frekuensi Napas : 29 x/i
Suhu tubuh (aksila) : 36,50C
Data Antropometri
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : 49 cm
LK : 38 cm
LILA : 9 cm
BMI : 11,2 kg/m2
BBI : 5 kg
Status gizi :
Berdasarkan Fenton Preterm Growth Chart (F 2013)
BB/U : < - 3SD • -----
TB/U : < - 2SD • -----
LK/U: 0 SD (normocephali) • -----Kesimpulan: Kecil Masa Kehamilan
7
Kebutuhan cairan : 100 x BB = 100 x 2,7kg = 270 cc/hari
Kebutuhan kalori : (90-120) x 2,7 kg = 234-324 kkal/hari
Kebutuhan protein : (2,0-3,5) x 2,7 = 5,4-9 gr/hari
Status General
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar terbuka datar, wajah dismorfik
Rambut : hitam sukar dicabut
8
Mata : jarak mata lebar, konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga : Normotia, tidak tampak deformitas
Hidung : tidak tampak deformitas, NCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa lembab (+), mulut kecil, lidah tampak normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada pembesaran tiroid.
Toraks : Simetris, vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-), stridor (-/-),
retraksi (-)
Jantung : BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)
Abdomen : Soepel, meteorismus (+), distensi (-), organomegali (-),
nyeri tekan (-), timpani, peristaltik (+).
Genitalia : Perempuan
Anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas
PenilaianSuperior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Negatif Negatif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Lipatan krease Positif Positif - -
Atrofi Negatif Negatif Positif Positif
Kulit Sklerema Sklerema Sklerema Sklerema
Status neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
Mata : bulat isokor
TRM : kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
Sensorik/Otonom : dalam batas normal
9
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Untuk Anak 3 Bulan1. Pada waktu bayi telentang, apakah masing-
masing lengan dan tungkai bergerak dengan mudah? Jawab TIDAK bila salah satu atau kedua tungkai atau lengan bayi bergerak tak terarah/tak terkendali.
Gerak Kasar Ya Tidak
2. Pada waktu bayi telentang apakah ia melihat dan menatap wajah anda?
Sosialisai & Kemandirian
Ya Tidak
3. Apakah bayi dapat mengeluarkan suara-suara lain (ngoceh), disamping menangis?
Bicara dan Bahasa
Ya Tidak
4. Pada waktu bayi telentang, apakah ia dapat mengikuti gerakan anda dengan menggerakkan kepalanya dari kanan/kiri ke tengah?
Gerak halus Ya Tidak
5. Pada waktu bayi telentang, apakah. ia dapat mengikuti gerakan anda dengan menggerakkan kepalanya dari satu sisi hampir sampai pada sisi yang lain?
Gerak halus Ya Tidak
6. Pada waktu anda mengajak bayi berbicara dan tersenyum,apakah ia tersenyum kembali kepada anda?
Sosialisasi & Kemandirian
Ya Tidak
7. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar, apakah ia dapat mengangkat kepalanya seperti pada gambar ini?
Gerak Kasar Ya Tidak
10
8. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar,
apakah ia dapat mengangkat kepalanya sehingga membentuk sudut 45° seperti pada gambar ?
Gerak Kasar Ya Tidak
9. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar, apakah ia dapat mengangkat kepalanya dengan tegak seperti pada gambar?
Gerak Kasar Ya Tidak
10. Apakah bayi suka tertawa keras walau tidak digelitik atau diraba-raba?
Bicara & bahasa
Ya Tidak
Jumlah (kemungkinan ada penyimpangan) 5 5
11
DDST II (Denver Development Screening Test II)
Ket :
: Miss
12
Pemeriksaan DDST II (Denver Development Screening Test)
Motorik kasar : setara dengan usia 1 bulan
Bahasa : setara dengan usia 1 bulan
Motorik halus : setara dengan usia 0 bulan
Personal sosial : setara dengan usia 1 bulan
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
29/01/2016 01/02/2016 04/03/
2016
Nilai normal
Hemoglobin
(g/dl)
10,6 - 8,8 12.7–18.3
Hematokrit
(%)
31 - 26 37.4–55.9
Eritrosit
(106/mm3)
3,6 - 3,1 3.4–5.4
Leukosit
(103/mm3)
9,6 - 6,7 8.0–14.3
Trombosit
(103 U/L)
625 - 76 295–615
Hitung jenis
(%)
2/0/0/18/70/9 - 6/0/0/
22/65/
8
CT/BT
(menit)
7/3 - - 2–9 menit
Free T4 - 13,27 - 10–26
TSHs - 10,69 - 0.46–8.10
Prokalsitonin - 0,16 - < 0.15
Na/K/Cl 139/6,1/108 - - 133–146/4.5–7.2/96–111
Ur/Cr 8/0,20 - - 0.2–1.0
SGOT/SGPT 35/12 - - 13-45/9-80
Protein total - - - 4.6–7.0
13
Albumin 4,20 - 3.4–4.2
Globulin - - -
Pemeriksaan RadiologisFoto Thoraks
Kesimpulan: Cor dan pulmo dalam batas normal
USG Abdomen
14
Kesimpulan: USG ginjal dalam batas normalUSG Hepar, gallbladder, lien dalam batas normalUSG pankreas, aorta dan paraorta dalam batas normalUSG Vesica urinaria dalam batas normal
Echokardiografi
Kesimpulan:Tiny PDA, PFO, TRMVt2
15
2.6 Diagnosis
1. Hipotiroid Subklinis
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
IVFD 4:1 6 tetes/menit (mikro)
Inj. Ceftriaxone 125 mg/12 jam IV
Levotiroksin 1x10 mg (Pagi)
Domperidon syr 3x1cc
Enystin 3x0,3 ml
Tranfusi FFP 25 cc/hari
ASI ad Libitum
2.8 Planning
Stimulasi Perkembangan
Cek ulang TSH dan FT4 2 minggu kemudian
Cek USG Tiroid
Cek antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi antithyroperoxidase
(TPO-Abs)
2.9 Prognosis
Quo et vitam : dubia et bonam
Quo et functionam : dubia et bonam
Quo et sanactionam : dubia et bonam
16
2.10 Follow Up Pasien
Tanggal Vital sign Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
02/02/2016 Kes : GCS 15
HR : 140x/i
RR: 28x/i
T: 37,40C
BB: 2,7 kg
TB: 48 cm
KU: Mencret
Pf/
Kepala : normocephali (+)
Mata: konj. palp. inf pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga: dalam batas normal
Hidung: NCH (-), sekret (-)
Mulut: mukosa bibir lembab (+), sianosis
(-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-), retraksi
(-)
Jantung: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, meteorismus (+),
soepel, distensi (+),timpani (+), peristaltik
(-)
Genitalia: perempuan
Anus: tidak ada kelainan
Ekstremitas: edema pada kaki (-/-), pucat
(-/-), Sklerema (+)
Ass/
1. Hipotiroid Subklinis
Th/
IVFD 4:1 6
tetes/menit
(mikro)
Inj. Ceftriaxone
125 mg/12 jam
IV
Levotiroksin
1x10 mg (Pagi)
Domperidon syr
3x1cc
Enystin 3x0,3
ml
Tranfusi FFP 25
cc/hari (H3)
ASI ad libitum
Planing
Cek TSH,
FT4 ulang
17
Tanggal Vital sign Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
03/02/2016 Kes : GCS
15
HR : 144x/i
RR: 29x/i
T: 37,20C
BB: 2,7 kg
TB: 48 cm
KU: Mencret
Pf/
Kepala : normocephali (+)
Mata: konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-)
Telinga: dalam batas normal
Hidung: NCH (-), sekret (-)
Mulut: mukosa bibir lembab (+), sianosis (-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-), retraksi (-)
Jantung: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, meteorismus (+), soepel,
distensi (+),timpani (+), peristaltik (-)
Genitalia: perempuan
Anus: tidak ada kelainan
Ekstremitas: edema pada kaki (-/-), pucat (-/-),
Sklerema (+)
Ass/
1. Hipotiroid Subklinis
Th/
IVFD 4:1 6
tetes/menit
(mikro)
Inj. Ceftriaxone
125 mg/12 jam IV
Levotiroksin 1x10
mg (Pagi)
Domperidon syr
3x1cc
Enystin 3x0,3 ml
ASI ad Libitum
Planing
Cek TSH, FT4 ulang
Cek ulang DR
18
Tanggal Vital sign Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
04/02/2016 Kes : GCS
15
HR : 141x/i
RR: 27x/i
T: 36,90C
BB: 2,7 kg
TB: 48 cm
KU: Mencret (-)
Pf/
Kepala : normocephali (+)
Mata: konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-)
Telinga: dalam batas normal
Hidung: NCH (-), sekret (-)
Mulut: mukosa bibir lembab (+), sianosis (-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), stridor (-/-), retraksi (-)
Jantung: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, meteorismus (+), soepel,
distensi (+),timpani (+), peristaltik (-)
Genitalia: perempuan
Anus: tidak ada kelainan
Ekstremitas: edema pada kaki (-/-), pucat (-/-),
Sklerema (+)
Ass/
1. Hipotiroid Subklinis
Th/
IVFD 4:1 6
tetes/menit
(mikro)
Inj. Ceftriaxone
125 mg/12 jam IV
Levotiroksin 1x10
mg (Pagi)
Domperidon syr
3x1cc
Enystin 3x0,3 ml
ASI ad Libitum
Planing
PBJ
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 Fisiologi dan Patofisiologi pada Hormon Tiroid
Hormon tiroid memiliki peran penting dalam proses perkembangan,
terutama pada sistem saraf pusat. Pada orang dewasa, hormon tiroid
mempertahankan homeostatis metabolik dan mempengaruhi fungsi sistem organ.
Hormon tiroid mengandung iodine yang harus didapatkan melalui asupan nutrisi.
Kelenjar tiroid merupakan ruang penyimpanan besar yang mengandung hormon
tiroid dalam bentuk tiroglobulin. Ruang penyimpanan ini menjaga konsentrasi
sistemik hormon tiroid. Sekresi thyroidal didominasi oleh prohormon tiroksin
yang diubah dalam hati dan jaringan lain dalam bentuk aktif berupa
triiodothyronine. Aktivasi lokal tiroksin juga terjadi pada jaringan target
(misalnya, otak dan pituitari) dan semakin diakui sebagai salah satu langkah
penting dalam regulasi aksi hormon tiroid. Konsentrasi serum hormon tiroid
diatur secara tepat oleh hormon hipofisis, thyrotropin (TSH), dengan sistem
umpan balik negatif klasik.9, 10
Kelenjar tiroid yang normal akan mengeluarkan beberapa hormon tiroid
yaitu, Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4,tiroksin) yang berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan seseorang, regulasi suhu tubuh, dan mengatur
tingkat penggunaan energi tubuh. Kedua hormon ini terdiri dari 59% dan 65%
(masing-masing) yodium sebagai salah satu unsur penyusun yang paling penting.10
Hormon ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu
adalah TBG (thyroxine binding globulin), TBPA (thyroxine binding prealbumin),
T3U (T3 resin uptake) dan TBI (thyroxine binding Index). Peningkatan protein
pengangkut TBG menyebabkan peningkatan hormon T4 dan penurunan protein
pengangkut T3U. Peningkatan TBG disebabkan oleh pengobatan estrogen,
perfenazin, Kehamilan, bayi baru lahir, hepatitis infeksiosa dan peningkatan
sintesis herediter. Sedangkan penurunan kadar TBG dipengaruhi oleh pengobatan
steroid anabolik dan androgen, sakit berat atau pembedahan, sindroma nefrotik
dan defisiensi kongenital.11, 12
20
Yodium berperan sangat penting untuk fungsi hormon tiroid normal.
Yodium hanya didapatkan pada makanan yang mengandung yodium ataupun
makanan yang ditambahkan dengan yodium. Yodium banyak terkandung dalam
makanan laut (seafood), rumput laut, produk susu, dan beberapa sayuran. Garam
laut juga mengandung yodium. Selain itu, produk garam beryodium juga telah
beredar luas. Yodium yang diserap dari makanan pada sistem pencernaan akan
segera didistribusikan dalam cairan ekstraseluler. Tiroid sendiri juga dapat
melepaskan yodium melalui proses diiodinisasi ekstratiroidal dari iodotironin.
Yodium pada cairan ekstraseluler akan dibawa menuju tiroid dan diekskresikan
melalui urine.11
Sebelum yodium yang terperangkap dapat bereaksi dengan tirosin, harus
diioksodasi terlebih dahulu. Reaksi ini dikatalis oleh tiroid peroksidase. Sel-sel
tiroid juga menghasilkan tiroprotein tertentu, suatu globulin dengan kira-kira 120
unit tirosin. Iodinasi tirosin membentuk monoioditirosin dan diiodotirosin, dua
molekul diiodotirosin kemudian bergabung membentuk satu molekul T4, atau satu
molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin membentuk T3. Bila
terbentuk, hormon-hormon tersebut disimpan sebagai tiroglobulin dalam lumen
folikel (kolloid) sampai siap dikirim ke sel-sel tubuh. Tiroglobulin adalah
glikoprotein globuler besar dengan berat molekul sekitar 660.000 dan pada
keadaan normal dapat dideteksi dalam darah individu pada kadar nanogram t4 dan
T3 dilepaskan dari tiroglobulin oleh aktivasi protease dan peptidase.11
Potensi metabolik T3 adalah 10 kali potensi T4. Pada orang dewasa, tiroid
menghasilkan sekitar 100 μg T4 dan 20 μg T3 setiap hari. Hanya 20% T4 yang
bersirkulasi disekresi oleh tiroid, sisanya dihasilkan oleh deyodinasi T4 dalam
hati, ginjal, dan jaringan perifer lain oleh 5’-deiodinase tipe I. Dalam Kelenjar
pituitary dan otak, sekitar 80% T3 yang diperlukan dihasilkan di tempat, dari T4
oleh enzim yang berbeda, 5’-deiodinase tipe II.11
Tabel 2.1 Rangkuman Kinetik Hormon Tiroid
Variabel T4 T3
Volume distribusi 10 L 40 L
Extrathyroidal pool 800 mcg 54 mcg
21
Produksi Harian 75 mcg 25 mcg
Fractional turnover per
hari
10% 60%
Metabolic clearance
per hari
1.1 L 24 L
Waktu paruh
(biologis)
7 hari 1 hari
Kadar Serum
Total 4.8–10.4
mcg/dL
60–181
ng/dL
(62–134
nmol/L)
(0.92–2.79
nmol/L)
Free (bebas) 0.8–2.7
ng/dL
230–420
pg/dL
(10.3–34.7
pmol/L)
(3.5–6.47
pmol/L)
Jumlah Ikatan 99.96% 99.6%
Potensi Biologis 1 4
Absorption Oral 70% 95%
Hormon-hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, merangsang
sintesis protein, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, dan mempengaruhi
metabolism karbohidrat, lipid dan vitamin. Hormon-hormon bebas memasuki sel,
tempat T4 dapat dikonversi menjadi T3 dengan deiodinasi. T3 interseluler
kemudian masuk nucleus, untuk melekat pada reseptor hormone tiroid. Reseptor
hormone tiroid merupakan anggota superfamili reseptor hormone steroid yang
meliputi glukokortikoid, estrogen, progesterone, vitamin D, dan retinoid.11
Fungsi tiroid dikontrol oleh hipofisis melalui pelepasan thyrotropin
(thyroid-stimulating hormone [TSH]) dan oleh ketersediaan yodium. Thyrotropin
merangsang penyerapan yodium serta sintesis dan pelepasan hormon tiroid.
Thyrotropin juga memiliki efek mempromosikan pertumbuhan yang
menyebabkan hiperplasia sel tiroid dan pembesaran kelenjar (goiter). Tingginya
22
kadar hormon tiroid menghambat pelepasan TSH, menyebabkan mekanisme
kontrol umpan balik negatif yang efektif. Pada penyakit Graves, gangguan
autoimun, limfosit B menghasilkan antibodi yang mengaktifkan reseptor TSH dan
dapat menyebabkan sindrom hipertiroidisme yang disebut sebagai tirotoksikosis.
Karena limfosit ini tidak rentan terhadap umpan balik negatif, pasien dengan
penyakit Graves dapat memiliki konsentrasi darah yang sangat tinggi dari hormon
tiroid dan pada saat yang sama konsentrasi darah TSH sangat rendah.11
Gambar 3.1 Situs aksi dari beberapa obat antitiroid. I-, ion yodium; I°, unsur
yodium
T3 adalah sekitar 10 kali lebih kuat dari T4. Karena T4 dikonversi ke T3
di sel target, hati, dan ginjal, sebagian besar efek T4 beredar mungkin karena T3.
Hormon tiroid mengikat reseptor intraseluler yang mengontrol ekspresi gen yang
bertanggung jawab untuk banyak proses metabolisme. Protein disintesis di bawah
kontrol T3 yang berbeda tergantung pada jaringan yang terlibat; protein ini
mencakup, misalnya, Na + / K + ATPase, protein kontraktil tertentu di otot polos
23
dan jantung, enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid, dan komponen
perkembangan penting dalam otak. T3 juga mungkin memiliki efek reseptor-
mediated membran terpisah di beberapa jaringan.11
Aksi hormon tiroid pada tingkat organ meliputi pertumbuhan yang normal
dan perkembangan dari sistem saraf, skeletal dan sistem reproduksi serta
mengontrol metabolisme lemak, karbohidrat, protein dan vitamin.
Penggunaan klinis hormon tiroid disebut sebagai terapi hormon tiroid
dapat dicapai baik dengan T3 atau T4. Levotiroksin sintetis (T4) biasanya
merupakan obat pilihan. T3 (liothyronine) memiliki durasi aksi yang lebih cepat
namun memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan lebih mahal.11
Perubahan ini menghasilkan sekitar 80% bentuk hormon aktif, sedangkan
20% sisanya dihasilkan oleh kelenjar tiroid sendiri. Perubahan dari T4 menjadi T3
di dalam hati dan organ lainnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
kebutuhan tubuh dari waktu ke waktu. Sebagian besar T4 dan T3 terikat erat pada
protein tertentu di dalam darah dan hanya aktif jika tidak terikat pada protein ini.
Dengan cara ini, tubuh mempertahankan jumlah hormon tiroid yang sesuai
dengan kebutuhan agar kecepatan metabolisme tetap stabil. Agar kelenjar tiroid
berfungsi secara normal, maka berbagai faktor harus bekerja sama secara benar:-
hipotalamus- kelenjar hipofisa- hormon tiroid (ikatannya dengan protein dalam
darah dan perubahan T4 menjadi T3 di dalam hati serta organ lainnya). Fungsi
dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas.
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam
intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya
tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit
jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan
dari folikel kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropine.
24
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksiotot dan menambah irama jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme
h. Bereaksi sebagai antagonis insulin Tirokalsitonin mempunyai jaringan
sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum
dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang
mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar
kalsium serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan
sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran
tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di
lambung.13
Gambar 3.2 Regulasi Fungsi Tiroid
25
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti
sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil
akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.14
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara
meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor
aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang
umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini
adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan
janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pasca lahir.14
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi
peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin,
meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan
efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah
jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung.
Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran
cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot,
dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.14
Efek Pada Metabolisme Lemak
Semua aspek metabolisme lemak ditingkatkan di bawah pengaruh hormon
tiroid. Lipid akan diangkut dari jaringan lemak, meningkatkan konsentrasi asam
lemak bebas di dalam plasma; hormon tiroid juga sangat mempercepat proses
oksidasi asam lemak bebas oleh sel.15
Efek Pada Plasma dan lemak Hati
Meningkatnya hormon tiroid menurunkan jumlah kolesterol, fosfolid, dan
trigliserida dalam darah, walaupun sebenarnya hormon ini juga meningkatkan
asam lemak bebas. Sebaliknya, menurunnya sekresi tiroid sangat meningkatkan
konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida plasma dan hampir selalu
menyebabkan pengendapan lemak secara berlebihan di dalam hati.15
Efek Pada Metabolisme Vitamin
26
Hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim dan karena vitamin
merupakan bagian penting dari beberapa enzim dan koenzim, maka hormon tiroid
ini meningkatkan kebutuhan akan vitamin.15
Efek Pada Laju Metabolisme Basal
Hormon tiroid meningkatkan metabolisme sebagian besar tubuh, kelebihan
hormon ini akan meningkatkan laju metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai
100 persen di atas nilai normalnya. Sebaliknya, bila tidak ada hormon tiroid yang
dihasilkan, maka laju metabolisme basal menurun sampai hampir setengah nilai
normal; yaitu, laju metabolisme basal menjadi 30 sampai 45.15
Efek Pada Berat Badan
Bila produksi hormon tiroid meningkat hampir selalu menurunkan berat
badan, dan bila produksinya sangat berkurang maka hampir selalu timbul
kenaikan berat badan.15
Efek Pada Sistem Kardiovaskular
Aliran Darah dan Curah Jantung. Meningkatnya metabolisme dalam
jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk
akhir dari metabolisme yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini menyebabkan
vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh,sehingga meningkatkan aliran
darah. Akibat dari meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan
meningkat. Frekuensi Denyut Jantung Lebih meningkat di bawah pengaruh
hormon tiroid daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Hormon tiroid ini
mungkin berpengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya
meningkatkan frekuensi denyut jantung. Kekuatan Denyut Jantung Peningkatan
aktivitas enzimatik yang disebabkan oleh peningkatan produksi hormon tiroid
tampaknya juga meningkatkan kekuatan denyut jantung bila sekresi hormon tiroid
sedikit berlebih. Volume Darah Hormon tiroid menyebabkan volume darah sedikit
meningkat. Efek ini mungkin disebabkan oleh vasodilatasi, yang mengakibatkan
bertambahnya jumlah darah ang terkumpul dalam sistem sirkulasi. Tekanan Arteri
Karena terdapat peningkatan aliran darah melalui jaringan di antara dua denyut
jantung, maka tekanan nadi menjadi sering meningkat.15
Efek Pada Respirasi
27
Meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian
oksigen dan pembentukan karbondioksida.15
Efek Pada Saluran Cerna
Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormon tiroid
meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.
Seringkali, terjadi diare. Kekuatan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.15
Efek Pada Sistem Saraf Pusat
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga menimbulkan
disosiasi pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan
fungsi ini.15
Efek Terhadap Fungsi Otot
Sedikit peningkatan hormon tiroid biasanya menyebabkan otot bereaksi
dengan kuat, kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot sangat lamban. Tremor
Otot adalah gejala yang paling khas dari hipertiroidisme adalah timbulnya tremor
halus pada otot. Tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 sampai 15 kali
perdetik. Tremor disebabkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah
medula yang mengatur tonus otot.15
Efek Pada Tidur
Penderita hipertiroid sering kali merasa capai terus menerus; tetapi karena
efek eksitasi dari hormon tiroid pada sinaps, timbul kesulitan tidur. Sebaliknya,
somnolen yang berat merupakan gejala khas dari hipotiroidisme, disertai dengan
waktu tidur yang berlangsung selama 12 sampai 14 jam sehari.15
Efek Pada Kelenjar Endokrin Lain
Hormon toroid meningkatkan sebagian besar aktivitas metabolisme yang
berkaitan dengan pembentukan tulang, akibatnya, meningkatkan kebutuhan
hormon paratiroid. Hormon tiroid meningkatkan kecepatan inaktivasi hormon
glukokortikoid adrenal oleh hati.15
Efek Hormon Tiroid Pada Fungsi Seksual
Pada pria, berkurangnya hormon tiroid menyebabkan hilangnya libido, dan
sebaliknya, sangat berlebihnya hormon ini sering kali menyebabkan impotensi.
Pada wanita, kekurangan hormon tiroid sering kali menyebabkan timbulnya
menoragia dan polimenore, timbulnya pendarahan menstruasi yang berlebihan dan
28
lebih sering. Kekurangan hormon ini menimbulkan periode menstruasi yang tak
teratur.15
3.2 Definisi Hipotiroid Subklinis
Hipotiroid subklinis (HS) didefinisikan sebagai suatu kondisi
meningkatnya kadar konsentrasi serum thyroid-stimulating hormone (TSH) di atas
kadar normal tanpa disertai dengan menurunnya kadar konsentrasi serum hormon
tiroksin bebas (FT4), kadar konsentrasi FT4 masih berada dalam rentang normal.1,
2 Kadar konsentrasi serum TSH dapat bervariasi pada populasi normal sering
dengan berjalannya waktu, sehingga diperlukan pemeriksaan ulang terhadap kadar
konsentrasi serum TSH dan FT4, tiga atau empat bulan setelah pemeriksaan awal.
Apabila setelah pemeriksaan ulangan tetap ditemukan kadar TSH lebih tinggi dari
rentang normal dan tidak terdapat penurunan kadar serum FT4 maka diagnosa
hipotiroid subklinis dapat ditegakkan.2
HS juga disebut sebagai tirotropinemia terisolasi (isolated
hyperthyrotropinemia), hipotiroid kompensata, hipotiroid preklinis, kegagalan
tiroid ringan dan hipotiroid ringan. Diagnosis dari HS berdasarkan evaluasi
biokimia karena pada sebagian besar pasien dengan HS, gejala dan tanda
disfungsi tiroid sangat jarang tampak pada pasien. Banyak penelitian
menunujukkan bahwa pasien dengan HS mengalami manifestasi klinis dan
fungsional dari kegagalan tiroid ringan lebih sering bila dibandingkan dengan
populasi kontrol yang dicocokkan berdasarkan usia.2
3.3 Epidemiologi
Prevalensi HS pada populasi dewasa dilaporkan sekitar 1-10% pada
kebanyakan penelitian berbasis komunitas. Prevalensi tersebut lebih tinggi pada
populasi lansia, wanita dan populasi kulit putih. Survei prospektif yang dilakukan
oleh Whickam melaporkan prevalensi HS sebesar 7,5% pada wanita dan 2,8%
pada pria. Prevalensi HS meningkat hingga 11,6% pada wanita dengan usia >60
tahun.16
Pada populasi anak-anak, Prevalensi HS dilaporkan kurang dari 2%,
meskipun penelitian epidemiologi SH pada populasi pediatri sangat sedikit.17
29
3.4 Etiologi
Kemungkinan penyebab HS dirangkum pada Tabel 3.2. Banyak penyakit
tiroid dan penyakit non tiroid telah terbukti berhubungan dengan patogenesis HS
pada usia anak. Akan tetapi, HS lebih sering didefinisikan sebagai suatu penyakit
ideopatik karena tidak ada penyebab ataupun mekanisme yang ditemukan. Di
antara penyebab penyakit tiroid, yang paling sering adalah tiroiditis Hashimoto,
defisiensi yodium, dan pengobatan berlebihan pada penyakit Graves. Penyakit
Non tiroid termasuk diabetes mellitus, sistik fibrosis, penyakit seliak, gagal ginjal
kronis, dan banyak sindrom, seperti Turner, Down, Klinefelter, serta sindrom
Williams.18
Tabel 3.2 Etiologi Hipotiroid Subklinis18
Etiologi
Thyroid-related causes
Systemic causes
Hashimoto’s thyroiditis
Diabetes mellitus
Iodine deficiency
Celiac disease
Overtreatment of Graves’ disease
Chronic renal failure
Transient neonatal hyperthyrotropinemia
Syndromes (Turner, Down ect)
Variations in genes of TSH/thyroid hormone pathway
Overweight/obesity
X-ray treatment of the head-neck region
Medications (carbamazepine,valproic acid, domperidone, ect)
Sebuah kondisi yang sering dikaitkan dengan HS adalah kelebihan berat
badan dan obesitas, meskipun hubungan sebab akibat yang jelas belum ditetapkan.
Apakah nilai TSH meningkat pada obesitas adalah adaptif, meningkatkan tingkat
30
pengeluaran energi untuk mencegah kenaikan berat badan lebih lanjut, atau
menunjukkan hipotiroidisme subklinis atau resistensi hormon tiroid masih
merupakan suatu hal yang kontroversial.18
Sebuah kondisi HS juga dapat terkait dengan penggunaan beberapa obat,
pada penggunaan karbamazepine khususnya, asam valproik, atau domperidone,
dan untuk pengobatan X-ray untuk kepala dan leher untuk penyakit ganas. HS
juga mungkin merupakan hasil dari hipertirotropinemia neonatal transien.
Prevalensi HS pada bayi baru lahir dianggap positif palsu untuk hipotiroidisme
kongenital (yaitu, dengan TSH tinggi saat lahir dan dengan FT4 normal dan TSH
normal atau sedikit meningkat pada pemeriksaan terkonfirmasi) dilaporkan
menjadi sekitar 50% pada masa bayi dan anak usia dini dan penurunan dengan
usia, dan menetap hingga > 30% pada akhir masa kanak-kanak.18
Mutasi pada gen yang mengkode protein yang terlibat dalam jalur TSH
telah ditemukan berhubungan dengan bedah HS [16]. TSH dengan aktivitasnya
dalam mengikat reseptor domain ekstraseluler TSH (TSH-R), reseptor G protein
berpasangan domain ke tujuh transmembran yang terletak di membran basolateral
sel folikel tiroid. Hilangnya beberapa mutasi fungsi dapat mengganggu fungsi
reseptor normal mengarah ke HS telah ditemukan pada gen TSH-R. Selain itu,
polimorfisme atau mutasi pada gen dari jalur hormon tiroid seperti dual oxidase
2, phosphodiesterase 8B, iodothyronine deiodinases, dan thyroperoxidase
bertanggung jawab dalam peningkatan kadar TSH dengan nilai FT4 normal.18
3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada HS sangat bervariasi. Manifestasi klinis dapat
dimulai dari tidak adanya manifestasi yang jelas dari gejala dan tanda hipotiriod.
Manifestasi klinis yang paling sering adalah goiter yang dilaporkan sebagai suatu
peningkatan prevalensi sebesar dua kali lipat dari pada yang tampak pada populasi
umum. Kondisi abnormal yang paling sering berhubungan dengan populasi anak-
anak adalah peningkatan berat badan, peningkatan kadar kolesterol, gangguan
kecepatan pertumbuhan, anemia, kondisi mengantuk, kelemahan dan gangguan
perkembangan psikomotor dan kognitif.19
31
Meskipun demikian, tinjauan terbaru yang menganalisa perjalanan
penyakit HS pada pasien anak-anak melaporkan bahwa tinggi badan normal, IMT,
dan usia pubertas dibandingkan dengan tidak adanya manifestasi hipotiroid
menunjukkan evolusi dari fungsi tiroid.19
Penelitian lainnya menunjukkan analisa parameter pertumbuhan dan
intelektual pada anak-anak dengan HS ideopatik persisten menunjukkan tidak ada
ganggua pada pertumbuhan, maturasi tulang, status IMT, dan fungsi kognitif
meskipun dengan kadar TSH tinggi yang persisten dalam sebuah kohort di Italia.
Meskipun demikian, hormon tiroid terlibat dalam pertumbuhan dan
perkembangan neurokognitif, meskipun terdapat peningkatan kadar TSH persisten
pada pasien tanpa terapi pengganti tiroid.20
3.6 Diagnosis
Deteksi laboratorium nilai kadar TSH di atas batas atas yang normal di
hadapan kadar hormon tiroid normal harus meningkatkan kecurigaan terhadap
HS. Konsentrasi serum TSH bervariasi dari waktu ke waktu bahkan pada subyek
sehat, nilai abnormal mungkin merupakan temuan sesekali. Oleh karena itu,
pengukuran serum TSH dan FT4 harus diulang dalam waktu 3-4 bulan.
Anamnesis secara hati-hati harus dikumpulkan, termasuk penyakit penyerta,
riwayat keluarga untuk penyakit tiroid, dan hasil dari skrining neonatal untuk
hipotiroid kongenital. Gejala hipotiroid, seperti sembelit, memori buruk,
kelelahan, lambat berpikir, kecemasan, depresi, kelemahan otot, dan intoleransi
dingin, harus diselidiki.20
Pemeriksaan fisik yang akurat harus dilakukan untuk mencari tanda-tanda
kegagalan tiroid, seperti kelebihan berat badan/obesitas, bertubuh pendek atau
gangguan kecepatan pertumbuhan, suara serak, dan rambut menipis. Secara
khusus, wilayah tiroid harus diperiksa dan teraba untuk mendeteksi gondok. Jika
kadar TSH tinggi terisolasi ditemukan maka titer antibodi antithyroglobulin (TG-
Abs) dan antibodi antithyroperoxidase (TPO-Abs) harus dievaluasi dan
ultrasonografi tiroid dilakukan. Algoritma diagnostik untuk SH ditunjukkan pada
Gambar 3.3.21
32
Gambar 3.3 Algoritma diagnostik hipotiroid subklinis
Gambar 3.4 Pendekatan diagnosis dan terapi pada hipotiroid subklinis
3.7 Perjalanan Penyakit (Natural History)
Perkembangan alami dari HS mungkin kondisi persisten dari SH (yaitu,
kadar hormon tiroid dengan stabil tinggi atau bahkan menaikkan kadar TSH),
kembalinya kondisi euthyroid (yaitu, normalisasi nilai TSH dengan kadar hormon
tiroid normal), atau perkembangan untuk hipotiroid terbuka (tingkat TSH tinggi
dengan kadar hormon tiroid berkurang). Pada populasi orang dewasa, HS
33
dilaporkan untuk maju ke arah hipotiroid yang nyata (berkurangnya hormon tiroid
yang beredar) dalam proporsi mulai dari < 1 hingga 20% menurut studi yang
berbeda. Tingkat yang lebih tinggi dari pengembangan menjadi hipotiroidism
dilaporkan pada pasien dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari serum TSH,
autoantibodi antitiroid tinggi, dan tingkat yang lebih tinggi dari hipoekogenitas
pada USG tiroid.22
Studi mengenai perjalanan penyakit dari HS dan konsekuensinya di masa
kecil sangat jarang. Menurut penelitian yang tersedia, HS pada anak-anak dan
remaja tampaknya menjadi proses jinak dan mengambarkan dengan risiko rendah
evolusi menuju hipotiroid nyata. Memang, sebagian besar penelitian yang
dianalisis dalam sebauh studi mengarah kepada kondisi euthyroid atau tetap HS,
kadang-kadang dengan peningkatan nilai TSH. Tingkat perkembangan hipotiroid
nyata berkisar antara 0 dan 28,8%; hanya satu penelitian menunjukkan evolusi
menuju hipotiroid pada setengah dari delapan anak.22
Kehadiran awal gondok dan peningkatan TG-Abs, adanya penyakit seliak,
dan peningkatan progresif TPO-Abs dan nilai TSH mungkin merupakan prediksi
untuk perkembangan menuju kegagalan tiroid. Selain itu, sebuah kadar TSH awal
yang lebih tinggi dari 7,5 mIU/L dan jenis kelamin perempuan adalah faktor
prediktif untuk TSH tinggi berkelanjutan. Khususnya, tingginya positif palsu
untuk HS persiten pada anak-anak di skrining neonatal untuk hipotiroidisme
kongenital dilaporkan dalam satu studi, bahkan jika tidak ada anak-anak
mengembangkan hipotiroid pada periode tindak lanjut.23
Mempelajari morfologi tiroid, kehadiran hemiagenesis, hipoplasia satu
lobus, atau gondok terdeteksi di setengah dari anak-anak ini dan mutasi di TPO
dan gen TSH-R ditemukan pada dua anak. Oleh karena itu, hiperthirotropinemia
ringan pada skrining neonatal mungkin sugestif anomali anatomi atau fungsional
bawaan dari kelenjar tiroid dan dapat diikuti oleh SH persisten nanti di masa
kecil.23
3.8 Tatalaksana
Dalam keputusan untuk mengobati atau tidak kondisi HS pada anak-anak,
dokter anak harus mempertimbangkan di satu sisi risiko berkembang menjadi
34
hipotiroid dan di sisi lain konsekuensi sistemik karena hipertirotropinemia yang
tidak diobati. Pada orang dewasa, HS telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular dan kelainan biokimia, termasuk kolesterol LDL,
meningkatkan konsentrasi serum prolaktin, dan pengaruh negatif pada profil
hemostatik. Namun, dokter harus juga mempertimbangkan risiko dari pengobatan
yang berlebihan, karena HS yang diobati secara berlebihan bisa membawa pada
hipertiroidisme subklinis, yang telah dilaporkan bertanggung jawab atas hilangnya
tulang secara signifikan pada wanita pascamenopause dan atrial fibrilasi pada
pasien yang lebih tua.8
Selain itu, potensi manfaat kadar tingkat TSH tinggi seperti umur panjang
dan rendah semua penyebab kematian telah disarankan oleh studi terbaru.
Memang, keputusan mengenai penggunaan levothyroxine (L-T4) terapi pengganti
HS masih menjadi bahan perdebatan. Pada tahun 2004 dan 2005, dua panel ahli
membuat kesimpulan yang berbeda tentang pengelolaan HS pada orang dewasa.
Satu panel menyimpulkan bahwa pasien dengan FT4 normal dan TSH > 10
mIU/L dapat diobati, padahal disarankan tindak lanjut dari subyek dengan TSH di
kisaran 4,5-10,0 mIU/L karena bukti belum memadai untuk mendukung
pengobatan pada pasien yang terakhir dan karena perhatian terhadap pengobatan
yang berlebihan. Di sisi lain, pernyataan konsensus bersama yang diterbitkan oleh
American Association of Clinical Endocrinology, American Thyroid Association,
dan The Endocrine Society menyimpulkan bahwa pengobatan pasien SH dengan
tingkat TSH dari 4,5-10 mIU/L adalah tepat, karena kurangnya bukti yang
menguntungkan tidak berarti. Kedua panel tidak mengatasi masalah HS dalam
populasi anak.24
Sangat sedikit studi telah meneliti efek dari terapi pengganti L-T4 pada
orang muda dengan HS. Terapi L-T4 pada anak-anak dengan HS mungkin
keuntungan di hadapan bertubuh pendek dan gangguan kecepatan pertumbuhan
dan mungkin efektif dalam mengurangi volume yang tiroid. Tidak ada efek dari
L-T4 pada fungsi neuropsikologi dari anak-anak dengan HS telah dilaporkan.
Hipertiroidisme karena adanya pengobatan yang berlebihan pada HS harus
dianggap sebagai kondisi yang jarang terjadi di kelompok usia pediatrik.25
35
Menurut bukti yang tersedia, pada anak-anak dengan pengobatan H L-T4
harus ditunjukkan ketika kadar TSH > 10 mIU/L atau ketika TSH 4,5-10,0 mIU/L
jika dengan adanya tanda-tanda atau gejala klinis dari fungsi tiroid terganggu,
goiter, atau kondisi komorbid yang terjadi bersama seperti sindrom (Down,
Turner, dan lain-lain) atau penyakit autoimun (diabetes mellitus, penyakit seliak,
dan lain-lain), mungkin predisposisi untuk perkembangan menuju hipotiroid. Pada
anak-anak dengan SH tapi tanpa gondok, antibodi antitiroid negatif, dan TSH <10
mIU/L, terapi penggantian tidak diharuskan, baik karena risiko rendah untuk
mengembangkan hipotiroid dan karena mereka hanya bisa menjadi eutiroid, yang
mewakili 2,5 % dari individu normal yang nilai TSH di atas persentil 97,5 pada
distribusi eutiroid. Memang, TSH sedikit lebih tinggi mungkin hanya tanda
adaptasi fisiologis pada anak tiroid sehat pada daerah yodium-penuh, yang
volumenya tiroid lebih kecil disebabkan oleh status yodium ditingkatkan tidak
mungkin memerlukan TSH tinggi untuk mempertahankan produksi hormon tiroid
yang memadai.25, 26
Rekomendasi dari European Thyroid Association pada pedoman
manajemen hipotiroid subklinis pada kehamilan dan anak-anak tahun 2014
menyebutkan bahwa pada bayi berusia > 1 bulan dengan konsentrasi serum TSH
belum kembali dalam rentang normal, terapi dengan levothyroxine dianjurkan
sampai 3 tahun saat perkembangan otak tidak lagi tergantung pada hormon tiroid.
Pada saat itu penghentian terapi dapat dilakukan untuk menentukan apakah
hipotiroidisme itu sementara atau permanen.27
Keputusan tentang kapan pengobatan harus dilakukan diambil setelah
berdiskusi dengan orang tua terkait risiko dan potensi manfaat pengobatan. Saat
ini tidak ada cukup bukti untuk merekomendasikan pengobatan pada sebagian
besar anak-anak dengan SCH beberapa diantaranya adalah konsentrasi serum TSH
adalah <10 mIU/L dan di antaranya konsentrasi TT4 / FT4 normal.27
BAB IVANALISA KASUS
Telah dilaporkan seorang bayi perempuan dengan usia kronologis
1 bulan 27 hari dengan keluhan utama kaku pada badan dan anggota gerak
disertai dengan batuk, demam, napas terdengar berbunyi, malas minum,
tampak mengantuk dan konstipasi. Pasien didiagnosa sebagai hipotiroid
subklinis.
Hipotiroid subklinis (HS) didefinisikan sebagai suatu kondisi
meningkatnya kadar konsentrasi serum thyroid-stimulating hormone
(TSH) di atas kadar normal tanpa disertai dengan menurunnya kadar
konsentrasi serum hormon tiroksin bebas (FT4), kadar konsentrasi FT4
masih berada dalam rentang normal.1, 2 HS merupakan suatu diagnosis
yang dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia baik dengan atau tanpa
kemunculan gejala dan tanda hipotiroid pada pada pasien.
Gejala dan tanda hipotiroid subklinis umumnya sulit untuk
ditemukan pada pasien neonatus dan bayi bahkan terkadang tidak muncul.
Gejala dan tanda hipotiroid subklinis sama dengan gejala dan tanda
hipotiroid, yaitu: kelemahan, kelesuan, kelelahan, kulit kering, rambut
kasar, intoleransi dingin, sembelit, kram otot, edema kelopak mata, wajah,
kaki (non-pitting), kehilangan suara, serak, bradikardi. Gejala-gejala
tersebut ditemukan pada pasien yang penulis laporkan pada awal
presentasi.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar konsentrasi
serum TSH sebesar 10,69 mIU/L yang menunjukkan suatu kadar
konsentrasi serum TSH di atas rentang normal, sedangkan kadar
konsentrasi serum FT4 masih dalam batas rentang normal (13,27 mIU/L).
Hasil laboratorium ini mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid subklinis pada
pasien.
Diagnosis hipotiroid subklinis bisa ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan biokimia. Sebagian besar pasien dengan diagnosis hipotiroid
37
subklinis ditemukan pada saat pemeriksaan skrining untuk hipertiroid. Hal
ini terjadi karena sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala dan
tanda hipertiroid. Pada pasien dengan pemeriksaan laboratorium
ditemukan kadar TSH meningkat sedangkan kadar FT4 normal tanpa
disertai dengan gejala klinis, maka diperlukan pemeriksaan TSH dan FT4
ulangan tiga sampai empat bulan setelah pemeriksaan pertama dilakukan.
Pada pasien yang menunjukkan gejala hipotiroid maka pemeriksaan
diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan pemeriksaan ulangan
hanya dilakukan ketika pasien mendapatkan terapi pengganti tiroid.2 Pada
neonatus, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dalam 3.000 sampai 3.500
kelahiran hidup. Jika tidak diobati kondisi ini dapat menyebabkan retardasi
mental yang berat dan irreversibel. Kesulitan untuk mengenali kondisi
hipotiroid pada neonatus disebabkan oleh sukarnya untuk mengenali gejala
dan tanda hipotiroid.5 Sebagian besar neonatus (60-70%) akan memiliki
kadar TSH yang tinggi pada skrining awal. Sekitar 30% dari semua
neonatus yang memiliki kadar TSH tinggi pada skrining awal akan
terdiagnosa sebagai hipotiroid pada pemeriksaan berikutnya (baik kadar
TSH tinggi dan kadar FT4 normal atau rendah).6
Skrining untuk hipotiroid pada umumnya dilakukan pada neonatus
untuk mendapatkan profil hormon tiroid dari pasien. Akan tetapi, pada
pasien tidak dilakukan pemeriksaan skrining hipotiroid meskipun pasien
memiliki riwayat di NICU rumah sakit atas indikasi bayi prematur dan
berat badan lahir rendah.
Risiko untuk terjadinya hipotiroid pada pasien ini meningkat.
Pasien berjenis kelamin perempuan dan lahir prematur. Beberapa literatur
menyatakan bahwa risiko progresivitas yang lebih tinggi dimiliki oleh
anak-anak dengan peningkatan antibodi anti tiroid dan derajat
hipoekogenitas yang lebih tinggi pada pemeriksaan USG tiroid.
Peningkatan prevalensi dari HS juga dijelaskan pada anak dengan obesitas,
sindrom Down, diabetes mellitus tipe 1 dan pada anak perempuan dengan
sindrom Turner.3 Bayi yang lahir prematur juga merupakan faktor risiko
terjadinya hipotiroid primer.4
38
Pasien mendapatkan terapi Levotiroksin 10 mg 1 kali sehari untuk
hipotiroid subklinisnya. Saat ini manajemen pada pasien dengan hipotiroid
subklinis dihadapkan pada dua sisi. Dalam keputusan untuk mengobati
atau tidak kondisi HS pada anak-anak, dokter harus mempertimbangkan di
satu sisi risiko berkembang menjadi hipotiroid dan di sisi lain konsekuensi
sistemik karena hipertirotropinemia yang tidak diobati.8
Selain itu, masih terdapat perdebatan kapan dan perlukah terapi
pengganti tiroid diberikan pada pasien dengan hipotiroid subklinis.
Menurut literatur yang tersedia, pada anak-anak dengan pengobatan L-T4
harus ditunjukkan ketika kadar TSH > 10 mIU/L atau ketika TSH 4,5-10,0
mIU/L jika dengan adanya tanda-tanda atau gejala klinis dari fungsi tiroid
terganggu, goiter, atau kondisi komorbid yang terjadi bersama seperti
sindrom (Down, Turner, dan lain-lain) atau penyakit autoimun (diabetes
mellitus, penyakit seliak, dan lain-lain), mungkin predisposisi untuk
perkembangan menuju hipotiroid. Pemberian levotiroksin pada pasien ini
dilakukan karena telah terdapat gejala hipotiroid dan kadar TSH > 10
mIU/L.
Pemberian terapi lainnya seperti antibiotik, tranfusi plasma beku
segar dan pemberian anti jamur serta anti emetik diberikan untuk
mengatasi penyakit penyerta pada pasien. Pemeriksaan pra skrining
perkembangan dan uji Denver II menunjukkan adanya keterlambatan
perkembangan pada pasien sehingga diperlukan adanya intervensi berupa
stimulasi sesuai dengan usia. Stimulasi sangat penting dilakukan karena
terdapat hubungan yang erat antara hipotiroid dengan keterbelakangan
mental.
Pasien ini dipulangkan setelah dirawat selama 6 hari dan seluruh
penyakit penyerta lainnya dianggap sudah mengalami perbaikan atau
sembuh sehingga pasien dipulangkan. Pasien dipulangkan dengan tetap
diberikan terapi pengganti tiroid dan diminta untuk kontrol ulang ke
poliklinik Anak 2 minggu kemudian untuk dilakukan pemeriksaan ulangan
kadar serum TSH dan FT4.
39
Pada pasien ini seharusnya dilakukan evaluasi terhadap titer
antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi antithyroperoxidase
(TPO-Abs) dan ultrasonografi tiroid. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
menilai progresivitas dan perjalanan penyakit karena beberapa pasien
dengan titer antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi
antithyroperoxidase (TPO-Abs) dan peningkatan hipoechogenitas pada
USG tiroid cenderung akan menjadi hipotiroid.
BAB VKESIMPULAN
HS umum pada anak-anak karena alasan protean. Elevasi TSH setelah
pemeriksaan ulangan atau setelah pemberian terapi pengganti tiroid adalah
penting karena menjamin tindak lanjut apa yang harus dilakukan. Penyakit
tertentu yang terkait dengan insiden yang lebih tinggi dari HS dan sehingga harus
dilakukan skrining. Bayi lahir prematur merupakan penyebab umum dari
pengukuran TSH pada anak-anak namun memiliki hasil yang rendah.
Meskipun data yang tersedia terbatas, HS pada anak-anak dan remaja
tampaknya menjadi penyakit jinak dan menyerahkan dengan risiko rendah evolusi
untuk Hipotiroid. Tampaknya hormon tiroid tampaknya berfungsi baik meskipun
TSH tinggi. Prediktor perkembangan meliputi, gondok, penyakit seliak dan anti-
TPO positif. Tampaknya tidak ada efek jangka panjang dari HS tidak diobati pada
pertumbuhan, pubertas atau fungsi neuro-kognitif; Namun, hal ini tidak disertai
dengan bukti berkualitas tinggi.
Tidak ada konsensus tentang terapi HS pada anak-anak. Tampaknya
bijaksana untuk mengobati anak-anak dengan tanda-tanda atau gejala klinis,
gondok atau TSH> 10 mIU / ml dan menahannya pada pasien tanpa gejala,
gondok atau TSH antara 5 mIU / ml dan 10 mIU / ml sampai ada konsensus atau
penelitian lebih lanjut yang memperjelas masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surks MI, Ortiz E, Daniels GH, Sawin CT, Col NF, Cobin RH, et al. Subclinical thyroid disease: scientific review and guidelines for diagnosis and management. Jama. 2004;291(2):228-38.
2. Cooper DS, Biondi B. Subclinical thyroid disease. The Lancet. 2012;379(9821):1142-54.
3. Małecka-Tendera E. Natural history of subclinical hypothyroidism in children and adolescents. Thyroid Research. 2013;6(Suppl 2):A41.
4. Delange F, Dalhem A, Bourdoux P, Lagasse R, Glinoer D, Fisher DA, et al. Increased risk of primary hypothyroidism in preterm infants. The Journal of pediatrics. 1984;105(3):462-9.
5. Biondi B, Cooper DS. The clinical significance of subclinical thyroid dysfunction. Endocrine reviews. 2008;29(1):76-131.
6. Calaciura F, Motta RM, Miscio G, Fichera G, Leonardi D, Carta A, et al. Subclinical hypothyroidism in early childhood: a frequent outcome of transient neonatal hyperthyrotropinemia. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2002;87(7):3209-14.
7. Kahapola‐Arachchige KM, Hadlow N, Wardrop R, Lim EM, Walsh JP. Age‐specific TSH reference ranges have minimal impact on the diagnosis of thyroid dysfunction. Clinical endocrinology. 2012;77(5):773-9.
8. Gawlik A, Such K, Dejner A, Zachurzok A, Antosz A, Malecka-Tendera E. Subclinical Hypothyroidism in Children and Adolescents: Is It Clinically Relevant? International Journal of Endocrinology. 2015;2015:12.
9. Brent GA, Koenig RJ. Chapter 39. Thyroid and Anti-Thyroid Drugs. In: Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC, editors. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12e. New York, NY: The McGraw-Hill Companies; 2011.
10. Dong BJ, Greenspan FS. Thyroid & Antithyroid Drugs. In: Katzung BG, Trevor AJ, editors. Basic & Clinical Pharmacology, 13e. New York, NY: McGraw-Hill Medical; 2015.
11. Trevor AJ, Katzung BG, Kruidering-Hall M. Thyroid & Antithyroid Drugs. Katzung & Trevor's Pharmacology: Examination & Board Review, 11e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
12. Reid SM, Middleton P, Cossich MC, Crowther CA. Interventions for clinical and subclinical hypothyroidism in pregnancy. The Cochrane Library. 2010.
13. Ascobat P. Hormon Tiroid dan Anti Tiroid
In: Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan Terapi. 5 ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 424-32.
42
14. Molina PE. Chapter 4. Thyroid Gland. Endocrine Physiology, 4e. New York, NY: The McGraw-Hill Companies; 2013.
15. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. The Thyroid Gland. Ganong’s Review of Medical Physiology, 25e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2016.
16. Hollowell JG, Staehling NW, Flanders WD, Hannon WH, Gunter EW, Spencer CA, et al. Serum TSH, T4, and thyroid antibodies in the United States population (1988 to 1994): National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III). The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2002;87(2):489-99.
17. Paoli-Valeri M, Maman-Alvarado D, Jimenez-Lopez V, Arias-Ferreira A, Bianchi G, Arata-Bellabarba G. [Frequency of subclinical hypothyroidism among healthy children and those with neurological conditions in the state of Merida, Venezuela]. Investigacion clinica. 2003;44(3):209-18.
18. Rapa A, Monzani A, Moia S, Vivenza D, Bellone S, Petri A, et al. Subclinical hypothyroidism in children and adolescents: a wide range of clinical, biochemical, and genetic factors involved. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2009;94(7):2414-20.
19. Brook CG, Clayton P, Brown R. Brook's clinical pediatric endocrinology: John Wiley & Sons; 2009.
20. Sperling M. Pediatric endocrinology: Elsevier Health Sciences; 2008.
21. Jameson JL, De Groot LJ. Endocrinology: adult and pediatric: Elsevier Health Sciences; 2015.
22. Moore DC. Natural course of'subclinical'hypothyroidism in childhood and adolescence. Archives of pediatrics & adolescent medicine. 1996;150(3):293-7.
23. Lazar L, Frumkin RB-D, Battat E, Lebenthal Y, Phillip M, Meyerovitch J. Natural history of thyroid function tests over 5 years in a large pediatric cohort. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2009;94(5):1678-82.
24. Gharib H, Tuttle RM, Baskin HJ, Fish LH, Singer PA, McDermott MT. Subclinical thyroid dysfunction: a joint statement on management from the American Association of Clinical Endocrinologists, the American Thyroid Association, and the Endocrine Society. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2005;90(1):581-5.
25. Svensson J, Ericsson U-B, Nilsson P, Olsson C, Jonsson Br, Lindberg B, et al. Levothyroxine treatment reduces thyroid size in children and adolescents with chronic autoimmune thyroiditis. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2006;91(5):1729-34.
43
26. Johner SA, Thamm M, Stehle P, Nöthlings U, Kriener E, Völzke H, et al. Interrelations between thyrotropin levels and iodine status in thyroid-healthy children. Thyroid. 2014;24(7):1071-9.
27. Lazarus, J., Brown, R. S., Daumerie, C., Hubalewska-Dydejczyk, A., Negro, R., & Vaidya, B. 2014 European Thyroid Association guidelines for the management of subclinical hypothyroidism in pregnancy and in children. European thyroid journal.2014; 3(2): 76-94.
top related