laporan kasus demam typoid
Post on 26-Oct-2015
356 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
CaseDemam Typhoid
PRESENTASI KASUSIDENTITASIdentitas Pasien• Nama : An. D• Umur : 13 tahun• Jenis Kelamin : laki-laki• Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Desember 1999• Agama : Islam • Alamat : Jl. Baru no 05A kel. Kali
baru kec. Cililitan • No CM : 1304004454• Tanggal masuk RS : 05 April 2013
Identitas Orang tuaAyah• Nama : Tn. S• Agama : Islam • Alamat : Jl. Baru no 05A kel. Kali
baru kec. Cililitan • Pekerjaan : Nelayan • Pendidikan terakhir : SD• Penghasilan : ± Rp.1.500.000/bulan
Ibu• Nama : Ny. T• Agama : Islam • Alamat : Jl. Baru no 05A kel. Kali
baru kec. Cililitan• Pekerjaan : Ibu rumah tanggga • Pendidikan terakhir : SMP• Penghasilan : - • Hubungan dengan orang tua: Anak kandung/anak tiri
/anak asuh• Suku bangsa/bangsa : Sunda
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 7
April 2013, pukul 13.00 wib
ANAMNESIS
• KELUHAN UTAMA : Demam sejak 4 SMRS
• KELUHAN TAMBAHAN : Mual disertai Muntah – muntah, lemas, perut
terasa sakit, kepala terasa pusing
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menular ataupun riwayat penyakit keturunan.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Kehamilan
Morbiditas kehamilan -
Perawatan Antenatal
Periksa ke Puskesmas setiap 1 bulan sekali sampai
usia kehamilan (UK) 5 bulan.
2 kali sebulan saat UK 7 bulan. 2 kali seminggu
saat memasuki UK 9 bulan.
Kelahiran
Tempat Kelahiran Puskesmas Kali Baru
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup Bulan
Keadaan bayi Berat lahir: 2500 gram
Panjang lahir: 50 cm
Lingkar kepala: -
Langsung menangis
Nilai Apgar: -
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan: Riwayat kehamilan dan kelahiran pasien baik.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan gigi 1: Umur 5 bulanPsikomotor• Tengkurap : 6 bulan Berjalan : 12 bulan• Duduk : 7 bulan Bicara : 10 bulan• Berdiri : 10 bulan Membaca dan menulis: 6 tahunPerkembangan Pubertas• Rambut Pubis : berkembang• Payudara : tidak berkembang• Menarche : belum berkembang• Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : tidak ada
Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik.
RIWAYAT MAKANANUmur 0 – 2 tahun
RIWAYAT MAKANANUmur diatas 2 tahun
Kesulitan makan : -Kesan: Kesan pola makan baik dan cukup bervariasi
RIWAYAT IMUNISASI
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap.
RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)
Kesan : Corak reproduksi baik
Perumahan
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
PEMERIKSAAN FISIK ( 7 April 2013)
KU: Tampak Sakit SedangKesadaran: Compos mentisBerat Badan: 20 kgTinggi Badan: 123 cm Status antropometri:
BB/U : 20 / 46 x 100% = 43,4 %TB/U: 123/156 x 100% = 78.84 %BB/TB: 20 / 24 x 100% = 83,34 %
Status gizi: Gizi kurang
PEMERIKSAAN FISIK ( 7 April 2013)
ThoraksBentuk normal, Gerakan simetris, tidak ada
ketinggalan gerak, retraksi sela iga (-)
Abdomen
Status Neurologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG• Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 april 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglibin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
14,2
6.400
44
264.000
13,7 – 17,5
4.200 – 9.100
40 – 51
163.000 – 337.000
g/dl
/uL
%
/uL
IMUNOSEROLOGI
INFEKSI LAIN
Widal
S. TYPHI O:
S. PARATYPHI A O:
S. PARATYPHI B O:
S. PARATYPHI C O:
1/160
Negative
1/160
Negative
KIMIA
Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT
Na
K
Cl
70
138
4.15
99
60 – 100
134 – 146
3,4 – 4,5
96 – 108
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Resume• Pasien seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang ke IGD
RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), demam naik turun, demam tinggi pada malam hari dan turun pada pagi hari. Muntah sejak 4 hari SMRS, muntah dengan frekuensi lebih dari 5 kali sehari denga isi muntahan berupa air berjumlah 1/4 agua gelas, disertai mual, nyeri perut dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh seluruh badan terasa lemas, kepala terasa pusing. Pasien belum Buang air besar sejak kurang lebih 4 hari SMRS. Dari pemeriksaan fisik, BB 20 kg, TB 123, status antropometri BB/TB=83,34% (status gizi kurang), nyeri epigastrium +, hepar teraba 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Dari hasil laboratorium, S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160.
Diagnosis• Diagnosis Kerja : Demam Typhoid• Diagnosis Gizi : Gizi Kurang Diagnosis Banding• Malaria • Demam dengue• Campak
PENATALAKSANAAN
• IVFD KaEN IB 20 tetes per • Injeksi Ceftriaxone 1 x 1,5 g /iv• Injeksi amikasin 2 x 50 mg/ iv• Injeksi ondancentron 3x2 mg/ iv• Injeksi Ranitidin 2x20 mg/iv• Pct syr 3x2 cth
PEMERIKSAAN ANJURAN• Lab darah lengkap• Elektrolit• Urin lengkap
PROGNOSIS • Ad Vitam : dubia ad bonam • Ad Functionam : dubia ad bonam • Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow UP 6 April 2013 7 April 2013 8 April 2013 9 April 2013
S
Demamsudah
mulai ,Muntah (+), Belum
BAB sejak 3 hari yang lalu
Demam sejak 6 hari yang
lalu, Nyeri Perut (+), Belum
BAB sejak 4 hari yang lalu,
Muntah (+) 2 x hari ini,
Batuk (+), pilek(+)
Nyeri Perut (+), Batuk(+)
Belum BAB sejak 5 hari
yang lalu, Demam (-)
Nyeri perut (-), Batuk sudah
berkurang, Belum BAB sejak
6 hari yang lalu, Demam (-)
O
Keadaan UKesadaran HR RR SuhuKepalaThoraks Jantung ParuAbdomenEkstremitas
Tampak sakit sedang CM 120 x/menit20 x/menit 37,1o C Normochephali CA -/-,SI -/-
BJ I-II regular m (-), g (-)SN vesikuler rh -/-, wh-/-Supel,BU (+) NT (-)Akral Hangat + + + +
Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/-
BJ I-II regular m (-), g (-)SN vesikuler rh -/-, wh-/-Supel,BU (+) NT (-)Akral Hangat + +
+ +
Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/-
BJ I-II regular m (-), g (-)SN vesikuler rh -/-, wh-/-Supel,BU (+) NT (-)Akral Hangat + + + +
Tampak sakit sedang CM x/menit x/menit oC Normochephali CA -/-,SI -/-
BJ I-II regular m (-), g (-)SN vesikuler rh -/-, wh-/-Supel,BU (+) NT (-)Akral Hangat + + + +
A Demam typhoid Demam typhoid Demam typhoid Demam typhoid
P
IVFD KaEN I B 100cc/jamInj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g ivInj. Amikasin 2 x 5o mg ivInj. Ranitidin 2x 20 mg iv
IVFD KaEN I B 100cc/jamInj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g ivInj. Amikasin 2 x 5o mg ivInj. Ranitidin 2x 20 mg iv
IVFD KaEN I B 100cc/jamInj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g ivInj. Amikasin 2 x 5o mg ivInj. Ondancentron 3 x 2 g iv
IVFD KaEN I B 100cc/jamInj. Ceftriaxone 1 x 1,5 g ivInj. Amikasin 2 x 5o mg ivInj. Ondancentron 3 x 2 g iv
• Lab tgl 6 april 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
HEMATOLOGI DAN HEMOSTASIS
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hemohlobin (Hb)
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV (VER)
MCH (HER)
MCHC (KHER)
Hitung Jenis:
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Thrombosit
LED
RDW
13,5
4.700
41
5.23
79
26
33
1
0
0
42
48
9
243.000
19
13,7
13,5 – 17,5
4.100 – 10.900
41 – 53
4,5 – 5,5
80 – 100
26 – 34
31 – 36
0 – 2
0 – 5
2 – 6
47 – 80
13 – 40
2 – 11
140.000 – 440.000
< 10
11,6 – 14,8
g/dL
/uL
%
Juta/uL
fL
pg
g/dL
%
%
%
%
%
%
/uL
mm/jam
IMUNUSEROLOGI
PROTEIN SPESIFIK
IgM SalmonelaNegatif 60 – 280 mg/dL
• LAB tgl 6 April 2013Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
URINALISA
URINE KHUSUS
Urin Lengkap
Warna
Berat Jenis
PH
Albumin
Glukosa
Keton
Billirubin
Darah Samar
Nitrit
Urobillinogen
SENDIMEN
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Bakteri
Kristal
Ca Oksalat
Karbonat
Fosfat
Asam Urat
Amorf
Sel Ragi
Lain - lain
Kuning Jernih
1.005
60
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,2
0-1
0-1
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.003-1030
4,6-8,5
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,1 - 1,0
< 10
< 1
Negatif
Negatif
EU
/LPB
/LPB
/LPK
ANALISA KASUS• Pasien seoarng anak laki-laki usia 13 tahun datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS),
demam naik turun, demam tinggi pada malam hari dan turun pada pagi hari (suhu tidak diukur dengan thermometer). Muntah sejak 4 hari SMRS, muntah dengan frekuensi lebih dari 5 kali sehari denga isi muntahan berupa air berjumlah 1/4 agua gelas, disertai mual, nyeri perut dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh seluruh badan terasa lemas, kepala terasa pusing. Pasien belum Buang air besar sejak kurang lebih 4 hari SMRS. 3 hari SMRS pasien sudah berobat ke puskesmas karena keluhan demamnya, diberikan paracetamol syrup namum kondisi pasien tidak membaik. Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan sering makan jajanan di pinggir jalan dan disekolahnya.
• Dari pemeriksaan fisik, BB 20 kg, TB 123, status antropometri BB/TB=83,34% (status gizi kurang), nyeri epigastrium +, hepar teraba 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Dari hasil laboratorium, S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160.
• Diagnosis demam typhoid ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya demam sejak 4 hari SMRS dengan pola demam yang naik turun, naik pada malam hari dan turun pada pagi hari, serta adanya gangguan pada saluran pencernaan yaitu muntah sejak 4 hari SMRS, nyeri perut dan adanya konstipasi yaitu pasien belum BAB sejak 4 hari SMRS merupakan gejala klinis yang biasa ditemukan pada demam typhoid. Dimana Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari yang ringan bahkan asimtomatik sampai dengan berat. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam satu minggu atau lebih, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.8
• Demam naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis.9 Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.1 Dalam anamnesis kasus ini didapatkan data bahwa demam naik turun, mulai naik saat menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan epigastrium dan terabanya hepar 1cm di bawah arcus costae, licin, sudut tajam, konsistensi kenyal. Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan.
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan S. Typhi O 1/160, S. paratyphi B O 1/160. Dan diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan positif bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka perludilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang tidak didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan gunamenegakkan diagnosis demam tifoid, pemeriksaan serologis IgM untuk mendeteksikemungkinan adanya infeksi campak, tes tourniquet untuk melihat adanya manifestasi perdarahan pada penderita demam berdarah dengue.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
EPIDEMIOLOGI
• Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4
• Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3
ETIOLOGI
• disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).
• Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.1
PATOGENESIS
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu:
• 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, • 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam
makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial
• 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, • 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di
dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal
MANIFESTASI KLINIKWalupun gejala demam tifoid pada anak lebih
bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
• Demam satu minggu atau lebih.• Gangguan saluran pencernaan• Gangguan kesadaran
• Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
• minggu keduatanda klinis menjadi makin jelas demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.
• Demam• Lidah tifoid• Roseola akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. • Limpa umumnya membesar• Rose spot
Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang berhubungan dengan penderita dan faktor teknis.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Tes TUBEX
• merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit)
• menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.
• Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D.
• Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
• Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.6
Ada 4 interpretasi hasil :
• Skala 2-3 Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.
• Skala 4-5 adalah Positif. infeksi demam tifoid
• Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat sebagai berikut:
• Immunodominan yang kuat• Bersifat thymus independent tipe 1, imunogenik pada bayi
(antigen Vi dan H kurang imunogenik) dan merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap sel B.
• Dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa bantuan limfosit T sehingga respon antibodi dapat terdeteksi lebih cepat.
• Lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor yang lain.
• Spesifitas yang tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang ditemukan baik di alam maupun diantara mikroorganisme
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :
• Mendeteksi infeksi akut Salmonella• Muncul pada hari ke 3 demam• Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap
kuman Salmonella• Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit• Hasil dapat diperoleh lebih cepat
Metode enzyme immunoassay (EIA) DOT
• Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi.
• Deteksi terhadap IgM fase awal infeksi pada demam tifoid akut• deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan
infeksi. • Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang
tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi.
• Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.
• Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
Metode enzyme immunoassay (EIA) DOT
Beberapa keuntungan metode ini adalah • memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil
kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain,
• murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit),
• tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya empunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman.
• Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien.6
Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
• dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.
• Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
emeriksaan dipstik
• dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. 4,20
• Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.6
Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
• Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots.
• Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.
Pemeriksaan kuman secara molekuler
• Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.
DIAGNOSIS
• Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam
• (1) demam, • (2) gangguan saluran pencernaan, dan • (3) gangguan kesadaran. • Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional
seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.
• Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.
DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu
• influenza, • Gastroenteritis• bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti• tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. • Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma
dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.1
PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
Medika Mentosa
KOMPLIKASIKomplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
• Komplikasi pada usus halus• Perdarahan usus• Perforasi usus• PeritonitisKomplikasi diluar usus halus• Bronkitis dan bronkopneumonia• Kolesistitis• Typhoid ensefalopati• Meningitis• Miokarditis• Infeksi saluran kemih• Karier kronik
PENCEGAHANBerikut beberapa petunjuk untuk mencegah
penyebaran demam tifoid:2 • Cuci tangan. • Hindari minum air yang tidak dimasak. • Tidak perlu menghindari buah dan sayuran
mentah. • Pilih makanan yang masih panas. • Hindari makanan yang telah disimpan lama dan
disajikan pada suhu ruang.
Beberapa tips untuk pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid agar tidak menginfeksi orang lain:
• Sering cuci tangan. • Bersihkan alat rumah tangga secara teratur. • Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air
setidaknya sekali sehari. • Hindari memegang makanan. • Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain. Jika anda
bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.
• Gunakan barang pribadi yang terpisah. • Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda
sendiri dan cuci dengan menggunakan air dan sabun.
Pencegahan dengan menggunakan vaksinasi
Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid,yakni: • Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)• Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)• Vaksin polisakarida
PROGNOSIS
• Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi.
• Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%.
• Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
• Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak – anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_Diketahui.html. 22 April 2013
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.
6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh darihttp://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No01_08_2012.pdf. 22 April 2013.
8. Tumbelaka AR. Tata Laksana Demam Tifoid pada Anak. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya. Malang: IDAI Cabang Jawa Timur; 2005. Hal. 37-43.
9. Gillespie S. Salmonella Infections. Dalam: Cook G, Zumla A (Eds.), Manson’s Tropical Disease. London : ELST; 2003. Hal : 937-943.
10. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan MuhyiR, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu kesehatan anak.Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000. h. 16-17
top related