laporan akuntabilitas kinerja - depkes.go.id roren/3 laporan kinerja...laporan kinerja ditjen bina...
Post on 08-May-2018
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KINERJA
DITJEN BINA GIZI DAN KIA
TAHUN 2015
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA
KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015
i
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Setiap satuan kerja, unit organisasi dalam tingkat eselon I dan II,
kementerian lembaga memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Laporan Kinerja merupakan
bagian dari SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh instansi
pemerintahan atas pelaksanaan program dan kegiatan yang menggunakan
APBN/APBD.
Penyusunan laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri
Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor
53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja
dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja
ini sebagai informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja
yang telah dan seharusnya dicapai serta sebagai upaya perbaikan
berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, telah menyelesaikan Laporan
Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015. Secara garis besar
laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi; rencana kinerja
dan capaian kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2015.
Gambaran capaian kinerja disertai dengan faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat capaian serta upaya tindak lanjut yang dilakukan, sesuai dengan
Rencana Stategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.
Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami,
masukan dan saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi
untuk perbaikan dan pengembangan program di masa mendatang.
Jakarta, Februari 2016
Direktur Jenderal
ii
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
IKHTISAR EKSEKUTIF
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan dalam Peraturan Menteri
Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA menyusun laporan kinerja sebagai bentuk
pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan pada tahun 2015.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015 mengacu pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan masing-masing
unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Upaya tersebut
dilaksanakan ditiap jenjang pemerintahan mulai dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah (melalui dana dekonsentrasi) dan pemerintah
kabupaten/kota (melalui tugas pembantuan) serta Unit Pelaksana Teknis
(UPT).
Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2015
sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang
terdiri dari Indikator Kerja Utama (IKU) dan Indikator Kerja Kegiatan (IKK).
Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di lingkup
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015.
Berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019,
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA memiliki 23 indikator kinerja yang terdiri
dari 2 IKU dan 21 IKK. Indikator kinerja utama adalah; Persentase persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian sebesar 78,43% (target
75%), Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) berdasarkan hasil
PSG tahun 2015 di 33 Provinsi sebesar 13,3% (lebih rendah dari target sebesar
24,2%).
iii
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Hal yang menjadi hambatan dalam pencapaian indikator ini adalah
sebagian indikator pada tahun 2015 merupakan indikator baru, perlu
pemahaman definisi operasional serta mekanisme pelaporan dari puskesmas
ke pusat. Perlu dilakukan sosialisasi pusat dan daerah untuk kesepahaman
definisi operasional, advokasi pada pemerintah daerah, perbaikan sistem
informasi pelaporan terintegrasi satu pintu.
Realisasi anggaran dilingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
meliputi anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan, kantor pusat dan kantor
daerah sebesar 86,02%. Capaian penyerapan anggaran dipengaruhi oleh
serapan anggaran pada satker tugas pembantuan yang terkait dengan
pelaksanaan BOK (98,17%), maupun percepatan realisasi anggaran
Dekonsentrasi oleh provinsi. Serapan dana kantor pusat sebesar 77,75%. Rata-
rata capaian kinerja penyerapan anggaran diatas 75%, bila dibandingkan
dengan kinerja program yang di representasikan melalui 2 IKU telah tercapai
diatas 100% sedangkan dari 21 IKK sebanyak 4 (19,04%) Kinerja yang tidak
dapat dicapai sesuai target. Hal ini perlu perlu mendapat perhatian serius, agar
upaya kinerja program mengalami perbaikan.
Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran pada
umumnya adalah pelaksanaan kegiatan yang belum sesuai dengan Rencana
Penarikan Dana (RPD) yang telah disusun, pergeseran jadwal kegiatan dan
persoalan administrasi lainnya. Revisi DIPA dalam rangka Efisiensi dan
refocusing memerlukan waktu cukup lama sehingga beberapa kegiatan baru
bisa dilaksanakan di akhir tahun atau tidak sempat terlaksana mempengaruhi
realisasi kegiatan dan keuangan.
Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar unit eselon II
dalam penyusunan jadwal kegiatan terutama yang melibatkan direktur jenderal
serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan
baik. Revisi DIPA perlu dilakukan percepatan agar tidak mengganggu
pelaksanaan kegiatan. Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan
lebih awal agar tidak semua pengadaan bertumpuk pada akhir tahun.
iv
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
DAFTAR ISI IKHTISAR EKSEKUTIF .................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2
C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi ...................................................... 2
D. Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................... 5
E. Sistematika ........................................................................................ 6
BAB II PERENCANAAN KINERJA ................................................................... 8
A. Perjanjian Kinerja ............................................................................... 8
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak .............................................................................................. 8
2. Indikator Kinerja Kegiatan .............................................................. 9
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA ..................... 9
b. Direktorat Bina Gizi .................................................................. 10
c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu ................................................. 11
d. Direktorat Bina Kesehatan Anak ............................................. 12
e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional,
Alternatif dan Komplementer ................................................. 13
f. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga ....................... 14
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA................................................................ 15
B. Capaian Kinerja Organisasi ............................................................. 15
1. Indikator Kinerja Program ............................................................ 15
2. Indikator Kinerja Kegiatan ............................................................ 22
A. Realisasi Anggaran .......................................................................... 50
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 55
A. Kesimpulan ...................................................................................... 55
B. Rekomendasi ................................................................................... 55
v
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015-2019...................................... 9
Tabel 2 Indikator Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
tahun 2015-2019 .............................................................................. 9
Tabel 3 Indikator Pembinaan Gizi tahun 2015-2019 .................................... 11
Tabel 4 Indikator Bina Kesehatan Ibu tahun 2015-2019 .............................. 12
Tabel 5 Indikator Bina Kesehatan Anak tahun 2015-2019 ........................... 13
Tabel 6 Indikator Pembinaan Kesehatan Tradisional dan
Komplementer tahun 2015-2019 ................................................... 13
Tabel 7 Indikator Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
tahun 2015-2019 ............................................................................ 14
Tabel 8 Capaian indikator kinerja program bina gizi dan kesehatan ibu
dan anak tahun 2015 ..................................................................... 16
Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan ................................................ 23
Tabel 10 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA tahun 2015
menurut jenis anggaran ................................................................. 51
Tabel 11 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA lokasi kantor
pusat menurut satuan kerja tahun 2015......................................... 51
Tabel 12 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA menurut lokasi
satuan kerja kantor daerah tahun 2015 ......................................... 52
vi
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
tahun 2015-2019 ..................................................................... 17
Grafik 2 Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) tahun 2015 ................................... 18
Grafik 3 Target persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019 ................ 21
Grafik 4 Cakupan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
tahun 2015 .............................................................................. 25
Grafik 5 Persentase ibu hamil mendapat TTD tahun 2015 .................... 25
Grafik 6 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI
Eksklusif tahun 2015 ............................................................... 26
Grafik 7 Persentase puskesmas melakukan orientasi P4K tahun 2015 29
Grafik 8 Persentase ibu hamil yang mendapat pelayanan antenatal
minimal 4 kali tahun 2015 ....................................................... 30
Grafik 9 Persentase Kunjungan Neonatal pertama (KN1) tahun 2015 .. 31
Grafik 10 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 tahun 2015 ......................................................... 33
Grafik 11 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 tahun 2015 ......................................................... 34
Grafik 12 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 7 dan 10 tahun 2015 ................................ 35
Grafik 13 Cakupan puskesmas melaksanakan penjaringan peserta didik
kelas 7 & 10 tahun 2015 ......................................................... 35
Grafik 14 Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
remaja tahun 2015 .................................................................. 38
Grafik 15 Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
kerja dasar tahun 2015 ........................................................... 42
Grafik 16 Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah tahun 2015 ......... 44
Grafik 17 Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah
kerjanya .................................................................................. 47
Grafik 18 Trend puskesmas yang merealisasikan BOK tahun 2011 –
2015 ........................................................................................ 47
vii
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program bina gizi dan kesehatan ibu
dan anak ..................................................................................15
Gambar 2 Ibu Bersalin di Fasilitas Kesehatan di Kab. Bulukumba ...........18
Gambar 3 ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya. .........................20
Gambar 4 Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI / TPI ..........................45
Gambar 5 Fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar46
1
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya
status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya
pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal
dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan
universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan
SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2015 yang merupakan awal
tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/
Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya baik dalam tatanan direktorat teknis ataupun sekretariat
direktorat jenderal, senantiasa membangun akuntabilitas yang
dilakukan melalui pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan terukur. Diharapkan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan dapat
berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan
efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut
salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
2
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Laporan akuntabilitas kinerja ini akan memberikan gambaran
pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam satu
tahun anggaran beserta dengan hasil capaian indikator kinerja dari
masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA di tahun 2015.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan bentuk pertanggungjawaban
kinerja pada tahun 2015 dalam mencapai target dan sasaran
program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak oleh pejabat yang
bertanggungjawab.
C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi
1. Visi
Visi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, mendukung kepada
visi Kementerian Kesehatan RI, yang merujuk pada visi Presiden
Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak
mendukung kepada misi Kementerian Kesehatan, yang juga
merujuk pada misi Presiden Republik Indonesia, yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan
demokratis berlandaskan negara hukum.
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta
memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi,
maju dan sejahtera.
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
3
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri,
maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam
kebudayaan.
Misi yang sangat berkaitan dengan sektor kesehatan
adalah misi d dan e.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua
unsur di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA dalam rangka
terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis
pembangunan kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA menganut dan
menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra
Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif;
d. Efektif;
e. Bersih.
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Dalam mencapai tujuan Pembangunan kesehatan pada periode
2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah:
(1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses
dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di
daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya
cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)
4
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta
(6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
6. Sasaran Strategis Ditjen Bina Gizi dan KIA
Sasaran program:
Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
Sasaran kegiatan:
a. Meningkatnya kualitas penanganan gizi masyarakat;
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi;
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak;
d. Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan
pengembangan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif
dan komplementer;
e. Meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja dan
olahraga;
f. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk
puskesmas;
g. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya pada program bina gizi dan kesehatan
ibu dan anak.
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Bina Gizi dan KIA terdiri dari Indikator
Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), antara
lain:
a. Indikator Kinerja Utama (IKU)
1) Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
(PF);
2) Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
1) Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan
tambahan;
2) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD);
3) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif;
4) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD);
5
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
5) Persentase balita kurus yang mendapat makanan
tambahan;
6) Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD);
7) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1);
8) Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 1;
9) Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10;
10) Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja;
11) Persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu
hamil;
12) Persentase puskesmas yang melakukan orientasi Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K);
13) Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal minimal 4 kali (K4);
14) Persentase puskesmas yang menyelenggarakan
kesehatan kerja dasar;
15) Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI;
16) Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang
memenuhi standar;
17) Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah
kerjanya;
18) Persentase puskesmas yang menyelenggarakan
kesehatan tradisional;
19) Jumlah puskesmas yang mendapatkan BOK;
20) Jumlah puskesmas yang mempublikasikan laporan
pemanfaatan BOK di papan pengumuman puskesmas
atau kantor camat;
21) Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan
manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak.
D. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Permenkes Nomor 1144 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah
melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
6
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan
Anak.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal menyelenggarakan
fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan
ibu dan anak;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan
ibu dan anak;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan
gizi dan kesehatan ibu dan anak;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Bina Gizi;
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu;
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak;
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan
Komplementer;
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Disamping direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak membina beberapa Unit Pelaksana
Teknis (UPT) di daerah, antara lain:
1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung;
2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar;
3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang.
E. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Eksekutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Penjelasan umum organisasi kementerian, direktorat jenderal dan
sekretariat direktorat jenderal, penjelasan aspek strategis
7
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang
sedang dihadapi organisasi.
- BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015.
- BAB III
Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi
sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi, dengan
melakukan beberapa hal sebagai berikut: Membandingkan antara
target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan realisasi
kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah
yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi;
Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau
peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah
dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya;
Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun
kegagalan pencapaian pernyataan kinerja dan melakukan analisa
realisasi anggaran.
- BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian
kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan
dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir RK : Pengukuran Kinerja
Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan
8
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA telah
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu
dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan
bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung
sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi
kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian
penetapan kinerja tahun 2015 yang telah ditandatangani bersama oleh
direktur jenderal dan menteri kesehatan berisi Indikator, antara lain:
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Indikator kinerja program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
terdiri dari dua indikator yang dianggap dapat merefleksikan kinerja
program. Indikator tersebut meliputi persentase persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) dan persentase ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK).
Cakupan PF menggambarkan indikator pelayanan kesehatan
terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian
ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan
dan infeksi pada saat persalinan. Menurunkan angka kematian ibu
merupakan bagian dari kesepakatan global terhadap pembangunan
kesehatan berkelanjutan (SDGs). Persentase ibu hamil Kurang energi
Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang akan dialami ibu hamil dan
bayinya dalam menghadapi masa kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan.
Berdasarkan kedua indikator diatas diharapkan dapat menjadi
tolok ukur keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019.
9
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Tabel 1 Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat
Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
75% 77% 79% 82% 85%
Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2%
2. Indikator Kinerja Kegiatan
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Indikator kegiatan Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA meliputi; a) Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK); b) Jumlah puskesmas yang
mempublikasikan laporan pemanfaatan BOK di papan pengumuman
puskesmas atau kantor camat, kedua indikator Sekretariat Ditjen Bina
Gizi dan KIA tersebut untuk menggambarkan peningkatan akses dan
pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif
dan preventif di puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan SDGs pada
tahun 2015; c) Persentase realisasi administrasi dukungan manajemen
dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program bina gizi dan kesehatan
ibu dan anak; indikator ini merupakan indikator komposit dari
penyelenggaraan administrasi sesuai dengan ketentuan yang meliputi
penilaian penyelenggaraan perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan, pengaturan sumberdaya dan pengelolaan keuangan.
Tabel 2 Indikator Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan
Jumlah puskesmas yang mendapatkan BOK
9,719 9,865 10,013 10,163 10,315
10
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
(BOK) untuk puskesmas
Jumlah puskesmas yang mempublikasikan laporan pemanfaatan BOK di papan pengumuman puskesmas atau kantor camat
7,289 7,399 7,510 7,622 7,737
Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
Persentase realisasi administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
90% 91% 92% 93% 94%
b. Direktorat Bina Gizi
Indikator kegiatan Direktorat Bina Gizi meliputi: a) Persentase ibu
hamil KEK yang mendapat makanan tambahan. Indikator ini
menggambarkan upaya perbaikan gizi pada ibu hamil. Indikator ini
diharapkan akan mengurangi dampak pada pertumbuhan bayi didalam
kandungan, proses persalinan dan pertumbuhan pada awal kehidupan;
b) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD).
Indikator ini diharapkan menjadi salah satu faktor untuk menurunkan
angka kematian ibu karena perdarahan yang disebabkan oleh anemia; c)
Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif.
Indikator ini akan menggambarkan ASI eksklusif adalah intervensi yang
paling efektif untuk mencegah kematian anak, karena air susu ibu (ASI)
adalah makanan ideal bagi bayi, menyediakan nutrisi yang mereka
butuhkan untuk perkembangan yang sehat dan memberikan antibodi
terhadap penyakit anak yang umum; d) Persentase bayi baru lahir
mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Indikator IMD berkorelasi positif
pada program ASI eksklusif dan menurunkan angka kematian bayi; e)
Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan. Bayi kurus
(wasting) menjadi perhatian karena dampak wasting pada balita dapat
menurunkan kecerdasan, produktifitas dan kreatifitas dan sangat
berpengaruh pada kualitas SDM. Dampak yang paling buruk ditimbulkan
11
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
akibat kurang gizi adalah kematian, selain itu juga menyebabkan
kehilangan generasi penerus bangsa (Lost Generation). Tingginya
prevalensi gizi kurang dan buruk pada anak balita dipengaruhi oleh tiga
faktor utama, yaitu buruknya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan
sebagai akibat masih rendahnya ketahanan pangan keluarga, buruknya
pola asuh dan rendahnya akses pada fasilitas kesehatan Selain faktor
konsumsi makan dan faktor infeksi/ kesehatan, menurut Engle, Neron
dan Hadad (1996) menambahkan faktor ketersediaan faktor sumber daya
keluarga seperti pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga
serta pola pengasuhan, sanitasi dan kesehatan rumah sebagai faktor
yang mempengaruhi status gizi balita; f) Persentase remaja puteri yang
mendapat Tablet Tambah Darah (TTD). Remaja puteri lebih rentan
menderita anemia dibandingkan dengan remaja laki-laki, hal ini
disebabkan remaja putri setiap bulan mengalami menstruasi.
Tabel 3 Indikator Pembinaan Gizi tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya pelayanan gizi masyarakat
Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
13% 50% 65% 80% 95%
Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
82% 85% 90% 95% 98%
Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
39% 42% 44% 47% 50%
Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
38% 41% 44% 47% 50%
Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
70% 75% 80% 85% 90%
Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
10% 15% 20% 25% 30%
c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Indikator bina kesehatan ibu meliputi: a) persentase puskesmas
yang melaksanakan kelas ibu hamil. Indikator ini menggambarkan
kegiatan untuk mendukung penurunan angka kematian ibu, bayi dan
balita. Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan
pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan,
perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan,
12
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
persalinan, perawatan nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru
lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan
akte kelahiran; b) Persentase puskesmas yang melakukan orientasi
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
Indikator ini menggambarkan meningkatnya cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir melalui
peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan
persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan tanda
bahaya kebidanan bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat; c)
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4
kali (K4). Indikator ini merupakan cara penting untuk memonitoring dan
mendukung kesehatan ibu hamil sebagai pendeteksian dini risiko untuk
mencegah adanya komplikasi dan tanda bahaya pada kehamilan. bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini. Ketiga
indikator diatas diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan
bayi.
Tabel 4 Indikator Bina Kesehatan Ibu tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi
Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil 78% 81% 84% 87% 90%
Persentase Puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
77% 83% 88% 95% 100%
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4)
72% 74% 76% 78% 80%
d. Direktorat Bina Kesehatan Anak
Indikator bina kesehatan anak meliputi: a) persentase kunjungan
neonatal pertama (KN1). Indikator ini menggambarkan upaya kesehatan
yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal
yaitu 6 - 48 jam setelah lahir yang meliputi, antara lain kunjungan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM)
termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian
vitamin k injeksi dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi. b) persentase puskesmas
yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1;
c) persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan
untuk peserta didik kelas 7 dan 10. Kedua indikator ini menggambarkan
13
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
upaya pemantauan dan pelayanan kesehatan pada anak usia sekolah,
agar mendapatkan penanganan sedini mungkin; d) persentase
puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja.
Indikator ini merupakan upaya peningkatan akses pelayanan pada
remaja, disebabkan banyak remaja yang tidak menyadari ancaman
kesehatan yang dialaminya.
Tabel 5 Indikator Bina Kesehatan Anak tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan bayi, anak dan remaja
Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
75% 78% 81% 85% 90%
Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1
50% 55% 60% 65% 70%
Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10
30% 40% 50% 55% 60%
Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
25% 30% 35% 40% 45%
e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional,
Alternatif dan Komplementer
Indikator bina pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan
komplementer yaitu persentase puskesmas yang menyelenggarakan
kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional merupakan
pelayanan yang sedang dikembangkan di Indonesia. Indikator yang
dibuat terbatas untuk meningkatkan jumlah puskesmas yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional dengan mengangkat
kearifan lokal yang ada di wilayah masing-masing.
Tabel 6 Indikator Pembinaan Kesehatan Tradisional dan Komplementer
tahun 2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya pembinaan, pengembangan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional dan komplementer
Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional
15% 25% 45% 60% 75%
14
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
f. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Indikator pelayanan kesehatan kerja dan olahraga meliputi: a)
persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar.
Indikator ini menggambarkan ukuran pelayanan kesehatan kerja yang
dilaksanakan puskesmas terutama menjangkau pekerja informal. b)
jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI. Indikator
menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pekerja didaerahnya; c)
persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar.
Indikator ini menggambarkan jaminan kualitas pelayanan bagi Tenaga
Kerja Indonesia (TKI); d) persentase puskesmas yang melaksanakan
kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah
kerjanya. Indikator ini merupakan salah satu penunjang upaya kesehatan
olahraga yang menunjang perubahan perilaku hidup sehat.
Tabel 7 Indikator Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun
2015-2019
Sasaran Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya
pembinaan
upaya
kesehatan
kerja dan
olahraga
Persentase puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan
kerja dasar
40% 50% 60% 70% 80%
Jumlah pos UKK yang
terbentuk di daerah PPI/TPI 230 355 480 605 730
Persentase fasilitas
pemeriksaan kesehatan TKI
yang memenuhi standar
100% 100% 100% 100% 100%
Persentase puskesmas yang
melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada
kelompok masyarakat di
wilayah kerjanya
20% 30% 40% 50% 60%
15
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
B. Capaian Kinerja Organisasi
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup
hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan
dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, Good Corporate Governance
(GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik.
Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di
Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas
kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja
sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun
anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun
anggaran.
1. Indikator Kinerja Program
Program gizi dan kesehatan ibu dan anak, adalah salah satu
program Kementerian Kesehatan dengan upaya prioritas untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB)
dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam
dokumen Penetapan Kinerja (TAPJA) tahun 2015, indikator kinerja
program terdiri dari:
Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program bina gizi dan
kesehatan ibu dan anak
Cakupan PF menggambarkan jumlah ibu bersalin di wilayah kerja
puskesmas yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Cakupan KEK
menggambarkan Jumlah ibu hamil dengan (lingkar lengan atas)
LiLA<23,5 cm. Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel
berikut:
%PF (Persalinan di
fasilitas pelayanan
kesehatan)
%KEK (ibu hamil
Kurang Energi
Kronik)
16
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Tabel 8 Capaian indikator kinerja program bina gizi dan kesehatan
ibu dan anak tahun 2015
Sasaran Indikator Target Realisasi Capaian
Meningkatnya
ketersediaan dan
Keterjangkauan
pelayanan
kesehatan yang
bermutu bagi
seluruh
masyarakat
Persentase
persalinan di
fasilitas
pelayanan
kesehatan
(PF)
75% 78,43% 104,57
Persentase ibu
hamil Kurang
Energi Kronik
(KEK) *
24,2%
13,3%
(PSG Tahun
2015)
realisasi
lebih rendah
10.9% dari
target
*semakin kecil persentase ibu hamil KEK maka semakin baik status
kesehatan seorang ibu hamil
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan persalinan. Proses persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan salah satunya melalui persalinan di fasilitas kesehatan. Adapun target yang diharapkan sampai pada pada akhir tahun 2019 sebesar 85%.
Indikator persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) merupakan
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang baru dimasukkan dalam Renstra
Kementerian Kesehatan periode 2015-2019. Pada tahun 2015 capaian
indikator PF sebesar 78,43% (target 75%).
Definisi operasional persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan adalah persentase ibu bersalin yang mendapat pertolongan persainan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengukuran persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan melalui jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu satu tahun yang sama dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan persalinan berkualitas mencakup ketersediaan SDM, sarana prasarana dan meningkatkan akses
17
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
pelayanan persalinan dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan neonatal.
Grafik 1 Persentase persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan (PF) tahun 2015-2019
75
77
79
82
85
78.43
70
72
74
76
78
80
82
84
86
2015 2016 2017 2018 2019
Target
Capaian
Sumber Data : Dit Kesehatan Ibu Tahun 2015
Dalam upaya peningkatan cakupan PF tersebut, pada tahun 2015
dilaksanakan berbagai kegiatan, yaitu:
1) Orientasi tenaga kesehatan dalam pertolongan persalinan normal
2) Program Perencanaan Persalinan dan Pencagahan Komplikasi
(P4K)
3) Kelas Ibu hamil
4) Kemitraan bidan dan dukun
5) Kegiatan manajemen dalam peningkatan pertolongan persalianan
di fasilitas kesehatan melalui supervisi fasilitatif, Audit Maternal
Perinatal dengan surveilans kematian ibu dan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS).
Faktor pendukung keberhasilan:
1) Dukungan regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh
pemerintah daerah;
2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil,
persalinan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi serta pelayanan kesehatan seksual;
18
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
3) Dukungan lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi
terkait upaya percepatan penurunan kematian ibu.
Faktor yang masih menjadi hambatan:
1) Ketidakmerataan distribusi dan upaya untuk mempertahankan
(retensi) sumber daya manusia (SDM).
2) Rendahnya pengetahuan ibu, keluarga dan masyarakat terkait
kesehatan ibu, terutama terkait tanda bahaya kemanilan maupun
persalinan.
3) Keberagaman kondisi geografis di Indonesia, sehingga menjadi
salah satu hambatan ibu hamil maupun ibu bersalin untuk menuju
fasilitas kesehatan.
4) Belum semua Puskesmas memiliki sarana dan prasarana
maupun fasilitas untuk melayani persalinan
Penyebab langsung (Direct Obstetric Death) kematian ibu
disebabkan oleh komplikasi obstetri pada masa hamil, bersalin dan nifas,
atau kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal
yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan selama hamil, bersalin atau
nifas terkait erat dengan faktor penolong persalinan dan tempat/fasilitas
persalinan.
Walaupun secara nasional target indikator PF tersebut telah tercapai,
namun masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Terdapat
kesenjangan cakupan yang cukup besar, yaitu cakupan tertinggi pada
Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 97.51% dan terendah di Provinsi
Papua yang hanya mencapai 11.89%. Terdapat 21 provinsi yang
realisasinya di bawah target nasional, yaitu Sulawesi Barat, Kalimantan
Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi
Utara, Riau, Aceh,
Sumatera Utara, NTT, Bengkulu,
Kalimantan Barat, Gorontalo,
Kalimantan Selatan, Maluku
Utara, Sulawesi Capaian
persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan secara nasional dapat
dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2 Ibu Bersalin di Fasilitas
Kesehatan di Kab. Bulukumba
19
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Grafik 2 Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) tahun 2015
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Papua
Papua Barat
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Aceh
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Sulawesi Barat
Sumatera Selatan
Indonesia
Lampung
Jawa Barat
Bali
Jawa Timur
Nusa Tenggara Barat
Sumber data: Laporan Rutin Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Tahun 2015
Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena
memperoleh pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, serta mendapatkan penanganan kegawat-
daruratan yang komprehensif.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mendorong seluruh
persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau
memang memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari
taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan
kesehatan, yaitu dapat tinggal di rumah tunggu kelahiran.
Rumah tunggu kelahiran merupakan suatu bentuk upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM), berupa tempat (rumah atau
bangunan tersendiri) yang dapat digunakan untuk tempat tinggal
sementara bagi ibu hamil yang akan melahirkan hingga sesudah
persalinan (masa nifas), termasuk bayi yang dilahirkannya serta
pendampingnya (suami/keluarga/kader kesehatan).
Target PF
Renstra Kemenkes
2015 = 75%
20
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Keberhasilan pencapaian target indikator PF merupakan hasil dari
kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh
berbagai pihak terkait.
Melihat penyerapan anggaran sebesar 90,24% dari alokasi anggaran
sebesar Rp 69,300,950,000, capaian indikator persalinan di fasilitas
kesehatan sebesar 78,43% (dari target 75%). Hal ini menunjukkan
korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang
efisien. Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya yang
ada.
Rencana tindak lanjut untuk
meningkatkan cakupan PF,
antara lain :
1. Mengoptimalkan dana
jaminan persalinan untuk
mendorong dan
memobilisasi ibu hamil
(terutama ibu hamil
dengan komplikasi) ke
fasiltas kesehatan.
2. Peningkatan kompetensi
tenaga kesehatan
melalui pelatihan
terintegrasi terkait
pertolongan persalinan (termasuk kondisi kegawatdaruratan) bagi ibu
dan bayi baru lahir.
3. Penguatan pemberdayaan masyarakat melaui kelas ibu dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencagahan Komplikasi.
4. Mendorong peningkatan dukungan sarana dan prasarana dalam
rangka menunjang proses persalinan di fasiltas kesehatan.
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)
Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadi jika
kebutuhan akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis
pada ibu hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar
lengan atas ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas
lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan. Selain membutuhkan
energi untuk dirinya, ibu hamil juga membutuhkan energi untuk
pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu hamil KEK
merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan, pertumbuhan
Gambar 3 ibu hamil yang diukur lingkar
lengan atasnya.
21
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
dan perkembangan anak dikemudian hari. Kekurangan energi kronik
pada ibu hamil akan berdampak pada pertumbuhan janin didalam
kandungan ibu. Ibu hamil KEK memiliki risiko melahirkan bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi KEK pada ibu hamil ini harus
segera ditindaklanjuti untuk menurunkan angka kejadian BBLR sehingga
risiko kematian bayi atau neonatal yang disebabkan BBLR dapat
diturunkan.
Indikator persentase ibu hamil KEK merupakan salah satu indikator
baru di Kementerian Kesehatan daan merupakan indikator outcome.
Persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar 1,5% setiap
tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan batasan maksimal 24,2% ibu
hamil KEK, hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan persentase ibu
hamil KEK dibawah 18,2%. Data dasar sebagai bahan penetapan
persentase bumil KEK ini didapat dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013. Dengan ditetapkannya target tersebut, maka
diharapkan persentase ibu hamil KEK setiap tahunnya tidak melebihi
target.
Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA (hasil ukur kurang dari 23,5 cm) dibagi jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya dikali 100%.
Di tahun 2015, berdasarkan hasil survey pemantauan status gizi
(PSG) tahun 2015 menunjukkan angka 13,3%, dimana angka ini berada
di bawah target atau sesuai dengan yang diharapkan.
Grafik 3 Target persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019
24.222.7
21.219.7
18.2
13.3
5
10
15
20
25
30
Sumber data: Pemantauan status gizi tahun 2015
22
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Faktor pendukung keberhasilan:
1. Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil;
2. Distribusi tablet tambah darah;
3. Konseling gizi bagi ibu hamil;
4. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri;
5. Kampanye gizi seimbang;
6. Promosi keluarga sadar gizi;
7. Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK);
8. Kegiatan kelas ibu hamil;
9. Penyelenggaraan kegiatan antenatal di puskesmas.
Faktor yang masih menjadi hambatan:
1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bumil tidak
sepenuhnya tepat sasaran;
2. Jumlah PMT yang diberikan belum sesuai kebutuhan ibu hamil;
3. Kesediaan ibu hamil untuk mengkonsumsi PMT ibu hamil;
4. PMT lokal belum sesuai standar;
5. Logistik Tablet Tambah Darah (TTD) tidak mencukupi
(terlambat dalam penyediaannya);
6. Kepatuhan ibu dalam meminum TTD masih rendah.
Jika membandingkan antara realisasi anggaran sebesar 91,26% dari
alokasi sebesar Rp 394,232,275,000, dengan capaian indikator ibu hamil
KEK sebesar 13,2% (dari target 24,2%), data ini menunjukkan korelasi
yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien.
Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya dan
keterpaduan antar program.
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan ibu hamil KEK,
yaitu melakukan validasi data ibu hamil yang membutuhkan PMT,
konseling ibu tentang gizi seimbang, penyuluhan gizi di kelas ibu,
penyediaan PMT dan TTD bumil sesuai jumlah sasaran, serta
meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu
melalui pemberian TTD dan pendidikan tentang gizi seimbang.
2. Indikator Kinerja Kegiatan
Penilaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA selain
menggunakan indikator kinerja program sebagaimana telah diuraikan
diatas, juga diukur melalui indikator kinerja kegiatan yang menjadi tugas
dan tanggungjawab unit eselon II (direktorat) dilingkungannya. Capaian
23
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
indikator kegiatan secara keseluruhan unit eselon II terlihat dalam tabel
berikut.
Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan
No Indikator Target Capaian
1 Bina Gizi
Persentase ibu hamil KEK yang
mendapat makanan tambahan
13% 35,6%
Persentase ibu hamil yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD)
82% 85,2 %
Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
yang mendapat ASI eksklusif
39% 41,9%
Persentase bayi baru lahir mendapat
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
38% 73,4%
Persentase balita kurus yang mendapat
makanan tambahan
70% 45,2%
Persentase remaja puteri yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD)
10% 20%
2 Bina Kesehatan Ibu
Persentase puskesmas yang
melaksanakan kelas ibu hamil
78% 86,92%
Persentase puskesmas yang melakukan
orientasi Program Perencanaan
Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K)
77% 79,60%
Persentase ibu hamil yang mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4)
72% 83,39%
3 Bina Kesehatan Anak
Persentase kunjungan neonatal pertama
(KN1)
75% 81%
Persentase puskesmas yang
melaksanakan penjaringan kesehatan
untuk peserta didik kelas 1
50% 51%
Persentase puskesmas yang
melaksanakan penjaringan kesehatan
untuk peserta didik kelas 7 dan 10
30% 42%
Persentase puskesmas yang
menyelenggarakan kegiatan kesehatan
remaja
25% 30%
4 Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer
Persentase puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan tradisional
15% 15,73%
5 Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Persentase puskesmas yang 40% 29,55%
24
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
No Indikator Target Capaian
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
Jumlah pos UKK yang terbentuk di
daerah PPI/TPI
230 243
Persentase fasilitas pemeriksaan
kesehatan TKI yang memenuhi standar
100% 100%
Persentase puskesmas yang
melaksanakan kegiatan kesehatan
olahraga pada kelompok masyarakat di
wilayah kerjanya
20% 13,07%
6 Sekretrariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Jumlah puskesmas yang mendapatkan
BOK
9.719 9.742
Jumlah puskesmas yang
mempublikasikan laporan pemanfaatan
BOK di papan pengumuman puskesmas
atau kantor camat
5.000 7.383
Persentase realisasi administrasi
dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya program bina gizi
dan kesehatan ibu dan anak
90% 73,63%
a. Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis)
terutama yang kemungkinan disebabkan karena adanya
ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh
tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan perumbuhan tubuh baik fisik
ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya. Jika sudah
terlalu lama maka akan terjadi Kekurangan Energi Kronik (KEK). Hal ini
sangat berbahaya apabila diderita oleh ibu hamil karena akan
berhubungan dengan pertumbuhan janin yang dikandungnya. Ibu hamil
diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran lingkar lengan atas,
adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau
di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko
KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR).
BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan
dan gangguan perkembangan anak.
Menghadapi risiko tersebut maka dibuatlah indikator ibu hamil KEK
yang mendapat makanan tambahan. Pemberian makanan tambahan
pada ibu hamil KEK harus segera dilakukan sebelum usia kehamilan 16
minggu. Pemberian makanan tambahan ini diharapkan akan
meningkatkan asupan energi pada ibu hamil yang akan mempengaruhi
25
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
pertumbuhan berat badan janinnya sehingga menurunkan angka
kejadian BBLR.
Pada tahun 2015 secara rata-rata nasional cakupan ibu hamil KEK
yang mendapat makanan tambahan mencapai 35,6%. Angka cakupan ini
lebih tinggi 23,6% dari target yang harus dicapai pada tahun 2015
sebesar 13%.
Grafik 4 Cakupan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
tahun 2015
13%
35.60%
Target
Capaian
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Sumber: Laporan Direktorat Gizi tahun 2015
b. Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah
(TTD)
Selain membutuhkan energi ibu hamil membutuhkan konsumsi tablet
tambah darah minimal selama 90 hari (3 bulan). Kebutuhan zat besi (Fe)
ini terutama dibutuhkan pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses
hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah
dan mempengaruhi konsentrasi haemoglobin darah.
Secara rata-rata nasional, indikator ibu hamil yang mendapat TTD
minimal 90 tablet selama masa kehamilannya sudah mencapai target.
Dari target 82% baru tercapai 85,2%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut:
Grafik 5 Persentase ibu hamil mendapat TTD tahun 2015
82% 85.20%
0
0
1
1
Target Capaian 2015
Sumber: Laporan Direktorat Gizi tahun 2015
26
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
c. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin
setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain,
walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. ASI eksklusif
adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak,
namun menurut Survei Demografi Kesehatan tingkat pemberian ASI
eksklusif telah menurun selama dekade terakhir.
Pencapaian target indikator bayi usia kurang dari 6 bulan yang
mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, secara nasional sudah sedikit di
atas target, yaitu sebesar 41.9% dari target 39%.
Grafik 6 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI
Eksklusif tahun 2015
39%41.90%
20%
30%
40%
50%
60%
Target Capaian 2015
Sumber: Laporan Direktorat Gizi tahun 2015
d. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi menyusu dini adalah proses menyusu pada bayi yang dimulai
secepatnya setelah bayi dilahirkan. IMD merupakan langkah penting
yang dilakukan ibu dan bayi saat baru melahirkan. Penelitian
menyatakan bahwa inisiasi menyusu dini dalam 1 jam pertama dapat
mencegah 22% kematian bayi di bawah umur 1 bulan di negara
berkembang (APN, 2007). Pencapaian 6 bulan ASI eksklusif bergantung
pada keberhasilan inisiasi dalam satu jam pertama.
Untuk indikator bayi baru lahir mendapat IMD capaian target
mencapai 73,4% dari target sebesar 38%.
e. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
Status gizi balita merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan peningkatan program kesehatan
masyarakat. Menurut Caulfield dan Black (2002), status gizi kurang pada
27
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
balita menyumbang 60 persen kematian anak sebagai underlying causes
terhadap penyakit infeksi penyebab langsung kematian. Dengan
demikian peningkatan status gizi balita akan berdampak terhadap
penurunan morbiditas dan mortalitas pada anak. Status gizi bukan hanya
berdampak pada dimensi kesehatan, tetapi juga pada kualitas sumber
daya manusia, kecerdasan dan prestasi belajar serta ketenagakerjaan.
Indikator balita kurus yang mendapat makanan tambahan
pencapaiannya secara nasional masih jauh dari target (70%) yaitu
sebesar 45,2%.
f. Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah
(TTD)
Remaja puteri merupakan salah satu komponen dalam life cycle
yang perlu mendapat perhatian khusus. Remaja bisa mengalami kurang
darah. Apalagi pada remaja putri dimana mereka setiap bulannya
mengalami menstruasi yang mengakibatkan kehilangan darah sehingga
kadar Hb-nya menurun. Umumnya di Indonesia penyebab kurang darah
pada anak dan remaja disebabkan oleh kekurangan zat besi. Hal ini
disebabkan kurangnya asupan bahan makanan sumber zat besi dan
protein.
Cakupan remaja putri yang mendapat tablet tambah darah sebesar
20% dari target 10%.
g. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu
mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas,
perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran.
Dewasa ini penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak pada umumnya
masih banyak dilakukan melalui konsultasi perorangan atau kasus per
kasus yang diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan atau
pada waktu kegiatan posyandu. Melalui kelas ibu hamil diharapkan ibu
hamil bertemu dengan ibu hamil lainnya dan saling berbagi cerita agar
menjaga masa kehamilan ibu hingga persalinan.
Capaian indikator pelaksanaan kelas ibu hamil pada tahun 2015
tercapai yaitu sebesar 86,92% dari target yang direncanakan yaitu
sebesar 78%.
28
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Faktor pendukung keberhasilan:
1) Semua provinsi sudah memiliki trainer pelatihan kelas ibu melalui
pelaksanaan TOT kelas ibu bagi seluruh provinsi pada tahun 2015;
2) Semua provinsi memiliki dukungan dana dekonsetrasi untuk
melaksanakan pengembangan kelas ibu melalui pelatihan fasilitator
kelas Ibu di tahun 2015 dan pengadaan paket kelas Ibu hamil.
Upaya (program maupun kegiatan) yang telah dilakukan
1) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan;
2) Penyediaan sarana pelatihan kelas ibu hamil;
3) Fasilitasi dan pendampingan dalam rangka peningkatan kualitas
pelaksanaan kelas ibu hamil.
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan
1) Percepatan pengembangan kelas ibu hamil dengan meningkatkan
jumlah pelatihan kelas ibu hamil;
2) Peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kelas
ibu hamil;
3) Meningkatkan pemantauan dan evaluasi pasca pelatihan termasuk
pelaksanaan kelas ibu hamil;
4) Menfasilitasi pelaksanaan kelas ibu hamil dengan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat tanpa tergantung dana BOK;
5) Meningkatkan sosialisasi pelaksanaan kelas ibu hamil, termasuk
peningkatan keterlibatan suami dan keluarga.
h. Persentase Puskesmas yang melakukan orientasi Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Untuk mencapai IKU persentase persalinan di fasilitas kesehatan
(PF) kegiatan yang dilakukan adalah pembinaan kesehatan ibu dan
reproduksi dengan sasaran meningkatnya akses dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan reproduksi. Satu dari Indikator pencapaian sasaran
tersebut yaitu persentase puskesmas yang melakukan orientasi program
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) dengan
target sebesar 100% pada akhir tahun 2019.
Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya
deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin
yang dilakukan diseluruh Indonesia dalam ruang lingkup kerja
Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan pelayanan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan
yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat
untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru
lahir.
29
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Pendukung terlaksananya program P4K juga adalah kemampuan
masyarakat untuk dapat mengenali tanda bahaya kehamilan, persalinan
dan nifas sehingga dapat dengan cepat melaporkan kepada tenaga
kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat. Seiring dengan berjalannya
waktu, pelaksanaan P4K dilapangan masih mengalami kendala atau
hambatan, seperti pergantian petugas puskesmas yang paham P4K,
Disamping itu masalah pendanaan masih menjadi kendala dalam
keberhasilan pengembangan P4K sampai saat ini. Pada tahun 2015
capaian persentase puskesmas melakukan orientasi P4K sebesar
79,60% dari target sebesar 77%.
Grafik 7 Persentase puskesmas melakukan orientasi P4K tahun 2015
77% 79.60%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Target Capaian
i. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
minimal 4 kali (K4)
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap
ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali sesuai dengan
ketetapan waktu kunjungan.
Pada tahun 2015, pencapaian indikator kinerja “Persentase (%) Ibu
Hamil mendapat pelayanan antenatal (Cakupan K4)” dapat tercapai
dengan baik yaitu 83,39% dari target yang ditetapkan sebesar 72%.
30
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Grafik 8 Persentase ibu hamil yang mendapat pelayanan antenatal minimal
4 kali tahun 2015
72%
83.39%
66%
68%
70%
72%
74%
76%
78%
80%
82%
84%
Target Capaian
Upaya yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu dalam rangka
pencapaian target K4 tahun 2015 yaitu :
1) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal dalam bentuk
peningkatan kapasitas petugas kesehatan;
2) Peningkatan akses pelayanan antenatal;
3) Penyiapan bahan acuan pelayanan antenatal.
Faktor pendukung keberhasilan:
1) Adanya peningkatan kapasitas, pelatihan untuk tenaga
kesehatan;
2) Tersedianya pedoman penatalaksanaan antenatal;
3) Pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali selama
kehamilan merupakan komponen dari Standar Pelayanan Minimal
(SPM) kabupaten/kota;
4) Penyediaan alat deteksi risiko ibu hamil;
5) Dukungan dana pelacakan ibu hamil, dan kegiatan luar gedung
untuk pemeriksaan ibu hamil dari dana BOK;
6) Adanya surveilans melalui PWS KIA;
7) Monitoring dan evaluasi secara berjenjang.
Faktor yang masih menjadi hambatan
1) Ibu hamil baru memeriksakan kehamilan pertama kali setelah
trimester 1.
2) Ibu hamil yang tidak tercatat pada kunjungan di trimester 3 (drop
out) karena :
- Ada budaya masyarakat pada saat menjelang persalinan
pulang ke kampung halaman;
31
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
- Ada ibu hamil yang selalu berpindah-pindah tempat
pelayanan dalam kunjungan antenatal (ibu hamil antenatal
dari bidan ke dokter spesialis dan tidak kembali ke bidan.
3) Pencatatan dan pelaporan masih belum optimal
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan K4 :
Penguatan pelaksanaan pelayanan antenatal sesuai standar dan
pengembangan pelayanan antenatal terpadu, melalui :
a) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan;
b) Penyediaan sarana dan prasarana kesehatan (alat, reagen, dan
obat);
c) Mengusulkan ke provinsi dan kabupaten/ kota dalam penyediaan
logistik pencatatan dan pelaporan, meliputi kartu ibu dan kohort
ibu.
j. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
Cakupan kunjungan neonatal pertama atau yang dikenal dengan
sebutan dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada
periode neonatal yaitu 6 - 48 jam setelah lahir yang meliputi, antara lain
kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda
(MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif,
pemberian vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi.
Grafik 9 Persentase Kunjungan Neonatal pertama (KN1) tahun 2015
75%
81%
72%
74%
76%
78%
80%
82%
Target Capaian
Faktor pendukung cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1).
Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh
bidan. Kementerian Kesehatan (pusat) dan pembagian wewenang
dengan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin
32
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
setiap bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
Faktor pendukung pencapaian target cakupan kunjungan neonatal
pertama:
1. Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program
dalam penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1;
2. Distribusi buku saku pelayanan neonatal esensial yang semakin
tersebar setiap tahunnya.
Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk meningkatan cakupan KN1
selama tahun 2010 - 2014 yang antara lain:
1. Advokasi ke organisasi profesi (IBI dan IDI) dan lintas sektor untuk
mendukung KN1, melalui pelibatan didalam kegiatan terkait
pencapaian indikator;
2. Mengevaluasi dan membentuk kesepakatan bersama untuk
mendukung peningkatan cakupan;
3. Pendampingan peningkatan kualitas pelayanan neonatus di
Provinsi Papua dan Papua Barat.
Upaya yang harus dilakukan agar terjadi peningkatan sekaligus
mempertahankan cakupan kunjungan neonatal pertama, yaitu:
1. Penguatan advokasi ke organisasi profesi dan lintas sector;
2. Menambah lokasi pendampingan, untuk meningkatkan kepatuhan
tenaga kesehatan terhadap standar/pedoman;
3. Pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional;
4. Penguatan pemanfaatan register kohort bayi untuk pemantauan
sasaran neonatus, serta distribusi tenaga bidan yang berkompeten
hingga ke tingkat desa.
Beberapa upaya terkait peningkatan kualitas kunjungan neonatal
pertama, diantaranya adalah:
1. Penyiapan fasilitator peningkatan kemampuan tenaga kesehatan
dalam pelayanan kesehatan bayi baru lahir (neonatus) di pusat dan
provinsi;
2. Fasilitasi penerapan audit maternal perinatal di provinsi;
3. Peningkatan implementasi pembelajaran neonatal esensial,
manajemen asfiksia dan BBLR di preservis;
4. Pembinaan teknis terkait program bayi baru lahir dan bayi dalam
rangka akselerasi penurunan angka kematian bayi;
5. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam
pelayanan neonatus di provinsi;
33
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
6. Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor melalui
sekretariat SDGs.
k. Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 1
Pada capaian tahun 2015, indikator puskesmas melaksanakan
penjaringan kesehatan peserta didik kelas 1 mencapai target yang telah
ditetapkan. Target nasional di tahun 2015 adalah sebesar 50 %, dan
sudah tercapai sebesar 51 % dan berarti sebanyak 4965 puskesmas
sudah melaksanakan penjaringan peserta didik kelas 1.
Grafik 10 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 tahun 2015
50% 51%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Target Capaian
Dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang mencapai target indikator dan
17 provinsi yang belum mencapai target. Distribusi pencapaian target
indikator dapat dilihat dalam grafik dibawah ini;
34
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Grafik 11 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 tahun 2015
51
20
40
60
80
100
120
Sumber data : Data Evaluasi Direktorat Bina Kesehatan Anak 2015
Gambaran pencapaian cakupan indikator puskesmas melaksanakan
penjaringan kesehatan peserta didik kelas 1 memiliki disparitas yang
cukup besar antar provinsi seperti terlihat pada grafik diatas.
l. Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10
Indikator ini adalah indikator baru di Renstra 2015-2019. Walaupun
pelayanan penjaringan peserta didik kelas 7 & 10 sudah dilaksanakan
sejak lama, namun pelayanan ini baru dijadikan indikator di tahun 2015.
Masuknya pelayanan penjaringan peserta didik kelas 7 & 10 merupakan
bentuk intervensi di hulu didalam upaya penurunan AKI dan AKB. Melalui
pemeriksaan kesehatan ini diharapkan status kesehatan remaja dapat
diketahui untuk kemudian dilakukan tindak lanjut atas permasalahan
yang ditemui.
Indikator ini, di tahun 2015 dapat mencapai target renstra dengan
pencapaian cakupan sebesar 42 % dari target sebesar 30 %.
35
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Grafik 12 Puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 7 dan 10 tahun 2015
30%42%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Target Capaian
Sumber: Data Direktorat Bina Kesehatan Anak tahun 2015
Dengan capaian sebesar 42 % ini berarti 4125 puskesmas telah
melaksanakan penjaringan kelas 7 & 10. Per provinsi dapat dilihat dalam
grafik berikut
Grafik 13 Cakupan puskesmas melaksanakan penjaringan peserta
didik kelas 7 & 10 tahun 2015
42
30
0
20
40
60
80
100
120
Jaw
a Ti
mu
r
Bal
i
Lam
pu
ng
Kep
. Ban
gka
Bel
itu
ng
DI Y
ogy
akar
ta
Sum
ater
a B
arat
Jaw
a Te
nga
h
Nu
sa T
en
ggar
a B
arat
Ban
ten
Sula
wes
i Bar
at
Jaw
a B
arat
Sula
we
si T
en
ggar
a
Sula
wes
i Uta
ra
Jam
bi
Ben
gku
lu
Nas
ion
al
Kep
. Ria
u
Go
ron
talo
Kal
iman
tan
Se
lata
n
Ace
h
Pap
ua
Bar
at
Sum
ater
a U
tara
Kal
iman
tan
Bar
at
DK
I Jak
arta
Kal
iman
tan
Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Ria
u
Sum
ater
a Se
lata
n
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Tim
ur
Sula
wes
i Sel
atan
Mal
uku
Mal
uku
Uta
ra
Pap
ua
Cakupan Target
Sebanyak 16 provinsi telah mencapai target puskesmas
melaksanakan penjaringan peserta didik kelas 7 & 10, 17 provinsi lainnya
masih belum mencapai target.
Sumber data : Data Evaluasi Direktorat Bina Kesehatan Anak 2015
36
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Faktor pendukung pencapaian indikator penjaringan kesehatan
peserta didik
Upaya – upaya dan faktor yang mendukung untuk meningkatkan
capaian indikator, dan kualitas pelayanan penjaringan kesehatan peserta
didik yaitu :
1. Adanya peraturan/perundang-undangan yang mendukung
pelaksanaan UKS seperti SKB 4 Menteri tahun 2003 dengan nomor:
1/U/SKB; Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003;Nomor MA/203 A/2003;
Nomor: 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan
Pengembangan UKS. Dan juga Undang-undang No.36 tahun 2009
tentang kesehatan, pasal 79.
2. Penjaringan kesehatan telah masuk menjadi salah satu SPM Bidang
Kesehatan yaitu penjaringan kesehatan pada siswa kelas I sekolah
dasar.
3. Ketersediaan dana dekonsentrasi 2015 untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan dalam upaya peningkatan kualitas hidup anak usia
sekolah dan remaja, seperti kegiatan pelatihan penjaringan
kesehatan bagi tenaga kesehatan secara berjenjang, pertemuan
koordinasi lintas program dan lintas sektor serta monitoring dan
evaluasi
4. Intervensi pusat dalam penyediaan tenaga kesehatan yang
kompeten dalam melaksanakan penjaringan kesehatan melalui
alokasi dana dekon.
5. Akselerasi pembinaan dan pelaksanaan UKS, melalui optimalisasi
peran dan fungsi lintas sektor dan lintas program, serta TP UKS dan
sekretariat TP UKS pada setiap jenjang pemerintahan dari pusat
sampai dengan kecamatan.
6. Pembinaan teknis secara berjenjang dimulai dari dinkes
propinsi/kab/kota hingga puskesmas, maupun pembinaan program
UKS dengan lintas sektor terkait ke TP UKS
provinsi/kab/kota/kecamatan sampai dengan TP Sekolah.
37
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
7. Penguatan koordinasi dengan lintas proram dan lintas sektor di
wilayah kerja masing-masing, pemanfaatan BOK dan sumber dana
lainnya (APBD, CSR, BOS), penguatan komitmen tenaga kesehatan
yang telah dilatih serta mengenai pencatatan dan pelaporan.
8. Mengeluarkan surat edaran Dirjen Bina Gizi dan KIA, Kementerian
Kesehatan kepada Direktur Jenderal pada Kementerian terkait SKB
4 Menteri dalam rangka mendorong jajarannya (dalam hal ini kepala
daerah tingkat 1 dan 2) untuk melaksanakan penjaringan kesehatan
agar tercapai target di tahun 2013.
9. Penyediaan dan distribusi buku-buku pedoman teknis penjaringan
kesehatan anak sekolah sebagai acuan pelaksanaan penjaringan
kesehatan.
m. Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja.
Indikator puskesmas melaksanakan kegiatan kesehatan remaja
merupakan transformasi dari indikator puskesmas PKPR (Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja) di tahun 2010-2014. Sejak tahun 2003, model
pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera
remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan peduli
Remaja (PKPR), yaitu pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat
dijangkau remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan
terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan
kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam
memenuhi kebutuhan tersebut.
PKPR ditujukan untuk semua remaja (10-19 tahun) baik di sekolah
maupun di luar sekolah, seperti kelompok remaja masjid, gereja, karang
taruna, pramuka, dll. Pelayanan kesehatan remaja dapat pula diperluas
pada kelompok remaja yang tidak terorganisir, misalnya anak jalanan,
jermal-jermal, atau pekerja anak di daerah industri.
38
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Berdasarkan SKDI 2012 hanya sebesar 2% perempuan dan 4,2%
laki-laki yang mengetahui PKPR sebagai salah satu layanan kesehatan
remaja, hal ini menunjukkan rendahnya akses remaja terhadap layanan
PKPR.
Tahun 2015, puskesmas PKPR masuk kedalam indikator Renstra
sebagai bentuk penanganan di hulu dalam upaya penurunan AKI dan
AKB.
Indikator puskesmas melaksanakan kegiatan kesehatan remaja
dapat mencapai 30% dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 25%.
Adapun cakupan indikator ini adalah sebesar, yang berarti 2891
puskesmas telah melaksanakan kegiatan kesehatan remaja di tahun
2015 (dari 9.731 puskesmas).
Grafik 14 Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
remaja tahun 2015
25% 30%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Target Capaian
Masih terjadi disparitas antar provinsi terkait indikator ini. Disparitas
diduga terjadi karena belum tersosialisasinya secara menyeluruh terkait
indikator baru Renstra 2015 -2019. 18 Provinsi masih belum mencapai
target puskesmas melaksanakan kegiatan kesehatan remaja. Dari 18
provinsi tersebut terdapat provinsi DKI Jakarta. DKI Jakarta tidak
mencapai target dikarenakan perbedaan persepsi jumlah puskesmas.
Pusdatin mencatat terdapat 340 puskesmas di provinsi DKI Jakarta (data
per 31 Desember 2014). Namun, yang dilaporkan hanya 44 Puskesmas
(Puskesmas Kecamatan). Perbedaan ini dikarenakan adanya
Sumber data Laporan Direktorat Bina Kesehatan Anak tahun 2015
39
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
nomenklatur puskesmas kelurahan dimana pusdatin mencatatnya sebagi
puskesmas, sedangkan melalui hasil konfirmasi kepada provinsi DKI,
bahwa puskesmas kelurahan tersebut bukanlah puskesmas yang
seharusnya masuk kedalam data pusdatin. Karena puskesmas kelurahan
mirip dengan puskesmas pembantu dengan level yang sedikit lebih
tinggi. Dengan adanya perbedaan nomenklatur ini maka data di provinsi
DKI Jakarta mencatat sudah 100% melaksanakan kegiatan kesehatan
remaja (44 Puskesmas Kecamatan) namun ketika masuk ke sistem
dipusat menjadi sebesar 13%.
Faktor pendukung pencapaian cakupan puskesmas yang
melaksanakan pelayanan kesehatan remaja.
1. Perubahan kebijakandimana pada Renstra 2015-2019 penanganan
kehulu menjadi hal yang prioritas dalam penurunan AKI dan AKB
menempatkan periode remaja menjadi hal yang prioritas.
2. Masuknya indikator ini kedalam RPJMN dan Renstra 2015-2019,
diharapkan akan berpengaruh pada ketersediaan dana dan
komitmen pemerintah pusat dan daerah daerah untuk melaksanakan
kegiatan ini.
3. Konsep metode pelatihan integrasi (PKPR, Penjaringan, Algoritma
Kesehatan Remaja)
4. Konsep pelatihan integrasi disatu sisi membantu mempercepat
pembangunan PKPR karena pelatihan dilakukan 1x secara serentak
dan juga meringankan beban tugas para pemegang program di
daerah yang memiliki keterbatasan anggaran dan SDM.
5. Terjalinnya penggalangan dan atau penguatan kemitraan, dengan
membangun kerjasama atau jejaring kerja.
6. Banyak LSM yang bergerak di bidang kesehatan remaja sehingga
peluang kerjasama Kementerian Kesehatan dengan LSM. Pelaporan
Data
7. Setiap provinsi sudah memiliki penanggungjawab jelas yang
bertugas mengolah dan mengirim data ke Pusat.
n. Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
tradisional
Dari target 50% kabupaten/kota (250 kab/kota) yang
menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer telah tercapai sebesar 59,15% (294
kab/kota).
40
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Dalam upaya pencapaian indikator kinerja tersebut upaya yang
dilakukan antara lain:
1. Orientasi akupressur untuk tenaga kesehatan puskesmas;
2. Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi
fasilitator kesehatan;
3. TOT akupresur untuk pelayanan di puskesmas;
4. Fasilitasi pembentukan kelompok asuhan mandiri;
5. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan
komplementer;
6. Penguatan peran dan fungsi Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) dalam mendukung
pencapaian program Yankestradkom;
7. Kerjasama lintas program dan lintas sektoral untuk penguatan
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer.
Faktor pendukung keberhasilan dalam pencapaian indikator adalah:
1. Kerja sama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian dan
TP-PKK Pusat dalam melakukan penilaian pemanfaatan TOGA;
2. Kesepakatan negara anggota WHO SEARO, dalam pengintegrasian
pelayanan kesehatan tradisional dalam fasilitas pelayanan
kesehatan;
3. Sosialisasi dan advokasi program pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer ke seluruh provinsi;
4. Meningkatnya kecenderungan masyarakat dunia dalam menerapkan
gaya hidup kembali ke alam (back to nature);
5. Telah tersusunnya beberapa pedoman untuk pelatihan teknis bagi
tenaga kesehatan di puskesmas dan pedoman penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tradisional di puskesmas;
6. Terlaksananya orientasi/pelatihan tenaga kesehatan akupresur dan
selfcare ramuan dalam pemanfaatan TOGA di puskesmas di 33
provinsi. Sampai akhir tahun 2014 tenaga kesehatan puskesmas
yang telah dilatih akupresur sebanyak 1101 orang dan tenaga yang
dilatih selfcare ramuan dan pemanfaatan TOGA sebanyak 643
orang;
7. Adanya dukungan pemerintah daerah provinsi maupun
kabupaten/kota terhadap pengembangan pelayanan kesehatan
tradisional di beberapa provinsi melalui dukungan anggaran
pembiayaan program pelayanan kesehatan tradisional seperti di
Provinsi Sulawesi Barat, Kota Jayapura, dan KotaTangerang
Selatan;
41
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
8. Pembinaan oleh dinas kesehatan propinsi dan kabupaten / kota ke
puskesmas, baik melalui dana dekonsentrasi maupun APBD provinsi
dan kab/kota;
9. Peningkatan kapasitas bagi tenaga medis dalam bidang akupunktur
medik dasar dan penggunaan obat herbal dalam mendukung upaya
pelayanan kesehatan tradisional integrasi beserta penyusunan
NSPK nya.
Faktor penghambat keberhasilan
Walaupun telah melampaui target yang telah ditetapkan, sebenarnya
capaian indikator ini belum maksimal, dikarenakan:
1. Pemahaman masyarakat dan pemangku kebijakan yang masih
rendah terhadap pelayanan kesehatan tradisional;
2. Kurangnya komitmen pemangku kebijakan dan pelaku pelayanan
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional;
3. Kurangnya dukungan pembiayaan dari APBD provinsi dan
kabupaten untuk program pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer;
4. Pelayanan kesehatan tradisional belum masuk paket manfaat
dalam JKN;
5. Pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
belum menjadi program prioritas;
6. Seringnya terjadi mutasi pengelola program pelayanan kesehatan
tradisional di daerah;
7. Kurang optimalnya pembinaan teknis oleh dinas kesehatan propinsi
dan kabupaten/kota ke puskesmas, baik melalui dana
dekonsentrasi maupun APBD propinsi dan kabupaten/kota;
Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk peningkatan
pencapaian program antara lain:
1. Sosialisasi dan advokasi dalam rangka pemantapan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional komplementer
sebagai pelayanan kesehatan tradisional yang terintegrasi;
2. Peningkatan kompetensi dan kewenangan tenaga kesehatan yang
terlatih pelayanan kesehatan tradisional, dan komplementer melalui
peningkatan kapasitas;
3. Menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria sebagai tindak
lanjut PP 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional.
42
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
o. Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
kerja dasar
Puskesmas yang melaksanakan kesehatan kerja yaitu Puskesmas
yang menyelenggarakan Kesehatan kerja dasar dan atau, memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pekerja di wilayah kerjanya. Lingkup
Kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar antara lain (1) Pemeriksaan dan
seleksi kesehatan calon pekerja; (2) Peningkatan mutu dan kondisi
tempat kerja; (3) Penyerasian kapasilitas kerja, beban kerja dan likungan
kerja; (4) Pemeliharaan Kesehatan, Konseling dan rehabilitasi medis; (5)
Pembentukan dan pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam
pelayanan kesehatan kerja.
Pencapaian indikator kesehatan kerja dan kesehatan olahraga
tergambar dalam grafik berikut ini:
Grafik 15 Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
kerja dasar tahun 2015
40%29.55%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Target Capaian
Sebanyak 2.205 puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan
kesehatan kerja tersebar di 166 kab/kota dan 34 provinsi binaan yang
telah ditargetkan. puskesmas terbanyak yang menyelenggarakan
kesehatan kerja dasar berada pada Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 21
kabupaten/kota dan sebanyak 215 puskesmas dari 444 puskesmas yang
ada di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga juga turut
berperan dalam mendukung pencapaian indikator program bina gizi dan
Sumber data : Laporan Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2015
43
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
kesehatan ibu anak serta indikator utama kementerian melalui sasaran
kegiatan pada kelompok pekerja dan dengan berbagai pengembangan
kegiatan, seperti kesehatan reproduksi di tempat kerja, pelayanan
kesehatan kerja bagi CTKI serta program kebugaran kepada pekerja dan
jemaah haji.
Hambatan dalam pencapaian target adalah:
1. Belum meratanya sosialisasi terhadap indikator yang baru;
2. Kurang tertibnya laporan yang dilaksanakan oleh petugas baik
puskesmas, kab/kota ataupun provinsi.
Faktor pendukung tercapainya target indikator renstra kesehatan
kerja dan olahraga:
1. Adanya dukungan pendanaan bersumber APBN di pusat dan
daerah melalui dana dekonsentrasi;
2. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada
pencapaian indikator Renstra kesehatan kerja dan olahraga;
3. Dukungan dana yang berasal dari APBD di beberapa provinsi dan
kabupaten/kota. Serta sumber lain, seperti dana BOK (Bantuan
Operasional Kesehatan), CSR (Corporate Social Responsibility)
dari perusahaan;
Rencana tindak lanjut dalam pengembangan program, antara lain perlu
dilakukan:
1. Peningkatan dukungan pengambil kebijakan di pusat maupun di
daerah;
2. Pemantapan regulasi di bidang kesehatan kerja dan olahraga;
3. Pemahaman dan persepsi yang sama terhadap program
kesehatan kerja dan olahraga;
4. Peningkatan kompetensi SDM dan sumber daya;
5. Peningkatan pemberdayaan masyarakat;
6. Peningkatan kerja sama lintas program dan lintas sektor;
7. Pelayanan kesehatan kerja dan olahraga yang mudah terakses;
44
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
8. Ketersediaan data dan informasi kesehatan kerja dan olahraga.
p. Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI
Hasil laporan tahunan provinsi Tahun 2015 didapatkan bahwa dari
34 provinsi yang membentuk atau membina Pos UKK di daerah PPI dan
TPI terdapat 6 provinsi yang di daerahnya tidak terdapat Pos UKK antara
lain yaitu Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat,
NTT dan Papua. Dari target 230 Pos UKK di tahun 2015 capaian
indikator ini sebanyak 243 Pos UKK. Provinsi dengan jumlah Pos UKK
yang terbentuk ataupun dibina di daerah PPI/TPI terbanyak ada pada
Provinsi Jawa Timur dengan jumlah Pos UKK sebanyak 28 Pos UKK.
Grafik 16 Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah tahun 2015
230
243
200
210
220
230
240
250
Target Capaian
Sumber: Laporan Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2015
45
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Gambar 4 Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI / TPI
Sumber: Data Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
q. Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi
standar
Pada tahun 2015 terdapat 156 sarana kesehatan yang telah
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan dari 156
sarana kesehatan tersebut terdapat 156 sarana kesehatan yang telah
memenuhi standar sehingga capaian indikator ini yaitu 100%. Fasilitas
pemeriksaan kesehatan TKI ini baru tersebar di 22 Provinsi. Provinsi
yang belum memiliki fasilitas pemeriksaan TKI antara lain Sulawesi
Tengah, Maluku Utara, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Utara, Maluku, Kalimantan Utara, Papua Barat, Bengkulu, Jambi,
Sulawesi Barat dan Papua.
46
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Gambar 5 Fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi
standar
Sumber: Data Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
r. Persentase Puskesmas yang melaksanakan Kegiatan Kesehatan
Olahraga pada Kelompok Masyarakat di Wilayah Kerjanya
Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan
olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya menurut definisi
operasionalnya adalah puskemas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan olahraga melalui pembinaan kelompok olahraga dan atau
pelayanan kesehatan olahraga di wilayah kerjanya.
Adanya Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) di 11
provinsi sebagai UPT Kesehatan Olahraga di tingkat provinsi/ kabupaten/
kota serta 1 BKOM Bandung sebagai UPT Pusat, merupakan pusat
rujukan kesehatan olahraga yang membantu dalam melakukan
pembinaan teknis terhadap puskesmas berkoordinasi dengan dinas
kesehatan provinsi/ kabupaten/ kota.
Dari 1.262 puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan kesehatan
olahraga, puskesmas tersebut tersebar di 86 kab/kota dari 34 provinsi
binaan yang telah ditargetkan dan dinilai strategis. puskesmas tersebut
paling banyak berada di Provinsi Sulawesi Selatan yang berada di 11
47
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
kabupaten/kota dan sebanyak 110 puskesmas yang telah memberikan
laporan.
Grafik 17 Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
20%
13.07%
10%
20%
30%
40%
50%
Target Capaian
Sumber: Data Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
s. Jumlah puskesmas yang mendapatkan BOK
Capaian Indikator Kinerja Kegiatan jumlah puskesmas yang
mendapatan Bantuan Operasional Kesehatan pada tahun 2015, telah
berhasil melampaui target yang sudah ditentukan yakni dari target yang
sudah ditentukan sebesar 9.719 puskesmas dapat melakukan realisasi
sebesar 9.742 puskesmas tahun 2015. Keberhasilan capaian puskesmas
yang menyelenggarakan BOK inipun terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya terutama sejak perubahan pola pembiayaan dari dana
Bantuan Sosial menjadi Dana Tugas Pembantuan, dibawah ini tren
realisasi capaian puskesmas yang menyelenggarakan Bantuan
Operasional Kesehatan.
Grafik 18 Trend puskesmas yang merealisasikan BOK tahun 2011 –
2015
48
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
8608
87378868
9000
9719
8740
93239419
9517
9742
8000820084008600880090009200940096009800
10000
2011 2012 2013 2014 2015
Target Realisasi
Pada tahun 2015, capaian realisasi BOK diatas angka standar yang
telah ditetapkan yaitu sebesar 9.742 puskesmas dari target yang telah
ditentukan pada tahun 2015 sebesar 9.719 puskesmas, capaia realisasi
terlihat meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata peningkatan jumlah
puskesmas yang menyelenggarakan Bantuan Operasional Kesehatan
per tahun sejak tahun 2011 sampai dengan 2014 adalah 200 puskesmas
per tahun.
Faktor Pendukung Keberhasilan
1) Ketersediaan Dana BOK cukup besar dan dapat melingkupi seluruh
puskesmas di seluruh Indonesia
2) Adanya pertemuan penguatan MDGs yang diselenggarakan di 9
propinsi fokus A, sehingga memacu peningkatan kualitas dan
cakupan program yang menggunakan dana Bantuan Operasional
Kesehatan.
t. Persentase realisasi administrasi dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak
49
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Capaian indikator realisasi dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya pada Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak pada tahun 2015 sebesar 73,63%, capaian ini tidak mencapai
target dari angka yang telah ditetapkan pada tahun 2015 yaitu 90%.
Angka capaian yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan ini
dikarenakan adanya efisiensi dan revisi anggaran sehingga pelaksanaan
kegiatan mundur dari waktu yang telah dijadwalkan.
Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan terutama dalam
dukungannya terhadap pencapaian target indikator meningkatnya
dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada
program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut:
Dukungan penyelenggaraan kegiatan perencanaan dan
penganggaran, dilakukan baik dalam level nasional ataupun
asistensi langsung ke satuan kerja penyelenggara program Gizi
dan KIA, dengan melakukan beberapa kegiatan diantaranya:
Rapat Koordinasi penyusunan Petunjuk Perencanaan Program
Gizi dan KIA tahun 2015-2016, Rapat Koordinasi teknis
Konsolidasi antar dan inter bagian, pendampingan teknis
perencanaan ke daerah dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Ditjen Bina Gizi dan KIA dan berbagai kegiatan lainnya yang
mendukung pencapaian indikator ini.
Konsolidasi laporan keuangan Ditjen Bina Gizi dan KIA,
peningkatan SDM pejabat Perbendaharaan, pengelolaan PNBP,
Monev dan Bimtek Keuangan serta penyelesaian tindak lanjut
LHP.
Menyelenggarakan evaluasi pelaporan dilakukan dengan
beberapa kegiatan diantaranya: supervisi terpadu program GIKIA,
penyusunan pedoman dan format pencatatan pelaporan program
Bina Gizi dan KIA secara terintegrasi.
Dukungan Peraturan Perundang-undangan, di tingkat Setditjen
Bina Gizi dan KIA seperti Permenkes, SK menkes ataupun
50
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Rancangan Peraturan Pemerintah ikut mendukung dalam
pelaksanaan program kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan
KIA.
Faktor penghambat keberhasilan capaian indikator ini yaitu:
1) Adanya pemblokiran beberapa kegiatan di awal tahun 2015
karena belum diuraikan peruntukannya.
2) Adanya penghematan dan pemanfaatan anggaran belanja
perjalanan dinas dan meeting/konsinyering
Kementerian/Lembaga. Pemanfaatan efisiensi perjalanan dinas
ini kemudian digunakan untuk kegiatan refocusing yang DIPA-nya
baru disahkan pada bulan Agustus 2015.
3) Adanya kebijakan mengenai larangan melakukan pertemuan
konsinyering di hotel yang berimplikasi dengan postur RKAKL
yang sudah ditetapkan dan berpengaruh pada pelaksanaan
kegiatan.
4) Adanya usulan penghapusan catatan halaman IV DIPA lingkup
Setditjen Bina Gizi dan KIA.
5) Kegiatan BOK untuk manajemen BOK tidak terealisasi, karena
kegiatan tersebut masih dalam bentuk paket (1 PT) belum
diuraikan, karena kegiatan manajemen sudah dialokasikan pada
dukungan manajemen.
6) Adanya prioritas dalam penyelenggaraan kegiatan sehingga
beberapa kegiatan tidak terealisasi karena keterbatasan waktu.
A. Realisasi Anggaran
1. Realisasi Anggaran
Sumberdaya anggaran merupakan unsur utama selain SDM
dalam menunjang pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan
sangat berpengaruh terhadap penentuan arah kebijakan dan
pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan upaya pembangunan
dibidang gizi dan kesehatan ibu dan anak. Lebih terperinci alokasi dan
realisasi anggaran dapat dilihat pada tabel berikut.
51
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
Tabel 10 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA tahun 2015
menurut jenis anggaran
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %
1 Dekonsentrasi 465.38.627.000 303.251.363.046 65,16
2 Tugas
Pembantuan
1.380.467.771.000 1.354.055.978.464 98,11
3 Kantor Pusat 855.595.374.000 665.260.357.305 77,75
4 Kantor Daerah 16.016.926.000 14.742.714.591 92,04
TOTAL 2.717.469.698.000 2.337.613.736.406 86,02
Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait
akuntabilitas dana dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan
kepada gubernur sebagai kepala daerah tingkat I. Oleh karenanya
pembiayaan melalui dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi
tanggungjawab dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada
gubernur dan bupati/wali kota. Sehingga dalam pertanggungjawaban
akuntabilitas menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan
peraturan perundangan.
Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa realisasi anggaran dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi kantor pusat tergolong rendah (≤ 80%).
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan
Komplementer merupakan direktorat dengan serapan terendah (<50%)
yaitu sebesar 40,26%, sedangkan serapan anggaran tertinggi yaitu
Direktorat Bina Gizi sebesar 91,26%. Anggaran di setiap direktorat
lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA, adalah sebagai berikut:
Tabel 11 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA lokasi kantor
pusat menurut satuan kerja tahun 2015
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %
1 Setditjen Bina Gizi dan
KIA
184.009.625.000 135.490.726.074 73,63
2 Direktorat Bina Gizi 394.232.275.000 359.763.589.692 91,26
3 Direktorat Bina
Kesehatan Ibu
69.300.950.000 62.536.782.677 90,24
4 Direktorat Bina
Kesehatan Anak
121.017.768.000 59.827.194.037 49,44
5 Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan
30.374.519.000 12.227.651.827 40,26
52
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %
Tradisional, Alternatif
dan Komplementer
6 Direktorat Bina
Kesehatan Kerja dan
Olahraga
56.660.237.000 35.414.412.998 62,50
Total 855.595.374.000 665.260.357.305 77,75
Selain sumberdaya anggaran di kantor pusat, Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA juga didukung sumberdaya anggaran yamng berada di
kantor daerah yaitu pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari:
a) BKTM Makassar, b) LKTM Palembang dan BKOM Bandung. Secara
umum serapan anggaran pada kantor daerah sebesar 92,04%, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 12 Realisasi anggaran program bina gizi dan KIA menurut
lokasi satuan kerja kantor daerah tahun 2015
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %
1 BKTM MAKASAR 5.925.089.000 5.498.345.882 92,80
2 LKTM PALEMBANG 4.439.622.000 4.034.228.776 90,87
3 BKOM BANDUNG 5.652.215.000 5.210.139.933 92,18
Total 16.016.926.000 14.742.714.591 92,04
2. Analisis Capaian Indikator terhadap Serapan Anggaran
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
Total anggaran kegiatan pembinaan kesehatan ibu dan
reproduksi tahun 2015 pada awal tahun berjumlah Rp
252.100.000.000,-yang terdiri dari :
a) Anggaran kantor pusat Direktorat Bina Kesehatan Ibu dan
Reproduksi Rp 66.565.198.000,-
b) Anggaran dekonsentrasi pembinaan kesehatan ibu dan
reproduksi Rp 185.534.802.000,-.
Pada bulan Agustus 2015, dilakukan efisiensi anggaran,
sehingga anggaran yang semula berjumlah Rp
252.100.000.000,- menjadi Rp 191.717.755.000,-, yang terdiri
dari:
53
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
a) Anggaran kantor pusat Direktorat Bina Kesehatan Ibu dan
Reproduksi Rp 61.201.557.000,-
b) Anggaran dekonsentrasi pembinaan kesehatan ibu dan
reproduksi Rp 134.365.098.000,-
Anggaran kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi di Direktorat Bina Kesehatan Ibu tersebut mengalami
peningkatan anggaran tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp
97.717.755.000’-
Pada tahun 2015, Direktorat Bina Kesehatan Ibu dapat
melakukan realisasi/penyerapan anggaran sebesar 88,97%
untuk anggaran kantor pusat dan 64,87% untuk anggaran
dekonsentrasi, sehingga rata-rata realisasi adalah 72%. Untuk
anggaran di kantor pusat, angka realisasi menunjukkan
penurunan bila dibandingkan realisasi pada tahun anggaran
2014 (95,03%) dengan pagu anggaran yang lebih banyak
daripada tahun anggaran sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena adanya kegiatan yang tidak dapat direalisasikan karena
terkendala waktu pelaksanaan yang membutuhkan waktu hingga
9 bulan yaitu kegiatan Pendampingan Ibu Hamil. Kegiatan
tersebut tidak dapat direalisasikan karena awalnya dilakukan
pemblokiran dan baru diperbolehkan dilaksanakan pada bulan
September 2015. Selain itu, adanya efisiensi anggaran terkait
perjalanan dinas serta edaran tentang pelaksanaan kegiatan
yang boleh dan tidak dilaksanakan di hotel turut berperan dalam
rendahnya realisasi anggaran.
Sementara itu untuk realisasi anggaran dekonsentrasi
pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi yang
dikelola oleh satker di dinas kesehatan provinsi, terjadi
penurunan realisasi pada tahun 2015 (64,87%) dibandingkan
tahun 2014 (70,88%). Penurunan realisasi dana dekonsentrasi
ini disebabkan antara lain adanya keterlambatan pembentukan
penanggung jawab satker di beberapa dinas kesehatan provinsi,
tidak jelasnya informasi tentang pelaksanaan kegiatan yang
boleh dilaksanakan di hotel atau Bapelkes dan efisiensi
anggaran untuk perjalanan dinas sehingga peruntukkannya tidak
sesuai lagi dengan perencanaan awal.
b. Persentase ibu hamil KEK
Bumil KEK merupakan salahg satu indikator outcome, dimana
nilai cakupan tidak bisa diperoleh setiap tiga bulan (triwulan),
akan tetapi cakupannya dinilai dalam tahunan. Data dasar
54
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
(baseline) menggunakan data Riskesdas tahun 2013, yaitu
sebesar 24,2%. Berdasarkan definisi operasional, perhitungan
cakupan ibu hamil KEK adalah jumlah ibu hamil KEK
dibandingkan jumlah ibu hamil yang diukur lingkar lengan atas
(LILA). Data serapan anggaran sebesar 91,26%
menggambarkan bahwa penggunan anggaran efisien karena
target indikator penurunan angka ibu hamil KEK tercapai. Bumil
KEK merupakan indikator negatif yaitu diharapkan terjadinya
penurunan angka bumil KEK dari tahun ke tahun. Untuk itu
dibutuhkan sistem informasi untuk mendapatkan pencatatan dan
pelaporan persentase bumil KEK, karena dibutuhkan sumber
data yang akurat dan valid.
55
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI & KIA – TAHUN 2015
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kinerja Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA terdiri atas dua indikator, yaitu:
1. Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan
capaian 78,43% dari target 75%.
2. Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan
capaian sebesar 13,2% dari target 24,2%.
B. Rekomendasi
Untuk meningkatkan dan mempertahankan Indikator Kinerja
Utama (IKU) diatas, perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Konseling dalam kelas ibu;
2. Penyediaan rumah tunggu kelahiran;
3. Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K);
4. Dukungan program jampersal;
5. Meningkatkan cakupan ibu hamil KEK;
6. Validasi data ibu hamil yang membutuhkan PMT;
7. Penyuluhan gizi di kelas Ibu;
8. Penyediaan PMT dan TTD bumil sesuai jumlah sasaran.
top related