landasan teori program pembangunan nasional akan …
Post on 19-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
1. PENDAHULUAN
Program pembangunan nasional akan memasuki era industrialisasi
yang ditandai dengan makin meningkatnya pertumbuhan industri yang
mempergunakan proses dan teknologi yang makin canggih, termasuk di
dalamnya industri konstruksi. Sehingga perlu diimbangi dengan peningkatan
kualitas tenaga kerja serta penerapan upaya keselamatan kerja yang baik dan
benar.
Dalam pidato sambutannya pada pembukaan Konvensi Nasional K3
tahun 1995 mantan presiden Soeharto mengatakan bahwa sumber daya
manusia yang berkualitas mutlak diperlukan untuk mempercepat proses
industrialisasi. Oleh karena itu keselamatan kerja dan kesehatan tenaga kerja
harus dilindungi agar supaya proses produksi dapat berjalan tanpa mengalami
gangguan dan kecelakaan kerja..
Partisipasi pengusaha konstruksi dalam melaksanakan keselamatan
kerja di tempat kerjanya perlu didorong atas dasar kesadaran yang tinggi
terhadap manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan K3. Dorongan dan motivasi
kepada perusahaan konstruksi berupa penghargaan kepada manajemen
perusahaan yang telah berhasil dalam melaksanakan program K3 sehingga
angka kecelakaan kerja nihil pada kurun waktu tertentu dapat tercapai.
Industri konstruksi merupakan bidang usaha yang memiliki resiko
potensi bahaya kecelakaan kerja yang tinggi dan terutama pada konstruksi
bangunan tinggi. Hal ini disebabkan karena karakteristik industri konstruksi
yang unik dan kompleks, yaitu lokasi kerjanya berada di tempat terbuka dan
dipengaruhi cuaca yang dapat mempengaruhi kondisi fisik para pekerja secara
langsung, pekerjaan yang bersifat dinamis, jangka waktu pekerjaan yang
terbatas, pendidikan pekerja yang kurang memadai, dan pekerjaan lebih banyak
bersifat fisik yang melelahkan (Suradji, 1995).
Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan cara mengatasi semua faktor-
faktor penyebab kecelakaan kerja yang ada. Hal ini sesuai dengan teori
Multiple Causation (Ridley, 1986).
Penyebabkecelakaan a
Penyebabkecelakaan b
Penyebabkecelakaan c
Kecelakaan kerja
Gambar 2. Teori Multiple Causation
Dari gambar 2 terlihat ada beberapa faktor penyebab dari kecelakaan
kerja. Faktor penyebab kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi bangunan
tinggi yang paling berpengaruh yaitu faktor manusia, faktor lingkungan dan
alat kerja serta faktor peralatan keselamatan kerja (DeReamer, 1980). Dengan
mengatasi ketiga faktor tersebut diharapkan jumlah angka kecelakaan kerja
dapat ditekan seminimal mungkin dan pada akhirnya jumlah angka kecelakaan
kerja nihil dapat tercapai.
Manajemen keselamatan kerja berfungsi untuk mengontrol faktor-
faktor penyebab kecelakaan kerja, melalui program keselamatan kerja {safety
program). Manajemen diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan
suatu pekerjaan melalui orang lain dan dituntut kemauan dari para pelaksana
proyek konstruksi untuk melaksanakan program keselamatan kerja {safety
program) tersebut dengan baik (Rakhidin, 1995). Tujuan utama dari program
keselamatan kerja {safety program) adalah untuk menyediakan tempat dan
kondisi kerja yang aman bagi seluruh pekerja di lokasi proyek konstruksi dan
seluruh aktivitas kerjanya (Hinze, 1997).
2. PROGRAM KECELAKAAN KERJA NIHIL PADA PROYEK
KONSTRUKSI BANGUNAN TINGGI
2.1. Definisi Program Kecelakaan Kerja Nihil
Yang dimaksud dengan kecelakaan kerja dalam Program
Kecelakaan Kerja Nihil adalah kecelakaan kerja yang menyebabkan
seorang pekerja atau lebih mengalami gangguan akibat kerja, sehingga
tidak dapat melaksanakan/melanjutkan pekerjaannya dalam waktu lebih
dari 2 hari kerja. (Ketentuan Depnaker RI sebagai kriteria dalam
menentukan pemberian Penghargaan Kecelakaan Kerja Nihil).
Penghargaan Kecelakaan Kerja Nihil pada proyek konstruksi
adalah tanda penghargaan K3 yang diberikan pemerintah kepada
manajemen perusahaan konstruksi yang telah berhasil dalam
melaksanakan program K3 yang dapat mencapai angka kecelakaan kerja
nihil. Penghargaan kecelakaan kerja nihil diberikan dalam bentuk piagam
dan plakat yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga
Kerja. Penghargaan kecelakaan kerja nihil diberikan kepada perusahaan
kontraktor konstruksi bangunan tinggi dengan ketentuan sebagai berikut
(Ketentuan Depnaker RI sebagai kriteria dalam menentukan pemberian
Penghargaan Kecelakaan Kerja Nihil):
a. Bagi perusahaan konstruksi besar, dengan jumlah tenaga kerja lebih
dari 1000 orang, tidak terjadi kecelakaan kerja berturut-turut selama 3
tahun kerja atau telah mencapai 6 juta jam kerja.
b. Bagi perusahaan konstruksi menengah, dengan jumlah tenaga kerja
501 orang sampai dengan 1000 orang, tidak terjadi kecelakaan kerja
berturut-turut selama 3 tahun kerja atau telah mencapai 3 juta jam
kerja.
c. Bagi perusahaan konstruksi sedang, dengan jumlah tenaga kerja 101
orang sampai dengan 500 orang, tidak terjadi kecelakaan kerja
berturut-turut selama 3 tahun kerja atau telah mencapai 600.000 jam
kerja.
d. Bagi perusahaan konstruksi kecil, dengan jumlah tenaga kerja 25
orang sampai dengan 100 orang, tidak terjadi kecelakaan kerja
berturut-turut selama 3 tahun kerja atau telah mencapai 150.000 jam
kerja.
2.2. Pentingnya Program Kecelakaan Kerja Nihil
Program Kecelakaan Kerja Nihil juga mempunyai fungsi
strategis dalam mencegah akibat-akibat yang tidak diinginkan dalam
pelaksanaan pembangunan. Selain itxi yang paling penting yaitu
berpengaruh pada penurunan nama baik dan citra/kredibilitas perusahaan.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian baik bagi tenaga
kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat, yang dapat berupa korban
jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan serta hilangnya
kesempatan kerja dan berusaha, karena itu perlu dilakukan upaya untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja secara maksimal.
Melalui kampanye nasional keselamatan dan kesehatan kerja, pemerintah
berusaha memberikan motivasi dan dorongan untuk meningkatkan
kesadaran pengusaha dan tenaga kerja dalam melaksanakan keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerjanya masing-masing.
Dengan tidak adanya kerugian akibat kecelakaan kerja berarti
akan tercapai efisiensi dan produktivitas perusahaan yang akan
membawa keuntungan bagi tenaga kerja dan perusahaan.
2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kampanye Nasional Keselamatan dan Kesehatan kerja atau K3
dicanangkan oleh pemerintah sejak 12 Januari 1984. Dengan K3
diharapkan penanganan tentang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
dapat lebih tercapai. Oleh karena itu kesadaran pengusaha dan tenaga
kerja dalam melaksanakan K3 akan sangat membantu dalam mencegah
10
dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja termasuk kebakaran,
peledakan, dan penyakit akibat kerja. Peningkatan pelaksanaan K3 di
tempat kerja diharapkan dapat membantu tercapainya efisiensi dan
produktivitas kerja yang sangat penting artinya bagi masyarakat yang
sedang membangun menuju era globalisasi.
Defmisi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
upaya perlindungan dari pemerintah yang ditujukan agar tenaga kerja dan
orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu berada dalam keadaan
selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi digunakan secara
aman dan efisien. Tujuan K3 adalah mewujudkan masyarakat dan
lingkungan kerja yang aman, sehat, sejahtera sehingga akan tercapai:
a. Suasana dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman.
b. Tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial dan bebas kecelakaan.
c. Peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat tenaga kerja.
Untuk menjamin pelaksanaan K3 pada proyek konstruksi
bangunan tinggi, maka pemerintah mendasarkan dan mengeluarkan
undang-undang dan peraturan yang mewajibkan para kontraktor untuk
menyediakan lapangan kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan
kesehatan kerja bagi para pekerja di lokasi proyeknya (Lampiran 2).
Selain undang-undang dan peraturan tersebut syarat lain demi
berhasilnya upaya pelaksanaan K3 pada proyek konstruksi bangunan
11
tinggi adalah adanya dukungan dan komitmen dari eksekutif puncak
beserta manajer yang berada di bawahnya. Peran manajer tersebut sangat
penting, karena wewenangnya untuk mengkoordinir dan mengawasi
seluruh kegiatan yang ada di bawahnya. Ini memberi tanda kepada para
pekerja bahwa pihak manajemen betul-betul menaruh perhatian terhadap
masalah K3. Salah satu tugas utama manajemen perusahaan dalam upaya
pelaksanaan K3 ini adalah menyediakan dan memelihara lingkungan
kerja yang akomodatif untuk pelaksanaan K3, kondisi kerja, imbalan,
peraturan-peraturan, hubungan antara manusia dan pengakuan terhadap
prestasi kerja (Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1984).
Upaya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di lokasi
kerja adalah dengan meningkatkan program kampanye menjadi Gerakan
Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
pelaksanaannya menjadi tanggung-jawab semua pihak yang terkait.
2.4. Gerakan Nasional K3
Tujuan dari Gerakan Nasional K3 adalah meningkatkan
kesadaran, pemahaman penerapan nilai-nilai K3 dalam bekerja dalam
kehidupan sehari-hari untuk membudayakan norma sehat serta selamat
serta bahagia dalam bekerja. Sasaran yang ingin dicapai dalam Gerakan
Nasional K3 adalah (Keputusan Menteri Tenaga kerja, No.
13/MEN/1984):
12
a. Untuk masyarakat umum
Sasaran yang ingin dicapai adalah menambah pengetahuan,
pengertian, kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia baik di
dalam atau di luar tempat kerja, bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja merupakan suatu kebutuhan yang hams dipenuhi untuk
mencapai taraf kehidupan yang lebih baik sebagai salah satu ciri
masyarakat yang maju.
b. Untuk masyarakat khusus
Sasaran yang ingin dicapai masyarakat khusus adalah
bertumbuh dan berkembangnya rasa tanggung jawab dan komitmen
para penentu kebijaksanaan, para manajer dan karyawan di
perusahaan, agar dengan sadar menerapkan semua ketentuan
keselamatan dan kesehatan kerja guna mewujudkan lingkungan kerja
yang aman, nyaman, sehat dan manusiawi. Para manajer perusahaan
melaksanakan semua tugas yang dilimpahkan oleh penentu
kebijaksanaan perusahaan kepadanya dengan selalu mengutamakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Tenaga kerja mempunyai
komitmen melaksanakan semua ketentuan K3 yang ditetapkan oleh
para manajer dengan sikap patuh dan bertanggung-jawab.
Program umum dalam pelaksanaan gerakan nasional K3 adalah :
a. Program penerangan dan penyuluhan K3.
b. Program penerapan peraturan perundang-undangan tentang K3.
c. Program monitoring, evaluasi dan pengawasan K3.
13
Untuk lebih memberikan motivasi kepada perusahaan dalam
melaksanakan gerakan nasional K3, maka perlu diberikan penghargaan
kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil dalam melaksanakan
program K3 yaitu mencapai angka kecelakaan kerja nihil pada kurun
waktu tertentu.
2.5. Pencegahan Kecelakaan Kerja Bidang Konstruksi Di Amerika Serikat
(OSHA)
Sejalan dengan perkembangan industri, maka pemerintah
Amerika Serikat semakin memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya,
demikian juga mengenai keselamatan mereka. Hal ini ditandai dengan
dikeluarkannya peraturan yang terus disempumakan untuk memberikan
perlindungan kepada para pekerja terhadap kecelakaan kerja di semua
sektor industri baik itu darat, laut dan udara, sehingga para pekerja dapat
melaksanakan pekerjaan mereka dengan perasaan aman tanpa harus
merasa cemas mengalami kerugian besar akibat kecelakaan kerja yang
mungkin akan menimpa mereka.
Untuk menciptakan suasana kerja yang lebih aman bagi para
pekerja Amerika Serikat, maka pada 29 Desember 1970 kongres
mengeluarkan Occupational Safety and Health Act (OSH Act) atau yang
biasa disebut juga Williams-Steiger Act. Ketika OSH Act dikeluarkan,
dibentuk pula tiga badan yang berbeda yang menangani masalah
keselamatan kerja ini, yaitu Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), National Institute for Occupational Safety and
14
Health (NIOSH), dan Occupational Safety and Health Review
Commission (OSHRC). Dari ketiganya, OSHA adalah yang paling
berpengaruh. OSHA bertanggung-jawab untuk mengumumkan peraturan
baru dan untuk mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut di tempat
kerja. Pelaksanaan peraturan-peraturan OSH Act di tempat kerja
diterapkan dengan melakukan pengawasan di tempat kerja yang
dilakukan oleh pegawai pelaksana OSHA. OSHA juga berhubungan
dengan masalah pengumpulan data statistik pekerja yang mengalami luka
dan sakit yang diakibatkan oleh kondisi kerja, dimana data tersebut
selanjutnya dapat dianalisa untuk membantu mengidentifikasikan
sumber-sumber penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
untuk kemudian dicari langkah-langkah penanganannya.
Secara keseluruhan peraturan-peraturan OSHA berupa
bimbingan langsung untuk menciptakan suasana dan kondisi kerja yang
aman terhadap pekerja. Walaupun ada juga peraturan yang mengatur
mengenai tanggung-jawab pihak manajemen untuk menciptakan suasana
dan lingkungan kerja yang aman dan pelatihan pekerja.
Sedangkan NIOSH, merupakan bagian yang menangani masalah
penelitian, diantaranya melakukan berbagai penelitian tentang masalah
kesehatan dan keselamatan kerja, menyediakan bantuan teknis kepada
OSHA, dan memberikan rekomendasi kepada OSHA mengenai peraturan
baru tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Disamping itu NIOSH
juga berhubungan dengan beberapa kegiatan pelatihan pekerja. Tetapi
15
NIOSH lebih cenderung menekankan terhadap masalah-masalah yang
membahayakan kesehatan, seperti penanganan material berbahaya, dan
lain sebagainya.
OSHRC merupakan bagian yang menangani masalah yuridis,
yang meliputi penyelesaian sanggahan ketidakpuasan dan pihak-pihak
tertentu terhadap peraturan yang diberikan OSHA, pelanggaran-
pelanggaran, dan besarnya denda yang diberikan kepada para pelanggar.
Di dalam OSH Act pemberi kerja wajib menyediakan tempat
kerja, suasana kerja yang aman dan baik bagi para pekerjanya. Pemberi
kerja juga berkewajiban menginformasikan mengenai standart-standart
OSHA terhadap para pekerjanya. Mengenai material-material dan
pekerjaan yang berbahaya, pemberi kerja wajib memberitahukan kepada
para pekerja mengenai bahaya tersebut dan cara menanganinya.
Gambaran singkat mengenai bentuk pelanggaran dan dendanya
menurut OSHA terlihat dalam tabel 1. (Hinze, 1997). Disamping denda
juga memungkinkan dikenakannya hukuman kurungan.
Serius
Disengaja
Berulang
Kegagalan
Menyebabk
Sampai dengan $ 7,000
$ 5,000 sampai dengan $ 7,000
Sampai dengan $ 70,000
Sampai dengan $ 7,000 per-hari
Sampai dengan $ 10,000 dan atau
Tabel 1. Denda terhadap beberapa macam pelanggaran berdasarkan OSHA
16
Disamping itu pemerintah juga memberikan bantuan konsultasi
kepada para pelaksana di lokasi kerja dalam melaksanakan OSH Act.
Konsultasi ini bisa berupa permintaan saran atau pendapat agar
perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan kerja dengan baik
dan dapat melaksanakan pekerjaannya tanpa menimbulkan resiko
kecelakaan kerja. Para konsultan pemerintah tersebut juga dapat
membantu mengidentifikasi dan memperbaiki hal-hal yang
membahayakan dalam proses kerja. Mereka juga menawarkan bantuan
pelatihan dan pendidikan pekerja kepada para kontraktor. Bantuan
konsultasi ini tersedia tanpa dipungut bayaraii.
Khusus untuk industn konstruksi, OSHA membuat Safety and
Health Regulations for Construction, Part 1926 (lampiran 3).
3. PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN TINGGI
3.1. Jenis Pekerjaan Pada Proyek Konstruksi Bangunan Tinggi
Berdasarkan jenis pekerjaannya, tahapan pada proyek konstruksi
bangunan tinggi yang paling sering menimbulkan terjadinya kecelakaan
kerja secara garis besar terdiri dari (Illingworth, 1993):
a. Pekerjaan persiapan :
• Penataan site.
Jenis kecelakaan kerja yang paling sering terjadi pada jenis
pekerjaan ini diantaranya terbentur kendaraan proyek atau alat
17
berat, terjepit mesin di alat kerja, dan lain sebagainya. Penataan site
akan menentukan kelancaran tahapan pekerjaan selanjutnya, karena
pada tahapan ini penataan seluruh perlengkapan proyek konstruksi
termasuk bahan/material dan peralatan kerja seperti tower crane
direncanakan pada awalnya.
b. Struktur bangunan bawah :
• Pekerjaan galian.
• Pondasi.
• Tiang pancang.
• Pembuatan basement.
Jenis kecelakaan kerja yang paling sering terjadi pada jenis
pekerjaan ini diantaranya runtuhnya dinding galian yang
mengakibatkan pekerja di dalamnya tertimbun tanah, gas beracun
yang keluar dari dalam tanah, tertusuk benda tajam, kejatuhan
benda dan lain sebagainya.
c. Struktur bangunan atas :
• Pekerjaan beton.
- Pekerjaan kolom, balok dan plat : pembuatan bekisting,
penulangan dan pengecoran.
• Pekerjaan baja:
- Pekerjaan kolom, balok dan pekerjaan struktur atap.
d. Pekerjaan non-struktur:
• Pembuatan dinding/partisi.
18
• Pekerjaan atap.
• Finishing.
Jenis kecelakaan kerja yang paling sering terjadi pada jenis
pekerjaan ini diantaranya runtuhnya scaffolding, kejatuhan benda,
tertusuk benda tajam, tersengat listrik dan lain sebagainya.
3.2. Jenis Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Bangunan Tinggi
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak
direncanakan, tidak terkontrol dan tidak disukai. Dimana keadaan
tersebut dapat mengganggu fungsi-fungsi normal seseorang atau
sekelompok orang dalam bekerja yang mengakibatkan cedera atau
hampir cedera, kerusakan harta benda, gangguan lingkungan atau
kombinasinya (DeReamer, 1980).
Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan kecelakaan kerja
adalah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja/proyek konstruksi
bangunan tinggi dimana tenaga kerja bekerja. Sedangkan tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman, dan sefcelilingnya yang
merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Jenis-jenis kecelakaan kerja pada konstruksi bangunan tinggi
dikategorikan berdasarkan kemungkinan penyebabnya (Hinze, 1997 dan
Hendra, 1993), yaitu antara lain :
a. Terbentur (Struck By) :
Adalah suatu kejadian dimana pekerja terkena/tertabrak benda yang
bergerak atau terjatuh dari atas, kejadian berupa :
19
- Terbentur peralatan kerja, merupakan kecelakaan yang disebabkan
oleh peralatan yang bergerak pada kecepatan 8 km/jam atau lebih
(misalnya, tertabrak mobil pengangkut material).
- Kejatuhan benda/material dari atas (misalnya, kejatuhan paku).
- Terkena benda/material yang pada saat kejadian sedang bergerak
secara lateral atau melayang (misalnya, serbuk kayu masuk
kemata).
b. Membentur (Struck Against) :
Adalah suatu kejadian dimana pekerja menabrak/membentur benda
lain, kejadian berupa:
- Terkena benda tajam (misalnya, terkena paku)
- Terkena benda tumpul (misalnya, membentur baja profil yang
menjorok keluar)
c. Terperangkap (Caught In, On or Between) :
Adalah suatu kejadian dimana pekerja tidak dapat menggerakkan
dengan leluasa salah satu atau lebih anggota badannya, kejadian
berupa:
- Terperangkap dalam sesuatu, biasanya kejadian yang diakibatkan
oleh galian atau runtuhnya suatu galian (misalnya, terperosok ke
dalam galian pondasi)
- Terperangkap pada sesuatu (misalnya, baju pekerja tersangkut besi
menjorok)
20
- Terperangkap diantara sesuatu, biasanya pada peralatan berat atau
material ketika diangkut (misalnya, tangan pekerja masuk diantara
roda-roda gigi yang bergerak)
d. Jatuh (falls/person falling) :
Adalah suatu kejadian dimana pekerja terjatuh dari kondisinya
semula, kejadian berupa:
- Jatuh dari ketinggian berbeda, dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah (misalnya terjatuh dari tangga)
- Jatuh dari ketinggian yang sama (misalnya tergelincir, jatuh
tersandung)
e. Teisengat aliran listrik (Electrical Shock) :
Adalah suatu kejadian dimana pekerja bersentuhan dengan sesuatu
yang mengandung muatan listrik (misalnya tersengat aliran listrik dari
kabel listrik yang terkelupas atau terpapar).
f. Terbakar (Burnt) :
Adalah kejadian dimana bagian tubuh pekerja terkena api, percikan
bunga api atau bersentuhan dengan permukaan benda panas (misalnya
menyentuh besi yang baru dilas).
3.3. Sumber Bahaya Pada Proyek Konstruksi Bangunan Tinggi.
Pada proyek konstmksi, perhatian terhadap keselamatan kerja
tidak terfokus hanya kepada ienis kecelakaan kerja saja yang terjadi pada
proyek konstruksi. Hal lain yang perlu diperhatikan di lokasi proyek
konstruksi bangunan tinggi ialah sumber bahaya yang beresiko
21
menimbulkan kecelakaan kerja. Jadi sebelum proyek tersebut dimulai,
harus diidentifikasi terlebih dahulu dimana sumber bahaya yang
berpotensial menyebabkan kecelakaan kerja baik itu dari alat kerja atau
jenis pekerjaannya. Kecelakaan kerja yang paling sering mengakibatkan
luka/cedera serius terjadi pada (Hinze, 1997):
a. Scajfolding/perancah.
b. Crane, hoist dan lift.
c. Ereksi baja.
d. TanggsJ ladders.
e. Perkakas kerja tangan.
f. Lubang pada permukaan lantai.
g. Pekerjaan galian dan urugan.
h. Pekerjaan beton dan bata.
i. Pekerjaan pengelasan dan pemotongan baja.
j . Pekerjaan listrik/e/ec/r/ca/.
k. Kendaraan pengangkut barang.
Sebelum memulai pekerjaan, analisa sumber bahaya sudah harus
disiapkan. Kegiatan pada daerah sumber bahaya tersebut harus .sudah
diantisipasi sebelumnya pada tiap kegiatan kerjanya. Analisa ditujukan
pada tahapan pekerjaan itu sendiri, cara kerja yang berbahaya pada
tahapan ini, prosedur kerja dan pengawas keselamatan kerja untuk
menjaga resiko terjadinya kecelakaan kerja yang dapat terjadi kapan saja.
22
3.4. Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Bangunan Tinggi
Simmonds dan Grimaldi menyatakan bahwa 85 persen dari
semua kecelakaan kerja yang ada, faktor manusia adalah penyebab
utaraanya. Menurut mereka kecelakaan kerja tersebut bukan sebagai
penyebab. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi kecelakaan
merupakan akibat dari kegiatan yang tidak aman yang dilakukan oleh
pekerja.
Sedangkan penyebab kecelakaan kerja dapat ditinjau menjadi
tiga faktor yaitu:
a. Faktor manusia.
b. Faktor lingkungan dan alat kerja.
c. Faktor peralatan keselamatan kerja.
Pelaksanaan proyek yang aman harus memperhatikan ketiga
faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut saling berhubungan satu
dengan yang lain.
3.4.1. Faktor Manusia
Kecelakaan kerja dapat terjadi akibat pekerja (manusia) yang
berhubungan dengan pelaksanaan proyek konstruksi/lokasi
kerja, melakukan kesalahan atau cenderung menimbulkan
kesalahan. Hal tersebut di atas dapat terdiri <lari:
- Pembawaan dari pekerja, merupakan faktor penyebab
kecelakaan kerja yang utama berdasarkan teori Accident-
23
Proneness. Hal ini berdasar penelitian yang menunjukkan
bahwa ketika beberapa orang ditempatkan dalam kondisi
keija yang sama, beberapa orang tertentu akan mempunyai
kecendeningan yang lebih besar untuk mengalami kecelakaan
kerja. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa orang tertentu
mempunyai perilaku/pembawaan tersendiri yang cenderung
membuatnya mengalami kecelakaan kerja (Hinze, 1997).
Persoalan pribadi pekerja, merupakan pengaruh yang
diakibatkan pada saat bekerja seorang pekerja sedang
mengalami persoalan yang memberatkan pikirannya,
biasanya merupakan persoalan keluarga. Hal ini berdasar
pada teori Adjustment-Stress yang dikemukakan oleh Kerr
pada tahun 1957, yang mengatakan bahwa tekanan yang tidak
biasa, bersifat negatif dan tekanan yang
membingungkan/memberatkan akan membuat pekerja lebih
cenderung mengalami kecelakaan kerja * atau tindakan
berkualitas rendah lainnya (Hinze, 1997).
Perasaan bebas dalam melaksanakan pekerjaan (tidak ada
tekanan/target kerja), berdasarkan teori The Goals-Freedom-
Alertness, pihak manajemen harus memberikan kebebasan
kepada pekerja dalam usahanya mencapai tujuan dari
pekerjaan dengan tidak membebani dengan target-target yang
memberatkan. Hasilnya adalah bahwa pekerja akan lebih
24
memfokuskan kerjanya yang mengarah pada tujuan kerja.
Dengan kata lain, pekerja yang mengerti apa yang hams
dikerjakan akan lebih terfokus pada langkah-langkah kerja
yang harus dilaksanakannya dan akan lebih aman proses
kerjanya (Hinze, 1997).
Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja para pekerja tidak
memberikan jaminan terhadap resiko kecelakaan kerja yang
lebih kecil,~karena resiko terjadinya kecelakaan kerja sangat
tergantung akan pengertian pekerja tersebut terhadap
pemahaman cara bekerja yang aman (peralatan kerja dan
keselamatan kerja, prosedur pekerjaan, dsb) (Hinze, 1997).
Lingkaran bioritmik fisik pekerja, berdasarkan hasil analisa
statistik dari data yang didapat dari Department of Labor and
Industries of the State of Washington diperoleh gambaran
bahwa kejadian kecelakaan kerja tidak selalu acak, melainkan
mengikuti pola pada jam-jam tertentu dari hari-hari tertentu
dalam satu minggu (lihat lampiran 4, 5 dan 6) (Hinze, 1997).
Keletihan fisik para pekerja yang dapat menyebabkan
konsentrasi para pekerja terganggu, sehingga cenderung
untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti lingkungan tempat bekerja berada di tempat terbuka
yang dipengaruhi cuaca dan pergantian jam kerja yang tidak
25
teratur (bila proyek berlangsung secara terus menerus)
(Hinze, 1997).
Keselamatan kerja serta masalah efek yang tidak diinginkan dari
penggunaan teknologi dalam pelaksanaan proyek sangat
tergantung pada faktor manusia. Atas dasar inilah keselamatan
pekerja harus dikembangkan pada seluruh kehidupan tenaga kerja
guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
3.4.2. Faktor Lingkungan dan Alat Kerja
Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam mencegah
kecelakaan kerja, terutama yang disebabkan oleh :
- Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya suara bising
yang berlebihan yang berakibat dapat mengganggu konsentrasi
pekerja dalam bekerja.
- Debu (debu silika dan debu asbestos) dan material beracun,
mengganggu kesehatan kerja yang berakibat penurunan pada
efektivitas kerja.
- Cuaca (panas, hujan), dimana kondisi panas yang berlebihan
akan mengakibatkan pekerja mengalami kelelahan fisik dini
dan kondisi hujan akan mengakibatkan kecelakaan untuk lebih
sering terjadi karena lokasi kerja menjadi licin.
- Pada kondisi tertentu tempat kerja konstruksi cenderung
beresiko menimbulkan kecelakaan kerja yang tinggi, karena
lokasi kerja proyek yang berbahaya.
26
- Kondisi kerja yang tidak aman, misalnya bekerja dekat atau
bekerja bersama alat berat atau peralatan kerja yang bergerak
{crane, excavator dan lain sebagainya).
3.4.3. Faktor Peralatan Keselamatan Kerja
Peralatan keselamatan kerja berfungsi untuk mencegah dan
melindungi pekerja dari kemungkinan mendapatkan kecelakaan
kerja. Peralatan keselamatan kerja tersebut sangat bervariasi jenis
dan macamnya, tergantung dari aktivitas apa yang di lakukan oleh
pekerja (Douglas, 1975). Macam-macam dan jenis peralatan
keselamatan kerja tersebut dapat berupa (Anton, 1989;
DeReamer, 1980; Douglas, 1975):
a. Helm pengaman (safety helmet)
Wajib dikenakan oleh semua orang yang berada di 4okasi
proyek konstruksi. Hehn yang digunakan hams helm khusus
untuk proyek konstruksi.
b. Sepatu (safety shoes)
Sepatu.harus dikenakan oleh semua orang yang berada di
lokasi proyek konstruksi. Sebaiknya sepatu tersebut
mempunya lapisan besi pada bagian depan yang menutup jari-
jari kaki tertutama bila akan mengangkat benda-benda yang
berat.
27
c. Pelindung mata {eye protection)
Pelindung mata bermacam jenis dan bentuknya tergantung
pada pekerjaan apa yang dilakukan. Diantaranya terdiri dari :
- Welders' goggles digunakan oleh pekerja yang melakukan
pekerjaan pengelasan a|au saat memotong besi dengan cara
membakar.
- Full face shields digunakan oleh pekerja yang akan
menggerinda atau menggunakan material cair yang panas.
- Coverall goggles digunakan oleh pekerja yang akan
melakukan penggergajian atau yang melakukan pengeboran
dengan lokasi di atas kepala.
- Leather mask dust goggles digunakan oleh pekerja yang
melakukan pekerjaan di lokasi yang berdebu misalnya di
lokasi pembuatan adonan semen atau tempat pengecoran
semen.
d. Pelindung telinga (ear plugs)
Digunakan saat pekerja menggunakan alat kerja atau di lokasi
kerja yang menimbulkan suara bising.
e. Pelindung muka dan leher {face shields and neck protection)
Digunakaan saat mengaspal, bekerja dengan cairan kimia,
menggunakan gergaji mesin dan mengelas.
28
f. Pelindung tangan {safety gloves)
Digunakaan saat merakit tulangan besi beton, mengangkat
benda tajam dan pekerjaan yang menggunakan alat bantu yang
berbahaya bagi tangan seperti mengelas, mengebor dan
pembongkaran beton.
g. Pelindung pernafasan {Respiratory Protection)
Digunakan bila lokasi proyek yang dikerjakan di bawah tanah,
bekerja di lokasi kerja yang menggunakan bahan kimia
berbahaya sehingga gas beracun yang timbul tidak langsung
terhirup oleh pekerja dan untuk melindungi supaya tidak
menghirup serbuk kayu.
h. Sabuk pengaman {safety belts)
Digunakan bila bekerja pada lokasi yang berada di ketinggian
dimana tidak ada pengamanan. Seperti pekerjaan memasang
atap, memasang perancah dan lain sebagainya. Sabuk
pengaman harus dikaitkan sedekat mungkin dengan obyek
yang tidak dapat bergerak.
i. Jaring pengaman {safety net)
Jaring pengaman digunakan untuk mencegah material jatuh
secara langsung ke bawah. Safety net ini berbentuk seperti
jaring-jaring yang terletak secara horisontal maupun vertikal.
29
j . Penutup lubang {hole cover)
Semua lubang pada proyek konstruksi harus ditutup. Dan
peletakannya harus sedemikian rupa agar pekerja tidak mudah
tergelincir ke dalam lubang. Selain itu harus diberi
tanda/rambu peringatan.
k. Rambu-rambu peringatan.
Diletakkan pada daerah berbahaya yang rawan terhadap
terjadinya kecelakaan kerja,dengan tujuan untuk mengingatkan
kepada para pekerja proyek konstruksi agar tetap hati-hati dan
waspada dalam be kerja dan juga untuk mengingatkan agar
selalu menggunakan peralatan keselamatan kerja {helmet,
safety shoes dan lain sebagainya).
1. Pemadam api (fire estinguisher).
Harus tersedia pada tiap proyek konstruksi terutama pada
proyek yang menggunakan bahan peledak. Dengan tujuan jika
terjadi ledakan dan kemudian mengakibatkan kebakaran, dapat
langsung diatasi atau setidaknya dapat menghambat
menjalarnya api yang dapat berakibat kebakaran yang lebih
besar.
Yang terpenting dari semuanya itu adalah kualitas dari
bahan peralatan keselamatan kerja tersebut. Sebab kualitas bahan
peralatan keselamatan kerja yang buruk akan sia-sia dan tidak
30
akan berfungsi sebagaimana mestinya (peraturan MENAKER,
1980)
3.5. Dampak Kecelakaan Kerj a Pada Konstruksi Bangunan Tinggi
Proyek konstruksi bangunan tinggi adalah jenis pekerjaan padat
karya, dimana pekerjaan ini membutuhkan dan berhubungan dengan
tenaga kerja dalam jumlah yang besar, sehingga mempunyai
kemungkinan kecelakaan kerja yang besar pula. Dalam proyek konstruksi
bangunan tinggi, manajemen proyek dikatakan berhasil apabila proyek
dapat diselesaikan sesuai dengan spesifikasi, pada waktu atau sebelum
batas waktu, dan sesuai dengan biaya yang dianggarkan semula dan
keselamatan kerja terjamin dengan baik (angka kecelakaan kerja tercatat
nihil).
Kecelakaan kerja yang terjadi di proyek konstruksi sangat
merugikan seluruh aktivitas dan pelaku/pelaksana di proyek konstruksi,
diantaranya:
a. Dari segi tenaga kerja, kecelakaan kerja yang terjadi di proyek
konstruksi sangat merugikan pekerja yang menjadi korban kecelakaan
seperti rasa sakit, cacat pada anggota tubuh dan bahkan kematian.
b Dari segi aktivitas proyek, kecelakaan kerja yang terjadi juga dapat
mempengaruhi kelancaran proyek, hal ini disebabkan karena suatu
kecelakaan kerja akan membuat pekerja yang lain menonton atau
menghentikan pekerjaannya untuk melihat dan kemudian pada waktu
mereka kembali bekerja akan merasa cemas sehingga akan menjadi
31
beban pikiran dan menjadi gangguan dalam kelancaran kerja. Suatu
kecelakaan kerja dalam suatu proyek konstruksi juga dapat berakibat
pada keterlambatan penyelesaian proyek atau bahkan penghentian
proyek, dan membengkaknya biaya penyelesaian proyek.
c. Ditinjau dari segi waktu maupun pengeluaran biaya tambahan dan
penundaan pelaksanaan proyek, dampaknya akan sangat dirasakan
oleh kontraktor yang bersangkutan. Biaya tambahan ini diluar biaya
pertanggungan asuransi kecelakaan kerja, dimana biaya ini merupakan
biaya akibat dari kecelakaan kerja dan biaya akibat tertundanya
aktivitas proyek yang disebabkan oleh kecelakaan kerja tersebut.
Biaya-biaya tersebut berupa biaya langsung (insured cost) dan biaya
tidak langsung (uninsured cost) (DeReamer, 1980).
Biaya-biaya langsung meliputi:
a. Biaya perawatan medis, pengobatan dan rumah sakit.
b. Biaya kompensasi pekerja yang mengalami kecelakaan berupa
santunan untuk pekerja yang menderita cacat atau santunan kematian.
Biaya-biaya tidak langsung meliputi:
a. Biaya untuk transportasi, mengangkut korban kecelakaan kerja ke
rumah sakit.
b. Biaya untuk mengganti peralatan dan material yang rusak.
c. Biaya tambahan karena pekerjaan yang terhenti.
32
d. Biaya yang timbul karena waktu yang terbuang untuk mencari pekerja
pengganti, membersihkan lokasi kecelakaan, dan untuk memberikan
pertolongan.
e. Biaya untuk gaji yang dibayarkan kepada pekerja yang terluka,
walaupun mereka tidak bekerja.
f. Biaya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian proyek
akibat kecelakaan kerja tersebut dan biaya untuk menjadwal ulang
rencana kerja.
g. Kehilangan efisiensi dari kelompok kerja.
Pengaruh-pengaruh lain yang juga timbul sebagai dampak dari
kecelakaan kerja adalah:
a. Penurunan nama baik/kredibilitas perusahaan, merupakan faktor yang
tak ternilai, yang dapat berakibat pada pelaksanaan proyek dimasa
yang akan datang (bisa berupa sulit mendapatkan proyek baru dan
tingginya premi asuransi kecelakaan kerja).
b. Sidang pengadilan, dimana membutuhkan waktu dan biaya yang
besar.
c. Dapat juga berupa penurunan kualitas pekerjaan dan penurunan
produktivitas pekerja.
d. Biaya untuk pengawas kecelakaan kerja yang didatangkan khusus
sebagai akibat dari kecelakaan kerja, yaitu untuk menganalisa
penyebab kecelakaan kerja yang terjadi.
33
Oleh karena itu jelaslah bahwa kecelakaan kerja sangat
berpengamh terhadap biaya, waktu dan performa dari pelaksanaan dan
penyelesaian suatu proyek konstruksi bangunan tinggi.
4. MANAJEMEN KESELAMATAN KERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI
BANGUNAN TINGGI
4.1. Program Keselamatan Kerja Pada Proyek Konstruksi Bangunan Tinggi.
Program keselamatan kerja harus dapat diterapkan dan
dilaksanakan oleh seluruh pelaksana proyek konstruksi atau yang terlibat
dalam proyek konstruksi. Manajemen keselamatan kerja yang terdiri dari
(Ridley, 1986 dan DeReamer 1980):
4.1.1. Peralatan Keselamatan Kerja.
Dalam proyek konstruksi pihak kontraktor berkewajiban untuk
menyediakan peralatan keselamatan kerja bagi seluruh pekerja di
setiap proyek konstruksinya. Peralatan keselamatan kerja terdiri
dari helm, sepatu, pelindung mata, pelindung telinga, pelindung
muka dan leher, pelindung tangan, pelindung pernafasan, sabuk
pengaman, jaring pengaman, penutup lubang, rambu-rambu
peringatan dan pemadam api. Selain itu di tiap proyek konstruksi
harus tersedia perlengkapan medis yang berguna untuk menangani
segala bentuk cedera sebagai pertolongan pertama terhadap
kecelakaan <P3K). Agar pekerja yang menderita cedera dapat
ditangani secara medis sebelum dibawa ke rumah sakit terdekat.
34
Peralatan keselamatan kerja setiap saat hams diperiksa kondisinya
apakah masih layak untuk digunakan terutama fungsinya sebagai
pelindung diri dalam mencegah atau mengurangi resiko cedera
akibat kecelakaan kerja.
4.1.2. Analisa Sumber Bahaya.
Pihak manajemen harus memberi perhatian pada seluruh tipe dan
jenis sumber kecelakaan kerja. Jadi sebelum pekerjaan konstruksi
dimulai, pihak manajemen diwajibkan untuk mampu
mengidentifikasi daerah berbahaya yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja. Sumber bahaya tersebut diantaranya runtuhnya
scaffolding, tangga/ladders atau struktur lainnya, pekerjaan atap,
lubang pada lantai atau platform yang mengakibatkan pekerja
jatuh, tertabrak kendaraan baik kendaraan berat maupun kendaraan
pribadi, pekerjaan kelistrikan, pekerja galian, pekerjaan dengan
crane dan lain sebagainya. Selain itu hasil dari pengenalan sumber
bahaya (hazards analysis) harus didokumentasikan seperti dalam
bentuk poster berisi tulisan yang mudah dibaca dan dimengerti oleh
seluruh pekerja tentang jenis pekerjaan, lokasi kerja, alat kerja yang
digunakan, jenis kecelakaan kerja dan peralatan keselamatan kerja
apa yang harus digunakan, beserta cara pencegahan dan
penanganan darurat jika terjadi kecelakaan kerja.
35
4.1.3. Program Latihan.
Program latihan ini hams selalu ada di setiap program keselamatan
kerja (Hinze, 1997). Program latihan ini diberlakukan kepada
seluruh pekerja dan orang yang terlibat pada proyek tersebut. Dan
terutama juga ditujukan pada pekerja yang bam. Seluruh pekerja
dilatih untuk mengetahui letak daerah dan material yang
berbahaya. Seperti pekerjaan kelistrikan, pekerjaan penggalian,
mencegah resiko jatuh, mencegah bahaya kebakaran,
pengoperasian crane (untuk operator crane), pemakaian peralatan
keselamatan kerja, cara pemberian pertolongan pertama dan lain
sebagainya. Pelatihan ini terdiri dari dua macam yaitu :
a. Formal safety training.
Meliputi latihan teori dan praktek yang bisa diadakan di suatu
ruangan tertentu atau pusat pelatihan. Pelatihan ini berbentuk:
o Pelatihan secara umxxm/General safety training:
- Pelatihan bagi pekerja baru, ditujukan bagi pekerja yang
bam masuk ke dalam proyek tersebut misalnya pelatihan
tentang pengenalan lokasi berbahaya, penggunaan alat
kerja dan peralatan keselamatan kerja yang benar dan lain
sebagainya.
- Pelatihan bagi petugas keselamatan kerja, ditujukan pada
safety supervisor misalnya pelatihan tentang penanganan
keselamatan kerja.
36
- Pelatihan bagi pekerja yang sudah lama bekerj a/senior,
misalnya untuk tetap hati-hati dan waspada dalam bekerja
serta meningkatkan pengetahuan cara bekerja yang aman
dan benar. Karena di lapangan, pekerja senior biasanya
selalu meremehkan arti penting keselamatan dalam
bekerja baik bagi dirinya sendiri maupun bagi perusahaan.
• Pelatihan yang lebih spesifik :
- Sistem keselamatan kerja yang benar untuk dilaksanakan,
terutama terhadap sumber-sumber bahaya baru yang
berada di lokasi kerja seiring dengan
perkembangan/kemajuan proyek.
- Latihan pertolongan pertama pada kecelakaan, agar selalu
siap bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan, bagaimana
cara yang benar untuk memberikan pertolongan pertama
pada pekerja yang terluka sebelum mendapat perawatan
medis yang sesungguhnya (rumah sakit).
- Pengenalan terhadap alat kerja yang baru dan
penggunaannya secara benar.
- Penggunaan peralatan keselamatan kerja yang benar.
- Pencegahan kebakaran terutama di lokasi yang
mengandung bahan atau material yang mudah terbakar.
37
b. Informal safety training.
Dilakukan langsung di lokasi kerja atau sumber bahaya. Dan
bentuk latihannya bisa berupa (Wahyuni, 1997):
• Antar petugas safety supervisor dengan orang per orang.
• Antara petugas dengan sekelompok pekerja.
• Pengarahan keselamatan kerja {safety briefing).
• Dilakukan setiap hari sebelum pekerjaan dimulai. Dengan
tujuan memberikan penjelasan tentang bahaya yang mungkin
timbul berkaitan dengan pekerjaan yang akan dilakukan, cara
untuk mengatasinya dan cara penanggulangan apabila teijadi
kecelakaan (Ratih, 1996).
4.1.4. Pengawasan.
Perlu dilakukan untuk mengetahui bahaya-bahaya yang dapat
teijadi selama proses konstruksi pada seluruh lokasi kerja. Tujuan
dari pengawasan ini adalah untuk mengidentifikasi semua kondisi
dan cara kerja tidak aman yang terdapat pada lokasi kerja
sekaligus mengoreksi bila terdapat kekurangan. Pengawasan
dilakukan oleh safety supervisor atau manajer proyek secara terus
menerus. Pengawasan dilakukan terhadap hal-hal:
- Masalah keselamatan kerja, seperti desain yang tidak aman,
penataan lokasi kerja yang tidak baik, bahaya kebakaran.
- Ketidaksempurnaan peralatan, seperti peralatan kerja yang
tidak layak untuk dipakai atau adanya kerusakan peralatan.
38
- Kegiatan pekerja yang tidak aman, seperti cara kerja yang
salah, penggunaan peralatan yang tidak aman, kesalahan dalam
penggunaan perlengkapan perlindungan diri.
- Keadaan peralatan dan mesin yang digunakan.
- Letak peralatan pengaman.
- Kemungkinan masih adanya kondisi bahaya yang belum
diamankan.
- Lorong danjalan yang dilalui.
- Penataan material.
- Apakah pekerja mengikuti peraturan yang ada.
- Pemasangan rambu-rambu peringatan (safety sign).
Pengawasan harus dilakukan secara berkala atau sesering
mungkin sehingga apabila ada kondisi yang berbahaya atau
kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan
dapat dilakukan usaha untuk memperbaiki atau mengantisipasinya
(Yustono, 1991).
4.1.5. Pertemuan Secara Berkala.
Pertemuan ini bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan program
keselamatan kerja, memecahkan bersama masalah keselamatan
kerja, menyebarluaskan rencana/program keselamatan kerja
selanjutnya dan mengumumkan bila ada perubahan atau peraturan
baru tentang program keselamatan kerja (Hinze, 1997). Pertemuan
ini bisa dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses
39
kegiatan konstruksi {formal meeting) atau antara safety supervisor
dengan satu, dua atau lebih pekerja {informal meeting). Topik
pertemuan ini diantaranya membahas masalah keselamatan kerja
dan kecelakaan kerja yang terjadi serta untuk membuat perbaikan
terhadap program keselamatan kerja yang ada bila diperlukan,
peraturan keselamatan kerja, daerah dan sumber bahaya serta
pencegahan kecelakaan kerja.
4.1.6. Penyelidikan Kecelakaan Kerja.
Dilakukan segera setelah kecelakaan kerja terjadi (Ridley, 1986).
Penyelidikan kerja merupakan tanggung jawab safety supervisor.
Dengan alasan, safety supervisor sudah terbiasa dengan lokasi dan
perilaku para pekerjanya, pengetahuannya terhadap material dan
alat kerja/mesin, hubungannya secara langsung dengan kelompok
kerja dan sebagai tugas utamanya terhadap keselamatan kerja.
Penyelidikan ini tidak akan berhenti sampai faktor penyebab
kecelakaan itu ditemukan (DeReamer, 1980). Tujuan dan
penyelidikan kecelakaan kerja adalah untuk mengumpulkan fakta
sebenarnya dari para saksi dan sekaligus menjawab kapan, dimana
dan bagaimana kecelakaan itu terjadi, dengan tujuan akhir untuk
mengetahui penyebab kecelakaan yang meliputi perbuatan tidak
aman dan kondisi tidak aman yang mengakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja. Hasil penyelidikan akan sangat membantu dalam
40
menemukan cara terbaik untuk mencegah terulangnya kejadian
kecelakaan tersebut.
4.1.7. Pencatatan Kecelakaan Kerja.
Setelah proses penyelidikan selesai maka selanjutnya dilakukan
pencatatan terhadap hasil tersebut. Berfungsi untuk :
- Memperlihatkan keadaan keselamatan kerja yang ada.
- Menentukan lokasi berbahaya dan penyebab terjadinya
kecelakaan kerja.
- Mengetahui perkembangan keadaan keselamatan kerja yang ada.
- Hasil dari pencatatan ini merupakan sumber informasi yang
sangat berguna untuk membuat program keselamatan kerja yang
efektif selanj utnya.
- Catatan keselamatan kerja ini meliputi catatan mengenai sumber
kecelakaan, jenis dan penyebab kecelakaan yang terjadi,
kerugian akibat kecelakaan tersebut serta biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan program keselamatan kerja.
4.2. Kewajiban-Hak Kontraktor dan Pekerja
4.2.1. Kewajiban dan Hak Pengusaha
Setiap pengusaha konstruksi terutama konstruksi bangunan tinggi
mempunyai kewajiban utama untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan para pekerjanya. Kewajiban dan hak pengusaha
diantaranya adalah (Surat Keputusan MENAKER No : KEP-
13/MEN/1984):
41
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, semua syarat K3 yang diwajibkan, sehelai
undang-undang keselamatan kerja dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku di tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
Menyediakan secara cuma-cuma semua peralatan keselamatan
kerja yang sudah ditentukan bagi seluruh pekerjanya atau orang
lain yang memasuki lokasi proyek konstruksi.
Diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang sudah
ditunjuk oleh pengusaha.
Diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap-tiap tenaga
kerja baru tentang:
o Kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja.
© Semua pengaman dan alat-alat keselamatan kerja yang
diwajibkan.
• Peralatan keselamatan kerja bagi pekerja yang bersangkutan.
• Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
42
- Diwajibkan melaksanakan pembinaan bagi seluruh pekerja yang
berada dibawah pimpinannya dalam pencegahan kecelakaan
kerja.
- Pengusaha dengan jumlah pekerja minimum yang sudah
ditentukan wajib untuk membentuk unit Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
- Pengusaha wajib mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya
(tenaga kerja harian lepas, borongan dan tenaga kerja kontrak)
dalam program jaminan keselamatan kerja.
Selain itu pada keadaan khusus hak pengusaha untuk menolak
segala kewajibannya terhadapa pembayaran santunan kecelakaan
kerja kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja atau
santunan kematian kepada keluarganya. Keadaan khusus yang
dimaksud disini adalah:
- Karena disengaja oleh tenaga kerja yang bersangkutan.
- Menolak tanpa alasan yang sah untuk diperiksa oleh dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan.
- Sebelum selesai pengobatan, tenaga kerja menolak pertolongan
tanpa alasan yang sah.
- Pergi ke tempat lain sehingga dokter yang ditunjuk oleh
perusahaan tidak dapat memberi pertolongan yang dianggap
perlu untuk memulihkan kesehatannya.
43
4.2.2. Kewajiban dan Hak Pekerja.
Setiap pekerja konstruksi terutama konstruksi bangunan tinggi
mempunyai kewajiban utama dalam melaksanakan pekerjaannya
dengan baik dan aman. Kewajiban dan hak pekerja dalam bekerja
diantaranya adalah (Surat Keputusan MENAKER No : KEP-
13/MEN/1984):
- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.
- Bila memasuki suatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai peralatan keselamatan
kerja yang diwajibkan.
- Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
- Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta peralatan keselamatan
kerja yang diwajibkan, diragukan oleh pekerja yang
bersangkutan, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggung jawabkan.
- Pekerja berhak iintuk mendapatkan perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja
serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama.
44
Pekerja berhak memperoleh pembinaan tentang norma
keselamatan kerja, kesehatan kerja, norma kerja dan pemberian
ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja.
top related