konstipasi pada kucing
Post on 13-Aug-2015
390 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Konstipasi
Konstipasi adalah defekasi yang infrekuen, inkomplet atau mengalami kesulitan.
Penyakit ini dikenal juga sebagai fecal impaction. Faktor risiko hewan mengalami
melena adalah terapi obat-obatan, penyakit metabolik yang mengakibatkan dehidrasi,
hernia perineal pada anjing jantan, pica, grooming yang berlebihan, fraktur pelvis.
Penyebab
Diet, tulang, rambut, benda asing, serat lingkungan. Kurang exercise,
perubahan lingkungan. Defekasi yang menyakitkan, penyakit anorektal (anal
sacculitis, anal sac abcess, anal striktura, anal spasmus, prolapsus rektal,
pseudocoprostasis), trauma (fraktur pelvis, fraktur kaki belakang, dislokasi , luka
gigitan, abses perineal). Selain itu penggunaan obat-obatan dapat memicu terjadinya
konstipasi, contoh obat-obatan yang dapat memicu terjadinya konstipasi adalah :
Analgesik; inhibitor prostaglandin sintesis dan opiat.
Antikolinergik; antihistamin, agen antiparkinsonian (misal: benztrophin,
trihexaphenidyl), fenotiazin, dan antidepresan trisiklik.
Antasida yang mengandung kalsium karbonat atau alumunium hidroksida
Barium sulfat
Pemblok kanal kalsium
Klonidin
Diuretik (boros kalium)
Pemblok Ganglion
Sediaan besi
Antiinflamasi nonsteroid
Natrium polistirena sulfonat
Obstruksi mekanik
Ekstraluminal (penyembuhan fraktur pelvis dekat kanal pelvis, hipertrofi
prostat, prostatitis, neoplasia prostat, pseudocoprostasis), intraluminal dan intramural
(neoplasia atau polip pada kolon atau rektal, striktura rektal, divertikulum rektum,
hernia perineal, prolapsus rektal, atresia ani)
Penyakit Neurologis
SSP (paraplegia, penyakit tulang belakang, penyakit cerebral), syaraf perifer
(dysautonomia, penyakit syaraf pada sakral), disfungsi syaraf kolon intrinsik
(idiopathic megacolon pada kucing)
Penyakit metabolik atau endokrinologik
Gangguan fungsi otot polos kolon (hiperparatiroidism, hipotiroidism, hipokalemia
(CHF kronis)
Patofisiologi
Konstipasi dapat terjadi dengan penyakit yang menyebabkan gangguan aliran
feses melalui kolon. Transit fekal yang tertunda, menyebabkan hilangnya garam dan
air lebih banyak. Kontraksi peristaltik meningkat saat konstipasi, namun motilitasnya
terbatas karena degenerasi otot polos secara sekunder akibat overdistensi kronis.
Gejala Klinis
Anamnesis menunjukkan hewan mengalami tenesmus dengan volume feses
sedikit.
Feses keras, kering. Defekasi tidak frekuen. Setelah merejan lama baru keluar feses
yang sedikit, kadang setelah itu masih merejam lama. Beberapa penderita mengalami
vomit dan depresi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan feses masih di dalam kolon, hasil pemeriksaan yang
lain bergantung penyebab. Pemeriksaan rektal teraba adanya massa, striktura, hernia
perianal, penyakit anal sac, benda asing, pembesaran prostat, kanal pelvis yang
sempit.
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium umumnya normal. Hemokonsentrasi dan total
plasma protein meningkat pada kasus dehidrasi. Lekositosis bila terjadi abses, fistula
perianal dan penyakit prostat. USG juga dapat membantu melihat adanya massa
ekstraluminal dan pembesaran prostat.
Untuk mengetahui adanya konstipasi perlu dilakukan pemeriksaan berikut:
Serangkain pemeriksaan
Proktoskopi, sigmoidoskopi, kolonoskopi, atau suntikan barium
mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya patologi
kolorektal.
Pemeriksaan fungsi tiroid untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan
metabolik dan endokrin
Penyalahgunaan laksatif/pencahar.
Penyalahgunaan laksatif akan mengakibatkan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit yang dapat ditandai dengan kondisi hipokalemia, atau
terjadinya kehilangan protein gastroenteropati yang dapat ditandai dengan
terjadinya hipoalbuminemia.
Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan adanya benda asing,
gumpalan feses, pembesaran prostat, fraktur pelvis atau dislokasi panggul.
Diferensial diagnosis
Bedakan dengan dyschezia dan tenesmus karena colitis. Pada kolitis biasanya
feses disertai mukus atau bercak darah. Bedakan tenesmus yang berkaitan dengan
urinasi. Pada stranguria berkaitan dengan hematuria dan abnormalitas pada urinalisis.
Terapi
Terapi Advice Non Drugs
Diet Tinggi Serat
Terapi non farmakologis merupakan terapi pertama dalam penanganan
konstipasi dengan melakukan modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah
serat yang dikonsumsi. Serat yang merupakan bagian dari sayuran yang tak
dicerna dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan tinja,
dan meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka
frekuensi buang air besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan
rektum. Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat kasar
perharinya.Buah, sayur dan sereal adalah contoh bahan makanan kaya serat.
Dedak baku mengandung sekitar 40% serat. Selain itu terdapat juga produk
obat yang merupakan agen pembentuk serat masal seperti koloid psylium
hidrofilik, metilselulosa atau polikarbofil yang dapat menghasilkan efek sama
dengan bahan makanan tinggi serat yang tersedia dalam sediaan tablet,
serbuk, kapsul, atau campuran labu. Feses dapat dikekularkan secara manual
(digital) setelah hewan disedasi atau anestesi. Bila masih kesulitan dapat
dibantu dengan enema. Gunakan air hangat dengan sedikit campuran sabun
atau minyak sayur. Berikan lubrikan, untuk memudahkan keluarnya feses.
Pembedahan
Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan.Hal
ini karena adanya keganasan kolon atau obstruksi saluran gastrointestinal
sehingga diperlukan reseksi usus.Selain itu pembedahan juga diperlukan pada
kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.
Biofeedback
Sebagian besar pasien konstipasi karena disfungsi dasar panggul
merasakan manfaat dari elektromiogram dengan terapi biofeedback.
Terapi Drugs
Penyembuhan pasien yang mengalami dapat menggunakan beberapa obat-
obatan sebagai berikut :
Emolien
Emolien adalah agen surfaktan dari dokusat dan garamnya yang
bekerja dengan memfasilitasi pencampuran bahan berair dan lemak dalam
usus halus. Produk ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit dalam usus.
Pencahar emolien ini tidak efektif dalam mengobati konstipasi namun berguna
untuk pencegahan, terutama pada pasien pasca infark miokard, penyakit
perianal akut, atau operasi dubur. Secara umum dokusat relatif aman, namun
berpotensi meningkatkan laju penyerapan usus sehingga berpotensi
meningkatkan penyerapan zat-zat yang berpotensi racun.
Lubrikan
Merupakan laksatif dari golongan minyak mineral yang akan efektif
bila digunakan secara rutin. Lubrikan diperoleh dari penyulingan minyak
bumi. Lubrikan bekerja dengan membungkus feses sehingga memudahkannya
meluncur ke anus dan dengan menghambat penyerapan air diusus sehingga
meningkatkan bobot feses dan mengurangi waktu transitnya dalam usus.
Lubrikan dapat diberikan peroral dengan dosis 15-45 ml, dan akan
memberikan efek setelah 2-3 hari setelah penggunaan. Penggunaan lubrikan
ini disarankan pada kondisi sebagaimana penggunaan emolien. Namun
lubrikan memberikan potensi efek samping yang lebih besar. Resiko efek
samping itu diantaranya: minyak mineral dapat diserap secara sistemik dan
dapat menimbulkan reaksi asing dalam jaringan limfoid tubuh, dan
mengurangi penyerapan vitamin larut lemak (A, D, E dan K).
Laktulosa dan sorbitol
Laktulosa adalah disakarida yang dapat digunakan secara oral atau
rektal. Laktulosa dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi molekul asam
dengan bobot rendah, sehingga mempertahankan cairan dalam kolon,
menurunkan PH dan meningkatkan gerak peristaltik usus. Laktulosa tidak
direkomendasikan dalam terapi konstipasi lini pertama karena harganya yang
mahal dan efektivitasnya yang tidak lebih efektif dari sorbitol atau garam
magnesium. Sorbitol sebagai monosakarida bekerja dengan tindakan osmotik
dan telah direkomendasikan sebagai terapi konstipasi lini pertama.
Derivat Difenilmetana
Dua turunan difenilmetana yang utama adalah bisakodil dan
fenoftalein. Bisakodil memberikan efek dengan merangsang pleksus syaraf
mukosa usus besar. Sedangkan fenoftalein bekerja dengan menghambat
penyerapan aktif glukosa dan natrium. Dengan fenoftalein, sejumlah kecil
fenoftalein akan mengalami resirkulasi enterohepatik dan mengakibatkan efek
antikonstipasi berkepanjangan. Penggunaan fenoftalein pada penderita
apendiksitis, hamil, atau menyusui harus berhati-hati karena dapat
menimbulkan perforasi, sehingga menyebabkan air seni berwarna merah
muda.
Derivat Antrakuinon
Teramasuk dalam derivat antrakuinon adalah sagrada cascara,
sennosides, dan casathrol. Bakteri usus memetabolismekan senyawa-senyawa
tersebut, namun mekanisme jelasnya dalam pengobatan konstipasi tidak
diketahui. Sama seperti derivat difenilmetana, penggunaan derivat
antrakuinon secara rutin tidak direkomendasikan.
Katartik Saline
Katartik saline terdiri dari ion-ion yang sulit diserap seperti
magnesium, sulfat, sitrat, dan fosfat yang bekerja dengan menghasilkan efek
osmotik dalam mempertahankan cairan dalam saluran cerna. Magnesium
merangsang sekresi kolesistokinin yang merangsang motilitas usus dan
sekresi cairan. Agen ini akan memberikan efek dalam waktu kurang dari 1
jam setelah pemberian dosis oral. Agen ini sebaiknya digunakan dalam
keadaan evakuasi akut usus, tindakan pradiagnostik, keracunan, atau untuk
menghilangkan parasit setelah pemberian antelmintik. Agen ini tidak
disarankan untuk digunakan secara rutin. Agen ini berpotensi menyebabkan
deplesi cairan.
Minyak Jarak
Minyak jarak dimetabolisme disaluran cerna menjadi senyawa aktif
asam risinoleat yang bekerja merangsang proses sekresi, menurunkan absorpsi
glukosa, dan meningkatkan motilitas usus, terutama dalam usus halus. Efek
buang air besar biasanya akan dihasilkan 1-3 jam setelah mengkonsumsi agen
ini.
Gliserin
Gliserin biasanya diberikan dalam bentuk suppositoria 3 gram yang
akan memberikan efek osmotik pada rektum. Gliserin dianggap sebagai
pencahar yang aman meski mungkin juga mengakibatkan iritasi rektum.
Polyethylene glicol-electrolite lavage solution (PEG-ELS)
merupakan larutan yang digunakan dalam pembersihan usus sebelum
prosedur diagnostik atau pembedahan kolorektal. 4 liter cairan ini diberikan
dalam waktu tiga jam untuk evakuasi lengkap dari saluran gastrointestinal.
Cairan ini tidak dianjurkan untuk terapi rutin dan pada pasien dengan
obstruksi usus.
top related