konsep dasar medis konjungtifitis eno
Post on 03-Jan-2016
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSEP DASAR KONJUNGTIVITIS
A. Definisi
Conjunctivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada
konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang
disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi
bahan-bahan kimia.
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa
jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang
memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga
menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau
kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan
keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan injeksi
konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan
biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.
B. Klasifikasi dan Etiologi
1. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung
dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri
hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan
ke oftalmologis segera.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan
pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata
yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas
terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan
serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini
terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok.
Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis
alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan
degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis
alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik
(misal terhadap kucing).
5. Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan
konjungtivitis gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi
yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah:
a. Gonococus
b. Chlamydia ( inklusion blenore )
c. Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
Gonore : 1 – 3 hari
Chlamydia : 5 – 12 hari
C. Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa
dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air
mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin
pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis
limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh –
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling
nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva
ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai
sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini
merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh
darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit
pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.
D. Manifestasi klinis
1. Konjungtivitis Bakteri
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora
dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi
lebih tebal atau mukus dan berkembang menjadi purulen yang
menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat
bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih berlimpah pada konjungtivitis jenis ini.
Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen yang
masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri palpasi. Biasanya
terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan adenopati preaurikuler yang
nyeri. Diplokokus gram negatif dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram
pada sekret. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk
terapi topikal dan sistemik.
3. Konjungtivitis Alergi
a. Mata gatal
b. Panas
c. Mata berair
d. Mata merah
e. Kelopak mata bengkak.
f. Pada anak biasanya disertai riwayat atopi lainnya seperti rhinitis alergi,
eksema, atau asma.
g. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma,
limfosit dan basofil.
4. Konjungtivitis Viral
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi
adanya benda asing pada mata. Epifora merupakan gejala terbanyak.
Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital.
Konjungtivitis dapat disertai adenopati, demam, faringitis, dan infeksi saluran
napas atas.
5. Konjungtivitis blenore
Tanda – tanda blenore adalah sebagai berikut:
a. Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
b. Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
c. Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental.
d. Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari.
e. Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik
E. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat
dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan
alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada
pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah
mata dan edema konjungtiva
F. Penatalaksanaan
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan
antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-
5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan
menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata
disertai antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau
salep mata 4–5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi
topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air
bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
b. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan
terisolasi
Medika mentosa:
a. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G
10.000 – 20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
b. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul
pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
d. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang
dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut – turut negatif.
3. Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa Kompres dingin dan
menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan
obat Antihistamin atau bahan vasokonstriktor dan pemberian Astringen,
sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi
dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-
pelan dengan salin(garam fisiologis). Pemakaian pelindung seluloid pada
mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang
baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian
antihistamin/dekongestan topikal. Tersedia bebas di pasaran. Kompres
hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5. Konjungtivitis blenore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian
penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan cara
yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir
dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasanya
disesuaikan dengan diagnosis.
Pengobatan konjungtivitis blenore:
a. Penisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini
dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul
dengan setiap jam sampai terlihat tanda – tanda perbaikan.
b. Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari,
karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
c. Kadang – kadang perlu diberikan bersama – sama dengan
tetrasiklin untuk infeksi chlamydia yang banyak terjadi.
G. Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya
bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani
mata yang sakit
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah
lain
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik
pembuatnya.
5. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
7. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan
tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
8. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau
sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.
H. Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh
dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh 10-14 hari. Bila diobati,
sembuh dalam 1-3 hari. Konjungtivitis karena staphilokokus sering menjadi
kronis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis
kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan Utama :
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan
kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar
terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b. Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan,
nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan
timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c. Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus
Gonoblenorroe.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi
obat, riwayat operasi mata.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda
konjungtivitis yang meliputi:
1) Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix
dan megurang ke arah limbus.
2) Kemungkinan adanya sekret:
- Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri,
yang menyebabkan kelopak mata lengket saat
bangun tidur.
- Berair/encer pada infeksi virus.
3) Edema konjungtiva
4) Blefarospasme
5) Lakrimasi
6) Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena
ada edema dan infiltrasi).
7) Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis,
dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi
pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan
subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra
maupun bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau
virus.
8) Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat
pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang
menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran
visus/melihat halo.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peradangan
konjungtiva.
Ditandai dengan :
a. Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan raut
muka / wajah.
b. Klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Tujuan : klien mengatakan nyeri berkurang sampai hilang pada
skala 0 – 3 setelah dilakukan askep
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang atau terkontrol.
b. Pasien tampak tenang
c. Skala nyeri 0 – 3
d. Klien dapat istirahat
Intervensi dan Rasional
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
R/ untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat.
b. Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas
dalam dan teratur.
R/ Berguna dalam intervensi selanjutnya.
c. Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman aman dan tenang
R/ Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada
klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.
R/ Menghilangkan nyeri,karena memblokir saraf penghantar
nyeri.
2. Gangguan rasa nyaman: pruritus b/d edema dan iritasi konjungtiva
Ditandai dengan :
Peningkatan eksudasi, fotofobia, lakrimasi dan rasa nyeri.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
b. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
c. Berkurangnya lecet karena garukan.
d. Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
e. Berkurangnya kemerahan.
Intervensi dan Rasional :
a. Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan
larutan salin selama kurang lebih 3 menit.
R/ melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra.
b. Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah
dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.
R/ membersihkan palpebra dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri
dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
c. Beritahu klien agar tidak menutup mata yang sakit.
R/ mata yang tertutup merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
d. Anjurkan klien menggunakan kacamata ( gelap ).
R/ pada klien fotobia, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya
yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya
menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi
ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
e. Anjurkan pada klien wanita dengan konjungtivitis alergi agar
menghindari atau mengurangi penggunaan tata rias hingga
semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi
sumber alergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata
pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
R/mengurangi ekspose alergen atau iritan.
f. Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan lien
cara menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara
menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
R/mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.
g. Kolaborasi dalam pemberian
1) Antibiotik.
R/ mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif
dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral.
Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata
diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya
kelopak mata pada siang hari.
2) Analgesik ringan seperti asetaminofen.
R/ mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada
konjungtivitis viral.
3) Vasokonstriktor seperti nafazolin.
R/mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis
alergi.
4) Antihistamin oral
3. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan
adanya perubahan pada kelopak mata
Ditandai dengan :
a. Klien menutupi daerah bagian mata.
b. Klien menolak untuk bertemu dengan orang lain.
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa
penyimpangan.
b. Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan
peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi :
a. Kaji tingkat penerimaan klien.
R/ untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien
mengenai perubahan dari dirinya.
b. Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
R/ membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima
perubahan.
c. Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
R/ kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada
waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang
berbeda.
d. Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang
dialami.
R/ memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada
pasien/orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
e. Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan
yang dilakukan.
R/ menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan
kepercayaan diri klien.
Evaluasi
1) Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
2) Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan
perkembangan ke arah penerimaan.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakitnya
Ditandai dengan :
a. Klien mengatakan tentang kecemasannya.
b. Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b. Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c. Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji tingkat ansietas atau kecemasan.
R/ Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan klien.
b. Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya.
c. Beri dukungan moril berupa doa terhadap pasien.
R/ Memberikan perasaan tenang kepada klien.
d. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
R/ Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi yang
nyata, mengklarifikasi kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
e. Identifikasi sumber atau orang yang menolong.
R/ Memberi penelitian bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi
masalah.
Evaluasi
1) Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk
mengurangi ansietas.
2) Mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.
5. Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses
peradangan.
Kriteria hasil :
a. Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi dan Rasional :
a. Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar.
R/ Dengan membersihkan mata dan irigasi maka mata menjadi
bersih.
b. Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
R/ Pemberian antibiotika diharapkan penyebaran infeksi tidak
terjadi.
c. Pertahankan tindakan septik dan anseptik.
R/ Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat
maupun dari perawat ke pasien.
d. Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan
bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya
menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang
setelah pemakaian satu kali saja.
R/ Meminimalkan risiko penyebaran infeksi.
e. Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau
kontak sembarangan dengan mata.
R/ Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada
orang lain.
f. Beritahu klien teknik cuci tangan yang tepat. Anjurkan klien untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan
dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu lien untuk
menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa
menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien.
R/ Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah
replikasi kuman sehinggaa penyebaran infeksi dapat dicegah.
g. Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien.
R/ Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.
Evaluasi
a. Tidak terjadi tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.
6. Resiko tinggi cedera b/d keterbatasan penglihatan.
Kritera hasil :
a. Cedera tidak terjadi.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan
pengamanan untuk mencegah cedera.
Intervensi dan Rasional :
a. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk
mata, membungkuk.
R/ menurunkan resiko jatuh atau cidera.
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang
dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
R/ mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
c. Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat
menimbulkan kecelakaan.
R/ meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi
pasien.
d. Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
R/ mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
e. Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar.
R/ sekret mata akan membuat pandangan kabur.
f. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah
penggunaan tetes mata dan salep mata.
R/ Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas
berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
g. Gunakan kacamata gelap.
R/ Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan
klien.
Evaluasi
a. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cidera
b. Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan melindungi diri dari cidera.
c. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Wijana, Nana. 1990. Ilmu Penyakit mata. Cetakan V. Jakarta.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab / UPF Ilmu Penyakit Mata. RSU Sutomo. 1994. Surabaya.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS
Disusun oleh :
RETNO PUJI ASTUTI
11.1008
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2013
PATHWAY
adanya benda asing yang masuk ke dalam mata
materi inflamasi yang masuk kedalam mata
diencerkan oleh cairan mata
peradangan pada
konjungtiva mucus menangkap kotoran dan kerja memompa
dan palpebra menghanyutkan air mata ke duktus
hipertermi adanya agen perusak yang menyebabkan
terjadinya
pembengkakan , hipertropi papila cedera pada epitel konjungtiva
sensasi benda asing sel radang bermigrasi distroma konjungtiva edema
epitel konjungtiva
nyeri melalui epitel permukaan
bergabung dengan vibrin (pembekuan)dan
mucus dari sel goblet
membentuk eksudat
pelengketan pada tepi palpebra mengeluarkan kotoran
pandangan kabur resiko jatuh
top related