komunikasi dengan budaya organisasi (menyusun kerangka teori)
Post on 20-Jun-2015
2.643 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Menyusun Kerangka Teori
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu dan Logika
Dosen : Mulyo Wiharto
Seksi : 04
Th. Ajaran : 2013
Komunikasi dengan Budaya Organisasi
Disusun oleh
Nama : Yunita Martha Irine
NIM : 201358021
Konsentrasi : Broadcasting
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Esa Unggul
2013
Komunikasi dengan Budaya Organisasi
Adakah hubungan komunikasi dengan budaya organisasi?
Komunikasi
a. Pengertian komunikasi
Ditinjau dari dua sudut pandang, pengertian komunikasi ada yang secara umum, dan
secara paradigmatik:
Secara Umum
Pengertian komunikasi secara umum dapat di lihat dari dua segi:
Secara Estimologis
Komunikasi berasal dari bahasa latin “Cmmunicatio”, dan bersumber pada
kata “Communis” yang artinya sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna
mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.
Secara Terminologis
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain. (Effendy, 1986 : 4)
Secara Paradigmatik
Dalam pengertian paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada
yang di lakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media. Jadi komunikasi
dalam pengertian paradigmatis bersifat intensional (intentional), mengandung tujuan;
karena itu harus dilakukan dengan perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu,
bergantung kepada pesan yang akan di komunikasikan dan pada komunikan yang
dijadikan sasaran. (Effendy, 1986 : 5)
Jadi, kesimpulan dari pengertian komunikasi ini adalah proses penyampaian
pesan seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku secara langsung maupun tidak langsung.
b. Proses Komunikasi
- Proses komunikasi tatap muka (komunikasi langsung)
Berdasarkan jumlah, proses komunikasi tatap muka diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu komunikasi antar persona dan komunikasi kelompok.
a. Komunikasi antarpersona (Interpersonal Communication)
Yaitu komunikasi antara komunikator dengan seseorang komunikan.
Komunikasi ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, yakni berupa
percakapan. Feedback atau timbal balik dari komunikan pun bersifat langsung.
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok ini termasuk komunikasi tatap muka. Karena
komunikator dan komunikan berada dalam situasi saling berhadapan dan saling
melihat. Pengertian komunikasi kelompok sendiri adalah komunikasi dengan
sejumlah komunikan. Dalam komunikasi kelompok, ada yang namanya
komunikasi kelompok kecil, dan komunikasi kelompok besar. (Effendy, 1986 : 8)
- Proses Komunikasi Bermedia (komunikasi tidak langsung)
Yaitu komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan
suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan atau banyak jumlahnya.
Feedback tidak terjadi pada saat komunikasi dilakukan. Dan berdasarkan
banyaknya, komunikasi bermedia di bagi menjadi dua, yaitu:
Komunikasi bermedia massa
Digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak
dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang di gunakan yaitu radio, surat
kabar, televisi, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi, dan rekreasi.
Komunikasi bermedia nirmassa
Digunakan dalam komuniaksi untuk orang-orang tertentu atau
kelompok-kelompok tertentu. Surat, telepon, telegram, telex, papan
pengumuman, poster, spanduk, pamflet, brosur, dll adalah media nirmassa
karena tidak memiliki daya keserempakan dan komunikannya tidak bersifat
massal. (Effendy, 1986 : 11)
c. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi
1. Hambatan sosio-antro-psikologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Ini berarti
bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi
dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran
komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor-faktor
sosiologis-antropologis-psikologis.
a. Hambatan Sosiologis
Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan yang
menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat
pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya yang kesemuanya dapat
menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi. (Effendy, 1986 : 12)
b. Hambatan Antropologis
Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan
komunikator diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam
pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian accepted
atau secara rohani.
Seorang pemirsa televisi mungkin menerima acara yang disiarkan
dengan baik karena gambar yang tampil pada pesawat televisi amat terang
dan suara yang keluar amat jelas, tetapi mungkin ia tidak dapat menerima
ketika seorang pembicara pada acara itu mengatakan bahwa daging babi
lezat sekali. Si pemirsa tadi hanya menerimanya dalam pengertian
accepted. Jadi teknologi komunikasi tanpa dukungan kebudayaan tidak
akan berfungsi.
c. Hambatan Psikologis
Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal
ini umumnya disebabkan si komunikator sebelum melancarkan
komunikasinya tidak mengkaji diri komunikan. Komunikasi sulit untuk
berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa
kecewa, merasa iri hati, dan kondisi psokologis lainnya; juga jika
komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada komunikator.
Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan
komunikasi, karna orang yang berprasangka belum apa-apa bersikap
menentang komunikator. Pada orang yang bersifat prasangka emosinya
menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara
rasional.
Prasangka sebagai faktor psikologis dapat disebabkan oleh aspek
antropologis dan sosiologis; dapat terjadi pada ras, bangsa, suku bangsa,
agama, partai politik, kelompok dan apa saja yang bagi seseorang
merupakan suatu perangsang disebabkan dalam pengalamannya pernah di
beri kesan yang tidak enak. (Effendy, 1986 : 13)
2. Hambatan Semantis
Jika hambatan sosiologis-antropologis-psikologis terdapat pada pihak
komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator.
Faktor semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai
“alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi
kelancaran komunikasinya, seorang komunikator harus benar-benar
memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah ucap atau salah tulis dapat
menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir
(misinterpretation), yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi
(miscomunication).
3. Hambatan mekanis
Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam kehiduan
sehari-hari; suara telepon yang krotokan, ketika huruf yang buram pada surat,
suara yang hilang-muncul pada pesawat radio, berita surat kabar yang sulit
dicari sambungan kolomnya, gambar yang meliuk-liuk pada pesawat televisi,
dan lain-lain.
4. Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap
proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungannya.
Contoh hambatan ekologis adalah suara riuh orang-orang atau kebisingan
lalu-lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang lewat, dan lain-lain
pada saat komunikator sedang berpidato. (Effendy, 1986 : 16)
Budaya Organisasi
a. Pengertian
Menurut Schein
Budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang
ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan
maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang
timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan
cukup baik, sehingga perlu di ajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang
benar untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berkenaan dengan masalah-
masalah tersebut.
Menurut Sarplin
Merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu
organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk
menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. (Riani, 2010 : 6)
Menurut Peter F. Drucker
Pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian
mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami,
memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait. (Riani, 2010 : 7)
Jadi, kesimpulan dari pengertian budaya organisasi adalah pola dasar yang
diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-
anggota organisasi.
b. Konsep Budaya Organisasi (Riani, 2010 : 3)
Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam
mempelajari teori organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada khususnya
adalah apa yang oleh Peters dan Waterman (1982) sebutkan sebagai “McKinsey 7–S
Franework”, yang terdiri dari tujuh buah konsep yang saling terkait laksana sebuah
mutiara. Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran yang dihubungkan dengan tali
temali, masing-masing yaitu; Strategy, Structure, Style, Staff, dan Skill saling terkait
dan di tengahnya adalah lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya
organisasi. Kerangka 7-S dari McKinsey adalah model Manajemen Berbasis Nilai
(Value Based Management/VBM) yang menjelaskan bagaimana seseorang dapat
secara holistik dan efektif mengatur perusahaan. Faktor-faktor secara bersama-sama
akan menentukan bagaimana cara perusahaan beroperasi.
Shared Values. Pusat interkoneksi dalam model McKinsey adalah: shared
values/nilai bersama. Merupakan dasar dan pedoman organisasi yang dipercayai
dan dianut oleh anggota organisasi.
Srategy. Rencana aokasi sumber daya perusahaan yang langka dari waktu ke
waktu, untuk mencapai tujuan diidentifikasi.
Structure. Cara unit organisasi berhubungan satu sama lain: terpusat, divisi
fungsional (top-down); terdesentralisasi; matriks, jaringan, holding, dll.
System. Prosedur, proses dan rutinitas yang mencirikan betapa pentingnya
pekerjaan yang harus dilakukan: sistem keuangan; perekrutan, sistem promosi
dan penilaian kinerja; sistem informasi.
Staff. Jumlah dan jenis personil dalam organisasi.
Style. Gaya budaya organisasi dan bagaimana manajer-manajer kunci berperilaku
dalam mencapai tujuan organisasi.
Skill. Kemampuan khusus dari personil atau organisasi secara keseluruhan.
c. Fungsi Budaya Organisasi (Riani, 2010 : 9)Terdapat beberapa fungsi budaya organisasi dari beberapa ahli. Namun pada bahasan kali ini, saya mengambil pendapat dari Sunarto (2003) yang disebutkan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi, antara lain: Pengikat Organisasi
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun dari luar akibat adanya perubahan.
IntegratorBudaya organisasi merupakan alat untuk menyatukan beragam sifat, karakter,
bakat, dan kemampuan yang ada di dalam organisasi. Identitas Organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi. Sebagai contoh adalah The Jakarta Consulting Group. Logo yang di gunakan adalah orang memanah, yang melambangkan ketepatan dan kecepatan. Artinya bahwa perusahaan ini memiliki identitas sebagai perusahaan yang mengutamakan ketepatan dan kecepatan.
Energi untuk mencapai kinerja yang tinggiBerfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang tinggi. Salah
satu kredo yang dipegang The Jakarta Consulting Group adalah bekerja dalam tim.
Ciri KualitasBudaya organisasi merupakan representasi dari ciri kualitas yang berlaku
dalam organisasi tersebut. Motivator
Budaya organisasi juga merupakan pemberi semangat bagi para anggota organisasi. Organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juga bagi para anggotanya.
Pedoman gaya kepemimpinanAdanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan baru
tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin akan dikatakan berhasil apabila dapat membawa anggotanya keluar dari krisis akibat perubahan yang terjadi. Sebaliknya, keberhasilan itu tentu disebabkan ia memiliki visi dan misi yang kuat.
Value EnhancerSalah satu fungsi organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari
stakeholders-nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
d. Proses Budaya Organisasi (Riani, 2010 : 17)1. Proses terbentuknya budaya organisasi
Untuk membentuk budaya organisasi, prosesnya dimulai dari tahap pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya organisasi. Meski pada tahap pembentukan ide organisasi tersebut belum menjadi kenyataan atau ada wujudnya secara fisik, tahap ini menjadi dasar terbentuknya budaya organisasi. Pada saat para pendiri organisasi memiliki ide untuk mendirikan organisasi, maka budaya organisasi pasti akan ikut terpikirkan meskipun masih secara eksplisit. Budaya organisasi baru menjadi kenyataan ketika organisasi sudah benar-benar berdiri. Dapat dikatakan bahwa ketika organisasi berdiri, pembentukan budaya organisasi pun ikut dimulai.hal ini dijelaskan oleh Schein (1985) yang menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut:a. Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-
nilai, perspektif, artefak ke dalam organisasidan menanamkannya kepada karyawan.
b. Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
c. Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.
Berikut ini adalah proses terbentuknya budaya organisasi menurut Robbins (2001):
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam merekrut/mempekerjakan anggota organisasi. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Tingkat kesuksesan dala mensosialisasikan budaya organisasi tergantung pada kecocokan nilai-nilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.
2. Proses mempertahankan budaya organisasiSimma Lieberman menjelaskan langkah-langkah untuk mempertahankan
sebuah budaya yang mampu melewati pertumbuhan dan peubahan, seperti berikut ini: Mendefinisikan budaya dan apa bedanya dari konsep lainnya. Mengembangkan sebuah rencana strategis untuk menerapkan budaya. Manajemen puncak harus mengimplementasikan budaya organisasi dalam
setiap hal yang dilakukan: perekrutan, penggajian, tunjangan dan intensuf, pembentukan lingkungan organisasi dan pemasaran.
Memastikan bahwa para anggota organisasi mereka dan bahwa mereka ikut terlibat di dalamnya.
Memiliki anggota berpengalaman yag bermanfaat untuk melatih anggota baru dan mengembangkan sebuah sistem di mana anggota baru dapat mempelajari parameter dari budaya yang tertulis dan tidak tertulis.
Secara rutin mengevaluasi kemajuan dan kesuksesan seiring dengan pertumbuhan organisasi.
Selalu terbuka terhadap perubahan dan pastikan bahwa anggota organisasi tahu terhadap perubahan yang dilakukan dan apa untungnya bagi mereka.
3. Proses mengubah budaya organisasiAda tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi.
Pertama, sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut? Ketiga, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.
HIPOTESISDari penjabaran di atas, ada hubungan antara komunikasi dengan budaya organisasi.
Pada dasarnya, sebuah budaya organisasi terbentuk dari sebuah ide dan diikuti oleh lahirnya organisasi. Atau dapat juga muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal. Untuk menuangkan ide atau memecahkan masalah-masalah pokok organisasi, dibutuhkan sebuah komunikasi yang baik dari seorang komunikator kepada komunikan agar saat pembentukan budaya organisasi, para pendengar (komunikan) dapat mencerna perkataan atau ide yang diberikan komunikator dengan baik dan terciptalah sebuah budaya organisasi yang baik dari rundingan atau komunikasi kelompok yang di lakukan. Tanpa adanya komunikasi yang baik, mungkin sebuah budaya organisasi tak akan tercipta dengan baik. Komunikasi di sini tak hanya berbentuk lisan, namun dapat juga dengan sikap seorang pimpinan kepada pegawai dan sebagainya.
◦◦♪ Sekian ♪◦◦Daftar pustaka:Effendy, Onong Uchjana. 1986. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja RosdakaryaRiani, Asri Laksmi. 2010. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu
top related