komposisi mineral makro dan mikro daging ikan … · naskah. bogor, januari 2009 wahyu santoso ......
Post on 12-Mar-2019
269 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PADA BERBAGAI WAKTU PEMELIHARAAN
Wahyu Santoso C34104082
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Komposisi Mineral Makro dan Mikro Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) pada Berbagai Waktu Pemeliharaan” ini belum pernah diajukan pada Perguruan Tinggi lain atau lembaga lain maupun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Januari 2009
Wahyu Santoso
C34104082
RINGKASAN
WAHYU SANTOSO. C34104082. Komposisi Mineral Makro dan Mikro Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) pada Berbagai Waktu Pemeliharaan. Dibimbing Oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI. Mineral mempunyai peranan yang sangat vital bagi tubuh manusia. Informasi tentang kandungan mineral yang terdapat pada ikan gurami di Indonesia sangatlah terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik ikan gurami, komposisi kimia dan pengaruh waktu pemeliharaan terhadap komposisi mineral daging ikan gurami.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian tahap 1 dan penelitian tahap 2. Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui asal sampel, lama pemeliharaan, ukuran, rendemen ikan gurami dengan berbagai waktu pemeliharaan, yakni umur 7 bulan-1 tahun, umur 1,5-2 tahun, dan umur 2,5- 3 tahun dan penentuan komposisi kimia (proksimat). Penelitian tahap 2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu pemeliharaan terhadap komposisi mineral ikan gurami. Ikan gurami umur 2,5-3 tahun memiliki berat total antara 900-1100 gram dengan panjang total antara 36-38 cm, ikan gurami umur 1,5-2 tahun memiliki berat total antara 600-700 gram dengan panjang total 32-34 cm, dan ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun memiliki berat total antara 300-400 gram dengan panjang total 27-29 cm. Nilai kisaran rendemen gurami yaitu daging 45-52 %, tulang 30-38 %, jeroan 6-8 %, insang 1-2 %, sirip 3-5 % dan sisik 4 %. Komposisi kimia ikan gurami adalah kadar air 72,96-75,48 %; abu 0,95-1,03 %; lemak 2,20-2,79 % dan protein 18,71-20,67 %.
Ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun memiliki kandungan mineral makro maupun mineral mikro tertinggi, sedangkan ikan gurami umur 2,5-3 tahun memiliki kandungan mineral makro dan mikro terendah. Kandungan mineral makro ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun untuk kalsium (Ca), kalium (K), dan magnesium (Mg) masing-masing sebesar 162,37; 128,85; dan 9,63 mg/kg. Kandungan mineral mikro ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun untuk besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), dan iodium (I) masing-masing sebesar 78,26; 18,72; 22,45; dan 0,0823 µg/g. Kandungan mineral ikan gurami umur 2,5-3 tahun untuk Ca, P, K, Mg, dan Na masing-masing sebesar 91,33; 610; 88,74; 7,65 dan 59,85 mg/kg. Kandungan mineral mikro ikan gurami umur 2,5-3 tahun untuk Fe, Cu, Zn, dan I masing-masing sebesar 46,18; 12,83; 14,25 dan 0,0811 µg/g. Berdasarkan uji ragam (ANOVA), pada selang kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa waktu pemeliharaan ikan gurami memiliki pengaruh yang nyata terhadap kandungan mineralnya. Hal tersebut disebabkan karena ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun membutuhkan lebih banyak nutrisi (mineral) untuk menunjang pertumbuhan dan perkembanganya serta untuk fungsi fisiologis lainnya.
KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
PADA BERBAGAI WAKTU PEMELIHARAAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Wahyu Santoso C34104082
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : KOMPOSISI MINERAL MAKRO DAN MIKRO DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PADA BERBAGAI WAKTU PEMELIHARAAN
Nama Mahasiswa : Wahyu Santoso
Nomor Pokok : C34104082
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Nurjanah, M.S Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si NIP. 131 578 848 NIP. 132 149 436
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Komposisi Mineral Makro dan
Mikro Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) pada Berbagai Waktu
Pemeliharaan” ini dapat diselsaikan oleh penulis. Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak, Ibu, dan ketiga adikku (Widya, Weny, dan Wisnu) atas dukungan
moril, materil, kasih sayang, serta doa selama ini kepada penulis.
2. Ibu Ir. Nurjanah, M.S dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai
pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis selama
ini.
3. Bapak Dr.rer.nat.Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl Biol dan Ibu Asadatun Abdullah,
S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan
bimbingan.
4. Ibu Kustiariyah sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama ini.
5. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA yang telah meluangkan waktu untuk menjadi
moderator pada saat seminar hasil penelitian.
6. Seluruh staf dosen dan TU THP (Mas Zaki, Mas Ipoel, Mas Mail, Ibu Ema,
Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, dan Mbak Heni) serta Umi terima kasih
atas bantuannya kepada penulis.
7. Teman seperjuangan selama ini: Opick, Dila, Theta, Luh putu ari, dan semua
teman-teman THP 41 atas segala kenangan indah di Kampus dan di Bali serta
persahabatan selama ini.
8. Teman-teman GOPISS: Iwan, Teteg, Ferrry Racun, Edo, Nunu, Jay, Yudie,
Afie, Juan, Cecep, Haris, Windi dan Mas Mariman sekeluarga atas
bantuannya selama ini.
9. Deden atas saran dan kritiknya yang sangat membangun, terima kasih.
10. Adik-adik THP 42, dan 43 yang telah membantu selama ini.
11. Terakhir kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan disini, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua dukungannya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari
semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Wahyu Santoso C34104082
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 2 Juli 1985
sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Budi Santoso dan Ibu Eny Astuti. Penulis memulai pendidikan
di SDN Balaraja II (1992-1998), SLTPN 1 Depok (1998-2001),
SMUN 3 Depok (2001-2004).
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima pada Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai
anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan sebagai
asisten Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2008).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul
”Komposisi Mineral Makro dan Mikro Daging Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy) pada Berbagai Waktu Pemeliharaan” dibawah bimbingan Ibu
Ir.Nurjanah, M.S dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan ............................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Gurami (Osphronemus gouramy) ............. 3 2.1.1. Nilai ekonomis gurami .......................................................... 6 2.1.2. Produksi gurami ..................................................................... 7
2.2. Mineral dan Fungsinya ..................................................................... 7 2.2.1. Mineral makro ...................................................................... 8 2.2.2. Mineral mikro ....................................................................... 12
2.3. Kelarutan Mineral ............................................................................ 16
2.4. Mekanisme Penyerapan Mineral ....................................................... 16
2.5. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) .................................. 17
3. METODOLOGI ....................................................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 19
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 19
3.3. Metode Penelitian ............................................................................... 19 3.3.1. Persiapan contoh ...................................................................... 20
3.3.2. Rendemen ................................................................................ 20 3.3.3. Analisis proksimat ................................................................... 20 (1). Kadar air ............................................................................ 20 (2). Kadar abu .......................................................................... 21 (3). Kadar protein ..................................................................... 21 (4). Kadar lemak ...................................................................... 22 3.3.4. Analisis mineral ........................................................................ 23 (1). Pengujian mineral (Mg, Ca, K, Na, Zn, Cu, Fe) ................. 23 (2). Pengujian fosfor ................................................................. 25 (3). Pengujian iodium ............................................................... 27
3.3.5. Analisis data ............................................................................ 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Tahap 1 ............................................................................. 30
Komposisi kimia ikan gurami ............................................................ 32 (1) Kadar air .................................................................................... 33 (2) Kadar abu .................................................................................. 34 (3) Kadar protein ............................................................................. 35 (4) Kadar lemak ............................................................................... 36
4.2. Penelitian Tahap 2 ............................................................................. 37
Komposisi mineral ............................................................................ 37 (1) Mineral makro ........................................................................... 37 (2) Mineral mikro ............................................................................ 42
4.3. Pemenuhan Kecukupan Gizi Mineral ................................................ 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 50
5.2. Saran ................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 52
LAMPIRAN ................................................................................................ 55
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Pertumbuhan gurami berdasarkan umur ............................................ 5
2. Data produksi ikan gurami di Indonesia ........................................... 7
3. Pembuatan larutan standar logam 1000 ppm ..................................... 24
4. Waktu pemeliharaan, panjang, dan berat ikan gurami ....................... 30
5. Komposisi kimia ikan gurami (Osphronemus gouramy) pada berbagai waktu pemeliharaan ............................................................ 33
6. Komposisi mineral makro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ................................................................................... 37
7. Komposisi mineral mikro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ................................................................................... 42
8. Absorpsi mineral dalam mg/100 g bahan yang dikonsumsi ............... 47
9. Absorpsi mineral iodium dalam 100 g bahan yang dikonsumsi ......... 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1. Gambar ikan gurami (Osphronemus gouramy) .................................. 4
2. Diagram alir penetapan mineral .......................................................... 24
3. Diagram alir proses penetapan mineral fosfor ..................................... 26
4. Diagram alir penetapan mineral iodium .................................................... 28
5. Persentase rendemen ikan gurami umur 2,5-3 tahun ........................... 31
6. Persentase rendemen ikan gurami umur 1,5-2 tahun .......................... 31
7. Persentase rendemen ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun ..................... 31
8. Kadar air ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan .................. 33
9. Kadar abu ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ................. 34
10. Kadar protein ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ........... 35
11. Kadar lemak ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ............. 36
12. Kandungan mineral makro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ..................................................................................... 38
13. Kandungan mineral mikro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan ..................................................................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data mentah panjang, berat, dan rendemen ikan gurami .................... 56
2. Rendemen ikan gurami ...................................................................... 56
3. Rekapitulasi data proksimat ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan .................................................................................... 56
4. Rekapitulasi data profil mineral ikan gurami .................................... 58
5. Rancangan acak lengkap, sidik ragam, dan uji lanjut Duncan ............ 60
6. Contoh perhitungan pemenuhan kecukupan gizi mineral ................... 63
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecukupan pangan manusia merupakan suatu usaha pemenuhan kebutuhan
tubuh dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi
tersebut dapat diperoleh dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
Permasalahan gizi merupakan permasalahan serius yang banyak dijumpai
negara-negara berkembang khususnya di Asia Tenggara, seperti Vietnam,
Filipina, Malaysia, Burma, Thailand, dan Indonesia. Gangguan-gangguan gizi
yang umum terjadi diantaranya adalah terhambatnya pertumbuhan, anemia gizi,
dan penyakit gondok. Penyakit-penyakit ini disebabkan karena kekurangan
kandungan mineral pada pola konsumsi makanannya (Buckle et al. 1987).
Mineral mempunyai peranan yang sangat vital bagi tubuh manusia, misalnya
kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang terdapat pada tubuh berfungsi dalam
pembentukan tulang dan gigi serta seng (Zn) dan iodium (I) yang berfungsi dalam
reaksi biokimia dan juga kofaktor enzim. Kekurangan kalsium dapat
menyebabkan terjadinya tulang keropos (osteoporosis), kekurangan seng
mengakibatkan pertumbuhan menjadi terhambat, sedangkan kekurangan konsumsi
iodium dapat menyebabkan terjadinya penyakit gondok dan hambatan mental
(Olson et al. 1988).
Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara
mengkonsumsi bahan pangan, baik yang berasal dari tumbuhan (nabati) maupun
hewan (hewani). Sumber mineral paling baik adalah makanan hewani, karena
makanan nabati jumlah ketersediaan biologisnya lebih sedikit, hal ini disebabkan
oleh adanya bahan pengikat mineral seperti serat yang dapat mengganggu
penyerapan mineral.
Sumber pangan hewani dapat diperoleh antara lain dengan mengkonsumsi
ikan, baik ikan hasil tangkapan di laut maupun ikan yang berasal dari hasil
budidaya di darat. Ada berbagai jenis ikan konsumsi yang dibudidayakan
oleh masyarakat salah satunya adalah ikan gurami. Ikan gurami banyak dipilih
karena merupakan golongan jenis ikan yang cukup banyak diminati masyarakat
serta rasanya yang enak dan gurih. Bagi masyarakat umum, ikan gurami
dipandang sebagai salah satu ikan yang bergengsi dan memiliki harga jual yang
mahal serta merupakan salah satu komoditas andalan di sektor perikanan air tawar
(DKP 2007).
Banyak masyarakat yang menggemari ikan gurami, hal tersebut dapat dilihat
dari data produksi ikan gurami yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Belum tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang komposisi kimia ikan
gurami, menyebabkan penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi yang berguna mengenai kandungan gizi ikan gurami,
yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral.
1.2. Tujuan
Penelitian ini antara lain bertujuan untuk:
(1) mengetahui asal sampel, waktu pemeliharaan, karakteristik dari ikan gurami
yang meliputi ukuran tubuh, rendemen, dan komposisi kimia (proksimat);
(2) mengetahui pengaruh waktu pemeliharaan terhadap mineral yang terkandung
dalam daging ikan gurami (Osphronemus gouramy).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Gurami (Osphronemus gouramy)
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi yang penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan
salah satu diantara ikan air tawar yang memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Keunggulan ikan gurami dibandingkan ikan air tawar lainnya selain rasa dan
kandungan gizinya tinggi, ikan gurami mudah dipelihara karena bersifat pemakan
apa saja, dapat berkembangbiak secara alami dan dapat hidup di air tergenang,
serta harga jualnya yang relatif mahal dan stabil (Jangkaru 2002).
Klasifikasi ikan gurami (Osphronemus gouramy) adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthci
Subordo : Anabantoidae
Family : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy
Saanin (1984) diacu dalam Sitanggang dan Sarwono (2007)
Ikan gurami mempunyai bentuk fisik yang khas. Badannya pipih, agak
panjang, dan lebar. Badan tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar.
Mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir
bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan dengan bibir atas. Ujung mulut
dapat disembulkan, sehingga tampak monyong.
Ikan gurami sering menyembulkan mulutnya untuk mengambil oksigen dari
udara bebas. Oksigen yang terhisap akan terikat oleh alat pernapasan tambahan
yang disebut labirin. Labirin adalah lipatan-lipatan epithelium pernapasan. Alat
tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Alat pernapasan
tambahan ini membantu ikan gurami untuk hidup dalam perairan dengan kondisi
oksigen terlarut yang sangat rendah, asalkan udara di atas permukaan air tersedia
(Sitanggang dan Sarwono 2007). Morfologi ikan gurami dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Ikan gurami yang sudah dewasa memiliki lebar badan hampir dua kali
panjang kepala atau 3/4 kali panjang tubuh. Bentuk kepala tumpul, berdahi agak
menonjol, berpunggung tinggi, panjang sirip punggung dapat mencapai pangkal
ekor, dan sirip ekor berbentuk busur. Ikan gurami yang masih muda (benih)
ukuran 4-6 cm kepalanya lancip ke depan, berdahi normal, dan rata. Sirip dada
terdapat bintik hitam. Warna tubuh dan punggung ikan gurami muda umumnya
berwarna biru kehitaman dengan bagian perut putih. Menjelang dewasa warna
tubuh dan punggung berubah menjadi kecoklatan dan warna perutnya berubah
menjadi kekuningan (Sitanggang dan Sarwono 2007).
Ikan gurami berkembangbiak setiap musim kering. Matang kelamin pada
umur 2-8 tahun untuk jantan, dan 4-10 tahun untuk betina. Induk betina dapat
menghasilkan telur antara 500-5000 butir. Telur bersifat mengapung karena
mengandung globul minyak. Telur akan menetas dalam waktu 30-35 jam setelah
dilepas dari tubuh induknya. Larva yang baru menetas hidup dengan sisa-sisa
kuning telur yang masih ada pada tubuhnya. Lima hari kemudian cadangan
kuning telur habis, larva pun mulai makan jasad renik. Pakan ikan gurami ketika
masih larva adalah rotifera atau daphnia. Setelah berumur dua bulan ikan gurami
dapat makan jentik nyamuk dan cacing sutera. Selanjutnya dapat makan tumbuh-
tumbuhan lunak dan rayap (Sitanggang dan Sarwono 2007).
Sejak menetas sampai besar, benih ikan gurami mempunyai nama dan
sebutan yang berbeda-beda untuk setiap ukurannya. Sebutan-sebutan yang
diberikan pembudidaya tersebut diadopsi dari nama-nama benda yang setara
dengan ukuran benih. Berikut ini ukuran secara rinci dari masing-masing benih
tersebut (Sendjaja dan Riski 2002):
− Larva adalah telur ikan gurami yang baru menetas, umurnya baru 1-14 hari.
− Biji oyong, kuaci, atau gabah adalah sebutan benih ikan gurami dari menetas
sampai umur 30 hari.
− Kuku adalah sebutan benih ikan gurami yang mempunyai ukuran panjang
1-2,5 cm.
− Silet adalah sebutan benih ikan gurami yang berukuran 2,5-4 cm.
− Bungkus korek api adalah benih ikan gurami yang berukuran 4-6 cm.
− Bungkus kaset atau bungkus rokok adalah ukuran benih ikan gurami
12-15 cm.
− Tempelan atau garpit adalah sebutan benih ikan gurami berukuran 5-7 ekor/kg.
Ukuran benih yang banyak diminati oleh para pembudidaya pembesaran
adalah benih yang berukuran bungkus korek api sampai ukuran telapak tangan.
Alasannya karena ukuran ikan gurami yang sudah cukup besar memiliki resiko
kematian di kolam pembesaran yang kecil. Pertumbuhan gurami di kolam yang
subur dan mendapat pakan tambahan yang cukup, pertumbuhannya dapat dilihat
pada data Tabel 1.
Tabel 1. Pertumbuhan gurami berdasarkan umur
Umur Panjang Berat
3 bulan 2-3 cm 300 ekor/kg
6 bulan 5-8 cm 100 ekor/kg
10 bulan 8-11 cm 80 ekor/kg
18 bulan 17-22 cm 10 ekor/kg
24 bulan 25 cm 1 ekor/0,3 kg
30 bulan 30 cm 1 ekor/ 0,5 kg
3 tahun 32-35 cm 1 ekor/ 0,7 kg
4 tahun 35-40 cm 1 ekor/ 1-1,5 kg
5 tahun 40-45 cm 1 ekor/ 1,5-2 kg
Sumber: Sendjaja dan Riski 2002.
Pemberian pakan yang teratur dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi,
dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh ikan lebih cepat. Induk-induk gurami
yang sehat dan terjamin makanannya dapat dipijahkan dua kali setahun berturut-
turut selama 5 tahun (Sitanggang dan Sarwono 2007).
Jenis ikan gurami di Indonesia ada beberapa varietas antara lain angsa
(suang, Geese gouramy), jepun (jepang, japonica), blaussafir, paris, bastar
(pedaging), porselen, albino, kapas, dan batu. Pakan utama untuk ikan gurami
adalah daun-daunan namun setelah ditemukan pelet yang dapat diatur kadar
gizinya, pembudidaya ikan gurami beralih ke pelet sebagai pakan utama ikan
gurami. Daun-daunan yang dapat diberikan pada ikan gurami adalah daun sente,
daun talas, daun keladi, daun singkong, daun genjer, daun kangkung, daun ubi
jalar, daun ketimun, daun labu, daun dadap, dan lain sebagainya (Sitanggang dan
Sarwono 2007).
2.1.1. Nilai ekonomis
Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan ikan asli Indonesia dan
berasal dari perairan daerah Jawa Barat. Ikan ini merupakan salah satu komoditi
perikanan air tawar yang cukup penting apabila dilihat dari permintaannya yang
cukup besar dan harganya yang relatif tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar
lainnya seperti ikan mas, nila, tambakan, dan tawes. Bagi masyarakat umum, ikan
ini dipandang sebagai salah satu ikan bergengsi dan biasanya disajikan pada
acara-acara yang dianggap penting. Ikan gurami memiliki rasa yang enak dan
gurih, perawatannya pun tidak terlalu sulit dan tidak memerlukan banyak biaya.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila ikan gurami menjadi salah satu
komoditi unggulan di sektor perikanan air tawar.
Umumnya budidaya ikan gurami masih dilaksanakan oleh masyarakat
dengan teknologi semiintensif. Masa pemeliharaanya relatif lama sehingga
dilakukan dalam beberapa tahap pemeliharaan, yaitu tahap pembenihan, tahap
pendederan, dan tahap pembesaran, masing-masing tahapan menghasilkan produk
yang dapat dipasarkan secara tersendiri.
Pasar ikan gurami mengandalkan pada permintaan domestik. Prospek
bisnisnya cukup menjanjikan mengingat permintaan dari masyarakat yang cukup
besar. Ikan gurami lebih digemari dijual dalam keadaan hidup atau segar dan
biasanya harganya juga lebih tinggi dalam keadaan hidup (Anonim 2008).
2.1.2. Produksi gurami
Produksi ikan gurami mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar
35 %. Produksi gurami pada tahun 1999 sebesar 9.820 ton, lalu pada tahun 2000
meningkat menjadi 14.065 ton, dan pada tahun 2001 produksinya mencapai
19.027 ton. Namun, kontribusi ikan gurami di sektor perikanan dalam negeri baru
mencapai 10 % (DKP 2007). Rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat
Indonesia menjadi faktor rendahnya kontribusi produk perikanan. Tingkat
konsumsi ikan perkapita yang disarankan oleh FAO adalah 30 kg/tahun,
sedangkan Indonesia tingkat konsumsinya baru mencapai 24 kg/tahun, dan
merupakan negara yang memiliki tingkat konsumsi ikan terendah di ASEAN yang
memiliki tingkat konsumsi berkisar antara 30-100 kg/tahun
(Ferinaldy 2008). Data produksi ikan gurami di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Data produksi ikan gurami di Indonesia
Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya, DKP (2007)
2.2. Mineral dan Fungsinya
Unsur-unsur mineral adalah unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen,
dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh. Unsur-unsur tersebut kebanyakan
terdapat dalam makanan sebagai garam anorganik, misalnya natrium klorida,
tetapi beberapa mineral juga terdapat dalam senyawa organik, seperti sulfur dan
fosfor yang merupakan penyusun berbagai protein (Kasmidjo 1992).
Unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Pada proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar akan tetapi zat anorganiknya tidak,
karena itu disebut sebagai abu. Unsur mineral di dalam tubuh berfungsi sebagai
Tahun Jumlah Produksi (ton) 2000 14.065 2001 19.027 2002 16.438 2003 22.666 2004 23.758 2005 25.442 2006 28.716 2007 31.600
zat pembangun dan pengatur. Unsur mineral natrium, kalium, kalsium,
magnesium, dan fosfor terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar
dan karenanya disebut sebagai unsur mineral makro. Unsur mineral lain seperti
besi, iodium, tembaga, dan seng hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang
kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro (Winarno 1992).
2.2.1. Mineral makro
Unsur mineral makro merupakan unsur mineral yang terdapat dalam jumlah
yang cukup besar. Mineral makro dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari
100 mg sehari. Kelompok mineral makro terdiri dari kalium, kalsium, magnesium,
natrium, sulfur, klor, dan fosfor (Winarno 1992).
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok alkali
dengan simbol K. Kalium memiliki nomor atom 19 dengan berat atom 39,102 dan
berat jenis 0,87. Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan
intraseluler) dan di dalam otot (Harjono et al. 1996).
Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel. Kalium bersama-
sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan
asam basa. Kalium juga membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, seperti
piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme
karbohidrat (Winarno 1992). Kalium di dalam sel berfungsi sebagai katalisator
dalam banyak reaksi biologik terutama dalam metabolisme energi dan sintesis
glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel. Taraf kalium
dalam otot berhubungan dengan massa otot dan simpanan glikogen, oleh karena
itu ketika pembentukan otot dibutuhkan kalium dalam jumlah cukup karena
berkaitan dengan sintesis protein (Almatsier 2003).
Kekurangan kalium pada ikan menyebabkan lemah otot, penggelembungan
intestin, dan pelemahan otot kardiak dan respirasi. Studi tentang kebutuhan secara
kuantitatif terhadap mineral ini belum dilakukan karena ikan dapat memperoleh
asupan mineral kalium dari lingkungan perairan (Halver 1989). Kebutuhan
mineral kalium pada formulasi pakan ikan per kilogram sebesar 0,1-0,3 %
(Wiramiharja et al. 2007). Kekurangan kalium pada manusia juga akan
mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, dan kelumpuhan, sedangkan
bila kelebihan akan menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta
gangguan fungsi pada ginjal (Almatsier 2003).
Kalsium (Ca)
Kalsium adalah salah satu kation yang berlimpah di dalam tubuh ikan.
Meskipun peranan kalsium adalah untuk pembentukan tulang dan pemeliharaan
jaringan tulang namun, ion kalsium terdistribusi secara luas dalam jaringan lunak.
Fungsi lain dari kalsium meliputi kontraksi otot, proses pembekuan darah,
transmisi saraf, pemeliharaan keutuhan membran sel, dan aktivasi beberapa enzim
penting. Kalsium berikatan dengan fosfolipid di dalam membran sel dan berfungsi
dalam mengontrol permeabilitas membran dan mengatur pengambilan nutrien
oleh sel (Halver 1989).
Keperluan kalsium yang terbesar terjadi pada waktu pertumbuhan, tetapi
keperluan kalsium juga masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa.
Pada pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk maka tulang yang tua
dihancurkan secara simultan (Kasmidjo 1992).
Kecukupan kalsium pada ikan dapat ditemukan di sebagian besar tubuhnya
karena kemampuan ikan untuk memperoleh ion secara langsung dari
lingkungannya. Berbeda dengan hewan terestrial, tulang bukan merupakan tempat
utama regulasi kalsium pada ikan. Pertukaran gas melewati insang pada ikan
menyediakan ketersediaan kalsium secara kontinu. Regulasi kalsium ini terjadi
pada insang, sirip, dan epitelia mulut. Insang merupakan tempat utama regulasi
kalsium baik untuk ikan air tawar maupun ikan air laut. Kalsium yang diserap
disimpan pada tulang dan kulit. Secara umum penyerapan dan penyimpanan
kalsium oleh jaringan tubuh ikan adalah sama untuk ikan air tawar maupun ikan
air laut. Kekurangan kalsium pada ikan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
berkurangannya mineralisasi tulang, kelainan bentuk tulang dan rendahnya
efisiensi pakan yang dimakan (Halver 1989). Kebutuhan mineral kalsium pada
formulasi pakan ikan per kilogram sebesar 0,5 % (Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan kalsium pada manusia dapat mengakibatkan osteomalasis, yaitu
tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Penyebab utama
osteomalasia adalah kekurangan vitamin D. Selain itu, bila keseimbangan kalsium
negatif maka osteoporosis atau penurunan massa tulang dapat terjadi
(Winarno 1992). Kelebihan kalsium pada manusia dapat menimbulkan batu ginjal
atau gangguan ginjal dan konstipasi. Kelebihan kalsium dapat terjadi bila
menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier 2003).
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur logam dengan nomor atom 12 dan memiliki
berat atom 24,312 dengan lambang Mg. Garam dari Mg ini esensial di dalam gizi
dan diperlukan untuk aktivitas enzim, terutama yang bertanggungjawab dalam
fosforilasi oksidasi besi (Harjono et al. 1996).
Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim alin yang
berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap di usus
kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap
(Winarno 1992). Sebagian besar magnesium pada ikan terletak pada tulang.
Sisanya ditemukan dalam sel pada jaringan lunak. Magnesium berperan penting
dalam adaptasi respirasi pada ikan air tawar. Ikan air tawar memperoleh ion
magnesium secara aktif dari lingkungannya dan dari makanan. Magnesium pada
ikan diekskresikan melalui ginjal (Halver 1989). Kebutuhan mineral magnesium
dalam formulasi pembuatan pakan ikan per kilogram sebesar 0,05 %
(Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan magnesium pada ikan menyebabkan kalsinosis pada ginjal,
pelunakan tulang, kemunduran jaringan otot, sel epitel pilorik, dan filamen insang
(Halver 1989). Kekurangan magnesium terjadi apabila kekurangan konsumsi
protein dan energi. Kekurangan magnesium pada manusia akan mengakibatkan
kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung, dan
hypomagnesema (keadaan defisiensi Mg dalam darah) dengan gejala denyut
jantung tidak teratur, insomnia, lemah otot, kejang kaki, serta telapak kaki dan
tangan gemetar (Almatsier 2003).
Natrium (Na)
Natrium sebagian besar terdapat dalam plasma darah dan cairan di luar sel
(ekstraseluler), beberapa diantaranya juga terdapat dalam tulang. Natrium dan
klorida merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler yang berfungsi dalam
membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam
basa. Penyerapan ion natrium dan air pada ikan terjadi di membran epitel insang,
usus, integumen, dan ginjal (Halver 1989).
Kekurangan natrium pada ikan sulit untuk ditemukan karena ikan mampu
memperoleh natrium dari lingkungan perairan yang menjadi tempat hidupnya.
Kekurangan natrium pada hewan terestrial mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan, pelunakan tulang, terhambatnya perkembangan gonad, dan adrenal
hipertropi (Halver 1989). Kebutuhan mineral natrium pada formulasi pakan ikan
per kilogram sebesar 0,1-0,3 % (Wiramiharja et al. 2007).
Kondisi kelebihan kadar natrium pada manusia akan menyebabkan
hipertensi (tekanan darah tinggi) yang banyak ditemukan pada masyarakat yang
mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar seperti masyarakat Asia. Hal ini
disebabkan oleh pola kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan dengan
kandungan natrium yang tinggi, yaitu sekitar 7,6-8,2 gram per hari
(Winarno 1992).
Fosfor (P)
Fosfor merupakan unsur mineral dengan lambang P dan memiliki nomor
atom 15 dengan berat atom 30,974. Fosfor merupakan unsur esensial dalam diet,
unsur ini merupakan komponen utama dalam fase mineral tulang dan terdapat
secara berlimpah dalam semua jaringan (Harjono et al. 1996).
Fosfor bersama dengan kalsium adalah penyusun tulang dan gigi yang
sangat penting. Fosfor juga terdapat pada semua sel hidup dan diperlukan untuk
pelepasan dan penyimpanan energi (Kasmidjo 1992). Fosfor terdapat dalam
bentuk organik dan anorganik dalam bahan pangan. Enzim dalam saluran
pencernaan membebaskan fosfor anorganik dari ikatannya dengan bahan organik.
Fosfor sebagian besar diserap dalam bentuk anorganik. Sumber utama fosfor
adalah makanan dengan keadaan kadar protein yang tinggi seperti daging, unggas,
telur, dan ikan (Winarno 1992). Makanan merupakan sumber utama fosfor karena
lingkungan air tawar dan air laut rendah kandungan fosfornya (0,02 mg/liter).
Organisme perairan mempunyai mekanisme efektif dalam menyerap, menyimpan,
dan menyalurkan fosfat dari lingkungan air tawar maupun air laut. Fosfor
diekskresikan melalui ginjal lewat urin (Halver 1989). Kebutuhan mineral fosfor
pada formulasi pakan ikan per kilogram sebesar 0,7 % (Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan fosfor pada ikan menyebabkan kelainan bentuk tulang,
terhambatnya pertumbuhan, rendahnya efisiensi pakan, dan rendahnya kandungan
fosfor dan kalsium pada tulang (Halver 1989), sedangkan pada manusia apabila
kekurangan fosfor dapat mengakibatkan kerusakan tulang. Kelebihan fosfor pada
manusia akan menyebabkan ion fosfat mengikat kalsium sehingga dapat
menimbulkan kejang (Almatsier 2003).
2.2.2. Mineral mikro
Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam
jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan
tubuh akan mineral mikro adalah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri
dari besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor, dan tembaga (Winarno 1992).
Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh manusia akan dijelaskan
sebagai berikut:
Besi (Fe)
Besi merupakan unsur mineral dengan nomor atom 26 dan memiliki berat
atom 55,847 dengan lambang Fe. Besi merupakan konstituen penting dari
hemoglobin, sitokrom, dan komponen lain sistem enzim pernapasan. Besi
memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan
mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi (Harjono et al. 1996).
Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu
sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-
paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel-sel yang membutuhkannya
untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga
merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip
dengan hemoglobin yang terdapat di dalam sel-sel otot. Mioglobin akan berikatan
dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah menuju ke sel-sel otot.
Mioglobin yang berikatan dengan oksigen inilah yang menyebabkan daging dan
otot berwarna merah (Muchtadi et al. 1993). Penyerapan besi pada ikan terjadi
pada membran insang dan saluran intestinal mukosa yang merupakan tempat
utama penyerapan besi.
Ikan rainbow trout menyerap besi melalui ruang peritoneal dan disimpan
sebagian besar di ginjal, hati, dan limfa. Defisiensi besi dapat menyebabkan
anemia pada ikan, yaitu jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya
jumlah oksigen yang dibawa ke jaringan juga menurun (Halver 1989). Kebutuhan
mineral besi pada formulasi pakan ikan per kilogram sebesar 50-100 mg/kg
(Wiramiharja et al. 2007).
Begitu pula pada manusia bila kekurangan besi maka akan mengalami
anemia. Anemia besi pada manusia dapat diketahui dari kadar hemoglobin
seseorang. Kadar hemoglobin normal pada pria dewasa 13 g/100 ml dan untuk
wanita yang tidak sedang mengandung 12 g/100 ml. Kekurangan besi banyak
dialami bayi dibawah usia 2 tahun serta para ibu yang sedang mengandung
(Winarno 1992). Kebutuhan besi pada manusia dapat diperoleh dengan cara
mengkonsumsi makanan yang berasal dari kacang-kacangan, hati sapi, daging,
kuning telur, sayuran hijau, dan hasil perikanan (Groft dan Gropper 1999).
Iodium (I)
Iodium terdapat dalam air laut dengan konsentrasi yang sangat rendah, tetapi
organisme yang hidup di laut mempunyai kemampuan untuk menghimpunnya.
Ikan laut adalah sumber iodium yang sangat baik dan rumput laut adalah sumber
yang sangat kaya. Iodium dibutuhkan oleh kelenjar tiroid untuk pembentukan
tiroksin, yaitu hormon yang berperan dalam pengaturan kecepatan oksidasi
nutrien. Tiroksin adalah senyawa yang dibentuk oleh kombinasi antara iodium
dengan asam amino tirosin (Kasmidjo 1992).
Iodium sebagian besar diserap melalui usus kecil, tetapi beberapa
diantaranya langsung masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung.
Iodium yang dicerna masuk ke dalam kelenjar tiroid yang kadarnya 25 kali lebih
tinggi dari iodium yang ada dalam darah. Membran tiroid mempunyai kapasitas
spesifik untuk memindahkan iodium ke bagian belakang kelenjar. Iodium
bergabung dengan molekul tirosin membentuk tiroksin dalam kelenjar tiroid.
Studi mengenai kebutuhan mínimum iodium pada sebagian besar ikan
belum dilakukan. Kebutuhan iodium kemungkinan dipengaruhi oleh
pertumbuhan, jenis kelamin, umur, status fisiologis, stress oleh lingkungan,
penyakit, dan kandungan iodium pada lingkungan (Halver 1989).
Kekurangan iodium pada ikan mengakibatkan hipotiroid, pertumbuhan
lambat, mortalitas tinggi, dan pertumbuhan kerdil pada ikan sidat. Kebutuhan
iodium pada ikan yang diberikan lewat pakan yaitu 100-300 mg/kg pakan
(Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan iodium pada manusia dapat menyebabkan penyakit gondok
atau pembesaran sel kelenjar tiroid, dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin, dan menghambat pertumbuhan yang dikenal dengan
kretinisme. Makanan laut berupa ikan, udang, kerang, dan ganggang merupakan
sumber iodium yang baik, selain itu penggunaan garam beriodium juga dapat
dijadikan sebagai usaha untuk menanggulangi kekurangan iodium
(Almatsier 2003).
Seng (Zn)
Seng merupakan unsur mineral dengan lambang Zn. Unsur Zn ini memiliki
berat atom 65,37 dan mempunyai nomor atom 30. Seng diperlukan dalam jumlah
sangat kecil dalam tubuh (dalam diet) dan membentuk bagian yang esensial dari
banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam metabolisme
karbondioksida). Seng memiliki peranan yang penting dalam sintesis protein serta
pembelahan sel. Defisiensi seng sering dihubungkan dengan anemia, kerdil,
penyembuhan luka terganggu, dan geofagia (gangguan pengecapan atau ketidak-
normalan pada kemampuan mengecap rasa) (Harjono et al. 1996).
Ikan mengakumulasi seng dari lingkungan perairan dan makanan. Tempat
utama pengambilan seng pada ikan adalah insang dan saluran gastrointestinal.
Seng secara normal diekskresikan oleh ginjal atau sel klorida pada insang.
Kekurangan seng pada ikan rainbow trout menyebabkan penurunan pertumbuhan,
tingginya mortalitas, katarak, erosi pada sirip dan kulit serta menyebabkan tubuh
ikan menjadi pendek (Halver 1989). Kekurangan seng pada ikan mas
menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat, mortalitas tinggi, dan kandungan
seng serta mangan rendah pada tulang. Kebutuhan mineral seng untuk ikan yang
diberikan melalui pakan adalah sebesar 30-100 mg/kg pakan
(Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan seng pada manusia akan menyebabkan karakteristik tubuh
pendek dan keterlambatan pematangan seksual. Sumber makanan penghasil seng
yang baik adalah hasil perikanan, terutama jenis kerang-kerangan. Selain itu, jenis
makanan berupa daging dan telur dapat juga dijadikan sebagai sumber seng. Daya
absorpsi seng pada manusia berkisar antara 15-40 %. Daya absorpsi tersebut
dipengaruhi oleh status seng tubuh seseorang (Almatsier 2003).
Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan unsur mineral dengan lambang Cu dan memiliki
nomor atom 29. Tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa sekitar 100-150 mg,
dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut, dan otak. Tembaga
berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan sebagai kofaktor bagi enzim
tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses
pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Harjono et al. 1996).
Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu
absorpsi besi dan melepas simpanan besi dari feritin dalam hati (Almatsier 2003).
Studi mengenai metabolisme tembaga pada ikan lebih mengarah pada efek
toksik yang ditimbulkan sebagai akibat polusi logam berat. Metabolisme tembaga
pada ikan belum secara jelas didefinisikan. Distribusi tembaga memiliki kesamaan
pada ikan air laut maupun pada mamalia (Syed dan Coombs 1982 diacu dalam
Halver 1989). Konsentrasi terbesar tembaga terdapat pada otak, jantung, hati, dan
mata. Tingkat kandungan tembaga yang tinggi ditemukan pada iris dan kloroid
pada mata, dimana tembaga secara umum berasosiasi dengan melanin dan
sebagian besar berikatan dengan protein. Hewan invertebrata laut, khususnya
moluska mampu mengakumulasi tembaga dalam jumlah besar (Halver 1989).
Kebutuhan mineral tembaga pada formulasi pakan ikan per kilogram sebesar 1,0-
4,0 mg/kg (Wiramiharja et al. 2007).
Kekurangan tembaga pada pakan ikan yang tidak diberi tambahan tembaga
menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat dan katarak pada mata
(Halver 1989). Kekurangan tembaga pada manusia umumnya terjadi pada bayi
dan anak-anak yang mengalami kekurangan konsumsi protein (KKP). Kekurangan
kadar tembaga akan menyebabkan terjadinya leucopenia (kekurangan sel darah
putih), demineralisasi tulang, dan kurangnya jumlah sel darah merah yang
dihasilkan (Winarno 1992). Sumber makanan utama yang mengandung tembaga
adalah tiram, kerang, hati, ginjal, unggas, dan coklat (Almatsier 2003).
2.3. Kelarutan Mineral pada Manusia
Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan
yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh manusia) apabila mineral tersebut
dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat
bioavailable. Mineral dalam fungsi pemanfaatannya diperlukan dalam kondisi
mineral terlarut. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam
proses penyerapan mineral (Newman dan Jagoe 1994).
Daya serap mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan
faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong, yaitu faktor yang
dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral tersebut menjadi bentuk
yang memudahkan untuk diserap. Faktor yang dapat dijadikan faktor pendorong
adalah suhu dan kondisi pH asam (Sediaoetama 1993). Faktor penghambat
berfungsi mengikat molekul-molekul mineral tersebut dan membentuk senyawa
yang tidak larut sehingga menyulitkan dalam hal penyerapan (Newman dan
Jagoe 1994). Faktor yang merupakan penghambat adalah kondisi pH basa,
keberadaan serat, dan asam fitat. Asam fitat dalam serat kacang-kacangan dan
serealia serta asam oksalat dalam bayam mengikat mineral-mineral tertentu
sehingga tidak dapat diabsorpsi. Makanan dengan kandungan serat yang tinggi
(lebih dari 35 gram sehari) akan menghambat absorpsi dari kalsium, besi, seng,
dan magnesium (Almatsier 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut tersebut
adalah interaksi antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya dan
keberadaan vitamin. Mineral dengan jumlah muatan (valensi) yang sama akan
bersaing satu sama lainnya untuk diabsorpsi. Mineral seperti kalsium dan besi
yang mempunyai bilangan valensi yang sama +2 akan bersaing untuk diabsorpsi.
Kalsium yang terlalu banyak dikonsumsi menghambat absorpsi besi. Keberadaan
vitamin C meningkatkan absorpsi besi apabila dikonsumsi dalam waktu
bersamaan, sedangkan vitamin D akan meningkatkan daya absorpsi dari kalsium
(Almatsier 2003).
2.4. Mekanisme Penyerapan Mineral
Mineral biasanya diserap dalam bentuk garam yang larut dalam cairan, lalu
digunakan dalam bentuk elektrolit. Sel-sel mengatur ke mana garam harus
bergerak dengan demikian menetapkan ke mana cairan harus mengalir, karena
cairan mengikuti garam. Kecenderungan air mengikuti garam dinamakan osmosis.
Bila garam larut air, misalnya garam NaCl akan terdisosiasi, maka akan terbentuk
ion-ion bermuatan positif dan negatif. Ion positif dinamakan kation, sedangkan
ion negatif dinamakan anion. Ion mengandung muatan listrik dan dinamakan
larutan elektrolit. Ada keseimbangan dalam semua larutan elektrolit antara
konsentrasi kation dan anion (Almatsier 2003).
Molekul air karena bersifat polar maka menarik elekrolit. Walaupun
molekul air bermuatan nol, tetapi sisi oksigennya sedikit bermuatan negatif
sedangkan hidrogennya sedikit bermuatan positif. Oleh sebab itu, dalam suatu
larutan elektrolit, baik ion positif maupun ion negatif menarik molekul air di
sekitarnya. Air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang berkonsentrasi lebih
tinggi, hal ini dilakukan melalui membran sel semipermeabel, yaitu yang bersifat
permeabel untuk air tetapi tidak permeabel untuk elektrolit. Kekuatan yang
mendorong air untuk bergerak disebut tekanan osmosis (Almatsier 2003).
Membran sel mengandung alat transpor berupa protein yang mengatur
penyebrangan ion positif dan kation lain melalui membran sel tersebut. Ion negatif
akan mengikuti ion positif dan air akan mengalir ke arah cairan yang lebih tinggi
konsentrasinya. Jumlah berbagai jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga
dalam keadaan konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh maka harus
diganti dari sumber di luar tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh
mempunyai suatu mekanisme yang mengatur agar konsentrasi semua mineral
dalam batas normal. Pengaturan ini terutama dilakukan oleh saluran cerna dan
ginjal. Bagian atas saluran cerna, yaitu lambung dan usus halus secara terus
menerus memperoleh mineral melalui getah pencernaan dan cairan empedu.
Mineral ini kemudian diserap kembali di bagian bawah saluran cerna, yaitu di
bagian kolon atau usus besar. Melalui mekanisme ini cairan mengalami daur
ulang, yang cukup berarti untuk pemeliharaan keseimbangan elektrolit
(Almatsier 2003).
2.5. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)
Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan perangkat untuk
menganalisis zat pada konsentrasi rendah. Logam yang mudah diuapkan seperti
Cu, Zn, Pb, dan Cl umumnya ditentukan pada suhu rendah, sedangkan untuk
unsur-unsur yang tidak mudah diatomisasi diperlukan suhu yang tinggi. Prinsip
metode AAS adalah absorpsi cahaya oleh atom pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar 1990).
Cara kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam
yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut
mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda
yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi
kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya
(Darmono 1995).
Spektrofotometer serapan atom (AAS) mengukur radiasi yang diserap oleh
atom-atom yang tereksitasi. Dewasa ini teknik AAS merupakan teknik terbaik dan
paling sesuai dalam analisis unsur-unsur secara rutin dengan waktu yang
diperlukan cukup cepat dan mudah. Instrumen untuk spektroskopi umumnya
terdiri dari: (1) sumber radiasi; (2) wadah sampel; (3) monokromator; (4) detektor;
dan (5) rekorder (Nur dan Adijuwana 1989). Spektrofotometer serapan atom
(AAS) merupakan alat yang canggih dalam analisis. Hal ini disebabkan oleh
kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat runut, dan tidak memerlukan
pemisahan pendahuluan (Khopkar 1990).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian tentang analisis kandungan mineral pada daging ikan gurami
dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Penanganan Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi,
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Antar universitas,
Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan
gurami yang diperoleh dari usaha pembesaran ikan air tawar di Desa Cibereum
Petir, Bogor, Jawa Barat dengan kondisi masih segar yang diberi pakan buatan
berupa pelet dan pakan alami berupa daun talas. Bahan yang digunakan pada
analisis proksimat adalah akuades, asam borat, H2SO4, NaOH, HCl, dan pelarut
heksana. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah HCl, ammonium
molibdat, ammonium vanadat, asam nitrat, akuades mutu tinggi atau air bebas ion,
dan larutan stok standar 1000 ml/l.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), kertas saring Whatman no. 541 atau Schleicher and
Schull no. 589-1, hotplate, timbangan analitik dengan kepekaan 1 mg atau 0,1 mg,
cawan porselen, dan alat-alat gelas khusus untuk analisis mineral dengan AAS.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian tahap 1, yaitu dengan mengumpulkan data-data awal berupa asal
ikan gurami (Osphronemus gouramy), pakan, waktu pemeliharaan ikan, ukuran
ikan (panjang dan berat ikan), pengukuran rendemen tubuh ikan (daging, insang,
sirip, tulang, dan sisik), dan analisis komposisi kimia (proksimat) daging ikan
gurami.
Penelitian tahap 2, yaitu analisis kandungan mineral daging ikan gurami
segar. Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui profil mineral makro dan
mineral mikro pada daging ikan gurami.
3.3.1. Persiapan contoh
Sampel ikan gurami yang masih hidup kemudian dimatikan dengan cara
menusuk bagian medulla oblongata yang terletak pada bagian kepala, setelah itu
ikan dibersihkan, ditimbang untuk mengetahui rendemen yang dihasilkan, lalu
dilakukan pemfiletan untuk mendapatkan dagingnya. Kemudian sampel
dimasukkan ke dalam plastik atau botol gelas yang bersih dan tertutup rapat.
Sampel dianalisis yang meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. Analisis
kadar air dilakukan sebelum sampel mengalami penyimpanan dingin, hal ini
dilakukan untuk menghindari perubahan kadar air pada bahan. Sampel juga
dianalisis kandungan mineralnya untuk mengetahui mineral makro (Na, K, Ca,
Mg, dan P), serta mineral mikro (Zn, I, Cu dan Fe) pada daging ikan gurami.
3.3.2. Rendemen (AOAC 1995)
Penentuan rendemen ikan gurami dilakukan dengan cara membandingkan
berat akhir dengan berat awal dari sampel. Berat akhir sampel merupakan berat
bersih bagian daging dari sampel tersebut.
% Rendemen = %100awalberat akhirberat
x
3.3.3. Analisis proksimat
(1). Kadar air (AOAC 1995)
Prinsip penentuan kadar air, yaitu sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 100-102 oC sampai diperoleh berat yang tetap. Mula-mula cawan kosong
dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 oC, didinginkan dalam
desikator selama 15 menit, lalu ditimbang. Sebanyak ± 5 g sampel ditimbang
dengan terlebih dahulu dihomogenkan dalam cawan, kemudian dikeringkan dalam
oven 100-102 oC. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian
ditimbang. Proses pengeringan pada oven 100-102 oC dilakukan berulang kali
sampai didapatkan berat yang tetap. Kadar air ditentukan dengan rumus:
% Kadar Air = %100A - BC - B
x
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging ikan (gram)
C = Berat cawan dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram).
(2). Kadar abu (AOAC 1995)
Prinsip penentuan kadar abu, yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan
dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
sekitar 550 oC. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu
sekitar 550 oC selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama
30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200 oC dan ditimbang.
Daging ikan gurami sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam
tungku dan dipanaskan secara bertahap hingga suhu 550 oC. Proses pengabuan
dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah proses pengabuan selesai, suhu
tungku pengabuan diturunkan menjadi sekitar 200 oC, lalu cawan abu porselin
didinginkan selama 30 menit dalam desikator kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu pada daging ikan gurami:
% Kadar Abu = %100A - BA - C
x
Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan setelah
dikeringkan (gram).
(3). Kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip penentuan kadar protein, yaitu berdasarkan oksidasi bahan-bahan
berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi
dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa
dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen
yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi
menggunakan HCl 0,02 N.
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 50 ml,
kemudian ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat dan beberapa butir kjeltab, lalu
sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Labu Kjeldahl
dibiarkan sampai dingin, kemudian dipindahkan ke alat destilasi. Labu Kjeldahl
dicuci dan dibilas dengan akuades, kemudian air cucian tersebut dipindahkan ke
dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat
kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi kemudian ditampung dalam erlenmeyer
125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan indikator campuran metilen merah, kemudian
dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai kembali berwarna merah. Kadar protein
dihitung berdasarkan kadar N:
% N = %100contoh mg
14,007 x HCl normalitas x blanko) ml - HCl (mlx
% Protein = % N x 6,25
(4) Kadar lemak (AOAC 1995)
Prinsip penetapan kadar lemak, yaitu lemak diekstrak dengan pelarut lemak.
Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung
persentasenya. Kadar lemak ditentukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Labu
lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Contoh sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring bebas lemak dan ditutup
dengan kapas bebas lemak, kemudian diletakkan di dalam alat ekstraksi Soxhlet.
Heksana ditambahkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan refluks selama
minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, kemudian pelarutnya ditampung.
Selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu
105 oC. Setelah dikeringkan sampai beratnya tetap lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang labu beserta lemaknya. Perhitungan kadar lemak pada
daging ikan gurami:
% Kadar lemak = %100W1
W2- W3x
Keterangan: W1 = Berat ikan gurami (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.3.4. Analisis mineral
Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral makro
(natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan fosfor) dan mineral mikro (seng,
iodium, besi, dan tembaga) yang terdapat pada daging ikan gurami pada waktu
pemeliharaan yang berbeda.
(1). Pengujian mineral (Mg, Ca, K, Na, Zn, Cu, Fe) (Fardiaz et al. 1990).
Prinsip penetapan mineral, yaitu sesudah penghilangan bahan-bahan organik
dengan pengabuan kering atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan
disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam alat Spektrofotometer serapan atom
(AAS) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada
panjang gelombang tertentu.
Sampel diabukan dengan metode pengabuan basah. Pada proses pengabuan
basah, sampel ditimbang sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml,
lalu ditambahkan 5 ml HNO3 ke dalam labu erlenmeyer dan dibiarkan selama
1 jam. Kemudian dipanaskan di atas hotplate selama ± 4 jam dan didinginkan.
Selanjutnya ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat dan dipanaskan kembali. Setelah
terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning bening, sampel tersebut
ditambahkan campuran HClO4 dan HNO3 sebanyak 3 ml, dan dipanaskan kembali
selama ± 15 menit, lalu ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat
kemudian dipanaskan kembali sampai larut dan didinginkan.
Larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan
akuades sampai konsentrasinya berada pada kisaran kerja logam yang diinginkan.
Larutan standar dapat dibuat dengan menggunakan bahan kimia yang tercantum
pada Tabel 3.
Larutan standar blanko dan sampel dialirkan ke dalam AAS. Kemudian
diukur absorbansi atau tinggi puncak dari larutan standar, blanko, dan sampel
pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral
dengan spektrofotometer. Diagram alir penetapan mineral dapat dilihat pada
Gambar 2.
Tabel 3. Pembuatan larutan standar logam 1000 ppm
Jenis Mineral Bahan Kimia
Bobot (g) per
500 ml
Larutan
Kalsium (Ca) CaCO3 (kering) 1,248
Tembaga (Cu) CuSO4.5H2O 2,962
Besi (Fe) Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.H2O 4,316
Magnesium (Mg) MgSO4.7H2O 5,060
Kalium (K) KCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 0,952
Natrium (Na) NaCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 1,272
Seng (Zn) ZnSO4.7H2O 2,200
Gambar 2. Diagram alir penetapan mineral (Fardiaz et al. 1990)
Tabel 3. Pembuatan larutan standar logam 1000 ppm
Jenis Mineral Bahan Kimia
Bobot (g) per
500 ml
Larutan
Kalsium (Ca) CaCO3 (kering) 1,248
Tembaga (Cu) CuSO4.5H2O 2,962
Besi (Fe) Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.H2O 4,316
Magnesium (Mg) MgSO4.7H2O 5,060
Kalium (K) KCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 0,952
Natrium (Na) NaCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 1,272
Seng (Zn) ZnSO4.7H2O 2,200
Gambar 2. Diagram alir penetapan mineral (Fardiaz et al. 1990)
Tabel 3. Pembuatan larutan standar logam 1000 ppm
Jenis Mineral Bahan Kimia
Bobot (g) per
500 ml
Larutan
Kalsium (Ca) CaCO3 (kering) 1,248
Tembaga (Cu) CuSO4.5H2O 2,962
Besi (Fe) Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.H2O 4,316
Magnesium (Mg) MgSO4.7H2O 5,060
Kalium (K) KCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 0,952
Natrium (Na) NaCl (dikeringkan ± 2 jam, 105 oC) 1,272
Seng (Zn) ZnSO4.7H2O 2,200
Gambar 2. Diagram alir penetapan mineral (Fardiaz et al. 1990)
Kadar mineral di dalam bahan dihitung dengan rumus:
Kadar mineral (mg/100 g ) = w10
100 x fp x V x b)-(a
Kadar mineral (mg/100g basis kering (bk)) = %100airkadar %100basah basis mineralkadar
x−
Keterangan:
a = konsentrasi larutan sampel (ppm)
b = konsentrasi larutan blanko (ppm)
v = volume ekstrak
fp = faktor pengenceran
w = berat sampel (g)
(2). Pengujian fosfor (Apriyantono et al. 1989)
Prinsip penetapan fosfor, yaitu sampel ditambahkan asam nitrat untuk
mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel
diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang
ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan
membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange
dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 400 nm dan
dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui konsentrasinya.
Analisis sampel dilakukan dengan metode pengabuan basah, yaitu sebanyak
5 g sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml, lalu ditambahkan 20 ml
asam nitrat pekat, kemudian dididihkan selama 5 menit. Setelah itu didinginkan
dan ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat, lalu dipanaskan dan disempurnakan
destruksinya dengan penambahan HNO3 setetes demi setetes sampai larutan tidak
berwarna. Sampel dipanaskan sampai timbul asap putih, lalu didinginkan.
Kemudian ditambahkan 15 ml akuades dan dididihkan lagi selama ± 10 menit,
didinginkan dan larutan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Kemudian
larutan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera.
Persiapan pereaksi, yaitu 20 g ammonium molibdat dilarutkan dalam
400 ml akuades hangat (50 oC), lalu didinginkan. Sebanyak 1 g amonium vanadat
(amonium meta vanadat) dilarutkan dalam 300 ml akuades mendidih, kemudian
didinginkan. Perlahan-lahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat sambil diaduk.
Setelah itu larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat dan diaduk,
kemudian diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades. Diagram alir
penetapan mineral fosfor ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses penetapan mineral fosfor
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara sebanyak 3,834 g
potasium dihidrogen fosfat kering (KH2PO4) dilarutkan dengan akuades dan
diencerkan sampai volume 1000 ml, kemudian diambil 25 ml larutan tersebut dan
dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera
(1 ml = 0,2 mg P2O5). Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk
mendapatkan konsentrasi standar fosfor, yaitu 0,5; 1, 2, 4, 5, dan 10 ppm.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 0;
2,5; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ml larutan fosfot standar ke dalam satu seri labu
takar 100 ml, lalu diencerkan masing-masing sampai volume 50-60 ml dengan
didinginkan. Perlahan-lahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat sambil diaduk.
Setelah itu larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat dan diaduk,
kemudian diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades. Diagram alir
penetapan mineral fosfor ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses penetapan mineral fosfor
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara sebanyak 3,834 g
potasium dihidrogen fosfat kering (KH2PO4) dilarutkan dengan akuades dan
diencerkan sampai volume 1000 ml, kemudian diambil 25 ml larutan tersebut dan
dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera
(1 ml = 0,2 mg P2O5). Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk
mendapatkan konsentrasi standar fosfor, yaitu 0,5; 1, 2, 4, 5, dan 10 ppm.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 0;
2,5; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ml larutan fosfot standar ke dalam satu seri labu
takar 100 ml, lalu diencerkan masing-masing sampai volume 50-60 ml dengan
didinginkan. Perlahan-lahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat sambil diaduk.
Setelah itu larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat dan diaduk,
kemudian diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades. Diagram alir
penetapan mineral fosfor ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses penetapan mineral fosfor
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara sebanyak 3,834 g
potasium dihidrogen fosfat kering (KH2PO4) dilarutkan dengan akuades dan
diencerkan sampai volume 1000 ml, kemudian diambil 25 ml larutan tersebut dan
dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera
(1 ml = 0,2 mg P2O5). Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk
mendapatkan konsentrasi standar fosfor, yaitu 0,5; 1, 2, 4, 5, dan 10 ppm.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 0;
2,5; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ml larutan fosfot standar ke dalam satu seri labu
takar 100 ml, lalu diencerkan masing-masing sampai volume 50-60 ml dengan
akuades. Kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ke dalam
masing-masing labu takar dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan akuades.
Larutan kemudian didiamkan selama ± 10 menit, lalu diukur absorbansi masing-
masing larutan di dalam kuvet gelas dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm.
Penetapan sampel dilakukan dengan cara larutan hasil pengabuan basah
diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, lalu
ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat molibdat dan diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera. Sampel didiamkan selama ± 10 menit,
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm.
(3). Pengujian iodium (Raghuramulu et al. 1983 diacu dalam Irawan 2006).
Prinsip penetapan iodium, yaitu penetapan kuantitatif sejumlah iodin di
dalam sampel berdasarkan reduksi katalis ion ceri (Ce 4+) menjadi ion cero (Ce 3+)
oleh iodin. Sebanyak 2 g sampel ditimbang, lalu ditambahkan larutan campuran
natrium karbonat dan kalium perklorat 0,5 ml. Campuran sampel tersebut
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama ± 2 jam. Sampel
tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam tanur, kemudian suhu dinaikkan secara
perlahan-lahan sampai suhu 500 oC selama 4-6 jam. Hasil pengabuan tersebut lalu
didinginkan dan ditambahkan pereaksi 10 ml larutan arsenat, kemudian sampel
disentrifus pada kecepatan 2000 rpm selama 20 menit.
Larutan standar dibuat dengan cara sebanyak 1-2 g KI dilarutkan dengan
akuades sampai 1000 ml, untuk mendapatkan konsentrasi iodium 1000 ppm. Hasil
konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan
konsentrasi standar, yaitu 0; 0,05; 0,1; 0,25; 0,5; dan 0,75 ppm.
Sebanyak 5 ml supernatan hasil sentrifus dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian direndam dalam penangas air bersuhu 37 oC. Setelah itu ke
dalam supernatan tersebut ditambahkan larutan ceri ammonium sulfat 1 ml, lalu
didiamkan ± 20 menit dan diukur reduksi ceri (Ce 4+) menjadi cero (Ce 3+) oleh
iodin pada panjang gelombang 420 nm. Diagram alir penetapan mineral iodium
ditunjukkan pada Gambar 4. Kadar iodium di dalam bahan dihitung dengan
rumus:
I (µg / 100 g) = B
100 x V x C
Keterangan:
C = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar
V = volume sampel (ml)
B = berat sampel (g)
Gambar 4. Diagram alir penetapan mineral iodium
3.3.5. Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada analisis data penelitian ini
adalah model rancangan acak lengkap (RAL). Asumsi yang digunakan dalam
menggunakan rancangan percobaan ini adalah pengaruh perlakuan dan
lingkungan bersifat aditif, ragam galat percobaan homogen, galat percobaan
I (µg / 100 g) = B
100 x V x C
Keterangan:
C = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar
V = volume sampel (ml)
B = berat sampel (g)
Gambar 4. Diagram alir penetapan mineral iodium
3.3.5. Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada analisis data penelitian ini
adalah model rancangan acak lengkap (RAL). Asumsi yang digunakan dalam
menggunakan rancangan percobaan ini adalah pengaruh perlakuan dan
lingkungan bersifat aditif, ragam galat percobaan homogen, galat percobaan
I (µg / 100 g) = B
100 x V x C
Keterangan:
C = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar
V = volume sampel (ml)
B = berat sampel (g)
Gambar 4. Diagram alir penetapan mineral iodium
3.3.5. Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada analisis data penelitian ini
adalah model rancangan acak lengkap (RAL). Asumsi yang digunakan dalam
menggunakan rancangan percobaan ini adalah pengaruh perlakuan dan
lingkungan bersifat aditif, ragam galat percobaan homogen, galat percobaan
menyebar normal, dan galat percobaan saling bebas. Nilai rata-rata dihitung
menggunakan rumus berikut (Walpole 1992):
X = Nilai rata-rata
N = Jumlah data
X = Nilai X ke-i
Analisis pengaruh waktu pemeliharaan ikan terhadap komposisi mineral
ikan dilakukan melalui uji ragam (ANOVA) single factorial. Persamaan umum
model rancangan tersebut sebagai berikut:
Yij = µ + �i + �ij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = nilai tengah populasi
�i = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
�ij = galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Hipotesis yang digunakan:
Ho : µ i = µ j
H1 : µ i � µ j
Apabila Fhit > Ftab maka tolak Ho artinya terdapat perbedaan yang nyata
terhadap komposisi kimia atau mineral dari berbagai waktu pemeliharaan.
Apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak Ho artinya tidak terdapat perbedaan
yang nyata terhadap komposisi kimia atau mineral dari berbagai waktu
pemeliharaan.
n
XiX
n
i�
== 1
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Tahap 1
Waktu pemeliharaan ikan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ikan
gurami yang dipelihara sampai berumur 7 bulan-1 tahun, ikan gurami yang
dipelihara sampai berumur 1,5-2 tahun, dan ikan gurami yang dipelihara sampai
umur 2,5-3 tahun. Waktu pemeliharaan tersebut dipilih pada penelitian ini karena
ikan gurami telah mencapai ukuran yang umum dikonsumsi oleh konsumen
(Tabel 4).
Tabel 4. Lama waktu pemeliharaan, panjang, dan berat ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Waktu pemeliharaan Panjang (cm) Berat (gram)
7 bulan–1 tahun 27-29 300-400
1,5–2 tahun 32-34 600-700
2,5–3 tahun 36-38 900-1100
Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan yang digunakan pada penelitian ini
meliputi tiga ukuran lama waktu pemeliharaan, yaitu ikan gurami yang berumur
7 bulan-1 tahun dengan panjang total antara 27-29 cm dan berat berkisar antara
300-400 g, ikan gurami umur 1,5-2 tahun yang memiliki panjang total dan berat
berkisar antara 32-34 cm dan 600-700 g, lalu ikan gurami umur 2,5-3 tahun
dengan panjang total berkisar antara 36-38 cm dan berat 900-1100 g.
Pertumbuhan ikan gurami tergolong sangat lambat jika dibandingkan ikan
budidaya lainnya, ikan gurami baru dapat mencapai ukuran konsumsi
500 gram/ekor setelah memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun.
Rendemen dari masing-masing ikan dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.
Gambar 5, 6, dan 7 menunjukkan ikan gurami umur 2,5-3 tahun memiliki
nilai rendemen daging tertinggi, yaitu sekitar 52 % dan ikan gurami umur
7 bulan-1 tahun memiliki rendemen daging terendah, yaitu sekitar 45 %.
Sedangkan untuk rendemen tulang, ikan gurami umur 2,5-3 tahun memiliki nilai
terendah, yaitu sekitar 30 % dan ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun memiliki nilai
tertinggi sekitar 38 %.
Gambar 5. Persentase rendemen ikan gurami umur 2,5-3 tahun
Gambar 6. Persentase rendemen ikan gurami umur 1,5-2 tahun
Gambar 7. Persentase rendemen ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun
daging52%
tulang30%
sisik4%
sirip5%
insang1%
Jeroan8%
daging49%
tulang34%
sisik4%
sirip3%
insang2%
Jeroan8%
tulang38%
daging45%
sisik4%
sirip5%
insang2%
Jeroan6%
Rendemen bagian tubuh yang lain, yaitu jeroan, insang, sirip, dan sisik
memiliki nilai yang hampir seragam, artinya tidak memiliki perbedaan yang
cukup besar di antara ketiga waktu pemeliharaan tersebut, yaitu untuk jeroan
berkisar antara 6-8 %, insang 1-2 %, sirip 3-5 %, dan sisik sekitar 4 %. Data
tersebut menunjukkan terjadi peningkatan rendemen daging seiring dengan
bertambahnya waktu pemeliharaan dan berkurangnya rendemen tulang seiring
dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Hal ini disebabkan karena ikan umur
2,5-3 tahun memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan umur 1,5-
2 tahun dan ikan umur 7 bulan-1 tahun sehingga akumulasi daging pada ikan
umur 2,5-3 tahun lebih besar seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan,
oleh karena itu jumlah rendemen dagingnya lebih tinggi. Tingginya rendemen
tulang pada ikan umur 7 bulan-1 tahun diduga disebabkan karena masih terjadi
proses pertumbuhan badan dan pembentukan otot.
Bagian yang belum dimanfaatkan seperti tulang, jeroan, insang, sirip, dan
sisik yang dimiliki oleh ikan gurami memiliki nilai yang cukup besar, yaitu
berkisar antara 48-55 %. Bagian-bagian tersebut seringkali dibuang dan kurang
dimanfaatkan, namun industri perikanan saat ini telah mengembangkan prinsip
zero waste, yaitu memanfaatkan limbah sehingga tidak ada bagian yang dibuang
dan memiliki nilai tambah. Tulang dan sirip merupakan sumber mineral yang
memiliki potensi komersial bila dimanfaatkan. Tulang sudah banyak diproduksi
menjadi tepung tulang ikan yang kaya akan mineral. Sisik ikan gurami yang
berukuran besar dapat dimanfaatkan menjadi gelatin dan asesoris, misalnya bros,
gantungan kunci, bando, dan lain-lain, sedangkan jeroannya dapat dimanfaatkan
menjadi pakan ternak.
Komposisi kimia ikan gurami
Komposisi kimia yang terkandung dalam ikan berbeda-beda dan
menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas ikan tersebut memberikan
asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Keragaman komposisi kimia dapat
disebabkan oleh faktor makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur ikan
(Winarno 1992). Komposisi kimia ikan meliputi kadar air, abu, protein, dan
lemak. Komposisi kimia ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia ikan gurami (Osphronemus gouramy) pada berbagai waktu pemeliharaan
Komposisi kimia (%) Ikan gurami
umur 7 bulan-1 tahun
Ikan gurami umur
1,5-2 tahun
Ikan gurami umur
2,5-3 tahun
Kadar air 75,48 ± 0,28 74,62 ± 0,08 72,96 ± 0,05
Kadar abu 1,03 ± 0,08 0,95 ± 0,05 0,90 ± 0,01
Kadar protein 18,71 ± 0,13 18,93 ± 0,01 20,67 ± 0,28
Kadar lemak 2,21 ± 0,04 2,43 ± 0,08 2,79 ± 0,42
(1) Kadar air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Produk hasil perikanan
umumnya memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Kandungan air dalam
bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan
mikroorganisme. Tingginya kadar air pada bahan makanan akan memudahkan
mikroorganisme untuk tumbuh, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada bahan makanan. Rendahnya kadar air pada bahan makanan akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang daya
simpan bahan makanan tersebut (Winarno 1992). Kadar air ikan gurami pada
berbagai waktu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kadar air ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
Gambar 8 menunjukkan kadar air tertinggi terdapat pada ikan umur
7 bulan-1 tahun dengan nilai 75,48 %, sedangkan kadar air terendah terdapat pada
75,48 ± 0,28 74,62 ± 0,08 72,96 ± 0,05
0
15
30
45
60
75
Umur 7 bln-1tahun
Umur 1,5-2tahun
Umur 2,5-3tahun
Lama Pembesaran
Kad
ar A
ir (%
)
ikan gurami umur 2,5-3 tahun dengan nilai 72,96 %. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar air pada ikan dipengaruhi oleh perbedaan ukuran ikan yang secara tidak
langsung berkaitan dengan waktu pemeliharaan. Kandungan air ikan gurami yang
memiliki waktu pemeliharaan lebih singkat lebih tinggi dibandingkan ikan gurami
yang memiliki waktu pemeliharaan lebih lama. Ketika ikan berada pada usia
muda, ketika sel-selnya membelah, proporsi ekstraseluler yang lebih tinggi
menghasilkan lebih banyak air, sodium, dan klorida, semuanya berkurang
seiring dengan pertumbuhan. Ketika jumlah sel telah mencapai keadaan yang
stabil maka kandungan air menjadi konstan (Love 1970).
(2). Kadar abu
Bahan makanan mengandung sekitar 96 % yang terdiri dari bahan organik
dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat
anorganik atau kadar abu. Bahan-bahan organik terbakar saat proses pembakaran
tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1992). Kadar
abu ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kadar abu ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
Gambar 9 menunjukkan kadar abu tertinggi terdapat pada ikan gurami umur
7 bulan-1 tahun dengan nilai 1,03 %, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada
ikan gurami umur 2,5-3 tahun dengan nilai 0,90 %. Ikan gurami yang berumur
lebih muda memiliki kandungan mineral lebih banyak dibandingkan ikan gurami
dengan waktu pemeliharaan lebih lama, hal tersebut diduga karena pada ikan yang
1,03±0,080,95±0,05 0,90±0,01
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Umur 7 bln-1tahun
Umur 1,5-2tahun
Umur 2,5-3tahun
Lama Pembesaran
Kad
ar A
bu (%
)
berumur muda, pembentukan kerangka tubuh dan jaringan tubuh lainnya masih
berlangsung sehingga dibutuhkan lebih banyak mineral untuk menunjang
pertumbuhan tubuh ikan tersebut. Kadar abu yang terdapat pada suatu bahan dapat
digunakan sebagai petunjuk keberadaan mineral pada bahan tersebut
(Almatsier 2003).
Tan (1971) menyebutkan bahwa ikan yang berukuran lebih kecil memiliki
kandungan abu lebih tinggi daripada ikan yang berukuran lebih besar karena
berkaitan dengan pembentukan jaringan skeletal (rangka). Pertumbuhan ikan pada
awalnya lambat kemudian berlangsung cepat dan melambat kembali memasuki
usia tua. Pada saat laju pertumbuhannya cepat, ikan membutuhkan nutrisi
(mineral) yang lebih banyak agar dapat tumbuh secara optimal (Effendie 1978).
(3). Kadar protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur nitrogen (N), karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 1992). Kadar protein ikan
gurami pada berbagai waktu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Kadar protein ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
Hasil analisis kadar protein pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar
protein pada ikan gurami berkisar antara 18-20 %. Kadar protein tertinggi terdapat
pada ikan umur 2,5-3 tahun dengan nilai 20,67 % dan yang terendah pada ikan
18,71±0,13 18,93±0,0120,67±0,28
0
5
10
15
20
25
Umur 7 bln-1tahun
Umur 1,5-2tahun
Umur 2,5-3tahun
Lama Pembesaran
Kad
ar P
rote
in (%
)
umur 7 bulan-1 tahun dengan nilai 18,71 %. Kandungan protein meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, hal tersebut diduga terjadi karena
akumulasi protein ikan pada daging seiring dengan bertambahnya umur ikan
(Salawu et al. 2005).
Ikan yang hidup pada lingkungan perairan yang kaya akan makanan dan
unsur hara cenderung memiliki kadar protein yang tinggi. Mengacu pada
penggolongan tipe ikan menurut (Stansby 1963) ikan gurami dapat
dikelompokkan pada kategori protein tinggi (15-20 %). Komposisi gizi ikan
sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu spesies (jenis), jenis
kelamin, umur, musim, siklus bertelur, dan letak geografis (Astawan 2003).
(4). Kadar lemak
Lemak dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter,
kloroform atau benzena, tetapi tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan
ikatan gliserol yang bersifat trihidrik dengan asam-asam lemak yang bersifat
monobasik (Sediaoetama 1993). Kadar lemak daging ikan gurami pada berbagai
waktu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kadar lemak ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
Gambar 11 menunjukkan kandungan lemak ikan gurami berkisar antara
2,21-2,79 %. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada ikan umur 2,5-3 tahun
dengan nilai 2,79 % dan terendah pada ikan umur 7 bulan-1 tahun dengan nilai
2,21 %. Kandungan lemak pada ikan gurami semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu pemeliharaan. Hal tersebut diduga karena pada saat ikan
2,21±0,042,43±0,08
2,79±0,42
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Umur 7 bln-1tahun
Umur 1,5-2tahun
Umur 2,5-3tahun
Lama Pembesaran
Kad
ar L
emak
(%)
mulai menuju usia matang gonad dibutuhkan lebih banyak energi yang disimpan
dalam bentuk lemak untuk pematangan gonad. Kandungan lipid akan meningkat
seiring dengan bertambahnya umur dikarenakan untuk energi ekstra saat proses
memijah (Love 1970). Selain itu diduga dipengaruhi oleh proporsi kadar air ikan
pada berbagai waktu pemeliharaan. Perbedaan waktu pemeliharaan pada ikan
gurami mempunyai pengaruh terhadap kadar lemak pada ikan tersebut sebab
semakin lama waktu pemeliharaan ikan maka kadar lemak semakin tinggi
(Hadiwiyoto 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan gurami termasuk
ikan yang berlemak rendah. Hal tersebut sesuai menurut Stansby (1963), dimana
ikan tergolong berlemak rendah jika kandungan lemaknya kurang dari 5 %.
4.2. Penelitian Tahap 2
Komposisi mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi
tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme,
terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2003).
(1). Mineral makro
Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Kelompok mineral makro terdiri dari
kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), sulfur (S), dan fosfor
(P) (Winarno 1992). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang
terkandung pada ikan gurami hasil penelitian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi mineral makro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan (mg/kg)
Jenis Mineral Ikan umur 7 bulan-1tahun
Ikan umur 1,5-2 tahun
Ikan gurami umur 2,5-3 tahun
Fosfor 715 ± 21,92 847 ± 18,38 610 ± 14,14
Kalsium 162,37 ± 1,74 158,99 ± 0,13 91,33 ± 9,84
Kalium 128,85 ± 1,91 100,06 ± 1,61 88,74 ± 0,77
Natrium 68,66 ± 0,08 80,02 ± 2,29 59,85 ± 1,48
Magnesium 9,63 ± 0,05 9,21 ± 0,02 7,65 ± 0,07 Keterangan : nilai dalam rata-rata ± SD
Tabel 6 menunjukkan data mengenai komposisi mineral makro pada ikan
umur 7 bulan-1 tahun, ikan umur 1,5-2 tahun dan ikan umur 2,5-3 tahun.
Konsentrasi mineral terbesar adalah fosfor, yaitu sebesar 715, 847, dan
610 mg/kg untuk ikan umur 7 bulan-1 tahun, ikan umur 1,5-2 tahun dan ikan
umur 2,5-3 tahun. Selanjutnya diikuti oleh mineral kalsium, kalium, natrium, dan
magnesium. Secara umum ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun memiliki kandungan
mineral paling besar dibandingkan ikan gurami lainnya. Kandungan mineral
makro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Kandungan mineral makro ikan gurami pada berbagai waktu
pemeliharaan
Gambar 12 menunjukkan kandungan mineral fosfor merupakan yang
tertinggi pada penelitian ini dibandingkan dengan mineral lainnya. Fosfor dan
kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat pada daging dan tulang
(Anonim 2003). Fosfor merupakan komponen utama dalam fase mineral tulang
dan terdapat secara berlimpah dalam semua jaringan dan memiliki fungsi paling
banyak dibandingkan mineral lainnya (Harjono et al. 1996). Fosfor bersama-sama
dengan kalsium adalah penyusun tulang dan gigi yang sangat penting. Fosfor juga
terdapat pada semua sel hidup dan diperlukan untuk pelepasan dan penyimpanan
energi (Kasmidjo 1992).
Kandungan fosfor berkisar antara 610-847 mg/kg. Kandungan fosfor
tertinggi pada ikan umur 1,5-2 tahun, yaitu 847 mg/kg dan kadar rendah terdapat
9,63
68,66128,85162,37
715
9,2180,02100,06158,99
847
7,6559,8588,7491,33
610
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Fosfor Kalsium Kalium Natrium Magnesium
Jenis Mineral
Kad
ar M
iner
al (
mg
/kg
)
umur 7 bln-1 tahun
umur 1,5-2 tahun
umur 2,5-3 tahun
pada ikan umur 2,5-3 tahun, yaitu 610 mg/kg. Kandungan fosfor yang tertinggi
terdapat pada ikan yang berumur 1,5-2 tahun, hal tersebut diduga pada umur
tersebut ikan sedang dalam fase pertumbuhan cepat, karena fase pertumbuhan
ikan mempunyai sifat lambat pada fase awal pertumbuhan, kemudian cepat, dan
diikuti oleh pertumbuhan yang lambat lagi pada umur tua. Ketika ikan berada
pada fase pertumbuhan yang cepat tersebut, ikan membutuhkan lebih banyak
fosfor untuk pembentukan tulang, gigi, dan sisik, untuk proses pemecahan dan
pembentukan energi, serta untuk pergerakan tubuhnya (Effendie 1978). Tingginya
kadar fosfor pada ikan yang berumur 1,5-2 tahun juga diduga terjadi karena
proporsi kandungan mineral fosfor dengan kalsium, dimana apabila kandungan
salah satu mineral tinggi maka kandungan mineral lainnya menjadi rendah. Hal
tersebut terlihat dari kandungan mineral kalsium ikan umur 1,5-2 tahun yang lebih
rendah dibandingkan kandungan kalsium ikan umur 7 bulan-1 tahun. Setelah
dilakukan uji ragam pada selang kepercayaan 95 %, menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara waktu pemeliharaan terhadap kandungan
mineral fosfor (Fhitung>Ftabel). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan adanya
pengaruh berbeda nyata antara waktu pemeliharaan dengan jumlah kandungan
mineral fosfor pada daging ikan gurami.
Nilai kalsium pada ikan gurami hasil penelitian ini berkisar antara
91-162 mg/kg (Gambar 12). Kadar kalsium tertinggi terdapat pada ikan umur
7 bulan-1 tahun dengan nilai 162 mg/kg dan kadar kalsium terendah terdapat
pada ikan umur 2,5-3 tahun dengan nilai 91 mg/kg. Setelah dilakukan uji ragam
pada selang kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara lama waktu pemeliharaan ikan gurami terhadap jumlah
kandungan mineral kalsium pada daging ikan (Fhitung>Ftabel). Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata antara waktu pemeliharaan dengan
jumlah kandungan mineral kalsium pada daging ikan gurami. Kalsium
diperlukan tubuh untuk mengatur fungsi sel, mengatur pekerjaan hormon-
hormon dan faktor pertumbuhan. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa
pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan (Almatsier 2003). Oleh karena
itu, kandungan mineral kalsium pada ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun lebih
tinggi dibandingkan ikan gurami umur 1,5-2 tahun dan umur 2,5-3 tahun.
Konsentrasi kalium ikan gurami hasil penelitian ini adalah sebesar
88,74 mg/kg untuk ikan umur 2,5-3 tahun, 100,06 mg/kg untuk ikan umur
1,5-2 tahun, dan 128,85 mg/kg untuk ikan umur 7 bulan-1 tahun (Tabel 6). Nilai
konsentrasi kalium pada ikan umur 7 bulan-1 tahun memiliki nilai yang paling
tinggi dan ikan umur 2,5-3 tahun memiliki nilai yang paling rendah. Hasil uji
ragam pada selang kepercayaan 95 %, terdapat perbedaan yang signifikan pada
ikan gurami dengan waktu pemeliharaan yang berbeda (Fhitung>Ftabel). Uji lanjut
Duncan menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara waktu
pemeliharaan dengan kandungan mineral kalium pada daging ikan gurami.
Kalium di dalam sel berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik
terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalium
berperan dalam pertumbuhan sel. Taraf kalium dalam otot berhubungan dengan
massa otot dan simpanan glikogen. Oleh karena itu, bila sedang dalam proses
pembentukan otot dibutuhkan kalium dalam jumlah cukup (Almatsier 2003). Ikan
gurami umur 7 bulan-1 tahun memiliki umur yang lebih muda membutuhkan
asupan kalium lebih banyak dibandingkan ikan umur 1,5-2 tahun dan ikan umur
2,5-3 tahun untuk proses pembentukan otot, untuk sintesis zat makanan, dan
untuk metabolisme energi tubuhnya, karena sedang dalam fase pertumbuhan.
Kalium mudah diserap dalam usus halus dan memiliki daya serap 90 %
(Winarno 1992).
Kekurangan natrium pada ikan sulit untuk ditemukan karena ikan mampu
memperoleh natrium dari lingkungan perairan yang menjadi tempat hidupnya.
Kekurangan natrium pada hewan terestrial mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan, pelunakan tulang, dan terhambatnya perkembangan gonad
(Halver 1989). Tabel 6 menunjukkan kandungan natrium berkisar antara
59,85-80,02 mg/kg. Kadar tertinggi terdapat pada ikan umur 1,5-2 tahun, yaitu
80,02 mg/kg dan terendah pada ikan umur 2,5-3 tahun, yaitu 59,85 mg/kg. Hasil
uji ragam pada selang kepercayaan 95 % terdapat perbedaan yang signifikan dari
ikan gurami pada waktu pemeliharaan yang berbeda (Fhitung>Ftabel). Uji lanjut
Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata antara waktu pemeliharaan dengan
kandungan mineral pada daging ikan gurami. Natrium sebagian besar terdapat
dalam plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya
juga terdapat dalam tulang (Winarno 1992). Kandungan natrium pada ikan yang
berumur 1,5-2 tahun yang lebih tinggi diduga disebabkan karena ikan sedang
berada pada fase pertumbuhan yang cepat, sehingga membutuhkan jumlah
natrium yang lebih banyak untuk menunjang pertumbuhannya sebab pada fase
pertumbuhan proporsi dari cairan ekstraseluler lebih tinggi ketika sel sedang
membelah atau mengganda (Love 1970). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh
proporsi mineral natrium dengan mineral kalium yang saling terkait, bila kadar
natrium tinggi maka kadar mineral kalium rendah atau sebaliknya terkait dengan
fungsi kedua mineral dalam menjaga keseimbangan tekanan osmosis dalam
tubuh ikan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 12, dimana kandungan
mineral kalium ikan umur 1,5-2 tahun yang lebih rendah dibandingkan kandungan
kalium ikan umur 7 bulan-1 tahun.
Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim alin yang
berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap di usus
kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap (Winarno 1992).
Konsentrasi magnesium dari ikan gurami hasil penelitian berkisar antara
7,65-9,63 mg/kg. Kadar tertinggi terdapat pada ikan umur 7 bulan-1 tahun, yaitu
9,63 mg/kg dan yang terendah pada ikan umur 2,5-3 tahun, yaitu 7,65 mg/kg.
Hasil uji ragam pada selang kepercayaan 95 % menunjukkan perbedaan yang
signifikan dari ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan (Fhitung>Ftabel). Uji
lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata antara waktu pemeliharaan
dengan kandungan mineral pada daging ikan gurami. Magnesium dibutuhkan
untuk metabolisme energi, karbohidrat, lemak, dan protein. Ikan yang berumur
lebih muda memerlukan nutrisi (mineral) untuk metabolisme yang lebih tinggi
karena sedang dalam fase pertumbuhan sehingga kandungan magnesium pada
ikan umur 7 bulan-1 tahun lebih tinggi dibandingkan ikan umur 1,5-2 tahun dan
umur 2,5-3 tahun.
Keberadaan mineral pada organisme perairan umumnya dipengaruhi oleh
daya absorpsi logam. Kemampuan untuk mengabsorpsi logam pada organisme
perairan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu lingkungan, ukuran
organisme, spesies, pH, dan kondisi kelaparan dari organisme tersebut
(Darmono 1995).
(2). Mineral mikro
Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam
jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Mineral mikro
mempunyai peranan essensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi.
Kelompok mineral mikro terdiri atas mineral besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu),
iodium (I), dan selenium (Se). Tabel 7 menyajikan informasi kandungan mineral
mikro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan.
Tabel 7. Komposisi mineral mikro pada ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan (µg/g)
Jenis Mineral Ikan Umur 7 bulan-1 tahun
Ikan Umur 1,5-2 tahun
Ikan Umur 2,5-3 tahun
Besi 78,26 ± 0,23 75,88 ± 0,96 46,18 ± 0,16
Tembaga 18,72 ± 0,03 15,86 ± 0,47 12,83 ± 0,33
Seng 22,45 ± 0,07 16,32 ± 0,03 14,25 ± 0,63
Iodium 0,0823 ± 0,0021 0,0822 ± 0,0017 0,0811 ± 0,0009
Mineral mikro yang terkandung pada ikan gurami yang diukur adalah seng
(Zn), besi (Fe), tembaga (Cu), dan iodium (I). Konsentrasi mineral mikro
tertinggi adalah besi dengan kisaran antara 46,18-78,26 µg/g sedangkan
konsentrasi mineral mikro terendah adalah iodium yang memiliki nilai berkisar
antara 0,0811-0,0823 µg/g. Kandungan mineral mikro ikan gurami pada berbagai
waktu pemeliharaan ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Kandungan mineral mikro ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
78,26
18,72 22,45
0,0823
75,88
15,86 16,32
0,0822
46,18
12,83 14,25
0,08110
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Besi Tembaga Seng Iodium
Jenis Mineral
Kad
ar M
iner
al (
ug/
g)
umur 7 bln-1 tahun
umur 1,5-2 tahun
umur 2,5-3 tahun
Besi merupakan konstituen penting dari hemoglobin, sitokrom, dan
komponen lain sistem enzim pernapasan. Besi memiliki fungsi untuk transportasi
oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan mekanisme oksidasi seluler. Penipisan
cadangan besi dapat menyebabkan anemia defisiensi besi (Harjono et al. 1996).
Kadar mineral besi tertinggi adalah ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun
sebesar 78,26 µg/g dan yang terendah adalah ikan gurami umur 2,5-3 tahun
sebesar 46,18 µg/g. Hasil uji ragam pada selang kepercayaan 95 % menunjukkan
perbedaan yang signifikan dari ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
(Fhitung>Ftabel). Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata antara
waktu pemeliharaan dengan kandungan mineral besi pada daging ikan gurami.
Ikan yang berumur lebih muda memerlukan mineral besi lebih banyak terkait
dengan fungsi besi dalam sistem respirasi untuk transportasi oksigen ke jaringan
(hemoglobin) dan mekanisme oksidasi seluler (Harjono et al. 1996) untuk
menunjang metabolisme yang tinggi pada fase pertumbuhan sehingga
kandungan besi pada ikan umur 7 bulan-1 tahun lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan umur 2,5-3 tahun maupun ikan umur 1,5-2 tahun. Kekurangan
mineral besi dapat menyebabkan pertumbuhan pada ikan menjadi terhambat
(Wiramiharja et al. 2007).
Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan sebagai
kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan
dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda
(Harjono et al. 1996). Gambar 13 menyajikan informasi mengenai kandungan
tembaga ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan. Kadar mineral tembaga
tertinggi adalah ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun sebesar 18,72 µg/g dan yang
terendah adalah ikan gurami umur 2,5-3 tahun sebesar 12,83 µg/g. Hasil uji ragam
pada selang kepercayaan 95 % terdapat perbedaan yang signifikan dari ikan
gurami pada berbagai waktu pemeliharaan terhadap kandungan mineral
(Fhitung>Ftabel). Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata antara
waktu pemeliharaan dengan kandungan mineral tembaga pada daging ikan
gurami. Ikan umur 7 bulan-1 tahun yang memiliki umur lebih muda
mengandung mineral tembaga lebih tinggi dari pada ikan gurami umur
1,5-2 tahun dan umur 2,5-3 tahun. Ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun yang
memiliki umur lebih muda sedang dalam masa pertumbuhan, dimana mineral
tembaga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih
muda (Harjono et al.1996) sehingga memerlukan tembaga yang lebih banyak
untuk pertumbuhannya. Kekurangan mineral tembaga pada ikan akan
menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi terhambat, pertumbuhannya menjadi
lambat dan memiliki tubuh yang kerdil (Wiramiharja et al. 2007).
Seng memiliki peranan yang penting dalam sintesis protein serta
pembelahan sel. Defisiensi seng sering dihubungkan dengan anemia, kerdil,
penyembuhan luka terganggu, dan geofagia (gangguan pengecapan atau
ketidaknormalan pada kemampuan mengecap) (Harjono et al. 1996). Seng juga
memiliki peranan dalam pertumbuhan (Wirakusumah 1995 diacu dalam
Nurjanah et al. 2005). Serat dan asam fitat yang terkandung dalam makanan
menghambat ketersediaan seng di dalam tubuh. Hasil uji ragam pada selang
kepercayaan 95 % terdapat perbedaan yang signifikan dari ikan gurami pada
berbagai waktu pemeliharaan terhadap kandungan mineral (Fhitung>Ftabel).
Gambar 13 menyajikan informasi mengenai kandungan seng ikan gurami pada
berbagai waktu pemeliharaan. Kadar mineral seng tertinggi adalah ikan gurami
umur 7 bulan-1 tahun sebesar 22,45 µg/g, sedangkan kadar seng terendah adalah
ikan gurami umur 2,5-3 tahun sebesar 14,25 µg/g. Uji lanjut Duncan
menunjukkan adanya pengaruh nyata antara waktu pemeliharaan dengan
kandungan mineral seng pada daging ikan gurami. Ikan umur 7 bulan-1 tahun
yang memiliki umur lebih muda mengandung kadar seng yang lebih tinggi dari
pada ikan gurami umur 1,5-2 tahun dan umur 2,5-3 tahun, hal tersebut diduga
karena ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun berada dalam masa pertumbuhan dan
terjadi proses sintesis protein serta pembelahan sel dimana seng berperan dalam
proses tersebut (Harjono et al. 1996).
Kekurangan mineral seng pada ikan dapat menyebabkan pertumbuhan
menjadi lambat, mortalitas tinggi, erosi pada sirip dan kulit, kerdil, dan nafsu
makan hilang (Wiramiharja et al. 2007). Kekurangan seng pada manusia akan
menyebabkan karakteristik tubuh pendek dan keterlambatan pematangan seksual.
Sumber makanan penghasil seng yang baik adalah hasil perikanan
(Almatsier 2003).
Iodium berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan.
Kekurangan iodium pada ikan mengakibatkan hipotiroid, pertumbuhan lambat,
mortalitas tinggi, dan pertumbuhan tubuh menjadi kerdil pada ikan sidat
(Wiramiharja et al. 2007). Gambar 13 menyajikan informasi mengenai kadar
iodium ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan. Kadar iodium tertinggi
terdapat pada ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun sebesar 82,3 µg/100 g dan kadar
iodium terendah adalah ikan gurami umur 2,5-3 tahun sebesar 81,1 µg/100 g.
Hasil uji ragam pada selang kepercayaan 95 % tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan dari ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan terhadap
kandungan mineral iodium (Fhitung<Ftabel).
Iodium adalah suatu unsur yang jarang. Kadarnya di air tawar hanya
5 µg/liter, sedangkan air laut kadarnya 50 µg/liter (sepuluh kali lebih tinggi dari
air tawar). Hal tersebut menyebabkan ikan air tawar, khususnya gurami memiliki
kandungan iodium yang rendah dalam dagingnya dan menyebabkan kandungan
mineral iodium dalam daging ikan gurami pada berbagai waktu pemeliharaan
tidak berbeda nyata karena dipengaruhi oleh ketersediaan iodium yang rendah
pada lingkungan perairannya. Selain itu, dipengaruhi juga oleh pakan alami ikan
gurami yang berupa tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan darat biasanya miskin akan
iodium dan kadar rata-rata iodium adalah 1 mg/kg berat kering, sedangkan pada
tumbuhan laut (ganggang) sangat kaya akan iodium dengan kadar berkisar antara
0,7-4,5 mg/kg berat kering (Olson et al. 1988).
Kekurangan iodium pada ikan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat
dan mortalitas tinggi serta pertumbuhan kerdil pada ikan sidat
(Wiramiharja et al. 2007). Kekurangan iodium pada manusia dapat
menyebabkan terjadinya penyakit gondok, kretinisme (gangguan pertumbuhan),
dan terhambatnya pertumbuhan (Almatsier 2003).
Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa ikan
gurami yang berumur lebih muda memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan ikan gurami yang berumur lebih dewasa. Hal tersebut
dapat dilihat dari kandungan kadar abu yang tinggi pada ikan gurami umur
7 bulan-1 tahun dibandingkan ikan gurami umur 1,5-2 tahun dan umur
2,5-3 tahun, selain itu diketahui pula bahwa mineral yang terkandung pada tubuh
ikan tergantung dari umur dan mineral yang diperoleh (Wiramiharja et al. 2007).
Kandungan mineral pada ikan yang lebih kecil (berumur lebih muda) lebih
tinggi disebabkan oleh proporsi dari cairan ekstraseluler lebih tinggi ketika sel
sedang membelah atau mengganda pada masa pertumbuhan (Love 1970).
Kandungan air pada jaringan (mamalia) turun selama perkembangan dan diikuti
oleh penurunan ion ekstraseluler sodium dan klorida. Ketika ikan berada pada
usia muda, ketika sel-selnya membelah, proporsi ekstraseluler yang lebih tinggi
menghasilkan lebih banyak air, sodium, dan klorida, semuanya berkurang
seiring dengan pertumbuhan. Ketika jumlah sel telah mencapai keadaan yang
stabil maka kandungan air menjadi konstan. Selain itu, ikan yang berukuran
lebih kecil memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dikarenakan ukuran
selnya yang lebih kecil (Dickerson dan Widdowson 1960 diacu dalam Love
1970). Ikan yang berumur lebih muda membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk
proses pertumbuhan dan fungsi fisiologisnya. Pertumbuhan pada ikan lebih
cepat pada saat berusia lebih muda dan berlangsung menjadi lebih lambat ketika
dewasa (Effendie 1978).
Perbedaan kadar mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh
perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi oleh biota tersebut dan kondisi
lingkungan tempat hidup. Kandungan mineral yang terdapat pada suatu biota
perairan dipengaruhi oleh makanan yang dimakannya serta kemampuan untuk
menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat
makhluk hidup tersebut tinggal (Jobling 2001). Selain itu, perbedaan ini juga
dapat disebabkan oleh perbedaan fase pertumbuhan (Darmono 1995).
4.3. Pemenuhan Kecukupan Gizi Mineral
Mineral dalam ilmu gizi biasanya disebut unsur-unsur mineral atau nutrien
atau zat gizi anorganik. Mineral terdapat dalam tubuh manusia dan makanan
terutama dalam bentuk ion-ion. Ion positif adalah Ca2+, Na+ dan K+ dan terdapat
sebagai ion negatif, yaitu Cl-, sulfat, dan fosfat. Ion-ion ini terdapat dalam cairan
tubuh. Pada tulang dan gigi, mineral terdapat dalam bentuk garam, terutama
sebagai garam kalsium dan fosfat. Mineral yang essensial sebagai zat gizi dan
persentase kebutuhannya yang dapat dipenuhi dari ikan gurami dapat dilihat pada
Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8. Absorpsi mineral dalam mg/100 g bahan yang dikonsumsi
Jenis mineral
Daya absorpsi
AKG Ikan Gurami
Rata-rata mineral
(%) mg
Umur 2,5-3 thn
(mg)
Umur 1,5-2 thn
(mg)
Umur 7 bln-1 thn
(mg) Fosfor 60 % 400 61 84,7 71,5 72,4 10,86 Kalsium 30 % 500 9,133 15,899 16,237 13,75 0,825 Kalium 90 % 2000 8,874 10,006 12,885 13,030 0,586 Natrium 95 % 500 5,985 8,002 6,866 6,951 13,2* Magnesium 47,5 % 250 0,765 0,921 0,963 0,883 1,67* Besi 15 % 13 4,618 7,588 7,826 6,677 7,69 Tembaga 52,5 % 2 1,283 1,586 1,872 1,580 41,47 Seng 35,5 % 15 1,425 1,632 2,245 1,767 4,16
Keterangan: * = persentase asupan mineral dalam mg/1000 g bahan
Tabel 9. Absorpsi mineral iodium dalam 100 g bahan yang dikonsumsi
Jenis mineral
Daya absorpsi
AKG Ikan Gurami Rata-rata Mineral
(µg) %
µg Umur 2,5-3
thn (µg)
Umur 1,5-2
thn (µg)
Umur 7 bln-1
thn (µg)
Iodium 100 % 150 81,17 82,31 82,41 81,96 54,64
Angka kecukupan gizi fosfor sehari-hari untuk kelompok remaja dan
dewasa adalah 400-500 mg (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g
daging ikan gurami hasil penelitian ini dapat menyumbangkan fosfor sebanyak
43,44 mg (bb) atau sekitar 10,86 % dari angka kecukupan gizi.
Angka kecukupan gizi rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia
adalah sebesar 300-400 mg untuk bayi, 500 mg untuk anak-anak, 600-700 mg
untuk remaja dan 500-800 mg untuk kelompok dewasa, sedangkan untuk
kelompok ibu hamil dan menyusui memerlukan tambahan 400 mg dari kebutuhan
orang normal (Almatsier 2003). Konsumsi 100 g ikan gurami dapat
menyumbangkan 4 mg (bb) atau sekitar 0,8 % dari angka kecukupan gizi
(Lampiran 6), karena pada kondisi normal tubuh hanya dapat mengabsorpsi
sebanyak 30 % dari jumlah kalsium yang dikonsumsi (Groft dan Gropper 1999).
Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-
hari adalah sebesar 2000 mg (Almatsier 2003). Mengkonsumsi 100 g daging ikan
gurami dapat menyumbangkan kalium sebanyak 11,7 mg (bb) atau sekitar 0,6 %
dari angka kecukupan gizi.
Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-
hari adalah sekitar 500-2400 mg, dengan kemampuan absorpsi oleh tubuh adalah
sebesar 95 % (Groft dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 1 kg ikan
gurami dapat menyumbangkan natrium sebanyak 66 mg (bb) atau sekitar 13,2 %
dari angka kecukupan gizi.
Angka kecukupan gizi magnesium yang dibutuhkan oleh tubuh sehari-hari
adalah sebesar 280 mg untuk laki-laki dewasa dan 250 mg untuk wanita dewasa
(Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 1000 g ikan gurami dapat
menyumbangkan magnesium sebanyak 4 mg (bb) atau sekitar 1,67 % dari angka
kecukupan gizi.
Angka kecukupan besi yang dianjurkan pada manusia sehari-hari adalah
3-5 mg untuk kelompok bayi, 8-9 mg untuk balita, 14-17 mg untuk remaja laki-
laki, 14-25 mg untuk remaja perempuan, 13 mg untuk laki-laki dewasa, dan
14-26 mg untuk perempuan dewasa. Ibu hamil dan menyusui memerlukan
tambahan masing-masing zat besi sebesar 2-20 mg (Almatsier 2003). Konsumsi
sebanyak 100 g ikan gurami dapat menyumbangkan besi sebesar 1 mg (bb) atau
sekitar 7,69 % dari angka kecukupan gizi.
Angka kecukupan gizi bagi manusia terhadap tembaga yang aman untuk
dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg (Almatsier 2003). Konsumsi sebanyak
100 g ikan gurami dapat menyumbangkan tembaga sebesar 0,82 mg (bb) atau
sekitar 41 % dari angka kecukupan gizi.
Angka kecukupan seng sehari-hari bagi manusia adalah 3-5 mg untuk bayi,
8-10 mg untuk kelompok umur 1-9 tahun, 15 mg untuk pria dan wanita dewasa,
serta tambahan 5 mg dan 10 mg untuk ibu hamil dan ibu menyusui. Daya absorpsi
seng berkisar antara 15-40 %. Daya absorpsi tersebut dipengaruhi oleh status seng
tubuh (Almatsier 2003). Konsumsi sebanyak 100 g ikan gurami dapat
menyumbangkan mineral seng sebesar 0,6 mg (bb) atau sekitar 4 % dari angka
kecukupan gizi.
Angka kecukupan iodium sehari-hari bagi manusia sebesar 50-70 µg untuk
kelompok bayi, 70-120 µg untuk balita dan anak sekolah, 150 µg untuk remaja
dan dewasa, serta tambahan masing-masing 25 dan 50 µg untuk ibu hamil dan ibu
menyusui (Almatsier 2003). Konsumsi sebanyak 100 g ikan gurami dapat
menyumbangkan iodium sebesar 81,96 �g (bb) atau sekitar 54 % dari angka
kecukupan gizi dengan asumsi daya serap iodium adalah 100 %.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Ikan gurami yang memiliki waktu pemeliharaan 7 bulan-1 tahun memiliki
berat tubuh berkisar antara 300-400 g dan panjang tubuh 27-29 cm dan memiliki
nilai rendemen tulang tertinggi dibandingkan ikan gurami yang berumur 1,5-
2 tahun dan 2,5-3 tahun. Hasil analisis mineral menunjukkan bahwa ikan gurami
yang memiliki waktu pemeliharaan 7 bulan-1 tahun secara umum memiliki
kandungan mineral makro dan mikro tertinggi, hal tersebut didukung dari hasil
analisis proksimat yang menunjukkan bahwa ikan gurami yang berumur
7 bulan-1 tahun memiliki kadar air dan abu tertinggi.
Ikan gurami yang memiliki waktu pemeliharaan 1,5-2 tahun memiliki berat
berkisar antara 600-700 g dan ukuran panjang tubuh antara 32-34 cm. Hasil
analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein dan lemaknya lebih
tinggi dibandingkan ikan gurami yang berumur 7 bulan-1 tahun sedangkan
kandungan abu dan airnya lebih rendah daripada ikan gurami yang berumur
7 bulan-1 tahun.
Ikan gurami yang berumur 2,5-3 tahun memiliki berat tubuh berkisar antara
900-1100 g dan panjang 36-38 cm. Ikan gurami yang berumur 2,5-3 tahun
memiliki nilai rendemen daging tertinggi, yaitu sebesar 52 % dibandingkan ikan
gurami yang berumur 7 bulan-1 tahun dan 1,5-2 tahun yang hanya 45 % dan
49 %. Rendemen tulang, kadar air, dan kadar abu ikan menurun seiring dengan
bertambahnya waktu pemeliharaan. Rendemen daging, kadar protein, dan kadar
lemak ikan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan.
Analisis mineral menunjukkan bahwa mineral makro yang tertinggi adalah
fosfor (P) yang terdapat pada ikan yang berumur 1,5-2 tahun, yaitu sebesar
847 mg/kg dan yang terendah adalah mineral magnesium (Mg) pada ikan yang
berumur 2,5-3 tahun, yaitu sebesar 610 mg/kg. Kandungan mineral mikro yang
tertinggi adalah besi (Fe) yang terdapat pada ikan yang berumur 7 bulan-1 tahun,
yaitu sebesar 78,26 µg/g dan kandungan mineral mikro terendah adalah iodium (I)
pada ikan yang berumur 2,5-3 tahun, yaitu sebesar 81,11 µg/100 g. Seiring dengan
bertambahnya waktu pemeliharaan kandungan mineral pada ikan gurami semakin
menurun.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan analisis kandungan
mineral makro dan mikro daging ikan gurami (Osphronemus gouramy) lainnya
yang belum teranalisis agar diperoleh data dan informasi yang lengkap tentang
kandungan mineral daging ikan gurami.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[Anonim]. 2003. Kebutuhan nutrisi ikan. www. o-fish. com/akuarium/kebutuhan
nutrisi ikan.htm. [6 Juli 2008]. [Anonim]. 2008. Budidaya, pendederan, dan pembesaran ikan gurami.
http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/21/budidaya-pendederan-dan-pembesaran-ikan-gurami/#more-405. [10 Agustus 2008].
AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 1995. Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. Airlington. Virginia: AOAC Inc.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Astawan IM. 2003. Ikan Air Tawar Kaya Protein dan Vitamin. Jakarta. www.
Kompascybermedia/kesehatan/ikan kaya gizi.htm. [5 Juli 2008] Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi. Jakarta: UI Press. [DKP] Departemen Perikanan dan Kelautan, Ditjen Perikanan Budidaya. 2007.
Data produksi gurami. www.dkp.go.id. [26 Februari 2008]. Effendie MI. 1978. Biologi Perikanan Bagian 1: Studi Natural History. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D, Slamet DS, Mahmud MK, Muhilal, Simarmata JP. 1990. Pedoman
Analisis Zat Gizi. Jakarta: Departemen kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
Ferinaldy. 2008. Indeks konsumsi ikan perkapita Indonesia.
http://ferinaldy.wordpress.com. [10 Agustus 2008]. Groft JL, Gropper SS. 1999. Advance Nutrition And Human Metabolism. 3 rd
Edition. Wadsworth. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Liberty. Halver JE. 1989. Fish Nutrition. 2nd ed. California: Academic Press Inc.
Harjono RM, Oswari J, Ronardy DH, Santoso K, Setio M, Soenarno, Widianto G,
Wijaya C, Winata I. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Irawan A. 2006. Kandungan mineral cumi-cumi (Loligo sp) dan udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) serta pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Jangkaru Z. 2002. Memacu Pertumbuhan Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya. Jobling M, Houlihan D, Boujard T. 2001. Food Intake in Fish. Oxford: Blackwell
Science Ltd. Kasmidjo RB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Love MR. 1970. The Chemical Biology of Fishes. London and New York:
Academic Press Inc. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. Newman MC, Jagoe CH. 1994. Ligans and the bioavailability of metals in aquatic
environment. Di dalam: Hamelick JL, Bergman PF, Bergman HL, Benson WH, Editors. Bioavailability: Physical, Chemical, and Biological Interactions. Boca Raton: CRC press.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologis.
Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Nurjanah, Zulhansyah, Kustiyariah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat
kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. VIII (2): 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Olson RE, Broquist HP, Chichester CO, Darby WJ, Stalvey RM. 1988.
Pengetahuan gizi mutakhir mineral. Nasoetion AH dan Karyadi D, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari: Present Knowledge In Nutrition.
Salawu SO, Adu OC, Akindahunsi AA. 2005. Nutritive value of fresh and
brackish water catfish as a function of size and processing methods. Europe Food Research Technology. 220: 531-534.
Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Sendjaja JT, Riski MH. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Jakarta: Penebar
Swadaya. Sitanggang M, Sarwono B. 2007. Budi Daya Gurami. Ed ke-28. Jakarta: Penebar
Swadaya. Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publisher.
Co. Chapman and Hall Ltd. Tan YT. 1971. Proximate composition of freshwater fish grass carp, Puntius
gonionotus and tilapia in Malaysia. Tropical Fish Culture Research Institute. Hydrobiologia 37:361-366.
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Wiramiharja Y, Hernawati R, Harahap IM, Yukiyasu N. 2007. Nutrisi dan Bahan
Pakan Ikan Budidaya. Jambi: Balai Budidaya Ikan Air Tawar.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data mentah panjang, berat dan rendemen ikan gurami
Waktu pemeliharaan Berat total Panjang total Panjang baku
2,5-3thn 900-1100g 36-38cm 29-31cm 1,5-2thn 600-700g 32-34cm 27-28cm
7bln-1thn 300-400g 27-29cm 24-26cm Lampiran 2. Rendemen ikan gurami
Waktu pemeliharaan
Rendemen jeroan insang sirip sisik tulang daging
2,5-3thn 8% 1% 5% 4% 30% 52% 1,5-2thn 8% 2% 3% 4% 30% 49%
7bln-1thn 6% 2% 5% 4% 38% 45% Lampiran 3. Rekapitulasi data proksimat ikan gurami pada berbagai waktu
pemeliharaan. a. Analisis kadar air Contoh perhitungan kadar air pada ikan gurami
Kadar air (basis basah) = %100A - BC - B
x
=
=
= 73,047 %
%1001162,51751,104797,61751,10
x−−
%1000589,56954,3
x
Keterangan Ikan umur 2,5-3 thn
Ikan umur 1,5-2 thn
Ikan umur 7bln-1 thn
1 2 1 2 1 2 Berat cawan (g) (A) 5,1162 5,0729 5,4708 5,0685 3,7483 5,2494 Berat cawan +contoh (g) (B) 10,1751 10,0974 10,5368 10,1086 8,8094 10,3286 Berat cawan +cth kering (g) (C) 6,4737 6,4660 6,7597 6,3450 4,9796 6,5049 Kadar air (%) 73,05 72,27 74,56 74,67 75,67 75,28 Rata-rata (%) 72,66 74,615 75,475
b. Analisis kadar abu
Contoh perhitungan kadar abu ikan gurami umur 2,5-3 tahun
Kadar abu = %100contohberat
abuberat x
=
= 0,96 % c. Analisis kadar protein
Keterangan Ikan umur 2,5-3 thn
Ikan umur 1,5-2 thn
Ikan umur 7bln-1 thn
(1) (2) (1) (2) (1) (2)
Volume HCL titrasi blanko (ml) 0 0 0 0 0 0
Volume HCL titrasi sampel (ml) 12,2 12,3 10,1 11,9 12,8 11,3
Berat cth (g) 0,1321 0,1387 0,1206 0,1420 0,1553 0,1358
Kadar protein (%) 20,86 20,47 18,92 18,94 18,62 18,80
Rata-rata (%) 20,67 18,93 18,71 Contoh perhitungan kadar protein ikan gurami umur 2,5-3 tahun:
% N = %100contoh mg
14,007 x HCl normalitas x blanko) ml - HCl (mlx
=
= 3,3375 % Kadar protein = % N x 6,25 = 3,3375 x 6,25 = 20,86 %
%1000388,50484,0
x
%1001,132
007,140258,0)02,12(x
xx−
Keterangan Ikan umur 2,5-3 thn Ikan umur 1,5-2 thn Ikan umur
7bln-1 thn Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
Berat cth (g) 5,0388 5,0115 5,0579 5,0830 5,0509 5,0565
Berat abu (g) 0,0484 0,0481 0,0500 0,0469 0,0490 0,0550
Kadar abu (%) 0,96 0,955 0,99 0,92 0,97 1,09
Rata-rata (%) 0,95 0,95 1,03
d. Analisis kadar lemak
Keterangan Ikan umur 2,5-3 thn
Ikan umur 1,5-2 thn
Ikan umur 7bln-1 thn
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
Berat lemak (g) 0,1550 0,1259 0,1208 0,1255 0,1100 0,1121
Berat contoh (g) 5,0182 5,0342 5,0744 5,0412 5,0375 5,0314
Kadar lemak (%) 3,09 2,50 2,38 2,49 2,18 2,23
Rata-rata (%) 2,795 2,435 2,205
Contoh perhitungan kadar lemak pada ikan gurami umur 2,5-3 tahun
Kadar lemak = %100(g)contoh berat (g)lemak berat
x
=
= 3,088 % Lampiran 4. Rekapitulasi data profil mineral ikan gurami (mg/1000 g).
Mineral Ikan umur 2,5-3 thn
Ikan umur 1,5-2 thn
Ikan umur 7bln-1 thn
1 2 Rata2 1 2 Rata2 1 2 Rata2 Fosfor 600 620 610 834 860 847 700 731 715.5 Kalsium 98,3 84,37 91.335 158,9 159,08 158.99 163,6 161,13 162.36 Kalium 88,2 89,29 88.745 101,2 98,91 100.05 127,5 130,2 128.85 Natrium 58,8 60,9 59.85 78,4 81,64 80.02 68,6 68,72 68.66 Magnesium 7,6 7,7 7.65 9,2 9,28 9.24 9,6 9,67 9.635 Besi 46,3 46,07 46.185 75,2 76.58 75.89 78,1 78,43 78.26 Tembaga 12,6 13,07 12.835 16,2 15,53 15.86 18,7 18,74 18.72 Seng 14,7 13,81 14.255 16,3 16,34 16.32 22,4 22,5 22.45 Data profil mineral iodium ikan gurami (�g/1000 g).
Mineral Ikan umur 2,5-3 thn
Ikan umur 1,5-2 thn
Ikan umur 7bln-1 thn
1 2 Rata2 1 2 Rata2 1 2 Rata2 Iodium 81,80 80,55 81,175 83,56 81,06 82,31 83,92 80,89 82,045
%1000182,51550,0
x
Contoh perhitungan profil mineral (mineral kalsium ikan gurami umur 2,5-3 tahun).
Kurva standar kalsium (Ca)
Konsentrasi
(ppm) Absorban
0 0 0,5 0,0198 1 0,0215 2 0,0426 3 0,065 4 0,113 5 0,132
Persamaan garis linier
y = a + bx keterangan:
y = absorban a = intersep b = slope x = konsentrasi
Contoh kadar kalsium pada ikan gurami umur 2,5-3 tahun Absorban kalsium ikan gurami umur 2,5-3 tahun = 0,052 Berat contoh (ikan umur 2,5-3 tahun) = 1,0012 g
Konsentrasi Ca dari kurva standar (ppm) = b
sampel Abs
=
= 1,9696
Konsentrasi Ca (umur 2,5-3 tahun) = %100sampel g
fpstandar x Cakadar x
=
0264,0052,0
0012,1509696,1 x
Kurva Standar Kalsium
y = 0.0264x - 0.0021R2 = 0.9736
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0 2 4 6
Konsentrasi
Abso
rban
si
= 98,36 ppm
Lampiran 5. Rancangan acak lengkap, sidik ragam dan uji lanjut Duncan
Anova
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F hit Sig.
kalsium antar grup dalam grup total
6423.151 100.081
6523.232
2 3 5
3211,576 33.360
96.269 0.002
Magnesium antar grup dalam grup total
4.376 0.008 4.384
2 3 5
2.188 0.003
836.976 0.000
Kalium antar grup dalam grup total
1710.250 6.847
1717.097
2 3 5
855.125 2.282
374.651 0.000
Natrium antar grup dalam grup total
408.996 7.461
416.457
2 3 5
204.498 2.487
82.227 0.002
Fosfor antar grup dalam grup total
56394.33 1018.500
57412.833
2 3 5
28197.167 339.500
83.055 0.002
Besi antar grup dalam grup total
1277.702 1.003
1278.705
2 3 5
638.851 0.334
1910.855 0.000
Seng antar grup dalam grup total
72.666 0.402
73.068
2 3 5
36.333 0.134
271.243 0.000
Tembaga antar grup dalam grup total
34.643 0.336
34.979
2 3 5
17.322 0.112
154.796 0.001
iodium antar grup dalam grup total
0.00 0.00 0.00
2 3 5
0.00 0.00
0.303 0.759
Uji lanjut Duncan Kalsium
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2
Umur 2,5-3 thn 2 91,3350 Umur 1,5-2 thn 2 158,9945 Umur 7 bln-1 thn 2 162,3670
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Magnesium
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 7,6500
Umur 1,5-2 thn 2 9,2140
Umur 7 bln-1 thn 2 9,3650
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Kalium
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 88,7450
Umur 1,5-2 thn 2 100,0580
Umur 7 bln-1 thn 2 128,8500
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Natrium
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 59,8500
Umur 7 bln-1 thn 2 68,6600
Umur 1,5-2 thn 2 80,0200
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Fosfor
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 0,0610
Umur 7 bln-1 thn 2 0,0715
Umur 1,5-2 thn 2 0,0820
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Seng
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 14,2550
Umur 1,5-2 thn 2 16,3200
Umur 7 bln-1 thn 2 22,4500
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Tembaga
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 12,8350
Umur 1,5-2 thn 2 15,8650
Umur 7 bln-1 thn 2 18,7200
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Besi
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1 2 3
Umur 2,5-3 thn 2 46,1850
Umur 1,5-2 thn 2 75,8790
Umur 7 bln-1 thn 2 78,2650
Keterangan: berbeda kolom menandakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Iodium
Lama pemeliharaan Jumlah ulangan � = 0,05 1
Umur 2,5-3 thn 2 0,0812
Umur 1,5-2 thn 2 0,0823
Umur 7 bln-1 thn 2 0,0824
Keterangan: berada pada kolom yang sama menandakan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Lampiran 6. Contoh perhitungan pemenuhan kecukupan gizi mineral. Contoh perhitungan absorpsi kalsium dari ikan gurami oleh tubuh.
Absorpsi kalsium oleh tubuh adalah sebesar 30 % (Groft dan Gropper 1999)
Absorpsi kalsium = daya absorpsi x konsumsi kalsium yang berasal dari ikan
gurami
= 30 % x 13,75 (rata-rata kalsium (bb))
= 4,125 mg
Persentase kalsium = %100hari-sehari kalsiumAKG
oleh tubuh kalsium absorpsix
=
= 0,825 %
%100500125,4
x
top related