kolaborasi riset dosen dan mahasiswaeprints.perbanas.ac.id/2791/1/artikel ilmiah.pdfanalisis service...
Post on 29-Jun-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS SERVICE - LEVEL SOLVENCY PADA PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN DAN KOTA
DI JAWA TIMUR
ARTIKEL ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian
Program Pendidikan Sarjana
Progam Studi Akuntansi
Oleh :
ANIZA KHURMATIN
NIM : 2013310127
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS
SURABAYA
KOLABORASI RISET DOSEN DAN MAHASISWA
201
1
ANALISIS SERVICE - LEVEL SOLVENCY PADA PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN DAN KOTA
DI JAWA TIMUR
Aniza Khurmatin
2013310127
STIE Perbanas Surabaya
Email: anizakhurmatin55@gmail.com
Pepie Diptyana
STIE Perbanas Surabaya
Email: pepie@perbanas.ac.id
Jl. Wonorejo Permai Utara III No. 16, Rungkut, Surabaya
ABSTRACT
Service-level solvency of local government as the capacity of local government to
supply and maintain the level of services it provides to the community from the perspective of
financial information by using index ratio of total asset per capita, index ratio of total
equities per capita, and index ratio of total expenditure per capita. The purpose of this
research is to describe the condition of the service-level solvency of local government 38
districts/cities in East Java during the period of 2010-2014. The data was collected through
documentation by searching for historical data on the published financial statements to the
media. The data analysis technique is analysis descriptive comparative and cluster analysis
to classify local government that have similar characteristics of service-level solvency.
The result of this research shows that all local governments showed improvement
trend, Kabupaten Mojokerto was the best local government compared with to other districts,
while Kabupaten Pacitan was the worst local government. And the results of cluster analysis
of 38 districts/cities in East Java can be form four groups (clusters), wherein groups 1
consists of 16 districts/cities, groups 2 consists of 4 districts/cities, groups 3 consists of 14
districst/cities and groups 4 consists of 4 districts/cities..
Key words : Service-Level Solvency, Local Government, Cluster Analysis.
PENDAHULUAN
Indonesia telah menerapkan
penyelenggaraan Pemerintah daerah yang
berdasarkan asas otonomi daerah.
Pemerintah daerah memiliki hak untuk
membuat kebijakannya sendiri yaitu
kebebasan untuk mengelolah pendapatan,
belanja dan pendanaanya dalam rangka
pencapaian tujuan menyejahterakan
masyarakat. Program dari kegiatan
masing-masing Pemerintah daerah
tentunya akan berbeda termasuk juga
alokasi anggarannya, sehingga
kemungkinan terjadi adanya variasi
kondisi keuangan antar Pemerintah daerah
(Ritonga et.al., 2012a; 2012b).
Provinsi Jawa Timur merupakan
wilayah yang perkembangannya setiap
tahun sangat pesat sekali, sebagian besar
lahannya telah dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian dan industri. Selain itu
wilayah ini memiliki sumber daya
kelautan, kehutanan dan pertambangan
yang potensial untuk dikembangkan secara
optimal. Penduduk usia kerja (15 tahun
ke atas) di Jawa Timur pada Agustus
2013 berjumlah sekitar 28,80 juta jiwa..
Jumlah tersebut, yang masuk ke dalam
angkatan kerja yang bekerja mencapai
20,14 juta jiwa, dari seluruh angkatan
kerja yang bekerja tersebut di sektor
2
pertanian sebesar 40%, sektor industri
sebesar 25%, dan sektor jasa sebesar 35%.
Pemerintah daerah Jawa Timur
memberikan hasil secara nyata yang
dirasakan oleh masyarakat dengan
meningkatnya kegiatan perekonomian
yang didukung oleh ketersediaan sarana
dan prasarana pembangunan, meningkatnya
taraf kesejahteraan dan makin tercukupinya
kebutuhan dasar masyarakat termasuk
pendidikan dasar dan kesehatan. Meskipun
begitu di Pemerintah daerah Jawa Timur
masih terdapat banyak masalah yang harus
dihadapi.
Tantangan utama pembangunan
daerah Jawa Timur adalah meningkatkan
laju pertumbuhan ekonomi serta
memperluas landasan ekonomi daerah
yang didukung oleh peningkatan ekspor
nonmigas terutama hasil industri dan
perluasan kesempatan kerja sehingga
mempercepat peningkatan kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat, dengan
mengetahui kondisi tersebut Pemerintah
daerah diberikan hak untuk merancang
kebijakan daerahnya sendiri untuk
mencapai tujuan nasionalnya selama
Pemerintah daerah tersebut membuat
kesesuaian dengan Pemerintah daerah
pusat.
Program yang di bentuk oleh
Pemerintah daerah yaitu berdasarkan
presepsi ekonomi dan politik yang dalam
pelaksanaanya memiliki anggaran,
program dan juga kegiatan yang berbeda.
Perbedaan tersebut akan berpengaruh
terhadap kualitas serta kuantitas barang
dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat di masing-masing Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Sehingga, tingkat Solvabilitas layanan
Pemerintah daerah untuk menyediakan dan
mempertahankan tingkat layanan yang
diberikan kepada masyarakat pun juga
akan berbeda (IT. Ritonga, 2013).
Tingkat solvabilitas layanan
(service–level solvency) Pemerintah daerah
merupakan kemampuan Pemerintah daerah
dalam menyediakan dan mempertahankan
tingkat pelayanan publik yang dibutuhkan
dan diinginkan oleh masyarakat (Wang
et.al, 2007). Kemampuan Pemerintah
daerah mengacu pada semua sumber daya
yang dimiliki oleh Pemerintah daerah
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Sumber daya yang dimaksud
adalah sumber daya manusia, sumber daya
alam, fasilitas dan semua aset yang
dimiliki.
Pemerintah daerah dalam
menyediakan dan mempertahankan tingkat
layanan berdasarkan perspektif informasi
keuangan. Solvabilitas layanan Pemerintah
daerah dalam melayani masyarakat
digambarkan dengann indeks dan rasio-
rasio solvabilitas yaitu indeks rasio total
aset per kapita, indeks rasio total ekuitas
per kapita, dan indeks total
belanja/pengeluaran (IT. Ritonga, 2013).
Ana Tresna dan Dwirandra (2015)
meneliti tentang solvabilitas layanan
Pemerintah daerah di Provinsi Bali yang
menunjukan peningkatan setiap
peningkatan di setiap indeks rasio
solvabilitas layanannya, namun jika dilihat
dari informasi keuangan masih
menunjukan ketidakseimbangan jumlah
penduduk yang tinggi dengan aset yang
rendah dimiliki dalam memberikan
layanan kepada masyarakat. Hasil
penelitian Victoria dan Irwan (2014) yang
menunjukan pengklasteran kondisi
keuangan di Pemerintah daerah dapat
memaksimalkan komparabilitas
antardaerah, dengan menggunakan
komponen jumlah penduduk, luas wilayah,
indeks pembangunan manusia, indeks
kemahalan konstruksi, dan bagi hasil
pajak, dan dana bagi hasil sumber daya
alam. Penelitian Irwan (2014)
menyimpulkan semua Pemerintah daerah
menunjukan peningkatan di Kabupaten
Kulon Progo yang terbaik, dibandingkan
dengan Kabupaten lain di Daerah
Istimewah Yogyakarta. Berdasarkan
belakang yang telah di jelaskan di atas,
maka penulis ingin melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Service-Level
Solvency pada Pemerintah Daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur”.
3
Hal ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kondisi solvabilitas layanan
Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di
Jawa Timur, serta dapat melakukan
perbaikan fasilitas atau sarana yang
dimiliki untuk meningkatkan layanan
kepada masyarakat (publik).
RERANGKA TEORITIS YANG
DIPAKAI
Legitimacy Theory
Suwardjono, (2013: 588), menjelaskan
bahwa organisasi merupakan bagian dari
masyarakat. Legitimasi dapat digunakan
untuk menunjukan kondisi bahwa
pernerimaan keputusan pemimpin atau
pejabat pemerintah pelakasanaan
kekuasaan yang telah sesuai dengan
prosedur yang berlaku pada masyarakat
umum. Dalam sebuah Pemerintahan
negara, legitimasi ini dianggap penting
bagi pemimpin pemerintahan karena para
pemimpin ini akan selalu berupaya keras
untuk mendapatkan/mempertahankan
legitimasi/kekuasaan tersebut (Dowling
Jons dan Pfeffer; 1975). Legitimasi yang
dimiliki Pemerintah bisa memicu
kestabilan politik dan memungkinkan
terjadinya perubahan sosial. Hal tersebut
dapat dipercaya dapat membuka
kesempatan yang semakin lebar bagi
Pemerintah untuk tidak hanya memperluas
bidang-bidang yang dimiliki, namun juga
untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan
masyarakat yang pada umumnya menjadi
tugas utama dari sebuah Pemerintah
daerah
Teori legitimasi menjadi landasan bagi
Pemerintah daerah untuk memperhatikan
apa yang menjadi harapan masyarakat dan
mampu menyelaraskan nilai-nilai
Pemerintah daerahnya dengan norma-
norma sosial yang berlaku di tempat
Pemerintah daerah tersebut
melangsungkan kegiatannya. Pemerintah
daerah dapat mengajak masyarakat untuk
ikut serta dalam proses pembangunan
daerah salah satunya dengan menjadikan
masyarakat sebagai pengawas atas semua
kegiatan pembangunana oleh Pemerintah
daerah. Hal ini dapat terjadi apa bila
pemerintah daerah mampu
mempertahankan fasilitas publik dengan
memenuhi kebutuhan dan keinginan
masyarakat pada daearahnya.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 ini
dibuat untuk pembagian urusan
Pemerintahan konkuren yaitu antara
Pemerintah pusat, daerah Provinsi dan
daerah kabupaten/kota. Pemerintahan
daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, peran masyarakat dan
peningkatan daya saing daerah dengan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadailan
suatu Negara dalam sistem NKRI.
Pemerintah daerah lebih memperhatikan
aspek-aspek hubungan antara Pemerintah
Pusat dengan daerah dan antardaerah,
potensi dan keragaman daerah serta
peluang dan tantangan persaingan global.
Hubungan dengan tingkat solvabilitas
layanan adalah pembagian
urusan/wewenang antara Kabupaten/Kota
dan Provinsi dalam berbagai macam
bidang antara lain bidang kesehatan,
pendidikan, dan perindustrian.
Standar Akuntansi Pemerintah
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 maka mulai tahun
2015 pencatatan dan pelaporan Pemerintah
daerah wajib menggunakan basis akrual,
yaitu basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya
saat transaksi dan peristiwa itu terjadi.
Basis akrual kas pada Pemerintah daerah
yaitu untuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta basis akrual untuk aset,
kewajiban, dan ekuitas dana. Oleh karena
itu anggaran dan realisasi Pemerintah
daerah dicatat dan dilaporakan sesuai
dengan penerimaan dan pengeluaran kas
yang terjadi pada kas negara atau kas
daerah.
4
Tingkat Solvabilitas Layanan (Service-
Level Solvency)
Pemerintah daerah pada hakekatnya adalah
melayani kepentingannya sendiri dan
masyarakat serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan
dan kreatifitas demi mencapai tujuan
bersama (Afiah, 2009: 78). Pelayanan
publik dapat diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah harus dapat
memberikan layanan publik (masyarakat)
yang lebih profesional, efektif, efisien,
sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu
serta sekaligus meningkatkan kapasitas
individu dan masyarakat untuk aktif
menentukan masa depannya sendiri.
Tingkat ssolvabilitas layanan adalah
kemampuan Pemerintah daerah dalam
menyediakan dan memelihara tingkat
layanan yang dibutuhkan dan diinginkan
oleh masyarakat. Pembilang dari rasio ini
adalah angka yang mencerminkan fasilitas
yang dimiliki oleh Pemerintah daerah
digunakan untuk memberikan layanan
kepada masyarakat secara efisien dan
efektif (IT. Ritonga, 2013). Rasio yang
digunakan untuk menggambarkan
seberapa besar fasilitas yang dimiliki
Pemerintah daerah dapat digunakan untuk
menyediakan layanan kepada masyarakat,
adalah :
1. Rasio Total Aset Rasio ini menunjukan akumulasi
sumber daya yang dimiliki oleh
Pemerintah daerah yang tersedia untuk
melayani masyarakat di masa yang akan
datang (IT. Ritonga, 2013). Jadi semakin
tinggi rasio aset terhadap jumlah penduduk
maka semakin tinggi pula kemampuan
Pemerintah daerah untuk melayani
masyarakatnya menggunakan sumber daya
yang dimiliki.
2. Rasio Total Ekuitas
Rasio ini digunakan untuk
mengitung total ekuitas dari nilai asset
bersih yang dimiliki Pemerintah daerah
yang nantinya dapat digunakan untuk
melayani masyarakat. Jadi, semakin tinggi
rasio ekuitas terhadap jumlah penduduk
maka semakin tinggi kemampuan
Pemerintah daerah untuk melayani
masyarakat di masa yang akan datang (IT.
Ritonga, 2013).\
3. Rasio Total Belanja/Pengeluaran
(expenditure)
Rasio ini menunjukan seberapa
banyak biaya yang dikeluarkan Pemerintah
daerah untuk membiayai setiap fasilitas
seperti barang dan jasa masyarakat tanpa
gangguan. Semakin tinggi nilai rasio ini
akan menunjukkan bahwa Pemerintah
daerah tersebut semakin tidak efisien yang
artinya total belanja/pengeluaran
Pemerintah daerah baik dari internal
maupun eksternal lebih besar dari jumlah
penduduk yang ada (IT. Ritonga, 2013).
Kerangka pemikiran yang mendasar dari
penelitian ini dapat digambarkan dalam
Gambar 1.
Gambar 1
KerangkaPemikiran
5
METODE PENELITIAN
Klasifikasi Sampel
Sugiyono berpendapat bahwa Sampel
merupakan bagian dari populasi yang ada,
sehingga untuk pengambilan sampel harus
menggunakan cara tertentu yang
didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yang ada (Supranto, 2008:
15). Populasi dalam penelitian ini adalah
29 Kabupaten dan 9 Kotamadya di Jawa
Timur pada periode 2010 – 2014 di Jawa
Timur. Penelitian ini menggunakan
metode penqgambilan sampel secara non
probabilitas dengan menggunakan teknik
sampling jenuh (sensus) yang merupakan
pengambilan sampel dengan semua
anggota populasi dijadikan sebagai
sampel. Hal ini dilakukan apabila jumlah
populasi relatif kecil. Dengan metode
pengambilan sampel ini diharapkan
hasilnya dapat cenderung lebih mendekati
nilai sesungguhnya dan diharapkan dapat
memperkecil pula terjadinya
kesalahan/penyimpangan terhadap nilai
populasi.
Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ialah data sekunder karena
berdasarkan sifatnya data ini berbentuk
dokumentasi, sedangkan dari cara
memperolehnya, yaitu dari laporan yang
telah diaudit keuangan, ukuran populasi,
dan tingkat inflasi. Laporan Hasil
Pemeriksaan Audit BPK RI Perwakilan
Propinsi Jawa Timur, yang meliputi:
Laporan Neraca dan Laporan Realisasi
Anggaran Tahun 2010-2014. Data pada
tahun 2010 dipilih karena pada Badan
Pusat Statistik mengadakan sensus
penduduk sehingga data mengenai jumlah
populasi dapat dipercaya, serta diperoleh
dari DJPK Kemenkeu untuk melihat total
biaya/pengeluaran, ekuitas, dan aset
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Selain
itu juga, data tingkat inflasi yang
bersumber dari Badan Pusat Statsitik
(BPS) di Provinsi Jawa Timur.
Data inflasi ini digunakan untuk
menghitung total pengeluaran/belanja
Pemerintah daerah Jawa Timur, data ini
digunakan sebagai faktor diskon untuk
menyesuaikan daya beli belanja
Pemerintah daerah pada tahun 2011 – 2014
dengan tahun dasar 2010. Selain itu, data
populasi penduduk dari BPS Provinsi Jawa
Timur tahun 2010 sebagai tahun dasar
dalam penelitian ini karena pada tahun itu
BPS melakukan sensus penduduk
sepanjang sepuluh tahun, sedangkan tahun
2011 hingga tahun 2014 menggunakan
rata-rata pertumbuhan populasi penduduk
untuk Provinsi Jawa Timur antara 20-2014
sebesar 0,69%.
Definisi Operasional Variabel
1. Peringkat Solvabilitas
layanan (Service-Level-Solvency)
Peringkat solvabilitas layanan adalah
kemampuan Pemerintah daerah daerah
untuk menyediakan dan mempertahankan
tingkat layanan publik yang dibutuhkan
dan diinginkan oleh masyarakat (IT.
Ritonga, 2013). Variabel – variabel dalam
solvabilitas layanan yang diproksikan
dengan menggunakan beberapa rasio
seperti rasio total aset per kapita, rasio
total ekuitas per kapita, dan rasio total
belanja/pengeluaran per kapita. Berikut
adalah cara pengukuran Solvabilitas
layanan Pemerintah daerah Kabupaten dan
Kota di Jawa Timur:
a. Rasio Total Aset Per kapita
Rasio ini merupakan perbandingan
ketersediannya jumlah sumber daya yang
dimiliki Pemerintah daerah secara
keseluruhan terhadap jumlah penduduk.
Rasio ini mengukur potensi yang dimiliki
Pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat di masa
yang akan datang (IT. Ritonga, 2013).
Cara menghitung nilai total aset per kapita
adalah sebagai berikut:
b. Rasio Total Ekuitas Per kapita
6
Rasio ini merupakan perbandingan
antara aktiva bersih yang dimiliki
Pemerintah daerah terhadap keseluruhan
jumlah penduduk. Aktiva bersih ini
diperoleh dari selisi antara jumlah aset
dengan kewajiban sehingga tersedia untuk
memberikan layanan dimasa depan kepada
masyarakat (IT. Ritonga, 2013). Cara
menghitung nilai total ekuitas per kapita
adala sebagai berikut :
c. Rasio Total Belanja/Pengeluaran
Per kapita
Rasio ini merupakan perbandingan
antara jumlah pengeluaran umum dengan
jumlah penduduk dimana, total
pengeluaran yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang
diberikan kepada masyarakat (IT. Ritonga,
2013). langkah-langkah yang diambil
sebelum menghitung rasio total belanja
sebagai berikut:
a) Total belanja pengeluaran ini harus
disesuaikan terlebih dahulu daya
beli pengeluaran Pemerintah
daerah tahun 2011, 2012, 2013,
dan 2014 ke tahun dasar 2010,
dengan mendiskontokan jumlah
pengeluaran tahun tertentu dengan
tingkat inflasi.
Untuk tahun 2011 dihitung dengan
cara membagi jumlah pengeluaran
untuk tahun 2011 dengan ( 1+
inflasi tahun 2011) ; tahun 2012
membagi jumlah pengeluaran 2012
dengan (1+inflasi 2011) dikali
(1+inflasi 2012); tahun 2013
membagi jumlah pen geluaran
2013 dengan (1+inflasi 2012)
dikali (1+inflasi 2013); tahun 2014
membagi jumlah pengeluaran 2014
dengan (1+inflasi 2013) dikali
(1+inflasi 2014). Setelah itu
menghitung total
belanja/pengeluaran per kapita
dengan rumus sebagai berikut :
2. Angka Indeks dan Inflasi
Nurcholis (2005: 12),
mendefinisikan indeks merupakan konsep
yang dapat memberikan gambaran tentang
perubahan-perubahan variabel dari suatu
periode keperiode berikutnya. Angka
indeks dapat diartikan sebagi angka
perbandingan yang perubahan yang relatif
dan dinyatakan dalam bentuk prosentase
(%). Perhitungan perubahan angka indeks
dari setiap rasio dimulai dari tahun 2011-
2014, sedangkan untuk tahun 2010
digunakan sebagai tahun dasar dalam
menghitung angka indeks pada tahun
2011. Untuk mengkur angka indeks dari
setiap rasio solvabilitas layanan
Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di
Jawa Timur, menggunakan rumus sebagai
berikut:
Inflasi adalah suatu keadaan
ekonomi yang memperlihatkan naiknya
harga barang dan jasa secara terus –
menerus. Penyebab terjadinya inflasi
dalam Pemerintah daerah adalah adanya
pengeluaran Pemerintah lebih besar
daripada penerimaan yang diperoleh hal
ini akan menimbulkan inflasi jika tidak
diimbangi dengan peningkatan solvabilitas
layanan yang diberikan kepada masyarakat
(IT. Ritonga, 2013). Data inflasi Jawa
Timur di peroleh pada Badan Pusat
Statsistik dari tahun 2010-2014
Alat Analisis
Teknik analisis data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif komparatif yaitu teknik analasis
data yang mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah di
analisis, lalu membandingkan persamaan
dan perbedaan dua objek atau lebih dari suatu variabel tertentu. Pada penelitian ini
variabelnya masih mandiri tetapi untuk
sampel yang lebih dari satu atau dalam
waktu yang berbeda. Perbandingan dapat
dihitung dan dianalisis menggunakan cross
section dan time series.
7
1) Analisis Cross-Section dan Time
Series Mahyus (2014: 66) menjelaskan bahwa
cross-section analysis adalah metode
penelitian dengan cara mengumpulkan dan
membandingkan suatu objek yang sejenis
pada saat bersamaan dari waktu ke waktu.
Cross-section analysis ini bermanfaat
untuk membandingkan dan menganalisis
layanan sovabilitas Pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur dari
tahun 2010-2014.
Hair dan Wiliam, (2006: 215)
menjelaskan time-series analysis
merupakan perbandingan data keuangan
periode sebelumnya (perbandingan data
historis) atau data yang dikumpulkan dari
waktu ke waktu dan juga untuk melihat
terjadinya perubahan terhadap data
keuangan tersebut.
Time-series analysis ini
menggunakan angka indeks dan bisa juga
angka-angka yang ada dalam laporan
keuangan yang disajikan dalam rentang
waktu 5 atau 10 tahun, dari angka indeks
bisa diketahui akan terjadinya penurunan
atau peningkatan tingkat Solvabilitas
layanan Pemerintah daerah Kabupaten dan
Kota di Jawa Timur.
Langkah – langkah yang digunakan dalam
metode ini adalah:
1. Mengumpulkan data dimulai
setelah data terkumpul, dengan
langkah selanjutnya ialah
menganalisis data berdasarkan
metode analisis yang digunakan.
2. Tabulasi nilai aset, ekuitas, dan
belanja total Pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa
Timur.
3. Menghitung dan mentabulasi
jumlah populasi masing-masing
Pemerintah daerah dengan
menggunakan rata-rata
pertumbuhan penduduk di Jawa
Timur untuk tahun 2010-2014.
4. Menghitung dan mentabulasi
penyesuaian nilai belanja total yang
disesuaikan dengan tingkat inflasi.
5. Menghitung dan membuat indeks
Solvabilitas layanan Pemerintah
daerah Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Timur.
6. Membuat peringkat dari masing-
masing rasio solvabilitas layanan
Pemerintah daerah Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Timur
1) Analisis Klaster
Hair dan Wiliam (2006: 416)
menjelaskan bahwa analisis klaster adalah
mengelompokan objek atas dasar
karakteristik yang dimiliki. Analisis klaster
mengelompokkan objek (responden,
produk, entitas lainnya) sehingga masing-
masing objek memiliki kemiripan dengan
objek lain dalam klaster yang sama.
Terdapat 2 metode analisi klaster yaitu
metode hierarki dan metoden non hierarki
(K-Means.
Metode Non Hierarki (K-Means)
Metode ini adalah bagaimana memilih
klaster yang ingin ditentukan terlebih
dahulu jumlah cluster yang diinginkan.
Metode ini biasa disebut dengan K-Means
Cluster, jumlah klaster yang dibentuk
berdasarkan dari tahap sebelumnya yang
kemudian di gunakan untuk membagi
setiap variabel dari sampel kklaster
tertentu ( Safa’at dan Kishera, 2014).
Pada penelitian ini menggunakan
metode cluster yang non-hierarki (K-
Means), dimana memilih klaster yang
ingin ditentukan terlebih dan semua objek
dalam jarak tertentu. Kemudian memilih
cluster selanjutnya dan penempatan
dilanjutkan sampai semua objek
ditempatkan. Proses pembentukan klaster
pada kelompok data Pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
menggunakan komponen perhitungan
indeks rasio total indeks aset per kapita,
indeks rasio total ekuitas per kapita, dan
indeks rasio total belanja/pengeluaran per
kapita.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
8
Analisis deskrikptif komparatif
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kondisi service-level-
solvency pada Pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur pada
periode 2010 – 2014, menggunakan indeks
solvabilitas layanan berdasarkan perspektif
informasi keuangan yaitu indeks rasio total
aset per kapita, indeks rasio total ekuitas
per kapita, indeks rasio total
belanja/pengeluaran per kapita. Sehingga,
menggunakan analisis deskriptif
komparatif dengan menggunakan time
series dan cross section untuk menjelaskan
penelitian.
Time-Series Analysis
Time-series analysis pada indeks
solvabilitas layanan ini digunakan untuk
membandingkan data keuangan periode
sebelumnya (perbandingan data historis)
yang dikumpulkan dari waktu ke waktu.
Pada penelitian ini menggunakan rentang
waktu selama 5 tahun, dengan
menggunakan tahun dasar sebagai acuan,
agar lebih mudah untuk melakukan
perbandingan dengan tahun lainnya.
Keseluruhan indeks akan dijumlahkan dan
akan menghasilkan angka indeks untuk
masing-masing Pemerintah daerah yang
kemudian akan di ranking berdasarkan
total indeks yang diperoleh sehingga dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 2
Grafik Indeks Solvabilitas Layanan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Jawa
Timur Tahun 2011-2014
Pada gambar 2 menggambarkan
perolehan peringkat dari 38 kabupaten dan
kota Pemerintah daerah yang ada di Jawa
Timur. Peringkat ini digunakan untuk
memberi penilaian terhadap Pemerintah
derah dalam menyedikan dan
mempertahankan fasilitas kepada
masyarakat. Semakin tinggi peringkat
Pemerintah derah tersebut yang diperoleh
maka semakin baik Pemerintah daerah
tersebut dalam menyediakan solvabilitas
layanan.
Peringkat indeks solvabilitas
layanan Pemerintah terbaik selama 2011-
2014 menunjukan Pemerintah daearah
Kabupaten Mojokerto sebagai Pemerintah
daerah daerah yang memiliki solvabilitas
layanan terbaik dibandingkan Pemerintah
daerah Kabupaten dan Kota di Jawa
Timur. Pemerintah daerah Kabupaten
Mojokerto memiliki potensi industri kecil
dan menengah dalam bidang perhiasan dan
bidang teksil yang seluruh mampu
menyedikan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Pemerintah daerah Mojokerto
dari tahun ke tahun menunjukan
9
peningkatan yang sangat bagus dalam
solvabilitas layanan. Kebijakan umum
yang dilakukan Pemerintah daerah
Kabupaten Mojokerto seperti peningkatan
aksesbilitasi dan kualitas pelayanan
pendidikan, kesehatan, pembangunan dan
pemerliharaan infrastruktur, peningkatan
kualitas SDM, dan lain sebagainya terlihat
lebih baik dibandingkan dengan
Pemerintah daerah lainnya.
Pemerintah daerah Kabupaten
Pacitan merupakan Kabupaten dengan
solvabilitas layanan kurang baik yang
berada pada ranking bawah dibandingkan
dengan Kabupaten dan Kota lainnya
kondisi Pemerintah daerah Kabupaten
Pacitan yang berada pada posisi terendah
ini terjadi karena ketidakmerataan fasilitas
yang disediakan oleh Pemerintah daerah
setempat dengan letak geografis
Kabupaten Pacitan, sehingga membuat
dari perspektif keuangan memiliki
solvabilitas layanan yang kurang baik.
Pemerintah daerah Kabupaten
Banyuwangi, Lamongan, Pamekasan,
Pasuruan, Sampang, Sidoarjo, Tuban,
Tulungagung, dan Pemerintah Kota Blitar,
Kota Madiun, dan Kota Pasuruan
menunjukan peringkat yang berfluktuasi.
Hal ini mungkin terjadi karena
pertumbuhan Kabupaten dan Kota lainnya
di Jawa Timur yang lain lebih tinggi setiap
tahunnya, sehingga nilai dari indeks dan
rasio beberapa Kabupaten dan Kota
mengalami kenaikan dan penurunan yang
tidak stabil.
Pemerintah kabupaten Bangkalan,
Blitar, Bojonegoro, Gresik, Jember,
Kediri, Lumajang, Madiun, Magetan,
Malang, Nganjuk, Ngawi, Ponorogo,
Probolinggo, Situbondo, Sumenep,
Trenggalek, dan Pemerintah Kota Kediri,
Kota Malang, dan Kota Probolinggo
mengalami peningkatan indeks di setiap
tahunnya, Hal ini dapat dilihat dari
peringkat di setiap indeks solvabilitas
layanan yang diamati selain tingkat
pertumbuhan yang meningkat begitu tinggi
disetiap tahunnya yang menyebabkan
Pemerintah daerah ini menjadi salah satu
kabupaten yang memiliki indeks yang
stabil pada tahun 2011-2014.
Kemampuan Pemerintah daerah
Kota Surabaya sebagai salah satu
Pemerintah daerah yang merupakan
Pemerintah daerah yang memiliki
pelayanan publik terbaik dari Kabupaten
dan Kota di Jawa Timur, namun jika
dilihat dari solvabilitas layanan dengan
pendekatan perspektif keuangan memiliki
nilai solvabilitas keuangan yang berbeda.
Hal ini dapat dilihat dari posisi Pemerintah
daerah Kota Surabaya yang memiliki
wilayah yang luas dengan jumlah
penduduk yang begitu banyak sehingga
semua aset yang dimiliki bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk di
Kota Surabaya menghasilkan solvabilitas
layanan di kurang baik.
Cross-Section Analysis
a) Peringkat Rasio Total Aset Per
kapita
Rasio ini merupakan perbandingan
ketersediannya jumlah sumber daya yang
dimiliki Pemerintah daerah secara
keseluruhan terhadap jumlah penduduk.
Tabel 2 menjelaskan kondisi Pemerintah
daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
berdasarkan peringkat rasio total aset per
kapita.
Tabel 2
Top 5 Peringkat Rasio Total Aset Per
Kapita Tahun 2010-2014 (dalam
dupiah)
Peringkat Rasio Total Aset Per Kapita
Pemerintah daerah Jumlah Periode
1 Kota Blitar 3x 2010-2012
2 Kota Madiun 3x 2010-2012
3 Kota Surabaya
4x
2010-2013,
dan 2014
4 Kota Mojokerto 3x 2010-2012
5 Kota Kediri 4x 2010-2014
Sumber: Data sekunder di rangkum penulis
Tabel 2 menunjukkan sebaran lima
besar peringkat rasio total aset per kapita
di Jawa Timur. Peringkat digunakan untuk
10
mengukur potensi yang dimilki
Pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanannya kepada masyarakat di masa
depan. Jumlah total aset masing-masing
Pemerintah daerah di peroleh dari laporan
keuangan (Neraca). Semakin tinggi rasio
aset yang diperoleh oleh pemerintah
daerah, maka semakin tinggi pula
kemampuan pemerintah untuk melayani
masyarakat menggunakan sumber daya
yang dimiliki. Rasio total aset per kapita
dihitung dari perbandingan total aset yang
didapatkan oleh Pemerintah daerah dibagi
jumlah penduduk yang telah disesuaikan.
Pada penelitian ini peringkat lima teratas
didominasi oleh Pemerintah daerah Kota,
yaitu peringkat pertama rasio total aset
Pemerintah daerah adalah Kota Blitar
menunjukan kecenderungan meningkat
terus dari tahun 2010 ke 2012. Kota
Madiun dengan total aset per kapita
sebesar Rp. 15.223.108,52 pada tahun
2010 dan pada tahun 2012 meningkat
sebesar Rp. 16.489.909,36. Pada peringkat
ketiga Kota Surabaya mengalami
peningkatan dari tahun 2010-2014 dengan
total aset per kapita Rp. 13.586.940,75,
yang artinya Kota Surabaya memiliki
kapasitas Rp. 13.586.940,75 untuk
melayani kebutuhan dan keinginan
masyarakatnya. Peringkat keempat Kota
Mojokerto mengalami peningkatan dari
tahun 2010-2012 dengan total aset
perkapita sebesar Rp. 10.678.216,85 ke
Rp. 12.365.920,39. Peringkat kelima Kota
Kediri yang mengalami peningkatan dari
tahun 2010-2014 dengan total aset per
kapita sebesar Rp. 11.542.589,33, yang
artinya Kota Kediri memiliki Rp.
11.542.589,33 aset untuk melayani setiap
kebutuhan masyarakatnya.
Tingkat laju pertumbuhan rasio
total aset perkapita pada kelima
Pemerintah daerah Kota diatas. Kota Blitar
menunjukan tingkat laju pertumbuhan
terkecil 6,80% selama tahun 2010-2014,
Kota Madiun menunjukan perbaikan dari
tahun 2010-2013 dan tahun 2014
mengalami penurunan 13,15%, dan untuk
laju pertumbuhan paling tinggi pada tahun
2010-2014 adalah Kota Kediri sebesar
43,08% dengan peningkatan rasio dari
tahun ke tahun, Kota Surabaya sebagai
Ibukota Jawa Timur memperoleh laju
pertumbuhan sebesar 15,44% selama tahun
2010-2014, dan yang terakhr Kota
Mojokerto laju pertumbuhannya sebesar
43,68%.
b) Peringkat Rasio Total Ekuitas
Per kapita
Rasio ini merupakan perbandingan
antara aktiva bersih yang dimiliki
Pemerintah daerah terhadap jumlah
keseluruhan penduduk. Tabel 3
menjelaskan kondisi Pemerintah daerah
kabupaten dan kota di Jawa Timur
berdasarkan peringkat rasio total ekuitas
per kapita.
Tabel 3
Top 5 Peringkat Rasio Total Ekuitas
Per Kapita Tahun 2010-2014 (dalam
rupiah)
Peringkat
Rasio Total Ekuitas Per Kapita
Pemerintah
daerah Jumlah Periode
1
Kota Blitar
2x
2010 dan 2012
Kota
Madiun 2011 dan 2013
2
Kota Blitar
2x
2013 dan 2014
Kota
Madiun 2010 dan 2012
3
Kota
Surabaya 2x
2010 dan 2012
Kota
Mojokerto 2011-2013
4
Kota
Mojokerto 2x 2010 dan 2012
Kota Kediri 2011 dan 2014
5 Kota Kediri 3x
2010, 2012,
dan 2014
Tabel 3 menunjukkan sebaran lima besar
peringkat rasio total ekuitas per kapita di
Jawa Timur. Peringkat digunakan untuk
mengukur aktiva bersih yang dimilki
Pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanannya kepada masyarakat di masa depan. Jumlah total ekuitas masing-masing
11
Pemerintah daerah di peroleh dari laporan
keuangan (Neraca). Semakin tinggi rasio
ekuitas yang diperoleh oleh pemerintah
daerah, maka semakin tinggi pula
kemampuan pemerintah untuk melayani
masyarakat menggunakan aktiva bersih
yang dimiliki. Rasio total ekuitas per
kapita dihitung dari perbandingan total
ekuitas yang didapatkan oleh Pemerintah
daerah dibagi jumlah penduduk yang telah
disesuaikan. Pada penelitian ini peringkat
lima teratas didominasi oleh Pemerintah
daerah Kota, yaitu peringkat pertama dan
kedua rasio total ekuitas adalah
Pemerintah daerah Kota Blitar dan Kota
Madiun yang menunjukan kecenderungan
meningkat terus dari tahun 2010-2014.
Peringkat ketiga sampai kelima diduduki
oleh Kota Mojokerto, Kota Surabaya dan
Kota Kediri yang mengalami peningkatan
dari tahun 2010-2014.
Tingkat laju pertumbuhan rasio
total ekuitas perkapita pada kelima
Pemerintah daerah Kota diatas. Kota Blitar
menunjukan tingkat laju pertumbuhan
terkecil 7,15% selama tahun 2010-2014,
Kota Madiun menunjukan perbaikan
dengan laju pertumbuhan 13,39%, dan
untuk laju pertumbuhan paling tinggi pada
tahun 2010-2014 adalah Kota Kediri
sebesar 42,84%, dan laju pertumbuhan
Kota Surabaya sebesar 75,76% dengan laju
pertumbuhan paling tinggi.
c. Peringkat Rasio Total
Belanja/Pengeluaran Per kapita
Rasio ini merupakan perbandingan antara
jumlah pengeluaran umum dengan jumlah
penduduk, dimana total pengeluaran yang
digunakan untuk menghasilkan barang dan
jasa yang diberikan kepada
masyarakatanya. Jumlah total
belanja/pengeluaran masing-masing
Pemerintah daerah diperoleh dari laporan
keuangan (Realisasi Anggaran), belanja
umum (daerah) meliputi belanja pegawai,
belanja barang noninvestasi, pembayaran
bunga hutang, subsidi, hibah bantuan
sosial dan belanja operasional lainnya.
Total belanja/pengeluaran daerah
dilakukan untuk menghilangkan efek
inflasi agar informasi data sebanding,
penyesuaian daya beli pengeluaran
pemerintah daerah untuk tahun 2011,
2012, 2013, 2014 dengan 2010 sebagai
tahun tahun dasar yang disesuaikan dengan
tingkat inflasi. Tabel 4 menjelaskan
kondisi Pemerintah daerah Kabupaten dan
Kota di Jawa Timur berdasarkan peringkat
rasio total belanja/pengeluaran yang telah
disesuaikan per kapita.
Tabel 4
Top 5 Peringkat Rasio Total
Belanja/Pengeluaran Per Kapita Tahun
2010-2014 (dalam rupiah)
Tabel 4 menunjukkan sebaran lima besar
peringkat rasio total belanja/pengeluaran
per kapita di Jawa Timur. Semakin tinggi
rasio belanja/pengeluaran yang diperoleh
akan menunjukan bahwa Pemerintah
daerah semakin tidak efisien, yaitu total
belanja/pengeluaran Pemerintah daerah
baik dari internal maupun eksternal lebih
besar dari jumlah penduduk yang
disesuaikan. Pada penelitian ini peringkat
lima teratas didominasi oleh Pemerintah
daerah Kota, yaitu peringkat pertama rasio
total aset Pemerintah daerah adalah Kota
Mojokerto menunjukan kecenderungan
meningkat terus dari tahun 2010 ke 2014.
Peringkat
Rasio Total Belanja Per Kapita
Pemerintah
daerah Jumlah Periode
1
Kota
Mojokerto 3x
2010, 2011,
dan 2014
2 Kota Blitar 3x
2010, 2011,
dan 2014
3 Kota Madiun 4x
2010-2013,
dan 2014
4 Kota Kediri 4x
2010, dan
2012-2014
5 Kota
Probolinggo 3x
2012-2014
12
belanja/pengeluaran per kapita sebesar Rp.
4.964.955,94 pada tahun 2010 dan pada
tahun 2014 meningkat sebesar
Rp.8.216.412,23. Peringkat ketiga Kota
Madiun mengalami peningkatan dari tahun
2010-2014 dengan total
belanja/pengeluaran per kapita Rp.
8.174.013,80, yang artinya Kota Madiun
melakukan pengeluaran sebesar Rp.
8.174.013,80 untuk melayani kebutuhan
dan keinginan masyarakatnya. Peringkat
keempat Kota Kediri mengalami
peningkatan dari tahun 2010-2014 dengan
total belanja/pengeluaran perkapita sebesar
Rp.33.961,48, ke Rp. 6.705.648,82.
Peringkat kelima Kota Probolinggo yang
mengalami peningkatan dari tahun 2012-
2014 dengan total belanja/pengeluaran per
kapita
Tingkat laju pertumbuhan rasio
total belanja/pengeluaran per kapita, Kota
Kediri menunjukan tingkat laju
pertumbuhan terkecil 54,72,% selama
tahun 2010-2014, Kota Madiun
menunjukan perbaikan dengan laju
pertumbuhan 77,97%, dan untuk laju
pertumbuhan paling tinggi pada tahun
2010-2014 adalah Kota Blitar sebesar
65,49%, dan laju pertumbuhan Kota
Probolinggo sebesar 62,08%. Kondisi pada
rasio total belanja/pengeluaran yang telah
disesuaikan ini menununjukan komitmen
peningkatan tren seluruh Pemerintah
daerah untuk memberikan barang dan jasa
kepada masyarakat selama tahun 2010-
2014.
Cluster Analysis
Uji Asumsi Cluster Analysis
Standarisasi indeks solvabilitas layanan ke
bentuk z-score perlu dilakukan mengingat
data yang terkumpul memiliki variabilitas
satuan. Variabel akan disimpan pada nilai
yang telah distandarisasi. Nilai baku dalam
bentuk z-score inilah yang akan digunakan
sebagai dasar pada proses analisis
selanjutnya. Dengan menggunakan nilai
yang telah distandardisasi, data outlier
pada kelompok data dapat dideteksi..
Data yang digunakan pada
penelitian ini berupa angka dan indeks
solvabilitas layanan yang merupakan
jumlah keseluruhan dari indeks rasio total
aset per kapita, indeks rasio total ekuitas
per kapita, dan indeks rasio total
belanja/pengeluaran per kapita. Penelitian
ini menggunakan service-level solvency
dengan jumlah sampel sebanyak 29
Pemerintah daerah kabupaten dan 9
Pemerintah daerah Kota di Jawa Timur.
Analisis klaster dengan metode Non
Hierarki (K-Means)
Metode ini adalah bagaimana
memilih klaster yang ingin ditentukan
terlebih dahulu jumlah cluster yang
diinginkan. Metode ini biasa disebut
dengan K-Means Cluster, jumlah klaster
yang dibentuk berdasarkan dari tahap
sebelumnya yang kemudian di gunakan
untuk membagi setiap variabel dari sampel
ke klaster tertentu (Ghozali, 2012: 405)
Tabel 5
Final Cluster dari Metode K-Means
Number of Cases in each Cluster
Cluster 1 16.000
2 4.000
3 14.000
4 4.000
Valid 38.000
Missing .000
Sumber: Data diolah
13
Tabel 6
Final Cluster dari Metode K-Means
Final Cluster Centers
Cluster
1 2 3 4
Zscore(ASET) -.81233 2.08544 .45523 -.42943
Zscore(EKUITAS) -.87209 2.08728 .44687 -.16297
Zscore(BELANJA) -.36253 -.30590 -.24672 2.61955
Sumber: Data diolah
Tabel 7
Hasil Tingkat Signifikansi Klaster
Anova
Cluster Error
F Sig.
Mean
Square Df
Mean
Square Df
Zscore(ASET) 10.531 3 .159 34 66.225 .000
Zscore(EKUITAS) 10.832 3 .132 34 81.798 .000
Zscore(BELANJA) 10.259 3 .183 34 56.058 .000
Sumber: Data diolah
Tabel 8
Rata-Rata Indeks Solvabilitas Tiap Klaster
Klaster
Rata-rat Indeks Rasio Solvabilitas Layanan Total
(%) Indeks Rasio
Aset (%)
Indeks Rasio
Ekuitas (%)
Indeks Rasio
Belanja (%)
1 62.26% 59.69% 50.54% 172.48%
2 215.52% 216.41% 52.49% 484.31%
3 129.32% 129.59% 54.53% 313.54%
4 82.20% 97.29% 165.27% 344.66%
Sumber: Data dirangkum oleh penulis
Tabel 5 menjelaskan analisis
klaster K-Means menunjukan bahwa
terbentuk empat kelas untuk
mengelompokan perolehan indeks rasio
solvabilitas layanan Pemerintah daerah di
Jawa Timur. Kolom cluster menunjukan
jumlah kelas, penelitian ini menggunakan
empat kelas. Sehingga dapat di
deskripsikan sebagai berikut:
1. Klaster 1 terdiri dari 16 Pemerintah
daerah. Klaster 1 merupakan
kelompok pemda yang termasuk
dalam kategori “sangat rendah” dalam
solvabilitas layanan Pemerintah
daerah di Jawa Timur.
2. Klaster 2 terdiri dari 4 Pemerintah
daerah. Klaster 2 merupakan
kelompok pemda yang termasuk
dalam kategori “sangat tinggi” dalam
solvabilitas layanan Pemerintah
daerah di Jawa Timur.
3. Klaster 3 terdiri dari 14 Pemerintah
daerah. Klaster 3 merupakan
kelompok pemda yang termasuk
dalam kategori “rendah” dalam
solvabilitas layanan Pemerintah
daerah di Jawa Timur.
14
4. Klaster 4 terdiri dari 4 Pemerintah
daerah. Klaster 4 merupakan
kelompok pemda yang termasuk
dalam kategori “tinggi” dalam
solvabilitas layanan Pemerintah
daerah di Jawa Timur.
Tabel 6 menjelaskan merupakan
proses akhir dari K-Means Cluster. Kolom
Zscore keseluruhan total indeks rasio
solvabilitas layanan pada tahun 2011-2014
pada final cluster centers merupakan
angka standarisasi yang dapat menunjukan
nilai masing-masing kelas berdasarkan
rata-rata total indeks rasio solvabilitas
layanan secara keseluran populasi. Jika
kolom kelas menujukan angka Zscore
masing-masing indeks negatif artinya nilai
pada kelas tersebut berada dibawah rata-
rata nilai seluruh populasi, jika kolom
kelas menujukan angka Zscore indeks
positif artinya nilai pada kelas tersebut
berada diatas rata-rata nilai seluruh
populasi.
Tabel 7 menjelaskan semakin besar
nilai F hitung yang diperoleh maka
semakin besar perbedaan antara klaster-
klaster yang terbentuk dengan tingkat
signifikansi (sig) < 0,05; maka semakin
besar perbedaan antara empat klaster yang
terbentuk. Pada kolom nilai F masing-
masing indeks solvabilitas layanan
menunjukan bahwa nilai F terbesar adalah
81.798 (indeks rasio total ekuitas per
kapita), kemudian 66.225 (indeks rasio
total aset per kapita), dan diikuti (indeks
rasio total belanja per kapita) dengan nilai
F sebesar 56.058. Dari ketiga komponen
indeks solvabilitas layanan tersebut
memberikan perbedaan yang paling berarti
pada klaster yang terbentuk, dengan
diperolehnya tingkat signifikansi (sig)
0,000 yang < 0,05.
Tabel 8 menjelaskan karakteristik
tiap kelompok Pemerintah daerah.
Karakteristik tiap kelompok digambarkan
dengan indeks rasio solvabilitas layanan
masing-masing Pemerintah daerah. Untuk
mengetahui karakteristik setiap klaster
maka perlu dihitung nilai rata-rata untuk
setiap Indeks pada masing-masing klaster.
1. Klaster 1 terdiri dari 16 Pemerintah
daerah yaitu Kabupaten Sumenep,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Kediri, Kabupaten
Sampang, Kota Madiun,. Kota Blitar,
Kabupaten Bangkalan, Kota
Pasuruan, Kabupaten Ponorogo,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Madiun,
Kota Probolinggo dan Kabupaten
Jombang. Pemerintah daerah ini
memiliki rata-rata indeks rasio total
aset per kapita, indeks rasio total
ekuitas per kapita, dan indeks rasio
total belanja per kapita yang paling
rendah dibandingkan dengan kelas
yang lainnya. Klaster 1 mendapat rata
rata indeks rasio total aset per kapita
sebesar 62,26%, rata-rata indeks rasio
total ekuitas per kapita sebesar
59,69%, dan rata-rata indeks rasio
total belanja per kapita sebesar 50,54
%. Secara keseluruhan, indeks
solvabilitas layanan klaster 1
merupakan indeks yang paling rendah
jika dibandingkan klaster yang
lainnya. Klaster 1 mendapat rata-rata
indeks solvabilitas layanan sebesar
172,48%, sehingga dapat
disimpulkan Pemerintah daerah yang
berada pada klaster 1 merupakan
Pemerintah daerah yang memiliki
indeks solvabilitas layanan yang
dapat dikategorikan sangat rendah.
2. Klaster 2 yang terdiri dari 4
Pemerintah daerah yaitu Kabupaten
Gresik, Kabupaten Situbondo, Kota
Batu, dan Kabupaten Mojokerto.
Pemerintah daerah ini memiliki rata-
rata indeks rasio total aset per kapita,
indeks rasio total ekuitas per kapita,
dan indeks rasio total belanja per
kapita yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan kelas yang
lainnya. Klaster 2 mendapat rata rata
indeks rasio total aset per kapita
sebesar 215,52%, rata-rata indeks
rasio total ekuitas per kapita sebesar
216,41 %, dan rata-rata indeks rasio
15
total belanja per kapita sebesar 52,49
%. Secara keseluruhan, indeks
solvabilitas layanan klaster 2
merupakan indeks yang paling tinggi
jika dibandingkan klaster yang
lainnya. Klaster 2 mendapat rata-rata
indeks solvabilitas layanan sebesar
484,41%, sehingga dapat
disimpulkan Pemerintah daerah yang
berada pada klaster 2 merupakan
Pemerintah daerah yang memiliki
indeks solvabilitas layanan yang
dapat dikategorikan sangat tinggi.
3. Klaster 3 yang terdiri dari 14
Pemerintah daerah yaitu Kabupaten
Tulungagung, Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Tuban, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Kediri, Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten Ngawi,
Kabupaten Blitar, Kabupaten
Probolinggo dan Kabupaten Jember.
Pemerintah daerah ini memiliki rata-
rata indeks rasio total aset per kapita,
indeks rasio total ekuitas per kapita,
dan indeks rasio total belanja per
kapita yang rendah jika dibandingkan
dengan kelas yang lainnya. Klaster 3
mendapat rata rata indeks rasio total
aset per kapita sebesar 129,32%, rata-
rata indeks rasio total ekuitas per
kapita sebesar 129,59 %, dan rata-
rata indeks rasio total belanja per
kapita sebesar 54,63 %. Secara
keseluruhan, indeks solvabilitas
layanan klaster 3 merupakan indeks
yang rendah jika dibandingkan
klaster yang lainnya. Klaster 3
mendapat rata-rata indeks solvabilitas
layanan sebesar 313,54%, sehingga
dapat disimpulkan Pemerintah daerah
yang berada pada klaster 3
merupakan Pemerintah daerah yang
memiliki indeks Solvabilitas layanan
yang dapat dikategorikan
dikategorikan rendah.
Klaster 4 terdiri dari 4 Pemerintah
daerah yaitu Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Pasuruan, Kota
Malang, dan Kota Surabaya. Pemerintah
daerah ini memiliki rata-rata indeks rasio
total aset per kapita, indeks rasio total
ekuitas per kapita, dan indeks rasio total
belanja per kapita yang tinggi jika
dibandingkan dengan kelas yang lainnya.
Klaster 4 mendapat rata rata indeks rasio
total aset per kapita sebesar 82,20%, rata-
rata indeks rasio total ekuitas per kapita
sebesar 97,29 %, dan rata-rata indeks rasio
total belanja per kapita sebesar 165,27%.
Secara keseluruhan, indeks solvabilitas
layanan klaster 4 merupakan nilai tertinggi
kedua. Klaster 4 mendapat rata-rata nilai
sebesar 344,76 %, sehingga dapat
disimpulkan Pemerintah daerah yang berda
pada klaster 4 merupakan Pemerintah
daerah yang memiliki nilai indeks
solvabilitas layanan yang dapat
dikategorikan tinggi. Hasil ini konsisten
dengan teori legitimasi yaitu dengan di
bentuknya kelompok/klaster dalam
Pemerintahan tersebut akan menunjukan
Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota
dalam satu kelompok yang bersarkan
kriteria solvabilitas layanannya.
KESIMPULAN, KETERBATASAN
DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kondisi service-level
solvency pada Pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Jawa Timur tahun
2010-2014 dengan menggunakan
persepktif informasi keuangan berdasarkan
indeks solvabilitas layanan yang terdiri
dari indeks rasio total aset per kapita,
indeks rasio total ekuitas per kapita, dan
indeks rasio total belanja/pengeluaran per
kapita terdapat 38 Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan sebagai
sampel untuk penelitian ini. Berdasarkan
hasil analisis data dan pembahasan yang
telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada peningkatan tingkat
solvabilitas layanan untuk semua
16
Pemerintah daearah selama tahun
2010-2014 seperti yang ditunjukan
tren ke atas untuk semua rasio
solvabilitas tingkat layanan dengan
berbagai tingkat pertumbuhan.
2. Indeks solvabilitas layanan terbaik
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
di Jawa Timur tahun 2011-2014
adalah Pemerintah daerah
Kabupaten Mojokerto, yang
ditunjukan dengan peningkatan di
setiap indeks rasio spolvabilitas
layanannya, sedangkan Pemerintah
daerah Kabupaten Pacitan sebagai
Kabupaten yang memiliki
peringkat terendah.
3. Peringkat rasio total aset per kapita
dan rasio total ekuitas terbaik
adalah Pemerintah daerah Kota
Blitar, Kota Madiun, Kota
Surabaya, Kota Mojokerto, dan
diikuti Pemerintah daerah Kota
Kediri. Sedangkan, peringkat rasio
total belanja/pengeluaran per kapita
terbaik adalah Kota Mojokerto,
Kota Blitar, Kota Madiun, Kota
Kediri, dan diikuti Kota
Probolinggo yang menunjukan
bahwa terjadinya peningkatan daya
beli belanja Pemerintah daerah
Kota Mojokerto untuk
menghasilkan barang dan jasa bagi
keperluan masyarakat dalam
aktivitas sehari-hari.
4. Dari proses pembentukan klaster
pada Pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Jawa Timur didapatkan
4 klaster dengan rincian anggota
dan karakteristik sebagi berikut :
- Klaster 1 terdiri dari 16
Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota. Klaster ini
memiliki rata-rata indeks rasio
total solvabilitas layanan yang
sangat rendah dibanding
dengan klaster lain.
- Klaster 2 terdiri dari 4
Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota. Klaster ini
memiliki rata-rata indeks rasio
total Solvabilitas layanan yang
sangat tinggi di banding dengan
klaster lain karena, sebagian
besar Pemerintah daerah ini
memiliki kegiatan
perekonomian yang sangat
tinggi/baik.
- Klaster 3 terdiri dari 14
Pemerintah daerah Kabupaten.
Klaster ini memiliki rata-arata
indeks rasio solvabilitas
layanan yang rendah di banding
dengan klaster lain.
- Klaster 4 teridiri dari 4
Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota. Klaster ini
memiliki rata-rata indeks rasio
solvabilitas layanan yang tinggi
di banding dengan klaster lain
karena, sebagian besar
Pemerintah daerah ini
merupakan pusat perdangan
dan pendidikan yang terbaik.
Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Tahun 2014 untuk Pemerintah daerah
kabupaten Bangkalan dan Sumenep
tidak melaporkan hasil laporan
keuangan mereka, dikarenakan pada
Pemerintah daerah tersebut terkena
kasus yang berurusan dengan badan
hukum. Sehingga, peneliti tidak bisa
memperoeh data dari laporan keuangan
Pemerintah daerah tersebut.
2. Pada analisis klaster yang memilik
subjektivitas yang tinggi, termasuk
dalam hal pemilihan variabel/indikator
dengan menggunakan metode yang
berbeda pada data yang sama akan
dapat menghasilkan pengelompokan
kriteria yang berbeda.
Peneliti ingin memberikan saran untuk
penelitian selanjutnya maupun untuk
Pemerintah, diataranya sebagai berikut:
1. Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
menambahkan rasio-rasio solvabilitas
layanan Pemerintah daerah untuk
17
mengukur seberapa baik solvabilitas
layanan Pemerintah daerah dalam
melayani masyarakatnya, misalnya
seperti rasio efektivitas dan efisiensi,
dan rasio kemandirian.
2. Peneliti selanjutnya dapat menambah
jumlah sampel Pemerintah daerah
selain yang ada di Jawa Timur,
mengingat solvabilitas layanan
Pemerintah daerah di masing-masing
daerah berbeda
DAFTAR RUJUKAN
Afiah, N. N. (2009). Akuntansi
Pemerintahan: Implementasi
Akuntansi
KeuanganPemerintah Daerah.
Edisi Pertama. Jakarta: Prena
Media Group.
Amaliyah, F., & Wibawati, W. (2012).
Pengelompokan
Kabupaten/Kota Di Jawa
Timur Berdasarkan Indikator
Indonesia Sehat 2010. Jurnal
Sains dan Seni ITS, 1(1),
D188-D193.
Bappeda Provinsi Jawa Timur. 2016. Data
Dinamis Perekonomian Jawa
TimurJanuari-2016.
Pemerintahan Provinsi Jawa
Timur.
Chariri, A., & Ghozali, I. (2007). Teori
Akuntansi. Semarang: Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro.
Darise, N. (2008). Akuntansi Keuangan
Daerah (Akuntansi Sektor
Publik). Gorontalo: PT Indeks.
Dowling, John dan J. Pfeffer. 1975.
Organizational Legitimacy:
Social Values and
Organizational Behavior. The
Pacific Sociological Review
Vol. 18 No. 1 hal. 122-
136.
Dwi, R., & Sholihin, M. (2015). Akuntansi
Keuangan Daerah Berbasi
Akrual. Edisi Pertama.
Yogyakarta: UPPM STIM
YKPN.
Dwirandra, A., & Purnamasari, A.N.
(2015). Peringkat Solvabilitas
layanan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota Di Provinsi
Bali. E-Jurnal
Akuntansi, 10(3),705-722.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Progam
IBM SPSS. Edisi Enam.
Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hair, Jr. Joseph.F., & Black, W.C. 2006.
Multivariate Data Analysis.
Sixth Edition. New Jersey :
Pearson Education, Inc.
Hidayatullah, K.H., & Yulianto, S. (2014).
Analisis Klaster Untuk
Pengelompokan
Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jawa Tengah Berdasarkan
Indikator Kesejahteraan
Rakyat. Jurnal Statistika, 2(1).
J. Supranto. (2008). Statistik: Teori dan
Aplikasi. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mahyus, E. (2014). Analisis Data Time
Series Untuk Penelitian,
Manajemen dan Akuntansi.
Edisi Pertama. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Moleong, L.J (2002). Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Nurcholish, H. (2005). Teori dan Praktik
Pemerintahan dan Otonomi
Daerah. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Pramono, J. (2014). Analisis Rasio
Keuangan Untuk Menilai
Kinerja Keuangan Pemerintah
18
daerah (Studi Kasus Pada
Pemerintah Kota
Surakarta). Jurnal Ilmiah
Amon Makarti, 7(13).
Priyambodo, V. K., Ritonga, I. T.
(2014). Pengklasteran
Pemerintah daerah Untuk
Memaksimalkan Analisis
Kondisi Keuangan Pemerintah
daerah (DoctoralDissertation,
Universitas Gadjah Mada).
Ritonga, I. T. (2014). Analysing Service-
Level Solvency of Local
Governments from Accounting
Perspective: A Study of Local
Governments in the Province
of Yogyakarta Special
Territory,
Indonesia. International
Journal of Governmental
Financial Management, 14(2),
19-33.
Ritonga, I. T., Clark, C., &
Wickremasinghe, G. (2012).
Assessing Financial Condition
Of Local Government In
Indonesia: An
Exploration. Public And
Municipal Finance, 1(2).
Sarwono, J. (2015). Rumus-Rumus
Populer dalam SPSS 22 untuk Riset
Skripsi.
Suwardjono (2013). Teori Akuntansi:
Perekayasaan Pelaporan
Keuangan. Edisi enam.
Yoyakarta:BPFE.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi,
Dan Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan daerah.
http://www.bpsjatim.go.id
http://www.djpk.kemenkeu.go.id
top related