kita vs eyang

Post on 19-Jun-2015

747 Views

Category:

Documents

6 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Kita VS Eyang

Kita VS Eyang

words: tari sandjojo

Masa yang paling menjadi perhatian memang saat anak berusia balita.

Saat itu, kita masih belajar menjadi orangtua dan perlu panduan dari orangtua kita, eyang.

Sebagai orangtua baru, kita tidak terlihat cukup kompeten atau merasa kurang mampu.

Sementara eyang, pada dasarnya, sigap membantu dan mengarahkan.

Persoalan dengan eyang, biasanya, hanya masalah komunikasi.

Jadi kita perlu menyamakan ekspektasi, memberikan informasi, dan pemisahan peran dengan jelas.

Begitu anak sudah lebih besar dan ada anak kedua, konflik berkurang.

Kita sudah lebih percaya diri sebagai orangtua lebih berani untuk tidak setuju dengan eyang.

Konflik dengan eyang ini terjadi pada semua orang. Kuncinya di komunikasi.

Memang klise, tapi justru karena klise  ini sebenarnya jadi tidak susah.

Jika kesal dengan eyang, ingat saja bahwa tujuan eyang pasti baik.

Tindakannya didasari cinta pada cucu dan niat membantu kita.

Karena ini masalah komunikasi, penting untuk punya kesepakatan tentang

area mana yang murni teritori orangtua dan mana yang bisa dicampuri eyang.

Misalnya, soal beli mainan itu murni hak kita karena kita tidak mau mengajari anak

menjadi konsumtif dan ada batasan harga.

Tapi soal menyuapi anak, mungkin eyang boleh menyuapi dengan gaya lama,

yaitu sambil keliling rumah, karena kita tidak ada di rumah saat anak makan.

Padahal, kita minta eyang untuk memastikan anak kita makan.

Jika soal obat-obatan, itu hak orangtua karena kita menjalankan Rational Use of Drug (RUD).

Tapi soal nonton TV, bolehlah diatur eyang karena anak dijaga eyang.

Memang, harus dipikirkan cara untuk memberi informasi atau pengetahuan kepada eyang.

Ajak ke seminar, berikan buku, atau browsing bareng.

Ini supaya, walaupun ngomel dan merasa metodenya paling benar,

paling tidak eyang bisa melihat bahwa ini bukan anak atau menantunya yang sok tahu.

Pick your battle wisely. Tidak semua hal perlu dipermasalahkan.

Nanti, semua lelah, kesal, dan akhirnya lupa bahwa tujuan bersamanya adalah yang terbaik untuk 

cucu tersayang.

Sekali dua kali dibelikan es krim oleh eyang, tidak apa-apa.

Eyang juga ingin menyenangkan cucunya Kita boleh protes jika anak dibelikan mainan

yang harganya sejuta.

Cara protes kita juga harus smart. Jangan langsung mengomel atau protes. Biasanya yang diprotes langsung defensif

dan malah jadi adu debat.

Contohnya soal makan permen. Jika sudah ada kesepakatannya,

sebaiknya kita tetap konsisten dengan itu.

Katakan, misalnya, "Wah, adek gak boleh makan permen sebelum abis makan siangnya, Eyang.

Disimpan dulu ya buat setelah makan."

Lalu fokuskan percakapan dengan anak, "Mama tahu kamu pengen makan permen.

Eyang juga sudah siapkan untukmu. Tapi makanannya dihabiskan dulu, ya."

Nanti di saat luang, baru ingatkan soal kesepakatan makan permen

pada eyang.

Jangan khawatir anak jadi bingung. Anak akan bingung jika tidak dijelaskan soal perbedaan aturan antara orangtua

dengan eyang.

Jadi, sebaiknya jelaskan saja, "Kalo sama Mama, aturannya begini.

Sama Eyang mungkin lain, tapi kamu sekarang sedang sama Mama, jadi pakai aturan Mama, ya."

Jika kaitannya dengan mertua, hal yang mendasar adalah kompak dengan pasangan.

Pasangan bisa jadi media untuk komunikasi dengan orangtuanya.

Jangan ajak eyang bertengkar. Mereka yang membesarkan kita

dengan penuh cinta dan bertujuan mulia. Percaya deh, anak-anak kita akan belajar banyak

dari mereka.

top related