daftar pustaka - abstrak.uns.ac.id · terus sing nomer kalih niku eyang ki ageng kebo kenongo....

19
DAFTAR PUSTAKA Arif, S. S. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatanya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ayu, B. E. 2011. Skripsi: Cerita Rakyat dan Upacara Adat Tradisional Dhugderan di Kota Semarang (Tinjauan Folklor). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Brunvard, J. H. 1968. The Study of American Folklore:An The Introduction. (W.W. Norton & Company) Damono, S. D. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pengantar Ringkas. . 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain). Jakarta: Grafiti Pers. . 1986. Folklor Indonesia (ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain). Jakarta: Grafiti. Didipu, H. 2010. Sastra Daerah (Konsep Dasar, Penelitian dan Pengkajiannya ). Gorontalo: UNG. Djamaris, E. 1993. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka. Endraswara, S. 2011. MetodologiPenelitianSosiologiSastra. Yogyakarta: CAPS. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gaffar, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Gencarella, S. O. 2010. Gramsci, Good Sense, and Critical Folklore Studies. Journal of Folklore Research.

Upload: others

Post on 17-Oct-2019

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAFTAR PUSTAKA

Arif, S. S. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatanya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ayu, B. E. 2011. Skripsi: Cerita Rakyat dan Upacara Adat Tradisional Dhugderan

di Kota Semarang (Tinjauan Folklor). Surakarta: Universitas Sebelas

Maret.

Brunvard, J. H. 1968. The Study of American Folklore:An The Introduction.

(W.W. Norton & Company)

Damono, S. D. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat

Pengantar Ringkas.

. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain).

Jakarta: Grafiti Pers.

. 1986. Folklor Indonesia (ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain).

Jakarta: Grafiti.

Didipu, H. 2010. Sastra Daerah (Konsep Dasar, Penelitian dan Pengkajiannya ).

Gorontalo: UNG.

Djamaris, E. 1993. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia

Lama). Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, S. 2011. MetodologiPenelitianSosiologiSastra. Yogyakarta: CAPS.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gaffar, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Gencarella, S. O. 2010. Gramsci, Good Sense, and Critical Folklore

Studies. Journal of Folklore Research.

Guba & Lincoln. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey Bass

Publisher.

Hendarto, H. 1993. Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci: dalam Diskursus

Kemasyarakatan dan Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia.

Kosasih, E. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Lanua, R. A. M. 2014. Skripsi: Hegemoni Kekuasaan Dalam Naskah Ketoprak

Lurah Ganjur Karya Trisno Santosa (Sebuah Tinjauan Strukturalisme).

Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja

Rosdakarya.

. . 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Dunia Pustaka.

. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung PT Remaja:

Rosdakarya.

Patria, N. 2009. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Pusat Bahasa. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (edisi

keempat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ratna, N. K. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu. Sosial

Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratri, S. D. P. 2010. Skripsi: Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor

di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi

Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Rusyana, Yus. (1975). Peranan dan Kedudukan Sastra Lisan dalam

Pengembangan Sastra Indonesia (Makalah Seminar). Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Salamini, L. 1981. Theledge & Keagen Pu Sociology of Political Praxis:An

Introduction to Gramsci’s Theory. London: Routledge & Keagen Paul.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, ateori, Metode, Teknik dan Kiat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, A. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Sutopo, H. B. 2002. Pengantar Penelitian Kulaitatif Dasar Teoritis dan Praktis.

Surakarta: UNS Press.

Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Surakarta: UNS

Press.

Thoha, M. 2005. Perilaku ORGANISASI (Konsep Dasar dan Aplikasinya).

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wellek, R & Warren A. 1956. Theory of Literature. New York: A Harvest Book.

Wijaya, M. A. 2015. Skripsi: Aspek Kultural dan Nilai-nilai Kearifan Lokal

dalam Cerita Rakyat Onggoloco di Dusun Duren, Desa Beji,

Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta (sebuah tinjauan folklor). Surakarta: Universitas

Sebelas Maret.

LAMPIRAN

SINOPSIS

Ki Ageng Pengging Sepuh, atau Pengaren Handayaningrat, adalah ayah

sekaligus kakak seperguruan Kebo Kanigara, serta ayah Kebo Kenanga, dan Kebo

Amiluhur. Sedangkan Kebo Kenanga adalah ayah Karebet atau Jaka Tingkir yang

kemudian menjadi Sultan Pajang, dan dalam kisah SH Mintardja itu memiliki

ilmu kebal Lembu Sekilan dan Aji Rog-Rog Asem.

Pangeran Handayaningrat menikah dengan Retno Pembayun, puteri sulung

Brawijaya Pamungkas atau Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Dari

perkawinan itu lahir Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Amiluhur. Sumber

lain menyebutkan ia memiliki lima anak, yaitu Retno Pandan Kuning, Retno

Pandansari, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Sulastri.

Pangeran Handayaningrat merupakan kepala tanah perdikan Pengging dan

dikenal sebagai Ki Ageng Pengging Sepuh setelah ia wafat dan Ki Kebo Kenanga

menggantikannya. Beliau tewas setelah tertusuk keris Sunan Ngudung, ayah

Sunan Kudus, pada perang antara Demak dan Majapahit. Akhirnya Sunan

Ngudung kemudian tewas oleh Adipati Terung.Mungkin karena Ki Ageng

Pengging Sepuh tewas karena racun warangan keris, maka Mahesa Jenar

dikisahkan oleh SH Mintardja sebagai orang yang kebal segala macam racun,

yang paling kuat sekalipun. Itu karena ia telah mendapat sari pati bisa ular

Gundala Seta dari Ki Ageng Sela, sahabatnya.

Ajaran dan tokoh Syekh Siti Jenar juga menjadi sumber kegalauan Sultan

Demak dan para wali, yang bukan saja ajaran itu dianggap menyimpang dari

ajaran baku dan karenanya dituduh menyesatkan, namun ajaran itu juga dianggap

menanam bibit pembangkangan pada legitimasi kekuasaan Kesultanan Demak

Bintoro yang tengah dibangun oleh sultan dan para wali.Karena menjadi murid

Syekh Siti Jenar dan tidak mau tunduk pada kekuasaan Sultan Demak, Kebo

Kenanga dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Demak, sebagaimana dialami oleh

Syekh Siti Jenar. Kisah kematian Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar dan dialog

yang menyertainya menjadi cerita klasik yang selalu menarik untuk dibaca.

Keputusan Ki Ageng memilih mati dengan memutus tali sukmanya sendiri

(versi lain meminta Sunan Kudus menusuk titik kelemahannya di siku), menjadi

simbol kerelaannya untuk mengalah pada urusan dunia dan tetap memegang teguh

prinsip kesederajatan manusia dengan menolak tunduk kepada sultan, sesuai

ajaran Syekh Siti Jenar.Setelah kematian Ki Ageng Pengging, kekuasaan Demak

tak berlangsung lama dan digantikan Kesultanan Pajang yang didirikan Karebet,

anak Kebo Kenanga. Kesultanan Pajang juga tak berumur panjang dan digantikan

Mataram yang didirikan Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan. Sutawijaya adalah

cucu Ki Ageng Henis atau cucu buyut Ki Ageng Sela yang juga keturunan

langsung Raja Brawijaya V.

DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa yang anda ketahui tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?

2. Dari siapa anda mengetahui Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?

3. Sudah berapa lama anda mengetahui tempat tersebut?

4. Apakah anda masih sering datang ke tempat tersebut?

5. Apa tujuan anda ke Makam Kyai Ageng Pengging?

6. Apakah anda percaya dengan Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?

7. Apakah masih banyak pendatang yang mendatangi Makam Kyai Ageng

Pengging?

8. Apakah ada pendatang yang datang ke tempat tersebut dengan tujuan

mencari berkah?

9. Jika ada, berhasilkah orang yang datang itu?

10. Apakah ada acara ritual yang khusus diadakan oleh masyarakat setempat?

11. Jika ada, untuk memperingati apakah upacara ritual itu dilaksanakan?

12. Kapan acara ritual tersebut dilaksanakan?

13. Apa saja sesaji/ubarampe yang terdapat dalam ritual tersebut?

14. Apakah anda sering mengikuti upacara ritual tersebut?

15. Apakah tujuan anda mengikuti upacara ritual tersebut?

16. Bagaimana menurut pendapat anda dengan diadakan upacara ritual

tersebut. Apakah upacara ritual itu harus dilaksanakan terus atau tidak,

alasannya mengapa?

REKAMAN 01

Mbok menawi wonten kekiranganipun nggeh mung sak pangertosan kula, sebabe

sing nyritakne niku wonten mriki. Sejarahe enten kalih versi utawi kalih pendapat.

Niku nggeh ingkang kula mangertosi eyang niku wayahipun eyang Brawijaya

kaping V saking Majapahit, lajeng menika kagungan putri. Putri menika

ratnamaipun, putri ingkang bajeng, menika sejarahipun ngeten. Rumiyin

majapahit menika dipun keseser kaliyan tiyang ingkang ngiyak badhe ngreboso,

ngreboso menika badhe njajah badhe merangi brawijaya, mampir keseser terus

lajeng eyang brawijaya menika ngawontenaken sayembara sok sinten sapa

ingkang ngalahke huru hara sing badhe ngawonaken majapahit menika, eyang

brawijaya menika. Niku upami saget ngawonaken, upami putra niku dipun

gathukaken putrinipun. Nek menawi putri menika dipunparingi, dipunaku sedulur

sinara weti. Lajeng eyang prabu sri makurung nglamar menika sayembara menika

lajeng inkang badhe ngreboso menika istilahe nandhingi melawan eyang

brawijaya niku saged dikawonaken kaliyan eyang prabu sri makurung. Lajeng

menika dipunparingi putri nipun ingkang asma retna pembayun.

Hla menika terus lajeng niku tasih wonten majapahit lajeng dipunparingi bumi

pengging terus wonten mriki dipun paringi asma jejuluk prabu sri makurung, nek

saderengipun niki sakjane prabu sri makurung handayaningrat menika setelah

pikantuk putrinipun retno pembayun. Nek asmane sakderenge kula kesupen.

Terus niku terus enten bumi pengging, pengging ing pengging malangan,

pengging sepuh ngoten hle. Nek sing pengging sepuh malangan kidu mriku, nek

pengging nem niku mriki. Terus nika prabu eyang sri makurung menika kagungan

putra 3, asmane ingkang sepindhah menika eyang kebo kanigara, niku nek niki

dalemipun niku ingkang putri wonten tingkir menika. Terus nek makomipun niki

wonten pojok selo wonten, pantaran wonten, watu klir weru nggih wonten. Kebo

kanigara puniki petilasanipun kathah sanget. Anu, mbah rowo, rowo pening nika

nggeh wonten dadose niku.

Terus sing nomer kalih niku eyang ki ageng kebo kenongo. Eyang kebo kenongo

niku dalemipun mriki, nggeh makom mriki. Rumiyin dereng wonten makamipun

ning rumiyin ing kulon kula rumiyin enten wit sawo kecik menika ageng sanget.

Ageng upami dirangkul tiyang sekawan ngoten sok mungkin dereng cekap, niku

estu. Ambruk e niku kenging puting beliung, puting beliung menika tahun 1964

menika. Niku ambruke kalih sekalian niku bareng. Brekk!! Ambruk sing

setunggal rongkat, sing setunggal putus ngoten. Terus eyang mriki, eyang kebo

kenongo niku ingkang peputra namung setunggil, menika mas karebet. Lajeng

inkang nomer tiga niku eyang kebo amiluhur. Niku makomipun niku ten timur.

Makomipun wonten ing malangan, pengging malangan.

Lajeng ketiga-ketigane niku putrane ingkang saged nerusaken wonten riwayat iku

naming eyang kebo kenongo mriki. Yaiku ingkang kagengan putro mas karebet

menika. Niku rikala rumiyin pengging niku lak riwayatipun eyang mriki niku

rumiyin tasih hindu. Hindu lajeng dirawuhipun eyang syekh siti jenar. Niku tukar

ilmu, tukar pengalaman, tukar kawruh kejawen ning mboten wonten dalemipun

ning wonten sanggar pamujan. Sanggar pamujan rumiyin niku nek cara sakniki

vihara ngoten niku hle nek rumiyin sanggar pamujan. Lajeng eyang mriki dipun

rujuk niku supados ngrasuk islam hla lajeng eyang kersa ngrasuk islam. Terus

lajeng eyang, penggenan sanggar pamujan niku dipun damel mesjid. Dadose

mesjid gedong wonten mriki niku sing damel eyang. Mesjid niku rumiyin

semenjak 1964 atau 1965 sakderenge geger pki nika, mesjid niku mpun dados di

rehab menika. Rumiyin mesjidipun joglo. Joglo nggeh saka sekawan usuk e

mubeng kados ruji payung. Tur riyin niku rada gawat. Pas jaman nem-neman kula

nika ingkang tiyang bibar ngusungi lethong apa piye dha mboten purun adus

ngoten niku jane kula mpun sanjang nek umpami mlebu mesjid kudu adus ndase

dicegur nyelem enten blumbang diresiki ngoten hle. Enten sok-sok sing mboten

purun, niku terjadi kala mben, niku bar ngusungi lethong jaran dingge ngobong

bata ngoten nggeh. Niku terjadi diwedeni lah srek pyur, niku diwedeni drijine

gedhe-gedhe sak gedang ngono kae, tangane mpun ageng sanget trus niku do

mlayu kula sanjang “iki mau mesti enek sing rung adus”. “ho.o aku mau rung

adus, wis adem ra wani”.

Mesjid lawas niku wonten cara sak niki nggeh enten sing jaga tiyang sing mboten

katon ngeten hle sebabe niku kan mesjide Gusti Allah, ning malah do nyepelekne.

Sak niki mboten patos gawat. Rumiyin niku pas bongkar wonten selo. Selo niku

cemeng utawi watu krikil cether wonten ing jubin. Cether ngoten niku mboten

purun mlayu, begitu ther langsung mandeg hla terus kula pendhet kula lebetke

nggen kanthong kain putih. Kula centelke wonten sing nggen dingge sholat

griyane etan mesjid etan blumbang nika. Riyin nggene pak Mustahal, niku Pak

Modin desa mriki........

Lajeng eyang mriki istilahe dangu-dangu kiyat, lha diprasangka Demak niku

ajeng ngrebasa niku wani kalih Demak, makane amargi eyang mriki mboten

purun asok glondhong pengareng-areng niku istilahipun pajek ngoten. Lha terus

diprasangka Demak niku badhe wantun nyusun kekuatan ngoten, ning sejatose

eyang mriki mboten. Ora ngepengenke lungguh kursi dadi ratu ngoten niku.

Lajeng sing Demak mrika terus, utusan Sunan Kudus ngapurih nek purun diajak

sowan mrika, nek mboten purun purbawasesa menika kapurih merjaya menika.

Gambar 1. Juru kunci sedang berdoa

Gambar 2. Makam yang berada di dalam bangunan

Gambar 3. Juru kunci (Bapak Karsino)

Gambar 4. Juru kunci dan peneliti

Gambar 5. Makam yang berada di dalam bangunan

Gambar 6. Para peziarah

Gambar 7. Area makam di luar bangunan

Gambar 8. Silsilah keluarga Kyai Ageng Pengging

Gambar 9. Prasasti peninggalan kerajaan Majapahit

Gambar 10. Masjid yang dibangun Kyai Ageng Pengging sebagai tempat

mengajar agama Islam