kasus gigi dan mulut
Post on 09-Aug-2015
83 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari
epitel, limfoid, stroma dan elemen jaringan lainnya pada nasofaring. Di
Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang paling sering
ditemukan dari seluruh keganasan kepala dan leher dan mempunyai angka
kematian yang tinggi. Karsinoma nasofaring menempati urutan keempat
terbanyak dari seluruh keganasan setelah karsinoma serviks, karsinoma
payudara dan kulit. Sedangkan di bagian THT, keganasan ini menempati
urutan pertama. Di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 1991 sampai
1995 KNF menempati urutan pertama dengan angka kejadian 59,52% dari
seluruh keganasan kepala leher.1,2
Pengelolaan KNF banyak menemui kesulitan karena penderita datang
pada stadium lanjut. Pengobatan pembedahan tidak pernah dikerjakan
karena letak nasofaring di bawah basis cranium dan dikelilingi organ-organ
yang vital, sehingga radioterapi merupakan pilihan utama untuk pengobatan
tumor ganas nasofaring. Tetapi radiasi juga mempunyai efek samping yang
merugikan terhadap organ-organ lain di daerah kepala dan leher.
Eksternal radiasi yang merupakan salah satu metode radioterapi dapat
menimbulkan efek samping pada rongga mulut dan gigi yaitu berupa mulut
kering karena penurunan produksi saliva, stomatitis dan karies gigi. 3
B. Radiasi Eksterna pada Kepala dan Leher
Radiasi kepala leher adalah bentuk terapi yang sering digunakan untuk
mengobati berbagai tumor kepala dan leher. Diperkirakan bahwa sekitar
50% dari semua kanker kepala dan leher diterapi dengan terapi radiasi saja
atau digabung dengan kemoterapi atau pembedahan.4 Pada kanker
nasofaring pengobatan pembedahan tidak menjadi pilihan karena letak
1
nasofaring di bawah kranium dan dikelilingi organ-organ vital, sehingga
radioterapi merupakan pilihan utama untuk pengobatan tumor ganas
nasofaring. Tetapi radiasi juga mempunyai efek samping yang merugikan
terhadap organ-organ lain di daerah kepala leher.5
Radiasi berikatan dengan air di dalam sel tumor untuk membentuk
radikal bebas, yang merusak urutan nukleotida di dalam material inti sel.
Hal ini menghasilkan kematian sel. Karena radiasi beraksi pada tingkat
genetik (selama fase mitotik pembelahan sel), sel-sel yang mengalami
mitosis cepat lebih sensitif terhadap radiasi. Selain itu, adanya oksigen
dalam sel tumor mempermudah aksi letal radikal bebas; dengan demikian
sel-sel yang teroksigenasi lebih sensitif terhadap radiasi. Tetapi, efek letal
dari radiasi tidak hanya mempengaruhi sel-sel tumor namun juga jaringan
oral di sekitarnya, terutama jaringan dengan kecepatan turnover yang tinggi.
Jaringan oral tersebut antara lain sel epitel dan osteoblast alveolar dan
osteosit. Kelenjar asinar saliva dan sel-sel duktal juga sensitif terhadap
radiasi, tetapi sensitivitas ini tidak dapat dikaitkan dengan mitosis selular
yang cepat. Efek samping selanjutnya pada jaringan sehat antara lain
mukositis, disgeusia, glosodinia, xerostomia, karies radiasi dan
osteoradionekrosis.4,5,7
Dalam memberikan perawatan dental terhadap pasien yang menerima
terapi radiasi, apakah perawatan dental diberikan sebelum, selama atau
sesudah radiasi, dokter gigi harus menyadari informasi diagnostik penting
yang dapat diberikan oleh ahli onkologi radiasi. Informasi tersebut
menentukan tipe dan lingkup terapi dental yang ditawarkan terhadap
pasien.4
1. Dosis Total
Insidensi efek samping radiasi akan meningkat jika dosis radiasi total
meningkat. Dosis radiasi rata-rata untuk tumor kepala dan leher antara
5000 cGy dan 7000 cGy.
2
2. Portal (bidang radiasi)
Hanya struktur dalam bidang radiasi yang merupakan calon untuk
mengalami cedera iradiasi yang parah.
3. Fraksionasi
Sebagian besar iradiasi kepala dan leher difraksionasi dalam dosis
terbagi dibandingkan diberikan dalam dosis besar tunggal. Tetapi jika
fraksionasi tidak digunakan, jumlah destruksi jaringan dan juga efek
samping selanjutnya akan meningkat.
4. Sumber radiasi ekternal >< internal
Sumber radiasi internal memberikan pemaparan radiasi yang lebih
tinggi ke luas jaringan yang lebih kecil, dengan demikian memperburuk
efek samping lokal. Sebaliknya radiasi eksternal menghasilkan iradiasi
jaringan dengan luas yang lebih lebar tetapi dosis radiasi per unit daerah
menjadi lebih sedikit.
5. Tipe radiasi
Iradiasi supervolt memberikan penetrasi jaringan yang lebih dalam dan
menyebabkan nekrosis kulit yang kecil, sedangkan ortoradiasi
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih superfisial.
6. Sensitivitas pasien terhadap radiasi
Setelah terapi radiasi ahli onkologi harus memiliki tilikan kepada
respon jaringan relatif pasien.
7. Prognosis pasien
Semakin buruk prognosis pasien, semakin terapi dental diorientasikan
kepada penatalaksanaan kebutuhan akut.
C. Efek Samping Radiasi Eksternal
Efek samping umumnya berlangsung akut seperti pada pengobatan
kanker lainnya, dan pada umumnya dapat diatasi dengan pengobatan
medikamentosa. Efek samping lokal akut pada kulit dimulai dengan
hiperemis kulit yang lama kelamaan menjadi hiperpigmentasi. Pada
beberapa pasien dapat berkembang menjadi epidermoid. Efek pada mukosa
3
mulut adalah berupa kesulitan menelan, hilangnya citarasa serta mulut yang
kering. Efek samping lokal akut biasanya akan menghilang dengan
sendirinya setelah radiasi berakhir, kecuali kekeringan mulut (xerostomia).
Kekeringan mulut ini akan diikuti oleh perubahan pH pada mulut yang akan
berlanjut dengan karies gigi. Keadaan ini terutama terjadi oleh karena
penurunan fungsi kelenjar parotis sebagai akibat tidak terhindarnya kelenjar
dari radiasi.4
1. Perubahan Sekresi Saliva
Sekresi saliva memegang peranan yang sangat penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Mulut banyak mengandung
bakteri patogen yang dapat dengan mudah menghancurkan jaringan dan
dapat menyebabkan karies gigi. Saliva dapat membantu mencegah hal
tersebut dengan aliran saliva sendiri, menghancurkan bakteri dengan
enzim proteolitik dan ion tiosianat yang dikandungnya serta dengan
protein antibodi dalam jumlah bermakna yang dapat menghancurkan
bakteri mulut termasuk yang menyebabkan karies gigi.6,7
Efek radiasi terhadap kelenjar saliva ialah atrofi dan fibrosis,
sehingga produksi saliva berkurang. Xerostomia merupakan komplikasi
yang sering terjadi (sekitar 40% dari penderita yang diradiasi). Dikatakan
setelah pemberian radiasi akan terjadi kerusakan sel-sel pada sistem
duktus dan sistem asini yang membuat saliva menjadi pekat pada
awalnya (sistem asini) diikuti dengan penurunan volume saliva.
Tanda dari xerostomia adalah penurunan volume saliva yang
menyebabkan peningkatan viskositas saliva dan lengket serta penurunan
sifat lubrikasi dan membersihkan dari saliva. Gejala yang tampak antara
lain kekeringan, batuk, disfonia dan disfagia. Onset biasanya dalam 2
minggu pertama setelah terapi radiasi.4
2. Perubahan Mukosa
4
Mukositis merupakan hasil dari efek langsung radiasi pada lapisan
sel basal epitel. Tanda yang muncul antara lain membran mukosa yang
memutih (pengelupasan epitel), eritema, hiperemia, edema, ulserasi dan
infeksi sekunder seperti infeksi jamur dan virus. Gejala antara lain nyeri,
rasa terbakar, serak, sensitivitas terhadap makanan pedas dan kesulitan
berbicara serta menelan.
Selain kepada mukosa oral, terapi radiasi juga mengenai lidah.
Glosodinia adalah hasil dari glositis dan seperti mukositis dapat diterapi
dengan anestesi topikal. Disgeusia adalah akibat kerusakan radiasi pada
mikrovili dan sel-sel pengecapan pada lidah.4
3. Perubahan Odontogenik
Perubahan berupa karies radiasi, terjadi demineralisasi yang cepat
dan difus yang bermanifestasi sebagai kerusakan servikal dan bonjol gigi
(cusp-tip). Karies servikal dapat mengamputasi mahkota gigi jika
dibiarkan tidak diobati. Gigi yang matur tidak sensitif terhadap radiasi,
dengan demikian karies radiasi dianggap sebagai akibat langsung dari
perubahan saliva. Selain menurunnya aliran dan pergeseran pH ke arah
asam, penurunan imunoprotein dan elektrolit saliva juga meupakan
bagian perubahan yang ditemukan dalam komposisi saliva setelah terapi
radiasi. Bersama-sama hal tersebut menghasilkan pergeseran mikroflora
oral menjadi mikroba yang sangat asidogenic dan kariogenik seperti
Streptococcus mutans, Lactobacillus, dan Actinomyces viscosis. Selain
perubahan mikrobial tersebut, diet pasien cenderung makanan tinggi
karbohidrat. Perubahan diet ini adalah upaya mengatasi gangguan akibat
xerostomia, mukositis, disgeusia yang akan semakin meningkatkan
lingkungan mikrobial kariogenik.4,5
4. Perubahan Fungsional
5
Pengaruh nutrisional:
Setelah terapi radiasi, makan seringkali menjadi tidak nikmat
karena efek samping dari mukositis, disgeusia, mual dan muntah.
Tandanya antara lain anoreksia, penurunan berat badan, dehidrasi dan
nutrisi yang buruk (keilitis angular, glositis atrofik, dan anemia)
Trismus:
Fibrosis otot-otot pengunyah atau sendi temporomandibularis dapat
menghasilkan onset trismus yang perlahan-lahan. Gejalanya biasanya
timbul 3 – 6 bulan setelah terapi radiasi.4,5
5. Perubahan Alveolar
Osteoradionekrosis:
Daerah tulang yang terpapar bidang radiasi yang timbul
sekurangnya 3 bulan. Fraktur patologis yang terjadi adalah sebagai
berikut: iradiasi menyebabkan periarteritis dan endarteritis yang
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dan mengecilnya
ukuran lumen. Sebagai akibatnya pasokan darah alveolar akan terganggu
menyebabkan kematian osteosit dan osteoblas, yang digantikan di dalam
sumsum tulang oleh jaringan ikat dan lemak. Jaringan akan menurunkan
kemampuan reparasi dan remodeling. Dalam respon terhadap trauma
jaringan yang terganggu ini menjadi terinfeksi yang dapat menyebabkan
destruksi alveolar progresif dan luas.4
BAB II6
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kalisidi Ungaran Barat Semarang
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 05 Januari 2011
No. CM : C256436
KELUHAN SUBYEKTIF
ANAMNESIS
1. Keluhan utama: mencari kelainan gigi dan mulut sebagai prasyarat
pelaksanaan terapi eksternal radiasi karsinoma nasofaring WHO-3 T4N0Mx
1. Riwayat penyakit sekarang: pasien telah didiagnosis karsinoma nasofaring
WHO-3 T4N0Mx oleh bagian THT. Pasien hendak menjalani terapi eksternal
radiasi. Oleh karena itu pasien datang ke Poli Gigi Dan Mulut RSDK atas
usul dari bagian THT dalam rangka mencari kelainan gigi dan mulut sebelum
dilakukan terapi.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat darah tinggi disangkal
b. Riwayat kencing manis disangkal
c. Riwayat sakit gigi sebelumnya disangkal.
d. Riwayat penyakit jantung disangkal.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
7
a. Riwayat keganasan disangkal
b. Riwayat darah tinggi disangkal
c. Riwayat kencing manis disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami bekerja sebagai buruh.
Memiliki 2 orang anak yang belum mandiri. Penghasilan setiap bulan
Rp.700.000,-. Biaya pengobatan ditanggung JAMKESMAS.
Kesan : sosial ekonomi kurang
PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 05 Januari 2011 pukul 12.00 WIB
Status generalis
1. Keadaan umum
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan gizi : baik
Tampak kesakitan: tidak tampak kesakitan
Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 16 x/menit
- Suhu : 36,8 ºC
2. Pemeriksaan ekstraoral
a. Wajah
Inspeksi : asimetri wajah (+), mata kiri menutup, trismus (-)
Palpasi : bengkak rahang atas dan bawah (-)
b. Leher
Inspeksi: simetris
Palpasi : tidak ditemukan pembesaran nnll submandibula
8
3. Pemeriksaan intraoral
Mukosa pipi kiri/kanan : hiperemis (-), edema (-)
Mukosa palatum durum, mole : hiperemis (-), edema (-)
Mukosa dasar mulut/lidah : hiperemis (-), edema (-)
Mukosa pharynx : hiperemis (-), edema (-)
Kelainan periodontal : edema (-)
Ginggiva rahang atas kanan-kiri : hiperemis (-), edema (-)
Ginggiva rahang bawah kanan-kiri : hiperemis (-), edema (-)
Karang gigi : tidak ada
Pocket : tidak ada
Gigi : missing teeth 3.5, tambalan (-)
Status lokalis
1. Gigi 4.6
Inspeksi : tampak sisa akar
Sondasi : (-)
Perkusi : (-)
Tekanan : (-)
Palpasi : (-)
DIAGNOSIS KELUHAN UTAMA
Periodontitis kronik e.c. gangren radix gigi 4.6
DIAGNOSIS BANDING
-
DIAGNOSIS PENYAKIT LAIN
Karsinoma nasofaring WHO-3 T4N0Mx
PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
Pemeriksaan laboratorium : -
Pemeriksaan radiologi : -
KETERANGAN LAIN LAIN
Pasien akan direncanakan terapi eksternal radiasi e.c. Ca. Nasopharnyx WHO 3
T4N0Mx
TERAPI
1. Extraksi gigi 4.6
2. Antibiotik amoxicillin
3. Asam mefenamat
4. Persiapan terapi eksternal radiasi
BAB III10
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien didiagnosis periodontitis kronik e.c. gangren radix
gigi 4.6. Pasien datang dengan keluhan utama yaitu ingin mencari kelainan gigi
dan mulut sebagai prasyarat pelaksanaan terapi eksternal radiasi karsinoma
nasofaring WHO-3 T4N0Mx. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien telah
didiagnosis karsinoma nasofaring WHO-3 T4N0Mx oleh bagian THT. Pasien
hendak menjalani terapi eksternal radiasi. Oleh karena itu pasien datang ke Poli
Gigi Dan Mulut RSDK atas usul dari bagian THT.
Dari pemeriksaan ekstra oral didapatkan wajah asimetri, mata kiri
menutup, tidak terdapat trismus, tidak terdapat pembengkakan rahang, dan
pembesaran nnll submandibula. Pada pemeriksaan intraoral tidak ditemukan
kelainan pada mukosa rongga mulut, terdapat missing teeth 3.5, dan tampak sisa
akar gigi 4.6. Perkusi dan palpasi tidak ada kelainan
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Soehartati G. Faktor Prediksi Respon Radiasi Pada Ca Nasofaring.
Tinjauan Khusus Pada Aktifitas Proliferasi dan Ekspresi Epstein Barr
Virus Laten Membran Protein. Program Pasca Sarjana UI, 1998: 1-10
2. Kirk Douglas M, Siahaan, Wiratno. Distribusi Tumor Ganas THT Dan
Kepala Leher di RSUP. Dr. Kariadi Semarang Tahun 1991-1995.
Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Tahunan PERHATI, Malang, 1996:
1-17
3. Amriyatun. Era Baru Penanganan Kanker Di Bagian THT RSUP. Dr.
Kariadi. Simposium Sehari HUT ke-72 RSUP. Dr. Kariadi, Semarang,
1997: 1-3
4. Rose FL, Kaye D. Buku Ajar Penyakit Dalam Untuk Kedokteran Gigi.
Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997: 527-34
5. Suwitohardjo S. Radioterapi Pada Tumor Ganas Nasofaring, Majalah
Radiologi Indonesia. 1997: 44-8
6. Ganong WF. Review of Medical Physiology, 14 th ed. California:
Appleton & Lange, 1989: 461-2
7. Guyton AC. Human Physiology and Mechanism of Disease , 3rd ed
Philadelphia: WB Saunders Co, 1982: 586-8
12
top related