karil metode penyiangan gulma
Post on 24-Jul-2015
821 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DESKRIPSI USAHA PENGENDALIAN GULMA DENGAN
MENGGUNAKAN ALAT MEKANIS BERMOTOR YANG DILAKUKAN
OLEH PETANI KELOMPOK TANI MURTA JAYA, DESA JUGLANGAN
KECAMATAN PANJI SITUBONDO DAPAT MENGHEMAT BIAYA
USAHA TANI PADI DENGAN SISTEM S. R. I.
KARYA TULIS ILMIAHOleh :
1. Khairdin Pramana Jaya, S. P., M. Pd.
2. Rizki Nugraha, SST.
3. Fathor Rahman, S. TP.
4. Rudy Hari Karma Setiawan, SST.
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN
KABUPATEN SITUBONDO
BALAI PENYULUHAN PERTANIAN DEMUNG
APRIL 2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar,
sehingga ketersediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat harus
selalu terjamin. Dengan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat,
maka masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih
mampu berperan dalam pembangunaan. Permasalahan pangan
sepertinya tak pernah lepas dari kehidupan bangsa Indonesia, terutama
petani yang merupakan masyarakat mayoritas Indonesia.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil beras baik
kualitas dan kuantitas adalah gangguan gulma. Gulma sebagai organisme
pengganggu tanaman (OPT) termasuk kendala penting yang harus diatasi
dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Penurunan hasil padi
akibat gulma berkisar antara 6-87 %. Data yang lebih rinci penurunan
hasil padi secara nasional akibat gangguan gulma 15-42 % untuk padi
sawah dan padi gogo 47-87 % (Pitoyo, 2006 dalam Anonim, 2009).
Untuk lebih menekan pertumbuhan gulma dengan hasil yang lebih
baik, perlu adanya kombinasi berbagai cara pengendalian yang dikenal
dengan pengendalian terpadu yang dapat dilakukan mulai dari
pengolahan tanah, cara bercocok tanam, cara pemupukan, dan pengairan
yang baik serta dilanjutkan dengan pengendalian secara langsung
misalnya pengendalian mekanis, fisis, biologi baru yang terakhir dengan
penggunaan zat kimia.
Pengendalian gulma secara mekanis adalah tindakan pengendalian
gulma dengan menggunakan alat-alat sederhana hingga alat-alat mekanis
berat bertujuan untuk merusak atau menekan pertumbuhan gulma secara
fisik. Umumnya petani melakukan penyiangan di lahan secara mekanis
dengan cara mencabut gulma. Dalam ukuran 0.1 hektar dibutuhkan 4
(empat) orang tenaga dalam waktu 1 hari penuh untuk melakukan
penyiangan.
Penyiangan atau Pengendalian Gulma dilakukan untuk mengurangi
kejadian suksesi dalam wilayah perakaran tanaman Padi, sehingga
persaingan untuk memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangannya dapat ditekan sekecil mungkin.
Sistem SRI memiliki kelebihan efisien dalam hal penggunaan benih
dan pemanfaatan air irigasi serta pupuk anorganik, namun disisi lain
ternyata sangat membutuhkan biaya tinggi dalam soal ongkos tenaga
penyiangan atau pengendalian gulma. Sehingga respon petani menjadi
sangat rendah.
Demikian bahwa, jarak tanam yang lebar dan penerapan irigasi
berselang (intermitten) pada budidaya padi SRI memicu pertumbuhan
gulma. Dengan pesatnya pertumbuhan gulma tersebut penyiangan bisa
sampai 3-4 kali penyiangan. Penyiangan gulma secara kimiawi
(penggunaan herbisida)memang efektif dan efisien namun bertentangan
dengan konsep SRI. Sedangkan jika dilakukan secara manual
memerlukan biaya yang sangat tinggi, karena itu petani kurang respon
terhadap budidaya padi model SRI. Oleh karena itu, perlu alat penyiang
gulma yang secara teknis mampu mengurangi polpulasi gulma dan
memperbaiki struktur tanah dan secara ekonomis dapat meminimalisir
biaya untuk penyiangan gulma.
Seorang petani di Panji Kidul Kecamatan Panji menuturkan kepada
Tim Peneliti bahwa alat penyiang tersebut telah sering digunakan dan
telah berhasil mengurangi biaya Penyiangan dan berhasil meningkatkan
Produksi Usaha Tani Padinya. Informasi dari petani tersebut akan
dijadikan kajian dalam penulisan karya tulis Ilmiah ini untuk menjadi bahan
dan pemaparan bagaimana alat penyiangan tersebut mampu mengurangi
biaya penyiangan pada Usaha Tani padinya.
Tulisan ini merupakan solusi, dalam karya tulis ilmiah ini akan
dikemukakan pemaparan tentang sebuah alat penyiangan yang
digerakkan secara bermotor dijalankan oleh 1 (satu) orang untuk
melakukan penyiangan dan penggemburan tanah.
1.2. Tujuan Penulisan.
Tujuan Penulisan Karya Ilmiah ini adalah
1. Untuk memaparkan penggunaan sebuah alat penyiangan yang
dibuat secara mandiri oleh petani. Alat ini digerakkan secara
bermotor dijalankan oleh 1 (satu) orang untuk melakukan
penyiangan dan penggemburan tanah.
2. Seberapa efektif dan efisienkah penggunaan alat penyiangan ini
dibandingkan dengan penyiangan secara manual yang dilakukan
oleh kebanyakan petani kami.
3. Diduga penggunaan alat penggerak bermotor yang dijalankan oleh
1 (orang) ini akan membantu aplikasi budidaya padi dengan system
SRI.
1.3. Batasan Penulisan.
1. Karena luasnya kajian tentang persoalan budidaya padi, maka
perlu dilakukan pembatasan bahwa pembahasan hanya ditujukan
untuk memaparkan dan mengulas pengendalian gulma dalam
lahan budidaya padi sawah pada areal dimana populasi gulma
tumbuh diantara tanaman padi yang ditanam dalam jarak 30 s.d. 35
cm.
2. Bahwa tulisan ini sekedar memaparkan betapa alat kreasi petani
secara mandiri ini layak diajukan sebagai mesin penyiangan padi
alternative yang bisa direkomendasikan kepada petani secara
umum untuk melakukan pengendalian gulma secara mekanis.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian-pengertian
Dalam handbook Ilmu Gulma IPB dijelaskan bahwa, Pengendalian
gulma merupakan suatu usaha untuk membatasi atau menekan infestasi
gulma sampai tingkat tertentu sehingga pengusahaan tanaman budidaya
menjadi produktif dan efisien. Pengendalian gulma dapat dilakukan
secara mekanis, kultur teknis, biologis (hayati), kimia (penggunaan
herbisida), dan terintegrasi (terpadu). Tindakan pencegahan dan
pengendalian bersifat komplementer.
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan
gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati
atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian ini hanya
mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik. Cara ini umumnya cukup baik
dilkaukan pada berbagai jenis gulma setahun, tetapi pada kondisi tertentu
juga efektif bagi gulma-gulma tahunan (Sukman dan Yakup, 1991).
Pengendalian gulma secara mekanis adalah tindakan pengendalian
gulma dengan menggunakan alat-alat sederhana hingga alat-alat mekanis
berat untuk merusak atau menekan pertumbuhan gulma secara fisik.
Berdasarkan alat yang digunakan, pengendalian secara mekanis
dibedakan menjadi :
1. Manual (tenaga manusia) : tanpa alat / alat-alat sederhana seperti
parang, arit, kored, dll.
2. Semi mekanis : tenaga manusia memakai mesin ringan seperti
mower (pemotong rumput).
3. Mekanis penuh memakai alat-alat mesin berat seperti traktor besar,
dll
Pengendalian gulma secara mekanis, umumnya dilakukan oleh
petani adalah sebagai berikut :
Mencabut gulma
Tindakan mencabut gulma merupakan pengendalian gulma secara
manual. Pengendalian gulma dengan cara mencabut gulma lebih sesuai
untuk gulma setahun, tidak efektif dan sukar dilaksanakan terhadap gulma
yang mempunyai rhizoma, stolon atau umbi, karena bagian-bagian
tersebut segera dapat tumbuh kembali membentuk tumbuhan baru.
Pengendalian gulma dengan cara mencabut gulma memerlukan tenaga
menusia dan waktu yang banyak. Namun demikian, tindakan mencabut
gulma menimbulkan gangguan yang minim terhadap tanaman.
Menginjak dan membenamkan gulma
Pada pertanian padi sawah secara tradisional di beberapa daerah,
menginjak dan membenamkan gulma masih dilakukan. Gulma diinjak dan
dibenamkan dengan menggunakan tenaga hewan ternak maupun
manusia pada saat penyiangan.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian
secara mekanisUntuk gulma setahun (semusim) yang alat reproduksinya
berupa biji, pengolahan tanah dilakukan secara dangkal beberapa kali
dengan interval yang cukup untuk menumbuhkan biji gulma ke permukaan
tanah. Dalam pelaksanaan pengolahan tanah, pemadatan tanah harus
dihindarkan, bahaya erosi diperhitungkan, kadar air tanah juga harus
diperhatikan pada saat pengolahan tanah.
Manfaat Penyiangan
Menurut Saragih, 2009 pengendalian gulma dari tanaman padi
perlu dilakukan untuk menghindari persaingan antara padi dan gulma
dalam mengambil unsur hara, selain itu dengan bersihnya gulma di sekitar
tanaman padi maka penyebaran hama penyakit padi sudah dibuat
seminimum mungkin atau bahkan terputusnya medai penyebar hama
penyakit padi. Cara penyiangan mekanis membutuhkan waktu pengerjaan
yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan cara penyiangan dengan
tangan. Penggunaan alat penyiang mekanis berisiko merugikan
pertumbuhan tanaman, karena alat tersebut sering menimbulkan
kerusakan mekanis pada akar maupun batang tananam padi, terutama
kalau jarak tanam padi tidak teratur.
Dalam handbook Sampoerna, tentang SRI disebutkan Penyiangan
dengan ngosrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat
mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah
tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob
di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi
yang ada di dalam tanah.
Penyiangan pada Tehnik Budidaya SRI (System Rice Intensivication)
Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu
lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu
pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti
huruf L) (Veco Indonesia, 2007)
Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak
tanam lebar, misalnya 30 cm x 30 cm atau 35 x 35 cm. Semakin lebar
jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan
oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bisa mengenai seluruh
bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan
pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang
lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen
dan sinar matahari secara maksimal (Veco, 2007).
Penyiangan (ngosrok/matun/arao) dilakukan dengan
mempergunakan alat penyiang jenis landak atau rotary weeder, atau
dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk membasmi gulma dan
sekaligus penggemburan tanah.
Dalam handbook Sampoerna, tentang SRI disebutkan Penyiangan
dengan ngosrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat
mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah
tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob
di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi
yang ada di dalam tanah.
Penyiangan minimal 2 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada
umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya penyiangan kedua dilakukan
pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan
penyiangan keempat pada umur40 HST.
Proses Penyiangan pada Pengelolaan Budidaya Padi dengan
metode SRI ada 2 (dua) kali pelaksanaan, yaitu pada umur 9-10 HST, dan
19-20 HST demikian menurut Veco, 2007 bahwa Proses pengelolaan air
dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
1. Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST),
keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
2. Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan
dengan ketinggian 2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan
untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi
mencapai umur 18 HST.
4. Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk
memudahkan penyiangan tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1
—2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (±
15—20 hari sebelum panen).
6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Menurut Veco, 2007 Untuk pengendalian gulma, metode SRI
mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida.
Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, Gulma yang tumbuh
akan relatif banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi
tergenang air.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat, Bahan dan Waktu Kegiatan.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah dilaksanakan sejak tanggal 5 April
2012 sampai dengan 30 April 2012, Wawancara dilaksanakan pada
tanggal 23 April s.d. 25 April 2012 di Desa Panji Kidul Kecamatan Panji
Situbondo. Obyek Penulisan telah melaksanakan ujicoba alat dan mesin
penyiang padi buatan sendiri di Kelompok Tani Murta Jaya, Desa
Juglangan Kecamatan Panji Situbondo pada sekitar tahun 2010 silam.
Alat yang dibutuhkan adalah alat perekam, kamera, flashdisk, laptop dan
alat perekam suara. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya beberapa
rangkaian pertanyaan dan konsep konfirmasi, termasuk form analisa
usaha tani sederhana.
3.2. Metodologi Penelitian
Berdasarkan sifatnya penelitian ini bersifat kualitatif, dimana
seluruh data berdasarkan data sekunder (data yang sudah diperoleh dan
diolah oleh pihak lain). Menurut Donal Ary, Penelitian Kualitatif memiliki
enam ciri, yaitu 1, Memperdulikan konteks dan situasi (concern of
context), 2. Berlatar alamiah (natural setting). 3. Manusia sebagai
instrument utama (human instrument), 4. Data bersifat deskriptif (deskriptif
data), 5. Rancangan penelitian muncul bersamaan dengan pengamatan
(emergent design) 6. Analisis data secara induktif (inductive analysis).
(Donal Ary dalam UIN Malang, Library, 2012).
Data-data yang diperoleh diantaranya adalah :
1. Foto-foto kegiatan ujicoba alat penyiang gulma padi. Uji coba
tersebut dilakukan pada lahan areal ujicoba pada tahun 2010,
seluas 0.1 hektar.
2. Keterangan-keterangan seputar beberapa pertanyaan sebagai
berikut :
a. Proses kegiatan ujicoba alat penyiang tersebut,
diantaranya tentang lokasi dimana lokasi ujicoba
dilaksanakan, siapa pemilik mesin, dan perihal umum
lainnya.
b. Berapa lama proses tersebut berlangsung,
c. Berapa orang yang melaksanakan kegiatan tersebut,
d. Biasanya berapa kali petani melakukan penyiangan di
wilayah tersebut.
e. Berapa nilai upah 1 HOK diwilayah tersebut.
f. Berapa orang pekerja yang melakukan penyiangan
manual dalam sehari dalam luasan tertentu ?
g. Berapa orang pekerja yang melakukan penyiangan
dengan menggunakan alat mesin dalam luasan waktu
tertentu ?.
h. Lebih tertarik mana menggunakan alat bermesin (power
weeder) atau secara manual ?
i. Siapa yang merancang dan membuat alat tersebut ?.
j. Apakah sanggup menanggung penyusutan nilai alat
penyiang dengan adanya penggunaan alat tersebut,
apakah tidak justru memberatkan ?.
k. Berapa hasil yang diperoleh dalam luasan tertentu ?.
l. Berapa biasanya hasil yang diperoleh jika tanpa
melakukan penyiangan ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut ditabulasi dalam sebuah catatan
kecil, dan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sesaat ketika
dilakukan kunjungan untuk wawancara. Demikian cara pengumpulan data
dilaksanakan. Dari hasil perbincangan tersebut, karya Ilmiah ini disusun
secara sistematis sehingga diperoleh gambaran, seberapa efektif dan
efisienkah penggunaan alat penyiang gulma padi tersebut bagi petani
dilingkungan Kelompok Tani Murta Jaya, Desa Juglangan Kecamatan
Panji Situbondo.
Keterangan diperoleh dari Bapak Fathorrahman. Bapak
Fathorrahman adalah salah seorang petani di lingkungan dimana pernah
dilaksanakan kegiatan tersebut. Bapak Fathorrahman adalah salah
seorang anggota team dalam penulisan karya Tulis Ilmiah ini.
3.3. Tahapan Penulisan Karya Ilmiah
Menurut Moleong dalam UIN Malang Library, terdapat 3 (tiga) tahapan
dalam penelitian kualitatif, yaitu :
1. Tahap Pra Lapangan, yaitu orientasi yang meliputi kegiatan
penentuan focus, penyesuaian paradigm dengan teori dan disiplin
ilmu, penjajakan dengan konteks penelitian dalam hal ini team
menentukan paradigm utama kepada Program Peningkatan Beras
Nasional 2012, utamanya metode System Rice Intensification yang
salah satu problem utamanya adalah peningkatan populasi Gulma,
sehingga setelah dilakukan diskusi panjang ditemukan keterangan
bahwa di salah satu kelompok tani di Kabupaten Situbondo saat ini
menggunakan alat mesin penyiang dalam usaha Tani padinya.
Karena kegiatan sudah pernah dilaksanakan dan membentuk
fenomena dimana petani-petani menyukai penggunaan alat
penyiang tersebut dibandingkan petani-petani di wilayah lain.
Ditambah lagi dengan fenomena bahwa alat tersebut diperoleh
dengan kreasi sendiri, maka ditetapkanlah fenomena telah
digunakannya Alat Penyiang Padi oleh Petani tersebut sebagai
focus penelitian.
2. Tahap Analisis data, tahap ini meliputi kegiatan mengumpulkan
data, mengolah dan mengorganisir data yang diperoleh melalui
proses dokumentasi, observasi dan pemaparan yang mendalam
seteah itu dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks
permasalahan yang diteliti. Seluruh data dalam penelitian ini adalah
valid dengan penafsiran bahwa sumber data berasal dari
dokumentasi fotografi. Gambar-gambar tersebut diakui oleh sumber
sebagai berasal dari wilayah yang benar dan memang
dilaksanakan diwilayah tersebut. Sumber yang diwawancarai
adalah seorang penduduk di wilayah tersebut.
3. Tahap Penulisan Laporan, tahap ini meliputi kegiatan hasil
penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data
sampai dengan pemberian makna data. Dalam tahap ini setelah
penulisan Karya Ilmiah ini disajikan, ditindaklanjuti dengan
permohonan untuk diperiksa dan diteliti agar mendapat perbaikan
seperlunya dari Yang Terhormat pihak Balai Penyuluhan Pertanian
Demung dan atau dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana
Penyuluhan Kabupaten Situbondo, atau dari yang membidangi
Penyuluhan Pertanian.
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan keterangan bahwa pemanfaatan mesin penyiang ini
sangat membantu usaha tani padi petani yang menyelenggarakan
budidaya padi dengan SRI didengar oleh team penulis karya Ilmiah ini.
Dan disusunlah rencana untuk melakukan observasi dengan rangkaian-
rangkaian pertanyaan yang sudah dibicarakan sebelumnya.
Konsep-konsep tentang penanggulangan gulma antara lain adalah,
adanya problem suksesi akibat persaingan perolehan nutrisi akibat
adanya pertumbuhan gulma yang lebih banyak jika melakukan budidaya
tanaman padi dengan jarak lebar. Jumlah populasi gulma yang cukup
tinggi tersebut juga akan merupakan beban kerja bagi petani. Dijelaskan
bahwa beban kerja untuk mengatasi gulma dengan cara mencabut gulma
pada areal budidaya padi sawah seluas 0.1 hektar dengan system SRI
adalah 5 HOK per hari. Sedangkan nilai 1(satu) HOK adalah senilai Rp.
17.500,-.
Sedangkan beban kerja untuk mengatasi gulma dengan
menggunakan alat penyiang padi pada areal budidaya padi sawah seluar
0.1 hektar dengan system SRI adalah 1 HOK selama 1.5 jam. Biaya
relative yang digunakan hanya 1 liter bensin.
Tabel 1. Perbandingan Penyiangan dengan Mencabut Gulma dan
Penyiangan dengan Alat Penyiang Bermotor.
No. Penyiangan dengan Mencabut
Gulma
Penyiangan dengan Alat
Penyiang Padi Bermotor
1 2 3
1. Membutuhkan 5 HOK per hari/ 0.1
ha
Membutuhkan 1 HOK 1.5
jam/0.1 ha
1 2 3
2. Biaya Rp. 17.500,- x 5 = Rp.
87.500,-/hari/0.1 hektar.
Biaya Bensin dan 1 HOK
selama 1.5 jam, Rp. 5.000,- +
Rp. 17.500,- = Rp.
22.500,-/1.5jam/0.1 hektar
3. Tidak dengan Penggemburan Sekaligus menggemburkan
tanah
Gambar Areal yang sudah disiangi :
Gambar Mesin Alat Penyiang Bermotor yang Digunakan
4.2. Pembahasan
Pengendalian gulma merupakan suatu usaha untuk membatasi
atau menekan infestasi gulma sampai tingkat tertentu sehingga
pengusahaan tanaman budidaya menjadi produktif dan efisien. Dalam
Sistem Tanam SRI, yang menggunakan jarak tanam lebar 30 x 30 cm
atau 35 x 35 cm, pertumbuhan gulma sangat pesat. Pertumbuhan gulma
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena gulma akan
menjadi pesaing dan akan mengakibatkan terjadinya suksesi dalam areal
lahan padi jika tidak segera dilakukan penyiangan.
Penyiangan minimal 2 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada
umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya penyiangan kedua dilakukan
pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan
penyiangan keempat pada umur40 HST.
Proses Penyiangan pada Pengelolaan Budidaya Padi dengan
metode SRI ada 2 (dua) kali pelaksanaan, yaitu pada umur 9-10 HST, dan
19-20 HST demikian menurut Veco, 2007 bahwa Proses pengelolaan air
dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
1. Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST),
keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
2. Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan
dengan ketinggian 2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan
untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi
mencapai umur 18 HST.
4. Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk
memudahkan penyiangan tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1
—2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (±
15—20 hari sebelum panen).
6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Jadi dalam satu musim tanam padi, untuk ukuran 0.1 hektar lahan
dibutuhkan 10 HOK jika dilakukan pengendalian gulma dengan cara
mencabut gulma, dan tetap hanya dibutuhkan 1 HOK dalam total waktu
1.5 jam x 2 hari saja jika dilakukan pengendalian dengan menggunakan
mesin bermotor, berikut tabel perbandingannya.
Tabel 2. Perbandingan Penyiangan dengan Mencabut Gulma dan
Penyiangan dengan Alat Penyiang Bermotor dalam 1 (satu) kali
musim tanam Padi.
No. Penyiangan dengan Mencabut
Gulma
Penyiangan dengan Alat
Penyiang Padi Bermotor
1. Membutuhkan 2 x 5 HOK per
hari/ 0.1 ha
Membutuhkan 1 HOK 1.5
jam/0.1 ha
2. Biaya Rp. 17.500,- x 5 x 2 = Rp.
175.000,- per 0.1 hektar.
Biaya Bensin Rp. 5.000,- + (Rp.
17.500 x 2hari) = Rp. 40.000,-
per 0.1 hektar.
3. Tidak dengan Penggemburan Sekaligus menggemburkan
tanah
Dari tabel diatas tampak, bahwa biaya penyiangan selama 2 musim
tanam membutuhkan biaya hingga Rp. 175 ribu per 0.1 hektar sedangkan
biaya penyiangan dengan menggunakan mesin bermotor hanya
membutuhkan biaya Rp. 4ribu rupiah per 0.1 hektar. Dapat disimpulkan
bahwa penggunaan mesin penyiang bermotor ini dapat menghemat jauh
lebih banyak biaya dan dapat meningkatkan produksi tanaman Padi.
Gulma dapat menurunkan produksi antara 15-42 % (Pitoyo, 2006 dalam
anonym, 2009). Jika total areal potensial padi di Kabupaten Situbondo
seluas 7.021 hektar dengan potensial produksi rata-rata per musim 8
ton/hektar, dengan tanpa adanya pengendalian gulma, maka secara
potensial produksi seharusnya akan bertambah menjadi 9.2 s.d. 11.3
ton/hektar.
Hasil metode SRI memang sangat memuaskan. Di Madagaskar,
pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani
yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha,
beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai
20 ton/ha. (Muttaqien, 2012).
BAB V
PENUTUP
Budidaya padi menggunakan SRI (System Rice Intensification)
lebih murah, lebih mudah dan lebih menghasilkan. Rekomendasi
penggunaan pupuk anorganik juga tidak terlalu merepotkan kepada
petugas pertanian. Petani saat ini bisa menggunakan aplikasi PHSL yang
sudah tersedia dalam http://epetani.deptan.go.id. Persoalan teknis
pengendalian gulma tidak bisa dilepaskan dari proses pengawasan dan
pengawalan dari petugas Penyuluh Pertanian.
Pengendalian gulma dengan menggunakan tangan secara manual,
dirasakan menjadi beban biaya dalam pengendalian gulma dikalangan
petani. Jika dibandingkan dengan pemanfaatan mesin penyiang gulma,
petani akan menjadi lebih terbantu. Lebih murah, lebih mudah, dan tidak
membutuhkan terlalu banyak orang dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://ocw.ipb.ac.id/file.php/14/Pengendalian_Gulma/
BAB5_Pengendalian_Gulma_Secara_Kultur_Teknis.pdf
Sukman, Y., dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-
agriculture/1994600-pengendalian-gulma/#ixzz1t0g0oXft
Menembus Batas Kebuntuan Produksi Padi (Metode SRI dalam budidaya
padi) VECO Indonesia 2007
http://ciifad.cornell.edu/sri/extmats/indoVecoManual07.pdf
Pusat Pelatihan dan Kewirausahaan Sampoerna. Tehnik dan Budidaya
Penanaman Padi System of Rice Intensification (SRI)
http://sri.ciifad.cornell.edu/countries/indonesia/extmats/indoSampo
ernaManual09.pdf
Langkah Strategis Dukungan Penyuluhan Pertanian terhadap Program
Peningkatan Beras Nasional.
http://cybex.deptan.go.id/files/PENINGKATAN.KAPASITAS.PENY
ULUH.2012.%20Kabid%20Program%20Pusluhtan.pdf
Muttaqien, Zainul, BUDIDAYA DAN KEUNGGULAN PADI ORGANIK
METODE SRI (System of Rice Intensification). Diunduh 27 April
2012. http://www.garutkab.go.id/download_files/article/ARTIKEL
%20SRI.pdf
Anonim. 2009. Identifikasi Gulma-Gulma Dominan Pada Pertanaman Padi
Sawah Dan Usaha Pengendaliannya Di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
http://cetlanget.wordpress.com/2009/07/12/identifikasi-gulma-
gulma-dominan-pada-pertanaman-padi-sawah-dan-usaha-
pengendaliannya-di-kecamatan-samatiga-kabupaten-aceh-barat/
DESKRIPSI USAHA PENGENDALIAN GULMA DENGAN
MENGGUNAKAN ALAT MEKANIS BERMOTOR YANG DILAKUKAN
OLEH PETANI KELOMPOK TANI MURTA JAYA, DESA JUGLANGAN
KECAMATAN PANJI SITUBONDO DAPAT MENGHEMAT BIAYA
USAHA TANI PADI DENGAN SISTEM S. R. I.
KARYA TULIS ILMIAHOleh :
5. Khairdin Pramana Jaya, S. P., M. Pd.
6. Rizki Nugraha, SST.
7. Fathor Rahman, S. TP.
8. Rudy Hari Karma Setiawan, SST.
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN
KABUPATEN SITUBONDO
BALAI PENYULUHAN PERTANIAN DEMUNG
APRIL 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah : DESKRIPSI USAHA PENGENDALIAN GULMA
DENGAN MENGGUNAKAN ALAT MEKANIS
BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH PETANI
KELOMPOK TANI MURTA JAYA, DESA
JUGLANGAN KECAMATAN PANJI SITUBONDO
DAPAT MENGHEMAT BIAYA USAHA TANI
PADI DENGAN SISTEM S. R. I.
Penulis :
1. Khairdin Pramana Jaya, S. P., M. Pd,
2. Rizki Nugraha, SST.,
3. Fathor Rahman, S. TP.,
4. Rudy Hari Karma Setiawan, SST.
Merupakan tulisan asli, bukan jiplakan dan dinyatakan sah sebagai
lembaran karya tulis ilmiah dan merupakan koleksi perpustakaan Balai
Penyuluhan Pertanian Demung.
Demikian, semoga bermanfaat.
DEMUNG, 27 APRIL 2012
BALAI PENYULUHAN DEMUNG
Koordinator,
CAHYO GIRI DAHONO, S. P., M. MA.
NIP. 19600708 198303 1 015
top related