kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Post on 16-Apr-2017
372 Views
Preview:
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Kapan Kita Tahu Meminjam Uang adalah
Baik bagi Tingkat Imbal Hasil Pemegang Saham
Perusahaan?
One of the things you will find – which is interesting and people don’t think of it enough – with
most businesses and with most individuals, is life tends to snap you at your weakest link.
The two biggest weak links in my experience: I’ve seen more people fail because of liquor and
leverage – leverage being borrowed money
Warren Buffett (the richest man in the world – Forbes)
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Pendahuluan
ROE (Return On Equity)1 jelas dari sudut pandang [para] pemegang saham, atau investor,
menjadi perhatian utama…Adalah sangat wajar bahwa sebagai pihak investor dalam suatu
perusahaan, pihak pemegang saham mengharapkan tingkat imbal hasil dari dana yang telah
diinvestasikan dalam suatu perusahaan atau bisnis.
Dari sudut pandang [manajemen] perusahaan, pada saat suatu proyek membutuhkan
pembiayaan, maka sesuai dengan hipotesa “pecking order”2, manajemen akan mengusahakan
menggunakan dana internal yang diambil dari seluruh laba atau sebagian [saldo] laba yang di-
reinvestasi. Proses reinvestasi laba bersih perusahaan ini secara tidak langsung sama seperti
menaikkan jumlah investasi dari pihak pemegang saham perusahaan, karena [saldo] laba
tersebut merupakan hak atau yang tersisa bagi pihak pemegang saham, sesudah semua pihak
dibayar (pemasok, karyawan, pemerintah, kreditur, dan lain-lain). Namun kadang kala,
perusahaan tetap merasa perlu untuk memperoleh dana dari pihak eksternal, mungkin karena
dana internal tidak cukup atau bahkan bertujuan untuk menyeimbangkan struktur kapital
mereka kembali ke tingkat yang sesuai dengan rata-rata industri. Jika ini yang terjadi, maka
pada umumnya terdapat dua pilihan, yaitu apakah menggunakan hutang (berbunga) atau
ekuitas (atau penerbitan saham biasa) kepada pihak pemegang saham yang ada atau calon
investor3.
1 Penulis sengaja menghindari penggunaan ROCE (Return on Common Shareholders’ Equity) yang bisa
rancu dengan ROCE (Return on Capital Employed), dimana Capital Employed lebih menyorot sisi kanan dari neraca, yang pada umumnya Capital Employed akan menggunakan net working capital (yaitu aset lancar minus liabilitas lancar) plus net fixed assets dan net intangible assets. ROE menurut penulis lebih mudah dipahami karena Equity adalah jelas milik pemegang saham. 2 Hipotesa “pecking order” dalam pilihan pendanaan pertama kali diamati oleh Gordon Donaldson
(Corporate Debt Capacity: A Study of Corporate Debt Capacity and the Determination of Corporate Debt Capacity. Boston (USA): Harvard Graduate School of Business Administration. 1961) dan dieksplorasi lebih jauh oleh:
Myers, Stewart C. The Capital Structure Puzzle. 1984. Journal of Finance 39. Halaman 575-592.
Myers, Stewart C.; dan Majluf Nicholas S. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information that Investors Do Not Have. 1984. Journal of Financial Economics 13. Halaman 187-221.
3 Bagaimana dengan saldo laba (retained earnings)? Bukankan ini juga sumber pendanaan? Pada
dasarnya saldo laba adalah milik para pemegang saham perusahaan, jadi ia merupakan bagian dari
Ekuitas perusahaan. Sebetulnya saldo laba ini dapat dibagikan seluruhnya sebagai dividen kepada para
pemegang saham, dan pada saat, perusahaan memerlukan dana, maka dapat diterbitkan saham baru,
yang berupa penyetoran dana dari pemegang saham kepada perusahaan.
Dengan demikian, penentuan biaya untuk saldo laba, juga tidak berbeda seperti penentuan biaya kapital untuk saham biasa. Misalnya dalam website http://www.investopedia.com/exam-guide/cfa-level-1/corporate-finance/cost-of-retained-earnings.asp, disebutkan bahwa:
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Penerbitan efek hutang, relatif lebih langsung, karena pihak kreditur akan menerima
pembayaran bunga pinjaman dan pokok pinjaman sebagaimana akan dituangkan dalam
perjanjian kredit. Penentuan terms and conditions, termasuk tingkat suku bunga pinjaman, akan
banyak bergantung pada kelayakan kredit (creditworthiness) pihak debitor. Tingkat imbal hasil
yang dijanjikan oleh pihak debitur dari investasi dana pihak kreditur, adalah persentase tertentu
yang sudah ditentukan di muka. Umumnya tingkat imbal hasil yang di-“janjikan” (promised) ini
adalah tingkat suku bunga pasar, yang bisa bersifat fixed selama jangka waktu kredit atau
fluctuating disesuaikan dengan suku bunga pasar yang berlaku, misalnya setiap 3 bulan atau 6
bulan dilakukan penyesuaian secara berkala. Tingkat suku bunga ini akan disebutkan dalam
perjanjian kredit.
Jauh berbeda, kalau efek saham biasa yang diterbitkan. Sebagai pemegang saham, pihak
perusahaan dimana dana diinvestasikan tidak “menjanjikan” sesuatu yang tertulis kepada pihak
pemegang saham. Sebagaimana semua usaha adalah risky business, maka pihak pemegang
saham dikatakan menanggung resiko bisnis (business risk)4. Dari sudut manajemen
perusahaan, jelas, akan relatif lebih tinggi biayanya bagi mereka untuk menarik dana dari
[calon] pemegang saham daripada pihak kreditur. Dalam menilai daya Tarik suatu investasi
suatu usaha, pihak [calon] pemegang saham atau investor akan menelaah manfaat yang
diharapkan akan diperoleh dari berjalannya bisnis tersebut. Manfaat yang diharapkan, setidak-
tidaknya, adalah bagi pemegang saham untuk dapat memperoleh tingkat imbal hasil dari dana
yang diinvestasikan, dimana tingkat imbal hasil tersebut wajar atau memadai dapat diterima
Cost of retained earnings (ks) is the return stockholders require on the company's common stock. There are three methods one can use to derive the cost of retained earnings: a) Capital-asset-pricing-model (CAPM) approach b) Bond-yield-plus-premium approach c) Discounted cash flow approach 4 Resiko bisnis adalah resiko terjadinya volatilitas pada laba bersih perusahaan akibat dari volatilitas
pendapatan usaha perusahaan yang mana volatilitas ini terutama terjadi sejalan dengan volatilitas dalam industri dimana perusahaan tersebut beroperasional. Misalkan, jika bisnis perusahaan ada dalam industri yang sangat volatil dimana pendapatan usaha akan berfluktuasi sesuai dengan siklus bisnis, maka akan terlihat bahwa laba bersih perusahaan akan juga bergerak volatil dibandingkan dengan laba bersih perusahaan lain yang bergerak pada industry yang kurang sensitif terhadap siklus bisnis. Sumber dari perubahan laba bersih perusahaan inilah yang diacu sebagai resiko bisnis. Industri dasar seperti consumer goods jelas tidak terlalu berfluktuasi terhadap siklus bisnis dibandingkan dengan industri kendaraan bermotor atau properti. Resiko bisnis banyak di luar kendali manajemen perusahaan, karena ini menyangkut stabilitas ekonomi secara keseluruhan, sensitivitas industri terhadap siklus bisnis secara umum, dan/atau tingkat kompetisi dalam industri. Resiko bisnis perlu dibedakan dari resiko operasional (operating risk) yang lebih dalam kendali manajemen perusahaan karena ini menyangkut struktur biaya operasional (biaya tetap vs biaya variabel) dan resiko finansial (financial risk).
www.futurumcorfinan.com
Page 4
(acceptable adequate return)5. Untuk memastikan bahwa tingkat imbal hasil ini bisa memadai
bagi pihak pemegang saham, jelas pihak pemegang saham akan meminta kendali (control) atas
manajemen usaha. Konsep ini dijelaskan oleh Boatright, sebagai berikut6.
Equity capital is money provided to a firm in return for a claim on profits – or, more precisely, for
a claim on residual revenues, which are the revenues that remain after all debts and other legal
obligations are paid. Just as customers buy a company’s products, equity capital providers “buy”
the future profits of a firm; or, alternatively, in order to raise capital, a company “sells” its future
profits to investors. In addition, since future profits are risky, investors not only provide capital
but also assume much of the risk of a firm. The willingness of shareholders to bear this residual
risk – which is the risk that results from having a claim on residual revenues rather a fixed claim
– benefits all other input providers. As long as a firm is solvent – which is to say that it can pay
all its fixed obligations, such as employee wages, suppliers’ payments, and so on – then the
claims of these groups are secure.
The remaining question, then, is why equity capital providers, who in effect “buy” the
future profits of a firm and “sell” their risk bearing services, should also have control and
thus the right to have the firm run in their interest. The answer is very simple: control is
the most suitable protection for their firm-specific asset. If their return on the asset they
provide, namely capital, is the residual earnings or profit of a firm, then this return is very
insecure unless they can ensure that the firm is operated for maximum profit. By contrast,
the right of control is of little value to other input providers or stakeholder groups because their
return is secure as long as a firm is solvent, not maximally profitable. In addition, the return on
the firm-specific contribution of other, non-shareholder groups is better protected by other
means.
Di sisi lain, pemegang saham yang memiliki klaim atas LABA RESIDUAL yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan SESUDAH SEMUA KEWAJIBAN KEUANGAN PERUSAHAAN dibayar. Mau
5 Manfaat lainnya, bisa berupa jaminan ketersediaan pasokan dari perusahaan tersebut, misalnya,
perusahaan tersebut menghasilkan produk yang diperlukan sebagai input dalam bisnis milik pemegang
saham, atau bisa juga jaminan pasokan jasa. Intinya manfaat yang diharapkan oleh pihak pemegang
saham mesti sejalan (commensurate) dengan tingkat resiko bisnis tersebut bagi pihak pemegang saham,
karena merekalah yang akan menanggung resiko bisnis ini. Trade-off antara resiko dan manfaat-lah yang
akan menentukan apakah pihak investor bersedia kemudian menanamkan dana mereka ke dalam suatu
perusahaan atau bisnis.
6 Boatright, John R. What’s Wrong - and What’s Right – with Stakeholder Management. University of
Chicago, Loyola. Journal of Private Enterprise, Volume XXI, Number 2. Spring 2006. Halaman 114. Diambil dari laman www.apee.org/pdf/BoatrightSpec.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
tidak mau, bagi pemegang saham, laba bersih menjadi ukurannya7. Dan karena ada dana yang
telah diinvestasikan, maka ROE menjadi sangat relevan bagi pihak pemegang saham.
Pertanyaan berikutnya, adalah dana dari pihak pemegang saham akan dikemanakan? Pada
umumnya, karena proyek-proyek bisnis akan melibatkan pembelian aset kapital, maka dana
tersebut akan digunakan untuk membeli aset tetap, contohnya, tanah, pabrik, mesin, dan
memperkerjakan karyawan untuk mengoperasikan bisnis tersebut, maka ROE bagi pihak
pemegang saham, akan sangat tergantung pada tingkat imbal hasil yang dapat diperoleh
dari aset itu sendiri (ROA = Return on Assets)8.
Hal Yang Ingin Dibahas
Karena laba usaha ini berasal dari dana yang diinvestasikan ke dalam aset, maka melihat
hubungan antara tingkat imbal hasil yang diperoleh dari aset yang dinvestasikan (yaitu ROA)
dan tingkat imbal hasil atas ekuitas (yaitu ROE) menjadi sangat relevan untuk dilihat lebih jauh.
Dari hubungan ROA-ROE inilah kita dapat melihat kapan pinjaman bisa memberikan nilai positif
(dan negatif), berupa peningkatan ROE lebih besar (atau lebih kecil) bagi pihak pemegang
saham. Artinya, apakah lebih baik suatu usulan proyek dibiayai dengan fasilitas pinjaman atau
modal sendiri dari pihak pemegang saham.
Pembahasan
Hubungan antara ROE dan ROA akan menggambarkan sejauh mana perusahaan berhasil
dalam menggunakan hutang (atau lebih dikenal sebagai “financial leverage”). Financial
leverage banyak terkait dengan resiko finansial (financial risk), karena penggunaan hutang
versus ekuitas, adalah masalah pemilihan struktur kapital, yang merupakan keputusan
diskresioner manajemen dalam banyak situasi9. Resiko finansial dapat dikatakan memunculkan
7 Dari laba bersih inilah diharapkan akan menjelma menjadi kas dan akhirnya dividen kepada pihak
pemegang saham. Pertumbuhan laba bersih juga akan cenderung menaikkan harga saham biasa sehingga akan menberikan keuntungan berupa capital gain bagi pihak pemegang saham, dalam hal saham biasa tersebut diperdagangkan di bursa saham. 8 Dalam analisa capital budgeting atas suatu usulan proyek yang melibatkan investasi pada aset kapital,
focus analis adalah pada besaran dan kapan arus kas di masa depan diharapkan akan terjadi, yang
kemudian akan didiskonto dan dibandingkan dengan jumlah investasi awal yang diperlukan. Teknik ini
umum dikenal sebagai “Discounted Cash Flow“ (DCF) dan dari analisa DCF diharapkan akan dapat
dievaluasi usulan proyek mana yang akan memberikan Net Present Value (NPV) positif, atau dengan
kata lain, manfaat lebih tinggi dari biayanya.
9 …the choice of capital structure typically is determined by the firm itself and not by individual projects.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
kemungkinan terjadinya variasi atau fluktuasi dalam laba bersih perusahaan yang berasal dari
keputusan digunakannya sumber pendanaan yang memerlukan pembayaran beban tetap
(fixed) misalnya fasilitas pinjaman yang disertai kewajiban pembayaran beban bunga secara
periodik.
Sebelum kita membahas financial leverage, kita lihat dulu asal dari ROE dan kemudian
dikaitkan dengan ROA.
ROE terkait langsung dengan penilaian Ekuitas perusahaan. Untuk menggambarkan ini bisa
dilihat dari formula penilaian saham berbasis akuntansi10:
V = nilai perusahaan (ini berarti total dari nilai pasar perusahaan mencakup nilai dari komponen
hutang dan komponen ekuitas)
BV = nilai buku ekuitas perusahaan
NI = Net Income, atau laba bersih perusahaan
k = biaya kapital ekuitas, berupa tingkat imbal hasil yang diharapkan (bukan dijanjikan, seperti
dalam hal kreditor) yang akan mereka peroleh dari investasi pada perusahaan
Formula di atas bisa kita uraikan lebih lanjut dalam bentuk tingkat imbal hasil bagi pihak
pemegang saham (ROCE = Returns On Shareholders’ Equity, atau bisa disingkat ROE).
Ehrhardt, Michael C. The Search For Value: Measuring the Company’s Cost of Capital. Boston (USA): Harvard Business School Press. 1994. Bab 2: Why You Should Use the Weighted Average Cost of Capital. Halaman 22. 10
Subramanyam, K.R.; dan John J. Wild. Financial Statement Analysis. Edisi kesepuluh. New York (USA): McGraw-Hill/Irwin, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc. Bab 8: Return on Invested Capital and Profitability Analysis. Halaman 463.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Bagian (ROCE – k) adalah hal yang tidak mengherankan karena ini menunjukkan Net Income
adalah diperoleh dari laba usaha (operating income) dikurangi beban bunga (di sini digunakan
symbol “k”, atau bisa juga “i (interest)”11.
Secara cepat, kita bisa melihat bahwa perusahaan-perusahaan dengan ROCE (atau ROE) lebih
tinggi daripada tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh investor, akan menaikkan nilai
perusahaan (V) melebihi nilai buku ekuitas….perhatikan tanda + (PLUS) dalam persamaan di
atas.
Memperhatikan pentingnya ROE dalam penilaian perusahaan, maka perlu diuraikan lebih lanjut
asal dari ROE ini terkait dengan ROA, namun sebelum penulis menurunkan asal dari rumus
tersebut, baiknya diberikan dalam bentuk gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas, tampak, bahwa mula-mula, dana yang berasal dari pemegang saham
(dalam bentuk ekuitas) dan pihak kreditur (dalam bentuk pinjaman), akan diinvestasikan ke
dalam aset (atau capital employed), dimana aset tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan
laba usaha (operating profit atau earnings). Laba usaha ini kemudian perlu dibagi antara:
Beban bunga pinjaman (yang merupakan tingkat imbal hasil fixed bagi pihak kreditur),
dan
Laba bersih yang merupakan hak bagi pihak pemegang saham.
11
White, Gerald I.; Ashwinpaul C. Sondhi; dan Dov Fried. The Analysis and Use of Financial Statements. Edisi ketiga. MA (USA): John Wiley & Sons, Inc. 2003. Bab 4: Foundations of Ratio and Financial Analysis. Halaman 142. Catatan kaki no. 31.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Atau kalau digambarkan sebagai berikut, aliran tingkat imbal hasil dari aset ke masing-masing
pihak kreditur dan pihak pemegang saham atau bisa ditambahkan pihak pemegang saham
preferen (kalau ada)12.
Jika kita bandingkan bahwa ROE (bagian yang paling kanan dalam gambar di atas) berbeda
dengan ROA (bagian yang ada di sebelah kiri dalam gambar di atas), maka perbedaan tersebut
datang atau disebabkan semata-mata oleh struktur keuangan (financial structure) perusahaan,
yaitu hadirnya unsur pinjaman dalam struktur kapital (capital structure) perusahaan.
Secara cepat, kita bisa melihat bahwa dampak penggunaan hutang atau pinjaman (atau
financial leverage) adalah hadirnya selisih antara ROE dengan ROA, dan keterkaitannya
dengan tingkat suku bunga pinjaman (yang menyertai hadirnya unsur pinjaman atau hutang).
Dampak financial leverage akan dapat memberikan penjelasan kepada kita bahwa adalah
mungkin bagi perusahaan untuk memberikan ROE melebihi ROA, namun dengan suatu
persyaratan (ini akan kita ungkapkan selanjutnya).
Ini terdengar sangat “indah” bagi pihak pemegang saham, karena mendengar adanya
kemungkinan ROE lebih tinggi daripada ROA, yang artinya bisnis akan mampu mencetak laba
bagi pemegang saham, di atas laba yang dicetak dari penggunaan aset itu sendiri (yang dibeli
dengan dana dari pemegang saham dan pihak kreditur.
Apakah demikian? Jawabannya, iya mungkin, namun, kemungkinan ini bersamaan dengan
makin tingginya tingkat resiko yang akan ditanggung oleh pihak pemegang saham, karena di
samping resiko bisnis (business risk), pihak pemegang saham, sekarang akan memikul juga
resiko keuangan (financial risk).
Sebelum lebih jauh, penulis akan menuangkan lebih detil hubungan antara ROE dan ROA,
sebagai berikut.
12
Pada umumnya, pihak pemegang saham preferen akan memperoleh tingkat imbal hasil tetap atau
pasti seperti halnya pihak kreditur, namun ini akan disertai bahwa saham yang mereka pegang atau
miliki, adalah tanpa hak suara (non-voting rights).
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Secara umum, hubungan ROE dan ROA adalah:
ROE = ROA + (ROA - i) x D/E
ROE = Return on Equity
ROA = Return on Assets (atau RNOA = Return on Net Operating Assets, atau ROCE = Return
on Capital Employed)
i = cost of debt (after tax)
D = komponen Hutang (= Debt)
E = komponen Ekuitas (= Equity)
Kita perlu membuktikan bahwa
[ROE = ROA + (ROA - i) x D/E] ADALAH SAMA DENGAN [ROE = NOPAT / E]
dimana NOPAT = Net Operating Profit After Tax (atau Net Income)
Pembuktian (1) persamaan di atas:
ROE = ROA + (ROA – i) x D/E
ROE = NOPAT/NOA + (D/E x NOPAT/NOA) – (D/E x Interest/D)
ROE = NOPAT/NOA + (D/E x NOPAT/NOA) – (Interest/E)
ROE = (NOPAT/NOA x E/E) + (D/E x NOPAT/NOA) – Interest/E
ROE = NOPAT/NOA x (E+D)/E – Interest/E
Karena E+D = NOA (Net Operating Assets, dimana NOA = Net Working Capital + Net Tangible
dan Intangible Assets, atau disederhanakan menjadi Total Assets), maka
ROE = NOPAT/NOA x NOA/E – Interest/E
ROE = NOPAT/E – Interest/E = (NOPAT – Interest)/E
Karena NOPAT – Interest = Net Income, maka
ROE = Net Income/E
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Atau, kalau kita mau membuktikannya secara terbalik (pembuktian (2)), dimana
ROE = Net Income/E
ROE = (NOPAT – after-tax Interest)/E
ROE = NOPAT/E – after-tax interest/E
ROE = (NOPAT/NOA x NOA/E) – (after-tax interest/D x D/E)
ROE = (NOPAT/NOA x (D+E)/E) – (after-tax interest/D x D/E)
ROE = NOPAT/NOA x (E/E + D/E) – (after-tax interest/D x D/E)
ROE = NOPAT/NOA x (1 + D/E) - (after-tax interest/D x D/E)
ROE = NOPAT/NOA + (NOPAT/NOA x D/E) – (after-tax interest/D x D/E)
Karena NOPAT/NOA = ROA, maka:
ROE = ROA + [D/E x (ROA – after-tax interest/D)
Karena after-tax interest/D = cost of debt = i, maka
ROE = ROA + [D/E x (ROA – i)]
Dengan kata lain,
Tingkat imbal hasil atas ekuitas (pemegang saham) = tingkat imbal hasil atas aset bersih
operasional ditambah (selisih antara tingkat imbal hasil atas aset bersih operasional dengan
tingkat biaya komponen hutang) dikalikan financial leverage (atau rasio perbandingan antara
hutang dan ekuitas).
Perhatikan bahwa financial leverage (yaitu D/E) menjadi faktor pengali yang “memperbesar”
selisih (ROA – i), maka kehadiran komponen hutang akan “memperbesar” ROE jika dan hanya
jika selisih (ROA – i) adalah positif.
Efek financial leverage, yaitu hadirnya hutang akan mampu memperbesar dampak ROE bagi
pihak pemegang saham yang lebih tinggi dari ROA itu sendiri, sebagaimana digambarkan di
bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Jika suatu bisnis atau perusahaan mampu untuk memperoleh tingkat imbal hasil dari bisnisnya
(yaitu ROA) lebih tinggi daripada biaya kapital sumber pendanaan yang digunakan untuk
mendanai operasional dan investasi bisnis tersebut maka, seluruh “kelebihan” dari tingkat imbal
hasil tersebut akan dinikmati oleh pihak pemegang saham.
Cara berpikir inilah yang kemudian berkembang bahwa jauh lebih baik untuk menggunakan
dana orang lain (Other People’s Money) dalam menjalankan bisnisnya. Karena kalau biaya
dana OPM (umumnya berbentuk pembayaran beban bunga atas pinjaman) lebih rendah dari
tingkat imbal hasil yang dihasilkan oleh bisnis yang menggunakan OPM tersebut, terutama
pada saat perusahaan atau bisnis berkembang, sehingga lebih menguntungkan daripada
menggunakan dana modal pemegang saham sendiri, maka tingkat imbal hasil pemegang
saham akan jauh lebih tinggi13.
Jadi, apakah ini dapat disimpulkan bahwa ‘GUNAKAN HUTANG SEBANYAK MUNGKIN’……?
Apakah persamaan di atas seluruhnya benar interpretasinya?
Dalam formula di atas:
ROE = ROA PLUS (selisih ROA – biaya hutang sesudah pajak) DIKALI (rasio Hutang dibagi
Ekuitas, atau financial leverage)
Adanya kata “PLUS” di atas bisa kurang tepat, karena seakan-akan memberikan kesan bahwa
penggunaan hutang hanya ada NILAI POSITIF-nya bagi ROE.
13
Salah satu institusi yang banyak menggunakan OPM adalah lembaga perbankan. Di tengah-tengah, tingkat imbal hasil aset operasional yang tidak terlalu tinggi (ROCE atau ROA) namun faktor financial leverage berupa penggunaan dana pihak ketiga, dapat menaikkan ROE pemegang saham lembaga perbankan menjadi tinggi.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Mestinya perhatian kita adalah pada komponen SELISIH (ROA – i)…Kalau selisihnya POSITIF,
berarti ini memang benar penggunaan hutang memberikan NILAI POSITIF bagi ROE, tapi
SEBALIKNYA, kalau negatif, bagaimana?
Artinya apa? Penggunaan Hutang dalam suatu bisnis, hanya akan mendatangkan kontribusi
POSITIF bagi peningkatan ROE, JIKA DAN HANYA JIKA, bisnis tersebut mampu memberikan
tingkat imbal hasil yang LEBIH TINGGI dari pada biaya dana pinjaman yang digunakan untuk
membiayai bisnis tersebut.
Kalau selisihnya, NEGATIF, artinya ROA lebih rendah dari pada biaya dana pinjaman, maka ini
akan “memperkecil” atau memberikan kontribusi “NEGATIF” bagi ROE.
Justru kehadiran hutang, AKAN MEMPERBESAR KONTRIBUSI POSITIF ATAU KONTRIBUSI
NEGATIF. Kalau negatif, akan negatif sekali, dan kalau positif, akan positif sekali, dimana ini
akan tergantung pada rasio D/E. The swing up and swing down menjadi akan lebih diperbesar,
dengan kehadiran hutang ini.
Dengan contoh angka-angka dapat memperjelas apa yang dimaksud di atas14.
Financial leverage atau penggunaan hutang dalam membiayai suatu bisnis, adalah pisau
bermata dua, dapat bagus dan tidak bagus. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, financial
leverage berasal dari keputusan manajemen perusahaan untuk mendanai pembelian atau
investasi asetnya, sebagian dengan penerbitan efek hutang yang menjanjikan tingkat imbal
hasil tetap (namun terbatas) bagi pihak kreditur, dimana diharapkan (sebagai trade-off) bahwa
dana dari efek hutang tersebut akan dapat digunakan untuk diinvestasikan pada aset guna
mencetak laba bersih dan akhirnya tingkat imbal hasil yang lebih tinggi (yaitu ROE) bagi pihak
pemegang saham perusahaan, dibandingkan pilihan kalau tidak diterbitkan efek hutang.
Keputusan untuk menerbitkan efek hutang dan berimplikasi pada struktur finansial perusahaan,
akan berarti bahwa pihak pemegang saham perusahaan akan terekspos pada resiko finansial
(financial risk). Setiap tingkat variabilitas yang terjadi pada laba usaha (sebelum beban bunga
dan pajak) akan diperbesar oleh penggunaan financial leverage, dan tambahan variabilitas
yang terjadi akan berwujud pada variabilitas laba bersih (dan EPS) yang tersedia bagi pihak
pemegang saham perusahaan.
14
Contoh perhitungan diambil dari buku: Fridson, Martin; dan Fernando Alvarez. Financial Statement Analysis: A Practitioner’s Guide. Edisi keempat. New Jersey (USA): John Wiley & Sons, Inc. Halaman 315.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Hal di atas dijelaskan melalui contoh di bawah ini.
Seumpama ada perusahaan yang tidak mempunyai hutang dalam struktur kapital-nya (umum
disebut sebagai unlevered atau unleveraged company), namun modal sendiri yang digunakan
dalam bisnis perlu disediakan sebesar US$ 150 juta.
Apabila perusahaan tidak membiayai bisnisnya dengan hutang, maka pihak pemegang saham
akan menikmati ROE sebesar 13, 2%.
Bagaimana kalau perusahaan tersebut memutuskan mengambil kredit pinjaman sebesar
sepertiga dari total kebutuhan dana (US$ 150 juta), yaitu US$ 50 juta (dengan tingkat suku
bunga sebesar 12% per tahun) dan sisanya didanai sendiri sebesar US$ 100 juta.
Diasumsikan bahwa laba usaha akan tetap sama, artinya kehadiran pinjaman tersebut tidak
“memaksa” pihak manajemen perusahaan untuk bekerja lebih keras guna memperoleh target
laba usaha yang lebih tinggi.
Dengan laba usaha yang sama, maka adanya beban bunga: 12% x US$ 50 juta = US$ 6 juta,
akan jelas menurunkan laba sebelum pajak, dari US$ 30 juta ke US$ 24 juta, atau turun
sebesar US$ 6 juta.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Bagaimana dengan laba bersih perusahaan?
Karena beban bunga adalah pengurang laba sesudah pajak, yang berimplikasi pada turunnya
pajak penghasilan badan, maka dampak ke laba bersih, adalah penurunan sebesar US$ 19, 8
juta dikurangi (US$ 6 juta x (1 – 34%)) = US$ 15, 8 juta (dibulatkan).
Artinya, laba bersih perusahaan tidak turun sebesar beban bunga. Ada penghematan pajak
penghasilan badan, dari semula terhutang US$ 10, 2 juta menjadi US$8, 2 juta, atau turun
sebesar US$ 2 juta. Jadi dari beban bunga sebesar US$ 6 juta, dampak ke laba bersih hanya
sebesar US$ 4 juta (selisih US$ 2 juta berasal dari turunnya beban pajak penghasilan badan).
Namun, bagaimana dari perspektif pemegang saham perusahaan?
Laba bersih memang turun dari US$19,8 juta ke US$ 15,8 juta, namun mengingat bahwa para
pemegang saham hanya menyetor US$ 100 juta (dan bukan US$ 150 juta), maka ROE-nya
naik dari 13,2% menjadi 15,8%.
Menarik!!!! Laba bersih turun namun ROE naik….. Lalu darimana kenaikan ROE tersebut?
Kembali ke rumus di atas,
ROE (leveraged) = ROA (unleveraged) + [D/E x (ROA – after-tax i)]
ROE (leveraged) = 13,2% + [50/100 x (13,2% - (12% x (1-34%))]
ROE (leveraged) = 13,2% + 50/100 x (5,28%)
ROE (leveraged) = 13,2% + 2,64% = 15,84% (dibulatkan ke 15,8% dalam perhitungan di atas)
Dari perhitungan di atas, tampak bahwa penggunaan hutang yaitu 1/3 dari total kebutuhan
dana, telah “memperbesar” ROE (unleveraged, tidak menggunakan hutang) menjadi lebih
tinggi, dimana kenaikan ROE ini berasal dari kontribusi POSITIF financial leverage atas
SELISIH POSITIF ROA di atas after-tax interest.
Jadi yang perlu dipastikan terlebih dahulu, bahwa hadirnya hutang dengan tingkat suku bunga
(sesudah pajak) yang LEBIH RENDAH dari tingkat imbal bisnis sebelum munculnya hutang.
NILAI POSITIF dari kehadiran financial leverage atau hutang, bukan GRATIS. Ada BIAYA yang
mesti dibayar. There is no such thing called free lunch!!!! (makan gratis). In finance, everything
has a cost, you just have to figure out, how much is the cost, and consider whether the
expected return will correspond with its risk (or cost).
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Biaya apa yang mesti dibayar terkait penggunaan hutang ini bagi pemegang saham
perusahaan?
Penting diperhatikan bahwa walaupun perusahaan dapat memperoleh kenaikan dalam ROE
terkait penggunaan hutang atau financial leverage, namun pembayaran baik pokok pinjaman
maupun beban bunga periodik adalah kewajiban kontraktual yang wajib dipenuhi perusahaan
BAIK DALAM KONDISI BAIK ATAU TIDAK BAIK!
Dengan demikian, kenaikan hutang akan menaikkan juga resiko wan-prestasi dalam situasi
dimana arus kas yang dihasilkan bisnis tersebut mengalami penurunan, dan wan-prestasi dapat
membawa konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, termasuk di dalamnya,
kemungkinan dipailitkan oleh pihak kreditur.
Sebagai analis, jelas diperlukan kecermatan untuk dapat memisahkan ROE yang berasal dari
tingkat imbal hasil “murni” bisnis itu sendiri (tanpa campur tangan dari penggunaan hutang) dan
bagian ROE yang dikontribusi dari penggunaan hutang atau financial leverage.
Misalkan, laba usaha, karena kondisi ekonomi yang tidak kondusif, mengalami penurunan dari
US$ 30 juta setahun menjadi US$ 10 juta, atau turun hingga 2/3 dari kondisi laba usaha awal.
Dengan hanya laba usaha sebesar US$ 10 juta, perusahaan tetap berkewajiban membayar
beban bunga sebesar US$ 6 juta, atau 60% dari laba usahanya.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Apabila perusahaan tidak menggunakan sama sekali hutang, maka penurunan laba usaha
hingga 2/3 dari kondisi awal, akan menurunkan ROE perusahaan dari semula 13,2% menjadi
4,4%. Namun apabila perusahaan menggunakan hutang sebesar US$ 50 juta, maka kewajiban
beban bunga per tahun sebesar US$ 6 juta tetap akan ada, dan ROE perusahaan akan turun
secara signifikan menjadi 2,6%.
Darimana penurunan ini?
ROE (leveraged) = ROA (unleveraged) + [D/E x (ROA – after-tax interest)]
ROE (leveraged) = 4,4% + [50/100 x (4,4% - (12% x (1-34%))]
ROE (leveraged) = 4,4% + 50/100 x (-3,52%)
ROE (leveraged) = 4,4% - 1,76% = 2,64% (dibulatkan ke 2,6% dalam perhitungan di atas)
Dari contoh di atas, tampak bahwa dari sudut pandang pemegang saham perusahaan,
penggunaan hutang telah menaikkan volatilitas ROE pemegang saham, dimana dalam kondisi
baik, sebesar 15,8%, namun fluktuasi dalam kondisi ekonomi yang tidak baik, drop hingga
2,6%, benar-benar bisa buat jantung berhenti berdetak!
Di sini kita melihat, semakin tinggi persentase struktur kapital yang didanai dengan pinjaman
atau hutang, akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya fluktuasi dalam ROE bagi
pemegang saham.
Apa yang dijelaskan di atas bahwa penggunaan hutang (atau financial leverage), jelas akan
dapat menaikkan tingkat imbal hasil bagi pihak pemegang saham (yaitu ROE naik), namun
pada saat yang sama, juga akan menaikkan resiko bagi pihak pemegang saham. Sesuatu yang
tidak terlalu mengherankan dalam situasi pasar yang efisien. Ini adalah apa yang dimaksudkan
oleh Teori M&M Proposisi II (tanpa pajak)15.
Buku teks Corporate Finance standar, yaitu Ross, Westerfield, dan Jaffe16, memberikan contoh
terkait pengaruh financial leverage atas EPS (Earnings-Per-Share) yang memberikan
kesimpulan yang sama seperti analisa di atas, terkait ROE. EPS adalah laba bersih per saham,
15
Modigliani, Franco; dan Merton H. Miller. The Cost of Capital, Corporation Investment, and the Theory of Investment. 1958. American Economic Review, 48. Halaman 261–297. Modigliani, Franco; dan Merton H. Miller. Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction. 1963. American Economic Review, 53(3). Halaman 433–443. 16
Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; and Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesepuluh. New York (USA): The McGraw-Hill Companies, Inc. Bab 16: Capital Structure. Halaman 497-502.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
yaitu total laba yang diperoleh dalam satu periode (umumnya 1 tahun) dibagi ke jumlah saham
biasa yang beredar. Financial leverage perlu dilihat pula dari dampaknya atas EPS, karena laba
bersih adalah salah satu faktor penentu kinerja harga saham dan tingkat imbal hasil bagi pihak
pemegang saham atau investor17.
Di sini, penulis kutip kembali:
At a Trans Am corporate meeting, a corporate officer said, “Well, maybe it does not matter
whether the corporation or the individual levers—as long as some leverage takes place.
Leverage benefits investors. After all, an investor’s expected return rises with the
amount of the leverage present.” He then pointed out that, as shown in Tables 16.2 and 16.3,
the expected return on unlevered equity is 15 percent whereas the expected return on levered
equity is 20 percent. However, another officer replied, “Not necessarily. Though the expected
return rises with leverage, the risk rises as well.”
Perhatikan kutipan di atas, pada saat, ROE bagi pihak pemegang saham naik akibat
penggunaan hutang, namun resiko bagi pihak pemegang saham juga akan naik pada saat yang
sama.
Return dan risk adalah satu koin dengan 2 sisi…Menarik, mengingat begitu banyak orang-orang
lebih suka membicarakan tingkat imbal hasil, namun seringkali mengabaikan fakta bahwa
tingkat imbal hasil yang tinggi pada umumnya akan diikuti bersamaan dengan tingkat resiko
yang tinggi pula. Resiko dapat dikatakan sebagai “harga” yang mesti dibayar untuk memperoleh
tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.
Kita lihat apa yang dimaksudkan oleh salah satu eksekutif dalam ruang diskusi Trans Am
corporation di atas.
Asumsi : Trans Am Corporation beroperasi dalam dunia bisnis yang tidak dikenakan pajak atas
laba usahanya.
Trans Am Corporation saat ini tidak memiliki komponen hutang dalam struktur capitalnya. Untuk
mudahnya, untuk memunculkan komponen hutang, katakana bahwa Trans Am Corp.
bermaksud membeli kembali (buy back) sebagian saham biasa yang telah diterbitkan dari para
pemegang saham. Guna membeli kembali sebagian saham biasa tersebut, tentunya diperlukan
17
Nichols, D. Craig; dan James M. Wahlen. How Do Earnings Numbers Relate to Stock Returns? A Review of Classic Accounting Research with Updated Evidence. Accounting Horizons Vol. 18, No. 4 December 2004. Halaman 263–286.
www.futurumcorfinan.com
Page 18
dana, dan untuk itu, misalkan, ada pihak eksternal yang bersedia memberikan pinjaman dengan
bunga pasar kompetitif.
Dari table 16.1 di bawah ini, struktur kapital saat ini yang tanpa pinjaman, menunjukkan bahwa
Trans Am Corp. memiliki total aset sebesar US$ 8.000, dan seluruhnya didanai ekuitas
perusahaan dalam jumlah yang sama. Trans Am Corp. telah menerbitkan 400 saham biasa,
sehingga dengan nilai aset sebesar US$ 8.000, maka nilai pasar per lembar saham biasa
adalah:
US$ 8.000 / 400 lembar saham biasa = US$ 20 per lembar saham biasa.
Umpamakan, bahwa Trans Am Corp. bermaksud memiliki struktur kapital di mana
perbandingan hutang dan ekuitas adalah masing-masing 50% : 50%. Dengan demikian, dengan
total aset sebesar US$8.000, maka perlu memperoleh fasilitas pinjaman sebesar 50% x US$
8.000 = US$ 4.000, dan ini berarti ekuitas Trans Am Corp. akan tersisa US$ 8.000 – US$ 4.000
= US$ 4.000. Jumlah US$ 4.000 yang perlu dibeli kembali, akan dibeli pada harga US$ 20 per
lembar saham biasa, atau total 200 lembar saham (US$ 4.000 / US$ 20 per lembar saham
biasa).
Pihak eksternal bersedia memberikan pinjaman sebesar US$ 4.000 dengan tingkat suku bunga
sebesar 10% per tahun.
Dengan struktur kapital saat ini yang tanpa hutang, perhitungan ROE dan EPS ditunjukkan di
bawah ini Tabel 16.2 dalam kondisi yang mudahnya dikelompokkan menjadi 3, yaitu kondisi
ekonomi resesi, yang diharapkan terjadi dan kondisi ekonomi ekspansif.
www.futurumcorfinan.com
Page 19
Angka ROA di atas diperoleh dengan membagi “earnings (laba)” masing-masing kondisi
dengan total aset yaitu US$8.000.
ROA kondisi resesi = US$ 400/US$ 8.000 = 5%
ROA kondisi yang diharapkan = US$ 1.200 / US$ 8.000 = 15%
ROA kondisi ekspansif = US$ 2.000 / US$ 8.000 = 25%
Angka ROE di atas diperoleh dengan membagi “earnings (laba)” masing-masing kondisi
dengan Ekuitas Trans Am Corp. yaitu US$ 8.000. Karena total aset = total ekuitas, maka angka
ROA akan sama dengan angka ROE untuk masing-masing ketiga kondisi yang ada.
Bagaimana dengan EPS?
Dengan jumlah total lembar saham biasa = 400, maka angka EPS akan diperoleh dengan
membagi “earnings (laba)” masing-masing kondisi dengan 400.
EPS kondisi resesi = US$ 400/ 400 lembar = US$ 1.00 per lembar
EPS kondisi yang diharapkan = US$ 1.200/ 400 lembar = US$ 3.00 per lembar
EPS kondisi ekspansif = US$ 2.000/ 400 lembar = US$ 5.00 per lembar
Bagaimana dalam situasi dimana struktur kapital = hutang : ekuitas = 50% : 50% = US$ 4.000 :
US$ 4.000?
Kita hitung terlebih dahulu beban bunga setiap tahun = 10% x US$ 4.000 = US$ 400, dimana
beban bunga perlu dikurangkan dari laba usaha masing-masing kondisi ekonomi yang ada.
Perhitungan ROA, ROE dan EPS dalam situasi dimana hutang muncul dalam struktur kapital
Trans Am Corp. ditunjukkan dalam Tabel 16.3 di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Dari Tabel 16.3 di atas, dalam kondisi resesi dimana laba usaha Trans Am Corp. sebesar US$
400, dengan adanya beban bunga sebesar US$ 400, maka praktis, tidak ada yang tersisa bagi
pihak pemegang saham. Dalam hal ini, ROE dan EPS ditampilkan “nihil”. Hanya pada saat
Trans Am Corp. dapat mencetak laba usaha di atas beban bunga, maka ROE dan EPS akan
positif bagi pihak pemegang saham. Dengan jumlah investasi sebesar US$ 4.000 bagi
pemegang saham, maka adanya laba bersih sebesar US$ 800 pada saat kondisi ekonomi yang
diharapkan, dan US$ 1.600 pada saat kondisi ekonomi ekspansif, maka pihak pemegang
saham akan memperoleh ROE masing-masing sebesar 20% dan 40%.
Kalau dibandingkan dengan angka ROE pada saat struktur kapital Trans Am Corp. tidak
memiliki pinjaman, maka tampak, bagi pihak pemegang saham, hadirnya unsur pinjaman
sebesar 50% dari struktur kapital, dimana ROE pihak pemegang saham naik cukup signifikan
yaitu 33% dan 60%, namun kenaikan ROE ini hanya terjadi dalam 2 kondisi ekonomi, yaitu
“yang diharapkan” dan “ekspansif”. Sebagaimana disebutkan di atas, memasukkan unsur
hutang ke dalam struktur kapital akan meningkatkan tingkat imbal hasil (ROE) investasi bagi
pihak pemegang saham, namun pada saat yang sama, akan meningkatkan pula tingkat resiko
bagi pihak pemegang saham. Ini tampak jelas, dalam kondisi ekonomi “resesi”, ROE pihak
pemegang saham turun signifikan, dari 5% (struktur kapital tanpa pinjaman) menjadi nihil
(struktur kapital, 50% didanai oleh pinjaman). Bahkan penurunan ini terjadi, dengan asumsi laba
usaha masih mampu menutupi beban bunga pinjaman, yaitu US$ 400. Bagaimana kalau laba
usaha dibawah beban bunga pinjaman US$ 400, maka jelas, laba bersih menjadi negatif atau
minus, dan praktis, pihak pemegang saham yang perlu menalangi dulu keperluan dana
pembayaran beban bunga pinjaman, agar supaya tidak wan-prestasi atau credit rating Trans
Am Corp. masih baik di mata pihak kreditor.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Di sini, kita melihat melalui Tabel 16.2 dan 16.3 di atas bahwa, pengaruh dari financial
leverage (atau penggunaan hutang) terhadap ROE dan EPS pihak pemegang saham akan
sangat tergantung pada laba usaha yang berhasil dibukukan oleh pihak perusahaan. Ini
bisa dilihat, pada saat laba usaha sebesar US$ 400, maka ROE bagi pihak pemegang saham,
akan lebih tinggi, jika struktur kapital tidak memiliki pinjaman. Dan sebaliknya, pada saat laba
usaha adalah sebesar US$ 1.200, maka ROE bagi pihak pemegang saham, akan lebih tinggi,
jika struktur kapital didanai 50% oleh fasilitas pinjaman18.
18
Di sini, penulis dengan sengaja tidak melakukan analisa sensitivitas atas % struktur kapital yang perlu didanai oleh fasilitas pinjaman untuk menentukan berapa % struktur kapital optimal yang perlu didanai oleh fasilitas pinjaman, guna memperoleh ROE tertinggi bagi pihak pemegang saham. Analisa demikian menurut penulis seringkali tidak tepat, karena untuk mencari struktur kapital optimal akan memerlukan pertimbangan banyak faktor. Kehadiran hutang dalam struktur kapital pada umumnya akan diikuti oleh biaya “tekanan keuangan (financial distress)” yang menyangkut kemungkinan terjadinya tekanan keuangan dan sebesar besar biaya, baik langsung atau tidak langsung, dari kesulitan keuangan yang dihadapi suatu perusahaan. Dalam menjawab pertanyaan : Is There a Theory of Optimal Capital Structure? Brealey, Myers dan Allen menjawab demikian: No. That is, there is no one theory that can capture everything that drives thousands of corporations’ debt vs. equity choices. Instead there are several theories, each more or less helpful, depending on each particular corporation’s assets, operations, and circumstances. In other words, relax: Don’t waste time searching for a magic formula for the optimal debt ratio. Remember too that most value comes from the left side of the balance sheet, that is, from the firm’s operations, assets, and growth opportunities. Financing is less important. Of course, financing can subtract value rapidly if you screw it up, but you won’t do that. Brealey, Richard A.; Stewart C. Myers; dan Franklin Allen. Principles of Corporate Finance. Edisi kesepuluh. New York (USA): The McGraw-Hill/Irwin, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc. Bab 18: How Much Should a Firm Borrow? Halaman 465.
Keterangan Resesi Diharapkan Ekspansif
ROE Tanpa pinjaman 5% 15% 25%
ROE Struktur kapital = 50% hutang, 50% modal 0% 20% 40%
Kenaikan -100% 33% 60%
Kondisi Ekonomi
www.futurumcorfinan.com
Page 22
Dampak financial leverage atas EBI (Earnings Before Interest, dan tidak ada pajak) atau
sederhananya laba usaha, dan EPS, dalam hal Trans Am Corp.:
tidak menggunakan pinjaman (no financial leverage) yang ditunjukkan dengan garis
tidak putus-putus. Dalam hal ini, pada saatTrans Am Corp. tidak mencetak laba usaha,
maka karena tidak memiliki hutang, maka EPS bagi pemegang saham Trans Am Corp.
juga akan nihil. EPS juga akan mengalami kenaikan secara proporsional dengan
kenaikan laba usaha yang dicetak oleh Trans Am Corp. Artinya, kalau terjadi kenaikan
20% pada laba usaha, maka EPS juga akan naik sebesar 20%. Jadi sejalan antara
kenaikan laba usaha dengan EPS. Hal yang berbeda akan terlihat pada saat digunakan
hutang dalam struktur kapital, dimana perubahan % kenaikan (penurunan) pada laba
usaha diikuti dengan perubahan % kenaikan (penurunan) pada EPS dalam jumlah yang
berbeda.
pada saat memiliki hutang dalam struktur kapitalnya (financial leverage) yang
ditunjukkan dengan garis putus-putus. Lain hal kita lihat, pada saat Trans Am Corp.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
tidak mencetak laba usaha sama sekali, alias nol, maka EPS turun menjadi -2,
mengingat beban bunga sebesar US$ 400 tetap mesti dibayar oleh Trans Am Corp.
tidak perduli berapapun laba usaha perusahaan. Artinya, dalam kondisi rugi sekalipun,
Trans Am Corp. tetap berkewajiban untuk memenuhi kewajiban pembayaran beban
bunga pinjaman. Ini dapat dilihat seperti “beban tetap (fixed cost atau fixed charge)” bagi
pihak perusahaan.
Kalau kita bandingkan tingkat kemiringan kedua garis di atas (yaitu tanpa putus-putus (no
financial leverage) dengan putus-putus (with financial leverage), maka kemiringan garis putus-
putus lebih tinggi, tentunya sesuatu yang menunjukkan bahwa daya ungkit “leverage” dari
penggunaan hutang.
Daya ungkit ini memiliki 2 implikasi, yaitu tingkat imbal hasil yang lebih tinggi (dibandingkan
situasi dimana Trans Am Corp. tidak menggunakan hutang dalam struktur kapitalnya), dan juga
diikuti tingkat resiko yang lebih tinggi.
Naiknya tingkat imbal hasil maupun tingkat resiko, adalah hal yang tidak terlalu mengherankan,
mengingat bahwa dalam kondisi struktur kapital dengan 50% didanai oleh fasilitas pinjaman,
maka jumlah lembar saham yang ada milik pemegang saham Trans Am Corp. akan lebih sedikit
(catatan: dalam contoh ini, hal ini ditunjukkan bahwa dana dari fasilitas pinjaman dipergunakan
untuk membeli kembali 50% dari jumlah saham biasa yang beredar). Dengan jumlah lembar
saham yang lebih sedikit, berarti terjadi “konsentrasi” jumlah pemegang saham, yang berarti,
apabila terjadi kenaikan pada laba usaha, maka laba usaha ini akan dinikmati oleh jumlah
lembar saham biasa yang lebih sedikit (makanya EPS akan naik), dan sebaiknya, apabila
terjadi kerugian, maka kerugian ini akan ditanggung oleh jumlah lembar saham biasa yang lebih
sedikit (akibatnya resiko bagi masing-masing pemegang saham Trans Am Corp. akan lebih
tinggi).
Dari Figure 16.2 di atas, terlihat bahwa garis tidak putus-putus akan berpotongan dengan garis
putus-putus, pada saat Trans Am Corp. mencetak laba sebesar US$ 800, dan baik struktur
kapital dengan atau tanpa pinjaman, akan memberikan ROE sebesar 10% yang diperoleh dari:
tanpa pinjaman: ROE = US$ 800 / US$ 8.000 = 10%
dengan pinjaman US$ 4.000 : ROE = (US$ 800 – US$ 400) / US$ 4.000 = 10%
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Dari Figure 16.2 di atas, dapat juga kita lihat bahwa:
pada saat laba usaha Trans Am Corp. di atas titik break-even, yaitu US$ 800, maka
struktur kapital dengan pinjaman akan dapat menaikkan ROE dan EPS bagi pihak
pemegang saham; dan sebaliknya,
pada saat laba usaha Trans Am Corp. di bawah titik break-even, yaitu US$ 800, maka
struktur kapital tanpa pinjaman akan memberikan ROE dan EPS yang lebih tinggi bagi
pihak pemegang saham.
Apa yang dapat kita pelajari dari Figure 16.2 dan titik break-even (pada laba usaha sebesar
US$ 800 yang memberikan ROE sebesar 10%)?
Lihat kembali formula hubungan antara ROA dengan ROE di atas, yang ditunjukkan kembali di
bawah ini:
ROE = ROA + (ROA – after-tax interest) x D/E
Dari formula di atas, dapat kita lihat bahwa pada saat ROA (no leverage) = after-tax interest
(yaitu tingkat suku bunga pinjaman sesudah pajak, namun karena ini dalam dunia tanpa pajak,
maka suku bunga pinjaman sesudah pajak = suku bunga pinjaman sebelum pajak), maka (ROA
– after-tax interest) x D/E akan sama dengan “nol”, dengan demikian, ROA akan menjadi ROE.
Dari contoh Trans Am Corp. di atas, dapat kita ketahui bahwa tingkat suku bunga pinjaman
adalah 10% (yaitu i), maka ROA break-even terjadi pada saat ROA = 10% juga, yaitu pada saat
Trans Am Corp. mencetak laba usaha sebesar US$ 800. Laba usaha sebesar US$ 800
sebagaimana terlihat pada Figure 16.2 di atas adalah titik potong antara garis tidak putus-putus
(no financial leverage) dengan garis putus-putus (with financial leverage), dan merupakan titik
break-even bagi pihak pemegang saham. Artinya, tingkat imbal hasil akan sama dengan atau
tanpa pinjaman dalam struktur kapital perusahaan.
Apa yang dapat kita simpulkan dari contoh Trans Am Corp. di atas?
Dengan mengabaikan semua permasalahan yang bisa hadir dari penggunaan fasilitas pinjaman
ke dalam struktur kapital suatu perusahaan19 dan adanya kemungkinan hadirnya interest tax
19
Antara lain, tekanan keuangan karena adanya kewajiban tetap untuk membayar beban bunga pinjaman setiap periode, kemungkinan wan-prestasi dan kepailitan, serta konflik yang bisa terjadi antara pihak kreditur dan pemegang saham (debt overhang problem, short-sighted investment problem, asset substitution problem, the reluctance to liquidate problem).
www.futurumcorfinan.com
Page 25
shield (yaitu menurunnya beban pajak penghasilan badan perusahaan akibat digunakannya
beban bunga pinjaman sebagai pengurang penghasilan kena pajak perusahaan dalam suatu
periode), perusahaan baru dapat memutuskan untuk menggunakan hutang dalam
struktur kapitalnya, kalau tingkat suku bunga pinjaman yang diperolehnya lebih rendah
dari tingkat imbal hasil bisnis itu dalam kondisi tanpa pinjaman. Dengan kata lain, ROA
mesti lebih tinggi daripada tingkat suku bunga pinjaman. Hanya dalam kondisi inilah,
penggunaan hutang akan dapat mendatangkan manfaat berupa naiknya ROE bagi pihak
pemegang saham. Namun perlu dicatat pula, kenaikan ROE ini juga bersamaan dengan
naiknya tingkat resiko bagi pihak pemegang saham, yaitu pada saat kondisi bisnis turun hingga
laba usaha tidak mampu menutupi beban tetap berupa kewajiban pembayaran beban bunga
pinjaman.
Perhatikan kembali Figure 16.2 di atas. Di atas titik EBIT break-even (pada US$ 800), dimana
penggunaan hutang memberikan EPS yang lebih tinggi, apakah ini berarti, bahwa sebaiknya
manajemen Trans Am Corp. memutuskan menggunakan lebih banyak hutang?
Jawabannya (sebagaimana mungkin sudah bisa dijawab oleh pembaca): belum tentu atau
TIDAK!. Artinya, pilihan bahwa hanya karena dampak terhadap EPS lebih tinggi, maka
sebaiknya efek hutang digunakan di atas titik break-even, adalah tidak bijak!!!
Mengapa?
Grinblatt, Mark; dan Sheridan Titman. Financial Markets and Corporate Strategy. Edisi kedua. New York (USA): McGraw-Hill, an imprint of The McGraw-Hill Cmpanies, Inc. 2002. Bab 16: Bankruptcy Costs and Debt Holder-Equity Holder Conflicts. Di samping itu, terdapat juga isu “agency” antara manajemen dengan pemegang saham. Pada tahun 1986, Prof. Jensen memperluas konsep biaya “agency” ke dalam area manajemen struktur kapital dan memperkenalkan teori “free cash flow” terkait struktur kapital. Namun teori ini tetap tidak memberikan jawaban kepada pertanyaan terkait sebesar banyak financial leverage atau komponen hutang dapat digunakan oleh suatu perusahaan. Jadi tetap tidak dapat diketahui, kapan dapat dikatakan, jumlah hutang dalam struktur kapital suatu perusahaan lebih banyak atau lebih sedikit atau “pas” ukurannya guna memberikan nilai tertinggi bagi pihak pemegang saham. Namun teori ini memperkenalkan pemikiran bahwa pihak pemegang saham kemungkinan menghadirkan hutang ke dalam struktur kapital perusahaan sebagai alat “kontrol” bagi perilaku dan keputusan manajemen. Dengan adanya hutang, pihak manajemen akan lebih “bekerja keras” dan “tidak menghambur-hamburkan dana lebih perusahaan ke dalam kegiatan yang memberikan nilai tambah bagi pemegang saham” guna memastikan bahwa perusahaan akan dapat melunasi kewajiban pembayaran beban bunga setiap periode dan pokok pinjaman. Jumlah yang “tersisa” sesudah pembayaran beban bunga periodik diharapkan akan tidak banyak bagi manajemen. Jensen, Michael C. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers. American Economic Review 76. Mei 1986.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa pengaruh dari financial leverage (atau
penggunaan hutang) terhadap ROE dan EPS pihak pemegang saham akan sangat
tergantung pada laba usaha yang berhasil dibukukan oleh pihak perusahaan, kata
kuncinya adalah LABA USAHA YANG DAPAT DICETAK OLEH PERUSAHAAN. Karena laba
usaha penuh dengan KETIDAKPASTIAN, dan tidak dapat selalu ditentukan di muka (apalagi
dalam kondisi resiko bisnis tinggi terkait siklus bisnis), maka struktur kapital mana yang dapat
menghasilkan tingkat EPS tertinggi juga sulit untuk ditentukan secara pasti.
Pihak manajemen perusahaan mengetahui dari awal bahwa penggunaan hutang, memang
akan mengakibatkan kemiringan garis EBI(atau EBIT)-EPS di atas lebih curam, dimana di satu
sisi, bagus, karena akan dapat memperbesar ROE lebih tinggi bagi pihak pemegang saham,
namun di sisi lain, akan mengakibatkan perusahaan dapat mengalami perubahan EPS yang
lebih tinggi pada setiap perubahan yang terjadi pada laba usaha. Pihak manajemen jelas
mengkuatirkan ini, karena EPS menjadi salah satu tolak ukur bagi kinerja perusahaan, dan
perusahaan yang pada umumnya tidak berhasil untuk memenuhi harapan pasar mencapai EPS
tertentu, pihak investor dapat memutuskan untuk melepas saham perusahaan dalam portofolio
saham mereka, sehingga mengakibatkan harga saham perusahaan mengalami penurunan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa financial leverage yang lebih tinggi, memang di
satu sisi, dapat memperbesar ROE pemegang saham, namun perubahan yang tidak
diantisipasi (yang memang umumnya sulit untuk dapat diantisipasi di muka terlebih dahulu)
yang terjadi pada laba usaha perusahaan, akan memberikan efek yang tidak menguntungkan
bagi EPS, yang lebih volatil, yang jelas menjadi kekuatiran pihak manajemen20.
Penulis akan menutup tulisan ini dengan mengutip Arthur Levitt, Jr., former Chairman of the
Securities and Exchange Commission, yang cukup lantang dalam mengkritik masalah praktek
manajemen laba bersih perusahaan dan pengaruhnya terhadap kualitas laba. Dalam suatu
artikel yang muncul di CPA Journal, dia menyatakan21:
While the problem of earnings management is not new, it has swelled in a market that is
unforgiving of companies that miss their estimates. I recently read of one major U.S. company
20
Salah satu buku yang cukup menarik untuk dibaca terkait pelaporan angka laba bersih (atau EPS) yang menjadi kekuatiran utama manajemen di perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat yang layak dibaca: Berenson, Alex. The Number: How the Drive for Quarterly Earnings Corrupted Wall Street and Corporate America. New York (USA): The Random House, Inc. 2003. 21
Arthur Levitt, Jr.The Numbers Game. The CPA Journal December 1998. Halaman 14 dan 16.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
that failed to meet its so-called numbers by one penny and lost more than six percent of its
stock value in one day.
Increasingly, I have become concerned that the motivation to meet Wall Street earnings
expectations may be overriding commonsense business practices. Too many corporate
managers, auditors, and analysts are participants in a game of nods and winks. In the zeal to
satisfy consensus earnings estimates and project a smooth earnings path, wishful thinking may
be winning the day over faithful representation. As a result, I fear that we are witnessing an
erosion in the quality of earnings, and therefore, the quality of financial reporting. Managing may
be giving way to manipulation; integrity may be losing out to illusion.
Kesimpulan
Hal ini membawa kita pada kesimpulan bahwa bagi pihak manajemen perusahaan, keputusan
untuk apakah menggunakan lebih banyak atau lebih sedikit financial leverage perlu diambil
sesudah mempertimbangkan semua faktor yang bisa berpengaruh pada struktur kapital
perusahaan, dan tidak hanya semata-mata pada efek dari financial leverage atas EPS atau
ROE pihak pemegang saham perusahaan.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 28
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been
compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from
the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not
intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors
for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved
top related