jurnal anestesi
Post on 05-Dec-2014
64 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
GANGGUAN NEURON PERIFER DAN MOTORIK
Secara umum, gangguan pada sistem saraf perifer akan membutuhkan
penanganan di ICU. Beberapa gangguan ini secara primer mempengaruhi badan
sel LMN pada kornu anterior, seperti penyakit motor neuron dan poliomyelitis,
sementara yang lain menggambarkan disturbansi dari konduksi saraf perifer,
seperti Guillain-Barre Syndrome (GBS) dan beberapa jenis polineuropati yang
sama.
Guillain-Barre Sundrome (GBS) dan Gangguan yang Menyertainya
Pada tahun 1834, James Wardrop melaporkan sebuah kasus peningkatan
hilangnya dan lemahnya sensorik pada laki-laki berusia 35 tahun, yang pada
akhirnya mengantarkan pasien tersebut pada quadriparese setelah 10 hari, dan
pemulihan sempurna setelah beberapa bulan. Pada tahun 1859, Landry
menggambarkan paralisis akut yang terjadi pada 10 pasien, 2 diantaranya
meninggal. Guillain, Barre, and Strohl pada tahun 1916 melaporkan dua kasus
kelemahan motorik, paraestesi, serta kemampuan otot mengenai hubungannya
dengan peningkatan protein pada LCS ( LCS ; lumbal pungsi untuk pemeriksaan
LCS pertama kali dijelaskan pada tahun 1980).
Banyaknya variasi sindrom ini sejak dilaporkan, menyebabkan keraguan
pada nomenklatur. Tidak adanya kriteria diagnostik yang spesifik juga membuat
masalah pada penegakan diagnosis. Bagaimanapun, kriteria yang diberikan oleh
National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke
(NINCDS) pada tahun 1978 saat ini secara luas diterima (Tabel 48.1). Nama
sistematik dari NINCDS untuk gangguan ini adalah Acute Inflammatory
Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP), namun pada akhirnya GBS menjadi
nama yang diterima dan lebih digunakan secara luas.
Insidensi
Sejak insidensi poliomyelitis ditolak karena adanya program imunisasi massal,
GBS telah menjadi penyebab utama dari paralisis flasid onset cepat pada orang
yang sehat sebelumnya, dengan insidensi kira-kira 1,7 per 100.000. Epidemi
terjadi pada populasi yang besar yang terkena virus atau imunisasi. Imunosupresi
dan concurrent penyakit autoimun dapat menjadi faktor predisposisi. Gangguan
ini terjadi dua kali lebih banyak pada wanita, dan banyak terjadi pada lansia.
Tidak ada pengaruh predileksi musim dan ras yang dilaporkan.
Aetiology
Sebagian besar bukti mendukung proposisi GBS terjadi karena cedera saraf
yang termediasi proses imunologis. Imunitas termediasi sel secara partikular,
mungkin memberikan peranan, dan infiltrat sel inflamasi sering berhubungan
dengan demyelinasi, yang secara umum diketahui sebagai proses patologi primer.
Antibodi pada komponen sistem saraf terlihat pada pasien GBS, tetapi tidak
terdapat diagnostik dan patogenik yang jelas.
Walaupun mekanisme sensitisasi belum diketahui, hubungan klinik
menunjukkan infeksi virus antesenden atau imunisasi are commonly involved.
Implikasi agen infektif termasuk influenza A, parainfluenza, varicella-zoster,
Epstein Barr, chicken pox, HIV, dan measles virus, cytomegalovirus, dan
mikoplasma. Campilobacter jejuni gastroenteritis sering mempresentasikan GBS
dan dapat dihubungkan dengan beberapa gejala klinis lainnya. Imunisasi melawan
infeksi virus, tuberculosis, tetanus, dan typhoid telah mempengaruhi
perkembangan GBS. Sebagian besar hubungan anecdotal dan signifikansi
aetiologi, tetapi 65 % pasien memperlihatkan gejala pernapasan (43%) atau
gastrointestinal (21%).
Patogenesis
Saraf perifer pasien yang meninggal akibat GBS memperlihatkan infiltrasi
endoneurium dengan sel mononuklear, yang terdistribusi pada distribusi
perivenular. Proses inflamasi ini dapat terdistribusi sepanjang saraf, tetapi dengan
perubahan fokal pada akar saraf, saraf spinal, dan pleksus mayor. Mikrografi
elektron memperlihatkan makrofag secara aktif berderet pada myelin dari badan
sel Schwann dan akson. Pada beberapa kasus, degenerasi Wallerian akson juga
terlihat, dan kegagalan regenerasi pada kasus ini dapat memperlihatkan buruknya
prognosis klinis. Bagaimanapun, degenerasi akson secara umum dianggap sebagai
suatu efek pada proses demyelinasi primer.
Respon imun yang terjadi cukup kompleks dan sulit dimengerti, tetapi
serum dari pasein GBS menghasilkan myelin yang berbahaya secara in vitro
ketika komplemen hadir. Walaupun antibodi untuk beberapa jenis glikolipid telah
ditemukan pada GBS, yang ditemukan baru secara umum pada titer rendah, dan
kadang dapat juga ditemukan pada kelompok kontrol. Namun, pada akhirnya
efektifitas pertukaran plasma dan terapi immunoglobulin mungkin dapat memblok
antibodi demyelinasi dengan beberapa mekanisme.
Gejala Klinis
Sebagian besar pasien memperlihatkan kesakitan yang sifatnya minor pada
minggu ke-8, namun puncak insidensi pada 2 minggu sebelumnya. Diperkirakan
setengah dari pasien GBS awalnya mengalami parestesi, biasanya dimulai dari
tangan dan kaki. Satu dari empat pasien mengeluhkan kelemahan pada motorik,
dan sebagian lainnya memiliki keduanya. Kelemahan motorik ditunjukkan dengan
paralisis flasid, yang menjadi keluhan yang paling dominan terjadi. Kehilangan
energi secara objektif dan penurunan atau kehilangan refleks tendon juga
dilaporkan. Saraf kranial juga terganggu pada 45 % kasus, sebagian besar pada
nervus fasialis, yang diikuti dengan nervus glossofaringeus dan nervus vagus.
Pada sindrom Miller-Fisher,yang kadang menjadi varian dari GBS, abnormalitas
nervus kranial mendominasi, dengan ataksia, arefleksia, dan ofalmoplegi sebagai
gangguan yang juga dominan dialami.
Kehilangan fungsi sensorik secara umum sebagian dialami, dengan parestesi
atau kehilangan fungsi vibrasi dan propriosepsi, namun hilangnya fungsi sensorik,
nyeri atau hiperestesi dapat menjadi gejala yang menonjol dari GBS. Disfungsi
autonom sering terjadi, dan menjadi contributor mayor untuk angka kesakitan dan
angka kematian pada kasus ketergantungan pada ventilator. Hipotensi ortostatik
dan persisten, hipertensi paroksismal, dan bradikardi semuanya terlihat
sebagaimana takiaritmi ventricular yang fatal. Ileus adinamik, retensio urin, dan
abnormalitas pada pengeluaran keringat juga ditemukan. Gangguan pada sistem
saraf pusat, yang menghasilkan tanda piramidal dan serebellar, dapat terjadi
namun sifatnya jarang.
Diagnosis Diferensial
Sebagian besar alternatif diagnosis yang penting telah diekslusikan pada
tabel 48.1. Diferensial diagnosis yang mayor ditemukan fokus pada progresifitas
spinal space occupying lesion (contohnya abses epidural). Relevansi nya pada
perawatan intensif adalah jenis yang disebut kritis polineuropati. Gangguan ini
biasanya ditemukan pada fase pemulihan pada penyakit sistemik dengan
kelemahan persisten, hiporefleks, dan kesulitan dalam mensubstitui bantuan
respirasi. Selain itu, terdapat hubungan gangguan ini dengan terjadinya sepsis,
syok, Sindrom Distress Respirasi Akut (ARDS), serta hubungannya dengan
pemberian jangka panjang relaksan otot steroid (pancuronium dan vecuronium).
Gambaran elektrofisiologi dan patologik berupa degenerasi aksonal (dapat terjadi
myopati akibat implikasi relaksan otot), secara kontras jika dibandikan dengan
GBS klasik, dan protein pada CSF juga normal. Ditambah lagi dengan prognosis
yang lebih buruk dibandingka dengan GBS klasik. Hal ini belum jelas dimengerti
walaupun telah ditemukan beberapa penanganan yang cukup efektif.
Pada pasien kronis, kemungkinan terjadinya Chronic Inflammatory
Demyelinating Polyradiculopathy (CIPD) harus diperhatikan. Pada kondisi yang
sering dibedakan dengan GBS (AIDP), adanya infeksi virus tidak banyak
ditemukan, onset tidak dapat diperkirakan, dan ada kemungkinan untuk kembali
relaps. Pemberian kortikosteroid dan pertukaran plasma cukup efektif untuk
gangguan ini, namun penelitian yang adekuat mengenai obat imunosupresif belum
ditemukan.
Intermediate Subacute Polyradiculopathy (SIDP) adalah bentuk rekuren dari
GBS, jenis ini dapat terlihat sebagai bagian dari spectrum atau suatu kondisi
tersendiri. Bagaimanapun, telah terlihat adanya acute axonal motor neuropathy
(AAMN) yang dapat menyebabkan suatu kondisi epidemik di China.
Investigasi
Pada lebih dari 90 % pasien, terdapat peningkatan protein CSF (> 0,4 g/l),
dalam minggu pertama onset gejala klinis. Peningkatan ini tidak ada korelasinya
dengan tanda klinis yang ditemukan. Pleositosis dengan limfosit dan monosit pada
CSF dapat ditemukan pada sebagian kecil pasien, pada onset lanjut. Penelitian
konduksi saraf dapat memperlihatkan penurunan velositas konduksi dan
pemanjangan latensi distal. Tetap tidak terdapat korelasi antara perubahan
elektrofisiologi dengan tanda klinis yang ditemukan.
Penatalaksanaan
Penanganan untuk pasien dengan GBS dapat memberikan kesempatan yang
baik, sejauh prognosis baik jika komplikasinya dapat ditangani secara dini atau
dapat dihindari. Komplikasi nya berupa ancaman terhadap kehidupan, efek
terhadap sistem organ mayor lainnya, atau disabilitas permanen, dapat dicegah
dengan perhatian yang spesifik
Terapi spesifik
Pertukaran plasma (plasmapheresis) adalah kunci dari GBS. Dua controlled
trials menunjukkan sebuah penurunan pasien yang membutuhkan ventilasi
mekanik, mengurangi durasi pemakaian ventilasi mekanik bagi yang
membutuhkannya, dan mengurangi waktu untuk perbaikan motorik dan waktu
untuk berjalan tanpa bantuan. Kematian, bagaimanapun, tidak dapat diprediksi.
Pertukaran plasma paling efektif pada 7 hari pertama gejala dirasakan. Pertukaran
plasma berlangsung 3-5 kali pertukaran dengan 1-2 volume plasma pada masing-
masing proses, selama 1-2 minggu. Efek samping biasa dilaporkan, dan sebagian
memiliki hubungan dengan penyakit itu sendiri. Plasma beku segar dilaporkan
lebih memiliki efek samping dibandingkan dengan penggunaan albumin cairan
pengganti. Terapi immunoglobulin memiliki efektifitas yang sama dengan
plasmapheresis pada studi randomisasi, namun deteriorasi dan kemungkinan
relaps telah dilaporkan. Data tidak cukup mendukung untuk pemakaian rutin.
Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kortikosteroid dosis rendah atau
dosis tinggi tidak memberikan hasil. Bagaimanapun, multicentre controlled trials
belum dilakukan.
Perawatan suportif
Respirasi
Pada pasien yang bernafas secara spontan, fisioterapi untuk dada dan
pemantauan fungsi respirasi sangat penting dilakukan. Pengukuran regular untuk
kapasitas vital adalah cara yang terbaik untuk memprediksi adanya kegagalan
respirasi, dan lebih baik dibandingkan dengan AGD (Analisis Gas Darah).
Beberapa pasien dengan kapasitas vital kurang dari 15 ml/kg atau 30 % dari level
yang diprediksi, atau meningkatnya arterial PCO2 biasanya membutuhkan
ventilasi mekanik.
Bulbar involvement harus secara diperhatikan, karena adanya resiko yang
signifikan aspirasi sekret saluran pernafasan pagian atas, cairan lambung atau
makanan yang dikonsumsi. Reflek batuk dapat menjadi tidak adekuat, dan
proteksi saluran pernapasan dengan intubasi trakea atau trakeostomi juga
dibutuhkan. Pemberian makanan secara oral harus dihentikan pada pasien yang
suspek mengalami bulbar involvement.
Ventilasi mekanik harus diperhatikan jika batuk tidak adekuat, paru kolaps
atau terjadinya konsolidasi terjadi, AGD secara signifikan abnormal, kapasitas
vital kurang dari prediksi volume tidal (kira-kira 10 ml/kg), atau pasien disapneu,
takipneu, atau munculnya kelelahan. Ventilasi mekanik, jika perlu, dapat
dibutuhkan selama beberapa minggu (walaupun banyak varian), dan trakeostomi
dini juga harus dipertimbangkan.
Kardiovaskular
Ritme jantung dan tekanan darah harus di monitor. Induksi anestesi dapat
memunculkan aritmia yang cukup serius. Penggunaan suxamethonium dapat
memberikan kontribusi yang signifikan pada kondisi ini, dan seperti gangguan
neuromuscular lainnya, harus dihindari. Instabilitas kardiovaskular dapat
eksaserbasi dengan penggunaan obat lain. Hal ini harus dihindari atau dengan
perawatan yang baik.
Mild Hypotension dan bradikardi mungkin tidak membutuhkan treatment, secara
partikular jika fungsi ginjal dan cerebral sudah dipastikan baik. Bagaimanapun,
ekspansi volume darah atau obat inotropik diperlukan pada beberapa kasus, dan
kateterisasi arteri pulmonal dapat membantu. Hipertensi sering bersifat transien,
tapi juga membutuhkan terapi obat. Hipoksia dan hiperkarbia harus diekslusikan
sebagai penyebab kondisi ini.
Cairan, elektrolit, dan nutrisi
Ileus paralitik biasa ditemukan, biasanya setelah penggunaan ventilasi mekanik,
dan saat inilah nutrisi parenteral diberikan. Bagaimanapun, selagi mungkin,
pemberian makanan nasoenterik lebih baik karena sifatnya lebih aman. Kebutuhan
energi dan cairan biasanya berkurang pada pasien ini.
Sedasi dan analgesik
Pada pasien tanpa ventilasi, sedasi harus dihindari karena berpotensi
memperburuk fungsi respirasi dan fungsi saluran pernapasan atas. Pada pasien
dengan ventilasi, sedasi menjadi kurang penting karena telah teratur dengan
ventilator, namun sedasi pada malam hari dapat memperbaiki ritme diurnal. Nyeri
tungkai, secara partikular dengan pergerakan pasif, sering ditemukan dan dapat
cukup membuat pasien tidak nyaman. Analgesik quinine, minor, serta non-steroid
dan obat anti depressan boleh dicoba untuk digunakan, tetapi opioid lebih sering
digunakan. Methadone diberikan dua kali sehari dengan nasogastric tube biasanya
efektif.
Perawatan umum
Sebuah program yang komprehensif dari fisioterapi harus diimplementasikan oleh
perawat dan fisioterapis, dengan perhatian yang cukup dan menstabilkan mobilitas
sendi dan fungsi paru. Infeksi oportunistik harus secara aktif diperhatikan dengan
kultur urin dan sekresi respirasi minimal dua kali dalam seminggu. Akses masuk
melalui pembuluh darah harus diperhatikan secara berkala, dan diubah jika
diperlukan. Ada kemungkinan untuk mengatur pasien stabil dalam jangka waktu
yang lama, tanpa akses vena. Perawatan dibutuhkan untuk mencegah ulserasi
kornea dan impaksi faekal.
Profilaksis untuk mencegah tromboemboli vena harus diberikan, dan dimasukkan
warfarin dosis rendah merupakan pilihan dengan pemberian dua kali sehari
dengan injeksi heparin untuk pasien jangka waktu lama. Masalah psikologis,
khususnya depresi, sering ditemukan, dan beberapa pasien tertolong dengan obat
anti depresan. Hubungan yang baik antara pasien dan staf, kegiatan berkaitan
dengan sumber informasi televisi, radio, dan bacaan, perjalanan outdoor,
memberikan nilai lebih.
Prognosis
Tingkat kematian pasien GBS yang mencapai 25% telah dilaporkan dalam
perawatan intensif yang diperlukan tersebut. Banyak dari kasus kematian ini
disebabakan oleh masalah-masalah yang mungkin dapat dihindari seperti
penahanan pernapasan, kesalahan fungsi ventilator dan sepsis antar arus, dan
secara signifikan hasil yang lebih baik telah dicapai. Rata-rata 16% pasien
menderita cacat permanen. Pasien yang memerlukan ventilasi mekanik (kecuali
untuk anak-anak), pasien yang menunjukkan kemajuan setelah lebih dari 3
minggu dari defisit maksimum, dan pasien yang belum mengalami kemajuan
dalam 1 bulan onset memiliki resiko yang lebih besar untuk mendapatkan hasil
yang buruk. Bagaimanapun juga, bahkan pasien yang diventilasi selama lebih dari
2 bulan, kemajuan yang bertahap dapat berlanjut selama 18 bulan sampai 2 tahun.
Penyakit neuron motor
Istilah ini mengacu pada sekelompok besar gangguan yang saling
berhubungan (Tabel 48,3), beberapa gangguan yang secara jelas ditentukan secara
genetik, sementara gangguan yang lain muncul secara sporadik, berasal dari
aetiologi yang tidak diketahui, dan umumnya tidak dapat diobati. Salah satu jenis
yang paling umum adalah bentuk sporadik yang dikenal dengan sklerosis lateral
amyotrophic, sebuah penyakit degeneratif yang berlangsung terus-menerus yang
sebagian besar menyerang laki-laki berumur 50 tahun ke atas.
Patogenesis
Penyakit ini menyerang neuron motor atas dan bawah. Keterlibatan kedua
neuron tersebut dapat mendominasi lebih awal dalam memunculkan beberapa sub
kelompok yang secara klinis dapat dikenali (Tabel 48.3). Korteks serebral dan
tanduk anterior dari jaringan syaraf tulang belakang terlibat, dengan penyusutan,
pigmentasi degeneratif dan, akhirnya, ketidakmunculan sel-sel yang terserang.
Saat otot (denervated), tetapi, secara mengagumkan, neuron sensori dan juga
neuron yang berhubungan dengan fungsi otonomi, koordinasi dan fungsi serebral
yang lebih tinggi semuanya terselamatkan. Penyebab yang tepat dari hal ini belum
diketahui. Penyebab Patogenetik postulat antara lain radikal bebas oksigen,
neurotransmitter ekstatori yang berlebihan, dan faktor pertumbuhan serta
keabnormalan imunologi.
Presentasi klinis
Gejala-gejala awal ditunjukan dengan kelemahan anggota badan yang
berkembang secara berbahaya, seringkali asimetris, dibarengi dengan hamburan
otot yang jelas. Hal ini secara klasik menyerang otot-otot kecil di tangan dan
mungkin dibarengi dengan faskikulasi. Seiring berjalannya waktu, penyakit
tersebut menjadi semakin rata dan simetris, dengan campuran tanda-tanda neuron
motor atas dan bawah (yaitu spasticity dan hiperrefleksia selain penghamburan
yang kotor). Bulbar dan otot-otot pernapasan terserang, tetapi kesadaran dan
kecerdasan sangat dikonservasi. Kematian muncul dalam 50% dari kasus-kasus
dalam kurun waktu 3-5 tahun, biasanya karena infeksi pernapasan, kegagalan
aspirasi atau ventilator dari kelemahan yang dalam. Bagaimanapun juga, terdapat
variasi yang sangat beragam, dan hanya sedikit pasien dapat bertahan selama
bertahun-tahun.
Diagnosis
Tidak ada investigasi yang spesifik, dan diagnosis harus dibuat dengan
hubungan klinis yang bersamaan dengan bukti-bukti electromyogram (EMG)
(denervation). Diagnosis yang berbeda meliputi jaringan syaraf servical atau
pemberian tekanan batang otak dan pemberian racun metal berat yang kronis.
Poliomyelistis dapat juga menyebabkan sindrom kelemahan yang berlangsung,
pembuangan dan fasciculation, dimulai beberapa tahun setelah penyakit awal
(sindrom post-polio), dan terkadang mengarah pada kegagalan pernapasan atau
kematian.
Penatalaksanaan
Pengobatan secara esensial simtomatik dan suportif. Belum ada
keuntungan yang telah ditunjukkan dengan antioksidan, inhibitor
neurotransmitter, faktor-faktor pertumbuhan dan penekanan imuno. Admisi ke
ICU terkadang diminta ketika pasien-pasien ini mengalami deteriorasi akut.
Petugas ICU mungkin diminta untuk membantu dengan ambulatori atau alat
pendukung pernapasan yang digunakan di rumah untuk kegagalan pernapasan
kronis yang buruk secara bertahap. Kasus-kasus seperti itu menyajikan masalah-
masalah etis dan klinis, tetapi pengawasan tekanan jalan udara positif yang
berkelanjutan, dukungan tekanan atau mode lain dari ventilasi bantuan dapat
menyebabkan peningkatan kualitas hidup, dan mungkin memperpanjang umur
untuk individu. Dukungan pernapasan dapat diberikan dengan masker wajah,
masker nasal atau, sangat jarang, dengan tracheostomy menggunakan ventilator
yang padat dan sederhana. Beberapa pasien hanya memerlukan dukungan ini
sebentar-sebentar, khususnya pada malam hari atau selama masa deteriorasi akut
yang disebabkan oleh penyakit antar pengaliran. Dukungan pernapasan jangka
panjang diluar ICU merupakan tindakan utama, yang membutuhkan peralatan
tertentu dan penghubung komunikasi intensif dengan pasien, keluarga dan
sejumlah layanan dukungan tertentu lainnya.
GANGGUAN NEUROMUSCULAR
GA Skowronski
Myasthenia gravis (MG), botulisme dan kelumpuhan berkala merupakan
satu kelompok gangguan otot dan persimpangan neuromuscular yang memerlukan
perawatan ICU.
Myasthenia gravis
MG adalah sebuah gangguan autoimun yang disebabkan oleh antibody-
antibodi yang diarahkan melawan reseptor acetylcholine (ACh) dalam otot
skeletal. Meskipun memiliki kejarangan relatifnya, gangguan ini merupakan
gangguan yang paling banyak dipelajari dan dapat dipahami dengan sangat baik
dari fungsi neuro reseptor, dan tidak dapat dibantah ini merupakan penyakit auto
imun spesifik-organ yang paling dipahami. Hal ini dicirikan secara klinis dengan
kelemahan atau fatigabilitas pada usaha-usaha yang dipertahankan. Perawatan
intensif sangatlah diperlukan karena keterlibatan yang keras dari bulbar atau otot
pernapasan, yang mungkin sebagai akibat dari memburuknya penyakit,
komplikasi terapi obat, penyakit awal atau bedah, atau thymectomy bedah
berikutnya—perawatan pilihan sebagian besar para paien.
Tingkat Kejadian
Tingkat kejadian MG diperkirakan 1 diantara 20,000 di Amerika. Tidak
ada kecenderungan rasa tau geografis. Meskipun MG dapat muncul pada semua
usia, jarang sekali pada 2 tahun pertama hidup, dan tingkat kejadian puncak yaitu
pada perempuan muda dewasa. Secara keseluruhan, perempuan terserang kira-kira
dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Perbedaan berdasarkan jenis
kelamin ini berkurang dengan adanya bertambahnya umur, dan adanya tingkat
kejadian puncak yang lebih kecil pada laki-laki yang sudah tua.
Etiologi dan patofisiologi
Dalam 75% kasus, terdapat bukti-bukti histologis keabnormalan thymic.
Thymic hyperplasia terdapat pada sebagian besar pasien, tetapi sekitar 10%
memiliki sebuah thymoma. Gangguan berikutnya muncul lebih sering pada
kelompok usia lanjut. Peran yang tepat dari thymus yaitu tidak pasti, dan terdapat
fakta bahwa produksi antibody reseptor anti-ACh dimediasi oleh thymic asli baik
lymphocytes B maupun T. Gangguan auto imun spesifik-organ lain, yang paling
umum penyakit tiroid, tetapi juga rheumatoid barthritis, lupus erythematosus dan
pernicious anaemia, diasosiasikan secara signifikan dengan MG, dan auto
antibody ke organ-organ lain dapat dilihat dalam pasien MG tanpa bukti penyakit.
Anak yang dilahirkan untuk ibu dengan MG menunjukkan kelemahan sementara
(‘MG neonatal’) pada 15 % kasus. Sejumlah sindrom myasthenic congenital
muncul, dimana gejala-gejala berkembang pada masa bayi, tanpa bukti produksi
auto antibodi. Kecenderungan keluarga lebih umum dalam kelompok ini, dan
perubahan-perubahan struktural pada persimpangan neuromuscular telah
ditunjukkan.
Stimulus ke produksi auto antibodi tidak diketahui, tetapi hal ini dapat
dideteksi pada 90% pasien dengan myasthenia rata. Hal-hal yang terdeteksi dapat
bercampur dengan transmisi neuromaskular dengan memblokir sisi-sisi reseptor,
dengan memulai kerusakan imun-mediasi reseptor, atau dengan mengikat ke
bagian-bagian molekul reseptor yang bukan merupakan bagian dari sisi respetor
ACh, tetapi yang penting dalam membiarkan ACh untuk terikat.
Presentasi klinis
Ptosis dan diplopia merupakan gejala-gejala yang paling umum, dan pada
20% kasus, gangguan tersebut terbatas pada otot-otot mata (MG okular).
Kelemahan otot bulbar sangat umum dan dapat mengakibatkan muntah, dysarthria
dan dysphagia. Kelemahan anggota badan dan batang tubuh dapat muncul dengan
distribusi yang berbeda-beda, dan biasanya asimetris. Beberapa pasien lebih
mengeluh tentang keletihan daripada kelemahan, dan mungkin salah diagnosa
seperti gejala psikogenik. Bagaimanapun juga, kelemahan dapat dihilangkan
dengan usaha yang dipertahankan atas kelompok otot yang terlibat, contohnya
pandangan ke atas yang dipertahankan seringkali lebih buruk di waktu senja dan
memperbaikinya dengan cara istirahat.
Investigasi
Kelemahan transmisi neuromuscular dapat dikonfirmsi dengan tes
edrophonium (Tensilon). Atropine 0.6 mg diberikan IV untuk mencegah efek
samping muscarinic, dan dilanjutkan dengan 1 mg edrophonium. Jika tidak ada
kemajuan yang jelas dalam 1-2 menit, diberikan 5 mg. beberapa penulis
menyarankan penggunaan suntikan placebo saline, dan keberadaan dokter kedua
sebagai pengamat ‘yang dibutakan’. Fasilitas penyadaran kembali harus
disediakan, saat kelemahan dalam terjadi, khususnya pada pasien yang sudah
menerima obat anticholinesterase. Intra-muscular neostigmine, 1-2 mg, dapat
menghasilkan respon positif dalam 5-10% pasien yang tidak merespon
edrophonium.
Keberadaan autoantibodi melawan reseptor ACh cukup spesifik, tetapi
keadaan positif yang salah pada pasien muncul dengan penyakit penicilamine-
treated rheumatoid, penyakit-penyakit auto imun lainnya dan pada beberapa
pasien relatif myastenic tingkat pertaman. Electromyografi menunjukkan
karakteristik yang berubah pada 90% pasien dengan MG rata, dan juga pada
banyak pasien hanya dengan gejala ocular.
Gejala kelemahan myasthenic muncul dalam gabungan dengan keganasan
penyakit dan penyakit auto imun lainnya (sindrom Eaton-Lambert). Meskipun
kemampuan untuk menjadi letih ada, otot-otot pinggul dan paha terserang secara
menyeluruh, sementara ocular dan bulbar jarang terserang. Refleks tendon
dikurangi atau tidak ada dan terdapat perubahan elektromiografik yang spesifik.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan simtomatik disediakan dengan obat-obat anti-cholinestrase yang
memampukan tindakan ACh pada sisi-sisi reseptor. Pyridostigmine (Mestinon)
adalah yang paling sering digunakan, dan biasanya dimulai dengan dosis 60 mg
lewat mulut 4 kali sehari. Pertimbangan penyesuaian takaran mungkin diperlukan.
2. Thymectomy memproduksi hasil terbaik, dan thymectomy awal sekarang
disarankan sebagai pengobatan pilhan untuk semua pasien, bagaimanapun juga
karena keganasan penyakit atau keberadaan sebuah thymoma. Dibandingkan
dengan terapi kedokteran, thymectomy mengakibatkan onsel awal peringanan,
tingkat kematian yang lebih rendah dan penundaan yang besar dalam hal
penampilan ekstrathymik. Optimisasi operasi awal dari fungsi neuromuscular
sangat esensial, menggunakan obat-obat anticholinesterase, ditambah dengan
pertukaran plasma jika perlu. Meskipun persyaratan anticholinesterase biasanya
dikurangi pada periode operasi awal langsung hinnga sekitar ¾ takaran operasi
awal, perbaikan yang dipertahankan yang melanjutkan thymectomy tidak dapat
dilihat selama berbulan-bulan. Pendekatan transcervikal telah diadvokasikan,
tetapi keraguan tentang kelengkapan potongan oleh jalan ini masih tersisa
pendekatan strennotomy tradisional berlanjut menjadi lebih luas dan banyak
digunakan.
3. Korticosteroids sangat efekif pada pasien rata-rata 70%, dan memberikan hasil
terbaik ketika dosis tinggi (misalnya prednisolone 100 mg/hari) digunakan di
awal, dan secara bertahap dikurangi. Bagaimanapun juga, perburukan sementara
terhadap permulaan steroid sangatlah umum, dan pasien yang terserang sering
dirawat di rumah sakit untuk terapi awal. Pasien yang lebih tua lebih merespon,
tetapi rata-rata 4 bulan pengobatan diperlukan untuk mencapai stabilitas klinis,
dan sebagian besar pasien pasti melanjutkan pengobatan tersebut.
4. Azathioprine dan cyclophosphamide merupakan dua bantuan efektif untuk terapi
corticosteroid, khusunya pada pasien dengan thymoma. Secara keseluruhan, 80%
pasien tertolong, tetapi kemajuan dapat dilihat setelah beberapa bulan. Sedikit
pasien mungkin mencapai peringanan penuh. Cyclosporine juga efektif, dan para
pasien dapat menunjukkan manfaatnya dengan lebih cepat daripada menggunakan
azathioprine.
5. Pergantian plasma (plasma exchange) juga efektif dalam memproduksi perbaikan
klinis jangka pendek. Pergantian plasma digunakan terutama dalam krisis
myasthemic atau untuk memperbaiki pasien yang terkena panyakit secara parah
sebelum thymectomy. Penggunannya harus dipertimbangkan, khususnya bagi
pasien yang memiliki refraktor gangguan pernapasan parah untuk terapi
konvensional (lihat di bawah). Secara khusus, lima pergantian 3-4 I each
digunakan lebih dari 2 minggu, dan menghasilkan perbaikan dalam jangka waktu
beberapa hari. Bagaimanapun juga, keuntungannya tidak lama, hanya bertahan
beberapa minggu.
6. IV ɤ-globulin memiliki efek yang serupa dengan efek pergantian plasma. Satu
dosis 400 mg/kg per hari biasanya diberikan selama 5 hari berturut-turut, dan para
pasien terkadang mengambil manfaat jangka panjang. Menariknya, ɤ-globulin
tidak memiliki efek yang konsisten pada konsentrasi antibody reseptor ACh, dan
mekanisme tindakannya tidak diketahui.
Krisis Myasthenic dan cholinergic
Pasien dengan MG yang diketahui dapat mengalami episode ancaman
hidup deteriorasi akut. Berlanjut dengan infeksi, kehamilan, atau administrasi
bermacam-macam obat (Tabel 49.1). Episode-episode seperti ini, disebut dengan
krisis myasthenic, biasanya memastikan selama beberapa minggu, tetapi
terkadang akhir-akhir bulan. Kejadian krisis myasthenic meningkat ditandai
dengan umur.
Para pasien ini harus diakui secara langsung ke ICU, saat terdapat resiko
aspirasi pulmonary karena keterlibatan bulbar, bakteri pneumonia karena statis,
dan gangguan pernapasan akut atau penahanan cordiorespiratori. Setelah
stabilisasi dan penyadaran kembali, jika perlu, sebuah tes edrophonium (Tensilon)
harus dijalankan. Hal ini akan mengindikasikan apakah pasien dapat diharapkan
untuk merespon untuk dosis yang lebih atas obat-obat anticholinergic.
Jika kondisi ini diperparah dengan edrophonium, pasien mungkin
menderita overadministration obat antikolinesterasi (yaitu krisis kolinergik). Kram
perut, diare, sekresi paru yang berlebihan, berkeringat, air liur dan bradikardi
dapat hadir, pasien dapat diperbaiki jika obat antikholinesterase dikurangi dalam
dosis atau ditarik sementara dan restart setelah 1-2 hari. Estimasi frekuensi
kapasitas vital dan kekuatan inspirasi maksimal harus dilakukan dan dicatat.
Intubasi trakea dan ventilasi mekanik harus dipertimbangkan pada pasien dengan
keterlibatan bulbar signifikan atau bukti klinis memburuknya gagal pernafasan.
Seperti dengan gangguan neuromusucular lainnya, penurunan gas darah mungkin
terjadi secara lambat, dan merupakan tanda diandalkan kegagalan pernafasan yang
progresif. Seperti dengan gangguan neuromusucular lainnya, penurunan gas darah
mungkin terjadi secara lambat, dan merupakan tanda diandalkan kegagalan
pernafasan yang progresif. Dada fisioterapi agresif, drainase urin dan makan
nasogastrik mungkin diperlukan. Hipokalemia, hipokalsemia dan
hypermagnesaemia harus dihindari, karena semua dapat memperburuk kelemahan
otot.
Jika status klinis pasien tidak dapat dengan cepat diperbaiki oleh
penyesuaian dosis antikolinesterase dan pengobatan agresif penyakit kambuhan,
kortikosteroid dosis tinggi dan pertukaran plasma harus dimulai secara bersamaan,
dan dapat menghasilkan beberapa manfaat dalam waktu minimal 24 jam.
Penatalaksanaan Preoperatif
Pasien MG sering memerlukan perawatan intensif dalam kaitannya dengan
operasi untuk penyakit kambuhan atau, lebih sering, thymectomy. Pasien yang
tidak stabil harus dirawat di rumah sakit beberapa hari untuk stabilisasi. Pada
pasien yang parah, preoperative dosis tinggi kortikosteroid dan / atau pertukaran
plasma dapat digunakan untuk meningkatkan kebugaran pasien untuk operasi.
Mungkin bijaksana untuk menghilangkan premedikasi, dan teknik anestesi yang
dianjurkan adalah menghindari penggunaan relaksan otot non-depolarizing,
meskipun vecuronium dan atrakurium mungkin diterima dalam dosis rendah.
Suksametonium dapat digunakan secara aman dalam dosis normal.
Sampai sepertiga dari pasien diperlukan melanjutkan ventilasi mekanis
pasca operasi setelah thymectomy. Faktor prediktif termasuk durasi preoperative
panjang myastenia, sejalan dengan penyakit kronis respirasi, syarat
antikolinesterasi tinggi (misalnya pyridostigmine> 750 mg / hari), dan kapasitas
vital preoperative kurang dari 2,9 l. Dalam kasus yang membutuhkan ventilasi
mekanis, beberapa penulis menganjurkan penghentian sementara obat
antikholinesterase untuk mengurangi sekresi pernafasan tetapi dalam semua kasus
lain mereka harus dilanjutkan, meskipun persyaratan dosis harus ditinjau kembali
dengan hati-hati dan berulang kali.
Botulisme
Botulisme merupakan penyakit yang berpotensi mematikan tapi sangat jarang
disebabkan oleh exotoxins yang diproduksi oleh Clostridium botulinum yang
anaerobik spora membentuk gram bacillus positif. Bentuk yang bertalian dengan
makanan, luka dan infantil botulisme dijelaskan.
Etiologi
Strain dari C. Botulinum menghasilkan tujuh exotoxins antigen yang berbeda, tipe
A sampai G, namun botulisme pada manusia sebagian besar disebabkan oleh tipe
A, B, dan C. botulinum spora tersebar luas di tanah, tanah terutama air. Spora
yang agak tahan terhadap panas (misalnya mereka menahan selama beberapa
jam).
Sebagian besar botulisme adalah perantara makanan dan wabah yang sebagian
besar disebabkan oleh sayuran rumah yang diawetkan (tipe toksin A), daging (tipe
B) atau ikan (tipe E), tapi makanan berisiko tinggi juga termasuk buah asam
rendah dan bumbu. Luka botulisme jarang muncul, ketika luka (fractur biasanya
terbuka) yang terkontaminasi oleh organisme yang mengandung tipe A atau B.
Pecandu narkoba kronis dengan suntikan juga berisiko. Tanda dan gejala
disebabkan oleh produksi toksin in vivo.
Patofisiologi
Botulisme yang diperantarai oleh makanan disebabkan oleh konsumsi ng
dilakukan eksotoksin botulinum. Eksotoksin diserap (terutama di bagian atas usus
halus), dan dibawa oleh aliran darah ke saraf kolinergik pada sambungan
neuromuskuler, postganglionik ujung saraf parasimpatis dan ganglia otonom,
untuk yang ikatan ireversibel. Racun memasuki ujung saraf untuk mengganggu
pengeluaraa ACH. Tidak ada faktor predisposisi yang menyebabkan infeksi telah
diidentifikasi.
Gejala Klinis
Dengan perantara makanan botulisme , kebanyakan pasien menjadi sakit sekitar 3
hari setelah menelan toksin, tetapi gejala dapat muncul dari 12 jam sampai 16
hari. Ciri khas secara umum termasuk gastointestinal (mual, muntah, sakit perut,
diare atau sembelit) dan gejala okular (penglihatan kabur, mydriasis, diplopia atau
ptosis), kekeringan pada mata dan mulut, disfagia dan kelemahan umum. Tingkat
keparahan penyakit adalah terkait dengan onset yang dini. Pasien waspada dan
afebris tanpa adanya komplikasi. Disfungsi saraf kranial diwujudkan oleh ptosis
dan kelumpuhan otot luar mata, gangguan reflek muntah, otot wajah dan
kelemahan lidah. Kelemahan otot berlangsung secara simetris mengalami
penurunan. Dalam kasus yang parah, pernapasan yang tidak mencukupi dan
kelemahan lembek dari tungkai atas dan bawah yang hadir. Refleks tendon dalam
normal atau menurun. Luka botulisme mirip dengan botulisme dengan perantara
makanan, kecuali bahwa manifestasi saluran pencernaan (GIT) tidak terjadi.
Diagnosis and investigasi
Diagnosis banding dari botulinum termasuk makanan yg beracun dari penyebab
yg lain, MG dan GBS.
Botulinum didiagnosis dalam aspek klinis dan dikonfirmasi dengan kehadiran
racun (yang biasanya ada pada pasien atau pada makanan yang terkontaminasi)
pada sekitar 2/3 kasus yang ada. Ini mungkin bisa dideteksi dengan metode
bioassay pada tikus atau enzim yang berhubungan dengan sistem imun.
Penelusuran yang digunakan mungkin dapat menolong dalam mengeliminasi
diagnosis alternative yang ada :
1. Pemeriksaan LCS normal dalam tipe kasus seperti GBS (meskipun kadar
protein bisa meningkat dalam beberapa kasus dan bisa juga normal dalam
tahap awal dari GBS)
2. Sebuah tes tensilon bisa membantu untuk menghilangkan diagnosis MG
meskipun sementara, respon yang kecil bisa terlihat juga pada pasien
botulinum.
3. 12 lead pada EKG dapat menunjukkan gangguan konduksi minor dan
perubahan gelombang T non spesifik dan segment S-T.
4. Konduksi impuls syaraf normal
5. EMG dari otot yang terinfeksi menunjukkan adanya hambatan presinaptik
pada 1/3 kasus
6. Isolasi dari C.botulinum dari kotoran dipertimbangkan untuk memperkuat
diagnosis , selama ini jarang ditenukan dalam kotoran pada individu
normal
Penatalaksanaan untuk botulisme utamanya adalah terapi supportive :
1. Penanganan pernapasan : pengawasan dan pendukung fungsi pernapasan
adalah kebutuhan yang sangat pokok . pengawasan teknik penanganan dan
indikasi dari intervensi yang digunkaan sama seperti penyakit neurologi
dan penyakit neuromuscular dan yang lain. Intubasi endotrakheal dan
ventilasi mekanik seharusnya dilakukan jika bulbar palsy’s muncul atau
ketika terjadi kegagalan pernapasan (contoh ketika kapasitas vital paru
<10-15 ml/kg dengan hipoksemia dan hiperkarbia). Risiko kegagalan
pernapasan adalah yang paling utama dalam 2 hari pertama perawatan.
2. Dukungan metabolik : perhatiann utama seharusnya ditujukan pada
keseimbangan cairan dan homeostatis elektrolit (terutama jika diare parah)
dan persediaan nutrisi. Pemberian Nutrisi parenteral dan enteral
seharusnya diberikan berkala.
3. Pencegahan dan penanganan komplikasi, dasar penanganan yang ada mirip
dengan penyakit neurologi dan neuromuscular yang lain.
4. Menghilangkan toxin GIT : pada kehadiran ileus yang dalam,
penghilangan toxin yang tidak bisa diabsorpsi dari GIT mungkin bisa
dicoba dengan menggunakan air, garam, ataupun obat pencahar.
Magnesium yang terkandung dalam pencahar mungkin tidak dapat
digunakan karena peningkatan kadar magnesium secara teori dapat
meningkatkan kadar toksin.
5. Antitoksin, jika tipe toksin telah diketahui dan gejala sudah memberat.
Antitoksin monovalent digunakan jika tersedia, sebaliknya antitoksin
botulinum equine (ABE) dapat diberikan meskipun efeknya pada manusia
belum dapat dibuktikan dengan data yang ada. Hasil yang signifikan hanya
dilaporkan untuk gejala yang ditimbulkan oleh toksin tipe E; reaksi
hipersensitivitas terjadi pada 9% pengguna sebagai hasilnya ada beberapa
pembagian untuk penggunaan antitoksin pada beberapa kasus. Jika
digunakan ini harus diberikan sedini mungkin sejak toksin yang
bersirkulasi dalam darah dinetralilsai. Riwayat asma, demam atau riwayat
pemberian serum kuda adalah kontraindikasi relatif. Adrenalin dan
fasilitas resusitasi harus tersedia, Pencegahan dan langkah dari
pemberiannya sama dengan penggunaan antiracun serum kuda yang lain.
Dosis antitoksin dapat diulang selama 4 jam sekali jika tanda dan gejala
memburuk.
6. Guanidine/ antibiotik: guanidin hydrochloride, yang meningkatkan
pelepasan AcH dari terminal saraf telah dilaporkan dapat meningkatkan
kekuatan otot, terutama di otot okular dan mungkin lebih penting daripada
penggunaan antitoksin untuk kasus-kasus ringan dan tampaknya memiliki
manfaat yang kurang untuk pernapasan dibandingkan otot otot mata.
Antiboitk juga harus disediakan untuk komplikasi infeksi tertentu.
Aminoglyco-pihak dapat memperburuk kelemahan otot.
7. Pengobatan luka akibat botulisme : Selain langkah-langkah dukungan,
debridement luka harus dilakukan. Penisilin umumnya diberikan,
walaupun efikasinya tidak terbukti.
Prognosis
Kebanyakan pasien mulai membaik dalam satu minggu atau lebih, dan hanya
sebagian kecil yang memerlukan dukungan ventilasi. Prognosis dipengaruhi
secara langsung oleh masa inkubasi yang singkat, keterlibatan awal dari saraf
kranial dan otot otot pernapasan dan mungkin oleh usia dan ras (lebih parah pada
orang Asia). Angka kejadian berdasarkan serotype toksin masih belum jelas.
Secara keseluruhan, angka kematian mungkin bervariasi mulai dari sangat rendah
hingga mencapai 50% akan tetapi dengan perawatan intensif yang lebih modern,
sedikit sekali ada pasien botulisme yang harus meninggal, dengan melihat hasil
pemulihan yang sempurna ditandai dengan pasien yang sudah berhasil melewati
fase paralisis. Namun, kelemahan otot generalis, konstipasi dan kelainan saraf
kranial yang ringan dapat bertahan selama beberapa bulan.
Botulisme pada bayi
Infeksi pada pasien botulisme telah dilaporkan terjadi pada pada bayi berusia 1
minggu sampai 9 bulan, dengan 95% dari korban berusia di bawah 6 bulan. Strain
tipe a dan b saling berhubungan, saling berkaitan dan dicurigai sebagai faktor
resiko. Beda halnya dengan penyebaran botulisme melalui makanan pada orang
dewasa, botulisme pada bayi disebabkan melalui penyebaran spora yang
berkembang biak dan memproduksi toksin di saluran pencernaan bayi. Gambaran
klinis yang tampak mungkin bervariasi mulai dari konstipasi ringan hingga
kematian mendadak dimana amat sangat berbeda dengan sindrom bayi mati
mendadak. Biasanya, gambaran neurologis ( seperti lemah tangis, refleks hisap
yang tidak sama, drooling and floppy head) yang berlangsung 1-3 minggu setelah
konstipasi. Diagnosis banding termasuk dalam penyakit lain yang menyebabkan
hipotonia pada bayi ( seperti sepsis, mononukleus infeksiosa, infeksi virus dan
difteri). Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi dari toksin atau organisme dari
kotoran /faeces. Tidak seperti penyakit pada orang dewasa, pada bayi jarang
adanya toksin yang dapat terdeteksi di dalam serum. Pengobatan biasanya suportif
dan angka kematian berkisar hingga 2%.
Paralisis periodik
Istilah ini menggambarkan sekelompok gangguan primer yang langka, dimana
sebagian besar diwariskan sebagai sifat dominan autosomal, yang menghasilkan
kelemahan episodik. Hal ini harus dibedakan dari penyebab lain kelemahan
intermiten, termasuk kelainan elektrolit, MG dan serangan iskemik transient. Pada
kelainan bawaan, gejala dimulai pada awal kehidupan (sebelum usia 25) dan
terjadi pada saat istirahat atau tidur lebih sering daripada saat sadar. Tanda gejala
selama serangan berlangsung secara lengkap tidak terlihat dan kekuatan otot
selama antar serangan masih normal. Pengobatan biasanya berhasil dalam
mencegah baik serangan dan kelemahan kronis, yang biasanya muncul pada
pasien yang tidak diobati setelah beberapa tahun.
Paralisis periodik hipokalemik
Gangguan ini terutama diwariskan, tetapi sepertiga dari kasus yang muncul secara
sporadis. Periode paralisis hipokalemik juga dapat terjadi pada pria muda,
terutama yang berasal dari Amerika Latin atau oriental, berkaitan dengan
tirotoksikosis. Penyebab yang mendasari tampaknya adanya gangguan pada kanal
adenosine triphosphate-sensitif potassium dalam otot skeletal. Derajat dari
hipokalemia selama serangan tidak terlalu terlihat, dan kalium total tubuh normal.
namun tampaknya ada transportasi kalium yang berlebihan ke otot, terutama
sebagai respon terhadap insulin.
Gejala biasanya dimulai pada masa remaja, dengan serangan berupa durasi dan
frekuensi yang sangat beragam. Hal Ini dapat dipicu oleh makanan tinggi
karbohidrat atau natrium, dan kelumpuhan mungkin jarang melibatkan otot bulbar
atau otot otot pernafasan, dengan adanya risiko kematian. Aritmia jantung juga
dapat terjadi selama serangan. Pemeriksaan antara serangan normal, bergantung
pada konsentrasi kalium serum, dan kecurigaan yang terangsang biasanya muncul
ketika sedang sendirian. pengujian secara provokatif dengan menggunakan
glukosa dan insulin dapat dilakukan jika memang diperlukan, tetapi mungkin
dapat sangat berbahaya.
Serangan akut berespon terhadap pengaturan kadar potassium, yang dapat
diberikan secara peroral jika pasien dapat menelan, atau IV, dengan pengawasan
secara hati - hati dari konsentrasi kalium serum. Kenyataannya, pengaturan
kalium tidak efektif dalam profilaksis, dimana obat yang terbaik tampaknya
adalah acetazolamide. Hal ini dapat menghalangi fluks kalium ke dalam otot, dan
keefektifitasan yang mungkin terkait dengan asidosis metabolik yang dihasilkan.
Periode paralisis sensitif - Kalium-sensitif (hyperkalaemic atau
normokalaemic)
Dalam gangguan ini, serangan lebih berat, lebih sering, dan jauh lebih parah (tidak
pernah fatal). Bukti nyata transmisi dominan autosomal lebih umum, dan banyak
pasien menunjukkan gejala myotonia. Serangan biasanya dipicu oleh puasa, atau
istirahat setelah berolahraga, dan pengujian provokatif dengan pengaturan kalium
adalah positif. Kalium serum dapat secara sederhana meningkat selama serangan
tetapi lebih sering normal. Keterlibatan sistem bulbar dan pernapasan lebih kurang
muncul dibandingkan dalam bentuk hipokalemik. Mekanisme yang mendasari
tampaknya menjadi mutasi titik pada gen pengkode subunit dari saluran natrium
dari otot rangka, yang terletak pada kromosom 17. Serangan akut dapat dikelola
dengan baik menggunakan glukosa oral atau karbohidrat, sedangkan untuk
profilaksis yang efektif menggunakan acetazolamide atau diuretik thiazid.
top related