isu gojek terkait etika bisnis
Post on 22-Jan-2018
2.768 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ISU-ISU PERUSAHAAN GOJEK
BERKATITAN DENGAN ETIKA BISNIS
1. GOJEK FIKTIF
Sekitar akhir tahun 2015, perusahaan bidang transportasi berbasis online PT
Gojek Indonesia mengalami permasalahan yang melibatkan ribuan mitranya.Hal ini
terkait dengan isu order fiktif yang dilakukan oleh beberapa driver Gojek di wilayah
operasi Gojek.Salah satu driver Gojek mengungkapkan bahwa order fiktif tersebut
dilakukan karena adanya persaingan antar sesama (driver Gojek) dan untuk
memaksimalkan pendapatannya.Tak dapat dipungkiri lagi hal ini karena merambahnya
bisnis ojek online, seperti Gojek yang sangat menjanjinkan untuk para mitranya. Oleh
karena itu, tak sedikit dari para driver saling bersaing untuk mendapatkan orderan dan
bahkan melakukan kecurangan dengan membuat orderan palsu atau melakukan order
fiktif.
Akibat dari adanya isu order fiktif tersebut, perusahaan ojek online ini melakukan
penangguhan atau suspend sementara kepada beberapa driver Gojek yang telah
terbukti melakukan order fiktif. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan ribuan driver Gojek
melakukan aksi demo yang terjadi di Bandung dan Bali karena akun mereka yang
dibekukan sementara oleh pihak Gojek. Pada aksi demo ini telah melibatkan sekitar 17
ribu akun yang dibekukan dari sekitar 35 ribu mitra driver Gojek di Bandung dan 1.400
akun mitra Gojek di Bali yang diduga telah melakukan order fiktif. Namun, para driver
yang mengikuti aksi demo tersebut pun bersikukuh bahwa mereka tidak melakukan
kecurangan dengan membuat order fiktif dan mereka juga mengatakan bahwa mereka
tidak diberi peringatan sebelumnya ketika akun mereka dibekukan.
Di akun resmi Facebook PT Gojek Indonesia, akhirnya salah satu pendiri dan CEO
PT Gojek Indonesia, Nadiem Makarim membenarkan dengan persoalan aksi demo yang
terjadi di Bandung dan Bali tersebut. Di akun tersebut Nadiem mengatakan bahwa
selama dua bulan ke belakang, hampir setiap hari dirinya menerima puluhan komplain
dari para driver jujur mengenai rekan-rekan Gojek yang menyalahgunakan subsidi
perusahaan dengan membuat order fiktif dengan akun palsu.
Gambar 1. Tanggapan Nadiem Mengenai Order Fiktif
Sumber : google.co.id
Menanggapi hal tersebut, Nadiem dan perusahaan melakukan olah data selama
satu bulan dan ternyata terdapat lebih dari 7.000 driver se-Nusantara terlibat dalam
kasus order fiktif. Gojek pun telah mengamati hal ini cukup lama dan memiliki bukti kuat
terhadap driver yang terkait dengan order fiktif.Nadiem, juga dalam keterangannya
menambahkan bahwa perusahaan telah memberi peringatan pada driver tersebut
beberapa kali.
Walaupun, adanya permasalahan dengan beberapa mitranya tersebut, perusahaan
Gojek pun masih memberi kesempatan bagi para mitranya tersebut yang ingin kembali
menjadi driver Gojek, namun tentu saja hal itu disertai dengan syarat. Hal itu pun
ditegaskan dari keterangan Nadiem yang menyebutkan, “Walaupun kami kecewa
dengan situasi ini, namun kami masih memberikan kesempatan terakhir bagi para driver
tersebut untuk mengembalikan uang penipuan sebagai tanda komitmen mereka masih
ingin menjadi bagian keluarga besar Gojek.
Tetapi dengan adanya pemberlakuan penangguhan terhadap 7.000 akun driver
Gojek adalah angka yang tak seberapa.Terlebih jika dibandingkan dengan 200.000 driver
yang mana Gojek mengklaim telah menjadi mitra mereka.Hal itu selaras dengan prinsip
Gojek yang memegang teguh bahwa menjadi driver Gojek adalah suatu hak dan
kewajiban yang mulia.Hanya driver terbaik dan jujur yang dapt menjadi bagian keluarga
besar Gojek Indonesia.Serta, prioritas utama kami pertama dan selalu adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan para driver seluruh Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip kejujuran di PT Gojek Indonesia terjadi
permasalahan yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan
menyalahgunakan sistem dan subsidi dari perusahaan.Namun, PT Gojek Indonesia telah
memiliki etika bisnis yang baik dengan para mitranya, yaitu dengan memberi
konsekuensi tetapi tetap memberikan kesempatan pada pihak yang terlibat dalam
permasalah order fiktif tersebut.Sehingga, prinsip kejujuran dan keadilan dalam beretika
bisnis PT Gojek Indonesia ditegaskan untuk kesuksesan dan keberlangsungan
perusahaan.
2. TEKNOLOGI APLIKASI GOJEK
Layanan Ojek Online Indonesia yang didirikan tahun 2011 oleh Nadiem
Makarim, seorang pebisnis lulusan Harvard Business School yaitu GOJEK dengan
slogannya “An Ojek For Every Need” sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Faktor
penarik maupun pendukung atas diminatinya layanan GOJEK selain harganya yang
terjangkau, GOJEK juga menawarkan kemudahan dalam pemesanan ojek yang sudah
support di smartphone baik itu Android maupun Apple yang dapat didownload di Google
Play Store maupun App Store.
Gambar 1. Interface dari HomeGOJEK
Sumber: Penulis
Mengenal GOJEK lebih dalam dari sisi teknologinya, GOJEK menggunakan
sebuah system teknologi yang sudah berbasis Cloud Computing. Cloud Computing
menggunakan internet sebagai pusat dari server data yang tujuannya untuk pengolahan
data. Membahas sedikit mengenai cloud computing, yang pertama adalah instruksi dari
pengguna akan disimpan secara virtual dengan menggunakan jaringan internet.
Selanjutnya, instruksi tersebut akan dialirkan menuju server aplikasi dan setelah semua
perintah diterima oleh server maka data tersebut akan lanjut ke step berikutnya yaitu
pemrosesan. Step berikutnya adalah halaman akan berubah sesuai dengan perintah
atau instruksi yang diarahkan oleh pengguna dan dari sinilah pengguna akan merasakan
manfaat dari teknologi aplikasi GOJEK. Pada layanan online GOJEK, seluruh memori tidak
tersimpan pada sebuah computer saja namun diintegrasikan secara langsung
menggunakan system cloud maka dari itu dapat dirasakan manfaat dari cloud computing
terutama pada bagian penyimpanan data yang tergolong efisien.
Mengingat teknologi dari aplikasi GOJEK ini terintegrasi dengan dunia internet
maka ada hal-hal yang diragukan terkait security and trust dari sebuah data. Data yang
dimaksud adalah data konsumen.GOJEK mengharuskan pengguna untuk meregistrasi
aplikasi dengan menginput email, nomor telepon (handphone) dan nama konsumen
atau nama pemilik dari aplikasi GOJEK dan selain itu, GOJEK menawarkan layanan GO-
PAY. GO-PAY adalah tabungan dari pemilik account. Selain membayar layanan GOJEK
secara cash, GOJEK pun menyediakan layanan pembayaran layanan dengan
menggunakan GO-PAY, sifatnya seperti debit yang mampu memotong pulsa atau saldo
dari pemilik GO-PAY tersebut.
Gambar 2. Interface dari GO-PAY
Sumber: Penulis
Dari pemaparan diatas, apakah GOJEK benar-benar menyimpan dengan baik
data konsumen? Karena menurut penulis, nama, nomor telepon, email dan hal-hal yang
terkait perbankan merupakan hal yang privacy dan sensitif.Jangan sampai, hal pribadi
seperti itu disalah-gunakan, contohnya adalah penjualan data konsumen kepada
berbagai pihak.Penulis berharap agar GOJEK tidak melakukan seperti diatas.Namun
sejauh ini isu-isu negatif tersebut tidak pernah terdengar dari pihak GOJEK.
Namun terdengar kabar bahwa aplikasi GOJEK memiliki celah yang dapat
digunakan untuk mengubah pulsa dari driver dan mengambil informasi konsumen yang
diungkapkan oleh Yohanes, salah satu programmer asal Indonesia ini.Berawal dari iseng-
iseng, Yohanes mampu mengungkapkan adanya celah untuk kebocoran data.
Gambar 3. Meretas Data Gojek (dok. Yohanes)
Sumber: cnnindonesia.com
Gambar 3. Memperlihatkan adanya kebocoran data seperti id, nama, nomor
handphone dan email. Hal ini jika ditemukan oleh tangan-tangan yang tidak
bertanggungjawab akan merugikan pihak yang terkait, baik itu konsumen maupun pihak
GOJEK.
Melihat pembahasan terkait security dari aplikasi GOJEK maka dapat
disimpulkan sejauh ini bahwa GOJEK tidak memperjual-belikan data konsumen, namun
GOJEK memiliki celah yang cukup berbahaya jika data konsumen tersebut jatuh ditangan
yang tidak bertanggungjawab. Dapat dilihat dari sisi etika bisnis, security merupakan
salah satu modal dalam menjalankan bisnis.Konsumen menginput data pribadi dengan
harapan adanya tanggung jawab pihak GOJEK atas keamanan data tersebut.Diharapkan
untuk GOJEK memperhatikan sistem keamanan yang dimilikinya selama ini karena
menurut Yohanes, celah tersebut selain berbahaya dari sisi privasi tetapi juga merugikan
secara finansial dan tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga mitra usahanya.
Dengan memperbaiki keamanan dari aplikasi GOJEK tersebut akan mampu
meningkatkan kepercayaan konsumen dan mitra kerja yang secara otomatis akan
mendongkrak revenueGOJEK dengan terjalinnya hubungan bisnis yang dilandasi dengan
etika yang baik.
3. Isu Gojek Berkaitan Dengan Kebijakan Pajak
a. Gojek Belum Bayar Pajak
Layanan transportasi motor(ojek) dan taksi online yang makin marak memicu
perdebatan di kalangan sejumlah pihak. Bahkan Gubernur DKI Jakarta tidak melarang
keberadaan layanan tersebut asal menyetor pajak dengan benar.
Direktur Jenderal/Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito
mengungkapkan, potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari layanan Go-Jek, Uber
Taxi, Grabtaxi maupun Grab Bike cukup besar. Dapat dibayangkan ada sekitar 2.000
orang lebih pengemudi ojek yang tergabung dalam Gojek dan tersebar di
Jabodetabek.Belum lagi komunitas Grab Bike dan layanan sejenisnya. Jika ribuan
karyawan/driver Gojek dipungut PPh dari hasil pemotongan gajinya, maka negara akan
mendapat tambahan penerimaan pajak.
Deni Herdani, salah satu seorang pengendara ojek di Gojek Indonesia mengklaim
pendapatannya sebagai tukang ojek cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluaganya. Bahkan, dia mengaku pekerjaannya itu memberikan penghasilan yang lebih
tinggi daripada upah minimum regional (UMR) Jakarta.Setiap harinya bisa memperoleh
Rp 200 ribu.Setiap bulan ada sekitar Rp 4 juta lebih besar dari UMR Jakarta.
Dalam hal ini, pemerintah pusat bekerjasama dengan Menteri Komunikasi dan
Informatika untuk melihat payment gateway atau sebuah aplikasi e-commerce yang
menyediakan jasa. Semua yang menambah penghasilan harus kena PPh, Fee tersebut
yang harus dibayar pajaknya.
b. Kebijakan Pembayaran Pajak
Perwakilan Grab Bike dan Uber Taksi serta Gojek, sempat menyangkal sebagai
perusahaan transportasi dan mengaku hanya berperan sebagai perusahaan penyedia
aplikasi.Namun sebenarnya Grab dan Uber atapun Gojek, adalah bisnis transportasi
berbasis aplikasi. Aplikasi ini mengambil untung langsung dari bisnis transportasi,
sehingga sudah pasti menyalahi aturan, khususnya Undang-Undang Transportasi, moda
transportasi berbasis online ini menerapkan tarif sesuai trayek, yang seharusnya
dikenakan pajak, Grab, Uber dan Gojek, menerima penghasilan, namun tak dipungut
pajak. Bahkan ada deposit, yang diwajibkan dari sopir dan wajib menyetor
Kemudian terdapat isu bahwa Grab, Uber dan Gojek, sebagai aplikasi yang berbisnis
trasportasi, juga dipastikan tidak akan membayar pajak. Padahal, kedua aplikasi ini
menentukan tarif angkutan, yang mestinya membayar pajak kepada negara.
Negara seharusnya mendapat pajak penghasilan (PPh) sesuai pasal 23 dari
Perusahaan Gojek, berikut beberapa kewajiban yang harus dilakukan perusahaan:
1. Perusahaan tempat karyawan bekerja wajib memotong dan melaporkan
pajaknya kepada DJP. Lalu, perusahaan sebagai pemandu juga harus wajib
memotong tarif sebesar 2% dari transaksi pengemudinya dan itu harus
dilaporkan.
2. Perlakuan pajak perusahaan sebagai penyelenggara aplikasi berupa PPN sebesar
10% dari seluruh penerimaan yang mereka dapat.
3. Perusahaan aplikasi itu juga harus melakukan penghitungan laporan keuangan
yang terdiri dari penghasilan utama dan penghasilan lain. Penerimaan itu seperti
dari fee pengunggahan awal alamat situs mereka yang diaplikasi konsumen dari
Play Store tersebut
4. Pengenaan tarif akses bagi pengguna aplikasi. Selain itu space iklan dan
kerjasama-kerjasama dengan pihak ketiga.
5. Melaporkan penghasilan penghasilan lain seperti penjualan atas perlengkapan
mengemudi yang diperjual belikan kepada pengemudi
Dari situ semua diikurangi dengan biaya opersional perusahaan. Maka itulah
penghasilan bersih yang terkena PPh Pasal 29, dimana jumlah pengenaan tarifnya 25%
setiap akhir tahun. Itu yang menjadi hak negara.
Mengenai tarif transportasi seharusnya diatur oleh Organda (Organisasi Daerah),
bukan aplikasi itu sendiri. Tapi, Grab, Gojek dan Uber ini, menentukan harga langsung
kepada konsumen (penumpang), sehingga memancing persaingan yang tidak sehat. Dan
apabila mengalami kerugian atau musibah, maka asuransinya juga tidak dijamin. Karena
Grab, Uber dan Gojek ini angkutannya tidak menanggung Asuransi. Itulah pelanggaran
yang dilakukan oleh sopir yang menggunakan aplikasi Grab, Uber dan Gojek.
Dalam aturan Pajak Penghasilan disebutkan bawa: Penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib Pajak baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Dari definisi ini jelas driver Gojek pun
tercover oleh aturan perpajakan. Bisnis informal menganggap bahwa Tax issue dan
birokrasi adalah suatu hambatan, tentu saja karena pemerintah (misalnya otoritas
pajak) tidak bisa begitu saja membiarkan uang beredar di masyarakat dan tidak ada
penerimaan negara di dalamnya.
Pertama pajak atas badan usaha dapat dikenakan kepada manajemen misalnya jika
Gojek memang terdaftar secara resmi sebagai badan usaha.Kendala pemerintah
selanjutnya adalah legal hukum atas aturan badan usaha. Apakah Gojek memenuhi
kriteria badan usaha kendaraan umum nyatanya ini jelas berlawanan dengan UU Nomor
22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan. Kendaraan roda dua bukanlah
angkutan umum, Gojek tidak lolos syarat ini
Kedua pengenaan pajak penghasilan atas driver Gojek. Mekanismenya yakni
manajemen memiliki database driver serta monitoring atas penghasilan “karyawanny”
mengacu pada aturan pajak penghasilan dan perusahaan membayarkan pajak driver
dengan memotong penghasilan mereka dari manajemen langsung jika memenui
penghasilan kena pajak. Tentu ini membutuhkan usaha lebih misalnya driver harus
memiliki NPWP dan sebagainya.Terkait pajak daerah & Gojek bisa saja dikenakan
retribusi sebagai kontribusi kepada pemerintah daerah.Pajak adalah alat pemerataan
pendapatan. Menurut penulis Gojek dkk bersikap tidak fair jika bebas dari pajak terus-
menerus. Seperti kasus Uber yang melakukan penghindaran pajak di berbagai negara&
bisnis.
c. Manajemen Gojek Mebaik
Pada awal tahun 2015 PT Gojek telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan menteri perdagangan.Sehingga,
Gojek pun juga turut membayar pajak pada pemerintah.
Keberadaan Gojek telah menolong menyejahterakan tukang-tukang ojek yang
berpenghasilan tidak tetap dan juga memberikan kemudahan serta tarif angkutan yang
terjangkau bagi para pelanggan.
Bahkan apabila Gojek ternyata di regulasi oleh pemerintah, harga yang akan
dibayarkan oleh konsumen akan menjadi lebih tinggi. Karena motor perlu di
sertifikasi, pengendara perlu di uji, perlu pemeriksaan rutin berkala (rem, mesin motor,
ban) serta aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan sepeda motor). Sekalipun
Gojek belum memiliki pengaturan yang jelas, perusahaan ini tetap diijinkan berjalan,
karena dampak positif yang ditimbulkannya sangat besar.
Sebenarnya Gojek hanya memiliki sedikit karyawan tetap, Driver gojek hanya mitra
kerja dari PT. Gojek Indonesia bukan sebagai pegawai.Para driver mendapat uang (bisa
dibilang gaji) dari PT. Gojek & customer, dimana uang yang didapat tidak tetap setiap
hari sesuai keinginan menarik ojek.
Kemudian pada tahun ini manajemen Gojek memiliki inisiatif agar para pengemudi
ojek tersebut betah, Gojek Indonesia bekerjasama dengan Rifat Drive Labs (RDL) untuk
memberikan pelatihan keselamatan bagi para pengemudi.Perusahaan itu juga
menyiapkan asuransi bagi pengemudi ojek dan penumpang.
3. TARIF PROMO RP15RIBU
Gambar 4. Poster Tarif Baru Gojek
Sumber: www.indoblazer.com
Sejak awal kemunculannya, Gojek sudah menarik perhatian masyarakat. Dengan
fasilitas pemesanan ojek secara online melalui smartphone pengguna menjadi salah satu
daya tarik masyarakat untuk menggunakan jasa aplikasi Gojek. Selain itu dengan
bantuan GPS, pengguna juga dapat memantau lokasi Drivernya secara langsung.
Pada tanggal 11 Agustus 2015, promo tarif awal yang ditawarkan Gojek sebesar
Rp10.000,- sudah tidak berlaku lagi. Per tanggal 11 Agustus 2015, Gojek memasang tarif
Rp15.000,- diluar rush hour untuk 6 kilometer pertama. Setelah kilometer tersebut tarif
yang dikenakan sebesar Rp2.500,- per kilometer. Tarif tersebut berlaku hanya pada hari
Senin-Jumat saja dan dalam rush hour tarif datar yang dikenakan kepada pengguna
sebesar Rp15.000,- dengan jarak maksimum 25 kilometer.
Awal penerapan tarif baru tersebut, banyak pelanggan Gojek yang merasa
dirugikan. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dari pihak Gojek mengenai kenaikan
tarif baru ini. Tidak hanya pengguna layanan Gojek saja yang menyayangkan kurangnya
sosialisasi tarif baru ini. Para Driver Gojek sendiri pun masih banyak yang belum
mengetahui adanya kenaikan tarif tersebut.
Kenaikan tarif ini disebabkan karena meningkatnya jumlah pesanan yang
diterima para driver setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin
loyal untuk menggunakan jasa aplikasi Gojek. Akan tetapi, kenaikan harga ini juga
membuat salah satu pesaing Gojek lebih unggul dari segi penawaran harga. Salah satu
saingan Gojek adalah GrabBike. Tarif yang ditawarkan GrabBike sendiri jauh lebih murah
dibandingkan Gojek yaitu Rp5.000,- untuk jarak jauh maupun dekat. Dampak yang
mungkin akan terjadi dari kenaikan tarif ini adalah kehilangan pelanggan Gojek. CEO
Gojek, Nadiem Makarim pun mengaku pernah khawatir akan berkurangnya jumlah
pelanggan. Namun ia masih yakin pelanggan Gojek masih cukup loyal.
Akan tetapi, tidak semua pelanggan merasa setuju dengan kenaikan tarif ini.
Salah satu pelanggan Gojek mengatakan beliau tidak akan menggunakan jasa Gojek lagi
karena jarak dari rumah beliau ke kantor sekitar 15 kilometer yang pastinya akan
memakan banyak biaya. Beliau merasa daripada menggunakan Gojek lebih baik
menggunakan jasa busway yang jauh lebih murah. Pelanggan lainnya mengatakan
bahwa beliau akan beralih dari Gojek ke KRL Commuter yang juga nyaman dan tidak
terkena macet.
Jika dilihat dari sisi etika bisnis, kesalahan yang dilakukan oleh Gojek adalah
kurangnya sosialisasi mengenai kenaikan tarif ini. Banyak pelanggan yang mengatakan
kenaikan tarif ini bahkan belum dipublikasi secara resmi oleh pihak Gojek. Pelanggan
Gojek juga menyayangkan kenaikan ini apalagi setelah banyaknya dukungan masyarakat
kepada Gojek ketika Menteri Perhubungan melarang operasi dari perusahaan aplikasi
seperti Gojek dan Uber. Dengan adanya transparansi informasi maka seluruh pihak yang
berhubungan dengan kebijakan tersebut tidak akan ada yang merasa dirugikan secara
sepihak. Dimana dalam kasus ini, para pelangganlah yang paling merasa dirugikan. Hal
ini tentu kelak akan berdampak buruk pada citra perusahaan Gojek sendiri, dimana
loyalitas pelanggan akan berkurang yang dapat berdampak pada menurunnya
pemasukan perusahaan.
4. TAXI KONVENSIONAL
Taxi adalah salah satu transportasi umum yang termasuk kedalam transportasi
premium. Mengapa? Karena, dari segi pelayanan maupun kenyamanan yang didapat
sangat berbeda dari transportasi umum lainnya. Begitu eksklusif, dan jauh dari kata
‘sesak’. Dengan batas orang 4 orang dewasa (termasuk supir) atau 5 orang, dengan
syarat 1 nya adalah anak-anak. Kita tidak perlu desak-desakkan dan menicium bau
keringat seperi di transportasi umum lainnya. Sebenarnya jika kita ingin memesan taksi,
kita dapat langsung menelepon call center maupun datang langsung ke pool taksi
terdekat. Akan tetapi, karena taksi mudah didapat dan sering kita jumpai dijalanan, kita
dapat dengan mudah menyetop ditempat kita ingin naik.
Gambar 5. Taxi Konvensional
Sumber : Wahyu Utama
Selasa, 22 Maret 2016 lalu sempat terjadi demo secara besar-besaran yang
dilakukan oleh para pengemudi taksi konvensional. Aksi demo tesebut mereka lakukan
agar pemerintah melakukan pemblokiran terhadap aplikasi taksi online karena dinilai
ilegal dan mengurangi pendapatan mereka sehari-hari. Demo berlangsung di depan
kantor Kemenkominfo dan di kawasan DPR, Senayan, dimana aksi tersebut berakhir
dengan bentrokan fisik, jatuh korban. Terkait dengan isu bentrok sesama sopir taxi,
konflik yang terjadi beberapa saat lalu adalah wajar. Dengan kata lain, konflik yang sejak
awal sangat berpotensi terjadi. Namun, apakah para pihak menyadari atau tidak potensi
tersebut, tidak diketahui secara pasti. Apakah para pihak sudah melakukan atau tidak
melakukan aksi preventive, juga tidak diketahui secara pasti. Para pihak disini mengacu
kepada para sopir taxi (konvensional dan aplikasi) juga otoritas terkait. Namun, secara
pribadi, Penulis sudah menyadari potensi tersebut.
Sedangkan hal yang terkait dengan kesadaran akan konflik (awareness), sangat
jelas. Dimana potensi tersebut dapat terlihat dari keluhan para sopir taxi konvensional.
Sederhana saja, penghasilan mereka menurun. Kenapa menurun? Jelas karena muncul
kompetitor yang sangat bersifat predator (Predikat predator ditujukan kepada Taxi
Aplikasi). Taxi konvensional selama ini, sejauh yang diketahui bersama hidup dan
berkembang di jalur yang “katanya sesuai aturan”. Benar, Penulis sepakat dengan
pendapat tersebut. Memang, taxi konvensional sesuai aturan menerapkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Membayar Pajak.
2. Memperhatikan standard pelayanan.
3. Memperhatikan standard keselamatan.
4. Memperhatikan standard karyawan/sopirnya.
Membayar Pajak adalah hal yang mutlak dilakukan taxi konvensional. Pajak yang
dimaksud adalah Pajak sebagai kendaraan umum. Hal ini ditandai dengan mengenakan
“plat kuning” pada setiap unitnya. Bila dibandingkan dengan taxi aplikasi. Taxi aplikasi
menggunakan plat hitam. Bayar pajak? Memang bayar pajak, tetapi bukan pajak
kendaraan umum, melainkan pajak kendaraan pribadi. Pajak yang dibayarkan tentunya
adalah pajak yang diperuntukkan untuk kendaraan “plat hitam”. Plat hitam kendaraan
pribadi, bukan plat hitam kendaraan niaga (mobil box atau pick up misalnya) yang
digunakan untuk “cari makan”.
Terkait dengan standar pelayanan, taxi konvensional memiliki standardnya
sendiri. Misalnya saja taxi bluebird. Taxi ini biasanya, dalam pelayanannya mengucapkan
salam, membukakan pintu, membukakan dan memasukkan barang/tas ke bagasi.
Ramah. Ramah merupakan sikap yang sangat subjektif untuk dinilai. Tetapi “ramah” ini
sangat pentil untuk kenyamanan penumpang. Beberapa kali (pengalaman Penulis) si
sopir memperkenalkan diri, atau kadang menawarkan jalur alternatif. Menanyakan
apakah ingin singgah makan, atau sekedar membeli oleh-oleh. Kemudian mengingatkan
kita akan barang bawaan agar jangan tertinggal, memastikan dompet atau handphone
tetap dikantong kita. Terakhir, menawarkan nomor handphone jika kalau-kalau nantinya
membutuhkan layanan mereka lagi. Terakhir mengucapkan terimakasih kepada
penumpang.
Gambar 6. Aksi Demo Taksi Konvensional
Sumber : Penulis
Selain itu dari pihak pengemudi taksi konvensional, mereka merasa dirugikan.
Pertama, taksi konvensional terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga
berhak mendapat plat kuning, tanda angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi
menggunakan kendaraan biasa, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua, dengan
mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka pun berkewajiban membayar pajak yang
berbeda dengan pengguna plat hitam, plat kendaraan biasa, yang juga digunakan oleh
taksi berbasis aplikasi. Ketiga, taksi konvensional menggunakan metode menunggu
penumpang, sedangkan taksi berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang
paling krusial, adalah perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan dengan
tarif taksi berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah masalah adaptasi terhadap
teknologi yang diambil peluangnya oleh pengguna taksi berbasis aplikasi, dan belum
digarap dengan baik oleh pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger mengemukakan ada empat karakeristik
modernisasi. Pertama, penurunan kondisi masyarakat kecil dan tradisional. Pada kasus
ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat tradisional adalah pengemudi taksi
konvensional. Mereka menunggu penumpang, atau menunggu ditelepon oleh
penumpang untuk dijemput di tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah
sangat terkoneksi dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan
telepon. Kedua, berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini, pilihan individu menjadi
berkembang. Dengan munculnya aplikasi seperti Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan
masyarakat untuk pergi menjadi lebih banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari
segi efektivitas dan efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan
mudah. Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau
dijemput dari mana saja. Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada kasus ini,
keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan pilihan yang
terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut. Namun, dengan
semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat pilih semakin beragam.
Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan yang rasional, tidak lagi
berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih kepada kemudahan dan harga.
Keempat, orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu. Dalam isu ini, terlihat
bahwa masyarakat semakin peka terhadap arus informasi. Hal inilah yang ditangkap
para inventor, yang kebanyakan anak muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada.
Potensi yang dilihat sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif
muda ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan internet.
Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon pintar dapat
memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru. Dibuatlah aplikasi yang terhubung
dengan internet. Internet dipandang sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga
beberapa waktu ke depan. Apalagi, dengan semua solusi yang dapat diraih hanya
dengan sentuhan di telepon pintar, masalah waktu dapat teratasi.
Perubahan sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat empat karakter utama
perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi sepanjang waktu. Pada masa lalu,
transportasi umum yang paling laku adalah delman dan becak. Kemudian berkembang
dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu, masyarakat mencari sesuatu yang lebih
nyaman, muncullah taksi. Kini, masyarakat ibukota lebih mementingkan kecepatan
seiring dengan kemacetan yang semakin parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu
yang tidak dapat dihindarkan, karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan kondisi
masyarakat. Kedua, perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun seringkali tidak
direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah dapat
diprediksi dengan semakin meningkatnya pengguna telepon pintar. Namun demikian,
ketika hal ini semakin masif terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana.
Pengemudi yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya
dengan marah dan berdemonstrasi. Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial. Kasus
ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung taksi
konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa lalu, sebenarnya bukan
belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya delman yang merupakan kendaraan
umum yang cukup populer di tahun 60-an sampai 80-an. Kemudian, karena dianggap
mengganggu kenyamanan umum, yang disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap,
akhirnya ditertibkanlah delman ini. Sampai ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa
kontroversi, para kusir delman yang bergantung pada delman pasti merasa dirugikan.
Untuk berpindah ke pekerjaan lain pun belum tentu mampu. Ini mirip dengan kejadian
saat ini. Keempat, suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding yang lainnya. Pada
masalah ini, perubahan sosial dalam bidang transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal
ini disebabkan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam
teknologi informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam
transportasi umum.
Solusi
Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari pihak yang salah.
Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua akan menjadi pantas untuk
disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional salah karena tidak tanggap dengan
perubahan zaman, belum lagi kesalahan dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak
penyedia transportasi berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang
berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan pesaing yang
sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena tidak tanggap dalam
melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan belum menyediakan peraturan yang
dapat mengakomodir dan menertibkan konflik yang ada. Maka, sebenarnya solusinya
tinggallah jawaban dari kesalahan semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus
lebih tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan
membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi,
sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang terlampau jauh
dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat. Pemerintah, sudah
selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi
secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’ yang merupakan ciri kapitalisme dan
bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah
memilih dengan cerdas apa yang mereka hendak gunakan. Kerusuhan hari ini sangat
disesalkan. Meski demikian, sudah sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita
berada pada masa modernisasi yang membuahkan suatu perubahan sosial di
masyarakat. Kalau urusan rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun
mencari rezeki di ibukota kita tercinta.
5. GOJEK VS OJEK KONVENSIONAL
GOJEK perusahaan yang memiliki sebuah slogan yaitu An Ojek For Every Need
adalah perusahaan transportasi asal Indonesia yang melayani angkutan manusia dan
barang melalui jasa ojek melalui aplikasi, didukung dengan teknologi location based
yang akan mencarikan driver yang posisinya paling dekat dengan pemesan. GO-JEK telah
resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Bali,
Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, dan Balikpapan dengan
rencana pengembangan di kota-kota lainnya pada tahun mendatang. Seiring dengan
berkembangnya eksistensi gojek dari waktu ke waktu keberadaan layanan GoJek mulai
memicu konflik. suara penolakan terhadap Gojek mulai mengalir dari para pengemudi
ojek pangkalan. Mereka menganggap eksistensi Gojek mengganggu keberadaan mereka
dan membuat mereka merugi. Tukang-tukang ojek yang biasa mangkal mulai resah
dengan banyaknya pengemudi GoJek yang seliweran di jalanan. Persaingan antara
pengemudi Gojek dengan pengemudi ojek pangkalan memang tidak dapat dihindari.
Kapolda Metro Jaya juga melihat, pro kontra yang terjadi di antara tukang ojek
pangkalan dan Gojek lebih diakibatkan oleh masalah persaingan. Ojek pangkalan merasa
tersaingi oleh eksistensi Gojek. Ojek pangkalan merasa dengan adanya GoJek, lahan
untuk beroperasi mereka menjadi berkurang. Yang mengenaskan, konflik ini sudah
mengarah pada ancaman maupun serangan secara fisik.
Sudah sering tersebar kabar penyerangan yang dilakukan terhadap para supir gojek,
seperti kasus penyerangan terhadap pengemudi gojek pada ktober 2015 di daerah
Cibiru Bandung, yang terjadi berulang kali hingga ratusan personil Dalmas dari
Polrestabes sempat berjaga-jaga di sekitaran kawasan tersebut untuk mengantisipasi
dinamika yang terjadi selanjutnya.
Terdapat berbagai hal yang membuat konsumen lebih memilih menggunakan gojek
dibandingkan ojek pangkalan seperti:
Gojek dikelola secara elektronik. Dalam arti, seluruh pesanan dilakukan oleh
pengguna melalui smartphone. Hal ini tentu lebih praktis, efektif dan efisien.
Harga lebih transparan, sehingga pengguna tidak perlu lagi merasa dirugikan
ataupun melakukan tawar menawar dengan tukang ojek.
Lebih aman, karena semua pengendara gojek telah diseleksi baik dari segi
kelengkapan surat-surat maupun kondisi kendaraan seperti rem, kaca spion, dll.
Banyaknya layanan lain seperti pengiriman paket, makanan, layanan
kecantikan, kebersihan, dll.
Hal-hal tersebut membuat ojek pangkalan merasa takut kehilangan pelanggan karena
layanan yang diberikan oleh gojek jauh lebih baik.
Padahal General Manager of Corporate Relations Gojek, Sam Diah sudah
menyatakan bahwa pihaknya hadir untuk membantu pengemudi ojek pangkalan, dan
bukan sebaliknya bersaing dengan mereka. "Yang paling utama kami sampaikan adalah
kami bukan hadir untuk berkompetisi dengan pengemudi ojek pangkalan," kata Sam
Diah. Bentuk bantuan yang diberikan Gojek kepada para pengojek menurutnya adalah
dengan meningkatkan penghasilan mereka dengan bantuan teknologi. Tak hanya itu,
para pengojek ini juga mendapat santunan kecelakaan dan jaminan asuransi
kesehatan. Sampai saat ini, kata Sam Diah, Gojek masih membuka kesempatan bagi
pengemudi ojek pangkalan untuk bergabung.
Namun kenyataannya masih banyak tukang ojek pangkalan yang enggan
bergabung dengan gojek, bahkan Ratusan pengemudi ojek pangkalan se-Kota
Bandung mendatangi kantor layanan ojek online, Gojek, di jalan BKR Kota Bandung,
Senin, 26 Oktober 2015. Dalam aksinya mereka menuntut layanan ojek berbasis aplikasi
ini dibubarkan. Mereka merasa, dengan hadirnya Gojek, pendapatan mereka sebagai
supir ojek kian berkurang.
Ternyata tukang ojek pangkalan memiliki beberapa alasan mengapa enggan bergabung
dengan layanan Gojek, seperti salah satu tukang ojek yang tidak mau disebutkan
namanya menjelaskan bahwa ia tidak mau repot menggunakan smartphone dan tidak
Gambar 7. Gojek vs Ojek Pangkalan Sumber: manajemenppm.wordpress.com
mau menggunakan sistem potongan biaya yang nantinya harus disetor ke pengelola
GoJek.
Dengan memanasnya konflik diantara Gojek dan tukang ojek pangkalan, driver gojek
memiliki berbagai taktik guna meminimalisir konflik yang terjadi, seperti tidak
menggunakan jaket seragam saat mengambil pelanggan di daerah yang biasa terjadi
konflik, mengarahkan calon pelanggan untuk menunggu di tempat yang lebih jauh jika di
lokasi tersebut terdapat ojek pangkalan, bahkan ada pula yang membuat gmanajemen
GoJek juga telah membekali mereka dengan pengetahuan tentang zona-zona ‘merah’
atau wilayah yang rawan konflik dengan ojek pangkalan. Manajemen memerintahkan
para pengemudinya untuk lebih berhati-hati dalam mengambil penumpang di wilayah-
wilayah tersebut.roup chat untuk bertukar informasi mengenai daerah-daerah rawan
konflik.
Hal-hal seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, jika diberikan pengetahuan lebih
kepada para tukang ojek pangkalan, dan juga peraturan yang jelas.
Gambar 8. Ojek Online dilarang masuk Sumber: news.liputan6.com
6. GRAB VS UBER
Selain gojek, ada juga grab bike dan uber sebagai perusahaan jasa berbasis
teknologi. Tetapi, dengan keberadaannya ini, justru banyak menuai kontroversi. Tidak
jauh dengan hal nya dengan gojek. Grab dan uber juga banyak mendapat tanggapan
negatif terutama dari taksi konvensional. Dikarenakan sering adanya kontroversi, seperti
demo dari salah satu perusahaan taksi konvensional, pemerintah mengeluarkan
kebijakan – kebijakan untuk menyelaraskan etika bisnis yang ada sesama perusahaan
jasa.
Pertentangan ini sebenarnya timbul sejak lama dikarenakan banyak pengemudi
taksi konvensional yang mengeluhkan pendapatan mereka berkurang semenjak
diluncurkannya taksi model Uber dan Grabcab.
Pertentangan ini semakin memuncak pada Senin, 14 Maret 2016, dan Selasa, 22 Maret
2016, ketika ribuan pengemudi taksi berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Mereka mendesak pemerintah menindak Uber dan Grabcab karena dinilai merugikan
mereka.
Kerugian yang mereka klaim tersebut di antaranya disebabkan Uber dan
Grabcab menggunakan kendaraan pribadi (berpelat nomor warna hitam) sehingga tidak
dibebani pajak angkutan umum. Hal ini menimbukan kecemburuan sosial di kalangan
pengemudi taksi berpelat kuning yang harus membayar pajak dan retribusi kepada
pemerintah.
Uber dan Grabcab juga dinilai belum memenuhi tujuh syarat legal sebagai angkutan
umum, seperti berbadan hukum dan kantor perwakilan perusahaan asing tidak
diperkenankan melakukan kegiatan komersial di Indonesia.
Uber dan Grabcab belum memiliki badan hukum dan kantor pusat mereka berada di luar
Indonesia. Oleh kalangan pengusaha dan pengemudi taksi konvensional mereka dinilai
telah melanggar aturan. Hal ini membuat Menteri Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo) sempat membuat wacana untuk memblokir aplikasi tersebut.
Menurut konsep utilitarianisme, bisnis etis apabila kegiatan yang dilakukan
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Hal ini dapat
dilihat pada berbagai manfaat yang diperoleh terkait aplikasi Uber dan Grabcab
tersebut.
Masyarakat yang menggunakan aplikasi ini dapat memesan taksi dengan mudah
hanya dengan sentuhan jari seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang
memiliki smartphone dan terkoneksi dengan Internet dengan baik.
Di akhir bulan Maret 2016, pemerintah memberlakukan masa transisi untuk
layanan transportasi tersebut, juga perusahaan berbasis aplikasi tersebut
diharuskan bekerja sama dengan perusahaan transportasi yang sah dan
berbadan hukum, serta dilarang merekrut pengemudi tambahan.
Pemerintah juga menetapkan beberapa aturan yang harus dimiliki oleh
beberapa perusahan ini, seperti keharusan untuk berbadan hukum, uji KIR, dan
memiliki SIM A.
Selain itu, ada beberapa aturan tambahan seperti:
Tanda khusus berupa stiker
Dalam Pasal 18 Peraturan Menteri tersebut, disebutkan bahwa setiap
transportasi berbasis aplikasi diperbolehkan untuk menggunakan plat hitam,
namun harus mempunyai kode khusus di plat tersebut. Di pasal yang sama juga
disebutkan kalau setiap kendaraan tersebut haruslah mempunyai tanda khusus
berupa stiker, dan memasang nomor telepon pengaduan di dalam kendaraan.
Hal ini senada dengan saran Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok)pada bulan Maret lalu.
STNK atas nama perusahaan
Masih di Pasal 18, Menter Perhubungan mewajibkan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) dari setiap kendaraan yang tergabung dengan UBER, GrabCar,
dan GO-CAR haruslah tercatat atas nama perusahaan, bukan atas nama
perseorangan. Hal ini kemungkinan akan memicu kontroversi karena banyak
kendaraan yang digunakan oleh aplikasi-aplikasi tersebut merupakan milik
pribadi
Perusahaan harus memiliki pool dan bengkel
Beralih ke Pasal 23, peraturan terbaru Menteri Perhubungan tersebut
menyatakan kalau setiap penyedia transportasi berbasis aplikasi haruslah
memiliki minimal 5 armada. Selain itu, mereka juga harus menyediakan tempat
penyimpanan kendaraan (pool) dan fasilitas bengkel. Bahkan, alamat pool yang
digunakan akan diminta pada saat pengajuan izin operasional.
Peraturan Menteri ini seperti menjadi dasar hukum yang kuat bagi UBER,
GrabCar, dan GO-CAR agar bisa tetap melenggang di Indonesia. Dengan
demikian, tidak ada lagi alasan bagi para pengemudi angkutan umum lainnya
untuk memprotes keberadaan transportasi berbasis aplikasi tersebut. Namun
beberapa aturan baru di atas sepertinya akan berat untuk dilakukan oleh
layanan transportasi berbasis aplikasi di tanah air.
Batalkan’ tarif atas dan bawah
Sebelumnya terdengar wacana bahwa angkutan berbasis aplikasi online akan
dikenakan tarif batas atas dan batas bawah yang ditetapkan pemerintah,
sehingga ‘tidak terlalu bersaing’ jika dibandingkan dengan taksi konvensional.
Misalnya, pemerintah menetapkan tarif atas Rp10.000 dan tarif bawah Rp5.000.
Maka, Uber Taksi dan GrabCar tidak boleh menawarkan harga lebih murah dari
Rp 5.000. Adapun saat jam sibuk, mereka dipersilakan menaikkan harga asalkan
tidak lebih mahal dari Rp10.000.
Namun, Dirjen Perhubungan Darat menegaskan, ide batas atas dan batas bawah
tersebut ‘tidak diterapkan’.
“(Tidak diterapkan) malah untuk kesetaraan. Karena keluar ongkos kan dia
(perusahaan transportasi online) untuk bayar PNBP, buat STNK atas nama
perusahaan, keluar biaya itu,” tutur Pudji.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (18 Maret 2016). Blue Bird Siap Bersaing Dengan Angkutan Aplikasi. [online].
Tersedia: http://sp.beritasatu.com/home/blue-bird-siap-bersaing-dengan-
angkutan-aplikasi/111386 (01 Desember 2016)
Admin. (Februari 2016). Taksi Online Vs Taksi Konvensional, Siapa Yang Salah. [online].
Tersedia: http://nagregnews.blogspot.com/2016/03/taksi-online-vs-taksi-
konvensional.html (01 Desember 2016)
Alfido. (11 September 2015). Mulai Hari Ini, Tarif Flat Gojek Naik Menjadi Rp15.000,
GrabBike Masih Rp5.000. [Online]. Tersedia: http://alfido.com/2015/08/11/mulai-
hari-ini-tarif-flat-gojek-naik-menjadi-rp-15-000-grabbike-masih-rp-5-000/ [1
Desember 2016]
Arief. (18 Agustus 2015). “Perang” Gojek vs Grab Bike, Siapa Terjungkal?. [Online].
Tersedia: http://www.kompasiana.com/ariefnulis/perang-go-jek-vs-grab-bike-
siapa-terjungkal_55d36120b27a61c70bd7d32b [1 Desember 2016]
Arifin, Danung. (2015). Ini Modus Order Fiktif yang Dilakukan Pengendara Go-
Jek.[Online]. Tesedia: http://www.beritasatu.com/iptek/305718-ini-modus-
order-fiktif-yang-dilakukan-pengendara-gojek.html. [1 Desember 2016]
Azahra, Fauziah. (01 April 2016). Perbedaan Taksi Konvensional dan Uber. [online].
Tersedia: https://lensablog.wordpress.com/2016/04/01/perbedaan-taksi-
konvensional-dan-uber/ (01 Desember 2016)
Damar, Agustinos M. (2015).7000 Driver Go-Jek Terlibat Kasus Order Fiktif.[Online].
Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2380958/7000-driver-go-jek-terlibat-
kasus-order-fiktif [1 Desember 2016]
Djosave. (17 September 2015). Hari ini Gojek Menerapkan Tarif Baru per 16 September
2015. [Online]. Tersedia: http://indoblazer.com/2015/09/hari-ini-gojek-
menerapkan-tarif-baru.html [1 Desember 2016]
Fiki Ariyanti. (2016). Kementrian Keuangan Incar Pajak Gojek.[Online]. Tersedia:
http://bisnis.liputan6.com/read/2260881/kementerian-keuangan-incar- pajak-
go- jek. [1 Desember 2016]
Freischlad, Nadine. (2015). Masukan untuk GO-JEK dari Para Driver-nya.[Online].
Tersedia: https://id.techinasia.com/suara-untuk-go-jek-dari-para-driver [01
Desember 2016]
Hasan, Fakhrurroji. (29 Desember 2015). Pro Kontra Kenaikan Gojek Hari Ini. [Online].
Tersedia: https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/12/29/pro-kontra-kenaikan-
tarif-gojek-hari-ini/ [1 Desember 2016]
Heriyanto, T. (2016) Programmer Indonesia Bongkar ‘Borok’ Aplikasi Gojek.[Online].
Tersedia: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160110150036-185-
103256/programmer-indonesia-bongkar-borok-aplikasi-gojek/ [1 Desember
2016]
Hermawan Bayu. (23 Maret 2016). Sopir Blue Bird dan Pengemudi Gojek Jadi Tersangka
Demo Angkutan Umum. [online]. Tersedia:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/03/23/o4hvy5254-batas-
waktu-operator-rentaltaksi-urus-izin-akan-ditetapkan (01 Desember 2016)
Iman. (2015). GOJEK, Layanan Ojek Online Indonesia.[Online]. Tersedia
http://www.seputarteknologi.com/Gojek-layanan-ojek-online-indonesia/. [1
Desember 2016]
Kusumaningrum, Afifah. (2016). Crowdsourcing Bussiness : Tax Me If You Can (Case :
Gojek). [Online]. Tersedia:
http://www.academia.edu/21644076/Crowdsourcing_Bussiness_Tax_Me_If_Yo
u_Can_Case_Gojek_. [1 Desember2016]
Librianty, Andina. (10 Agustus 2015). Tarif Layanan GoJek di Jakarta Naik Jadi Rp15 Ribu.
[Online]. Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2290385/tarif-layanan-gojek-di-
jakarta-naik-jadi-rp-15-ribu [1 Desember 2016]
Lintasarta. (2016). Mengenal Cara Kerja Cloud Computing pada “GOJEK”.[Online].
Tersedia: http://blog.lintasarta.net/article/industry-solutions/manufacture-and-
trading/mengenal-cara-kerja-cloud-computing-pada-gojek/ [1 Desember 2016]
Majiid, Farhan Abdul. (23 Maret 2016). Taksi Konvensional vs Online: Fenomena
Perubahan Sosial?. [online]. Tersedia :
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-
perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281. (01 Desember 2016)
Utama, Wahyu. (24 Maret 2016). Kesalahan yang Dilakukan Taksi Konvensional Dalam
Menyikapi Keberadaan Taksi Online. [online]. Tersedia: http://terutama-
spot.blogspot.co.id/2016/03/kesalahan-yang-dilakukan-taksi.html (01 Desember
2016)
Purba, Dedi Kusnadi. (04 April 2016). Taxi Konvensional dan Taxi Aplikasi, [online].
Tersedia: https://dedikusnadipurba.wordpress.com/2016/04/04/taxi-
konvensional-dan-taxi-aplikasi/ (01 Desember 2016)
Prahadi, Yeffrie Yundiarto. (16 September 2015). Tarif Go-Jek Naik, Pelanggan
Mengeluh. [Online]. Tersedia: http://swa.co.id/swa/trends/management/tarif-go-
jek-naik-pelanggan-mengeluh [1 Desember 2016]
Prihadi, Sesetyo D. (2015). Nadiem: 7 Ribu Sopir Gojek Terlibat Order Fiktif. [Online].
Tersedia: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151202155246-185-
95502/nadiem-7-ribu-sopir-gojek-terlibat-order-fiktif/ [1 Desember 2016]
Sindikat. (2015). Gojek Tidak Sesuai Dengan Peraturan.Ilegal kah (?). [Online].
Tersedia: http://www.sindikat.co.id/blog/gojek-tidak- sesuai-dengan-
peraturan-ilegal-kah. [1 Desember 2016]
Tidar, Artha. (2016). Gojek, Grab dan Uber Tak Bayar Pajak, Pemerhati IT : Tarif Yang
Ngatur Organda, Bukan Aplikasi !. [Online]. Tersedia:
http://devel.monitorday.com/detail/26017/gojek-grab-dan-uber- tak-
bayar-pajak- pemerhati-it-tarif-yang-ngatur-organda-bukan- aplikasi#popup.
[1 Desember 2016]
DPC PKS Pancoran. Mencari solusi konflik gojek dan ojek pangkalan di Jakarta. Tersedia:
http://pks-dpcpancoran.blogspot.co.id/2015/08/mencari-solusi-permasalahan-
gojek-dan.html [1 Desember 2016]
Apa Itu Gojek. Tersedia: https://www.go-jek.com/. [1 Desember 2016]
Dinillah, Mukhlis. (2015). Ini dia Kronologo Kisruh Gojek vs Ojek Pangkalan di Cibiru. Tersedia: http://m.galamedianews.com/bandung-raya/49928/ini-dia-kronologi- kisruh-gojek-vs-ojek-pangkalan-di-cibiru.html. [1 Desember 2016]
Pradipta, Raditya. Indrietta, Nieke. (2015). Cara Pengemudi GoJek Hindari Konflik
dengan Ojek Pangkalan. Tersedia:
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/02/083688448/cara-pengemudi-
gojek-hindari-konflik-dengan-ojek-pangkalan. [1 Desember 2016]
Lazuardi, Iqbal T. (2015). Ojek Pangkalan Geruduk Kantor Gojek di Bandung. Tersedia:
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/26/058713181/ojek-pangkalan-
geruduk-kantor-gojek-di-bandung. [1 Desember 2016]
Reza, Jeko Iqbal.(2015). Ini Alasan Mengapa Ojek Pangkalan Ogah Gabung GoJek. Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2251965/ini-alasan-mengapa-ojek- pangkalan-ogah-gabung-gojek, [ 1 Desember 2016]
BBC Indonesia (April 2016). Tersedia http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160427_indonesia_ kemenhub Pratama, Aditya Hadi (2016). Tersedia: https://id.techinasia.com/aturan-baru- pemerintah-uber-grabcar-gocar Solopos ( 2016). Tersedia: http://www.solopos.com/2016/03/24/gagasan-etika-bisnis- transportasi-berbasis-internet-703548
top related