isbn : 978-602-5994-65-4
Post on 25-Nov-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Padang- Sumatera Barat-Indonesia (IKAPI Member)
Email : cvberkahprima007@gmail.com
i | P a g e
Fotokatalis &
Fototransformasi
Asam Humat
Dr. Rahadian Zainul, S.Pd., M.Si.
Prof. Dr. Hermansyah Aziz, M.Sc.
Prof. Dr. Syukri Arief, M.Sc.
2020
ii | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72 KETENTUAN PIDANA
SAKSI PELANGGARAN
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu Ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 ( satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah ).
iii | F o t o k a t a l i s
Fotokatalis dan Fototransformasi Asam Humat
Hak Cipta © 2020 pada Penerbit Berkah Prima
Disusun oleh : Dr. Rahadian Zainul, S.Pd., M.Si.
Prof. Dr. Hermansyah Azis, M.Sc.
Prof. Dr. Syukri Arief, M.Sc.
Editor : Dr. Desy Kurniawati, S.Pd., M.Pd.
Buku ini diset dan dilayout oleh Bagian Produksi Penerbit Berkah Prima dengan
Adobe Photoshop CS6 dan Adobe Indesign CS6 dengan font Arial Narrow dan
Calisto MT 11 pt.
Disainer Sampul : Tim Penerbit Tata Letak : Tim Penerbit
Dicetak oleh : CV. Berkah Prima
Hak Cipta dan hak penerbitan pada CV Berkah Prima
Anggota IKAPI Pusat No: 016/SBA/18 Tanggal 1 Agustus 2018 Penerbit CV. Berkah Prima, Padang, 2020
1 (satu) jilid; total halaman 140 21 cm x 29,7 cm, Calisto MT
ISBN : 978-602-5994-65-4
© Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun.Secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy,
merekam atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit CV Berkah Prima
iv | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Berkat Rahmat Allah SWT, buku Fotokatalis dan
Fototransformasi Asam Humat telah berhasil disusun. Penulis menyusun
buku ini sebagaia bagian dari perjalanan riset sejak tahun 1997 dengan
menggunakan bahan semikonduktor Titania dan Zink Oksida.
Dalam buku ini tergambar bagaimana proses katalitik menggunakan cahaya
bisa mengaktifkan semikonduktor dan difungsikan untuk mendegradasi dan
mentransformasi asam humat dalam air gambut. Peranan katalis Titania dan
Seng Oksida menjadi bagian menarik, ketika ditelaah secara interaksi
mikroskopik dan atomik, perihal proses terjadinya perubahan material asam
humat menjadi produk mineralisasi.
Pada buku ini juga terdapat gambaran bagaimana proses sintesis material
fotokatalis menggunakan teknik sol gel. Pembentukan ini bertujuan untuk
mendapatkan Titania Oksida yang lebih rendah celah energinya, sehingga
dapat bekerja pada daerah cahaya tampak. Modifikasi ini dilakukan dengan
harapan, aplikasi titania yang selama ini berada dalam daerah sinar Ultra
Violet, dapat bergeser ke cahaya tampak. Namun, kajian ini perlu ditelaah
lebih lanjut.
Padang, Juli 2020
Penulis
v | F o t o k a t a l i s
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
BAB I. LAHAN GAMBUT : POTENSI DAN PELUANG TATA KELOLA
LINGKUNGAN .....................................................................................1
A. Pengantar ...............................................................................................1
B. Ruang Lingkup ......................................................................................3
C. Air Gambut ............................................................................................5
D. Fototransformasi Asam Humat............................................................9
BAB II. FOTOKATALIS DAN METODE MODIFIKASI SOL-GEL ...........11
A. Fotokatalis ............................................................................................11
B. Semikonduktor ....................................................................................13
C. Metode Sol-Gel.....................................................................................18
D. Karakterisasi TiO2 di doping Cu .......................................................21
BAB III. FOTOTRANSFORMASI ASAM HUMAT DENGAN PELAT
TEMBAGA OKSIDA ..........................................................................25
A. Experimental Section ..........................................................................25
B. Produser Kerja ....................................................................................26
C. Implementasi dan Interpretasi ...........................................................30
D. Ringkasan .............................................................................................38
E. Rujukan ................................................................................................62
BAB IV. FOTOTRANSFORMASI ASAM HUMAT MENGGUNAKAN
TiO2 DOPING Cu SEBAGAI KATALIS .........................................66
A. Pengantar .............................................................................................66
B. Air gambut ...........................................................................................71
C. Fotokatalis ............................................................................................74
D. Fotokatalis TiO2 doping Cu ...............................................................77
F. Rujukan ..............................................................................................119
GLOSSARIUM ..................................................................................................126
vi | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
INDEX 129
PROFIL PENULIS ............................................................................................ 130
1 | F o t o k a t a l i s
BAB I. LAHAN GAMBUT : POTENSI
DAN PELUANG TATA KELOLA
LINGKUNGAN
A. Pengantar
Lahan gambut di Indonesia memiliki luas 20 juta hektar (Ha) atau
menduduki peringkat keempat dalam kategori lahan gambut terluas di dunia
setelah Kanada, Uni Soviet dan Amerika. Lahan gambut tersebut sebagian besar
terdapat di empat Pulau besar yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi
3% dan Papua 30% (Wahyunto, Ritung et al. 2014).
Berdasarkan literatur Pubmed dengan menggunakan EndNote tentang
lahan gambut didapatkan hasil penelitian di dunia sekitar 647 riset dan 7,8 % dari
penelitian tersebut berasal dari Indonesia. Masyarakat yang tinggal di daerah
bergambut kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Hal ini dikarenakan sumber
air yang ada hanya air gambut sehingga untuk keperluan sehari - hari masyarakat
menggunakan air gambut yang sangat berbahaya bila digunakan.
Air gambut memiliki ciri-ciri berwarna coklat tua sampai kehitaman,
berkadar organik tinggi yang beracun seperti asam humat, asam fulvat dan bersifat
asam menurut (Wahyunto 2004), Asam humat adalah suatu molekul kompleks
yang terdiri atas kumpulan berbagai macam bahan organik yang berasal dari
residu hasil dekomposisi tanaman dan hewan yang sulit untuk didegradasi
berdasarkan penelitian (Tan 2014). Asam humat dapat menyebabkan air gambut
berwarna coklat kehitaman yang sulit dirombak mikroorganisme dan
2 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
menyebabkan ganguan kesehatan yaitu diare, sakit kepala, asma, sakit gigi kulit
gatal-gatal dan panu (Kihara, Yustiawati et al. 2014).
Upaya pengolahan asam humat pada air gambut telah banyak dilakukan
salah satu dengan metode koagulasi dan absorpsi, pada metode koagulasi
mengurangi tingkat kekeruhan tetapi air gambut yang dihasilkan masih berbau
dan pengolahan air gambut dengan proses koagulasi menyebabkan masalah
kesehatan seperti diare, alergi kulit bahkan karsinogen menurut (Ritson, Bell et al.
2016), sedangkan pada riset terdahulu (Imawan and Nopriza 2012) pengolahan air
gambut dengan metode absorpsi didapatkan bahwa penghilangan zat humat
terbatas karena berat molekul yang tinggi. Hal ini disebabkan hanya sebagian
material benda uji yang berinteraksi dengan asam humat sehingga asam humat
yang lain tidak dapat bereaksi dengan material benda uji menurut (Jayadi,
Destiarti et al. 2014). Banyaknya kelemahan metode yang dilakukan dalam
pengolahan asam humat pada air gambut, maka diperlukan alteranatif pengolahan
yang relatif murah dan mudah dengan mengembangkan metoda transformasi
(degradasi) mengunakan semikonduktor yang ramah lingkungan.
Penelitian tentang proses transformasi asam humat dengan fotokatalis
telah banyak diakukan dan terus berkembang dengan berbagai teknik. Riset
terdahulu (Zainul 2018) menjelaskan mengenai proses degradasi asam humat
menggunakan fotokatalis ZnO menggunakan bantuan cahata UV. Hal yang sama
juga dilakukan pada penelitian titania TiO2 (Xing, Shi et al. 2016). Transformasi
asam humat juga diteliti oleh N.C birben, C.M et all (Abdalla, Hastings et al.)
setelah disinari dengan UV 254 nm sampai 365 nm. Sifat optik dan elektrokimia
asam humat dilaporkan akan mengalami perubahan, sebagai fungsi spesi-spesi
3 | F o t o k a t a l i s
dan sifat aromatik setelah mengalami degradasi atau transformasi (Birben,
Paganini et al. 2017).
Fototransformasi dengan menggunakan plat CuO telah dikembangkan
menjadi salah satu fotokatalis yang baik terhadap lingkungan. Plat CuO memiliki
kelebihan yaitu tidak beracun, bahan semikonduktor tipe-p karena memiliki band
gap sekitar 1.2 - 1.6 eV, mampu berkerja pada sinar tampak atau cahaya matahari
langsung, dapat meningkatkan aktivitas fotokatalis, biaya pembuatan yang rendah
dan ketersediaannya yang melimpah, CuO dapat secara efektif mendegradasi
molekul warna, dan banyak di aplikasi kan didunia industri seperti sensor gas dan
sel surya (Rao, Wu et al. 2017).
Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti proses fototransformasi asam humat
pada air gambut dengan menggunakan teknik fotokatalis. Dalam penelitian ini,
peneliti mengajukan riset yakni “Bagaimanakah Fototransformasi Asam Humat
menggunakan Plat Tembaga (II) Oksida (CuO) sebagai katalis.
B. Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Mengkarakteristik Plat Cu dan Plat CuO menggunakan XRD
2. Fotokatalis semikonduktor yang digunakan adalah plat CuO
3. Waktu degradasi asam humat pada aplikasi air gambut dimulai dari 1 jam
sampai dengan 5 jam
4. Membandingkan fototransfomasi pada kecepatan perputaran stirrer 1000, 1500,
2000 rpm menggunakan plat Cu dan plat CuO dan tanpa perputaran dengan
plat CuO
4 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
5. Mengkarakterisasi Konsentrasi ppm yang terdegradasi pada Asam Humat
menggunakan UV-Vis
Berdasarkan batasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah sintesis plat CuO dengan metoda kalsinasi ?
2. Bagaimanakah mendesain reaktor untuk penjernihan air gambut dengan
fotokatalis semikonduktor plat CuO pada cahaya tampak ?
3. Bagaimanakah pengaruh fototransformasi dari plat CuO dalam aktivitas asam
humat?
1 Menentukan kemampuan fotokatalis hasil kecepatan perputaran stirrer 1000,
1500, 2000 rpm menggunakan plat Cu dalam fototransformasi asam humat
2 Menentukan kemampuan fotokatalis hasil kecepatan perputaran stirrer 1000,
1500, 2000 rpm menggunakan plat CuO dalam fototransformasi asam humat
3 Menentukan kemampuan fotokatalis tanpa perputaran menggunakan plat CuO
dalam fototransformasi asam humat
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai desain reaktor asam humat pada air gambut
dengan mengunakan fotokatalis semikonduktor plat CuO
2. Memberikan infornasi tentang fototransformasi asam humat menggunakan plat
Cu, plat Tembaga (II) Oksida (CuO) sebagai katalis dengan perputaran 1000,
1500 dan 2000 rpm dan tanpa perputaran menggunakan plat CuO
5 | F o t o k a t a l i s
C. Air Gambut
Air gambut adalah air permukaan dari tanah yang bergambut dengan ciri
sangat mencolok karena memiliki kandungan organik tinggi serta zat besi yang
cukup tinggi, memiliki rasa asam, pH 3-5, warnanya merah kecoklatan,
mengandung zat partikel tersuspensi yang rendah dengan kandungan partikel yang
rendah (Suwanto, Sudarno et al. 2017). Warna coklat kemerahan pada air gambut
diakibat dari tingginya kandungan zat organik terlarut terutama dalam bentuk
asam humus dan turunannya. Warna asam humus akan semakin tinggi karena
adanya logam besi yang terikat oleh asam–asam organik dan terlarut dalam air
tersebut.
Air gambut memiliki pH rendah yaitu 3-5 yang mengakibatkan air
gambut memiliki rasa asam karena banyak mengandung asam humus . Air gambut
apabila di konsumsi akan menyebabkan diare (gangguan metabolisme), iritasi
kulit, bahkan karsinogen akibat kandungan zat organik yang tinggi dan apabila
terurai secara biologis dan dilakukan proses densifeksi terhadap larutan khlor
membentuk senyawa organokhlorine (Suhendra, Marsaulina et al. 2013)
Kandungan dalam air gambut berpotensi dapat membentuk senyawa
karsinogenik yang akan berbahaya bagi tubuh yaitu THM (Trihalomethane)
proses desinfeksi dengan khlor yang membentuk organoklorin (Zouboulis, Chai
et al. 2004). Komposisi zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa
humat yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –
OH alkohol dan memiliki ikatan aromatik kompleks. Sifat ini juga menyebabkan
sebagian besar organik pada air gambut sulit untuk terurai secara alamiah.
6 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi 2010):
1. kandungan zat organik yang tinggi,
2. kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah,
3. kandungan kation yang rendah,
4. intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecokelatan),
5. pH yang rendah,
Kelima ciri diatas ternyata mempunyai hubungan satu dengan lainnya.
Derajat keasaman yang rendah disebabkan oleh kandungan kation yang rendah,
sedikitnya kation dan partikel tersuspensi, dan adanya zat organik dalam bentuk
asam. Hal ini menyebabkan berkurangnya proses koagulasi secara alami.
Struktur gambut yang lembut dan memiliki pori-pori menyebabkan
mudahnya untuk menahan air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan
air gambut. Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua
yaitu (Trckova, Matlova et al. 2005) :
1. Bog
Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan
dan air permukaan, air hujan memiliki pH yang agak asam maka setelah
bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya cokelat karena
kandungan organi dari air gambut.
2. Fen
7 | F o t o k a t a l i s
Fen merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah
yang dikontaminasi salah satu oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut
memiliki pH netral dan basa.
Asam Humat
Asam humat merupakan senyawa organik heterogen yang memiliki berat
molekul tinggi dan sulit untuk mengalami degradasi serta secara umum berwarna
kuning hingga hitam. Warna ini akan semakin meningkat intensitasnya apabila
terdapat logam besi yang terikat pada asam organik tersebut (Klučáková 2018).
Zat humat terutama asam humat dan asam fulvat adalah senyawa organik
yang sering ditemukan di lingkungan. Asam humat adalah konstituen terbesar
yang ditemukan dari bahan organik tanah (60-80%) serta asam humat banyak
terlibat dalam proses biologis ditanah seperti nutrisi tanaman, degradasi dan
transformasi bahan kimia organik hidrofobik (Kim, Park et al. 2018).
Stuktur asam humat merupakan polimer yang terdiri dari beberapa gugus
COOH, jembatan -O-, -CH2- dan –NH= (Stevenson 1994).
Gambar 1.Model stuktur Asam Humat (Stevenson 1994)
Klasifikasi Asam Humat
Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humat dibagi
dalam tiga fraksi utama yaitu (Kusnaedi 2010) :
8 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
1. Asam Humat
Asam humat atau humus merupakan hasil akhir dekomposisi bahan organik
oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam humat ini antara lain:
1. Asam humat memiliki berat molekul 10.000 - 100.000 g/mol
2. Merupakan bagian dari humus yang bersifat tidak larut dengan air pada
kondisi pH < 2 tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.
3. Dapat diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut
dalam larutan asam.
4. Merupakan makromolekul aromatik yang komplek dengan asam amino,
gula amino, peptide, serta komponen alifatik yang posisinya didapatkan
antara kelompok aromatik.
5. Mempunyai warna yang bervariasi dari cokelat pekat sampai abu-abu
pekat.
6. Humus pada tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat.
7. Asam humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks,secara
umum asam humus memiliki ikatan aromatik yang panjang.
2. Asam Fulvat
Asam fulvat berasal dari kata fulvus yaitu berarti kuning, warna dari asam
fulvat adalah kuning terang hingga kecokelatan dengan ciri-ciri:
1. Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari
humus, larut dalam air dan sering ditemukan dalam air permukaan
dengan berat molekular yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga
10.000.
9 | F o t o k a t a l i s
2. Asam fulvat larut dalam air pada berbagai kondisi pH dan sangat rentan
terhadap serangan mikroba. Asam fulvat mengandung atom oksigen dua
kali lebih besardibandingkan asam humat, karena banyaknya gugus
karboksil (-COOH) dan hidroksil (COH) sehingga menyebabkan secara
kimia asam fulvat lebih reaktif dibandingkan senyawa-senyawa humus
lainnya.
3. Humin
Humin dianggap sebagai molekul yang paling besar dari senyawa humus
karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 - 10.000.000 g/mol.
Sedangkan sifat fisika dan kimia humin belum banyak diketahui (Stevenson
1994).
Ketiga jenis fraksi asam humus tersebut mempunyai struktur yang
hampir sama antara satu sama lain, hanya berbeda berat molekul dan
kandungan gugus fungsionalnya. Asam fulvat dengan berat molekul yang
rendah memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dan kandungan
karbon yang rendah jika dibandingkan dengan asam humat dengan berat
molekul yang tinggi. Warna dari asam humus akan semakin tinggi dengan
semakin tingginya berat molekul.
D. Fototransformasi Asam Humat
Air gambut merupakan air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat
di daerah berawa dengan ciri berwarna merah sampai coklat, berbau kurang sedap
serta berasa asam. Air jenis ini jelas tidak memenuhi persyaratan air bersih yang
ditentukan oleh Depkes RI, maka air rawa gambut tergolong air terpolusi karena
10 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
mengandung material baik organik maupun anorganik (dalam kasus ini material
organik) yang menyebabkan air tak lagi layak pakai.
Seperti yang diterangkan sebelumnya, komponen utama air gambut adalah
senyawa-senyawa humat. Salah satu fraksi utama senyawa humat adalah asam
humat yang menyebabkan air gambut berwarna coklat, sehingga perlu diterapkan
suatu metoda guna mentransformasi asam humat dari air gambut tersebut.
Berlandaskan fakta teoritis yang dikemukakan(Stevenson 1994) bahwa
asam humat terdiri dari gugus-gugus kaya elektron (seperti jembatan –O-, -N-, -S-
dan gugus fungsional –COOH dan –OH), maka dapat diprediksi bahwa asam
humat dapat bertindak selaku donor elektron dalam proses fototransformasi yang
dikatalisis oleh semikonduktor dalam suatu sel.
11 | F o t o k a t a l i s
BAB II. FOTOKATALIS DAN
METODE MODIFIKASI SOL-GEL
A. Fotokatalis
Fotokatalis merupakan suatu gabungan antara proses fotokimia dan
katalis. Proses fotokimia merupakan suatu proses transformasi kimia dengan
bantuan cahaya sebagai pemicunya. Sedangkan katalis merupakan suatu substansi
yang dapat mempercepat laju reaksi. Reaksi kimia yang melibatkan material
fotokatalis disebut dengan reaksi fotokatalis.
Fotokatalis merupakan suatu proses yang di bantu dengan cahaya dan
katalis untuk menurunkan energi aktivasi sehingga mempercepat proses reaksi.
Kemampuan fotokatalisis dalam suatu material semikonduktor sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor salah satu nya yaitu ukuran partikel zat. Ukuran dari partikel
semikonduktor memegang peran penting dalam menentukan aktivitas katalitik
dari senyawa semikonduktor. Umumnya, senyawa dengan ukuran partikel lebih
kecil memiliki aktivitas fotokatalitik lebih baik karena proses transfer muatan ke
sisi aktif dari permukaan semikonduktor akan lebih cepat (Ismail and Bahnemann
2014).
12 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Gambar 2.Mekanisme Fotokatalis
Ketika fotokatalis terkena sinar atau cahaya, sejumlah energi berupa foton
akan diserap. Penyerapan energi foton tersebut mengakibatkan eksitasi elektron
pada pita valensi ke pita konduksi (Umar and Aziz 2013). Sumber foton untuk
aktivasi fotokatalis dapat berasal dari lampu maupun sumber cahaya alami seperti
cahaya matahari. Pemanfaatan cahaya matahari sebagai aktivator fotokatalis
menjadi suatu hal yang menjanjikan, mengingat matahari merupakan sumber
energi terbesar di alam dan dapat diperoleh dengan gratis (Lin, Li et al. 2017).
Berbagai metode telah dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
fotokatalitik dari material semikonduktor, salah satunya menggunakan metode
pendopingan ion (kation maupun anion) pada material semikonduktor. Fotokatalis
menunjukkan potensi dalam mengatasi air gambut. Penambahan katalis dalam
proses fotokatalis dapat meningkatkan penguraian air gambut menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Proses tersebut dinamai dengan fotokatalis (Stiadi 2013).
Secara umum fotokatalis dapat terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Fotokatalis homogen yang melibatkan katalis, medium, reaktan berada dalam
satu fasa, umumnya katalis berupa suatu oksidator seperti ozon dan hidrogen
peroksida
2. Fotokatalis heterogen dimana proses ini melibatkan katalis yang tidak satu
fase dengan medium dan reaktan, umumnya katalis berupa semikonduktor
seperti tembaga oksida (CuO), titanium dioksida (TiO2) dan (ZnO2) sebagai
katalis
13 | F o t o k a t a l i s
B. Semikonduktor
Semikonduktor merupakan bahan konduktivitas yang berada diantara
konduktor dan isolator. Semikonduktor merupakan material yang memiliki pita,
kedua pita tersebut dipisahkan oleh energi ambang atau energi celah pita (gap
energy atau band gap). band merupakan celah energi yang berada diantara pita
valensi dan pita konduksi, sementara energi maksimum yang dibutuhkan elektron
untuk mengalami eksitasi dari pita valensi ke pita konduksi disebut energi band
gap. Elektron yang tereksitasi pada permukaan material fotokatalis akan memicu
suatu reaksi kimia (Madjene, Aoudjit et al. 2013).
Berdasarkan jumlah mayoritas partikel pembawa muatan semikonduktor
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
Semikonduktor tipe-p merupakan semikonduktor yang mengalami kekurangan
elektron sehingga semikonduktor ini bermuatan positif dengan lubang sebagai
pembawa muatan mayoritas. Sedangkan semikonduktor tipe-n mengalami
kelebihan elektron, yang menyebabkan semikonduktor ini bermuatan negatif
dengan elektron sebagai pembawa muatan mayoritas.
Semikonduktor dapat berperan sebagai fotokatalis dalam reaksi oksidasi
dan reduksi bergantung pada besarnya energi celah pita dan jenis celah pita yang
akan dioksidasi dan direduksi. Semikonduktor yang berbeda memiliki level pita
energi konduktifitas dan potensial redoks yang berbeda, semakin tinggi potensial
pita valensi semakin tinggi daya oksidasi yang dimiliki oleh lubang.
Semikonduktor memiliki energi celah pita yang cukup kecil, rentang energi celah
pita untuk semikonduktor adalah 1-5 eV, isolator > 5 eV, sedangkan konduktor
tidak memiliki energi celah pita (Palupi 2006).
14 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Tabel 1.Beberapa semikonduktor beserta energi celahnya pada suhu 0 K
Semikonduktor Eg(eV) Semikonduktor Eg (eV)
InSb
PbTe
Te
PbS
InAs
ZnSb
Ge
GaSb
Si
CdTe
0,20
0,20
0,30
0,30
0,40
0,60
0,70
0,80
1,10
1,60
Se
Cu2O
CdS
WO3
Fe2O3
TiO2
ZnO
SrTiO3
ZnS
AIN
1,80
2,20
2,60
2,80
3,10
3,23
3,40
3,40
3,90
4,60
(Sumber :(Chen, Wang et al. 2018)
Plat CuO
Oksida tembaga memiliki dua fasa kristal yaitu Cu2O dan CuO. Oksida
logam CuO merupakan padatan ionik dengan titik leleh diatas 1300 0C. CuO
adalah oksida basa sehingga mudah larut dalam asam dan mineral. CuO murni
memiliki koefisien absorpsi yang tinggi sehingga sebagian besar cahaya dapat
diabsorpsi oleh CuO dalam bentuk lapisan tipis. CuO memiliki parameter kisi a =
4.68 Ǻ, b = 3.42 Ǻ, c = 5.13 Ǻ, serta memiliki massa jenis 6.315 g/cm3. Sebagai
material semikonduktor CuO memiliki keuntungan selain biaya pembuatan yang
rendah juga ketersediaannya yang melimpah. Copper Oxide (CuO) juga
merupakan semikonduktor tipe-p yang memiliki celah pita 1,2 - 1,6 eV dan
struktur kristal kubik (Papadimitropoulos, Vourdas et al. 2006).
Sebagaimana bahan semikonduktor dari senyawa-senyawa oksida yang
lain, senyawa CuO memiliki sifat optik dan listrik yang cocok untuk piranti sel
surya dan baterai lithium sebagai elektroda aktif. Disamping itu senyawa CuO
memiliki sifat kimia yang cocok untuk aplikasi katalis dan sensor gas.
15 | F o t o k a t a l i s
Gambar 3. Struktur Kristal CuO (Zeffry 2015)
Tabel 2. Karakteristik CuO
Karakteristik CuO
Rumus molekul CuO
Massa molar (berat molekul)SU 79.545 g/mol
Warna Hitam kecoklatan
Kerapatan 6.315 g/cm3
Titik Leleh 1326 0C
Titih Didih 2000 0C
Energi Band gap 1.2 - 1.9 eV
(sumber : (Duan, Zhang et al. 2018)
CuO memiliki kelebihan yaitu temperatur superkonduktivitas yang tinggi,.
CuO diaplikasikan di berbagai bidang antara lain sebagai katalis, baterai, sensor
gas, penghantar panas, dan untuk energi surya. Struktur kristal CuO memiliki
band gap yang kecil sehingga sifat fotokatalisis dan fotovoltaik sangat berguna.
Dalam penelitian yang sudah dilakukan, tembaga dapat bereaksi dengan oksigen
pada temperatur 400 °C sehingga terbentuk senyawa CuO.
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat ukur yang mengukur respon
yang dihasilkan dari interaksi kimia suatu zat dengan sinar atau cahaya daerah
UV-Vis yang melewati. Apabila sinar atau cahaya jatuh pada suatu medium
homogen sebagian dari sinar yang masuk akan dipantulkan dan sebagian lagi akan
diserap oleh medium, sisa nya akan diteruskan (Parveen and Rohan 2011).
16 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh molekul dapat menyebabkan
terjadinya eksitasi molekul tersebut dari tingkat dasar ketingkat yang lebih tinggi.
Proses ini melalui dua tahap :
tahap 1 : M + hV M*
tahap 2: M + hV M + heat
Umur molekul yang tereksitasi M* ini sangat pendek (10-8
-10-9
detik) dan molekul
kembeli ketingkat dasar lagi M. Proses diatas disebut proses fotokimia.
Pengabsorbsian sinat ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding akibatnya panjang gelombang
absorbs maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu, spektroskopi serapan molekul
sangat berguna untuk mengindentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam
suatu molekul. Akan tetapi yang paling penting adalah penggunaan spektroskopi
serapan ultra violet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-
senyawa yang mengandung gugus pengabsorbsi (Hendayana, Kadarohman et al.
1994)
Sinar tampak merupakan energi, yang bila mengenai elektron-elektron
tersebut, maka elektron akan tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang
lebih tinggi, eksitasi elektron-elektron ini, direkam dalam bentuk spektrum yang
dinyatakan sebagai panjang gelombang dan absorbansi, sesuai dengan jenis
elektron-elektron yang terdapat dalam molekul yang dianalisis. Makin mudah
elektron-elektron bereksitasi makin besar panjang gelombang yang diabsorbsi,
makin banyak elektron yang bereksitasi makin tinggi absorban.Pada
spektrofotometri UV-Vis ada beberapa istilah yang digunakan terkait dengan
17 | F o t o k a t a l i s
molekul, yaitu kromofor, auksokrom, efek batokromik atau pergeseran merah,
efek hipokromik atau pergeseran biru, hipsokromik, dan hipokromik.Kromofor
adalah molekul atau bagian molekul yang mengabsorbsi sinar dengan kuat di
daerah UV-Vis, misalnya heksana, aseton, asetilen, benzena, karbonil,
karbondioksida, karbon monooksida, gas nitrogen. Auksokrom adalah gugus
fungsi yang mengandung pasangan elektron bebas berikatan kovalen tunggal,
yang terikat pada kromofor yang mengintensifkan absorbsi sinar UV-Vis pada
kromofor tersebut, baik panjang gelombang maupun intensitasnya, misalnya
gugus hidroksi, amina, halida, alkoksi.
Prinsip kerja dari spektrofotometer ini adalah cahaya yang berasal dari
lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui
lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada
fotometer. Kemudian monokromator akan mengubah cahaya polikromatis
menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang
gelombang tertentu akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat
dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap
(diabsorbsi) dan yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima
oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan
mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap berbanding
lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan
diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.
X-Ray Diffraction (XRD)
XRD atau X-Ray Diffraction digunakan untuk menentukan karakteristik
di tinjau dari struktur dan ukuran kristal pada suatu sampel. Komponen utama
18 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
XRD terdiri dari tabung katoda (tempat terbentuknya sinar-X), sampel holder dan
detektor. XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi
pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data dari XRD berupa intensitas sinar-X yang
terdifraksi dan sudut 2 . Tiap pola yang muncul pada pola XRD mewakili satu
bidang Kristal dan memiliki orientasi tertentu (Widyawati 2012).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik akan menunjukkan gejala
difraksi bila sinar tersebut jatuh pada jarak antar atomnya kira-kira sama dengan
panjang gelombang sinar tersebut. Bila berkas elektron menjatuhi suatu kristal,
maka sinar-X yang terbentuk akan di hamburkan. Panjang gelombang hamburan
ini keluar dari seluruh atom dalam sampel dan interferensinya dari radiasi
hamburan yang berasal dari atom-atom yang berbeda yang menyebabkan
intensitas berbeda (Sibilia 1996).
C. Metode Sol-Gel
Metode sol-gel merupakan metode yang digunakan untuk mensintesis
material berukuran kecil karena mudah dalam preperasi. metode sol gel
terdiri dari dua kata yaitu sol dan gel, sol di defenisikan sebagai suspensi
koloid yang mencakup sistem dengan jangkauan yang luas. Menurut
International Union of Pure Applied Chemistry (IUPAC) sol merupakan sistem
koloid dimana suatu fasa terdispersi dalam fasa lain dengan ukuran partikel
fasa terdispersi 1nm-1μm (Danks et al.,2016) sedangkan gel didefenisikan
sebagai jaringan 3 dimensi dari sol yang membentuk fasa kontiniu yang lebih
kaku (Kumar et al.,2015).
Sejumlah metode yang biasa digunakan pada fotokatalitik TiO2 yaitu metode
sol-gel, elektrokimia, hidrotermal, sputtering dan deposisi kimia namun metode sol-
19 | F o t o k a t a l i s
gel yang mudah dioperasikan dari metode lainnya. metode sol gel melibatkan
hidrolisis dan kondensasi dari prekursor dan pembentukan gel berikutnya yang
menghasilkan pembentukan struktur jaringan kristal dengan menggunakan suhu
kalsinasi ( Guo et al.,2018).
Metode sol-gel terdiri dari beberapa tahap yaitu pada tahap yang pertama
pembentukan sol-gel dari monomer material prekursor (Kumar et al.,2015).
prekursor yang biasa digunakan dalam metode sol gel ada 3 jenis yaitu larutan dari
garam logam, larutan logam alkoksida dan campuran senyawa organik anorganik
(Dimitriev ,Ivanova & Iordanovaal.,2008). Larutan logam alkoksida merupakan
jenis penelitian pertama yang dilakukan pada abad ke-19 yaitu proses pembentukan
gel dari material alkoksida yang dipreperasi menggunakan SiCl4. Penyebab
terbentuknya gel tersebut diketahui sebagai proses hidrolisis dan kondensasi material
alkoksida akibat dari kelembaban udara. pada proses hidrolisis terjadi reaksi antara
senyawa alkoksida prekursor dengan air yang mengakibatkan pergantian gugus
alkoksi (-OR ) oleh gugus hidroksi (-OH ).
Proses hidrolisis dipengaruhi oleh sifat dari gugus alkil (-R), perbandingan air
dengan senyawa alkoksida dan jumlah katalis yang digunakan (Danks et al.2016).
Sedangkan Pada proses kondensasi, terjadi pembentukan ikatan okso (M-O-M) dari
satu molekul prekursor dengan molekul prekursor lain disertai dengan pelepasan
molekul air atau alkohol sebagai produk sampingan. Jalannya reaksi kondensai
sangat ditentukan oleh derajat reaksi hidrolisis. Agar reaksi kondensasi dapat terjadi,
setidaknya dibutuhkan satu gugus –OH yang melekat pada logam pusat dari
senyawa prekursor. Jika hidrolisis terjadi sempurna sebelum reaksi kondensasi
20 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
dimulai, maka akan dihasilkan produk (OH)3M-O-M(OH)3 dengan air sebagai
produk sampingan. Sementara apabila hidrolisis hanya terjadi sebagian maka akan
menghasilkan produk yang masih memiliki gugus –OR dan menghasilkan senyawa
alkohol sebagai produk samping (Danks et al.,2016). Jaringan molekul yang lebih
luas akan terbentuk seiring dengan berjalannya proses kondensasi. Jaringan yang
luas tersebut akan membentuk sistem tiga dimensi yang lebih kaku yang disebut gel
(Kumar et al.,2015). Contoh reaksi kondensasi dari logam alkoksida dapat dilihat
sebagai berikut (Kumar et al., 2015).
Tahap yang kedua pada metoda sol-gel yaitu yaitu agin (pematangan), Proses
pematangan (aging) merupakan tahap dimana material yang telah disintesis disimpan
atau dijaga pada kondisi tertentu dalam jangka waktu beberapa jam atau beberapa hari.
Selama proses pematangan, proses kondensasi tetap terjadi di dalam wadah atau
substrat tempat gel melekat. Pada proses ini terjadi penurunan ukuran pori dan gel akan
mengendap membentuk agregat sehingga dapat menurunkan resiko adanya retakan
(cracking) pada saat pengeringan. Tahap yang terakhir yaitu Drying (Pengeringan) Pada
proses pengeringan, pelarut yang masih tersisa di dalam jaringan gel akan dihilangkan
dengan cara pemanasan. Selama proses pemanasan, terjadi pemadatan struktur gel
menjadi lapisan atau agregat yang lebih padat. Pemadatan atau densifikasi bergantung
21 | F o t o k a t a l i s
pada ukuran pori, jarak antar pori dan luas permukaan dari material yang disintesis
(Kumar et al.,2015).
D. Karakterisasi TiO2 di doping Cu
Karakterisasi TiO2 doping Cu dilakukan dengan berbagai macam metode
untuk mengetahui sifat fisik dan kimia suatu material fotokatalis seperti untuk
mengetahui ukuran kristal fotokatalis, mengetahui sifat adsorbansi, mengetahui
band gap material serta efisiensi fotokatalis pada asam humat.
A. X-Ray diffraction (XRD)
XRD digunakan untuk menentukan struktur kristal dan susunan atom.
XRD yang paling umum digunakan untuk mengkarakterisasi karena tidak
merusak struktur kristal material yang di uji. XRD dapat memberikan informasi
mengenai struktur, fasa, tekstur, ukuran rata-rata partikel,derajat kristalinitas dan
cacat pada kristal. Namun XRD juga mempunyai kekurangan yaitu
pengukurannya lambat, melibatkan mesin yang rumit dan biaya yang relatif mahal
(Mohanraj et al.,2018).
Sinar X yang dihasilkan pada instrumen XRD berasal dari tabung katoda
yang telah disaring supaya dihasilkan sinar X manokromatik yang ditembakkan
pada sampel.interaksi dari sinar X dengan sampel membentuk sinar yang
dihamburkan (Bunaciu, Elena&Hassan, 2015).
B. spektrofotometer UV-Vis
Salah satu instrumen optik yang sangat populer adalah spektrofotometri
UV-Vis. Spektroskopi UV-Vis merupakan salah satu metode tertua dalam
spktroskopi molekuler perumusam tentang hukum bouger-lambert-beer pada
tahun 1852 menciptakan dasar bagi evaluasi kuantitatif pada pengukuran absorpsi
22 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
pertama-tama menyebabkan kalorimetri, kemudian fotometri dan akhirnya
menjadi spektrofotometriyangsecara luas digunakan untuk mengukur spektrum
penyerapan sampel UV dan sinar tampak , seperti untuk memgetahui Aktivitas
katalitik nanopartikel dapat dipelajari dengan menggunakan spektroskopi UV/Vis
(Begum et al.,2018).
penyerapan didefenisikan sebagai proses dimana itensitas cahaya dari sinar
pengukuran berkurang karena molekul dalam sampel mengalami transisi dari
keadaan dasar akan tereksitasi ketingkat energi yang lebih tinggi.penggunaan
hukum lambert-beer dalam spektroskopi akan terjadi jika bebera kondisi yang
mendasar terpenuhi seperti; cahaya pengukuran ketat manokromator, distribusi
homogen dan molekul dalam suatu sampel, tidak adanya hamburan cahaya dan
reaksi fotokimia dalam samel, deteksi ideal dan pengolahan nilai itensitas IO dan I
(Mantele & Deniz,2017).
Spektrofotometri Uv-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-7800 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
spektrofotometri lebih banyak digunakan pada analisa kuantitatif dibanding
kualitatif karena pada pengukuran spektrofotometri menggunakan alat
spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang besar pada molekul
yang dianalisa. Spektrofotometri Uv-Vis digunakan untuk menghitung absorbansi
suatu sampel (Graham et al .,2010).
C. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan instrument yang digunakan
untuk analisa kualitatif. Prinsip kerja dari FTIR yaitu berdasarkan jumlah
23 | F o t o k a t a l i s
penyerapan sinar oleh suatu sampel. Apabila suatu sampel dilewati oleh radiasi
inframerah, maka molekul-molekulnya akan mengabsorpsi energi dan terjadi
transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi
tereksitasi(excited state), pada FTIR spectrum yang terbentuk akan memberikan
informasi mengenai gugus fungsional suatu molekul. Kelebihan-kelebihan dari
FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spectrum
yang cepat, dn instrument ini memiliki computer yang terdedikasi kemampuannya
untuk menyimpan dan memanipulasi spectrum (Stevens,2001).
D. Ultra Violet-Visible Diffuse Reflectance Spectoscopy (UV-Vis DRS)
Spektrofotometri UV-Vis Diffuse Reflectance merupakan metoda yang
digunakan untuk mengetahui besarnya band gap suatu material semikonduktor.
Metoda ini didasarkan pada pengukuran intensitas UV-Vis yang direfleksikan
oleh sampel padat yang dikenai cahaya pada rentang panjang gelombang UV-Vis.
(Dolat, et al., 2014).
Hasil dari karakterisasi menggunakan UV-Vis DRS berwujud kurva
hubungan antara k/s dengan panjang gelombang (λ) atau absorbansi (A) dengan
panjang gelombang (λ). Spektrum yang diperoleh untuk senyawa padatan disebut
sebagai diffuse reflectance spectrum (spektrum refleksi). Spektrum ini lebih
dikenal sebagai spektrum elektronik karena spektrum pada daerah UV-Vis ini
muncul sebagai akibat terjadinya transisi elektron dari tingkat energi rendah ke
tingkat energi tinggi (terksitasi) jika elektron itu memperoleh energi yang sesuai.
Energi transisi elektronik ini muncul sebagai puncak pita spektrum senyawa yang
dianalisa sehingga dapat diketahui penyerapan panjang gelombang maksimum
dan dihitung energinya (Agnes, 2016).
24 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
25 | F o t o k a t a l i s
BAB III. FOTOTRANSFORMASI
ASAM HUMAT DENGAN PELAT
TEMBAGA OKSIDA
A. Experimental Section
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang
pada bulan Desember 2018 sampai bulan Mei 2019
Objek Penelitian
1. Subjek dan Objek Penelitian
a) Subjek Penelitian : Plat CuO
b) Objek Penelitian : Disain dan Rekayasa Fototransformator Plat CuO untuk
pengolahan asam Humat
2. Variabel Penelitian
a) Variabel bebas : Asam humat dengan perputaran menggunakan Plat Cu
0.3 mm, Asam humat dengan perputaran menggunakan Plat CuO 0.3 mm,
Asam humat tanpa Perputaran menggunakan Plat CuO 0.3 mm dan waktu
degradasi
b) Variabel kontrol : Asam Humat 20 ppm dan plat CuO 0.3 mm
c) Variabel terikat : Konsentrasi asam humat yang berkurang dan %degradasi
dengan karakteristik UV-Vis, plat Cu dan Plat CuO dengan karakteristik
XRD.
Alat dan Bahan
26 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : neraca analitik,
seperangkat alat gelas, reaktor, tachometer, stirrer, dinamo, pengontrol kecepatan
dinamo (dimmer DC 12-24 v.8A), penyambung aliran listrik ( Adaptor 2A/12V)
kabel, kaca bening tebal 3mm dan furnace. Kemudian alat untuk karakterisasi
yaitu analisis UV-VIS berfungsi untuk serapan warna, analisis XRD (PAN
alytical) berfungsi untuk melihat struktur kristal.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : asam humat, aquades,
plat CuO
B. Produser Kerja
Sintesis Oksida Tembaga Plat Cu
Logam Cu yang berbentuk lembaran ( 36,5 cm x 120 cm) dipotong-
potong dengan ukuran lebar 2 cm dan panjang 7 cm sesuai dengan wadah reaktor
yang dirancang. Kemudian plat logam Cu di kalsinasi pada furnace dengan suhu
4000C selama 1 jam, kemudian dinginkan selama 5 jam. Plat tembaga (II)
oksida kemudian di uji dengan XRD setelah itu akan dipasang ke dalam reaktor
yang di desain (Zainul, Oktavia et al. 2018)
Pembuatan Desain Reaktor
Fotoreaktor Mobile, yakni kaca bening dengan ketebalan 3 mm yang
dibuat segi delapan membentuk oktagonal, lalu di berikan dinamo dan alat
pengontrol dinamo (dimmer DC 12-24V.8A) dengan aliran listrik (adaptor 2A/12V
dan kabel) dan Techometer untuk mengatur RPM (DT-2234C+), kemudian
dinamo disambungkan pada stirrer dengan plat CuO dengan ukuran 7 x 2 cm
(Zainul, rahadian. 2018)
27 | F o t o k a t a l i s
Gambar 4: Fotoreaktormobile ; (1.Dinamo; 2.Bagian tutup; 3.Plat untuk
perputaran ; 4. Stirer ;; 4. Pengontrol Dinamo ; 5. Colokan)
Uji Fotokatalis Degradasi Asam Humat
Sebanyak 200 mL larutan asam humat 20 ppm dimasukkan ke dalam
reaktor yang telah diberi plat Cu dan plat CuO, selanjutnya reaktor yang telah
diberi plat Cu dan plat CuO pada cahaya matahari dilakukan pengujian dengan
variasi waktu dari 1 sampai dengan 5 jam menggunakan kecepatan pengadukan
1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm dan tanpa perputaran dengan plat CuO
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Setelah
didapatkan hasil dilakukan pengolahan data. (Zainul, rahadian. 2018)
Karakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-VIS
Pengujian ini dilakukan di laboratorium Kimia, FMIPA, UNP. UV-VIS
digunakan untuk mengukur respon yang dihasilkan dari interaksi kimia suatu zat
dengan sinar atau cahaya daerah UV-VIS yang melewati. Apabila sinar atau
cahaya yang jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan, sebagian sinar lagi akan diserap oleh medium dan sisanya akan
diteruskan. Hal ini dapat diukur dan dinyatakan sebagai reflektansi , absorbansi,
dan transmittan (Parveen and Rohan 2011).
28 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Karakterisasi menggunakan Ray Diffraction XRD
Pengujian ini dilakukan di laboratorium Fisika, FMIPA, UNP. XRD atau
X-Ray Diffraction digunakan untuk menentukan karakteristik di tinjau dari
struktur dan ukuran kristal pada suatu sampel. Tiga komponen dasar pada X-
Ray diffraction yaitu sinar-X, tempat sampel, dan detektor yang terletak pada
suatu lingkaran yang sejajar dengan lingkaran fokus.
Alur Penelitian
Asam Humat 20 ppm
29 | F o t o k a t a l i s
- Ditimbang 0,02
gram Asam humat
- Dilarutkan dalam
gelas kimia 250 ml
menggunakan
aquades
- Diencerkan pada
labu ukur 1 L
Plat CuO
Plat Tembaga (Cu) dipotong
dengan ukuran 7 x 2 cm, lalu di
kalsinasi pada furnace dengan
suhu 400 °C selama 1 jam, dan
dinginkan.
Karakterisasi
Degradasi Asam Humat 20 ppm
XRD
Fotoreaktor Mobile
Uji fotokatalis degradasi asam humat denganketebalan plat 0,3 mm dengan
kecepatan 1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm
2 jam 1 jam 3 jam 4 jam 5 jam
Hasil Degradasi
Ukur absorban dengan UV-Vis
30 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
C. Implementasi dan Interpretasi
Pada penelitian ini dilakukan pengujian fototransfomasi asam humat
dengan kecepatan perputaran 1000, 1500, 2000 rpm dan tanpa perputaran pada
plat CuO dengan menggunakan desain reaktor berbentuk oktagonal. Desain ini
dipilih karena memiliki segi yang banyak sehingga membiasan cahaya besar
sehingga proses fototransfomasi asam humat menjadi lebih baik. Fototransfomasi
adalah suatu metoda degradasi asam humat dengan fotokatalis, katalis yang
digunakan pada proses fototransfomasi adalah plat CuO. Plat CuO memiliki
kelebihan tidak beracun, bahan semikonduktor tipe-p karena memiliki bandgap
sekitar 1.2 - 1.6 eV, mampu berkerja pada sinar tampak atau cahaya matahari
langsung, dapat meningkatkan aktivitas fotokatalis, biaya pembuatan yang rendah
dan ketersediaannya yang melimpah, CuO dapat secara efektif mendegradasi
molekul warna, dan banyak di aplikasi kan didunia industri seperti sensor gas dan
sel surya.
Sintesis Plat CuO 0.3 mm
Kalsinasi adalah metode oksida thermal yang dapat membentuk oksida
sehingga Cu menjadi CuO atau Cu2O, metode kalsinasi dipilih karena metode ini
dapat digunakan pada sampel padatan dan mengoksidasi Cu menjadi CuO.
Proses kalsinasi untuk membentuk plat CuO terjadi pada suhu 4000C
berlangsung selama 1 jam dan proses pendinginan tercapai setelah 5 jam . setelah
1 jam, molekul O2 mulai mereda dan mundur. Dalam kondisi ini, molekul
Oksigen yang tidak mengalami momentum, tidak efektif ketika bertabrakan
dengan atom Cu akan keluar dan meninggalkan ruang yang meningkatkan tekanan
31 | F o t o k a t a l i s
pada celah dan ruang antar sel dalam plat CuO, inilah yang menyebabkan
terbentuk nya plat CuO (Zainul, Oktavia et al. 2018).
X-Ray Diffraction (XRD
Analisa dengan menggunakan XRD dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran
kristal. Sampel yang dikarakterisasi menggunakan XRD adalah plat cu sebelum
dikalsinasi dan setelah dikalsinasi. Pola XRD sebelum dikalsinasi dapat dilihat
pada gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram plat Cu sebelum dikalsinasi
Berdasarkan gambar menunjukan puncak-puncak fraksi khas dari suatu plat,
plat Cu terbentuk puncak yang kuat pada sudut diffraksi (2θ) yaitu 50.5865
Difraktogram yang di peroleh dari proses karakterisasi kemudian dianalisa
menggunakan persamaan Debye-schrer untuk mengetahui ukuran kristal, dari
hasil didapatkan bahwa ukuran kristal pada sudut diffraksi (2θ) yaitu 50.5865
adalah 28.40 nm.
32 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Pada Pola XRD setelah di kalsinasi dengan suhu 4000C selama 1 jam
mengalami perubahan senyawa dari plat Cu menjadi plat CuO dan perubahan
sudut diffraksi (2θ) seperti pada gambar 6.
Gambar 6.Difraktogram plat Cu setelah dikalsinasi
Berdasarkan gambar menunjukan puncak-puncak fraksi khas dari suatu plat,
plat Cu setelah dikalsinasi pada suhu 4000C selama 1 jam terbentuk puncak yang
kuat pada sudut diffraksi (2θ) yaitu 36.4563. Difraktogram yang di peroleh dari
proses karakterisasi kemudian dianalisa menggunakan persamaan Debye-schrer
untuk mengetahui ukuran kristal, dari hasil didapatkan bahwa ukuran kristal pada
sudut diffraksi (2θ) yaitu 36.4563 adalah 27.07 nm. Dari ukuran kristal yang
didapat pada plat Cu sebelum dan setelah dikalsinasi mengalami perbedaan.
Setelah kalsinasi ukuran kristal yang didapat lebih kecil dibandingkan ukuran
kristal sebelum dikalsinasi.
33 | F o t o k a t a l i s
Uji Aktivitas Fototransformasi
Uji Aktivitas fototransfomasi asam humat dilakukan pada 1 jam, 2 jam, 3 jam,
4 jam dan 5 jam dengan kecepatan 1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm dan tanpa
perputaran dengan menggunakan katalis plat Cu dan CuO. Uji aktivitas
fototransformasi asam humat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan
panjang gelombang maksimum pada asam humat yaitu 265 nm.
Gambar 7. Spektrum Absorbansi asam humat 20 ppm
Absorbansi yang diperoleh digunakan sebagai pembanding absorbansi setelah
dilakukan degradasi, dari data absorbansi didapatkan persentase konsentrasi ppm
yang terdegradasi yaitu :
Dimana A0 adalah ppm mula-mula, At adalah ppm pada waktu t.
34 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Gambar 8. Aktivitas fototransformasi asam humat menggunakan katalis plat Cu
Pada gambar 8 aktivitas fototransformasi asam humat dengan
menggunakan plat Cu pada perputaran 1000 rpm 1500 rpm dan 2000 rpm
didapatkan nilai konsentrasi ppm yang terdegradasi hanya berkisar 2-8% dalam 20
ppm. Hasil degradasi yang sedikit pada plat Cu diakibatkan oleh plat Cu tidak
mampu mendegradasi asam humat karena plat Cu merupakan konduktor.
Konduktor adalah bahan yang dapat meghantarkan arus listrik, konduktor
memiliki pita valensi dan pita konduksi yang saling tumpang tindih sehingga
elektron dapat bergerak bebas dan menghasilkan arus listrik, elektron yang
bergerak bebas tersebut menyebabkan radikal OH tidak terbentuk .
Pada perputaran 1000 rpm dapat dilihat bahwa konsentrasi ppm setelah
didegradasi mengalami kenaikan selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam perputaran yaitu
4.92%, 5.82% dan 6.73% sedangkan pada jam 4 dan 5 mengalami penurunan
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
0 1 2 3 4 5 6
Kon
sen
trasi
pp
m D
egra
dasi
Waktu (Jam)
1000 rpm
1500 rpm
2000 rpm
35 | F o t o k a t a l i s
konsentrasi ppm setelah didegradasi yaitu 5.62% dan 5.42%, pada perputaran
1500 rpm konsentrasi ppm setelah didegradasi juga mengalami kenaikan pada jam
1 jam, 2 jam dan 3 jam yaitu 5.92%, 6.53% dan 7.93 % sedang kan pada 4 jam
dan 5 jam mengalami penurunan yaitu 5.62% dan 5.42% dan pada perputaran
2000 rpm didapatkan konsentrasi ppm setelah degradasi mengalami kenaikan
pada 1 jam dan 2 jam yaitu 5.92% dan 6.53% sedangkan pada 3 jam, 4 jam, dan 5
jam mengalami penurunan konsentrasi ppm %degradasi yaitu 7.93%, 5.72% dan
4.62%.
Penurunan dan kenaikan konsentrasi ppm setelah degradasi dengan
mengunakan plat Cu diakibatkan oleh cahaya yang masuk dengan kenaikan
cahaya maka dapat mempercepat reaksi yang mengakibatkan naiknya energi
kinetik partikel zat sehingga memungkin kan semakin banyak tumbukan efektif
yang menghasilkan penurunan konsentrasi asam humat pada katalis plat Cu
(Gulkaya, Surucu et al. 2006).
40.00%
42.00%
44.00%
46.00%
48.00%
50.00%
52.00%
54.00%
56.00%
58.00%
60.00%
0 1 2 3 4 5 6
Axi
s Ti
tle
Axis Title
1000 rpm
1500 rpm
2000 rpm
Tanpa perputaran
36 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Gambar 9 .Aktivitas fototransformasi asam humat menggunakan katalis plat CuO
Pada gambar 9 aktivitas fototransformasi asam humat dengan
menggunakan plat CuO pada perputaran 1000 rpm 1500 rpm, 2000 rpm dan tanpa
perputaran didapatkan nilai konsentrasi degradasi yaitu 46%- 50% dalam 20 ppm,
hal ini menunjukan bahwa konsentrasi ppm yang terdegradasi besar dengan
bantuan plat CuO yang merupakan semikonduktor. Semikonduktor adalah
material yang memiliki pita, yaitu pita valensi dan pita konduksi yang kedua pita
tersebut dipisahkan oleh energi ambang atau energi celah pita ( gap energy atau
band gap). Semikonduktor apabila dikenai cahaya dengan energi yang sesuai
maka elektron pada pita valensi akan berpindah ke pita konduksi dan
meninggalkan hole pita valensi.
Pada perputaran 1000 rpm, 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam mengalami
kenaikan konsentrasi ppm terdegradasi yaitu 53.21%, 56.63%, 56.73% dan
57.23% sedangkan pada 5 jam mengalami penurunan konsentrasi ppm
terdegradasi yaitu 54.52%, pada perputaran 1500 rpm 1 jam, 2 jam mengalami
kenaikan konsentrasi ppm yang terdegradasi yaitu 50.20% dan 56.53% , pada jam
3 dan 4 jam mengalami penurunan yaitu 55.32% dan 55.12%, pada 5 jam
didapatkan konsentrasi ppm yang terdegradasi adalah 56.02%, sedangkan
perputaran 2000 rpm mengalami kenaikan dari 1 jam, 2 jam dan 3 jam konsentrasi
ppm yang terdegradasi yaitu 49.00%, 51.41%, 51.51% dan pada 4 jam dan 5 jam
mengalami penurunan konsentrasi ppm yang terdegradasi yaitu 50.90% dan
50.50%.
Dari perputaran 1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm aktivitas fotokatalis
dengan asam humat menggunakan katalis plat CuO mengalami kenaikan dan
37 | F o t o k a t a l i s
penurunan konsentrasi ppm yang terdegradasi. Faktor- faktor yang mempengaruhi
kenaikan dan penurun yaitu cahaya yang masuk pada reaktor oktagonal, apabila
foton besar maka konsentrasi ppm terdegradasi menjadi tinggi dan apabila foton
rendah maka konsentrasi ppm terdegradasi rendah, foton sangat mempengaruhi
proses degradasi, hal ini karena radikal hidroksil dipengaruhi oleh energi hv yang
dipancarkan oleh sinar visible, semakin besar hv yang dipancarkan oleh sinar
visible maka radikal hidroksil yang dihasilkan semakin banyak dan meningkatkan
degradasi senyawa tersebut (Ramadhani, Destiarti et al.).
Ketika plat CuO dikenai cahaya (energi foton) akan mengalami eksitasi
elektron sehingga membentuk hole dan elektron. Elektron pada pita konduksi (e-
cb) pada plat CuO bereaksi dengan O2 membentuk •O2- dan akan bereaksi dengan
molekul air yang terabsopsi menghasilkan ion OH, sedangkan pada hole pada pita
valensi (hvb+) pada permukaan plat CuO akan bereaksi dengan air membentuk
•OH (pengoksidasi kuat), radikal OH yang akan mendegradasi asam humat.
Berikut adalah reaksi pembentukan OH- dan radikal OH
Plat CuO (e-cb) + O2 Plat CuO + •O2
-
•O2-
+ H2O OH- + HO2
-
Plat CuO (hvb+) + H2O Plat CuO + •OH + H
+
Plat CuO (hvb+) + OH
- Plat CuO + •OH
•OH + Asam Humat Fototransfomator
Waktu penyinaran sangat mempengaruhi semakin lama waktu
penyinaran maka semakin banyak energi foton yang terserap oleh fotokatalis
sehingga radikal OH yang terbentuk semakin besar dan interaksi antara asam
humat dan plat CuO meningkat, akan tetapi waktu penyinaran yang lama pada
38 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
penelitian ini tidak terjadi kenaikan konsentrasi ppm terdegradasi karena plat CuO
telah mencapai kejenuhan sehingga partikel dari plat CuO tidak dapat lagi
berpartisipasi dalam proses degradasi. Penurunan juga diakibatkan oleh radikal
OH yang telah mencapai batas maksimal sehingga menyebabkan pengurangan
efisiensi dalam proses degradasi.
Perputaran juga mempengaruhi kenaikan dan penurunan dalam proses
degradasi. Aktivitas fotokatalis dengan pengadukan sangat baik digunakan karena
dengan ada perputaran semikonduktor plat CuO dan asam humat membantu
proses radikal OH mudah terbentuk sehingga memiliki kinerja lebih tinggi,
pengadukan dapat meratakan seluruh asam humat dengan plat CuO yang terkena
sinar (Zainul 2016). Pada perputaran 1000 rpm nilai konsentrasi ppm terdegradasi
pada 4 jam yaitu 57.23%, konsentrasi ppm terdegradasi yang di dapat pada 1000
rpm merupakan nilai konsentrasi ppm terdegradasi yang tertinggi dibandingkan
kecepatan 1500 rpm dan 2000 rpm karena kontak semikonduktor plat CuO dan
asam humat tidak sebesar 1000 rpm.
Pada tanpa perputaran menggunakan plat CuO 1 jam dan 2 jam
konsentrasi ppm yang terdegradasi mengalami kenaikan yaitu 48.59% dan
49.70%, pada 3 jam dan 4 jam konsentrasi ppm yang terdegradasi mengalami
penurunan 49.40% dan 46.18%, sedangkan pada 5 jam mengalami kenaikan
konsentrasi ppm yang terdegradasi 47.19%
D. Ringkasan
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
39 | F o t o k a t a l i s
1. Kemampuan fotokatalis asam humat dengan menggunakan plat Cu
didapat nilai terbaik konsentrasi ppm yang terdegradasi pada 1500 rpm
selama 3 jam yaitu 7.93%
2. Kemampuan fotokatalis asam humat dengan menggunakan plat CuO
didapat nilai terbaik konsentrasi ppm yang terdegradasi pada 1000 rpm
selama 4 jam yaitu 57.23%
3. Kemampuan fotokatalis asam humat dengan tanpa perputaran
menggunakan plat CuO didapat nilai terbaik konsentrasi ppm yang
terdegradasi pada selama 2 jam yaitu 49.60%
Saran
1. Melakukan penelitian tentang semikonduktor plat CuO 0.3 mm dengan air
gambut perputaran 1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm
2. Melakukan modifikasi alat reaktor oktagonal sehingga perputaran menjadi
lebih merata keseluruhan semikonduktor plat CuO 0.3 mm dengan sampel
40 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Sintesis Plat CuO
Lampiran 1. Penyiapan dan perancangan fotoreaktor
Lempengan tembaga (Cu)
dengan ukuran 7 x 2 cm
- Kalsinasi pada suhu 400 °C
selama 1 jam
- Dinginkan
Tembaga (II)
Oksida (CuO)
Kaca transparan
ketebalan 3 mm
- Dibuat segi delapan seperti
prisma
- Dirangkai menggunakan lem
silikon
- Diberi dinamo dan alat
pengontrol dinamo dibagian
tutup
- Kemudian dinamo
disambungkan dengan stirrer
dan plat CuO dengan ukuran 7
x 2 cm
Fotoreaktor Mobile
Karakteristik dengan XRD dan SEM
41 | F o t o k a t a l i s
Lampiran 2. Pembuatan Asam Humat 20 ppm
Perhitungan pembuatan asam humat 20 ppm
= 0.02 gram
Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi PPM Plat Cu
Rumus :
=
Keterangan : X1 : PPM Awal
X2: PPM setelah Degradasi (dicari)
Y1: Absroban Asam Humat
Y2: Absorban setelah Degradasi
Penentuan Konsentrasi Plat Cu
1000 rpm
Asam Humat
Serbuk
- Timbang sebanyak 0,02
gram Asam Humat
- Larutkan dalam gelas kimia
250 ml menggunakan
akuades
- Masukan ke dalam labu ukur
1000 mL
- Tambahkan akuades sampai
tanda batas
Asam humat 20 ppm
42 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
a)
=
= 19.01 ppm
b)
=
= 18.83 ppm
c)
=
= 18.6546 ppm
d)
=
= 18.8755 ppm
e)
=
= 18.8157 ppm
1500 rpm
a)
=
= 18.6948 ppm
b)
=
= 18.6948 ppm
c)
=
= 18.4137 ppm
d)
=
= 18.8554 ppm
e)
=
= 19.0763 ppm
43 | F o t o k a t a l i s
2000 rpm
a)
=
= 18.9759 ppm
b)
=
= 18.8956 ppm
c)
=
= 19.0763 ppm
d)
=
= 19.4578 ppm
e)
=
= 19.4378 ppm
Perhitungan Konsentrasi ppm terdegradasi plat Cu pada Asam Humat
Rumus : Konsentrasi ppm terdegradasi =
x 100%
Perhitungan 1000 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=4.92%
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=5.82%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=6.73%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
= 5.62%
44 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
= 5.42%
Perhitungan 1500 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=5.92 %
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=6.53%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=7.93%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=5.73%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
=4.62%
Perhitungan 2000 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
= 5.12 %
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=5.52%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=4.62%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=2.71%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
45 | F o t o k a t a l i s
=2.81%
Fototransformasi Plat Cu pada perputaran 1000 rpm, 1500 rpm dan 2000 rpm
No Fototransformasi
Absorban
Degradasi
Konsentrasi
PPM
Degradasi
Ppm
terdegradasi
Lx Cahaya
Cahaya
Depan
Cahaya
Belakang
1 1 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.947 19.0161 4.92% 18521.5 3776
2 2 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.938 18.8353 5.82% 19465 4871.3
3 3 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.929 18.6546 6.73% 21004.75 5689.5
4 4 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.94 18.8755 5.62% 18929.2 3738.4
5 5 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.942 18.9157 5.42% 19113.5 4034.167
6 1 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.937 18.8153 5.92% 19625.5 4777.5
7 2 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.931 18.6948 6.53% 19905.67 4913.67
8 3 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.917 18.4137 7.93% 22407 5432.75
9 4 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.939 18.8554 5.72% 19318.6 4791
10 5 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.95 19.0763 4.62% 17678.8 3276.8
11 1 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.945 18.9759 5.12% 18992 4371
12 2 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.941 18.8956 5.52% 19296 4125
13 3 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.95 19.0763 4.62% 17415 3200.3
14 4 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.969 19.4578 2.71% 9367.8 2341.4
15 5 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.968 19.4378 2.81% 9688 2581.2
Lampiran 4.Perhitungan Konsentrasi PPM Plat CuO
Perhitungan Konsentrasi PPM
Rumus :
=
Keterangan : X1 : PPM Awal
X2: PPM setelah Degradasi (dicari)
Y1: Absroban Asam Humat
Y2: Absorban setelah Degradasi
Perhitungan konsentrasi ppm terdegradasi
Rumus : Konsentrasi ppm terdegradasi =
x 100%
46 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Perhitungan 1000 rpm
a)
=
= 9.3574 ppm
b)
=
= 8.6747 ppm
c)
=
= 8.6546 ppm
d)
=
=8.5542 ppm
e)
=
= 9.0964 ppm
Perhitungan 1500 rpm
a)
=
= 9.9598 ppm
b)
=
= 8.6948 ppm
c)
=
= 8.9357 ppm
d)
=
47 | F o t o k a t a l i s
= 8.9759 ppm
e)
=
= 8.7952 ppm
Perhitungan 2000 rpm
a)
=
= 10.2008 ppm
b)
=
= 9.7189 ppm
c)
=
= 9.6988 ppm
d)
=
= 9.8193 ppm
e)
=
= 9.8996 ppm
Perhitungan Tanpa Perputaran
a)
=
= 10.2811 ppm
b)
=
= 10.0803 ppm
c)
=
= 10.1205 ppm
d)
=
48 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
= 10.7631 ppm
e)
=
= 10.5622 ppm
Perhitungan Konsentrasi ppm terdegradasi plat CuO pada Asam Humat
Rumus : Ppm terdegradasi =
x 100%
Perhitungan 1000 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=53.21%
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=56.63%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=56.73%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=57.23%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
=54.52%
Perhitungan 1500 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=50.20%
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=56.53%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=55.32%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=55.12%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
49 | F o t o k a t a l i s
=56.02%
Perhitungan 2000 rpm
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=49.00%
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=51.41%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=51.51%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=50.90%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
=50.50%
Perhitungan Tanpa Perputaran
a) Ppm terdegradasi =
x 100%
=48.59%
b) Ppm terdegradasi =
x 100%
=49.600%
c) Ppm terdegradasi =
x 100%
=49.40%
d) Ppm terdegradasi =
x 100%
=46.18%
e) Ppm terdegradasi =
x 100%
=47.19%
50 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Fototransformasi Plat CuO pada asam humat
No Fototransformasi
Absorban
Degradasi
Konsnterasi
PPM
Degradasi
Ppm
terdegradasi
LX Cahaya
Cahaya
Depan
Cahaya
Belakang
1 1 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.466 9.3574 53.21% 17231 2491
2 2 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.432 8.6747 56.63% 19237 4663
3 3 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.431 8.6546 56.73% 19567 5687.5
4 4 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.426 8.5542 57.23% 20169 5626.4
5 5 jam 1000 rpm 0.3 mm 0.453 9.0964 54.52% 18747 4568.5
6 1 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.496 9.9598 50.20% 7924 4827.5
7 2 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.433 8.6948 56.53% 19505.67 5456.67
8 3 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.445 8.9357 55.32% 11406.25 4865.5
9 4 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.447 8.9759 55.12% 11638 4863.4
10 5 jam 1500 rpm 0.3 mm 0.438 8.7952 56.02% 12126 4930.2
11 1 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.508 10.2008 49.00% 9820 3994.5
12 2 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.484 9.7189 51.41% 10436 4437.3
13 3 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.483 9.6988 51.51% 12086 5285.5
14 4 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.489 9.8193 50.90% 10680 5030.4
15 5 jam 2000 rpm 0.3 mm 0.493 9.8996 50.50% 10533 5100.5
16 1 jam TP 0.512 10.2811 48.59% 14816 4557.5
17 2 jam TP 0.502 10.0803 49.60% 19622 5701.7
18 3 jam TP 0.504 10.1205 49.40% 18760 5547.5
19 4 jam TP 0.536 10.7631 46.18% 13761 4856.2
20 5 jam TP 0.526 10.5622 47.19% 13877 4711.3
51 | F o t o k a t a l i s
Lampiran 5.Spektrum XRD Hasil Karakterisasi Plat Cu dan Plat Cu setelah
dikalsinasi 4000C
a) Hasil Karakterisasi Plat Cu
Anchor Scan Parameters
Dataset Name: PLAT Cu File name: D:\XRD DATA\DATA HASIL PENGUKURAN\2019\6.
JULI\18 JULI 2019\YUNI AULIA PUTRI (UNP)\PLAT
Cu\PLAT Cu.xrdml Comment: sampel serbuk Configuration=Reflection-Transmission Spinner,
Owner=User-1, Creation date=9/5/2012 12:30:22 PM Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Minimum step
size 2Theta:0.001; Minimum step size Omega:0.001 Sample stage=Reflection-Transmission Spinner
PW3064/60; Minimum step size Phi:0.1
Diffractometer system=XPERT-PRO Measurement program=C:\PANalytical\Data
Collector\Programs\program 1.xrdmp,
Identifier={9EA65789-65DA-4E4E-8824-C5D1C1A806AA}
Gonio (sampel serbuk)
Measurement Date / Time: 7/18/2019 3:37:09 PM Operator: User Raw Data Origin: XRD measurement (*.XRDML)
Scan Axis: Gonio Start Position [°2Th.]: 10.0131 End Position [°2Th.]: 99.9731
Step Size [°2Th.]: 0.0260 Scan Step Time [s]: 7.1400 Scan Type: Continuous
PSD Mode: Scanning PSD Length [°2Th.]: 3.35
Offset [°2Th.]: 0.0000 Divergence Slit Type: Fixed Divergence Slit Size [°]: 0.8709
Specimen Length [mm]: 10.00 Measurement Temperature [°C]: 25.00 Anode Material: Cu
K-Alpha1 [Å]: 1.54060 K-Alpha2 [Å]: 1.54443 K-Beta [Å]: 1.39225
K-A2 / K-A1 Ratio: 0.50000 Generator Settings: 30 mA, 40 kV Diffractometer Type: 0000000011130968
Diffractometer Number: 0 Goniometer Radius [mm]: 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm]: 100.00
Incident Beam Monochromator: No Spinning: No
52 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Graphics
Peak List Pos.[°2Th.] Height [cts] FWHMLeft[°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]
43.4453 1305.69 0.3070 2.08297 15.73
50.5865 8301.55 0.3070 1.80441 100.00
74.2759 7577.33 0.4093 1.27694 91.28
90.0658 4081.59 0.5117 1.08964 49.17
Pattern List Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th] Scale Fac.
Chem. Formula
00-001-1241 66 Copper 0.000 0.279 Cu
Keterangan
: panjang gelombang sinar X yang digunakan
: sudut difraksi K :Konstanta (0.89)
:Full Width at Half Maximum (FWHM) dari puncak
53 | F o t o k a t a l i s
= 28.29 nm
b) Hasil Karakteristik plat Cu setelah dikalsinasi 4000C
Anchor Scan Parameters
Dataset Name: PLAT CuO File name: D:\XRD DATA\DATA HASIL PENGUKURAN\2019\5.
MEI\08 MEI 2019\PLAT CuO\PLAT CuO.xrdml Comment: sampel serbuk
Configuration=Reflection-Transmission Spinner, Owner=User-1, Creation date=9/5/2012 12:30:22 PM
Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Minimum step
size 2Theta:0.001; Minimum step size Omega:0.001 Sample stage=Reflection-Transmission Spinner
PW3064/60; Minimum step size Phi:0.1
Diffractometer system=XPERT-PRO Measurement program=C:\PANalytical\Data
Collector\Programs\program 1.xrdmp,
Identifier={9EA65789-65DA-4E4E-8824-C5D1C1A806AA}
Gonio (sampel serbuk)
Measurement Date / Time: 5/8/2019 10:19:16 AM Operator: User Raw Data Origin: XRD measurement (*.XRDML)
Scan Axis: Gonio Start Position [°2Th.]: 10.0131
End Position [°2Th.]: 99.9731 Step Size [°2Th.]: 0.0260 Scan Step Time [s]: 7.1400
Scan Type: Continuous PSD Mode: Scanning PSD Length [°2Th.]: 3.35
Offset [°2Th.]: 0.0000 Divergence Slit Type: Fixed Divergence Slit Size [°]: 0.8709
Specimen Length [mm]: 10.00
54 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Measurement Temperature [°C]: 25.00 Anode Material: Cu K-Alpha1 [Å]: 1.54060
K-Alpha2 [Å]: 1.54443 K-Beta [Å]: 1.39225
K-A2 / K-A1 Ratio: 0.50000 Generator Settings: 30 mA, 40 kV Diffractometer Type: 0000000011130968
Diffractometer Number: 0 Goniometer Radius [mm]: 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm]: 100.00
Incident Beam Monochromator: No Spinning: No
Graphics
Peak List Pos.[°2Th.] Height [cts] FWHMLeft[°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]
29.5156 130.06 0.3070 3.02644 0.90 32.6980 36.86 0.6140 2.73880 0.25
36.4563 14518.24 0.3070 2.46462 100.00
38.8957 190.13 0.3070 2.31548 1.31
39.5032 99.39 0.3070 2.28126 0.68
42.2817 185.07 0.6140 2.13756 1.27
43.4667 4723.51 0.3070 2.08200 32.54
50.6029 5325.43 0.3070 1.80386 36.68
61.3411 262.54 0.6140 1.51134 1.81
74.3447 4581.94 0.3070 1.27593 31.56
77.0907 238.00 0.6140 1.23719 1.64
90.0934 835.95 0.4093 1.08938 5.76
95.2332 489.83 0.3070 1.04371 3.37
55 | F o t o k a t a l i s
Pattern List Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th] Scale Fac. Chem. Formula
01-071-4608 64 Copper 0.000 0.386 Cu
00-003-0884 19 Copper Oxide 0.000 0.115 Cu O
= 26.77 nm
Preparasi Semikonduktor Plat Cu menjadi Plat CuO
56 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Pembuatan asam humat 20 ppm
57 | F o t o k a t a l i s
58 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Fototransfomator Plat CuO dengan Asam humat
Perputaran 1000 rpm
1500 rpm
2000 rpm
59 | F o t o k a t a l i s
Tanpa perputaran
Hasil fototransfomasi Plat Cu 1000 rpm
60 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Hasil fototransfomasi Plat Cu 1500 rpm
Hasil fototransfomasi Plat Cu 2000 rpm
Hasil fototransfomasi Plat CuO 1000 rpm
Hasil fototransfomasi Plat CuO 1500 rpm
61 | F o t o k a t a l i s
Hasil fototransfomasi Plat CuO 2000 rpm
Hasil fototransfomasi Plat CuO tanpa perputaran
62 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
E. Rujukan
Abdalla, M., A. Hastings, J. Truu, M. Espenberg, U. Mander and P. Smith
(2016). "Emissions of methane from northern peatlands: a review of
management impacts and implications for future management options."
Ecol Evol 6(19): 7080-7102.
Birben, N., M. Paganini, P. Calza and M. Bekbolet (2017). "Photocatalytic
degradation of humic acid using a novel photocatalyst: Ce-doped
ZnO." Photochemical & Photobiological Sciences 16(1): 24-30.
Chen, C., M. Wang, J. Wu, H. Fu, H. Yang, Z. Tian, T. Tu, H. Peng, Y. Sun,
X. Xu, J. Jiang, N. B. M. Schroter, Y. Li, D. Pei, S. Liu, S. A. Ekahana,
H. Yuan, J. Xue, G. Li, J. Jia, Z. Liu, B. Yan, H. Peng and Y. Chen
(2018). "Electronic structures and unusually robust bandgap in an
ultrahigh-mobility layered oxide semiconductor, Bi2O2Se." Sci Adv
4(9): eaat8355.
Duan, S. F., Z. X. Zhang, Y. Y. Geng, X. Q. Yao, M. Kan, Y. X. Zhao, X. B.
Pan, X. W. Kang, C. L. Tao and D. D. Qin (2018). "Brand new 1D
branched CuO nanowire arrays for efficient photoelectrochemical
water reduction." Dalton Trans 47(41): 14566-14572.
Gulkaya, I., G. A. Surucu and F. B. Dilek (2006). "Importance of H2O2/Fe2+
ratio in Fenton's treatment of a carpet dyeing wastewater." Journal of
Hazardous Materials 136(3): 763-769.
Hendayana, S., A. Kadarohman, A. Sumarna and A. Supriatna (1994). "Kimia
analitik instrumen." Edisi 1: 157-160.
Imawan, B. and F. Nopriza (2012). "Pengolahan AIR Dengan Menggunakan
Adsorben Tanah Gambut." Jurnal Teknobiologi 3(01).
Ismail, A. A. and D. W. Bahnemann (2014). "Photochemical splitting of water
for hydrogen production by photocatalysis: a review." Solar Energy
Materials and Solar Cells 128: 85-101.
Jayadi, S. F., L. Destiarti and B. Sitorus (2014). "Pembuatan Reaktor
Fotokatlis dan Aplikasinya Untuk Degradasi Bahan Organik Air
Gambut Menggunakan Katalis TiO2." Jurnal Kimia Khatulistiwa 3(3).
Kihara, Y., Yustiawati, M. Tanaka, S. Gumiri, Ardianor, T. Hosokawa, S.
Tanaka, T. Saito and M. Kurasaki (2014). "Mechanism of the toxicity
induced by natural humic acid on human vascular endothelial cells."
Environ Toxicol 29(8): 916-925.
63 | F o t o k a t a l i s
Kim, D., H. J. Park, W. J. Sul and H. Park (2018). "Transcriptome analysis of
Pseudomonas sp. from subarctic tundra soil: pathway description and
gene discovery for humic acids degradation." Folia microbiologica
63(3): 315-323.
Klučáková, M. (2018). "Size and Charge Evaluation of Standard Humic and
Fulvic Acids as Crucial Factors to Determine Their Environmental
Behavior and Impact." Frontiers in chemistry 6.
Kusnaedi, H. (2010). "Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum." Jakarta:
Penerbit Swadaya.
Lin, Z., L. Li, L. Yu, W. Li and G. Yang (2017). "Modifying photocatalysts for
solar hydrogen evolution based on the electron behavior." Journal of
Materials Chemistry A 5(11): 5235-5259.
Madjene, F., L. Aoudjit, S. Igoud, H. Lebik and B. Boutra (2013). "A review:
titanium dioxide photocatalysis for water treatment." TJST 3(10):
1857-8047.
Nikzad-Langerodi, R., K. Arth, V. Klatte-Asselmeyer, S. Bressler, J. Saukel,
G. Reznicek and C. Dobes (2018). "Quality Control of Valerianae
Radix by Attenuated Total Reflection Fourier Transform Infrared
(ATR-FTIR) Spectroscopy." Planta Med 84(6-07): 442-448.
Palupi, E. (2006). "Degradasi methylene blue dengan metode fotokatalisis dan
fotoelektrokatalisis menggunakan film TiO2."
Papadimitropoulos, G., N. Vourdas, V. E. Vamvakas and D. Davazoglou
(2006). "Optical and structural properties of copper oxide thin films
grown by oxidation of metal layers." Thin Solid Films 515(4): 2428-
2432.
Parveen, N. and Y. Rohan (2011). "Spectrophotometric Determination of
Some Environmental Samples." Journal of Environmental Research
And Development Vol 6(1).
Rao, M. P., J. J. Wu, A. M. Asiri, S. Anandan and M. Ashokkumar (2017).
"Photocatalytic properties of hierarchical CuO nanosheets synthesized
by a solution phase method." Journal of Environmental Sciences.
Ritson, J. P., M. Bell, R. E. Brazier, E. Grand-Clement, N. J. Graham, C.
Freeman, D. Smith, M. R. Templeton and J. M. Clark (2016).
"Managing peatland vegetation for drinking water treatment." Sci Rep
6: 36751.
Sibilia, J. P. (1996). A guide to materials characterization and chemical
analysis, John Wiley & Sons.
64 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Stevenson, F. J. (1994). Humus chemistry: genesis, composition, reactions,
John Wiley & Sons.
Stiadi, Y. (2013). "Fotokatalis Komposit Magnetik TiO2-MnFe2O4."
Prosiding SEMIRATA 2013 1(1).
Suhendra, D. S., I. Marsaulina and D. N. Santi (2013). "Analisis Kualitas Air
Gambut dan Keluhan Kesehatan pada Masyarakat di Dusun Pulo
Gombut Desa Suka Rame Baru Kecamatan Kuala Hulu Kabupaten
Labuhan Batu Utara Tahun 2012." Lingkungan dan Keselamatan Kerja
2(3).
Suwanto, N., S. Sudarno, A. A. Sari and H. Harimawan (2017). "Penyisihan
Fe, Warna, dan Kekeruhan pada Air Gambut Menggunakan Metode
Elektrokoagulasi." Jurnal Teknik Lingkungan 6(2): 1-12.
Tan, K. H. (2014). Humic matter in soil and the environment: principles and
controversies, CRC Press.
Trckova, M., L. Matlova, H. Hudcova, M. Faldyna, Z. Zraly, L. Dvorska, V.
Beran and I. Pavlik (2005). "Peat as a feed supplement for animals: a
review." VETERINARNI MEDICINA-PRAHA- 50(8): 361.
Umar, M. and H. A. Aziz (2013). Photocatalytic degradation of organic
pollutants in water. Organic Pollutants-Monitoring, Risk and
Treatment, InTech.
Wahyunto, K. N., S. Ritung and Y. Sulaiman (2014). Indonesian peatland
map: method, certainty, and uses. Wihardjaka et al.(Eds.). Prosiding
Seminar Nasional: Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut
Terdegradasi untuk Mitigasi GRK dan Peningkatan Nilai Ekonomi.
Balitbangtan, Kemtan. Jakarta.
Wahyunto, S. R. (2004). "Suparto dan Subagyo H., 2004." Sebaran dan
kandungan karbon lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Wetland
International Indonesia Program. merupakan sumber bahan bakar
menangkap karbon dioksida dari atmosfer.
Widyawati, N. (2012). "Analisis Pengaruh Heating Rate terhadap Tingkat
Kristal dan Ukuran Butir Lapisan Tipis Bzt yang Ditumbuhkan dengan
Metode Sol Gel."
Xing, B., C. Shi, C. Zhang, G. Yi, L. Chen, H. Guo, G. Huang and J. Cao
(2016). "Preparation of TiO 2/activated carbon composites for
photocatalytic degradation of RhB under UV light irradiation." Journal
of Nanomaterials 2016: 3.
Zainul, R. (2018). "Effect of Temperature and Particle Motion against the
ability of ZnO Semiconductor Photocatalyst in Humic Acid."
65 | F o t o k a t a l i s
Zainul, R., B. Oktavia, I. Dewata and J. Efendi (2018). Thermal and Surface
Evaluation on The Process of Forming a Cu2O/CuO Semiconductor
Photocatalyst on a Thin Copper Plate. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering, IOP Publishing.
Zeffry, R. (2015). "Pengaruh Temperatur Kalsinasi Terhadap Stuktur Tembaga
Oksida dari Daerah Pinti Kayu Kec. Koto Parik Gadang Diateh
Kabupaten Solok Selatan." PILLAR OF PHYSICS 5(1).
Zouboulis, A. I., X.-L. Chai and I. A. Katsoyiannis (2004). "The application of
bioflocculant for the removal of humic acids from stabilized landfill
leachates." Journal of Environmental Management 70(1): 35-41.
66 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
BAB IV. FOTOTRANSFORMASI
ASAM HUMAT MENGGUNAKAN
TiO2 DOPING Cu SEBAGAI KATALIS
A. Pengantar
Asam humat merupakan senyawa organik heterogen yang memiliki tingkat
keasaman yang tinggi sehingga sulit untuk terdegradasi. salah satu cara yang
digunakan untuk menggolah asam humat yaitu dengan fototransformator.
Fototransfomator adalah suatu metoda degradasi asam humat dengan fotokatalis,
katalis yang digunakan pada penelitian ini yaitu TiO2 doping Cu 5%.
Pendopingan dilakukan dengan menggunakan metode sol-gel, dimana pada
metode sol-gel akan mengalami beberapa tahap yaitu proses pembentukan sol-gel
dari monomer prekursor. Prekursor yang digunakan yaitu Titanium (IV) tetra
isopropoksida (Ti(OCH(CH3)2CHOH), selanjutnya akan mengalami proses
pematangan dan pemanasan, Pemanasan dilakukan pada suhu 4000C. katalis
TiO2 doping Cu yang telah disintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan
XRD dan UV-DRS kemudian diaplikasikan untuk degradasi asam humat pada air
gambut. Analisis XRD yang dilakukan terhadap katalis TiO2 doping Cu
sebanyak 5% menghasilkan struktur berbentuk anatase sedangkan energi band
gap yang dihasilkan dari analisis UV-DRS yaitu 2,32 eV, katalis yang telah
dianalisis kemudian diaplikasikan untuk deradasi asam humat, proses degradasi
menggunakan reaktor mobile dengan Variasi kecepatan perputaran yaitu 500,1000
dan 1500 rpm. Proses degradasi asam humat dengan menggunakan fotokatalis
dilakukan di bawah sinar matahari langsung ( luar ruangan) karena luks cahaya
yang dihasilkan lebih banyak dibanding dalam ruangan. Luks cahaya matahari di
67 | F o t o k a t a l i s
ukur dengan menggunakan light sensor pada bagian depan dan belakang reaktor.
Proses degradasi asam humat dilakukan dengan variasi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam
dan 5 jam, Pengukuran absorbansi sebelum dan sesudah proses degradasi dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persen degradasi yang tertinggi yaitu pada kecepatan perputaran 1500 rpm
dengan waktu 2 jam sebanyak 69.18%.
Latar Belakang
Salah satu tipe ekosistem penting yang terdapat di indonesia adalah lahan
gambut. Lahan gambut merupakan bagian dari sumberdaya alam yang terbentuk
dari proses pelapukan tumbuhan secara alami sehingga kaya akan kandungan
senyawa organik serta kandungan air yang tinggi. Lahan gambut meliputi area
seluas 14,9 juta ha di indonesia yang sebagian besar di distribusikan di
kalimantan, sumatera, papua dan sulawesi (Maftu’ah Eni et al.,2014).
Berdasarkan penelusuran literatur pada pubmed dengan menggunakan
endnote, ada 600 riset tentang lahan gambut yang dikembangkan di dunia,
setidaknya terdapat 47 riset yang diteliti di indonesia, 6 diantaranya terdapat di
sumatera yang diteliti oleh Buckley, B.J .(2015) Gaveau, D.L., (2014) Miettinen,
J.(2017) Wijedasa,L. S.,(2018) Wiggins,E.B.,(2018) dan Neoh, K.B.(2016).
Lahan gambut memiliki peranan yang penting bagi suatu wilayah, karena secara
alami berfungsi sebagai cadangan (reservior) air dengan kapasitas yang sangat
besar, akan tetapi air di daerah gambut ini tidak memenuhi kesehatan baik dari
segi fisik, mikrobiologis maupun kimia karena mengandung bahan organik yang
berbahaya sehingga tidak dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari
(Zykova maria et al.,2018). Air gambut memiliki ciri- ciri yaitu mempunyai
68 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
kadar pH yang rendah (3-4) sehingga bersifat sangat asam, memiliki kadar
organik yang tinggi kadar besi dan mangan tinggi, serta berwarna kuning hingga
coklat akibat tingginya senyawa humat (asam humat dan asam fulvat).
(Kuokkanen V et al.,2015).
Riset tentang degradasi asam humat pada air gambut telah menarik minat
banyak peneliti dunia dengan menggunakan berbagai macam metoda,
berdasarkan literatur pubmed dengan menggunakan aplikasi endnote ditemukan
sekitar 13 riset menggunakan metoda koagulasi, beberapa diantaranya diteliti
oleh Cheng, W. P (2004) Duan, J. (2012) dan Wu, Y (2010), selain dengan
menggunakan metoda koagulasi degradasi asam humat juga dapat dilakukan
dengan menggunakan metoda adsorpsi yang diteliti oleh Yang,W (2016) akan
tetapi penghilangan zat humat terbatas karena berat molekulnya tinggi ( Jung et
al.,2009), kuokkanen (2015) juga melakukan pengolahan air gambut yang
mengandung asam humat dan senyawa organik lainnya dengan cara
elektrokoagulasi yang mampu mengurangi kandungan zat warna dari air gambut
akan tetapi biaya logam material dan listrik yang digunakan relatif mahal
(kuokkanenVetal.,2015).
Penelitian ini menggunakan katalis TiO2 karena mempunyai sifat-sifat
yang menguntungkan seperti tingginya sifat pengoksidasi, stabil secara fisika dan
kimia, tersedia luas, tidak beracun dan mempunyai aktivitas tinggi (Laysandra
Livy et al.,2017). TiO2 memiliki tiga struktur kristal utama, yaitu anatase, rutile,
dan brookite dengan band gap berkisar antara 3.0 - 3.2 eV (Madjene et al., 2013),
sehingga katalis TiO2 hanya bekerja pada daerah UV (< 415 nm) (Fujishima et
69 | F o t o k a t a l i s
al., 2007), Namun, dengan menggunakan radiasi sinar UV akan memakan biaya
yang relatif mahal.
Belakangan ini, beberapa peneliti memfokuskan pada degradasi
fotokatalis menggunakan TÍO2 di bawah energi matahari untuk menghilangkan
senyawa organik, Sementara sinar matahari hanya terdiri dari sinar UV dalam
jumlah kecil, yaitu hanya 3-5% saja (Yau, 2013), Oleh kerena itu dilakukan
pendopingan untuk memperkecil band gap , meningkatkan sifat optis dan
fotokatalitik dari TiO2 agar dapat diaplikasikan pada panjang gelombang sinar
tampak, Agen pendoping yang diketahui dapat meningkatkan sifat optis dan
fotokatalitik dari TiO2 adalah ion tembaga (Cu2+) karena tembaga tersebut
merupakan salah satu unsur logam transisi yang jumlahnya melimpah di bumi
serta memiliki jari-jari ion Cu2+ (0,68 Å) yang hampir mendekati jari-jari Ti4+
yaitu (0,74 Å) sehingga dapat tergabung dalam kristal TiO2 (Hernandez et
al.,2017). Pendopingan dilakukan dengan menggunakan metode sol-gel untuk
mempermudahkan preparasi dalam mensintesis material yang berukuran kecil,
selain itu metode sol-gel juga mudah dalam kontrol komposisi kimia, mempunyai
stabilitas panas yang baik, dapat dilakukan pada suhu rendah dan biaya yang
relatif murah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengangkat judul tentang
desain dan rekayasa fototransformator TiO2 doping Cu untuk pengolahan Asam
humat pada aplikasi air gambut.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
70 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Bagaimana mendesain fototransformator TiO2 doping Cu untuk asam
humat?
Bagaimana mensintesis katalis TiO2 doping Cu?
Bagaimana efisiensi fotokatalis TiO2 didoping Cu untuk mendegradasi
asam humat pada air gambut?
Bagaimanakah pengaruh fototransformasi dari fotokatalis TiO2 doping Cu
dalam aktivitas asam humat?
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian tersebut
yaitu
Material Fotokatalis yang digunakan yaitu TiO2 doping Cu 5% pada suhu
kalsinasi 400 oC
Waktu degradasi asam humat dimulai dari 1 jam sampai 5 jam
Metode yang digunakan untuk preparasi fotokatalis adalah metode sol-gel
Kecepatan perputaran yang digunakan yaitu 500, 1000, 1500 rpm
Sumber cahaya yang digunakan yaitu cahaya matahari diluar ruangan
Tujuan penelitian
Menentukan cara desain reaktor untuk degradasi asam humat
Menentukan cara sintesis katalis TiO2 doping Cu
Menentukan kemampuan fotokatalis dengan kecepatan perputaran stirrer
500, 1000, 1500 rpm menggunakan fotokatalis TiO2 doping Cu dalam
fototransformasi asam humat
Menentukan kemampuan fototransformasi asam humat dengan kcepatan
perputaran 500,1000 dan 1500 rpm tanpa menggunakan katalis TiO2 doping Cu.
71 | F o t o k a t a l i s
Manfaat penelitian
Memberikan desain reaktor fotokatalis TiO2 doping Cu
Memberikan sintesis katalis TiO2 doping Cu dengan metode sol-gel
Dapat memberikan pengaruh fotokatalis TiO2 doping Cu untuk
fototransformasi asam humat
Dapat memberikan informasi degradasi asam humat tanpa menggunakan
fotokatalis TiO2 doping Cu
B. Air gambut
Air gambut banyak terdapat di daerah berawa dan dataran rendah. Air
gambut biasanya sedikit asam dan berwarna, serta mengandung zat organik yang
tinggi seperti asam humat (Kuokkanen V et al.,2015). Air gambut mempunyai
warna coklat kehitaman disebabkan adanya kandungan senyawa organik yang
berasal dari proses dekomposisi rawa. Senyawa organik tersebut dapat berasal
dari senyawa humat, senyawa ligin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tanin, resin,
suberin, protein dan senyawa lainnya.
Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat keasaman yang relatif tinggi
dengan kisaran pH 3-5. Komposisi zat organik pada air gambut didominasi
oleh senyawa humat yang memiliki ikatan aromatik kompleks yang memiliki
gugus fungsional seperti –COOH,-OH fenolat maupun –OH alkohol dan
bersifat nonbiodegradable. Sifat ini juga menyebabkan sebagian besar organik
pada air gambut sulit terurai secara alamiah sehingga dapat menyebabkan warna
gelap pada air (Kuokkanen V et al.,2015). Kandungan organik pada air berpotensi
72 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
membentuk senyawa karsinogenik antara lain THM (Trihalomethane) pada
proses desinfeksi dengan khlor. Asam humat yang memiliki berat molekul
2.000-100.000 dalton memiliki potensi untuk membentuk organoklorin seperti
THM dan HAA (haloacetic acid) relatif lebih besar daripada senyawa non
humus (Zouboulis A.I et al.,2004). Air gambut banyak terdapat didaerah sumatera
dan kalimantan. Kandungan terbesar dari air gambut yaitu asam humat, asam
fulvat dan karbon organik terlarut (DOC), (Clark et al.,2018).
Asam Humat
Defenisi dan struktur kimia asam humat
Asam humat merupakan senyawa organik heterogen yang memiliki berat
molekul tinggi dan sulit untuk mengalami degradasi serta secara umum
berwarna kuning hingga hitam. Warna ini akan semakin meningkat
intensitasnya apabila terdapat logam besi yang terikat pada asam organik
tersebut. Asam humat merupakan komponen utama dari material organik tanah,
gambut, batu bara, sedimen dan bahan organik telarut. struktur dari asam humat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, konsentrasi dan kekuatan ion Zat humat
terutama asam humat dan asam fulvat adalah senyawa organik yang sering
ditemukan dilingkungan. Asam humat adalah konstituen terbesar yang ditemukan
dari bahan organik tanah (60-80%) serta asam humat banyak terlibat dalam
prosse biologis di tanah seperti nutrisi tanaman, degredasi dan transformasi bahan
kimia organik hidrofobik (Kim D et al.,2018).
Stevenson 1985 menjelaskan bahwa struktur asam humat yang ditemukan
oleh flaig merupakan polimer yang terdiri dari dari beberapa gugus COOH,
73 | F o t o k a t a l i s
jembatan –O-, -CH2- dan –NH=. Di alam, asam humat sering terdapat bersama-
sama dengan residu protein dan karbohidrat.
Gambar 1 Struktur asam humat menurut Dragunov’s
karakteristik asam humat
Asam humat memiliki berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol. Senyawa
ini dapat larut dalam basa dan tidak dapat larut dalam asam. Umumnya
asam humat memiliki warna mulai dari coklat hingga abu-abu. Asam humat
dapat dikarakterisasi karena adanya gugus fungsional yang kaya akan
oksigen seperti –COOH, fenolik/enolik –OH, alcohol –OH dan quionon -C=O
(stevenson,1994).
Fototransformasi asam humat
Salah satu fraksi utama senyawa humat yaitu asam humat dimana asam
humat ini dapat menyebabkan air gambut berwarna coklat kehitaman, sehingga
perlu dilakukan suatu metoda untuk mentrasnsformasikan asam humat dari air
gambut tersebut.Dengan berlandaskan fakta teoritis yang dikemukakan stevenson
(1985) bahwa asam humat terdiri dari gugus-gugus kaya elektron ( seperti
jembatan –O-, -N-, -S- dan gugus fungsional –COOH dan –OH), maka dapat
diprediksi bahwa asam humat dapat bertindak sebagai donor elektron dalam reaksi
fototransformasi yang dikatalisis oleh semikonduktor dalam suatu sel .
74 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
C. Fotokatalis
Sejak ditemukan pemisahan air fotokatalitik dengan menggunakan
semikonduktor TiO2 oleh fujishima tahun 1972, telah menarik minat penelitian
dengan menggunakan berbagai bahan fotokatalitik yang dikembangkan dalam
berbagai aplikasi seperti pemisahan air, pengolahan dan pengurangan air limbah
(Bai et al.,2018).
Fotokatalis adalah suatu material yang dapat mempercepat reaksi kimia
dengan bantuan cahaya sebagai pengaktivasinya. Fotokatalis tergolong kedalam
material semikonduktor dengan band gap berkisar antara 1-3 eV. band merupakan
celah energi yang berada diantara pita valensi dan pita konduksi sedangkan energi
maksimum yang dibutuhkan elektron untuk mengalami eksitasi dari pita valensi ke
pita konduksi disebut energi band gap. Kemampuan fotokatalisis suatu material
semikonduktor sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu derajat kristalinitas,
serta ukuran partikel zat.
Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian
menggunakan material semikonduktor fotokatalis diantaranya seperti, TiO2, ZnO,
SrTiO3, CdS, WO3, ZnS, Fe2O3 dan TiO2 (Ullah et al., 2018). TiO2 merupakan
material semikonduktor yang paling sering digunakan pada aplikasi fotokatalis
karena biaya rendah, sederhana namun handal dalam metode sintesis dan
ketahanan terhadap korosi (Osin et al.,2018). Menurut lysandra (2017) titanium
dioksida merupakan jenis fotokatalis yang sering digunakan untuk pengolahan air
limbah karena sifat oksidasi yang tinggi, super hidrofilisitas dan stabilitas
kimia.Dengan menggunakan metoda fotokatalis material semikonduktor oksida
75 | F o t o k a t a l i s
logam seperti titanium oksida (TiO2) sehingga dapat mendegradasi bahan organik
dan penurunan bahan organik pada air gambut sebesar 89,4%.
Kemampuan fotokatalisis suatu material semikonduktor sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu derajat kristalinitas, serta ukuran partikel zat. Senyawa
dengan derajat kristalinitas tinggi memiliki tingkat difusi muatan yang baik
sehinga kemungkinan terjadinya rekombinasi muatan dapat diminimalisir. Zat
pengotor dan cacat pada struktur kristal sering kali menjadi pusat rekombinasi
muatan yang dapat menurunkan aktivitas fotokatalitik dari material
semikonduktor. Ukuran dari partikel semikonduktor juga memegang peran
penting dalam menentukan aktivitas katalitik dari senyawa semikonduktor.
Umumnya, senyawa dengan ukuran partikel lebih kecil memiliki aktivitas
fotokatalitik lebih baik karena proses transfer muatan ke sisi aktif dari permukaan
semikonduktor akan lebih cepat (Ahmad et al., 2014).
Jika suatu fotokatalis terkena sinar maka sejumlah energi yang berupa foton
akan diserap. Penyerapan energi foton tersebut akan mengakibatkan eksitasi
elektron pada pita valensi ke pita konduksi (Umar & Hamidi, 2013). Sumber foton
untuk aktivitas fotokatalis biasanya berasal dari lampu UV maupun cahaya alami
seperti cahaya matahari. Pemanfaatan cahaya matahari sebagai aktivator
fotokatalis menguntungkan sebab matahari diperoleh dengan mudah secara gratis
dan matahari merupakan sumber energi terbesar di alam (Lin et al.,2017). Salah
satu metode yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas fotokatalitik dari
material semikonduktor yaitu dengan menggunakan metode pendopingan ion pada
material semikonduktor (Abdullah et al.,2017). Pemanfaatan fotokatalis telah
76 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
banyak digunakan di berbagai bidang seperti pengolahan air limbah,pengurangan
CO2 dan untuk produksi H2 (Sanchez et al.,2018).
Mekanisme Fotokatalis
Fotokatalis merupakan suatu bahan atau unsur yang digunakan dalam
meningkatkan laju reaksi oksidasi dan reduksi yang dibantu oleh cahaya. Salah
satu bahan yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai bahan fotokatalis adalah
titania. Dari tiga bentuk struktur kristal yang dimiliki titania, anatase adalah
polimorf utama dan merupakan fase yang paling aktif dalam hal aktivitas
fotokatalis (Stucchi et al, 2014). Dalam fotokatalisis, energi cahaya lebih besar
dari celah pita semikonduktor sehingga elektron tereksitasi dari pita valensi ke
pita konduksi (ecb-) menghasilkan lubang positif di pita valensi (hVB+). Untuk
titania, karena besar celah pitanya 3,2 eV maka dibutuhkan sinar UV. Lubang
positif dapat mengoksidasi OH- atau air pada permukaan untuk menghasilkan
radikal •OH yang merupakan oksidan kuat. Proses terjadinya fotokatalisis oleh
titania dapat dilihat dalam skema berikut
Gambar 2. Mekanisme Fotokatalis
77 | F o t o k a t a l i s
D. Fotokatalis TiO2 doping Cu
TiO2 merupakan senyawa berwarna putih, tidak beraroma dan tidak
berasa. Pada suhu ruang, TiO2 berwujud padat dengan massa jenis 4.26
g/cm3.TiO2 dikenal sebagai material semikondukor dan banyak diaplikasikan
dalam berbagai bidang antara lain membantu menghilangkan warna pada industri
dalam kosmetik, kulit, furniture, kertas dan tekstil (Ullah et al.,2018) material
fotokatalis, hingga pigmen pada industri cat.
Titanium dioksida (TiO2) merupakan jenis nano partikel yang sudah luas
diaplikasikan sebagai material alternatif dalam berbagai aspek karena Titanium
dioksida terkenal untuk aplikasi di lingkungan, seperti dapat menghilangkan atau
degradasi polutan organik karena stabilitas kimia yang tinggi, potensi foto-
oksidasi yang kuat, non-toksisitas, dan biaya rendah. Material ini terdiri dari tiga
bentuk struktur kristal yaitu anatese, rutil dan brokie (Landmann et al.,2012).
Rutile adalah fase stabil sedangkan anatase dan brokite fase tidak stabil (Zhang et
al.,2014). brokite jarang digunakan dalam fotokatalis karena susah dalam sintesis
(Landmann et al.,2012) namun brookite mempunyai kemampuan kinerja yang
unggul dalam beberapa reaksi fotokatalitik (Vequizo et al.,2018). Umumnya
anatase menampilkan aktivitas fotokatalitik yang jauh lebih tingi dari pada rutil
dan brokite.
Aktivitas fotokatalitik titanium dioksida sangat bergantung pada struktur
kristal, ukuran kiristal, luas permukaan dan struktur pori. Meskipun anatase
memiliki kemampuan serap yang lebih rendah terhadap cahaya matahari
dibandingkan rutile karena pita celah anatase yang lebih besar (3,2 eV)
sedangkan rutile mempunyai pita celah (3,0 eV) namun, aktivitas fotokatalitik
78 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
anatase jelas lebih unggul dari pada rutile karena anatase memiliki kapasitas
adsorpsi permukaan yang lebih tinggi untuk gugus hidroksil dan tingkat
rekombinasi pembawa muatan yang lebih rendah dari rutile (Zhang et al.,2014).
TiO2 brookite (Gambar 2 b) termasuk ke dalam sistem kristal orthorombik
yang bersifat tidak stabil. Setiap unit sel terdiri dari 8 molekul TiO2. Struktur
brookite lebih rumit, memiliki volume sel lebih besar dan memiliki kerapatan
paling rendah dari pada dua fasa kristal utama TiO2 lainnya sehingga jarang
diaplikasikan sebagai material fotokatalis. Namun pada penelitian choi.2017. fase
brookite mempunyai fotoaktivitas yang jauh lebih tinggi diantara polimorf
titanium dioksida, meskipun luas permukaaan lebih kecil dibandingkan anatase
(Choi et al.,2017).
TiO2 anatase (Gambar 2 c) juga memiliki sruktur tetragonal. Fase anatase
pada titanium dioksida mempunyai stabilitas kimia dan fotokatalitik yang tinggi
dibandingkan dengan fase rutile (Kelaidis et al.,2018). Fasa anatase merupakan
fasa tidak stabil dan dapat berubah ke fasa rutile apabila dipanaskan pada suhu
tertentu. TiO2 anatase dapat dipreparasi menggunakan metode sol-gel dan
merupakan fasa TiO2 yang banyak diaplikasikan sebagai material fotokatalis
karena sifat optisnya yang baik.
TiO2 rutile (Gambar 2 a) memiliki struktur tetragonal dengan 6 atom
oksigen per molekulnya.Fasa rutile lebih stabil dari pada fasa brookite dan anatase
pada ukuran partikel di atas 14 nm. Aktivitas fasa rutile sebagai fotokatalis secara
umum cukup rendah. Akan tetapi, fasa rutile dapat aktif atau nonaktif sebagai
fotokatalis bergantung pada kondisi preparasinya. Anatase dan rutile adalah dua
fase krtistal utama TiO2 dan memiliki sifat fisik dan optik yang berbeda namun,
79 | F o t o k a t a l i s
pada suhu tinggi fase anatase dapat berubah menjadi fase rutile yang merupakan
bentuk lebih stabil (Li et al.,2018) .
.
Gambar 3
Struktur kristal TiO2 a) rutile, b) brookite, c) & Shang, 2015).
Fotokatalis semikonduktor oksida logam terutama TiO2 telah banyak
diteliti di bidang fotokatalis seperti untuk degradasi polutan senyawa organik dan
anorganik dalam air limbah, generasi hidrogen, pemurnian udara (wanichaya et
al.,2012) selain untuk fotokatalis, semikonduktor TiO2 juga banyak digunakan
pada berbagai aplikasi; antara lain untuk sel surya, sensor biologis dan kimia,
produk kesehatan hingga pigmentasi cat. Ada beberapa alasan menggunkan TiO2
sebagai fotokatalis seperti: aktivitas tinggi, stabilitas kimia,tidak beracun, biaya
rendah, ketersediaan komersial, non korosit dan sifat oksidasi yang tinggi ( Ullah
et al.,2018).
a)
c)
b)
80 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Aktivitas fotokatalitik dari TiO2 dapat ditingkatkan dengan beberapa cara
cara yaitu: dengan mengubah sifat kimia dari TiO2 seperti dengan cara melakukan
pendopingan TiO2 dengan co (Zhu et al.,2018), pendopingan menggunakan ion
(kation maupun anion), logam mulia (Au, Pt, Ag), dan kopling menggunakan
material semikonduktor lain (CuO, ZnO, WO3) dengan mengontrol sifat fisik dari
TiO2, seperti ukuran partikel, luas area permukaan, porositas, dan kristalinitasnya
(Zheng et al.,2013). TiO2 mempunyai beberapa kekurangan yaitu : mempunyai
energi band gap yang besar yaitu 3,0-3,2 eV, mudah terjadi rekombinasi pasangan
elektrondan lubang, kapasitas adsorpsi pada daerah sinar sinar UV (<387 nm)
yang berarti hanya sebagian kecil dari spektrum matahari yang dapat digunakan
untuk aplikasi fotokatalitik (Osin et al.,2018), oleh karena itu diperlukan substract
untuk meningkatkan kinerja fotokatalis.
Modifikasi fisika dan kimia dilakukan salah satunya untuk memperkecil
band gap dari TiO2 agar dapat bekerja pada rentang panjang gelombang sinar
tampak (Zheng et al.,2013). penelitian ini digunakan modifikasi pada sifat kimia
TiO2 menggunakan ion tembaga (II) atau Cu2+
sebagai agen pendoping untuk
meningkatkan aktivitas fotokatalitik dari TiO2 (Navas et al.,2014)..
Tembaga merupakan logam orange kemerahan dan merupakan salah satu
logam dengan kelimpahan terbanyak ke-5 di permukaan bumi. Pada kehidupan
sehari-hari, tembaga dimanfaatkan sebagai bahan pembuat perkakas rumah
tangga, komponen utama pada kabel listrik, dan diaplikasikan pada banyak
perangkat elektronik sebagai material konduktor (Fateh Aliofkhazraei &
Rezvanian,2017). Pada penelitian ini, digunakan ion tembaga Cu2+
sebagai agen
pendoping karena lebih murah dibandingkan dengan agen pendoping berupa
81 | F o t o k a t a l i s
logam mulia, serta dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik dari
TiO2.Ion Cu2+
memiliki jari-jari ion lebih kecil (0.68 Å) sehingga dapat tergabung
(incorporate) pada kisi kristal TiO2 dengan menggantikan ion Ti4+
yang memiliki
jari-jari ion lebih besar (0.74 Å) (Hernandez et al.,2017).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium penelitian kimia, jurusan kimia
fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas negeri padang pada
bulan Desember 2018 sampai bulan Mei 2019.
Objek dan Subjek Penelitian
1. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu Desain dan
Rekayasa Fototransformator TiO2 doping Cu untuk pengolahan Asam
Humat
2. Subjek penelitian pada penelitian ini yaitu semikonduktor TiO2
Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : kecepatan perputaran, tanpa kecepatan perputaran dan
lamanya waktu degradasi.
2. Variabel terikat : ukuran partikel material fotokatalis, band gap dari
fotokatalis, konsentrasi TiO2 doping Cu, suhu kalsinasi
3. Variabel Kontrol: waktu kalsinasi yang dilakukan selama 2 jam dan
desain reaktor mobile hexagonal
Alat dan Bahan
82 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu untuk preparasi material
fotokatalis TiO2 didoping Cu menggunakan metode sol-gel yaitu : beaker gelas
(pyrex), gelas ukur, magnetic-stirrer, cawan porselen, pipet volume dan
spatula.alat untuk membuat reaktor: kaca, kabel, dinamo, techometer, baling-
baling dan kawat. Kemudian alat untuk karakterisasi yaitu analisis UV-Vis
berfungsi untuk serapan warna, analisis XRD (PAN alytical) berfungsi untuk
melihat struktur kristal, UV-DRS untuk melihat nilai band gap katalis, FTIR
untuk melihat gugus fungsi pada sampel. bahan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu :asam humat, Titanium (IV) tetra isopropoksida (Ti(OCH(CH3)2CHOH),
Tembaga (II) klorida dihidrat (CuCl22H2O), Aquades (H2O),HNO3 p.a
Prosedur Kerja
Preparasi Fotokatalis TiO2 didoping Cu dengan menggunakan Metode Sol-
Gel
Sebanyak 8,4 mL titanium (IV) tetra isopropoksida (TTIP) dicampurkan
dengan 8 mL isopropanol kemudian dihomogenkan menggunakan magnetic
stirer dengan kecepatan 3000 rpm selam 30 menit (larutan A). kemudian
menambahkan (CuCl2 2H2O) yang sudah dilarutkan dalam 2 mL isopropanol
kedalam lautan A dan homogenkan dengan kecepatan konstan yaitu 10
menit. Larutan B dipreparasi dengan mencampurkan 10 mL isopropanol
ditambah dengan 1 mL aquades dan 1mL HNO3 p.a dan homogenkan selam
15 menit, lalu larutan B sedikit demi sedikit ditambahkan dalam larutan A.
Kedua larutan dihomogenkan sampai terbentuk sol kemudian sol yang
terbentuk di furnace pada suhu 4000C selama 2 jam (Thangaraj et al.,2017).
83 | F o t o k a t a l i s
Pembuatan Desain Reaktor
Pembuatan reaktor diawali dengan menyediakan kaca transparan dengan
ketebalan 3mm kemudian memotong kaca dengan tinggi 15 cm dan lebar 7
cm kemudian kaca tersebut dilem membentuk hexagonal. Kaca yang sudah
terbentuk selanjutnya di lubangi bagian atasnya sebagai tempat masuknya
stirer, stirer dihubungkan dengan dinamo ((dimmer DC 12-24V.8A) )
sehingga strirer dapat berputar, (Zainul, rahadian. 2018).
Gambar 4 Desain Reaktor Fotokatalis
Keterangan :
1. Dinamo
2. Kaca transparan
3. Voltmeter
4. Penghubung antara dinamo dengan pengaduk
5. Baling-baling
84 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Uji Fototransformator Asam Humat
Dalam uji fototransformasi ini digunakan asam humat sebagai polutan atau
bahan yang akan diuraikan (degradasi). Proses degradasi ini melibatkan
cahaya matahari langsung untuk mempercepat reaksi yang biasa disebut
fotodegradasi, serta dengan menggunakan reaktor hexagonal. Asam humat
terlebih dahulu dibuat dengan konsentrasi 20 ppm. Larutan ini diperoleh
dengan cara menimbang asam humat sebanyak 0,02 gram kemudian
dilarutkan dalam 1000 mL aquades .
Proses tahapan pertama dimulai dengan menambahkan katalis yang sudah
terbentuk dari sintesis TiO2 didoping Cu sebanyak 0,06 gram ke dalam
reaktor hexagonal, kemudian menambahkan 200 mL larutan asam humat 20
ppm, variasi waktu yang digunakan yaitu 1 sampai 5 jam serta dengan
menggunakan variasi kecepatan perputaran 500, 1000, 1500 rpm dan tanpa
perputaran, kemudian mengukur adsorbansinya dengan spektrofotometer
UV- Vis (Zainul, rahadian. 2018).
E. Desain Penelitian
HNO3 p.a
- Ditimbang 0,02 gram
Asam humat
- Dilarutkan dalam gelas
kimia 250 ml
menggunakan aquades
- Diencerkan pada labu
ukur 1liter
Isopropil alkohol
Aquabides
CuCl2.2H2O
Sol Gel Kalsinasi pada suhu 400 0C selama 2 jam
Asam humat 20 ppm
Karakterisasi
Degradasi XRD
UV-DRS
UV-Vis
Fotoreaktor mobile
Pengaruh waktu degradasi
( 1,2,3,4 dan 5 jam) dan tanpa
perputaran
Pengaruh waktu degradasi
( 1,2,3,4 dan 5 jam) dan kecepatan
perputaran (500,1000 dan 1500 rpm
Hasil Degradasi
Analisis dengan FTIR Ukur Absorban dengan UV-Vis
Titanium (IV) tetra
isopropoksida
Asam Humat 20 ppm
86 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan preparasi TiO2 doping Cu dengan menggunakan metode sol-
gel serta dikarakterisasi menggunakan XRD dan UV-DRS kemudian
diaplikasikan untuk degradasi asam humat pada air gambut. Suhu kalsinasi yang
digunakan untuk sintesis TiO2 doping Cu 5% pada penelitian ini yaitu 400oC,
karena sebelum melakukan uji fototransformasi asam humat diluar ruangan
terlebih dahulu dilakukan didalam ruangan dengan variasi suhu kalsinasi TiO2
doping Cu 5% 400oC, 500
oC dan 600
oC serta dengan menggunakan variasi
waktu (1, 2, 3, 4 dan 5 jam ) dan kecepatan perputaran (500,1000 dan 1500 rpm).
fototransformasi asam humat didalam ruangan menhasilkan rata-rata
konsentrasi yang tinggi karena cahaya ruangan yang diserap katalis untuk proses
fotokatalis sedikit sehingga radikal OH yang terbentuk sedikit. Berdasarkan hasil
penelitian, rata- rata konsentrasi asam humat yang sedikit didapatkan pada katalis
TiO2 doping Cu 5 % dengan suhu kalsinasi 4000C, sehingga dilanjutkan penelitian
uji fototransformasi dengan menggunakan katalis TiO2 doping Cu 5 % pada suhu
kalsinasi 4000C.
A. Hasil Sintesis Katalis TiO2 Doping Cu 5 % suhu kalsinasi 400 0 C
Katalis TiO2 doping Cu dipreparasi dengan menggunakan metode sol- gel.
Metode sol-gel merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk preparasi
material logam oksida, dimulai dengan pembuatan sol dari senyawa prekursor,
prekursor yang digunakan yaitu Titanium (IV) tetra isopropoksida
(Ti(OCH(CH3)2CHOH). Sebanyak 8,4 mL Prekursor TTIP dilarutkan dalam 8
mL isospropanol kemudian di homogenkan dengan magnetic stirer selama 30
menit yang mengakibatkan atom – atom akan terdistribusi merata, selanjutnya
87 | P a g e
menambahkan CuCl2.2H2O yang sudah dilarutkan dalam 2 mL isopropanol, dan
dihomogenkan kembali selama 10 menit, CuCl2.2H2O berfungsi sebagai sumber
ion Cu2+
, selanjutnya ditambahkan 10 mL isopropanol yang dicampurkan dengan
1 mL aquabides dan 1 mL HNO3 p.a, Larutan tersebut dihomogenkan kembali
sampai terbentuk sol, aquabides berfungsi sebagai agen untuk menghidrolisis
sedangkan HNO3 p.a, berfungsi sebagai katalis.
Sol yang telah terbentuk didiamkan selama semalam, selama proses ini
terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat dan menyusut
dalam larutan. Gel yang telah terbentuk dimasukkan kedalam cawan penguap lalu
dikalsinasi padu suhu 4000C selama 2 jam untuk memperoleh bubuk kristal.
Pemilihan temperature ini mengacu pada penelitian terdahulu oleh Arizka
Tamarani (2018), dimana berdasarkan penelitian pada temperature 4000C akan
didapatkan katalis TiO2 dalam fasa anatase.
Fungsi kalsinasi supaya pelarut yang masih tersisa didalam jaringan gel akan
hilang, selama proses pemanasan terjadi pemadatan struktur gel menjadi lapisan
yang lebih padat. Setelah dihasilkan produk, selanjutnya di gerus dan
menghasilkan nano TiO2 doping Cu berbentuk serbuk halus, kemudian di
karakterisasi menggunakan XRD dan UV-Vis DRS.
Reaksi hidrolisis dan kondensasi yang terjadi pada preparasi TiO2 doping Cu dengan
metode sol-gel yaitu:
Reaksi Hidrolisis :
Ti(OC3H7)4 + 4H2O → Ti (OH)4 + 4C3H7OH
Polimerisasi Kondensasi :
88 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Ti(OH)4 + Ti (OH)4 → (OH)3TiOTi(OH)3 + H2O
B. Difratogram TiO2 Didoping Cu 5% Pada suhu kalsinasi 4000C
Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui ukuran dan Fase Kristal.
Analisis XRD yang dilakukan terhadap katalis TiO2 doping Cu sebanyak 5%
dengan suhu kalsinasi menunjukkan munculnya puncak-puncak yang menandai
terbentuknya fraksi khas dari suatu senyawa. Itensitas dan nilai FWHM dari
puncak yang bervariasi sepanjang nilai 2θ yang terdapat pada pola difraksi
menunjukkan perbedaan distribusi atom atau senyawa dalam satuan sel sampel
(Srivastava et al.,2013). Puncak- puncak spesifik TiO2 hasil sintesis dibandingkan
dengan data dari JCPDS ( joint commite powder diffraction standar), Pola difraksi
TiO2 doping Cu ditunjukkan pada gambar 4 dengan adanya puncak-puncak yang
muncul pada sudut diffraksi (2θ) tertentu, difraktogram yang dihasilkan
meruncing serta mempunyai struktur anatase murni sebab tidak ada peak lain
yang muncul diluar peak JCPDS TiO2 anatase, dengan intensitas paling kuat pada
2θ = 25,3592, 48,1240, hal ini menandakan bahwa pada suhu kalsinasi 4000 C
TiO2 doping Cu dengan konsentrasi dopan 5 % memiliki fase keseluruhan
anatase. Anatase merupakan fasa stabil dan terbentuk pada suhu rendah,
Umumnya anatase menampilkan aktivitas fotokatalitik yang jauh lebih tinggi dari
pada rutil dan brokite karena memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga
sisi aktifnya juga banyak dan mengakibatkan kemampuan untuk mendegradasi
suatu senyawa (asam humat) juga semakin bagus.
89 | P a g e
Gambar 5 A. Difraktogram TiO2 doping Cu dengan konsentrasi dopan 5%
dengan suhu kalsinasi 4000C B. Difratogram TiO2 . C Difratogram Cu
Nanopowder
A
B
C
90 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Pada Difratogram TiO2 doping Cu dengan konsentrasi dopan 5% dengan suhu
kalsinasi 400OC terdapat pergeseran dan bentuk puncak yang melebar
disebabkan penurunan kristalinitas akibat adanya penambahan doping Cu.
Doping Cu membentuk pori akibat distribusi Cu2+
pada TiO2 . Cu terdistribusi
secara homogen dalam jumlah kecil dan berwujud amorf.
Difraktogram yang di peroleh dari proses karakterisasi kemudian dianalisa
menggunakan persamaan Debye-schrer untuk mengetahui ukuran Kristal.
Karakterisasi ukuran Kristal pada penelitian ini menggunakan instrument XRD
dengan Siemens D-501 difraktometer. Berikut adalah hasil karakterisasi dari TiO2
doping Cu dengan menggunakan konsentrasi dopan 5% dengan suhu kalsinasi
4000C.
Table 1 ukuran Kristal TiO2 suhu kalsinasi 4000C.
TiO2 Doping Cu D (nm)
5% suhu kalsinasi 4000 C 14-26 nm
C. Diffuse Reflectance Spectroscopy (UV-DRS)
Karakterisasi menggunakan UV-DRS berfungsi untuk mengetahui nilai band
gap dari suatu material semikonduktor. Band gap dari material semikonduktor
mempengaruhi sifat fotokatalitik dari material tersebut. Band gap sendiri diartikan
sebagai energi minimum yang dibutuhkan electron untuk dapat tereksitasi dari
pita valensi ke pita konduksi. Semakin besar band gap maka semakin besar energi
yang diperlukan electron untuk tereksitasi (agnes,2016).
91 | P a g e
Gambar 6 Grafik nilai band gap TiO2 doping Cu 5 % suhu kalsinasi 400
0 C
Berdasarkan grafik diatas nilai band gap yang dihasilkan pada katalis TiO2
doping Cu sebanyak 5% dan dikalsinasi pada suhu 400 0C terjadi penurunan nilai
band gap yang signifikan dibanding tanpa doping yaitu 2,3 eV, sedangkan TiO2
tanpa doping mempunyai band gap 3,2 eV. Penurunan band gap terjadi karena
adanya pembentukan tingkat energi baru dalam TiO2 yang diakibatkan oleh
doping logam (Yadav et al.,2014). Pembentukan tingkat energi baru ini berada
antara pita valensi dan konduksi. Elektron yang tereksitasi dari pita valensi pada
TiO2 doping Cu secara tidak langsung mengalami transisi elektrik kepita konduksi
melainkan sebagiannya tertangkap oleh orbital d yang kosong dari Cu2+
,
sedangkan TiO2 murni akan mengalami transisi elektrik secara langsung ke pita
konduksi. (Choudury, Munmun & Amrjyoti,2013).
D. Fototransformasi Asam Humat dengan Menggunakan Reaktor Mobile
Pada Penelitian degradasi asam humat peneliti menggunakan reaktor
mobile yaitu reaktor yang berputar, dengan Variasi kecepatan perputaran
yaitu 500,1000 dan 1500 rpm. Alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan perputaran yaitu tachometer. Proses degradasi asam humat dengan
menggunakan fotokatalis dilakukan di bawah sinar matahari langsung ( luar
92 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
ruangan) karena luks cahaya yang dihasilkan lebih banyak dibanding dalam
ruangan. Luks cahaya matahari di ukur dengan menggunakan light sensor
pada bagian depan dan belakang reaktor. Proses degradasi asam humat
dilakukan dengan variasi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam, Pengukuran
absorbansi sebelum dan sesudah proses degradasi dapat dilakukan dengan
metode spektrofotometri UV-Vis.
Degradasi asam humat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan
rentang panjang gelombang 200-800 nm dan diperoleh panjang gelombang
maksimum untuk sampel asam humat yaitu 265 nm.
Gambar 7 Spektrum Absorbansi asam humat 20 ppm
Absorbansi yang diperoleh digunakan sebagai pembanding absorbansi
setelah dilakukan degradasi . dari data absorbansi didapatkan persentase
degradasi dengan menggunakan rumus formula:
Dimana A0 adalah absorbansi mula-mula, At adalah absorbansi pada waktu t
Proses fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis untuk mempercepat laju
reaksi. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan electron dari pita valensi
93 | P a g e
ke pita konduksi pada fotokatalis yang dikenai oleh energi foton. Loncatan
electron ini menyebabkan hole (lubang electron) yang dapat berinteraksi
membentuk radikal. radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk
menguraikan senyawa target. Fotokatalis yang digunakan pada penelitian ini
yaitu TiO2 doping Cu serta dengan menggunakan energi foton dari cahaya
matahari langsung (cahaya luar), sedangkan variabel yang digunakan yaitu
pengaruh lamanya waktu penyinaran dan dengan menggunakan variasi
percepatan perputaran, pengaruh lamanya waktu penyinaran tanpa
menggunakan kecepatan perputaran serta pengaruh lamanya waktu
penyinaran dan kecepatan perputaran tanpa katalis. Pengaruh lamanya waktu
dalam proses degradasi menjelaskan panjang interaksi (kontak) antara
fotokatalis dan cahaya dalam memproduksi OH radikal serta kontak antara
(OH) dan molekul asam humat dalam proses degradasi.
Uji aktivitas Fototransformasi Asam Humat menggunakan katalis TiO2
doping Cu 5 % Suhu Kalsinasi 400 0C
Uji aktivitas fototransformasi asam humat dilakukan dengan
menggunakan variasi waktu, kecepatan perputaran dan tanpa kecepatan
perputaran. Tujuan penentuan waktu penyinaran sinar matahari dan
percepatan perputaran adalah untuk mengetahui keefektifan proses
fotokatalis TiO2 doping Cu dalam mendegradasi asam humat. Waktu
penyinaran sinar matahari dilakukan dengan variasi jam yaitu 1 sampai 5
jam serta percepatan perputaran 500,1000 dan 1500 rpm.
94 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Gambar 8Aktivitas fototransformasi asam humat menggunakan katalis TiO2
doping Cu 5%
Absorbansi asam humat setelah didegradasi pada variasi waktu 1 sampai
5 jam serta dengan menggunakan kecepatan perputaran 500 rpm menunjukkan
semakin lama waktu penyinaran, absorbansi yang dihasilkan semakin rendah serta
konsentrasi asam humat yang dihasikan semakin rendah. Hal ini menunjukkan
pesentase degradasi asam humat semakin besar. Berdasarkan hasil perhitungan
didapatkan konsentrasi asam humat yang paling rendah pada waktu 5 jam yaitu
7.83 ppm dan yang paling rendah pada waktu 1 jam dengan konsentrasi 8,84 ppm
konsentrasi asam humat yang terdegradasi terlihat semakin berkurang seiring
dengan bertambahnya lama waktu penyinaran, karena semakin banyak foton yang
mengenai katalis TiO2 doping Cu sehingga jumlah radikal hidroksil (•OH) yang
dihasilkan semakin bertambah . radikal (•OH) ini yang akan menyerang molekul
0
5
10
15
20
25
0 2 4 6
kon
sen
tras
i (p
pm
)
Waktu (Jam)
500 rpm
1000 rpm
1500 rpm
Tanpa Perputaran
95 | P a g e
asam humat dan mendegradasinya menjadi senyawa yang lebih sederhana, dengan
meningkatnya waktu radiasi menyebabkan persentase degradasi yang diperoleh
akan semakin meningkat.
Setelah dilakukan percobaan degradasi asam humat menggunakan katalis
TiO2 doping Cu 5 % dengan kecepatan perputaran 500 rpm, selanjutnya pada
kecepatan perputaran 1000 rpm. Hasil dari degradasi asam humat dengan
mnggunakan kecepatan perputaran 1000 rpm berbeda, pada kecepatan 500 rpm
variasi waktu mempengaruhi absorbansi dari asam humat, Akan tetapi pada
penelitian ini waktu degradasi tidak sebanding dengan pesen konsentrasi asam
humat, karena cahaya matahari yang berkurang menyebabkan radikal •OH yang
terbentuk smakin sedikit. seperti yang dapat dilihat pada kurva 8 dibawah ini:
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan % degradasi asam
humat yang cukup drastis pada waktu 2-4 jam, dan cenderung menurun pada
waktu 5 jam , berdasarkan penelitian, kondisi terbaik degradasi asam humat
tersebut dicapai pada waktu 4 jam yaitu 7,97 ppm, hal ini disebabkan karena pada
waktu 4 jam terjadi kontak antara katalis TiO2 doping Cu dengan molekul asam
humat yang bagus serta luks cahaya yang diserap lebih besar untuk menghasilkan
radikal OH, sedangkan pada waktu 5 jam terjadi kenaikan konsentrasi yaitu 8,21
ppm hal ini terjadi karena sisi aktif dari katalis telah terjadi reaksi rekombinan
yang menyebabkan katalis mengalami kejenuhan sehingga beberpa partikel dari
katalis tersebut tidak lagi berpatisipasi pada prosese degradasi asam humat.
Degradasi asam humat pada kecepatan perputaran 1500 rpm serta
dengan menggunakan katalis yang sama menyebabkan penurunan absorbansi
yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan variasi
96 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
kecepatan 500 dan 1000 rpm. Proses degradasi asam humat dengan
menggunakan kecepatan perputaran 1500 rpm merupakan proses degradasi
yang hasilnya paling bagus dibandingkan dengan 500 dan 1000 rpm, dimana
konsentrasi yang terendah yaitu 6,16 ppm pada waktu 2 jam. Hal ini
disebabkan karena luks cahaya yang diserap lebih banyak sehingga radikal
OH yang terbentuk juga lebih banyak, sedangkan pada waktu 3 jam
konsentrasi mengalami kenaikan menjadi 7,97 ppm pada waktu 5 jam proses
degradasi mengalami kenaikan, disebabkan cahaya yang masuk mulai
berkurang, sedangkan pada waktu 4 jam dan 5 jam % degradasi mengalami
kenaikan kembali, kenaikan ini diakibatkan oleh foton yang masuk kedalam
reaktor hexagonal besar,
Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi asam humat yaitu energi
foton (cahaya matahari), pengadukan dan katalis yang digunakan. Cahaya
akan saling berinteraksi dengan katalis TiO2 doping Cu, sehingga dihasilkan
degradasi asam humat yang bagus, Dengan adanya pengadukan proses
degradasi berlangsung lebih cepat. Degradasi asam humat tanpa
menggunakan percepatan perputaran memiliki konsentrasi terendah pada
waktu 1 jam hal ini disebabkan karena luks cahaya yang diserap lebih tinggi.
Degradasi asam humat tanpa kecepatan perputaran memiliki rata- rata
konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan menggunakan percepatan
perputaran. Fungsi percepatan perputaran untuk meratakan sehingga dapat
meningkatkan interaksi antara TiO2 doping Cu dengan molekul asam humat.
Kecepatan perputaran dapat menyeimbangkan proses adsorpsi- adsorpsi pada
permukaan semikonduktor, karena jika proses ini tidak seimbang (lebih tinggi
97 | P a g e
dari desorpsi adsorpsi), maka proses masuknya substrak akan di blokir,
akibatnya efisiensi fotokatalis semakin rendah.
Uji aktivitas Fototransformasi Asam Humat Tanpa menggunakan katalis
TiO2 doping Cu 5 % Suhu Kalsinasi 400 0C
penelitian uji aktivitas fototransformasi asam humat ini menggunakan variasi
kecepatan perputaran 500,1000 dan 1500 rpm, lamanya waktu penyinaran dari
1,2,3,4 dan 5 jam dan tanpa mengunakan katalis. Tujuan proses fototransformasi
asam humat tanpa menggunakan katalis untuk melihat berapa banyak asam humat
yang akan terdegradasi.
Gambar 9Aktivitas fototransformasi asam humat tanpa menggunakan katalis TiO2
doping Cu 5%
Grafik diatas dapat dilihat bahwa uji aktivitas fototransformasi asam humat
tanpa menggunakan katalis TiO2 doping Cu menghasilkan konsentrasi asam
humat yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan katalis TiO doping
Cu, konsentrasi asam humat yang dihasilkan tanpa katalis yang paling sedikit
yaitu 15,74 ppm dari 20 ppm yang hanya mampu mendegradasi asam humat
sebanyak 20,89 % .pada sistem reaksi yang tanpa menggunakan fotokatalis TiO2
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3 4 5 6
kon
sen
tras
i
waktu (jam)
500rpmtanpa katalis
1000 rpmtanpa katalis
1500 rpmtanpa katalis
98 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
doping Cu, radikal hidroksil hanya dihasilkan dari fotolisis air, menurut
persamaan reaksi 1 (wardle,2009).
H2O(l) →∙OH-(l) +H
+(l)
+ e
-
Untuk sistem yang menggunakan fotokatalis TiO2 doping Cu, maka radikal
hidroksil tidak hanya dihasilkan dari fotolisis air tetapi juga dari hasil interaksi
antara air dengan lubang yang dihasilkan pada pita valensi, sesuai dengan
persamaan reaksi 2
H2O(l) + h+ →∙OH
-(l) +H
+ (l)
Keberadaan radikal hidroksil dalam sistem reaksi akan bertambah dengan
adanya fotokatalis TiO2 doping Cu karena selain dihasilkan dari reaksi fotolis air,
radikal hidroksil juga dihasilkan pada permukaan semikonduktor. Radikal
hidroksil yang terbentuk pada semikonduktor akan menyerap sinar dengan energi
yang sesuai dan terjadi perpindahan elektoron dari pita valensi kepita konduksi
yang meninggalka lubang (hole) pada pita valensi. Terbentuknya radikal hidroksil
dari semikonduktor sesuai dengan persamaan reaksi berikut
TiO2 + hv e- (cb) + h+-
(vb)
h+-
(vb)+ H2O •OH + H+
e- (cb) + O2 •O2-
2O2-
+ 2H2O H2O2 + 2OH-+ O2
H2O2 + e- (cb) OH- + •OH
•OH + Asam Humat Fototransfomator
Ketika semikonduktor dikenai cahaya, foton akan diserap oleh semikonduktor
sehingga mengakibatkan electron berpindah dari pita valensi ke pita konduksi
yang mengakibatkan terbentuknya pita elektron pada pita konduksi (e-) dan
(1)
(2)
99 | P a g e
lubang (h+) pada pita valensi. Interaksi pita elektron dengan permukaan adsorben
molekul oksigen menghasilkan anion radikal superoksida, sedangkan hole yang
ada pada pita valensi berinteraksi dengan air menghasilkan radikal hidroksil.
Hole yang dihasilkan pada pita valensi ini merupakan oksidan yang potensial
untuk mengoksidasi molekul-molekul organik pada asam humat pada permukaan
katalis dan memineralisasinya menjadi CO2-. Hole juga dapat mengoksidasi air
atau anion-anion hidroksida dengan cara membentuk radikal hidroksil yang juga
merupakan oksidan yang efektif terhadap bahan organik.
100 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Reaktor mobile di buat dari kaca dengan ketebalan 3 mm dipotong dan di
lem berbentuk hexagonal, selanjutnya di lubangi bagian atasnya sebagai
tempat masuknya stirer, stirer dihubungkan dengan dinamo (dimmer DC
12-24V.8A) sehingga strirer dapat berputar.
2. Pembuatan TiO2 didoping Cu pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode sol-gel pada suhu kalsinasi 400 0
C dimana katalis
TiO2 doping Cu yang dihasilkan bentuk kristalnya yaitu anatase dengan
ukuran Kristal berkisar antara 14 -26 nm
3. Kemampuan fotokatalis asam humat dengan menggunakan TiO2 doping
Cu didapat nilai terbaik konsentrasi ppm yang terdegradasi pada 500 rpm
selama 5 jam yaitu 7,83 ppm, pada 1000 rpm selama 4 jam yaitu 7,97 dan
pada 1500 rpm sebanyak 6,16 ppm selama 2 jam.
4. fototransformasi asam humat tanpa menggunakan katalis didapat nilai
terbaik konsentrasi ppm yang terdegradasi pada 500 rpm selama 1 jam
yaitu 17,41 ppm, pada 1000 rpm selama 2 jam yaitu 16,02 dan pada 1500
rpm sebanyak 16,02 ppm selama 3 jam.
B. Saran
3. Melakukan penelitian dengan menggunakan katalis yang berbeda untuk
degradasi suatu senyawa organik.
101
101 | P a g e
4. Melakukan penelitian tentang degradasi asam humat dengan
menggunakan cahaya matahari luar ruangan dan cahaya matahari dalam
ruangan
5. Melakukan penelitian degradasi asam humat dengan menggunakan
variabel penelitian tanpa perputaran, tanpa katalis, tanpa cahaya,dengan
cahaya, denan katalis dan menggunakan perputaran, sehingga mengetahui
faktor yang paling dominan untuk mendegradasi asam humat.
Lampiran 1 Skema Sintesis TiO2 Doping Cu dengan menggunakan me
Sol-gel
Menyediakan gelas kimia
ukuran 100 ml
Menyediakan gelas kimia
ukuran 100 ml
102 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
+ 10 mL isopropanol
+ 1 mL HNO3 p.a
+ 1 mL Aquabides
Mengaduk secara konstan
selama 15 menit
+ 8 mL isopropanol
+ 8.4 mL Titanium
(IV) tetra
isopropiloksida
(TTIP)
+ CuCl2.2H2O
sebanyak 0.0482 g
(untuk 1% mol Cu
terhadap TiO2)
yang telah
dilarutkan dalam 2
mL isopropanol
Mengaduk
campuran
menggunakanmag
netic stirrerdengan
kecepatan 300 rpm
selama 30 menit
+ Larutan B ke dalam larutan
A sedikit demi sedikit dan
terus diaduk pada kecepatan
konstan selama 2 jam
sampai terbentuk sol
Larutan B
Larutan A
103 | P a g e
Lampiran 2 Skema penentuan efisiensi TiO2 doping Cu
Lampiran 3 pembuatan larutan asam humat 20 ppm
Asam humat 20 ppm
- Timbang sebanyak 0,02 gram Asam Humat
- Larutkan dalam gelas kimia 250 ml menggunakan aquades
- Masukan ke dalam labu ukur 1000 ml
- Tambahkan aquades sampai tanda batas
Asam Humat
padatan
Sebanyak 0,06 gram katalis TiO2 doping Cu
dimasukkan kedalam reaktor
- Ditambah 200 ml larutan asam humat
- Distirer dengan variasi kecepatan 500,1000 dan
1500 rpm
- Perlakuan tersebut dilakukan dengan variasi
waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam
104 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Lampiran 4 Perhitungan
Perhitungan mencari massa CuCl2 .2H2O yang diperlukan untuk mensintesis
TiO2 didoping Cu 5 % mol.
Volume TTIP = 8.4 mL; ρ TTIP = 0.96 g/mL; Mr TTIP = 284.22 g/mol; Ar Cu = 63.5 g/mol;
Mr CuCl2.2H2O = 170.5 g/mol
ρ =
m TTIP
n Cu =
2
n TTIP
n TTIP
n TTIP = n TiO2
5% mol Cu terhadap TiO2
n Cu =
n Cu = 1.415 mol
m Cu = n Cu x Ar Cu
m Cu = 1.415 mol
Kadar Cu dalam CuCl2.2H2O
Jadi, dalam 1 g CuCl2.2H2O
mengandung 0.3724 g Cu
1 g CuCl2.2H2O mengandung
0.3724 g Cu
X g CuCl2.2H2O mengandung
0.08985 g Cu
X =
X = 0.2413 g
=
x 100%
=
= 37.24 %
Jadi, CuCl2.2H2O yang
diperlukan untuk mensintesis
TiO2 didoping Cu 5% mol
adalah 0.2413 g.
105 | F o t o k a t a l i s
1. Perhitungan membuat asam humat 20 ppm
= 0.02 gram
Lampiran 5 Difraktogram XRD
Lampiran 5 Pengolahan data XRD
Peak List
Pos.[°2Th.] Height [cts] FWHMLeft[°2Th.] d-spacing [Å] Rel.
Int. [%]
25.3592 380.22 0.3070 3.51225 100.00
38.1121 11.50 0.0900 2.35931 3.02
48.1242 117.38 0.6140 1.89082 30.87
54.9707 5.37 0.0900 1.66904 1.41
62.8010 -16.28 0.0900 1.47845 -4.28
70.0737 10.73 0.0900 1.34174 2.82
106 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
75.1203 39.40 0.5117 1.26467 10.36
83.0880 8.98 0.0900 1.16150 2.36
Pattern List
Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th]
Scale Fac. Chem. Formula
00-001-0562 23 Titanium Oxide 0.000
0.801 Ti O2
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
(
) ( )
(
) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
(
) ( )
(
) ( )
( ) ( )
( ) ( )
107 | P a g e
( ) ( )
(
) ( )
(
) ( )
Lampiran 6 Perhitungan degradasi asam humat
1. Perhitungan % degradasi pada perputaran 500 rpm menggunakan katalisTiO2 -Cu 5%
dengan suhu kalsinasi 4000C.
% degradasi =
x 100%
Pada waktu 1 jam
% degradasi =
x 100%
= 55,82 %
Pada waktu 2 jam
% degradasi =
x 100%
= 57.03 %
Pada waktu 3 jam
% degradasi =
x 100%
= 57,73 %
Pada waktu 4 jam
108 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
% degradasi =
x 100%
= 59,94 %
Pada waktu 5 jam
% degradasi =
x 100%
= 60,84 %
2. Perhitungan % degradasi pada perputaran 1000 rpm menggunakan katalis TiO2 -Cu
5% dengan suhu kalsinasi 4000C
% degradasi =
x 100%
Pada waktu 1 jam
% degradasi =
x 100%
=-53.21 %
Pada waktu 2 jam
% degradasi =
x 100%
=-52,21 %
Pada waktu 3 jam
% degradasi =
x 100%
= 56,02 %
Pada waktu 4 jam
% degradasi =
x 100%
=60,14 %
Pada waktu 5 jam
% degradasi =
x 100%
109 | P a g e
= 58,94 %
3. Perhitungan % degradasi pada perputaran 1500 rpm menggunakan katalis TiO2 -Cu
5% dengan suhu kalsinasi 4000C.
% degradasi =
x 100%
Pada waktu 1 jam
% degradasi =
x 100%
= 56,64 %
Pada waktu 2 jam
% degradasi =
x 100%
=-69,18 %
Pada waktu 3 jam
% degradasi =
x 100%
= 60,04 %
Pada waktu 4 jam
% degradasi =
x 100%
= 62.65 %
Pada waktu 5 jam
% degradasi =
x 100%
= 67.17 %
4. Perhitungan % degradasi tanpa perputaran menggunakan katalis TiO2 -Cu 5% dengan
suhu kalsinasi 4000C.
% degradasi =
x 100%
110 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Pada waktu 1 jam
% degradasi =
x 100%
= 52,91 %
Pada waktu 2 jam
% degradasi =
x 100%
= 51,81 %
Pada waktu 3 jam
% degradasi =
x 100%
= 52.21 %
Pada waktu 4 jam
% degradasi =
x 100%
= 52,21 %
Pada waktu 5 jam
% degradasi =
x 100%
= 51,10 %
5. Perhitungan % degradasi tanpa menggunakan katalis TiO2 -Cu 5% dengan suhu
kalsinasi 4000C, pada kecepatan 500 rpm
% degradasi =
x 100%
Pada waktu 1 jam
% degradasi =
x 100%
= 12,55%
Pada waktu 2 jam
111 | P a g e
% degradasi =
x 100%
= 12,35 %
Pada waktu 3 jam
% degradasi =
x 100%
= 10,34%
Pada waktu 4 jam
% degradasi =
x 100%
= 9,84 %
Pada waktu 5 jam
% degradasi =
x 100%
= 10,04 %
6. Perhitungan % degradasi tanpa menggunakan katalis TiO2 -Cu 5% dengan suhu
kalsinasi 4000C, pada kecepatan 1000 rpm
% degradasi =
x 100%
% degradasi =
x 100%
= 16,53 %
% degradasi =
x 100%
= 19,52 %
% degradasi =
x 100%
= 17,83 %
% degradasi =
x 100%
= 16,25 %
112 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
% degradasi =
x 100%
= 15,56 %
7. Perhitungan % degradasi tanpa menggunakan katalis TiO2 -Cu 5% dengan suhu
kalsinasi 4000C, pada kecepatan 1500 rpm
% degradasi =
x 100%
% degradasi =
x 100%
= 16,67 %
% degradasi =
x 100%
= 17,27 %
% degradasi =
x 100%
= 19,48 %
% degradasi =
x 100%
= 20,89 %
% degradasi =
x 100%
= 20,18 %
Lampiran 8. Fototransformasi TiO2 Doping Cu 5% suhu kalsinasi 400 0C
pada asam humat
No Fototransformasi Absorban Konsentrasi
(ppm)
Degradasi
(%)
Fluks
Cahaya
Depan
Fluks
Cahaya
Belakang
1 500 rpm 1 jam 0.44 8.84 52.91% 9809.5 2413
2 500 rpm 2 jam 0.428 8.59 51.81% 10106 2489.3
3 500 rpm 3 jam 0.421 8.45 52.21% 12139.75 2608.75
4 500 rpm 4 jam 0.399 8.01 52.21% 13840.6 2860
5 500 rpm 5jam 0.39 7.83 51.10% 15284 2977.17
6 1000 rpm 1jam 0.466 9.36 53.21% 8753.125 1620.65
7 1000 rpm 2 jam 0.476 9.56 52.21% 8489 1579.67
8 1000 rpm 3 jam 0.438 8.80 56.02% 10030.5 2337
9 1000 rpm 4 jam 0.397 7.97 60.14% 15156 2839
113 | P a g e
10 1000 rpm 5jam 0.409 8.21 58.94% 13835 2834.5
11 1500 rpm 1jam 0.428 8.59 56.64% 10701.5 2569.5
12 1500 rpm 2 jam 0.307 6.16 69.18% 25188.5 3307.33
13 1500 rpm 3 jam 0.398 7.99 60.04% 13569 2875
14 1500 rpm 4 jam 0.372 7.47 62.65% 18233 2945.2
15 1500 rpm 5 jam 0.327 6.57 67.17% 20283.8 3054.83
16
1 jam tanpa
perputaran 0.469 9.42 52.91% 90773 3741.5
17
2 jam tanpa
perputaran 0.48 9.64 51.81% 87501.67 3704.33
18
3 jam tanpa
perputaran 0.476 9.56 52.21% 89144.75 3208.55
19
4 jam tanpa
perputaran 0.476 9.56 52.21% 89953.4 3708.2
20
5 jam tanpa
perputaran 0.487 9.78 51.10% 86961.33 3638.67
21
500 rpm, 1 jam,
tanpa katalis 0.867 17.41 12.55% 95418.5 3809
22
500 rpm 2 jam,
tanpa katalis 0.869 17.45 12.35% 93748.33 3791.67
23
500 rpm,3jam
tanpa katalis 0.889 17.85 10.34% 92273.5 3739
24
500 rpm 4
jam,tanpa katalis 0.894 17.95 9.84% 92774.8 3741.6
25
500 rpm 5
jam,tanpa katalis 0.892 17.91 10.04% 76408 3234.83
26
1000 rpm 1
jam,tanpa katalis 0.83 16.61 16.53% 102478 4899
27
1000 rpm 2
jam,tanpa katalis 0.80 16.02 19.52% 109872 5789
28
1000 rpm 3
jam,tanpa katalis 0.81 16.35 17.83% 103454 5234
29
1000 rpm 4
jam,tanpa katalis 0.83 16.67 16.25% 102344 4897
30
1000 rpm 5
jam,tanpa katalis 0.84 16.81 15.56% 101121 4679
31
1500 rpm 1jam,
tanpa katalis 0.826 16.59 16.67% 102788 4996
32
1500 rpm 2 jam,
tanpa katalis 0.82 16.47 17.27% 103256 5134
33
1500 rpm 3 jam,
tanpa katalis 0.798 16.02 19.48% 109869 4876
34
1500 rpm 4 jam,
tanpa katalis 0.784 15.74 20.89% 108956 5984
35
1500 rpm 5jam,
tanpa katalis 0.791 15.88 20.18% 108677 5890
1. sintesis TiO2 doping Cu 5% pada suhu Kalsinasi 400
0C
114 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
han yang digunakan untuk preparasi dalam metode Sol-Gel yang terdiri
dari:
a. Titanium(1V)tetraisopropoksida (TTIP)
b. Isopropanol
c. Aquabies
d. HNO3 P.a
e. CuCl2.2H2O
8,4 ml (TTIP) dicampurkan dengan 8ml isopropanol lalu dihomogenkan dengan
magnetik stirer selama 30 menit
terjadi perubahan warna pada larutan yang telah dihomogenkan selama 30 menit.
115 | P a g e
penambahan larutan (CuCl2.2H2O) yang telah dilarutkan dalam 2 ml
isopropanol,kemudian dihomogenkan kembali
Larutan TiO2 doping Cu yang telah di stirrer selama 2 jam, selanjutnya didiamkan
kemudian dikalsinasi pada suhu 4000C selama 2 jam
2. membuat larutan asam humat 20 ppm
116 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Menimbang sebanyak 0,02 gram asam humat
Melarutkan asam humat yang telah ditimbang dengan aquades dalam gelas kimia
1000 ml, diaduk sampai rata
Memasukkan larutan asam humat kedalam labu ukur 1000 ml, kemudian
menambahkan aquades sampai tanda batas.
117 | P a g e
Degradasi Asam Humat dengan Menggunakan Reaktor Mobile
Asam humat yang sudah dilarutkan , kemudian dimasukkan sebnyak 200 ml
kedalam gelas kimia.
Menimbang katalis TiO2 doping Cu 5% sebanyak 0,6 gram kemudian
dimasukkan kedalam reaktor mobile
Menambahkan larutan asam humat sebanyak 200 ml kedalam reaktor mobile yang
telah di isi katalis TiO2 doping Cu, kemudian melakukan dilakukan proses
degradasi asam humat pada waktu 1,2,3,4 dan 5 jam serta dengan kecepatan
500,1000 dan 1500 rpm.
118 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Hasil pengamatan
Degradasi asam humat pada kecepatan 500 rpm
Degradasi asam humat pada kecepatan 1000 rpm
119 | P a g e
Degradasi asam humat pada kecepatan 1500 rpm
Degradasi asam humat tanpa kecepatan perputaran
F. Rujukan
Abdullah Hamidah, Md.Maksudur Rahman Khan., Huei Ruey Ong dan Zahira
Yaakob. 2017. Modified TiO2 Photocatalyst for CO2 Photocatalytic
Reduction: An overview. Journal of CO₂ Utilization 22:15–32. Doi: 10.1016/j.jcou.2017.08.004.
Agness Intan, 2016. “Preparasi Dan Karakterisasi Komposit Cuo-Zeolit Alam
UntukFotodegradasi Zat Warna Rhodamin B Dengan Sinar Ultraviolet”.
Skripsi.Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Bai, Song.,Ning,Zhang.,Chao,Gao and Yujie, Xiong.2018. Defect Engineering in
Photocatalytic Materials.Nano Energy. doi:10.1016/j.nanoen.2018.08.058.
Begum, Robina Zahoor., H. Farooqi., Khalida, Naseem., Faisal Ali., Madeeha
Batool., Jianliang Xiao and Ahmad Irfan.2018.Applications of UV/Vis
Spectroscopy in Characterization and Catalytic Activity of Noble Metal
Nanoparticles Fabricated in Responsive Polymer Microgels: A Review. Crit
Rev Anal Chem, 2018. 48(6): 503-516.doi:10.1080/10408347.2018.1451299
.
Buckley, B.J.,Dench, R.J., Morrogh-Bernard, H. C., Bustani,U. and Chivers,
D.J.2015.Meat-eating by a wild Bornean orang-utan (Pongo
pygmaeus).Primates 56,4: 293-9.DOI: 10.1007/s10329-015-0487-x.
120 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Bunaciu, Andrei A., Elena gabriela Udriştioiu dan Hassan Y. Aboul-Enein. 2015.
“X-Ray Diffraction: Instrumentation and Applications”. Critical Reviews in
Analytical Chemistry 45, 289–299. DOI: 10.1080/10408347.2014.949616.
Buxton,Richard.2007.Design Expert 7.Mathematics Learning support centre.
Chaidir, Z., Sagita, D. T., Zein, R., & Munaf, E. (2015). Bioremoval of methyl
orange dye using durian fruit (Durio zibethinus) Murr seeds as
biosorbent. 7((1) : 589 - 599).
Cheng,W.P., Chi, F.H. and Yu,R.F.2004. Effect of phosphate on removal of humic
substances by aluminum sulfate coagulant. J Colloid Interface Sci. 272, 1:
153-7. DOI: 10.1016/j.jcis.2003.08.074
Choi,Ming.,jonghun,Lim.,Minki,Baek.,Wonyong,Choi.,Wooyul,Kim and Kijung
Yong.2017.Investigating the Unrevealed Photocatalytic Activity and Stability
of Nanostructured Brookite TiO2 Film as an Environmental Photocatalyst.
ACS Appl Mater Interfaces,9(19): 16252-16260.
Clark, Joanna M.,John K,Adamson.,2008Link between DOC in near surface peat
and stream water in an upland catchment. Sci Total Environ, 404(2-3): 308-
15.
Dimitriev, Y., Y. Ivanova, R. Iordanova. 2008.History of Sol-Gel Science and
Technology (Review). Journal of the University of Chemical Technology
and Metallurgy.43,2:181-192.
Dolat. 2014. “Preparation, Characterization and Charge Transfer Studies of
Nickel-Modified and Nickel, Nitrogen co-modified Rutil Titanium Dioxide
for photocatalytic Aplication”. Chemical Engineering Journal 239:149-1.
Duan, J., Cao, X.,Chen,C.,Shi, D., Li,G. and Mulcahy, D. 2012. Effects of
Ca(OH)2 assisted aluminum sulfate coagulation on the removal of humic
acid and the formation potentials of tri-halomethanes and haloacetic acids
in chlorination.J Environ Sci (China). 24, 9: 1609-15.
Fateh, A., M. Aliofkhazraei., A.R. Rezvanian. 2017. Review of Corrosive
Environments for Copper and its Corrosion Inhibitors.Arabian Journal of
Chemistry.doi:org/10.1016/j.arabjc.2017.05.021.
Fujishima,Akira,Xintong Zhang and Donald.A.Tryk.2007. Heterogeneus
Photocatalysis:From Water Photolysis to Applications in Environmental
Clean up.International Journal Of Hydrogen Energy 32:2664-2672. Doi:
10.1016/j.ijhydene.2006.09.009.
Gaveau, D.L.,Salim, M.A.,Hergoualc'h, K., Locatelli, B., Sloan, S., Wooster, M.,
Marlier, M. E., Molidena, E., Yaen, H.,DeFries, R.,Verchot, L.,Murdiyarso,
D., Nasi,R.,Holmgren, P. and Sheil, D.2014. Major atmospheric emissions
121 | P a g e
from peat fires in Southeast Asia during non-drought years: evidence from
the 2013 Sumatran fires.Sci Rep ,4: 6112. DOI: 10.1038/srep06112.
Graham A. Rance a, D.H.M.a., Robin J. Nicholas b, Andrei N.
Khlobystov.2010.UV–vis absorption spectroscopy of carbon nanotubes:
Relationship betweenthe p-electron plasmon and nanotube diameter.
Chemical Physics Letters, 493: 19–23.
Guo, X., Rao, L., Wang, P., Wang, C., Ao, Y., Jiang, T. and Wang,
W.2018.Photocatalytic properties of P25-doped TiO2 composite film
synthesized via sol-gel method on cement substrate. J Environ Sci (China).
66: . 71-80.Doi:10.1016/j.jes.2017.05.029.
Hernández, Jesús Vargas., Sandrine Coste., Antonieta García Murillo., Felipe
Carrillo Romo dan Abdelhadi Kassiba. 2017. Effects of Metal Doping (Cu,
Ag, Eu) on the Electronic and Optical Behavior of Nanostructured TiO2.
Journal of Alloys and Compounds. doi: 10.1016/j.jallcom.2017.03.275.
Jung, J.-T; Choi, J.-Y.; Chung, J.; Lee, Y.-W; Kim, J.-O. 2009.UV/TÍO2
and UV/TiO2/Chemical Oxidant Processes for the Removal of Humic Acid,
Cr and Cu in Aqueous TiO2 Suspensions. Environ.Technol.30: 225-232.
Kelaidis,N.,A,Kordatos.,S.R.G,christopoulos and A Chroneos.2018.A roadmap of
strain in doped anatase TiO2. Sci Rep,.8(1): .12790.
Kim Dockyu,Ha Ju park,Wo Jun sol and hyun Park.2018. Transcriptome analysis
of Pseudomonas sp. from subarctic tundra soil: pathway description and
genediscovery for humic acids degradation.Folia Microbiol 63: 315-
323.Doi:org/10.1007/s12223-017-0573-0
Kumar,Amit., Nishtha Yadav., Monica Bhatt., Neeraj K Mishra., Pratibha
Chaudhary dan Rajeev Singh. 2015. Sol-Gel Derived Nanomaterials and
It’s Applications: A Review. Research Journal of Chemical Sciences ISSN
2231-606X. Vol. 5(12),98-105.
Kuokkanen V,Z mkuokkanen, T ramo and J ulassi.2015.Electrocoagulation
Treatment of peat bog drainage water containing humic substances.water
research.79:79-87 doi:org/10.1016/j.watres
Landmann, M., E. Rauls, and W.G. Schmidt.2012.The electronic structure and
opticalresponse of rutile, anatase and brookite TiO2. J Phys Condens
Matter, 24: 195-503.doi:10.1088/0953-8984/24/19/195503
Laysandra Livy, Meri Winda Masnona Kartika Sari,Felycia Edi Soetaredjo,
Kuncoro Foe.2017.Adsorption and photocatalytic performance of
122 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
bentonite-titanium dioxide composites for methylene blue and rhodamine
Bdecoloration.Heliyon3(2017)e00488.doi:10.1016/j.heliyon.2017.e00488.
Li Juan Shengmei Yang,Runhong Lei, Weihong Gu, Yanxia Qin,Sihan Ma,Kui
Chen, Yanan Chang,Xue Bai,Shibo Xia,Chongming Wu,Gengmei
Xing.2018. Oral administration of rutile and anatase TiO2 nanoparticles
shifts mouse gut microbiota structure. Nanoscale,10(16): 7736-7745.DOI:
10.1039/x0xx00000x.
Lin, Z., Lihua Li., Lili Yu., Weijia Li and Guowei Yang.2017.Modifying
Photocatalysts for Solar Hydrogen Evolution Based On the Electron
Behavior:Journal of Materials Chemistry A.
Mantele, W. and E. Deniz.2017.UV-VIS absorption spectroscopy: Lambert-Beer
reloaded. Spectrochim Acta A Mol Biomol Spectrosc, 173: 965-968.
Maftu’ah, Enia.,Azwar Ma’asb and Benito Heru Purwanto.2014.Effects Of
Ameliorant Compositions On Nitrogen Mineralization And Uptake By Sweet
Corn In Degraded Peatland.Indonesa.J. Agric. Sci. Vol. 15 No. 1 April: 35-45.
Miettinen, J.,Shi,C. and Liew, S.C. 2017. Fire Distribution in Peninsular
Malaysia, Sumatra and Borneo in 2015 with Special Emphasis on Peatland
Fires . Environ Manage. 60, 4: 747-757. DOI: 10.1007/s00267-017-0911-7
Mohanraj,J.,Capria,E.,Benevoli,L.,Perucchi,A.,Demitri,N.and Fraleoni Morgera ,
A.2018.XRD- and infrared-probed anisotropic thermal expansionproperties
of an organic semiconducting single crystal.Phys Chem Chem
Phys.20:1984-1992 doi:10.1039/c7cp05209j.
Navas Javier, Antonio Sa´nchez-Coronilla, Teresa Aguilar, Norge C. Hernández.,
Desiree´ M. de los Santos,Jesus Sánchez-Márque, David Zorrilla, Concha
Fernández-Lorenzo., Rodrigo Alcántaraa dan Joaquin Martin-Callejaa.
2014. Experimental and Theoretical Study of the Electronic Properties of
Cu-doped Anatase TiO2. Phys.Chem. Chem. Phys., 16, 3835-3845. DOI:
10.1039/c3cp54273d.
Neoh, K. B., Bong, L. J., Muhammad, A.,Itoh, M., Kozan, O., Takematsu, Y. and
Yoshimura, T. 2016. The Impact of Tropical Peat Fire on Termite
Assemblage in Sumatra, Indonesia: Reduced Complexity of Community
Structure and Survival Strategies. Environ Entomol. 45, 5: 1170-1177.
DOI: 10.1093/ee/nvw116.
OsinOluwatomiwa A, Tianyu Yu, Xiaoming Cai , Yue Jiang, Guotao Peng1,
Xiaomei. Cheng, Ruibin Li , Yao Qin and Sijie Lin.2018.Photocatalytic
Degradation of 4-Nitrophenol by C, N-TiO2: Degradation Efficiency vs.
Embryonic Toxicity of the Resulting Compounds. Front Chem. 192.doi:
10.3389/fchem.2018.00192.
Steven, malcom P. 2001. Kimia Polimer. Jakarta: Penerbit Pradya Paramita.
123 | P a g e
Stevenson, F.J.H.C.G.1994.Composition, Reactions. 2nd Edition, John Wiley and
Sons, Inc., New York., Humus Chemistry. Genesis, Composition,
Reactions. 2nd Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Stucchi, M., Bianchi, C. L., Pirola, C., Vitali, S., Cerrato, G., Morandi, S.,
Argirusis, C., Sourkouni, G., Sakkas, P. M., and Capucci, V. (2014).
Surface Decoration of Commercial Micro-sized TiO2 by Means of High
Energy Ultrasound: A Way to Enhance Its Photocatalytic Activity Under
VisibleLight. Applied Catalysis B,Environmental, Vol. 178, pp. 124-132.
Tamarani, Arizka.,Rahadian Zainul and Indang dewata.2018. Preparation and
Characterization of XRD Nano Cu-TiO2 using Sol-Gel Method.
Thangraj, A Nixon., C Ravi Samuel Raj dan W Jose Benita Regilet.
2017.photocatalytic Behavior of Copper Doped and Copper-Thiourea
Codoped TiO2 Nanoparticles on Rhodamine B Dye Under Solar Light
Irradiation. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research.9(5):257-
264.
Ullah Irfan,Ali Haider,Nasir Khalid,Saqib Ali,Sajjad Ahmed,Yaqoob Khan,Nisar
Ahmed and Muhammad Zubair.2018.Tuning the band gap of TiO2 by
tungsten doping for efficient UV and visible photodegradation of Congo
red dye. Spectrochim Acta A Mol Biomol Spectrosc, 204: 150-
157.doi:10.1016/j.saa.2018.06.046.
Umar, Muhammad dan Hamidi Abdul Aziz. 2013. Photocatalytic Degradation of
Organic Pollutants in Water. InTech. doi.org/10.5772/53699
Vequizo,Jhon..M.,Sunao,Kamimura.,Teruhisa,OhnoAndAkira
yamakata.2018.Oxygen induced enhancement of NIR emission in brookite
TiO2 powders: comparison with rutile and anatase TiO2 powders. Phys
Chem Chem Phys,. 20(5): 3241-3248.
Wanichaya,Mekprasart.,Naratip,Vittayakorn and Wianu,Pecharapa.2012.Ball-
Milled CuPc/TiO2 hybrid nanocomposite and its photocatalytic degradation
of aqueous Rhodamine B.Materials Reasearch Bulletin.47:3114-3119.
Wardle,B. 2009. Principles and Aplications of Photochemistry. United Kingdom:
John Wiley & Sons.
Wiggins, E. B., Czimczik, C.I., Santos, G.M., Chen, Y., Xu,X.,Holden, S. R., Randerson, J.T., Harvey, C. F., Kai, F. M. and Yu, L. E. 2018. Smoke
radiocarbon measurements from Indonesian fires provide evidence for
burning of millennia-aged peat .Proc Natl Acad Sci
USA.DOI:10.1073/pnas.1806003115.
124 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Wijedasa, L.S.,Sloan, S.,Page, S. E.,Clements, G.R.,Lupascu, M and Evans, T.A.
2018.Carbon emissions from South-East Asian peatlands will increase
despite emission-reduction schemes.Glob Chang Biol.24, 10: 4598-
4613.DOI:10.1111/gcb.14340
Wu, Y. Y., Zhou, S. Q., Qin, F. H., Lai, Y. L. and Peng, H. P. 2010. Removal of
humic acids by oxidation and coagulation during Fenton treatment. Huan
Jing Ke Xue. 31, 4: 996-1001.
Yadav, H.M.,Otari, S.V., Koli, V. B.,Mali, S.., Hong, C. K., Pawar, S. H., &
Delekar, S.D. 2014. Preparation and Characterization of Copper- Doped
Anatase TiO2 Nanoparticles with Visible Light Photocatalytic Antibacterial
Activity. Journal of Photochemistry and Photobiology A:chemistry,280,3-
38
Yang, W.,Watson, V. J. and Logan, B. E. 2016. Substantial Humic Acid
Adsorption to Activated Carbon Air Cathodes Produces a Small Reduction
in Catalytic Activity. Environ Sci Technol.50, 16 : 8904-9.
DOI:10.1021/acs.est.6b00827.
Yau, Leong Sheng. 2013.Copper Doped Titanium Dioxide (TiO2) Nanoparticles
for Enhanced Photocatalytic Activity under Visible Light Irradiation.
Faculty of Chemical & Natural Resources Engineering Universiti Malaysia
Pahang. Thesis.
Zainul, R. 2018. Effect of Temperature and Particle Motion against the ability of
ZnO Semiconductor Photocatalyst in Humic Acid.
Zhang J, Zhou P, Liu J and Yu, J.2014.New understanding of the difference of
photocatalytic activity among anatase, rutile and brookite TiO2. Phy
Chem Chem Phys, 16:20382-6.doi:10.1039/c4cp02201g.
Zheng Xing, X.Z., Jian Pan, Lianzhou Wang, On the engineering part of solar
hydrogenproduction from water splitting: 2013. Protractordesignin
Chemical Engineering Science. 51
Zhu,Xiaodong.,Lingxiu, Pei.,Ranran,Zhu.,Yu,Jiao.,Renyong,Tang and Wei
Feng.2018.Preparation and characterization of Sn/La co-doped TiO2
nanomaterials and their phase transformation and photocatalytic activity.
Sci Rep, 2018. 8(1): 12387.
Zouboulis, A.I., X.L. Chai, and I.A. Katsoyiannis.2004.The application of
bioflocculant for the removal of humic acids from stabilized landfill leachates.
J Environ Manage,. 70:35-41.
125 | P a g e
Zykova V. Maria,Igor A. Schepetkin , Mikhail V. Belousov. 2018.
Physicochemical Characterization and Antioxidant Activity of Humic
Acids Isolated from Peat of Various Origins. Molecules 2018, 23- 753.
126 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
GLOSSARIUM
Air : adalah senyawa yang penting bagi semua
bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di Bumi,[1][2][3] tetapi tidak di planet lain.[4] Air menutupi
hampir 71% permukaan Bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di Bumi.[5] Rumus kimianya adalah H2O, yang setiap molekulnya mengandung satu oksigen dan dua atom
hidrogen yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada
lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir
sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam objek-objek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas
permukaan tanah (runoff, meliputi mata
air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting bagi kehidupan manusia.
Asam Humat : Asam humat adalah zat organik yang memiliki struktur molekul kompleks dengan berat molekul tinggi (makromolekul atau polimer organik) yang mengandung gugus aktif. Di alam, asam humat
terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari
bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses humifikasi. Oleh karena strukturnya terdiri dari campuran senyawa organik
alifatik dan aromatic, diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam karboksilat dan quinoid, maka asam humat memiliki kemampuan untuk menstimulasi dan mengaktifkan proses biologi dan
fisiologi pada organisme hidup di dalam tanah. Hal ini
menyebabkan asam humat bersifat lebih sebagai soil conditioner (pembenah tanah).
Degradasi : Degradasi dapat mengacu pada beberapa hal berikut: Dekomposisi senyawa kimia secara bertahap dengan produk antara yang terdefinisi.
Doping : Dalam produksi semikonduktor, doping menunjuk ke proses yang bertujuan menambah ketidakmurnian (impuritya) kepada semikonduktor sangat murni (juga
disebut intrinsik) dalam rangka mengubah sifat
127 | P a g e
listriknya. Ketidakmurnian ini tergantung dari jenis semikonduktor.
Fototransformasi : Reaksi kimia yang dibantu oleh Foton (cahaya).
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu
menghasilkan antarubahan senyawa kimia.[1] Senyawa ataupun senyawa-senyawa awal yang terlibat dalam reaksi disebut sebagai reaktan.
Fotokatalis : Fotokatalis (Foto-katalis) adalah sebuah katalis yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat reaksi kimia yang memerlukan atau membutuhkan sinar/cahaya.
Fotokatalis merupakan sebuah material yang memiliki kemampuan untuk menyerap sinar dan memproduksi
pasangan elektron-hole (e– + h+) yang mampu melakukan transformasi kimia melalui proses reduksi dan oksidasi (Chan, Yeong Wu, Juan, & Teh, 2011).
Gambut : Gambut adalah jenis lahan basah yang kaya akan material organik, terbentuk dari akumulasi pembusukan bahan-bahan organik selama ribuan tahun. Mari kita pelajari sejarah terbentuknya gambut, luas lahan gambut, jenis-jenis, dan berbagai keunggulan
gambut.
Hidrogen : Hidrogen (bahasa Latin: hydrogenium, dari bahasa
Yunani: hydro: air, genes: membentuk) adalah unsur
kimia pada tabel periodik yang memiliki
simbol H dan nomor atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan
merupakan gas diatomik yang sangat mudah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu,[a] hidrogen adalah unsur teringan di dunia.
Oksida : Oksida adalah senyawa kimia yang sedikitnya mengandung sebuah atom oksigen serta sedikitnya sebuah unsur lain. Sebagian besar kerak bumi terdiri atas oksida. Oksida terbentuk ketika unsur-unsur
dioksidasi oleh oksigen di udara. Pembakaran hidrokarbon menghasilkan dua oksida utama karbon, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Bahkan materi yang dianggap sebagai unsur
murni pun sering kali mengandung selubung oksida. Misalnya aluminium foil memiliki kulit tipis Al2O3 yang melindungi foil dari korosi.
128 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Tembaga Oksida : Tembaga(I) oksida atau kupro oksi-
da adalah senyawa anorganik dengan rumus Cu2O. Ini adalah salah satu oksida utama tembaga, yang lainnya adalah CuO atau kupri oksida. Padatan berwarna merah adalah komponen beberapa cat antifouling.
Senyawa ini dapat berwarna kuning atau merah, tergantung pada ukuran partikelnya.[2] Tembaga(I) oksida dijumpai sebagai mineral kemerahan, kuprit.
Titania : Titanium dioksida, disebut juga titanium(IV)
oksida atau titania, adalah oksida titanium yang muncul secara alami dengan rumus kimia TiO2. Umumnya, senyawa ini didapat dari ilmenit, rutil, dan anatase. Titanium dioksida dimanfaatkan secara luas untuk berbagai keperluan seperti cat, pelindung
sinar matahari, dan pewarna makanan. Apabila
digunakan sebagai pigmen, senyawa ini disebut putih
titanium, Pigment White 6 (PW6), atau CI 77891. Adapun sebagai pewarna makanan, senyawa ini memiliki nomor E E171. Pada tahun 2014, senyawa ini
diproduksi sebanyak lebih dari 9 juta metrik ton di
seluruh belahan dunia.[3][4][5]
129 | P a g e
INDEX Air, v, 1, 5, 6, 9, 62, 67, 71, 72, 124,
126, 129 Asam Humat, i, iii, iv, v, 3, 4, 7, 8, 9,
25, 27, 37, 41, 43, 45, 48, 72, 81, 84,
91, 93, 97, 98, 117, 126, 129 Blended Learning, 131
Degradasi, 27, 41, 45, 50, 62, 92, 95, 96, 112, 117, 118, 119, 126, 129
Doping, 86, 90, 101, 112, 121, 126, 129
Fotokatalis, i, iii, iv, v, 3, 11, 12, 27, 62, 70, 74, 76, 77, 79, 82, 83, 93,
127, 129
Fototransformasi, i, iii, iv, v, 3, 9, 33,
45, 50, 73, 91, 93, 97, 112, 127, 129 Gambut, v, 5, 62, 127, 129 Hidrogen, 127, 129, 130
Oksida, iv, 3, 4, 14, 26, 62, 127, 128, 129
Pembelajaran, 131 Pendidikan, 130, 131
Titania, iv, 128, 129 Ultraviolet, 119, 129
130 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
PROFIL PENULIS
Dr. Rahadian Zainul, S.Pd., M.Si.,
lahir di Sungai Penuh, 21 Januari 1974.
Alamat Komplek Prima Regency Blok I No
10 Kel. Koto Lalang Kec. Lubuk Kilangan
Padang. Menyelesaikan pendidikan S1 di
IKIP Padang jurusan Pendidikan Kimia pada
tahun 1997, S2 di UNAND Jurusan Kimia
pada tahun 1999, S3 di UNAND Jurusan
Kimia pada tahun 2015.
Penulis adalah dosen di jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang sejak tahun 1998. Sejak menjadi mahasiswa di IKIP padang
telah hobi menulis artikel di berbagai surat kabar , baik daerah
(Singgalang, Mimbar Minang, Padang Ekspres, Tabloid Publik,
Zaman, Bukittinggi Post, Haluan, Dll) maupun nasional ( Harian
Republika). Beberapa buku sudah di terbitkan antara lain Teknik
Karekterisasi Kimia Fisika (2011), Desain dan Rekayasa Fotoreaktor
(2017). Desain dan Rekayasa Generaor Hidrogen (2019), Blanded
Learning NKDK di LPTK : Suatu pendekatan riset dan aplikatif
(2020).
Penulis memiliki hobi dalam bidang riset dan publikasi serta
pengelolaan jurnal. Saat ini sebagai Editor in Chief pada jurnal
EKSAKTA (Berkala Ilmiah bidang MIPA, jurnal nasional
terakreditasi SINTA 4), editor dan reviewer di jurnal-jurnal nasional
antara lain : UI, UNPAD, UNDIP, UNSYIAH, UNRI, UNJA, dll.
Menjadi reviewer di jurnal internasional bereputasi (terindeks
SCOPUS dan THOMSON REUTERS) serta menulis aktif di jurnal-
jurnal bereputasi Q1, Q2, Q3, Q4. Seperti SENSORS (Q1),
131 | P a g e
RASAYAN (Q2), dll. Memiliki H-indeks SCOPUS 6, H-indeks GS
23, serta score SINTA 18,6 serta mendapatkan riset grant dari
pemerintah baik untuk riset dalam negeri maupun riset kolaborasi
internasional.
Penulis telah menghasilkan 1 paten grandted dari pemerintah
Indonesia yang berjudul FOTOREAKTOR HEXAGONAL PELAT
TIPIS OKSIDA TEMBAGA UNTUK MENGHASILKAN
ENERGI LISTRIK DARI CAHAYA RUANG DAN PROSES
PEMBUATAN PELAT TIPIS OKSIDA TEMBAGA dengan
nomor pendaftaran paten : P00201709463 (tahun 2019).
Penulis memiliki komptensi dalam riset kependidikan secara
nasional dengan menjadi Ketua Tim Penelititi KRUPT 2019-2022
(Konsorsium Riset Unggulan Perguruan Tinggi). Riset KRUPT ini
melibatkan 6perguruan tinggi LPTK di indonesia antara lain : UNP,
UNIMED, UNJ, UNESA, UM MALANG, dan Univeritas terbuka.
Penulis mengembangkan model pembelajaran Blended Learning pada
4 mata kuliah dasar kependidikan (MKDK). Yang dikembangkan itu
antara lan : Landasan Pendidikan (LP), Profesi Kependidikan (PK),
Pengantar Peserta Didik (PPD), dan Belajar Pembelajaran (BP).
Saat ini penulis juga menjadi dosen program megister
pendidikan kimia di FMIPA UNP dan dosen program doktoral pada
S3 pendidikan IPA FMIPA UNP. Penulis juga menjadi narasumber
di berbagai kegiatan pada beberapa universitas di Sumatera Barat dan
Riau seperti UBH, STIKES ALIFAH, STIKES YARSI, POLTEKES
PADANG, STIKES SYEDZA SAINTIKA, AKBP Padang,
UNITAS, UNES, STIKES Awal Bros dll, dalam bidang IT dan
publikasi serta Pembelajaran berbasis IT.
Mata kuliah yang diampu antara lain : KimiaFisika, Kimia
Komputasi, Media dan IT, Publikasi dan Etika Ilmiah. Saat ini
penulis menduduki jabatan sebagai lektor kepala dalam dalam bidang
kimia fisika di jurusan kimia FMIPA UNP dan koordinator Hak
Kekayaan Intelektual(HKI) pada Lembaga Penelitian dan
132 | R a h a d i a n Z a i n u l d k k
Pengabdian Masyarakat ( LP2M) Universitas Negeri Padang periode
2019-2022. Di samping itu, penulis adalah reviewer nasional dalam
bidang penelitian dan reviewer internal penelitian di Universitas
Negeri Padang sejak tahun 2018 sampai sekarang.
top related