infopom - rsi-ibnusina.com · antibiotik digunakan dalam pembuatan produk organisme rekayasa...
Post on 04-Dec-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Volume XI, No.1MARET - APRIL 2010
ISSN 1829-9334
BADAN RI POM
InfoPOM
PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIKA DAN PENGKAJIAN KEAMANANNYA DI INDONESIA
MENGHADAPI C-AFTA ; TIPS BAGI KONSUMEN
PRESS RELEASE BPOM NOMOR : KH.00.01.1.0802 TENTANG MAKANAN IMPOR
DAFTAR ISI
1
Sejak zaman dahulu, selama bertahun-tahun, manusia telah menyeleksi, menanam dan memanen tanaman yang menghasilkan produk bahan pangan untuk kelangsungan hidupnya. Mereka juga memanggang roti, membuat bir, memproduksi kecap serta membuat cuka dan tempe. Meskipun mereka tidak mengetahui pengetahuan rekayasa genetika, pada kenyataannya mereka menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi untuk membuat dan memodifikasi tanaman dan produk
makanan. Dengan kata lain leluhur kita telah memindahkan dan mengubah gen untuk meningkatkan kualitas makanan tanpa menyadarinya. Sekarang, bioteknologi modern
memungkinkan produsen makanan untuk melakukan hal yang sama tetapi dengan pemahaman dan ketepatan yang lebih tinggi.
Rekayasa genetika merupakan salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya (dikenal
juga dengan istilah transgenik). Tujuannya adalah untuk menghasilkan tanaman/ hewan/ jasad renik yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga mendatangkan
keuntungan yang lebih besar bagi manusia. Dimana gen merupakan suatu unit biologis yang menentukan sifat-sifat makhluk hidup yang dapat
diturunkan.
Berbeda dengan metode pertanian tradisional / konvensional. Keduanya mempunyai maksud yang sama yaitu menghasilkan
varietas tanaman unggul dengan sifat yang telah diperbaiki, yang menjadikannya lebih baik untuk ditanam, dan lebih menarik untuk dimakan. Perbedaannya terletak pada bagaimana hasil itu diperoleh. ”Pemuliaan tradisional memerlukan persilangan yang mencampur ribuan gen dari dua jenis tanaman dengan harapan akan mendapatkan sifat yang diinginkan. Dengan bioteknologi modern,
PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIKADAN PENGKAJIAN KEAMANANNYA DI INDONESIA
PRESS RELEASE NOMOR KH.00.01.1.0803 TENTANG PENINGKATAN PENGAWASAN MAKANAN MENJELANG HARI RAYA IMLEK
PRESS RELEASE NOMOR KH.00.01.1.0800 TENTANG BANTAHAN ATAS BERITA TERKAIT DENGAN KEAMANAN ASPARTAM
2
3
4
5
mengundang kekhawat i ran bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan r is iko terhadap kesehatan manusia. Kemungkinan timbulnya risiko perlu diminimalkan melalui p e n d e ka ta n ke h a t i - h a t i a n (precautionary approach).
Kekhawatiran terhadap pangan
produk rekayasa genet ika
mencakup berbagai aspek, 3 isu
yang sering dipermasalahkan
adalah kecenderungan untuk
menyebabkan reaksi alergi
(alergenisitas), transfer gen dan
outcrossing.
Alergenisitas
Pada prinsipnya transfer gen dari
pangan yang menyebabkan alergi
tidak diinginkan kecuali jika
terbukti bahwa protein hasil
transfer gen tidak bersifat
alergenik. Walaupun pangan yang
diproduksi secara tradisional
u m u m n y a t i d a k d i u j i
alergenitasnya, akan tetapi untuk
pangan produk rekayasa genetik,
protokol untuk pengujian tersebut
telah disiapkan dan dievaluasi
seseorang dapat memilih sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, atau herbisida, atau peningkatan kualitas hasil. Melalui teknik rekayasa genetik telah dihasilkan p r o d u k r e k a y a s a g e n e t i k diantaranya tanaman produk rekayasa genetik yang memiliki sifat baru.
Pangan hasil rekayasa genetika m e r u p a k a n p a n g a n y a n g diturunkan dari makhluk hidup hasil r e k a y a s a g e n e t i k a . P a d a umumnya pangan sebagian besar bersumber dari tanaman, dan tanamanlah yang sekarang ini paling banyak dimuliakan melalui t ekn i k rekayasa gene t i ka . Tanaman produk rekayasa genetik dimanfaatkan diantaranya sebagai bahan pangan yang biasa dikenal sebagai pangan produk rekayasa genetik (pangan PRG). Pangan PRG meliputi pangan segar, pangan olahan, bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan untuk produksi pangan. Pemanfaatan pangan PRG
Editorial
2IN
FOPO
M
I E
DIT
ORIA
L I
Vo
l. X
I /N
o.
1/E
dis
i Ma
r -
Ap
r 2
01
0
oleh FAO dan WHO. Selama ini
tidak ditemukan adanya efek
alergi dalam pangan produk
rekayasa genetik yang sekarang
i n i b e r e d a r d i p a s a r a n
internasional.
Transfer gen.
Transfer gen dari pangan produk
rekayasa genetik ke dalam sel
tubuh atau ke bakteri di dalam
sistem pencernaan menimbulkan
kekhawatiran j ika mater ial
genetik yang ditransfer tersebut
dapat merugikan kesehatan
manusia. Hal ini bisa menjadi
sangat relevan jika terjadi transfer
gen yang resisten terhadap
antibiotik digunakan dalam
pembuatan produk organisme
rekayasa genetik. Walaupun
sangat kecil peluang terjadinya
transfer tersebut, para ahli dari
FAO/WHO telah menyarankan
penggunaan teknologi tanpa gen
resisten antibiotika.
Outcrossing
Perpindahan / pergerakan gen
Pembaca yang terhormat,
Pangan hasil rekayasa genetika merupakan pangan yang diturunkan dari makhluk hidup hasil rekayasa genetika dengan tujuan menghasilkan varietas tanaman unggul dengan sifat yang telah diperbaiki, yang menjadikannya lebih baik untuk ditanam, dan lebih menarik untuk dimakan. Pada edisi ini kami sajikan artikel mengenai Pangan Produk Rekayasa Genetika agar pembaca dapat lebih memahami mengenai keuntungan dan kerugian dari pangan jenis ini.
InfoPOM edisi Maret - April 2010 ini juga memuat artikel mengenai C-AFTA, yang memberikan tips bagi konsumen dalam memilih produk yang aman, bermanfaat dan berkhasiat untuk menghindari efek merugikan dari diberlakukannya C-AFTA bagi konsumen. Artikel ini disajikan dengan maksud agar konsumen dapat lebih bijak dalam memilih produk obat maupun makanan yang akan digunakannya, karena dengan semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi, maka masyarakat tetap harus mendapatkan produk obat dan makanan yang dijamin kepastian atas keamanan, kemanfaatan dan mutu nya.
Dalam edisi ini juga dimuat Press Release Nomor KH.00.01.1.0802 tentang Makanan Impor, Press Release Nomor KH.00.01.1.0803 tentang Peningkatan Pengawasan Makanan Menjelang Hari Raya Imlek dan Press Release Nomor KH.00.01.1.0811 tentang Bantahan Atas Berita Terkait dengan Keamanan Pangan.
Semoga InfoPOM edisi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca semua.
Selamat membaca.
IPenasehat I Pengarah I Penanggung jawab I Redaktur Ketua I Redaktur Eksekutif
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan MakananKepala Pusat Informasi Obat dan Makanan Kepala Bidang Informasi Obat Dra. Fadjar Ayu
Tofiana, MT; Dra. Deksa Presiana, Apt, Mkes; Yustina Muliani, SSi, Apt; Dra. Lucky Hayati, Apt; Dra. Tri Asti I, Apt, Mpharm; Dra. Sri Mulyani, Apt; Ellen Simanjuntak, SE; Galih Prima Arumsari, SFarm, Apt; Dewi Sofiah, Ssi, Apt; Dra. Dyah Nugraheni, Apt; Dra. Sri Hariyati, Msc; Suyanto, SP, Msi; Dra. Murti Hadiyani Yulinar, SKM, Msi; Denik P, Sfarm, Apt; Eriana Kartika, Ssi, Apt; Arlinda Wibiayu, Ssi, Apt Sandhyani ED, Ssi, Apt; Indah W, Ssi, Apt Ridwan Sudiro, Ssos; Surtiningsih; Netty Sirait
I Editor I Desain grafis I Sekretariat
dari tanaman rekayasa genetik
ke tanaman konvensional atau
spesies yang berhubungan di
a l a m ( d i s e b u t s e b a g a i
o u t c r o s s i n g ) , m i s a l n y a
percampuran produk pasca hasil
panen dari bibit konvensional
dengan p roduk t anaman
rekayasa genetik, mungkin
mempunyai efek tidak langsung
terhadap keamanan pangan dan
ketahanan pangan. Beberapa
negara telah menggunakan
strategi diantaranya pemisahan
yang jelas antara lahan pertanian
untuk tanaman rekayasa genetik
dan dengan lahan untuk
tanaman konvensional.
Sehubungan dengan adanya
kekhawatiran tersebut dan
pentingnya prinsip kehati-hatian,
diperlukan adanya suatu sistem
y a n g t e r s t r u k t u r d a l a m
melakukan pengkajian risiko
pangan PRG. Hal ini sesuai
dengan ke ten tuan da lam
Undang-undang RI No.7 Tahun
1996 tentang Pangan, Pasal 13
ayat (1), dinyatakan bahwa
setiap orang yang memproduksi
pangan atau menggunakan
bahan baku, bahan tambahan
pangan, dan atau bahan bantu
lain dalam kegiatan atau proses
produksi pangan yang dihasilkan
dari proses rekayasa genetik
w a j i b t e r l e b i h d a h u l u
memer i ksakan keamanan
pangan bagi kesehatan manusia
sebelum diedarkan. Ketentuan
ini kemudian diperjelas lagi
dalam Peraturan Pemerintah
No.28 Tahun 2004 tentang
Keamanan Mutu dan Gizi
Pangan, Pasal 14 yang
berbunyi:
1. S e t i a p o r a n g y a n g memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku,
bahan tambahan pangan, dan/atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses p roduks i pangan yang d ihas i l kan dar i p roses rekayasa genetika wajib t e r l e b i h d a h u l u memeriksakan keamanan pangan tersebut sebelum diedarkan.
2 Pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa gene t i ka sebaga imana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. informasi genetika, antara la in deskr ips i umum pangan produk rekayasa genetika dan deskripsi i n a n g s e r t a penggunaanya sebagai pangan;
b. deskr ips i o rgan isme donor;
c. desk r ips i mod i f i kas i genetika;
d. karakterisasi modifikasi genetika; dan
e. In fo rmas i keamanan pangan, an tara la in kesepadanan substansial, perubahan ni lai gizi, alergenitas dan toksisitas.
3 Pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa g e n e t i ka se b a g a i ma n a dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh komisi yang menangani keamanan pangan produk rekayasa genetika.
4 Persyaratan dan tata cara pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa gene t i ka sebaga imana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan oleh komisi yang m e n a n g a n i k e a m a n a n pangan produk rekayasa genetika.
5 Kepala Badan menetapkan
bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan bantu lain hasil proses rekayasa genetika yang dinyatakan aman sebagai p a n g a n d e n g a n memperhatikan rekomendasi dari komisi yang menangani keamanan pangan produk rekayasa genetika.
Ketentuan ini juga sejalan dengan
Peraturan Pemerintah No.21
Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik
Pasal 6 (1), bahwa produk
rekayasa genetik baik yang
berasal dari dalam negeri maupun
dari luar negeri yang akan dikaji
atau diuji untuk dilepas dan/atau
diedarkan di Indonesia harus
disertai informasi dasar sebagai
petunjuk bahwa produk tersebut
m e m e n u h i p e r s y a r a t a n
keamanan lingkungan, keamanan
pangan dan/atau keamanan
pakan. Dan sesuai juga dengan
pasal 7, bahwa persyaratan
keamanan pangan ditetapkan
o l e h K e p a l a L P N D y a n g
berwenang sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.
Menindaklanjuti amanat dalam
Peraturan Pemerintah No. 21
Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik
jo Peraturan Pemerintah No.28
Tahun 2004 tentang Keamanan
Mutu dan Gizi Pangan Pasal 14
ayat (4), komisi yang menangani
keamanan pangan produk
r e k a y a s a g e n e t i k a t e l a h
member i kan r ekomendas i
tentang persyaratan dan tata cara
pemeriksaan keamanan pangan
produk rekayasa genetika yang
telah disahkan melalui Peraturan
Kepala Badan POM RI Nomor :
HK.00.05.23.3541 Tahun 2008
3 I A
RTIK
EL IVo
l. XI /N
o. 1
/Ed
isi Ma
r - Ap
r 20
10
INFO
PO
M
Genetik
B. Informasi Keamanan Pangan,
meliputi :
1. Kesepadanan Substansial
2. Perubahan Nilai Gizi
3. Alergenisitas
4. Toksisitas
5. Pertimbangan Lain-lain,
diantaranya :
a. Potensi akumulasi zat
yang signifikan terhadap
kesehatan manusia
b. Gen penanda ketahanan
terhadap antibiotik
K o m i s i y a n g m e n a n g a n i
keamanan pangan produk
r e k a y a s a g e n e t i k d a l a m
Peraturan Pemerintah No. 21
Tahun 2005 disebut dengan
Komisi Keamanan Hayati (KKH).
Berhubung KKH sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 2005
belum ditetapkan, maka tugas
Komisi tersebut dilaksanakan oleh
Komisi Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan (KKHKP)
yang sekarang ada. KKHKP
ditetapkan pada tahun 1999
melalui Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Pertanian, Menteri
Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan dan Menteri
Negara Pangan dan Hortikultura
Nomor 998.1/Kpts/OT.210/9/99;
7 9 0 . a / K p t s / I X / 1 9 9 9 ;
1145A/MENKES/SKB/IX/1999;
015A/NmenegPHOR/09/1999
tentang Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan Produk
Per tanian Hasi l Rekayasa
Genetik. Adapun tugas dan
kewajiban Komisi Keamanan
Hayati dan Keamanan Pangan
(KKHKP) yang tertuang dalam
SKB ini sejalan dengan Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 2005
yakni memberi rekomendasi
kepada Kepala LPND berwenang
(Badan POM) dalam pengkajian
keamanan pangan Da lam
m e n j a l a n k a n t u g a s d a n
kewajibannya KKHKP, dibantu
oleh tim teknis keamanan hayati
dan keamanan pangan (TTKHKP)
dalam melaksanakan evaluasi
dan kajian teknis terhadap
keamanan pangan produk
rekayasa genetik. TTKHKP
ditetapkan melalui Keputusan
Bersama Kabalitbang Pertanian,
Kabalitbang Kehutanan dan
Perkebunan serta Dirjen POM
Tahun 2000.
KKHKP dan TTKHKP terdiri dari
para pejabat pemerintah terkait
dan para pakar di bidang
pertanian, teknologi pangan,
bioteknologi, toksikologi, farmasi,
g i z i , k e d o k t e r a n h e w a n ,
peternakan, perikanan dan lain-
lain. Saat ini KKHKP bersama
TTKHKP sedang melaksanakan
pengkajian keamanan pangan
terhadap beberapa pangan
produk rekayasa genetik baik
produk dalam negeri maupun
produk dari luar negeri.
Pelaksanaan tugas KKH oleh
4I ED
ITO
RIA
L I IN
FOPO
M
Vo
l. X
I /N
o.
1/E
dis
i Ma
r -
Ap
r 2
01
0
tentang Pedoman Pengkajian
Keamanan Pangan Produk
Rekayasa Genetik. Pengkajian
materi hasil rekayasa genetik
perlu mengikuti prosedur, atau
pedoman dan standar protokol
yang baku. Dengan adanya
pedoman pengkajian yang baku,
maka hasil pengkajian akan tebih
akurat dan dapat dipercaya.
Pengkajian keamanan pangan
yang diatur dalam Pedoman
Pengkajian Keamanan Pangan
Produk Rekayasa Genetik
dilakukan terhadap pangan
produk rekayasa genetik meliputi
aspek :
A. Informasi Genetik, meliputi :
1. Deskripsi Umum Pangan
PRG
2. Desk r ips i I nang dan
Penggunaannya sebagai
Pangan
3. Deskr ips i Organ isme
Donor
4. D e s k r i p s i M o d i f i k a s i
Genetik
5. Karakterisasi Modifikasi
Seperangkat peraturan & kebijakan terkait dengan pangan
produk rekayasa genetik telah dikeluarkan Pemerintah
Indonesia, antara lain :
1. UU RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan2. Peraturan Pemerintah RI No. 69 tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan3. UU RI no. 21 tahun 2004 tentang Protokol Cartagena
tentang Keamanan Hayati Atas Konvensi tentang keanekaragaman hayati
4. PP No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan
5. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika
6. SKB Komisi Keamanan hayati
Buletin Keamanan Pangan Volume 14/Tahun VII/2008
5 I A
RTIK
EL IVo
l. XI /N
o. 1
/Ed
isi Ma
r - Ap
r 20
10
INFO
PO
M
KKHKP sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 (pasal 34 dan pasal 36) yaitu “Semua
permohonan untuk pelepasan dan/atau peredaran PRG yang telah diajukan kepada Menteri yang berwenang
atau Kepala LPND yang berwenang dan sedang diproses pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
diproses lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada” dan “Pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan atau belum diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah ini”.
Tata cara pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik juga telah diatur dengan jelas dalam Peraturan
Pemerintah No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik dan dalam Pedoman
Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Tata cara pengkajian tersebut secara ringkas
sebagaimana dalam gambar di samping
Pengkajian terhadap keamanan pangan PRG dilaksanakan kasus per kasus, karena organisme rekayasa
genetik yang berbeda memiliki gen sisipan yang berbeda dan disisipkan dengan cara yang berbeda pula.
Hal ini berarti bahwa setiap pangan hasil rekayasa genetik dan keamanannya harus dikaji secara individu
(kasus per kasus) dan tidak mungkin untuk membuat pernyataan umum tentang keamanan semua pangan
produk rekayasa genetik.
Yusra Egayanti - Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Pustaka :
1. Undang-Undang RI No.7/1996 tentang Pangan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21/2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
4. Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan
Menteri Negara Pangan dan Hortikultura Nomor 998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts/IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/1999; 015A/NmenegPHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan
Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik
5. Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.00.05.23.3541 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengkajian
Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
6. Publikasi WHO (2003) : “20 Questions On Genetically Modified (GM) Foods
mengetahui tujuan penggunaan
dan hal lain-lain tentang produk
makanan atau perbekalan farmasi
yang sedang digunakan, sehingga
konsumen dapat terhindar dari
penggunaan produk yang berisiko
terhadap kesehatan.
Dalam UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen,
perlindungan terhadap konsumen
dapat diartikan sebagai segala
upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
P e r l i n d u n g a n k o n s u m e n
berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum.
Dilain pihak, konsumen juga
mempunyai kewajiban untuk
membaca atau mengikuti petunjuk
i n f o r m a s i d a n p r o s e d u r
pemakaian atau pemanfaatan
barang dan atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
Konsumen harus jeli pada saat
membeli obat. Konsumen juga
memperoleh nomor izin edar dari
Badan POM (persyaratan tentang
registrasi tercantum dalam
P e r m e n k e s R I / M e n k e s /
Per/1010/2008). Hal ini bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari
peredaran obat yang tidak
m e m e n u h i p e r s y a r a t a n
keamanan, kemanfaatan dan
mutu..
Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan / atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Konsumen
dapat bertanya tentang obat,
makanan, atau perbekalan
farmasi yang digunakan kepada
instansi yang berwenang ataupun
pihak yang berkompeten untuk
mendapatkan informasi yang
sah ih dan te rk in i , karena
konsumen berhak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa. Dengan
bertanya, konsumen dapat
ejak diberlakukannnya C-AFTA (China-ASEAN SFree Trade Agreement)
pada tanggal 1 Januari 2010 lalu maka produk-produk dari ASEAN dan China dapat dengan bebas masuk ke Indonesia tanpa dikenai pajak. Khusus untuk jenis produk obat, obat tradisional, suplemen makanan , kosme t i k dan makanan, maka diperlukan pengawasan terhadap mutu, khasiat dan keamanannya oleh Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). .
Dengan semakin terbukanya
pasar nasional sebagai akibat
dari proses globalisasi ekonomi,
harus tetap dapat dijamin
kepastian atas keamanan,
kemanfaatan dan mutu Obat
dan Makanan yang diperoleh
masyarakat di pasar.
Untuk setiap produk obat yang
beredar di Indonesia tidak
terkecuali produk obat impor
harus lulus evaluasi pra
pemasaran, sebelum diedarkan.
Obat yang sudah melewati
p r o s e s e v a l u a s i a k a n
C-AFTA
6I A
RTI
KEL
IVo
l. X
I /N
o.
1/E
dis
i Ma
r -
Ap
r 2
01
0
IN
FOPO
M
Menghadapi
Tips bagi konsumen
Sebagaimana disebutkan pula
da lam UU Per l i ndungan
Konsumen bahwa pelaku usaha
atau produsen mempunyai
k e w a j i b a n m e m b e r i k a n
informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa
serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan
pemel iharaan. Sela in i tu
menjamin mutu barang dan atau
jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang
dan atau jasa yang berlaku.
P e l a k u u s a h a d a l a m menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk d iperdagangkan d i la rang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a. harga atau tarif suatu barang dan atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau h a d i a h m e n a r i k y a n g ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
Dengan adanya C-AFTA maka akan semakin banyak Obat dan Makanan impor yang beredar di Indonesia. Dengan demikian kerjasama antara produsen dalam negeri, pemerintah, dan konsumen merupakan faktor yang sangat penting. Produsen harus memproduksi obat dan m a k a n a n y a n g a m a n , bermanfaat, dan bermutu. Pemerintah dalam hal ini Badan POM, harus lebih memperketat pengawasannya pada saat m e r e g i s t r a s i a t a u p u n memberikan izin edar terhadap produk impor serta dalam kegiatan pengawasan pasca p e m a s a r a n . S e d a n g k a n konsumen sendiri, harus lebih cermat dan waspada pada saat
harus mengetahui apakah obat
tersebut sudah teregistrasi dan
mempunyai izin edar yang
diberikan oleh Badan POM.
Obat yang dapat memiliki izin
edar harus memenuhi kriteria
utama berikut :
vEfikasi atau khasiat yang
meyakinkan dan keamanan
yang memadai dibuktikan
melalui uji preklinik dan uji
klinik atau bukti-bukti lain
sesua i dengan s ta tus
p e r k e m b a n g a n i l m u
p e n g e t a h u a n y a n g
bersangkutan;
vMutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produks i sesua i Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian terhadap s e m u a b a h a n y a n g digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih.
vPenandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat men jamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. 7
I ARTIK
EL IVo
l. XI /N
o. 1
/Ed
isi Ma
r - Ap
r 20
10
IN
FOPO
M
CONSUMER PROTECTION
memilih dan menentukan produk yang akan dibelinya. Jangan hanya tergiur dari harga murah dan promosi yang berlebihan.
Berikut ini TIPS bagi para konsumen dalam membeli Obat atau Makanan. Terlebih dahulu periksa kemasan obat dengan teliti, apakah masih tersegel dengan baik atau tidak.Selain itu, dalam memilih/membeli produk obat, telitilah label atau penandaan pada kemasan obat, yaitu :
1. Nama obat
2. Bentuk sediaan
3. Besar kemasan
4. Kandungan/komposisi obat
5. Nama dan alamat produsen
6. Nomor izin edar/nomor registrasi
7. Nomor bets/nomor produksi
8. Tanggal produksi
9. Batas kedaluwarsa
10. Indikasi
11. Posologi (kekuatan dan aturan pakai obat)Untuk produk obat tradisional, sediaan herbal terstandar, dan sediaan fitofarmaka wadah dan pembungkus obat tradisional impor harus memuat informasi dalam bahasa Indonesia, yang dicetak langsung dan berisi sekurang-kurangnya informasi mengenai:
1. Nama obat tradisional2. Komposisi3. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah4. Dosis pemakaian5. Khasiat atau kegunaan, kontraindikasi (jika ada)6. Tanggal kedaluwarsa7. Nomor pendaftaran dan nomor kode produksi 8. Nama dan alamat pabrik atau distributor yang bertanggung jawab di Indonesia9. Label harus ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Indonesia.
8I A
RTI
KEL
IVo
l. X
I /N
o.
1/E
dis
i ma
r -
Ap
r 2
01
0
IN
FOPO
M
KOCOK DAHULU
Indikasi / Penggunaan
Dosis / Takaran &
Aturan pakai
Efek samping
Peringatan - Perhatian
Cara Penyimpanan
200 ml
ABC ANTASIDSuspensi
Tiap 5 ml mengandung :
Magnesium hidroksida 200 mgAluminium hidroksida 200 mg
No. Batch No. Reg
PT. X FarmaJakarta - Indonesia
Volume obat
Tanda khusus obat bebasNama obatBentuk sediaan
Komposisi zat berkhasiat
Nomor produksiNomor registrasi
Nama dan alamat produsen
9
IPRESS R
ELEASE I
Vo
l. XI /N
o. 1
/Ed
isi Ma
r - Ap
r 20
10
INFO
PO
M
Dalam rangka melindungi masyarakat dari produk makanan impor yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, Badan POM menegaskan kembali beberapa hal sebagai berikut:
1. Badan POM melakukan pengawasan produk makanan melalui pengawasan sebelum produk beredar (pre-market evaluation) dan sesudah produk beredar di pasaran (post-market vigilance).
2. Produk makanan impor dari berbagai Negara sebelum beredar dilakukan evaluasi terhadap keamanan, mutu dan gizi makanan dengan menekankan pada aspek keamanan (safety), mutu (quality), dan kemanfaatan (efficacy).
3. Melamin (dikenal dengan cyanuramide atau cyanurotriamide) adalah zat kimia yang banyak digunakan industri, seperti pembuatan plastik termasuk alat makan.
4. Mengingat kasus susu tercemar melamin tahun 2008 yang berdampak pada kesehatan di negara lain, makan dilakukan peningkatan pengawasan terhadap adanya melamin dalam produk makanan impor.
5. Terhadap produk susu, bahan baku susu, ammonium bikarbonat dan tepung telur yang diduga mengandung melamin, perlu dilakukan pengujian di laboratorium dengan metoda dan prosedur analisa yang telah ditentukan.
6. Saat ini Badan POM sedang melakukan pengujian laboratorium terhadap produk makanan impor meliputi produk susu, biskuit dan kue dari berbagai negara yang diduga mengandung melamin.
7. Apabila produk makanan impor terbukti mengandung melamin pada saat sebelum produk beredar (pre-market evaluation), maka Badan POM tidak memberikan nomor persetujuan pendaftaran. Sedangkan apabila sesudah produk beredar di pasaran (post-market vigilance) ditemukan produk mengandung melamin maka akan dilakkan pengamanan dan pemusnahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Dihimbau kepada masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut atau menemukan produk obat dan makanan yang dicurigai, dapat menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM dengan telepon 021-4263333 dan 021-32199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpkbadanpom@yahoo.com atau Layanan Informasi Konsumen di Balai/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian penjelasan ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.
Badan Pengawas Obat dan MakananKepala
Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc
NIP.19511227 198003 2 001
PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MAKANAN IMPOR
NOMOR : KH.00.01.1.0802
Jakarta, 12 Februari 2010
10I PRES
S REL
EASE
IVo
l. X
I /N
o.
1/E
dis
i Ma
r -
Ap
r 2
01
0
IN
FOPO
M
Dalam rangka peningkatan pengawasan makanan di peredaran khusunya menjelang Hari Raya Imlek
2561, Badan POM RI melakukan pemeriksaan di sarana distribusi makanan.
Pengawasan dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, dengan hasil:
1. Sejak tanggal 5 Februari 2010 sampai dengan tanggal 11 Februari 2010, telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 556 sarana distribusi dengan temuan sebagai berikut:
a. Sebanyak 487 item (11,44%) makanan impor tanpa ijin edar
b. Sebanyak 94 item (2,21%) makanan lokal tanpa ijin edar
c. Sebanyak 251 kemasan (5,90%) makanan rusak
d. Sebanyak 3252 kemasan (76,39%) makanan kedaluwarsa
e. Sebanyak 156 item (3,66%) makanan tidak memenuhi ketentuan label
f. Sebanyak 17 kemasan (0,40%) pelanggaran lain-lain
2. Terhadap produk makanan yang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan, telah dilakukan tindak
lanjut antara lain sebagai berikut:
a. Sebanyak 1603 kemasan yang terdiri dari 93 item dimusnahkan
b. Sebanyak 1867 kemasan yang terdiri dari 610 item diamankan
c. Sebanyak 19 item dikembalikan ke distributor
3. Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari produk makanan dan minuman
yang tidak aman dan tidak bermutu, Badan POM secara rutin melakukan pengawasan dan tidak
terbatas hanya menjelang hari besar keagamaan saja.
Badan Pengawas Obat dan MakananKepala
Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc
NIP.19511227 198003 2 001
PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENINGKATAN PENGAWASAN MAKANAN
MENJELANG HARI RAYA IMLEK
NOMOR : KH.00.01.1.0803
Jakarta, 12 Februari 2010
11
IP
RESS R
ELEASE I
Vo
l. XI /N
o. 1
/Ed
isi Ma
r - Ap
r 20
10
INFO
PO
M
Sehubungan dengan maraknya berita terkait dengan bahaya penggunaan Aspartam, Badan POM
memandang perlu memberi penjelasan sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan adanya berita yang menyebar melalui pesan singkat/sms (short message
service) mengenai bahaya penggunaan Aspartam yang disebutkan bersumber dari Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) dengan ini diberitahukan bahwa sesuai dengan informasi dari Sekretaris Eksekutif
IDI bahwa IDI tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang hal tersebut.
2. Aspartam dikategorikan aman berdasarkan Keputusan Codex stan 192-1995 Rev. 10 Tahun 2009.
Codex Alimentarius Commision (CAC) adalah Lembaga Internasional yang ditetapkan FAO/WHO
untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin terjadinya perdagangan yang jujur.
3. Dalam pengaturan Codex disebutkan bahwa Aspartam dapat digunakan untuk berbagai jenis
makanan dan minuman antara lain minuman berbasis susu, permen, makanan dan minuman
ringan.
4. Penggunaan Aspartam dalam makanan dan minuman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dapat digunakan dengan batas maksimum penggunaannya masing-
masing.
5. Dihimbau kepada masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Unit
Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM dengan nomor telepon 021-4263333 dan
021-32199000 atau email dan atau Layanan
Informasi Konsumen di Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian penjelasan ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.
ulpk@pom.go.id ulpkbadanpom@yahoo.com
Badan Pengawas Obat dan MakananKepala
Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc
NIP.19511227 198003 2 001
PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
BANTAHAN ATAS BERITA TERKAIT DENGAN KEAMANAN ASPARTAM
NOMOR : KH.00.01.1.0800
Jakarta, 12 Februari 2010
Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan - Badan pengawas Obat dan Makanan, Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat; Telp: 021-4259945; Fax: 021-42889117; email: informasi@pom.go.id
Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, kosmetika, obat tradisional, produk komplemen, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan format minimal MS. Word 97, spasi single maksimal 4 halaman A4
BADAN RI POM
BALAAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI GORONTALO
BALAI POM DI GORONTALO
top related