infeksi saluran kemih, sifilis.docx
Post on 08-Dec-2015
67 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih seringkali dikumpai pada praktek dokter sehari-jati mulai
infeksi ringan yang baru diketahui pada saat pemeriksaan urine, maupun infeksi berat
yang dapat mengancam jiwa. Pada dasarnya infeksi ini dimulai dari infeksi pada
saluran kemih (ISK) yang kemudian menjalar ke organ genitalia bahkan sampai ke
ginjal. Infeksi itu sendiri adalah merupakan reaksi inflamasi sel urotelium yang
melapisi saluran kemih. Infeksi akut padat (testis, epididymis, prostat, dan ginjal)
biasanya lebih berat daripada yang mengenai organ berongga (buli-buli, ureter, atau
uretra); hal itu ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau keadaan klinis yang lebih berat.
Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai
dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak
terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam
menegakkan diagnosis (underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat
merugikan. Underdiagnosisdapat berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan
ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis menyebabkan anak akan
menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. Bila diagnosis ISK
sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena
akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit.
Diagnosis dan tata laksana ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik.
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan
oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum.
Penyebaran sifilis di dunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dengan
jumlah kasus 12 juta pertahun. Infeksi sifilis dibagi menjadi sifilis stadium dini dan
lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder, dan laten dini.
Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (g umatous, sifilis kardiovaskular dan
1
neurosifilis) serta sifilis laten lanjut. Sifilis primer didiagnosis berdasarkan
gejala klinis ditemukannya satu atau lebih chancre (ulser). Sifilis sekunder ditandai
dengan ditemukannya lesi mukokutaneus yang terlokalisir atau difus dengan
limfadenopati. Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis dengan pemeriksaan
nontreponemal dan treponemal reaktif, riwayat terapi sifilis dengan titer uji
nontreponemal yang meningkat dibandingkan dengan hasil titer nontreponemal
sebelumnya. Sifilis tersier ditemukan guma dengan pemeriksaan trepone mal reaktif,
sekitar 30% dengan uji nontreponemal yang tidak reaktif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Urogenitalia
Gambar 2.1 Anatomi Saluran Kemih
a. Ginjalterletak pada retroperitoneum.
Terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula, pada korteks
banyak terdapat nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli.
Vaskularisasi aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan vena dialirkan
melalui vena renalis yang bermuara ke vena cava inferior.
3
Fungsi ginjal membuang sisa-sisa metabolisme tubuh, mengontrol
sekresi hormone-hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah
cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D,
menghasilkan beberapa hormone : eritropoetin sel darah merah,
rennin dan prostaglandin.
b. Ureter organ berbentuk tabung kecil
Berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli
Pada orang dewasa, panjangnya 20 cm. Sepanjang perjalanan ureter
dari pielum menuju buli-buli, terdapat 3 penyempitan
Pada perbatasan pelvis renalis dan ureter
Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
Pada saat ureter masuk ke buli-buli
c. Buli-buli organ berongga terdiri atas 3 lapisan otot detrusor yang saling
beranyam.
Bagian dalam adalah otot longitudinal, bagian tengah merupakan otot
sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Pada dasar buli-
buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk
ttrigonum buli-buli.
Permukaannya terdiri dari permukaan superior yang berbatasan
dengan rongga peritoneum, 2 permukaan inferiolateral, dan permukaan
posterior.
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan dikeluarkan
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Volume maksimal
pada orang dewasa 300-450 ml.
o Menurut rumus koff, kapasitas buli-buli={umur(tahun)+2}x30
ml.
d. Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi.
4
Uretra dibagi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada
pria juga berfungsi sebagai penyalur cairan mani.
Terdapat sfingter uretra interna(perbatasan buli-buli dan uretra) dan
esksterna(perbatasan uretra anterior dan posterior), dapat diperintah sesuai keinginan
5
2.2 Infeksi Saluran Kemih
2.2.1 Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Infeksi saluran kemih (urinary
tract infection=UTI) adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman
atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Bakteriuria
bermakna (significant bacteriuria). Bakteriuria bermakna menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony forming
units (cfu/ml) pada urin.
2.2.2 Etiologi
Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada 80%
kasus (sistitis dan pielonefritis). Bakteri gram negatif lain seperti Proteus dan
Klebsiella spp dan beberapa Enterobacter spp juga terlibat dalam bagian kecil
infeksi saluran kemih non komplikasi.2
Stafilokokus saprofitikus terlibat dalam 10-15% ISK simptomatis akut
pada pasien wanita muda. Stafilokokus aureus juga sering menginfeksi pada
pasien dengan batu renal. Sedangkan Stafilokokus epidermidis adalah
penyebab umum ISK akibat pemasangan kateter.2
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan struktur anatomi :
1. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada
saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional
saluran kemih yang menyebabkan stasis urin.
2. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran
6
kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran
kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.
Berdasarkan gambaran klinis :
1. ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK
simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang
parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam, dan
infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala
utama berupa gangguan miksi seperti dysuria, polakisuria, kencing
mengedan (urgency).
2. ISK asimtomatik adalah terdapat bakteriuria bermakna tanpa disertai
presentasi klinis ISK.
2.2.4 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai
dari bayi baru lahir hingga orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering
mengalami episode ISK daripada pria; hal ini karena uretra wanita lebih
pendek daripada pria. Namun pada masa neonatus, ISK lebih banyak terdapat
pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi daripada bayi
perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia insiden ISK terbalik, yaitu
pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%.
Bakteriuria asimtomatik pada wanita 18-40 tahun adalah 5,6% dan angka itu
meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut.
7
Tabel 2.1 Epidemiologi ISK berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur Insidens Faktor Resiko
Wanita Pria
<1 0,7 2,7 Preputium, kelainan anatomi saluran kemih
1-5 4,5 0,5 Kelainan anatomi saluran kemih
6-15 4,5 0,5 Gangguan fungsi saluran kemih
16-35 20 0,5 Hubungan seksual
36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostat, pemasangan
kateter
>65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter, onstruksi
prostat
2.2.5 Patofisiologi
Patogenesis bakteruri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik dengan
presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien
sendiri (host)
1. Peranan patogenisitas bakteri
Penelitian melaporkan lebih dari 170 serotipe 0 (antigen) E.coli yang
patogen.Bakteri patogen dari urin (urinary pathogen) dapat menyebabkan
presentasi klinik ISK tergantung dari faktor lain seperti perlengketan mukosa
oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi.
Peranan Bakterial attachment of mucosa.Penelitian membuktikan
bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang
8
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran
kemih.Pada umunya P fimbriae akan terikat oleh P blood group antigen pada
sel epitel saluranb kemih dan bawah.
Peranan faktor virulensi lainnya.Kemampuan melekat (adhesion)
mikroorganisme (MO) atau bakteri tergantung dari organ pili atau fimbriae
maupun non-firiae.Seperti fimbriae ( tipe I,P dan S ), non fembrial adhesion
(DR haemaglutinin /DFA component of DR blood group, dan lain-lain.Sifat
patogenitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin.Dikenal beberapa
toksin seperti α-haemolisin cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin).
Resistensi uropatogenik E.coli terhadap setiap manusia dengan
perantara (mediator) beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen
termasuk membrane attack complex (MAC).Mekanisme pertahanan tubuh
yang berhubungan dengan pembentukan kolkisin (Col V), K-1, Tra T
proteins dan outer membrane protein (OHPA).
Faktor virulensi variasi fase.
Tabel 2.2 Faktor-faktor virulensi Escherichia coli yakni :
Penentu Virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan pengikat
Kapsul antigen K Resistensi terhadap
pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Lipopolysaaccharide side
chants(O antigen)
Resistensi terhadap
fagositosis
Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristalsis ureter
Pro-inflammatori
9
Membran protein lainnya Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi
2. Peranan faktor tuan rumah (host).
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai
peranan pentig untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.Kolonisasi
bakteria sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan
struktur anatomi saluran kemih.Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal
tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens
normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Status imunologi pasien (host).Prevalensi ISK meningkat terkait
dengan golongan darah AB,B dan PI (antigen terkait dengan fimbriae bakteri)
dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.Kepekaan terhadap ISK rekuren
dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana)
lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan
kelompok sekretorik.
Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga
mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.
2.2.6 Manifestasi Klinis
a. Sistitis Akut
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan
(eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin, akan
mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isiny; hal ini menimbulka
gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di
10
daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan
menimbulkan hematuria. Jika disertai demam dan nyeri pinggang, perlu
dipikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas. 5
Gambar 2.2 Faktor-faktor etiologi pada sistitis20
11
b. Pielonefritis Akut
Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan
disertai menggigil, nyeri di daerah perut dan pinggang, disertai mual dan
muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli, yaitu berupa
disuria, frekuensi atau urgensi.5
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara
usus melemah seperti pada ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah
menunjukkan adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap darah,
urinalisis terdapat piuria, bakteriuria dan hematuria. Pada pielonefritis
akut yang mengenai kedua sis ginjal terjadi penurunan faal ginjal dan pada
kultur urin terdapat bakteriuria.5
Gambar 2. 3 Gejala Pielonefritis akut21
12
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ISK dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai
pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan.
A. Anamnesis
Anamnesis yang sistematik itu mencakup (1) keluhan utama pasien, (2)
riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun yang pernah
diderita oleh keluarganya, dan (3) riwayat penyakit yang diderita saat ini.5
Secara skematis keluhan atau simptom kelainan sistem urogenitalia
disajikan di tabel berikut:5
Tabel 2.3 Daftar keluhan (simptom) sistem urogenitalia5
Nyeri Ginjal/ureter, buli-buli, perineal, testis dan
prostat
Keluhan miksi
Gejala iritasi: frekuensi/poliuria, nokturia,
disuria
Gejala obstruksi: hesitansi, kencing
mengedan, pancaran urin lemah, pancaran
urin bercabang, waktu berkemih prepusium
menggelembung dan pancaran kemih
terputus.
Gejala paska miksi : akhir kemih menetes,
berkemih tidak puas dan terasa ada sisa air
kemih di dalam.
Inkontinensia, enuresis
Perubahan warna urinHematuria, piuria, cloudy urine, warna
coklat
Keluhan berhubungan dengan gagal
ginjal
Oliguria, poliuria, anoreksia, mual, muntah,
cegukan (hiccup), insomnia, gatal, bruising
dan edema.
13
Organ reproduksi
Disfungsi seksual/ereksi, buah zakar tak
teraba/membengkak, penis bengkok, dan
discharge keluar dari uretra atau vagina
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemerikssaan darah.
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan
bawah, namun sebagian besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik.
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C-reactive protein(CRP) yang positif, merupakan
indikator non-spesifk ISK atas ginjal. Sitokin merupakan protein kecil
yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut infeksi,
termasuk pada pielonefritis akut.
2. Kultur Urin
Berdasarkan jumlah kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar
tengah dipakai jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai
bakteriuria bermakna, Dengan kateter urin, Garin dkk., (2007)
menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin sebagai kriteria bermakna,
dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika jumlah kuman >
50x103 cfu/mL dan ada yang menggunakan kriteria bermakna
dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk. (2010)
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL
untuk teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch,26
sedangkan pada neonatus, Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105
14
cfu/mL, dan Baerton dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL
jika sampel urin diambil dengan urine bag.
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak
bermakna meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.
D. Pemeriksaan Pencitraan
Pada ISK uncomplicated tidak diperlukan pemeriksaan pencitraan, tetapi
pada ISK complicated perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk
mencari penyebab terjadinya infeksi.5
1. Foto polos abdomen
Cara pembacaan yang sistematis harus memperhatikan 4S, yaitu side
(sisi), skeleton (tulang), soft tissues (jaringan lunak), dan stone (batu).
Ini berguna untuk mengetahui adanya batu radio-opak pada saluran
kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis
akut. Adanya kekaburan atau hilangnya bayangan garis psoas dan
kelainan dari bayangan berbentuk ginjal merupakan petunjuk adanya
abses perirenal atau abses ginjal. Batu kecil atau batu semiopak
kadangkala tidak tampak pada foto ini, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan foto tomografi.5
2. Intravenous Urografi (IVU)
Intravenous urografi atau disebut juga pielografi intra vena (PIV) atau
urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem
urinaria melalui bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat
menunjukkan adanya kelainan fungsi ginjal dan saluran kemih. Bahan
kontras yang dipakai biasanya yodium dosis 300 mg/kgBB atau 1
mL/kgBB.5
15
Ini merupakan pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang
menderita complicated. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan adanya
pielonefritis akut dan adanya obstruksi saluran kemih; tetapi sulit
untuk mendeteksi adanya hidronefrosis, pieronefrosis ataupun abses
ginjal pada ginjal yang fungsinya sangat jelek.5
3. Voiding Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengungkapkan adanya refluks
vesiko-ureter, buli-buli neurogenik atau divertikulum uretra pada
wanita yang sering menderita infeksi yang sering kambuh.5
4. Pielografi Retrograd
Pielografi retrograd adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari
ginjal hingga ureter) dengan cara memasukkan bahan kontras radio
opak langsung melalui kateter ureter yang dimasukkan transuretra.
Indikasinya adalah jika ada kontraindikasi IVU.5
5. Pielografi Antegrad
Pielografi antegrad adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas
dengan memasukan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.5
6. USG (Ultrasonografi)
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi atau USG adalah menangkap
gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ (jaringan) yang
berbeda kepadatannya. Ini berguna untuk mengungkapkan adanya
hidronefrosis, pieronefrosis ataupun abses pada perirenal/ginjal.
Apalagi pada pasien gagal ginjal yang tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan IVU.5
7. Computed Tomography
Pemeriksaan ini lebih sensitf dalam mendeteksi penyebab ISK
daripada IVU atau USG tapi biaya yang diperlukan relatif lebih
mahal.5
16
2.2.8 Terapi
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic
bacteriuria/ABU) tidak perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah
memberikan keluhan harus segera mendapatkan antibiotika; bahkan jika
infeksi cukup parah diperlukan perawatan di rumah sakit guna tirah baring,
pemberian hidrasi, dan pemberian medikamentosa secara intravena berupa
analgetika dan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur
kuman dan tes kepekaan antibiotika.
a. Pielonefritis Akut
Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang
lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi suportif
dan pemberian antibiotika. Antibiotika yang dipergunakan pada keadaan
ini adalah yang bersifat bakterisidal, dan berspektrum luas, yang secara
farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke jaringan ginjal dan
kadarnya di dalam urine cukup tinggi. Golongan obat-obatan itu adalah:
aminoglikosida yang dikombinasikan dengan aminopenisilin (ampisilin
atau amoksisilin), aminopenisilin dikombinasi asam klavulanat atau
sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin atau fluoroquinolone.
Jika dengan pemberian antibiotika itu keadaan klinis membaik,
pemberian parenteral diteruskan sampai 1 minggu dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 1 minggu dan kemudia
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 2 minggu berikutnya. Akan
tetapi jika dalam 48-72 jam setelah pemberian antibiotika keadaan klinis
tidak menunjukkan perbaikan, mungkin kuman tidak sensitive terhadap
antibiotika yang diberikan.
17
b. Sistitis Akut
Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroa
dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak
memungkinkan dipilih antimikroba yang masih cukup sensitive terhadap
kuman E. Coli, antara lain: nitrofurantoin, trimetropim-sulfametoksazol,
atau ampisilin. Kadang-kadang diperlukan obat-obatan golongan
antikolinergik (prophanteline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas
buli-buli dan fenozopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada saluran
kemih.
2.2.9 Prognosis
Pada sistitis atau pielonefritis sederhana, terapi biasanya dapat
menghilangkan gejala-gejala dengan sempurna. Infeksi saluran kemih bawah
pada wanita lebih menjadi perhatian karena infeksi tersebut menyebabkan
ketidaknyamanan, morbiditas, kehilangan banyak waktu kerja dan biaya
pengobatannya. Sistitis juga dapat menimbulkan infeksi saluran kemih atas
atau bakteremia, tetapi tidak banyak bukti yang menunjukkan adanya
gangguan ginjal. Ketika episode sistitis berulang, infeksi tersebut lebih banyak
berupa reinfeksi daripada relaps.2
Pielonefritis sederhana akut pada dewasa jarang menyebabkan
gangguan fungsi ginjal dan penyakit renal kronis. Infeksi saluran kemih atas
yang berulang biasanya merupakan relaps bukan reinfeksi.2
Pasien yang menderita ISK bawah yang diikuti ISK atas dalam waktu
relatif singkat disertai dengan riwayat diabetes mellitus, prognosisnya kurang
baik.2
18
2.3 Penyakit Sifilis
2.3.1 Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum, sangat kronis dan
bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh,
dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari
ibu ke janin.
2.3.2 Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman
ialah Traponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia
Spirochaetacease dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur,
panjangnya antara 6-15um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh
empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan
pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi
tiga puluh jam.
Pembiakan pada umunya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan
kuma tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup tujuh
puluh dua jam. (buku merah)
19
Gambar 2.4 Treponema Pallidum
2.3.3 Epidemiologi
Insidens sifilis di berbagai ngeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar
antara 0,04 – 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di
Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. (buku merah)
2.3.4 Klasifikasi
Sifilis diklasifikasikan sebagai sifilis yang didapat atau bawaan. Sifilis yang
didapat dibagi menjadi sifilis stadium awal (primer, sekunder dan laten awal < 2
tahun infeksi) dan stadium akhir (laten akhir > 2 tahun infeksi, tersier termasuk
gummatous, jantung dan saraf). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis stadium awal
(didiagnosis pada dua tahun pertama kehidupan) dan stadium akhir (muncul setelah
dua tahun).7
20
Gambar 2.5 Perjalanan alamiah sifilis yang tidak di obati.8
2.3.5 Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis
stadium awal dan lanjut. Stadium awal lebih infeksius dibandingkan dengan stadium
lanjut. Sifilis stadium awal terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan laten awal.
Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis kardiovaskular,
neurosifilis) dan sifilis laten lanjut.
Definisi stadium merupakan klinis, kronologi dimulai dengan timbulnya
chancre. Stadium sering tumpang tindih. Sifilis sekunder berkembang pada sepertiga
pasien yang tidak diobati, sifilis tersier di 10%. Pasien dianggap menular kepada
orang lain melalui kontak sosial (jarang) dan seksual terutama pada tahun pertama
(sifilis primer dan sekunder). Kemudian transmisi biasanya dengan cara lain (vertikal
dan melalui donor jaringan) digambarkan dengan baik. Masa inkubasi: 10-90 hari
antara kontak (kebanyakan seksual) dan chancre.9
Sifilis Primer
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam satu
sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik dari sifilis
primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang bersih, tunggal,
21
tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi pada sisi
Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat ditemukan dimana saja
tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum dan anus. Dasar chancre
banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap
atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre.1 Namun chancre mungkin dapat
multipel, nyeri, purulen, destruktif, ekstragenital (paling sering oral) dan dapat
menyebabkan syphilitic balanitis of Follman.7
Ada juga morfologi lain dari variasi lesi pada stadium primer yang
menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis. Sensitivitas gejala klasik ini hanya 31%
tetapi spesifisitasnya 98%. Ukuran chancre bervariasi dari 0,3-3,0 cm, terkadang
terdapat lesi multipel pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS). Pada sifilis primer sering dijumpai limfadenopati regional, tidak nyeri dan
ipsilateral terhadap chancre, muncul pada 80% pasien dan sering berhubungan
dengan lesi genital. Chancre ekstragenital paling sering ditemukan di rongga mulut,
jari tangan dan payudara. Masa inkubasi chancre bervariasi dari 3-90 hari dan
sembuh spontan dalam 4 sampai 6 minggu.
Chancres mungkin dapat multipel, nyeri, purulen, destruktif, ekstragenital
(paling sering oral) dan dapat menyebabkan syphilitic balanitis of Follman.
22
Gambar 2.5 Chancre genital
Sifilis Sekunder
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai
6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul. Sifilis sekunder
adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre dan kelenjar
limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan beragam gejala
yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena adalah kulit,
limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat. Tanda tersering
pada sifilis sekunder adalah ruam kulit makulopapula yang terjadi pada 50% - 70%
23
kasus, papula 12% kasus, makula 10% kasus, dan papula anula 6% - 14% kasus. Lesi
biasanya simetrik, tidak gatal dan mungkin meluas.
Kasus yang jarang, lesi dapat menjadi nekrotik, keadaan ini disebut dengan lues
maligna. Lesi di telapak tangan dan kaki merupakan gambaran yang paling khas pada
4% sampai 11% pasien. Treponema pallidum dapat menginfeksi folikel rambut yang
menyebabkan alopesia pada kulit kepala. Bersamaan dengan munculnya lesi
sekunder, sekitar 10% pasien mengidap kondilomata. Lesinya berukuran besar,
muncul di daerah yang hangat dan lembab termasuk di perineum dan anus. Inflamasi
lokal dapat terjadi di daerah membran mukosa mulut, lidah dan genital. Pada kasus
yang jarang bisa ditemukan sifilis sekunder disertai dengan kelainan lambung, ginjal
dan hepatitis. Treponema pallidum telah ditemukan pada sampel biopsi hati yang
diambil dari pasien dengan sifilis sekunder. Glomerulonefritis terjadi karena
kompleks antigen treponema imunoglobulin yang berada pada glomeruli yang
menyebabkan kerusakan ginjal. Sindroma nefrotik juga dapat terjadi. Sekitar 5%
pasien dengan sifilis sekunder memperlihatkan gejala neurosifilis termasuk
meningitis dan penyakit mata.
Gambar 2.6 Chancre ekstragenital
Sifilis Laten
24
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten dibagi
lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten awal dan lanjut. Pembagian berdasarkan
waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien yang tidak diobati.
Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun
dan dorman selama empat tahun. Sifilis laten awal terjadi kurang satu tahun setelah
infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder yang
menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat
terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular
dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten lanjut adalah positif,
tetapi penularan secara seksual tidak.
Gambar 2.7 Makulopapula di telapak tangan
Sifilis Tersier
25
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang
menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak menular.
Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah infeksi
awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini ditandai dengan adanya
guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi dengan ukuran yang berbeda-
beda. Guma ini biasanya mengenai kulit, tulang dan hati tetapi dapat juga muncul
dibahagian lain.
Guma merupakan lesi yang granulomatous, nodular dengan nekrosis sentral,
muncul paling cepat setelah dua tahun infeksi awal, meskipun guma bisa juga muncul
lebih lambat. Lesi ini bersifat merusak biasanya mengenai kulit dan tulang, meskipun
bisa juga muncul di hati, jantung, otak, lambung dan traktus respiratorius atas. Lesi
jarang yang sembuh spontan tetapi dapat sembuh secara cepat dengan terapi
antibiotik yang tepat. Guma biasanya tidak menyebab-kan komplikasi yang serius,
disebut dengan sifilis benigna lanjut (late benign syphilis).
Gambar 2.8 Guma sifilis yang ulser dan soliter.
Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf sentral, dapat
muncul lebih awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis, lebih lanjut
sifilis meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis. Sifilis meningovaskular
26
muncul 5-10 tahun setelah infeksi awal. Sifilis meningovaskular ditandai dengan
apati, seizure dan general paresis dengan dimensia dan tabes dorsalis. General paresis
biasanya muncul 15-20 tahun setelah infeksi awal, sedangkan tabes dorsalis 25-30
tahun. Komplikasi yang paling sering adalah aortitis sifilis yang dapat menyebabkan
aneurisma.1
Sifilis Kongenital
Stadium dini; termasuk ruam, kondiloma lata, lesi vesiculobullous, ingusan,
rhinitis hemoragik, osteochondritis, periostitis, pseudoparalysis, tambalan
lendir, fisura perioral, hepatosplenomegali, limfadenopati generalisata, non-
imune hydrops, glomerulonefritis, keterlibatan neurologis atau okular,
hemolisis dan trombositopenia.
Stadium lanjut; termasuk stigmata: keratitis interstisial, Clutton’s joints,
Hutchinson’s incisors, mulberry molars, tingginya arkus palatum, rhagades,
tuli, frontal bossing, rahang pendek, tonjolan mandibula, saddle nose
deformity, penebalan sterno-klavikularis, paroxysmal cold haemoglobinuria,
keterlibatan neurologis atau gummatous.7
2.3.6 Diagnosis
A. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi biasanya dilakukan pada pasien sifilis laten dan sifilis
stadium tersier, karena pada keadaan tersebut lesi pada kulit dan mukosa tidak
ditemukan lagi. Pemeriksaan serologi ini berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap
Treponema pallidum. Ada dua jenis pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum
yaitu; uji nontreponemal dan treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan
untuk skrining karena biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal
digunakan untuk konfirmasi diagnosis.
27
Gambar 2.9 Algoritma pemeriksaan sifilis primer
Uji Serologi Nontreponemal
Uji nontreponemal yang paling sering dilakukan adalah uji VDRL dan
RPR. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
yang terdiri dari kardiolipin, kolesterol, dan lesitin yang sudah
terstandardisasi. Uji serologi nontreponemal ini merupakan uji yang
dianjurkan untuk memonitor perjalanan penyakit selama dan setelah
pengobatan, karena pemeriksaannya mudah, cepat dan tidak mahal.
Uji Venereal Disease Research Laboratory
Pemeriksaan sifilis dengan metode VDRL mudah dilakukan, cepat dan
sangat baik untuk skrining. Uji VDRL dilakukan untuk mengukur antibodi
28
IgM dan IgG terhadap materi lipoidal (bahan yang dihasilkan dari sel host
yang rusak) sama halnya seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin berasal
dari treponema. Antibodi antilipoidal adalah antibodi yang tidak hanya berasal
dari sifilis atau penyakit yang disebabkan oleh treponema lainnya, tetapi dapat
juga berasal dari hasil respons terhadap penyakit nontreponemal, baik akut
ataupun kronik yang menimbulkan kerusakan jaringan.
Rapid Plasma Reagin
Uji rapid plasma reagin (RPR) 18-mm circle card merupakan
pemeriksaan makroskopis, menggunakan kartu flocculation nontreponemal.
Antigen dibuat dari modifikasi suspensi antigen VDRL yang terdiri dari
choline chloride, EDTA dan partikel charcoal. Antigen RPR dicampur
dengan serum yang dipanaskan atau tidak dipanaskan atau plasma yang tidak
dipanaskan diatas kartu yang dilapisi plastik.
Uji Serologi Treponemal
Uji serologi treponemal termasuk pemeriksaan serum dengan
metodeFluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS) dan
Treponema pallidum particle agglutination (TP-PA) terhadap Treponema
pallidum. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap antigen treponemal
dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji
nontreponemal, terutama sifilis lanjut.
1. Fluorescent Treponemal Antibody Absorption
2. Treponema pallidum Particle Agglutination
2.3.7 Terapi
29
a. Sifilis Stadium Dini (Primer, Sekunder, dan Laten Dini, yang diperoleh < 1
tahun sebelumnya)
Opsi Terapi Lini Pertama:
Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit intramuskuler (IM) (satu
suntikan dari 2,4 juta unit atau 1,2 juta unit di setiap pantat) pada hari 1
[Ib; A] Mengganti bagian (yaitu 0,5 sampai 1cc) pelarut dengan larutan
lidocaine 1% tanpa epinefrin dapat mengurangi ketidaknyamanan yang
terkait dengan injeksi. Pasien harus dijaga selama 30 menit pengawasan
klinisnya setelah injeksi.
Opsi Terapi Lini Kedua:
Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia
Gangguan Perdarahan:
Ceftriaxone 500mg-1 g subkutan atau IV setiap hari selama 10 hari
Doxycycline 200 mg per hari (baik 100 mg dua kali sehari atau sebagai
dosis tunggal 200 mg) secara oral selama 14 hari
Azitromisin 2 g secara oral dosis tunggal
Alergi Penisilin atau Menolak Pengobatan Parenteral:
Doxycycline 200 mg per hari (baik 100 mg dua kali sehari atau sebagai
dosis tunggal 200 mg) secara oral selama 14 hari
Azitromisin 2 g secara oral dosis tunggal
b. Stadium Laten Akhir (yaitu diperoleh > 1 tahun sebelumnya atau durasi yang
tidak diketahui), Sifilis Kardiovakuler dan Gummatous
Opsi Terapi Lini Pertama:
30
Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit IM (satu suntikan 2,4 juta unit
dosis tunggal atau 1,2 juta unit di setiap pantat) mingguan pada hari 1, 8
dan 15 [III; B] Mengganti bagian (yaitu 0,5 sampai 1cc) dari pelarut
dengan larutan lidocaine 1% tanpa epinefrin dapat mengurangi
ketidaknyamanan yang terkait dengan injeksi. Pasien harus dijaga selama
30 menit pengawasan klinisnya setelah injeksi.
Alergi Penisilin atau Menolak Pengobatan Parenteral:
Beberapa ahli merekomendasikan penisilin desensitisasi sebagai bukti dasar
penggunaan rejimen non-penicillin lemah.
Doxycycline 200 mg sehari (baik 100 mg dua kali sehari atau sebagai
dosis tunggal 200 mg) secara oral selama 21-28 hari
Opsi Terapi Lini Kedua:
Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 17-21 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia
c. Neurosifilis, Sifilis Okular dan Aurikular
Rejimen yang mencapai tingkat treponemicidal antibiotik dalam CSF
harus menjadi pilihan pengobatan: Terapi IV merupakan pilihan terbaik.
Rejimen lain dengan bukti lemah dapat mencapai tingkat treponemicidal
dalam CSF yaitu procaine penisilin / kombinasi probenesid dan
ceftriaxone (IV atau IM). Ketersediaan probenesid juga menjadi masalah.
Sifilis okular stadium dini seperti uveitis syphilitica durasi singkat dapat
berhasil diobati dengan BPG tetapi opsi ini tidak dianjurkan.
Opsi Terapi Lini Pertama:
Benzyl penicillin 18-24 juta unit IV setiap hari, 3-4 juta unit setiap 4 jam
selama 10-14 hari
31
Opsi Terapi Lini Kedua:
Jika rawat inap dan IV benzil penisilin mustahil diberikan
Ceftriaxone 1-2 g IV setiap hari selama 10-14 hari
Prokain penisilin 1,2-24 juta unit IM setiap hari dan probenesid 500 mg
empat kali sehari, keduanya selama 10-14 hari
Alergi Penisilin:
Desensitisasi terhadap penisilin diikuti oleh rejimen lini pertama
d. Kehamilan
Pada wanita hamil dengan sifilis stadium dini yang tidak diobati, 70-100% bayi
akan terinfeksi, dengan lahir mati sampai dengan sepertiga kasus. Wanita
dengan hasil NTT terus-menerus negatif sangat tidak mungkin untuk
mengirimkan sifilis selama kehamilan. Kebanyakan transmisi ke janin terjadi
setelah 20 minggu dan pengobatan sebelum periode ini biasanya akan
mencegah fitur bawaan. Pengobatan standar telah digunakan dengan hasil yang
baik, tetapi karena beberapa laporan dari respon cukup pada ibu dan bayi,
pengobatan lebih agresif telah dianjurkan.
Opsi Terapi Lini Pertama untuk Pengobatan Sifilis Stadium Dini (yaitu
diperoleh < 1 tahun sebelumnya):
Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit IM dosis tunggal (atau 1,2 juta
unit di setiap pantat)
Catatan: beberapa ahli merekomendasikan 2 dosis BPG 2,4 juta unit (hari
1 dan 8) tapi ini tidak cukup bukti yang mendasari. Pasien harus dijaga
selama 30 menit pengamatan klinisnya setelah injeksi.
32
Opsi Terapi Lini Kedua:
Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia
Pencegahan Sifilis Kongenital melalui Skrining Serologis Selama Kehamilan
dan Perawatan Pencegahan Neonatal:
Rekomendasi: semua wanita hamil harus diskrining pada kunjungan
antenatal pertama (trimester pertama). Serologi harus diulang dalam
kasus berisiko tinggi dan epidemiologi lokal.
Beberapa ahli merekomendasikan bahwa semua bayi yang lahir dari ibu
sifilis seropositif harus diobati dengan dosis tunggal BPG 50.000 unit / kg
IM, apakah ibu dirawat selama kehamilan.
e. Sifilis Kongenital
Opsi Terapi Lini Pertama:
Benzyl penicillin 150.000 unit / kg IV setiap hari (diberikan dalam dosis
6 setiap 4 jam) selama 10-14 hari
Jika CSF normal: memeriksa usia
1. Terapi lini pertama: BPG 50.000 unit / kg IM (dosis tunggal) sampai
dengan dosis dewasa 2,4 juta unit
2. Terapi lini kedua: penisilin Prokain 50.000 unit / kg IM setiap hari
selama 10-14 hari, yaitu jika BPG tidak tersedia.9
BAB III
KESIMPULAN
33
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Infeksi saluran kemih (urinary tract
infection=UTI) adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba
dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Bakteriuria bermakna (significant
bacteriuria). Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada 80%
kasus (sistitis dan pielonefritis). ISK diklasifikasikan menurut struktur anatomi dan
gambaran klinis, menurut strukur anatomi yaitu ISK simpleks (simple UTI,
uncomplicated UTI) ISK kompleks (complicated UTI). Sedangkan menurut
gambaran klinis yaitu ISK simtomatik dan ISK asimtomatik.
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic
bacteriuria/ABU) tidak perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah memberikan
keluhan harus segera mendapatkan antibiotika; bahkan jika infeksi cukup parah
diperlukan perawatan di rumah sakit guna tirah baring, pemberian hidrasi, dan
pemberian medikamentosa secara intravena berupa analgetika dan antibiotika.
Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan
antibiotika.
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang kompleks,
progresif dengan banyak stadium disebabkan oleh infeksi bakteri spirochete
Treponema pallidumsubsp. Pallidum. Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan
bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat diserang. Penyakit sifilis
memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Ada banyak
pemeriksaan untuk mendiagnosis sifilis secara langsung dan tidak langsung.
Belum ada uji tunggal yang optimal. Metode diagnostik langsung termasuk
pemeriksaan mikroskop dan amplifikasi asam nukleat dengan polymerase chain
reaction (PCR).
Terapi terhadap penderita sifilis dilakukan dengan memberikan antibiotika
seperti Penisilin atau turunannya. Pemantauan serologik dilakukan pada bulan I,
II, VI, dan XII tahun pertama dan setiap 6 bulan pada tahun kedua.
34
top related