indonesia speleo gathering, catatan pascakegiatan
Post on 18-Jan-2016
25 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
speleoGATHERING 2014
INDONESIA
catatan seorang utusan
take nothing but picturekill nothing but time
leave nothing but footprint
Indonesia Speleo Gathering:
INDONESIA masih di tengah kemarau panjang. Memasuki
Oktober hujan sesekali mulai datang, sebentar-sebentar. Udara
di Jakarta terasa lebih panas dibanding bulan-bulan yang lewat
dan di beberapa daerah yang memiliki hutan mulai disibukkan
dengan kebakaran lahan dan kabut asap. Kompleksitas persoalan
lingkungan kian hari terus bertambah pelik. Konflik agraria dan
utamanya perampasan lahan oleh koorporasi marak di mana-
mana, tidak hanya di Jawa tetapi juga terjadi di Sumatra, Su-
lawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Di berbagai
tempat saudara kita yang lemah selalu menjadi korban. Pemer-
intah bukan tidak tahu menahu ihwal yang demikian itu, namun
pemerintah sesungguhnya sudah tersandera, mau apa?
Sejak Jumat sampai dengan Minggu, 17 – 19 Oktober
2014, Bumi Perkemahan Cibubur menjadi lokasi pertemuan para
penggiat olahraga petualangan penelusuran gua (caving), ilmu-
wan dan akademisi, para pemerhati dan aktivis gerakan anti-
tambang di kawasan karst. Mereka semua bertemu dalam sebuah
forum yang dijuduli Indonesia Speleology Gathering 2014. Acara
ini merupakan perhelatan nasional yang bertujuan untuk mer-
espon berbagai keadaan terkini, baik dalam kaitannya dengan
pembaruan berbagai teknik penelusuran dan penyelamatan
Dari Speleologi Untuk Karst Indonesia
musibah di dalam gua maupun isu pertambangan batu gamping
yang belakangan semakin memuncak dan dalam jumlah yang
masif.
Forum ISG 2014 dihadiri oleh sekitar 160 peserta dan
undangan dengan berbagai latar belakang keilmuan. Acara dimu-
lai sejak sore hari Jumat diisi oleh beragam termin yang menyoal
perihal speleologi sebagai sebuah ilmu interdisipliner. Dialog dan
diskusi mengenai sejarah, dinamika, problematika, dan tantan-
gan speleologi di Indonesia menjadi bahasan forum pertama dan
sekaligus wacana pembuka. Mata acara tersebut difasilitasi oleh
Fredy Chandra, Imron Fauzi, Abe Rodhial Fallah, dan Petrasa
Wacana. Bagi awam, topik-topik pembicaraan yang diangkat
akan terdengar aneh di telinga, misalnya gua. Apa sesungguhnya
yang bisa dibicarakan tentang sebuah gua?
Selama tiga hari di bulan Oktober ini, bentang alam karst
dan lubang gelap di bawah tanah yang biasa disebut gua menjadi
topik yang dibicarakan dengan seksama oleh para narasumber
dan peserta yang terlibat dalam acara. Para penelusur gua dan
ahli speleologi (ilmu tentang gua) senusantara berkumpul dan
bertemu di sana. Ini merupakan ajang pertemuan-istimewa para
penggiat speleologi, pengamat dan masyarakat karst, ilmuwan
dan penelusur gua. Segala harapan dan kekhawatiran peserta dis-
ampaikan agar dapat dipetakan dan dilihat kecenderungannya.
Speleologi bukan lagi istilah baru. Di Indonesia ilmu
tersebut mulai diintroduksi pada akhir dekade 70-an dan seiring
waktu terus mengalami perkembangannya. Beberapa organisasi
yang turut membidani tersebarluasnya kegiatan speleologi pada
dekade awal kelahirannya antara lain Specavina, Garbabhumi,
Hikespi, Bogor Speleological Club (BSC), dan Acintyacunyata
Speleological Club (ASC) –untuk menyebut beberapa klub saja.
Ilmu ini bermula muncul dari Eropa, mengikuti perkembangan
olahraga menelusuri gua (caving) yang telah dikenal di sana sejak
lebih dari 200 tahun yang lalu.
Diselenggarakannya ISG 2014 ini punya arti tersendiri
bagi para olahragawan, pengamat, masyarakat kasrt, serta ilmu-
wan gua. Inilah pertemuan pertama dalam skala nasional yang
diadakan di luar program Hikespi yang notabene adalah organ-
isasi representatif Indonesia dalam bidang Speleologi. Pertemuan
diadakan di Jakarta dengan pertimbangan bahwa lokasi mudah
diakses dari segala penjuru daerah.
Indonesian Caver Society (ICS) yang menggagas kegiatan
ini umumnya terdiri dari para mahasiswa, ilmuwan, pengamat,
masyarakat karst, aktivis penelusuran, dan konservasi gua. Lebih
dari 11 narasumber menyampaikan hasil penelitiannya tentang
kondisi kawasan karst di Indonesia, mulai dari pembicaraan soal
arkeologi dan biologi sampai dengan pembahasan tentang geo-
morfologi dan geohidrologi karst—yang semuanya berhubungan
dengan gua, perkembangan ilmu pengetahuan, serta kelangsun-
gan hidup masyarakat yang tinggal di dalam kawasan karst.
Banyak Mata Acara
PADA Sabtu (18/10) pagi, Prof Dr. Yayuk R. Suhardjono dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan
makalah ihwal “Kontribusi Penelusur Gua Untuk Ilmu Pengeta-
huan dan Pengelolaan Karst”.
Ahli speleologi sebetulnya adalah para ahli dari berbagai
bidang ilmu yang telah tertarik untuk menerap-baktikan ilmu-
nya di bawah tanah. Mereka bersedia bekerja dalam kegelapan
dan kubangan lumpur. Mereka ini sering menjumpai hal-hal
yang menakjubkan dari alam bawah tanah itu. Banyak sekali
penemuan dan buah penelitian dari para ahli speleologi seluruh
Indonesia dalam kesempatan pertemuan ini disampaikan dan
didiskusikan.
Penelitian panjang yang dilakukan oleh Dr. Pindi Set-
iawan dari ITB terhadap berbagai “Gambar Cadas di Kalimantan”
dipresentasikan pula pada siang hari kedua dengan dimoderatori
oleh Petrasa Wacana, praktisi speleologi dan penelusur gua dari
ASC Yogyakarta. Tidak hanya rock art di Kalimantan yang men-
jadi bahasan, tetapi juga ihwal rock art di Sulawesi Selatan pun
ikut dibicarakan. Baru-baru ini publik dibuat terkejut dengan
hasil penelitian mengenai lukisan di dinding gua kawasan karst
Maros. Disebut dalam banyak media massa bahwa lukisan purba
di dalam gua-gua yang ada di Maros memiliki umur yang jauh
lebih tua dibandingkan lukisan sejenis di berbagai tempat yang
ada di dunia.
Pertemuan tingkat nasional ini direncanakan berlangsung
setahun sekali. Penelusur dan ahli gua dari berbagai daerah di
nusantara diharapkan dapat saling berbagi pengalaman, perso-
alan, dan jalan keluar terhadap apa yang terjadi di lingkungan
karst tempat mereka hidup dan bermain. Beruntung kita memi-
liki bahasa nasional yang pertama kali diikrarkan sebagai salah
satu alat pemersatu bangsa pada suatu hari di tanggal 28 Oktober
1928.
Banyak peserta yang berharap agar panitia menyediakan
waktu untuk kunjungan lapangan (fieldtrip), namun sayang pada
ISG 2014 usulan tersebut belum dapat dipenuhi dan mungkin
pada pertemuan berikutnya apa yang diusulkan dapat diako-
modir, agar setiap peserta yang bosan bicara serius pada forum
di ruang pertemuan bisa mengadakan perjalanan-perjalanan
singkat ke dalam gua. Sebetulnya tidak jauh dari Jakarta, tepat-
nya di Kabupaten Bogor, terdapat sebuah kawasan karst yang
menarik untuk dikunjungi. Di kawasan karst Citeureup – Kela-
panunggal terdapat banyak gua yang menarik untuk ditelusuri.
Di sana gua-gua dan kawasan karstnya sedang terus mengalami
penghancuran oleh sepak terjang dua pabrik semen kenamaan.
Masih di hari Sabtu (18/10), lebih siang, forum diajak
untuk mengikuti paparan dari salah seorang tokoh kenamaan
“Sesepuh Dunia Speleologi di Indonesia”, yaitu Pak Dokter
RKT. Ko (Lembaga Karst Indonesia) yang mulanya dijadwalkan
akan tampil pada Sabtu ternyata berhalangan, sebagai gantinya,
pelopor caving dan speleologi di Indonesia tersebut membagikan
secuplik dongeng yang menjadikan sejarah lahir, tumbuh, dan
berkembangnya Speleologi di Indonesia.
Masih di hari Sabtu, siangnya, forum diajak untuk mengi-
kuti paparan dari salah seorang akademisi kenamaan dari UGM,
Dr. Eko Haryono, yang memaparkan ihwal “Geomorfologi dan
Hidrologi Karst”. Pak Eko memperoleh pertanyaan kritis dari
peserta, misalnya mengenai sikapnya yang “mengaku netral”
terhadap keberadaan dan rencana beroperasinya pabrik semen di
Pati dan Rembang, serta beberapa daerah lainnya. Sayang sekali
pertanyaan kritis yang dikemukakan hanya mendapat jawaban
yang normatif saja. Entah mengapa, saat itulah wajah Chomsky
terbayang di pandangan. Sesi berikutnya dilanjutkan dengan
“Potensi serta Pengembangan Wisata Gua” oleh Alex Atmadikara
S.pd (Sukabumi Speleology Society). Menjelang sore, forum dis-
kusi “Biospeleologi” digelar dengan dipandu oleh Dr. Cahyo Rah-
madi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan dimoderatori
oleh Mas Imron Fauzi, kuncen sekaligus koordinator pengelola
laman situs www.cave.or.id.
Pengelolaan Kawasan Berbasis Masyarakat disampaikan
oleh Mas Gun Retno. Namanya belakangan semakin terkenal.
Mas Gun adalah koordinator masyarakat Sedulur Sikep, Ketua
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).
Bersama beberapa kawan-kawan seperjuangan ia ke Jakarta
dengan membawa cerita-cerita lapangan. Penuh keharuan saat
Mas Gun mulai bercerita tentang kondisi di pegunungan Ken-
deng. Mas Gun mengajak serta seorang temannya. Ia bernama
Mas Bowo. Setelah narasi Mas Gun tersampaikan dalam bahasa
campuran Jawa dan Indonesia, giliran Mas Bowo memberikan
secuplik kuliah ihwal ekologi-politik dan bagaimana seharusnya
seorang akademisi bersikap. Baginya bersikap pada yang tertin-
das adalah suatu keniscayaan. Tentu akan lebih menarik jika saja
Mas Bowo berada dalam satu sesi dengan Pak Eko yang dengan-
nya mungkin audiens akan lebih mudah mengambil pelajaran
dan suriteladan.
Valuasi Nilai Ekonomi Kawasan Karst Gombong Selatan
disampaikan oleh Mas Rasyid Gumoong. Di akhir paparannya
ia menyimpulkan bahwa jika gamping di sana ditambang maka
nilai kawasan menurun drastis.
Manajemen Risiko Penelusuran Gua yang disampaikan
Fredy Chandra mengambil bentuk diskusi kelompok. Empat
kelompok yang terbentuk mendiskusikan dan mencatatkan hasil
diskusi yang terjadi dan kemudian menyampaikannya kepada fo-
rum. Cara ini ditempuh dengan harapan agar peserta dapat lebih
aktif dan terlibat dalam aktivitas berpikir kritis.
Meskipun tidak disediakan waktu untuk fieldtrip namun
para peserta masih dapat berlatih bersama dan berbagi pengala-
man mengenai teknik SRT maupun Cave Rescue. Sempat masuk
usul dari peserta agar panitia mengadakan lomba prusiking
untuk memeriahkan acara. Hal tersebut sebetulnya telah menjadi
kewajaran dan senantiasa diselenggarakan di dalam acara-acara
para penelusur gua (caver), namun sayang pada ISG 2014 panitia
belum dapat mengakomodasinya. Memanjat tali dengan menggu-
nakan alat-alat mekanis atau non-mekanis adalah bagian penting
dalam penelusuran gua vertikal. Konon kompetisi semacam itu
sangat disukai oleh caver Amerika Serikat dan sebaliknya tidak
pernah disetujui oleh penelusur-penelusur gua dari Eropa.
Norman Edwin pernah menulis hal ini dalam sebuah
publikasi yang diterbitkan Kompas(?). Menurut Norman, bahkan
caver kawakan sekelas Mike Meredith, penelusur gua dari Ing-
gris yang ikut dalam ekspedisi ke Gunung Mulu, menyampaikan
ketidak-setujuannya, “Bagi kami tidak penting cepat atau lambat,
tapi keselamatanlah yang utama.”
Lebih lanjut, sebagaimana yang ditulis Norman, Mike
mengatakan, “Barangkali kita perlu menciptakan dua sistem
dalam memanjat tali ini. Sistem pertama untuk berlomba, sedang
sistem yang lain untuk caving,”
Pada hari Minggu (19/10), sejak pagi para peserta berkeg-
iatan dalam tiga kelompok peminatan, yaitu Cave Rescue, pengo-
lahan data pemetaan menggunakan piranti-lunak Compass dan
SIG, serta fotografi gua. Dan di penghujung acara, peserta kem-
bali memutar otak untuk merumuskan hal-hal yang telah dicapai
forum selama tiga hari berkegiatan dan disebut sebagai rekomen-
dasi. Saya setuju dengan pernyataan pemandu acara yang me-
nyebutkan, “Tanpa aksi nyata sesungguhnya apa yang telah kita
lakukan tidak lebih dari omong kosong belaka.”
Kita dalam ISG 2014
PALAWA ikut hadir di dalam acara, bahkan salah seorang ang-
gota Palawa turut berlibat dalam kepanitiaan. Tidak seorang pun
hadirin yang mewakili Papua. Meski memiliki bentang karst yang
luas namun aktivitas penelusuran gua di sana belum sepopuler
di Jawa. Hal ini patut disayangkan mengingat ancaman terhadap
karst yang semakin hari terlihat semakin berat. Jogjakarta yang
terbilang maju dalam hal speleologi mengirimkan 10 caver-nya,
sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing hanya
enam orang. Sulawesi juga terlibat. Ada beberapa peserta dari
Makassar yang datang mengikuti kegiatan.
Selain dari Jambi, peserta lain yang berasal dari Sumatra
berhalangan hadir, adapun peserta yang datang dari Sangata,
Kutai Timur, sejumlah lima orang. Palawa Unpad yang sudah se-
jak 1983 mengenal aktivitas ini mengirimkan enam anggotanya.
Selain melihat kemajuan organisasi dari daerah lain yang
telah lebih duluan mengembangkan caving dan speleologi, Pal-
awa punya misi lain dalam pertemuan ini. Dalam forum pleno
yang diikuti oleh semua peserta, Palawa menyampaikan perso-
alan kawasan karst di Jawa Barat yang terancam oleh bermacam
usaha pertambangan, di antaranya Citatah, Pangkalan, Citeur-
eup, dan Kelapanunggal yang kebetulan baru saja didatangi oleh
tim pengembaraan caving 2014.
Kongres Speleologi Indonesia tahun depan akan berlang-
sung di Kutai Timur atau di Maros-Pangkep. Apakah Palawa
akan hadir di sana? Mari siapkan bahan-bahan yang diperlukan
dan dapat diangkat menjadi cerita yang akan disampaikan kelak
di sana.
Cag!
PLW118TB
PALAWA UNPAD
top related